Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan zaman yang disertai oleh perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK) yang pesat dewasa ini menciptakan era globalisasi dan
keterbukaan yang menuntut setiap individu untuk ikut serta didalamnya, sehingga
sumber daya manusia harus menguasai IPTEK serta mampu mengaplikasikannya
dalam setiap kehidupan. Pengelasan merupakan bagian tak terpisahkan dari
pertumbuhan peningkatan industri karena memegang peran utama dalam rekayasa
dan reparasi produksi logam. Hampir tidak mungkin pembangunan suatu pabrik
tanpa melibatkan unsur pengelasan. Pada era industrialisasi dewasa ini teknik
pengelasan telah banyak dipergunakan secara luas pada penyambungan batang-
batang pada konstruksi bangunan baja dan konstruksi mesin.
Luasnya penggunaan teknologi ini disebabkan karena bangunan dan mesin
yang dibuat dengan teknik penyambungan menjadi ringan dan lebih sederhana
dalam proses pembuatannya. Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam
bidang konstruksi sangat luas, meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, pipa
saluran dan lain sebagainya. Di samping itu proses las dapat juga dipergunakan
untuk reparasi misalnya untuk mengisi lubang-lubang pada coran, membuat
lapisan keras pada perkakas, mempertebal bagian-bagian yang sudah aus dan lain-
lain. Pengelasan bukan tujuan utama dari konstruksi, tetapi merupakan sarana
untuk mencapai pembuatan yang lebih baik. Karena itu rancangan las harus betul-
betul memperhatikan kesesuaian antara sifat-sifat las yaitu kekuatan dari
sambungan dan memperhatikan sambungan yang akan dilas, sehingga hasil dari
pengelasan sesuai dengan yang diharapkan. Dalam memilih proses pengelasan
harus dititik beratkan pada proses yang paling sesuai untuk tiap-tiap sambungan
las yang ada pada konstruksi. Dalam hal ini dasarnya adalah efisiensi yang tinggi,
biaya yang murah, penghematan tenaga dan penghematan energi sejauh mungkin.
Mutu dari hasil pengelasan di samping tergantung dari pengerjaan lasnya sendiri
dan juga sangat tergantung dari persiapan sebelum pelaksanaan pengelasan,

1
2

karena pengelasan adalah proses penyambungan antara dua bagian logam atau
lebih dengan menggunakan energi panas.
Ditemukannya logam pertama kali dirasakan sebagai suatu kemajuan
teknologi yang sungguh luar biasa tetapi pada pihak lain perkembangan baru ini
akan menimbulkan suatu permasalahan baru yaitu bagaimana proses
penyambungan dari logamlogam tersebut. Proses penyambungan logam terdiri
dari sambungan baut, sambungan keling, sambungan lipat, sambungan tempa,
patri, solder dan sambungan las (pengelasan). Dalam fabrikasi, konstruksi dan
industri proses sambungan las merupakan salah satu cara yang paling dominan
atau baik apabila dibandingkan dengan cara pengerjaan pemesinan yang lainnya
dikarenakan proses ini sangat praktis, murah dan cepat .

Penggunaan las dalam pengerjaan konstruksi semakin lus sehingga


kecelakaan yang diakibatkan oleh proses pengerjaan tersebut juga sering banyak
terjadi. Pekerjaan pengelasan merupakan salah satu proses pemesinan yang penuh
resiko karena selalu berhubungan dengan api dan bahan bahan yang mudah
terbakar dan meledak terutama sekali pada las gas yaitu gas oksigen dan Asetilin .
Kecelakaan yang terjadi sebenarnya dapat dikurangi atau dihindari apabila kita
sebagai operator dalam mengoperasikan alat pengelasan dan alat keselamatan
kerja dipergunakan dengan baik dan benar, memiliki penguasaan cara cara
pencegahan bahaya akibat proses las. Untuk itu, diperlukan pengetahuan yang
cukup mengenai K3.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah kepentingan pengusaha,


pekerja dan pemerintah di seluruh dunia. Tingkat kecelakaan-kecelakaan fatal di
negara-negara berkembang tiga kali lebih tinggi dibanding negara-negara industri.
Di negara-negara berkembang, kebanyakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja
terjadi di bidang-bidang pertanian, perikanan dan perkayuan, pertambangan dan
konstruksi. Tingkat buta huruf yang tinggi dan pelatihan yang kurang memadai
mengenai metode-metode keselamatan kerja mengakibatkan tingginya angka
kematian yang terjadi karena kebakaran dan pemakaian zat-zat berbahaya yang
3

mengakibatkan penderitaan dan penyakit yang tak terungkap termasuk kanker,


penyakit jantung dan stroke.

Pekerjaan dan pemeliharaan konstruksi mempunyai sifat bahaya secara


alamiah.Oleh sebab itu masalah bahaya harus ditempatkan pada urutan pertama
program keselamatan dan kesehatan. Di sebagian besar negara , keselamatan di
tempat kerja masih memprihatinkan. Seperti di Indonesia, rata-rata pekerja usia
produktif (15 45 tahun) meninggal akibat kecelakaan kerja. Kenyataanya
standard keselamatan kerja di Indonesia paling buruk dibandingkan dengan
negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.

Kecelakaan kerja bersifat tidak menguntungkan, tidak dapat diramal, tidak


dapat dihindari sehingga tidak dapat diantisipasi dan interaksinya tidak
disengaja.Berdasarkan penyebabnya, terjadinya kecelakaan kerja dapat
dikategorikan menjadi dua, yaitu langsung dan tidak langsung. Adapun sebab
kecelakaan tidak langsung terdiri dari faktor lingkungan(zat kimia yang tidak
aman, kondisi fisik dan mekanik) dan faktor manusia(lebih dari 80%).

Untuk menghindari resiko yang tidak diinginkan dan pengetahuan yang


memadai maka diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai materi ini.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu :


1. Bagaimana alur pengelasan PT. IKI (Industri Kapal Indonesia)
2. Apa saja hazard yang terdapat pada alur pengelasan
3. Bagaimana pencegahan hazard di alur pengelasan
4. Bagaimana pengendalian hazard di alur pengelasan

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Untuk memenuhi tugas montoring dan evaluasi hazard
2. Sebagai sarana untuk menambah wawasan bagi pembaca dan penulis
mengenai pengolaan batu bata pada industri batu bata
4

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui alur kerja dan bahaya potensial terutama faktor risiko
kesehatan dan risiko kecelakaan kerja di PT. Industri Kapal Indonesia
( persero)
2. Untuk mengetahui cara penegahan dan pengendalian program Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (K3) di PT. Industri Kapal Indonesia (persero)
3. Untuk mengetahui usaha-usaha yang telah dilakukan oleh perusahaan
dalam mengatasi masalah yang ada akibat bahaya potensial yang
didapatkan di PT. Industri Kapal Indonesia (persero)

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi Mahasiswa
1. Meningkatkan pengetahuan mengenai Plant Survey, K3, dan
penerapannya.
2. Mengetahui masalah bahaya potensial di lingkungan kerja dan
penggunaan alat pelindung diri.
1.4.2 Manfaat bagi Perusahaan
Memperoleh masukan yang dapat dimanfaatkan bagi program
pencegahan gangguan akibat bahaya potensial di lingkungan kerja.
1.4.3 Manfaat bagi Akademi
Meningkatkan saling pengertian dan kerja sama antara mahasiswa,
staf pengajar pimpinan Institusi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5

2.1 Faktor Fisik


2.1.1 Kebisingan
Kebisingan didefinisikan sebagai suara yang tak dikehendaki,
misalnya yang merintangi terdengarnya suara-suara, musik dsb, atau yang
menyebabkan rasa sakit atau yang menghalangi gaya hidup (JIS Z 8106
[IEC60050-801] kosa kata elektro-teknik Internasional Bab 801: Akustikal
dan elektroakustik)".
Kebisingan yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau
kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (KepMenLH
No.48 Tahun 1996) atau semua suara yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja pada tingkat
tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (KepMenNaker No.51
Tahun 1999) jadi dapat disimpulkan bahwa kebisingan bunyi atau suara
yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta
dapat menimbulkan ketulian.

A. Jenis Kebisingan
Berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dapat dibagi
atas :
1. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas. Bising
ini relatif tetap dalam batas kurang dari 5 dB untuk periode 0,5
berturut-turut. Misalnya, mesin, kipas angin, dapur pijar.
2. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit.
Bising ini juga relatif tetap, akan tetapi hanya ia hanya mempunyai
frekuensi tertentu saja (pada frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz).
Misalnya gergaji serkuler, katup gas.
3. Bising terputus-putus (intermitten). Bising disini tidak terjadi secara
terus menerus, melainkan ada periode relatif tenang. misalnya suara
5
lalu lintas, kebisingan dilapangan kapal terbang,
6

4. Bising implusif, bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara


melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan
pendengarnya. Misalnya tembakan, ledakan mercon, meriam.
5. Bising implusif berulang, sama dengan bising implusif hanya saja
disini terjadi secara berulang-ulang. Misalnya mesin tempa.
Berdasarkan pengaruhnya Terhadap manusia, Bising dapat dibagi atas :
(1) Bising yang mengganggu (irritating nouse). intensitas tidak terlalu
keras, misalnya mendengkur.
(2) Bising yang menutupi (masking nouse), merupakan bunyi yang
menutupi pendengarang yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini
akan membahayakan kesehatan dan keselamatan, karena terikan atau
isyarat tanda bahay tenggelam dalam bising dari sumber lain.
(3) Bising yang merusak (damaging nouse) adalah bunyi yang
intensitasnya yang melampaui NAB. bunyi jelas ini akan merusak
atau menurunkan fungsi pendengaran.
Tipe Uraian
1. Akibat-akibat badaniah Kehilangan pendengaran Perubahan
ambang batas sementara akibat kebisingan, Perubahan ambang
batas permanen akibat kebisingan.
2. Akibat-akibat fisiologis Rasa tidak nyaman atau stres meningkat,
tekanan darah meningkat, sakit kepala, bunyi dering.
3. Akibat-akibat psikologis Gangguan emosional Kejengkelan,
kebingungan
4. Gangguan gaya hidup Gangguan tidur atau istirahat, hilang
konsentrasi waktu bekerja, membaca dsb.
5. Gangguan pendengaran Merintangi kemampuan mendengarkann
TV, radio, percakapan, telpon dsb.

B. Tingkat Kebisingan
Tabel 1. NAB Kebisingan sesuai Permenaker No. 13/Men/X/2011
7

Skala tingkat bIsing


Kriteria pendengaran Tingkat bising (dba) Ilustrasi
Menulikan 120 Halilintar, meriam 110
Sangat buruk 100 - 90
Kuat 80 Kantor gaduh, jalan radio, pemukiman 70
Sedang 60 Percakapan kuat, pertokoan 50
Tenang 40 Rumah tenang, kantor pertokoan, auditorium 30
Sangat tenang 20 Suara daun, berbisik 10 0

C. Pengaruh Bising Pada Manusia


Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap manusia,
seperti gangguan fisiologis, psikologis, komunikasi, dan ketulian atau
ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan auditory,
misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non
auditoryseperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan,
kelelahan dan stres.
8

Lebih rinci lagi maka dapatlah digambarkan dampak bising


terhadap manusia sebagai berikut :
1. Gangguan fisiologis
Gangguan yang langsung terjadi pada faal manusia dapat
berupa peredaran darah terganggu, otot-otot menjadi tegang,
peningkatan nadi, dapat menyebabkan pucat dan gangguam sensoris.
Pemaparan dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan
penyakit psikosomatik seperti gatritis, penyakit jantung koroner dan
lain- lain.
2. Gangguan Psikologis
Gangguan secara tidak langsung dan sukar di ukur, hal ini
tergantung kepada (1) pribadi masing-masing seperti rasa tidak
nyaman, jenuh, lelah, dan marah. (2) lingkungan pribadi maupun
umum. (3) sifat bising seperti menonton tidak mengganggu, tidak
bisa di ramalkan menggangu.
3. Gangguan Pendengaran
Pada gangguan Pendengaran dapat diartikan sebagai
perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan dalam
melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami
pembicaraan.secara kasar gradasi gangguan pendengaran karena
bising itu sendiri dapat ditentukan menggunakan parameter
percakapan sehari-hari sebagai berikut :
Gradasi Parameter, Normal, Sedang, Menengah, Berat, Sangat
Tuli total Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan (6 m)
Kesulitan dalam percakapan sehari-hari mulai jarak > 1,5 m
Kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari mulai jarak > 1,5 m
Kesulitan dalam berteriak sehari-hari mulai jarak > 1,5 m
Kesulitan dalam percakapan sehari-hari mulai jarak < 1,5 m
Kehilangan kemampuan pendengaran
D. Pengendalian Bising
9

Pengendalian bising merupakan cara bagaimana dapat mencegah


pengaruh kebisingan terhadap kesehatan psikologis maupun fisiologis
manusia. beberapa pengendalian kebisingan diantaranya :
1. Isolasi yaitu Menjauhkan diri dari sumber suara, dapat melindungi
orang dari epidemic bising.
2. Membuat penghalang berupa tumbuhan (rumput, semak, pohon),
dinding (akustik, kayu, bata/batu)
3. Memakai earplug (sumbat telinga) yang akan mencegah ini akan
mengurangi kebisingan 10 30 dB.
4. Gunakan ear muffs atau penutup telinga; ini akan mengurangi
kebisingan 20 40 dB
5. Gunakan helm; ini akan mengurangi kebisingan 5 15 dB
6. Jauhi sumber suara (speaker) jika anda seorang dugem sejati.

E. Pengobatan
Pengobatan yang dilakukan tergantung dari penyebabnya. Karena
itu pertama kali yang harus dilakukan adalah pemeriksaan dengan tujuan
untuk mencari sumber penyebab. Bagi para pekerja industri dan juga
pabrik untuk menghindari terpapar bising sebaiknya pengelola
perusahaan menyediakan pencegahan alat atau mengurangi tingkat
kebisingan. Sementara peran orang tua dibutuhkan untuk mengawasi
anak-anaknya agar tidak terlalu sering pergi ke pusat arena permainan.
Dan selalu diingatkan apabila anak-anak memakai i-pad dalam waktu
yang lama (lebih dari 2 jam).

2.1.2 Pencahanyaan
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405 tahun 2002,
penerangan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Oleh sebab itu salah
satu masalah lingkungan ditempat kerja harus diperhatikan yaitu
10

pencahayaan. Nilai Pencahayaan yang dipersyaratkan oleh Kep-Menkes RI


No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu minimal 100 lux.
Tujuan pencahayaan :
a. Memberi kenyamanan dan efisiensi dalam melaksanakan pekerjaan.
b. Memberi lingkungan kerja yang aman.

A. Jenis Kegiatan Tingkat Pencahayaan Minimal (LUX) Keterangan


1. Pekerjaan kasar dan tidak terus menerus 100 Ruang penyimpanan
& ruang peralatan/instalasi yang memerlukan pekerjaan yang
kontinue.
2. Pekerjaan kasar dan terus menerus 200 Pekerjaan dengan mesin
dan perakitan kasar.
3. Pekerjaan rutin 300 Ruang administrasi, ruang kontrol, pekerjaan
mesin & perakitan/penyusun.
4. Pekerjaan agak halus 500 Pembuatan gambar atau bekerja dengan
mesin kantor, pekerjaan pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin.
5. Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna, pemrosesan teksti, pekerjaan
mesin halus & perakitan halus.
6. Pekerjaan amat halus 1500.
7. Tidak menimbulkan bayangan Mengukir dengan tangan,
pemeriksaan pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat halus.
8. Pekerjaan terinci 3000
9. Tidak menimbulkan bayangan Pemeriksaan pekerjaan, perakitan
sangat halus
Sumber: KEPMENKES RI. No. 1405/MENKES/SK/XI/02

B. Efek Atau Dampak Dari Penerangan Yang Kurang Baik


Menurut Grandjean (1993) penerangan yang tidak didesain
dengan baik akan menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan
selama kerja. Pengaruh dan penerangan yang kurang memenuhi syarat
akan mengakibatkan dampak, yaitu:
11

1. Kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan effisiensi kerja.


2. Kelelahan mental.
3. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
4. Kerusakan indra mata dan lain-lain.
Selanjutnya pengaruh kelelahan pada mata tersebut akan bermuara
kepada penurunan performansi kerja, sebagai berikut :
1. Kehilangan produktivitas
2. Kualitas kerja rendah
3. Banyak terjadi kesalahan
4. Kecelakan kerja meningkat
Intensitas penerangan yang dibutuhkan di masing-masing tempat
kerja ditentukan dan jenis dan sifat pekerjaan yang dilakukan. Semakin
tinggi tingkat ketelitian suatu pekerjaan, maka akan semakin besar
kebutuhan intensitas penerangan yang diperlukan, demikian pula
sebaliknya.

C. Cara Pengendalian Terhadap Penerangan


Pengendalian terhadap penerangan buruk dapat dilakukan dengan cara :
a. Pengendalian secara teknis
1. Memperbesar ukuran obyek (sudut penglihatan) dengan
menggunakan kaca pembesar dan kaca pembesar dan layer
monitor.
2. Memperbesar intensitas penerangan.
3. Menambah waktu yang diperlukan untuk melihat obyek.
4. Bila menggunakan penerangan alami, harus diperhatikan agar
jalan masuknya sinar tidak terhalang.
b. Pengendalian secara administrative
Untuk pekerjaan malam atau yang membutuhkan ketelitian
tinggi, memperkerjakan tenaga kerja yang berusia relatif masih muda
dan tidak menggunakan kacamata adalah lebih baik.
12

Menjaga kebersihan dinding, langit-langit, lampu dan


perangkatnya penting untuk diperhatikan.Perawatan tersebut
sebaiknya dilakukan minimal 2 kali dalam 1 tahun, karena kotoran
atau debu yang ada ternyata dapat mengurangi intensitas penerangan.

D. Cara Pencegahan Terhadap Kesilauan


Di samping akibat-akibat pencahayaan yang kurang kadang-
kadang juga menimbulkan masalah, apabila pengaturannya kurang baik,
yakni silau. Silau juga menjadi beban tambahan pekerja maka harus
dilakukan pengaturan atau dicegah.
Mencegah kesilauan (luminansi), dengan :
1. Pemilihan jenis lampu yang tepat, misalnya neon. Lampu neon
kurang menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa.
2. Menempatkan sumber-sumber cahaya atau penerangan sedemikian
rupa sehingga tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.
3. Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di
muka jendela yang langsung memasukkan sinar matahari.
4. Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
5. Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidang terhalang oleh
bayangan suatu benda. Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi
bayangan-bayangan.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas maka dalam
mendirikan bangunan tempat kerja, sebaiknya mepertimbangkan
ketentuan-ketentuan antara lain :
1. Jarak antara gedung atau bangunan-bangunan lain tidak menganggu
masuknya cahaya matahari ke tempat kerja.
2. Jendela-jendela dan lobang angin untuk masuknya cahaya matahari
harus cukup, seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas
bangunan.
3. Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja,
harus diganti dengan penerangan lampu yang cukup.
13

4. Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas


(tidak melebihi 32C).
5. Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-
bayang yang menganggu kerja.
6. Sumber cahaya harus menghasilakn daya penerangan yang tetap dan
menyebar dan tidak berkedip-kedip.

2.1.3 Getaran
Getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan
arah bolak-balik dari kedudukan keseimbangan (KEP-51/MEN/1999).
Getaran terjadi saat mesin atau alat dijalankan dengan motor, sehingga
pengaruhnya bersifat mekanis (Sugeng Budiono,2003:35). Getaran ialah
gerakan ossilasi disekitar titik (J.M. Harrington, 1996:187).Vibrasi adalah
gerakan, dapat disebabkan oleh getaran udara atau getaran mekanis,
misalnya mesinatau alat-alat mekanis lainnya (J.F. Gabriel, 1996:96).
Geteran merupakan efek suatu sumberyang memakai satuan ukuran hertz
(Depkes, 2003:21). Getaran adalah suatu factor fisik yangmenjalar ke tubuh
manusia, mulai dari tangan sampai keseluruh tubuh turut bergetar
(oscilation) akibat getaran peralatan mekanis yang dipergunakan dalam
tempat kerja (EmilSalim, 2002:253)
A. Jenis Getaran
Berdasarkan jenis pemajanannya, getaran dibedakan menjadi 2 bentuk,
yaitu :
1. Getaran seluruh badan (whole body vibration)
2. Getaran pada tangan dan lengan (hand and arm vibration)
Pengaruh whole body vibration memicu terjadinya :
a. Penglihatan kabur
b. Sakit kepala
c. Sakit pada persendian dan otot
d. Gemeteran (shakeness)
e. Kerusakan organ tubuh bagian dalam
14

Pengaruh hand and arm vibration :


a. Sakit kepala
b. Sakit pada persendian dan otot lengan
c. Indera perasa pada jari-jari menurun fungsinya
d. Terbentuk noda putih pada punggung jari/telapak tangan (white
finger syndrome)
Efek getaran :
a. Pengaruh getaran pada tenaga kerja
b. Gangguan kenikmatan dalam bekerja
c. Mempercepat terjadimya kelelahan
d. Gangguan kesehatan

B. Pengendalian Getaran
Pengendalian resiko tersebut meliputi :
1. Engineering Control : Pemasangan vibration damper untuk meredam
getaran, peredam getaran ini dapat berupa pegas atau bantalan
peredam yang dapat dibuat dari karet, gabusatau bahan lain yang
dapat meredam getaran. Design tempat kerja agar pekerja tidak
menerima beban berlebihan dari perlatan yang digunakan.
2. Administratif Kontrol : Pengaturan jadwal kerja atau pergantian shift
kerja untuk mengurangi pemaparan getaran pada pekerja.
3. Subtitution : Penggantian metode kerja, misalnya dengan automasi
atau mekanisasikerja. Dan penggantian alat yang sudah tua, yang
memiliki vibrasi tinggi dengan alat-alatyang tingkat getarannya
rendah.
4. Maintenance : Melakukan pemeriksaan secara berkala tentang
vibrasi yang terdapat padaperalatan atau mesin dengan alat ukur
getaran unutk mengetahui tingkat vibrasi mesin.
5. Alat Pelindung Diri (APD) : Dalam memilih APD yang sesuai harus
diperhatiakn tipevibrasinya, untuk getaran menyeluruh sebaiknya
menggunakan APD full Body protection yang terbuat dari bahan
15

karet atau kulit, selain itu pakaian pelindung ini harus juga bisa
menjaga pekerja tetap hangat dan kering untuk mencegah terjadinya
pengembangan Vibration White Finger. Sedangkan untuk getaran
setempat atau hand-arm vibration sebaiknya menggunakan sarung
tangan yang terbuat dari bahan karet atau kulit.
6. Pemeriksaan Kesehatan : Penyediaan pemeriksaan kesehatan pada
semua pekerja sangat penting, hal ini dilakuakan untuk mengetahui
kemungkinan adanya faktor kesehatan pekerja yang mengakibatkan
seorang pekerja mengalami resiko vibrasi.
Tujuan pemeriksaan kesehatan yaitu :
a. Mengidentifikasi seseorang yang terpapar getaran yang mungkin
mereka hanya mengalami resiko tertentu misalnya gangguan
pembuluh darah seperti Raynauds Disease.
b. Mengidentifikasi penyakit yang berkaitan dengan vibrasi sejak
awal pada pekerja yang terpapar terus-menerus.
c. Mencegah berkembangnya suatu penyakit yang akhirnya dapat
menyebabkan cacat
d. Mengecek kefektifan dari pengendalian vibrasi yang telah
dilakukan.
Ada 3 program pemeriksaan kesehatan yang dapat di laksanakan dalam
perusahaan :
1. Sebelum Bekerja : Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja ini
dilakukan pada pekerja baruatau pekerja yang baru bekerja
dilingkungan yang terpapar getaran. Pekerja yang menderita kelainan
pembuluh darah, kelaianan jantung, arthritis, kelainan saraf harus
dihindarkan dari paparan getaran.
2. Pemeriksaan Berkala : Pemeriksaan berkala dapat dilakukan pada
pekerja yang sudah lama bekerja dan mengalami paparan,
pemeriksaan berkala ini bertujuan untuk mengontrol kondisi
kesehatan pekerja. Biasanya pemeriksaan berkala dilakukan setahun
sekali.
16

3. Pemeriksaan Khusus : Pemariksaan kesehatan secara khusus ini


dilakukan pada pekerja- pekerjayang mengalami keluhan-keluhan
akibat terpapar getaran.

2.1.4 Suhu
Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.PER/13/MEN/X/2011
tentang (klim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban,
kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran
panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya. Menurut
Sumamur PK, iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban
udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi keempat faktor
tersebut bila dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh dapat disebut
dengan tekanan panas. Indeks tekanan panas disuatu lingkungan kerja
adalah perpaduan antara suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan
udara, dan panas metabolisme sebagai hasil aktivitas seseorang.
Kondisi ekstrem pada lingkungan kerja sebaiknya dihindari, karena
tekanan/terpaan panas yang mengenai tubuh manusia dapat mengakibatkan
berbagai permasalahan kesehatan hingga kematian. Kematian tersebut
diakibatkan oleh berbagai penyakit yang diakibatkan oleh terpaan panas
pada tubuh. Berbagai penyakit tersebut meliputi :
1. Heat Rash merupakan gejala awal dari yang berpotensi menimbulkan
penyakit akibat tekanan panas. Penyakit ini berkaitan dengan panas,
kondisi lembab dimana keringat tidak mampu menguap dari kulit dan
pakaian. Penyakit ini mungkin terjadi pada sebgaian kecil area kulit atau
bagian tubuh. Meskipun telah diobati pada area yang sakit produksi
keringat tidak akan kembali normal untuk 4 sampai 6 minggu.
2. Heat Syncope adalah ganggunan induksi panas yang lebih serius. Ciri
darigangguan ini adalah pening dan pingsan akibat berada dalam
lingkungan panas pada waktu yang cukup lama.
Heat Cramp merupakan penyakit yang menimbulkan gejala seperti
rasa nyeri dan kejang pada kakai, tangan dan abdomen banyak
17

mengeluarkan keringat. Hal ini disebabkan karena ketidak seimbangan


cairan dan garam selama melakukan kerja fisik yang berat di lingkungan
yang panas.
3. Heat Exhaustion merupakan penyakit yang diakibatkan oleh
berkurangnya cairan tubuh atau volume darah. Kondisi ini terjadi jika
jumlah air yangdikeluarkan seperti keringat melebihi dari air yang
diminum selama terkena panas. Gejalanya adalah keringat sangat
banyak, kulit pucat, lemah, pening,mual, pernapasan pendek dan cepat,
pusing dan pingsan. Suhu tubuh antara (37C 40C)
4. Heat Stroke merupakan penyakit gangguan panas yang mengancam
nyawa yang terkait denganpekerjaan pada kondisi sangat panas dan
lembab. Penyakit ini dapat menyebabkan koma dan kematian. Gejala
dari penyakit ini adalah detak jantung cepat, suhu tubuh tinggi 40C atau
lebih, panas, kulit kering dan tampak kebiruan atau kemerahan, tidak ada
keringat di tubuh korban, pening, menggigil, mual, pusing, kebingungan
mental dan pingsan.
5. Multiorgan-dysfunction Syndrome Continuum merupakan rangkaian
sindrom/gangguan yang terjadi pada lebih dari satu/sebagian anggota
tubuh akibat heat stroke, trauma dan lainnya.

A. Kondisi Manusia dan Suhu


Berikut akan ditunjukkan kondisi-kondisi manusia dimana suhu
tubuhnya terlalu tinggi dan terlalu rendah.
Keadaan Kondisi Tubuh Saat Kondisi Panas :
1. 37C (98.6F) Suhu tubuh normal (36-37.5C / 96.8-99.5F).
2. 38C (100.4F) berkeringat, sangat tidak nyaman, sedikit lapar.
3. 39C (102.2F) Berkeringat, kulit merah dan basah, napas dan
jantung bedenyut kencang, kelelahan, merangsang kambuhnya
epilepsi.
4. 40C (104F) Pingsang, dehidrasi, lemah, sakit kepala, muntah,
pening dan berkeringat.
18

5. 41C (105.8F) Keadaan gawat. Pingsan, pening, bingung, sakit


kepala, halusinasi, napas sesak, mengantuk mata kabur, jantung
berdebar.
6. 42C (107.6F) Pucat kulit memerah dan basah, koma, mata gelap,
muntah dan terjadi gangguan hebat. Tekanan darah menjadi
tinggi/rendah dan detak jantung cepat.
7. 43C (109.4F) Umumnya meninggal, kerusakan otak, gangguan
dan goncangan hebat terus menerus, fungsi pernafasan kolaps.
8. 44C (111.2F) or more Hampir dipastikan meninggal namun ada
beberapa pasien yang mampu bertahan hingga diatas 46C (114.8F).
Keadaan Tubuh Saat Kondisi Dingin:
1. 37C (98.6F) Suhu tubuh normal (36-37.5C / 96.8-99.5F).
2. 36C (96.8F) Menggigil ringan hingga sedang.
3. 35C (95.0F) (Hipotermia suhu kurang dari 35C / 95.0F)
Menggigil keras, kulit menjadi biru/keabuan. Jantung menjadi
berdegup.
4. 34C (93.2F) Mengggil yang sanagat keras, jari kaku, kebiruan
dan bingung. Terjadi perubahan perilaku.
5. 33C (91.4F) Bingung sedang hingga parah, mengantuk, depresi,
berhenti menggigil, denyut jantung lemah, napas pendek dan tidak
mampu merespon rangsangan.
6. 32C (89.6F) Kondisi gawat. Halusinasi, gangguan hebat, sangat
bingung, tidur yang dalam dan menuju koma, detak jantung rendah ,
tidak menggigil.
7. 31C (87.8F) Comatose, tidak sadar, tidak memiliki reflex,
jantung sangat lamabat. Terjadi gangguan irama jantung yangs
serius.
8. 28C (82.4F) Jantung berhenti berdetak pasien menuju kematian.
9. 24-26C (75.2-78.8F) or less Terjadi kematian namun beberapa
pasien ada yang mampu bertahan hidup hinggan dibawah 24-26C
(75.2-78.8F).
19

NASA mempublikasikan sebuah studi tentang salah satu peyebab


berkurangnya kemampuan fokus dan kinerja karyawan. Dalam majalah
EHS Magazine, dikutip sebuah Studi NASA terhadap kinerja para
operator telegraph key yang menunjukkan beberapa hasil yaitu :
1. Pada suhu 26C, para operator membuat kesalahan 5 kali dalam satu
jam dan 19 kesalahan setelah 3 jam
2. Pada suhu 32C, para operator membuat 9 kesalahan per jam dan 27
kesalahan setelah 3 jam.
3. Pada suhu 35C, para operator membuat 60 kesalahan per jam dan
138 kesalahan setelah 3 jam.
Walaupun kesalahan kesalahan operator tersebut tidak terlalu
signifikan, namun lingkungan kerja dengan suhu panas tadi akan
menghasilkan kesalahan yang setara dengan jenis pekerjaan sejenis.

B. Pengendalian Iklim Kerja


Untuk menciptakan kondisi tempat kerja yang nyaman dan aman
bagi tenaga kerja terutama terkait dengan iklim kerja maka perlu
dilakukan upaya pengendalian iklim kerja antara lain sebagai berikut :
1. Upaya pengendalian iklim kerja secara teknis, antara lain dengan
menambah ventilasi umum, memasang exhaust fan dan dust
collector.
2. Upaya pengendalian secara administratif antara lain dengan :
melakukan pengaturan waktu kerja, rotasi kerja atau rolling kerja.
3. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
Secara spesifik, untuk iklim kerja panas tidak memiliki APD.Namun untuk
mengurangi efeknya terhadap tubuh pekerja disarankan kepada pekerja
untuk menggunakan pakaian kerja yang tipis atau terbuat dari katun
dengan tujuan agar dapat mengurangi penguapan dan keringat mudah
meresap.
20

2.1.5 Radiasi
Radiasi dapat diartikan sebagai energi yang dipancarkan dalam
bentuk partikel atau gelombang. Radiasi dalam istilah fisika, pada dasarnya
adalah suatu cara perambatan energy dari sumber energy ke lingkungan
tanpa membutuhkan medium.
A. Resiko Radiasi
Radiasi menyebabkan terionisasinya molekul sel di dalam
jaringan tubuh..Ionisasi adalah terlepasnya elektron dari atom, yang
menyebabkan suatu atom menjadi atom bermuatan atau ion bebas. Ion
yang terbentuk menjadi lebih reaktif dan dengan mudah dapat bereaksi
atau mengoksidasi atom lain dalam suatu sel jaringan yang
menyebabkan sel menjadi rusak.
Sel jaringan juga bisa rusak karena dosis yang rendah,
sebagaimana kita setiap hari menerima radiasi pengion dari sumber
radiasi alam, akan tetapi sel jaringan dapat memperbaiki dirinya secara
alamiah dan cepat. Setiap hari jutaan sel di tubuh kita mati, dan tubuh
kita dapat menggantinya dengan cepat atau terjadi regenerasi sel, tidak
ada risiko karena matinya sel-sel jaringan tubuh.Yang perlu mendapat
perhatian adalah apabila terjadi kerusaan sel yang menyebabkan
pertumbuhan sel yang abnormal. Pada kondisi sel rusak yang tumbuh
secara abnormal dapat menjadi apa yang kita kenal sebagai kanker. Hal
inilah yang menjadi dasar meningkatnya risiko kanker karena terpapari
dengan radiasi pengion, baik dari radiasi alam maupun buatan.
B. Aturan Keselamatan Umum
1. Lakukanlah selalu pemonitoran kontaminasi setelah bekerja dengan
sumber radiasi menggunakan hand and foot monitor, contamination
monitor, GM survey meter atau instrumen lain yang sesuai.
Pemonitoran kontaminasi adalah pertahanan utama anda untuk
mencegah terjadinya pemaparan external atau internal yang
berlebihan.
Yang perlu anda monitor adalah:
21

a. Diri sendiri termasuk lab jas dan pakaian


b. Tangan dan sepatu (bagian atas dan sol sepatu)
c. Mintalah PPR untuk mensurvey atau melakukan smear test
apabila ditengarai daerah kerja atau lantai terkontaminasi zat
radioaktif setelah anda bekerja.
2. Ingat! dilarang keras makan, minum, menggunakan kosmetik, dan
merokok di area radiasi atau dimana zat radioaktif berada.
3. Apabila menggunakan zat radioaktif, bekerjalah di meja atau ruang
asap yang disediakan, alasi dengan kertas isap atau kertas merang
atau di atas nampan, jika memungkinkan selalu gunakan perisai yang
memadai. Selalu gunakan sarung tangan disposable dan buka sarung
tangan sebelum memegang ball point, buku, membuka pintu, atau
barang lainnya untuk mencegah penyebaran kontaminasi.

2.2 Faktor Kimia


Bahaya kimia merupakan bahaya yang berasal dari bahan kimia yang ada
di tempat kerja.Bahan kimia berupa : Padat ,Cair, dan Gas
a. Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh:
1) Pernapasan (inhalation),
2) Kulit (skin absorption)
3) Tertelan (ingestion)
b. Bahaya Kimia di Lingkungan Kerja meliputi :
1) Korosi
Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada
permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem
pencernaan adalah bagain tubuh yang paling umum terkena. Contoh :
konsentrat asam dan basa , fosfor.
2) Iritasi
Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak.
Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi
22

pada alat-alat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas,


peradangan dan oedema (bengkak).
Contoh :
a. Kulit : asam, basa,pelarut, minyak .
b. Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide,
phosgene, chlorine ,bromine, ozone.
3) Reaksi Alergi
Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi
alergi pada kulit atau organ pernapasan
Contoh :
a. Kulit : colophony (rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau
nickel, epoxy hardeners, turpentine.
b. Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.
4) Asfiksiasi
Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan
atmosfer yang ada, misalnya pada kapal, silo, atau tambang bawah tanah.
Konsentrasi oksigen pada udara normal tidak boleh kurang dari 19,5%
volume udara. Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi
normal pada darah atau mencegah oksigenasi normal pada kulit.
Contoh :
a. Asfiksian sederhana : methane, ethane, hydrogen, helium
b. Asfiksian kimia : carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide,
hidrogen sulphide
5) Kanker
Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas
telah terbukti pada manusia. Kemungkinan karsinogen pada manusia
adalah bahan kimia yang secara jelas sudah terbukti menyebabkan kanker
pada hewan .
Contoh :
23

a. Terbukti karsinogen pada manusia : benzene (leukaemia);


vinylchloride (liver angiosarcoma); 2-naphthylamine, benzidine
(kanker kandung kemih); asbestos (kanker paru-paru , mesothelioma);
b. Kemungkinan karsinogen pada manusia : formaldehyde, carbon
tetrachloride, dichromates, beryllium.
6) Efek Reproduksi
Bahan-bahan beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan
seksual dari seorang manusia. Perkembangan bahan-bahan racun adalah
faktor yang dapat memberikan pengaruh negatif pada keturunan orang
yang terpapar, sebagai contoh : aborsi spontan.
Contoh : Manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari
ethylene glycol, mercury. Organic mercury compounds, carbonmonoxide,
lead, thalidomide, pelarut.
7) Racun Sistemik
Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada
organ atau sistem tubuh.
Contoh :
a. Otak : pelarut, lead, mercury, manganese
b. Sistem syaraf peripheral : n-hexane, lead, arsenic, carbon disulphide
c. Sistem pembentukan darah : benzene,ethylene glycol ethers
d. Ginjal : cadmium,lead,mercury,chlorinated hydrocarbons
e. Paru-paru : silica,asbestos, debu batubara (pneumoconiosis)

Berdasarkan Kepmen 187/99 (terlampir), pengurus/pengusaha wajib :


1. menyediakan msds dan label
2. menyediakan Petugas K3 Kimia dan Ahli K3 Kimia
3. melakukan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja
4. melaporkan setiap perubahan nama bahan kimia dan kuantitas bahan kimia
proses dan modifikasi instalasi yang digunakan;
5. melakukan pemantauan faktor kimia yang ada di tempat kerja
6. melakukan riksauji instalasi yang ada di tempat kerja
24

7. melakukan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja

mengisi lampiran II Kepmen 187/99 (DAFTAR NAMA DAN SIFAT KIMIA


SERTA KUANTITAS BAHAN KIMIA BERBAHAYA) dan melaporkannya
kepada Disnakertrans setempat.

1. membuat dokumen pengendalian potensi bahaya

II - Pengisian Lampiran II dan Penetapan Potensi Bahaya Perusahaan


Tata cara pengisian lampiran II dapat dilihat pada Kepdir PNK3 No. 1
Tahun 2014 (terlampir) dan pada kepdir juga tercantum tata cara penetapapan
potensi bahaya perusahaan sehingga pengusaha/pengurus dapat memperkirakan
kategori bahaya perusahaan mereka.
Setelah diisi, pengusaha/pengurus melaporkan lampiran II tersebut kepada
Disnakertrans Kab/Kota dengan tembusan Dinaskertrans Propinsi. Pengawas
Disnakertrans Kab/Kota dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 hari setelah
menerima laporan tersebut akan melakukan verifikasi lampiran II untuk melihat
kebenaran data pada lampiran II kemudian tidak lama setelah itu akan
mengeluarkan SK Penetapan Potensi Bahaya Perusahaan.
III - Penyusunan Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya & Pengesahan
Dokumen
Pengusaha/pengurus dapat menyusun dokumen pengendalian potensi
bahaya tanpa perlu menunggu SK Penetapan Potensi Bahaya Perusahaan terbit.
Tata cara penyusunan dokumen pengendalian potensi bahaya perusahaan dapat
dilihat di Kepdirjend PPK No. 84 Tahun 2012 (terlampir).
Dokumen yang telah disusun agar dilaporkan kepada Disnakertrans
Kab/Kota atau Propinsi, dalam jangka waktu selambat2nya 30 hari setelah
dokumen diterima akan dilakukan proses penelitian kebenaran terhadap isi
dokumen.
Proses Pertama, dokumen akan diverifikasi oleh Lembaga Verifikasi untuk
dinilai apakah isi dokumen tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan
25

dan atau standar teknis yang berlaku. Bila dokumen sudah dinyatakan sesuai oleh
Lembaga Verifikasi maka akan dilanjutkan ke proses berikutnya.
Proses Kedua, yaitu Pemaparan Komprehensif, rapat koordinasi untuk
mendapatkan masukan dari stake holder lainnya seperti dinas kebakaran, dinas
perindustrian, bpbd, dll terkait isi dokumen. Bila ada masukan dari stake holder
maka harus dicantumkan pada dokumen.
Setelah mewati kedua proses penelitian di atas maka dokumen berhak
mendapatkan persetujuan/pengesahan berupa SK Persetujuan Dokumen
Pengendalian Potensi Bahaya oleh Disnakertrans Kab/Kota atau Propinsi. SK
tersebut merupakan Ijin Memulai Operasi (License to Initial Start Up), pernyataan
kelayakan teknis aspek keselamatan dan kesehatan kerja untuk memulai
pengoperasian suatu instalasi.
Dan sekedar tambahan, keberadaan Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya
merupakan salah satu elemen yang akan dinilai saat Audit SMK3 PP No. 50
Tahun 2012.

2.3 FAKTOR BIOLOGI


Potensi bahaya biologi
yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kuman-kuman penyakit
yang terdapat di udara yang berasal dari atau bersumber pada tenaga kerja yang
menderita penyakit-penyakit tertentu, misalnya : TBC, Hepatitis A/B, Aids,dll
maupun yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi.
Dimana pun Anda bekerja dan apa pun bidang pekerjaan Anda, faktor biologi
merupakan salah satu bahaya yang kemungkinan ditemukan ditempat kerja.
Maksudnya faktor biologi eksternal yang mengancam kesehatan diri kita saat
bekerja.Namun demikian seringkali luput dari perhatian, sehingga bahaya dari
faktor ini tidak dikenal, dikontrol, diantisipasi dan cenderung diabaikan sampai
suatu ketika menjadi keadaan yang sulit diperbaiki. Faktor biologi ditempat kerja
umumnya dalam bentuk mikro organisma sebagai berikut :
1. Bakteri
26

Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat (kokus), lengkung


dan batang (basil). Banyak bakteri penyebab penyakit timbul akibat kesehatan
dan sanitasi yang buruk, makanan yang tidak dimasak dan dipersiapkan
dengan baik dan kontak dengan hewan atau orang yang terinfeksi. Contoh
penyakit yang diakibatkan oleh bakteri : anthrax, tbc, lepra, tetanus, thypoid,
cholera, dan sebagainya.
2. Virus
Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 - 300 nano meter.
Virus tidak mampu bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya
yang khas. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh virus : influenza, varicella,
hepatitis, HIV, dan sebagainya.
3. Jamur
Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih
komplek karena berupa multi sel. Mengambil makanan dan nutrisi dari
jaringan yang mati dan hidup dari organisme atau hewan lain.
4. Mikroorganisme penyebab penyakit di tempat kerja
Beberapa literatur telah menguraikan infeksi akibat organisme yang mungkin
ditemukan di tempat kerja, diantaranya :
a. Daerah pertanian
Lingkungan pertanian yang cenderung berupa tanah membuat pekerja
dapat terinfeksi oleh mikroorganisme seperti : Tetanus, Leptospirosis,
cacing, Asma bronkhiale atau keracunan Mycotoxins yang merupakan
hasil metabolisme jamur.
b. Di lingkungan berdebu (Pertambangan atau pabrik)
Di tempat kerja seperti ini, mikroorganisme yang mungkin ditemukan
adalah bakteri penyebab penyakit saluran napas, seperti : TBC, Bronchitis
dan Infeksi saluran pernapasan lainnya seperti Pneumonia.
c. Daerah peternakan
Terutama yang mengolah kulit hewan serta produk-produk dari hewan
Penyakit-penyakit yang mungkin ditemukan di peternakan seperti ini
27

misalnya : Anthrax yang penularannya melalui bakteri yang tertelan atau


terhirup, Brucellosis, Infeksi Salmonella.
d. Di Laboratorium
Para pekerja di laboratorium mempunyai risiko yang besar terinfeksi,
terutama untuk laboratorium yang menangani organisme atau bahan-bahan
yang megandung organisme pathogen
e. Di Perkantoran
Terutama yang menggunakan pendingin tanpa ventilasi alami Para pekerja
di perkantoran seperti itu dapat berisiko mengidap penyakit seperti :
Humidifier fever yaitu suatu penyakit pada saluran pernapasan dan alergi
yang disebabkan organisme yang hidup pada air yang terdapat pada
system pendingin, Legionnaire disease penyakit yang juga berhubungan
dengan sistem pendingin dan akan lebih berbahaya pada pekerja dengan
usia lanjut.
Cara penularan kedalam tubuh manusia
Banyak dari mikroorganisme ini dapat menyebabkan penyakit hanya
setelah masuk kedalam tubuh manusia dan cara masuknya kedalam tubuh,
yaitu :
1) Melalui saluran pernapasan
2) Melalui mulut (makanan dan minuman)
3) Melalui kulit apabila terluka
Mengontrol bahaya dari faktor biologi
Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat
dihindari dengan pencegahan antara lain dengan :
1) Penggunaan masker yang baik untuk pekerja yang berisiko tertular
lewat debu yang mengandung organism patogen
2) Mengkarantina hewan yang terinfeksi dan vaksinasi
3) Imunisasi bagi pekerja yang berisiko tertular penyakit di tempat kerja.
4) Membersihkan semua debu yang ada di sistem pendingin paling tidak
datu kali setiap bulan
28

5) Membuat sistem pembersihan yang memungkinkan terbunuhnya


mikroorganisme yang patogen pada system pendingin. Dengan
mengenal bahaya dari faktor biologi dan bagaimana mengotrol dan
mencegah penularannya diharapkan efek yang merugikan dapat
dihindari.

2.4 Faktor Ergonomi


Ergonomi yaitu ilmu yang penerapanya berusaha untuk menyerasikan
pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan
tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui
pemanfaatan factor manusia seoptimal-optimalnya. (Dr. Sumamur P.K, M.Sc :
1989 hal 1 ). Ergonomi adalah komponen kegiatan dalam ruang lingkup hiperkes
yang antara lain meliputi penyerasian pekerjaan terhadap tenaga kerja secara
timbale balik untuk efisiensi dan kenyamanan kerja.

Tabel 2. Beban yang diangkaat tidak melebihi aturan yang ditetapkan


Jenis kelamin Umur (th) Beban yang disarankan (kg)
Laki-laki 16-18 15-20
>18 40
Wanita 16-18 12-15
>18 15-20

A. Pengaruh Hazard Ergonomi


Setelah pekerja melakukan pekerjaannya maka umumnya terjadi
kelelahan, dalam hal ini kita harus waspada dan harus kita bedakan jenis
kelelahannya, beberapa ahli membedakan / membaginya sebagai berikut :
1. Kelelahan fisik
Kelelahan fisik akibat kerja yang berlebihan, dimana masih dapat
dikompensasi dan diperbaiki performansnya seperti semula.Kalau tidak
terlalu berat kelelahan ini bisa hilang setelah istirahat dan tidur yang
cukup.
2. Kelelahan yang patologis
29

Kelelahan ini tergabung dengan penyakit yang diderita, biasanya


muncul tiba-tiba dan berat gejalanya.

3. Psikologis dan emotional fatique


Kelelahan ini adalah bentuk yang umum.Kemungkinan merupakan
sejenis mekanisme melarikan diri dari kenyataan pada penderita
psikosomatik. Semangat yang baik dan motivasi kerja akan mengurangi
angka kejadiannya di tempat kerja.
B. Upaya yang dilakukan
Semua pekerja secara kontinyu harus mendapat supervisi medis
teratur. Supervisi medis yang biasanya dilakukan terhadap pekerja antara lain :
1. Pemeriksaan sebelum bekerja
Bertujuan untuk menyesuaikan dengan beban kerjanya.
2. Pemeriksaan berkala
Bertujuan untuk memastikan pekerja sesuai dengan pekerjaannya dan
mendeteksi bila ada kelainan.
3. Nasehat
Harus diberikan tentang hygiene dan kesehatan, khususnya pada wanita
muda dan yang sudah berumur.
Upaya kesehatan kerja dalam mengatasi kelelahan, meskipun seseorang
mempunyai batas ketahanan, akan tetapi beberapa hal di bawah ini akan
mengurangi kelelahan yang tidak seharusnya terjadi :
1) Lingkungan harus bersih dari zat-zat kimia. Pencahayaan dan ventilasi
harus memadai dan tidak ada gangguan bising.
2) Jam kerja sehari diberikan waktu istirahat sejenak dan istirahat yang cukup
saat makan siang.
3) Kesehatan pekerja harus tetap dimonitor.
4) Tempo kegiatan tidak harus terus menerus.
5) Waktu perjalanan dari dan ke tempat kerja harus sesingkat mungkin, kalau
memungkinkan.
30

6) Secara aktif mengidentifikasi sejumlah pekerja dalam peningkatan


semangat kerja.
7) Fasilitas rekreasi dan istirahat harus disediakan di tempat kerja.
8) Waktu untuk liburan harus diberikan pada semua pekerja
9) Kelompok pekerja yang rentan harus lebih diawasi misalnya;
a. Pekerja remaja
b. Wanita hamil dan menyusui
c. Pekerja yang telah berumur
d. Pekerja shift
e. Migrant.
10) Para pekerja yang mempunyai kebiasaan pada alkohol dan zat stimulan
atau zat addiktif lainnya perlu diawasi. Pemeriksaan kelelahan :
Tes kelelahan tidak sederhana, biasanya tes yang dilakukan seperti
tes pada kelopak mata dan kecepatan reflek jari dan mata serta kecepatan
mendeteksi sinyal, atau pemeriksaan pada serabut otot secara elektrik dan
sebagainya.
Persoalan yang terpenting adalah kelelahan yang terjadi apakah ada
hubungannya dengan masalah ergonomi, karena mungkin saja masalah
ergonomi akan mempercepat terjadinya kelelahan.

2.5 Faktor Psikososial


Bahaya psikososial kerja dapat didefinisikan sebagai aspek dari desain
kerja, organisasi kerja dan manajemen kerja, serta segala aspek yang behubungan
dengan lingkungan sosial kerja yang berpotensi dapat menyebabkan gangguan
pada psikologi dan fisik fisiologi pekerja (Cox & Griffiths, 2002) dalam
Research on Work Related Stress 2002. Potensi bahaya psikososial
(psychosocial hazard) menurut definisi dari International Labour Organization
(ILO, 1986) mempunyai pengertian interaksi antara job content, organisasi kerja
dan manajemen, dan keadaan lingkungan serta organisasi dari satu pihak dan
kompetensi serta kebutuhan pekerja di pihak lain. Interaksi itu terbukti
mempunyai pengaruh yang berbahaya terhadap kesehatan pekeja melaui persepsi
31

dan pengalaman pekerja. Potensi bahaya psikososial di tempat kerja antara lain
sebagai berikut :

Tabel 3. Potensi Bahaya Psikososial


Jenis Contoh
Kurangnya variasi atau pendeknya siklus kerja, kerja yang
dibagi dalam bagian-bagian kecil atau kurang bermakna,
kemampuan pekerja lebih tinggi dibandingkan tugas yang
Job content
diberikan kepadanya, ketidakpastian status pekerjaan,
pekerjaan yang secara rutin harus berinteraksi dengan
berbagai karakter manusia.
Beban kerja berlebih atau kurang, kecepatan mesin
Beban kerja dan (mechine pacing), terus-menerus berhadapan dengan
kecepatan kerja tenggat waktu yang singkat (continually subject to
deadlines).
Kerja gilir, kerja malam , jadwal kerja yang tidak fleksibel,
Jadwal kerja jam kerja yang tidak pasti, jam kerja panjang, unsociable
hours.
Pertisipasi rendah dalam pengambilan keputusan, tidak
Kontrol ada pengendalian terhadap beban kerja dan kecepatan
kerja, dll.
Ketersediaan peralatan yang tidak memadai, peralatan yang
Lingkungan dan kurang cocok, atau pemeliharaan peralatan yang tidak
peralatan memadai, keadaan lingkungan kerja yang penuh sesak,
pencahayaan yang buruk, bising berlebihan.
Budaya dan fungsi Komunikasi yang buruk, kurangnya dukungan untuk
organisasi pemecahan masalah dan pengembangan diri.
Hubungan antar Isolasi social atau fisik, hubungan yang buruk dengan
pribadi di tempat atasan, konflik antarpribadi, kurangnya dukungan social,
kerja bullying, pelecehan
Peran dalam Ketidakjelasan peran (role ambiguity), konflik peran (role
organisasi conflict), dan adanya tanggung jawab terhadap
32

orang-orang (responsibility for people)


Karir yang tidak jelas dan mandek, kurang promosi atau
Pengembangan karir promosi berlebihan, bayaran yang buruk, ketidakamanan
pekerjaan (job insecurity).

POTENSI HAZARD KESELAMATAN

2.6 Faktor Mekanik


Bahaya mekanik adalah bagian dari bahaya fisika yang disebabkan
gerakan mekanis seperti putaran bagian dari mesin. Bahaya ini mudah diamati.
Setiap ada gerakan dari mesin atau bagian dari mesin, entah linear ataupun radial,
yang mempunyai kemungkinan kontak dengan pekerja, maka itulah bahaya,
terlepas dari seberapa besar kemungkinan tersebut dan terlepas dari apakah
mekanisme pencegahan kontak sudah diterapkan atau belum. Bahaya mekanik,
disebabkan oleh mesin atau kerja mesin seperti tersayat, terjatuh, tertindih, dan
terpleset.

2.7 Faktor Kinetik


Bahaya ini terkait dengan benda bergerak yang dapat menabrak sesuatu
termasuk benda atau orang yang jatuh. Efek bervariasi dari ringan hingga fatal.
Bahaya Benda Bergerak (Kinetic Hazards), yang berasal dari:
1. Benda yang bergerak lurus/linear movement (mesin penempa, mesin potong,
ban berjalan, mobil, dll.);
2. Benda bergerak berputar/rotation (roda, roda gigi, crane, gerinda, katrol, dll.);
3. Benda bergerak tak beraturan (debu, percikan metal/partikel/zat kimia,
semprotan bertekanan, dll.);
4. Pengangkatan/pengangkutan (beban yang terlalu berlebihan beratnya atau
kecepatannya, dll.).

2.8 Faktor Elektrik


33

Bahaya energi elektrik terkait erat dengan keberadaan listrik dan berbagai
peralatan elektrik di tempat kerja. Cidera yang diakibatkan dapat bervariasi mulai
dari luka bakar hingga meninggal seketika akibat sengatannya.
Tiga faktor yang mempengaruhi elektrik ialah:
1) Voltan iaitu perbeza keupayaan (difference of electrical potential) antara
dua titik eletrik atau litar eletronik. Unit SI bagi voltan ialah Voltan (V)
2) Arus iaitu merupakan satu kuantiti dalam sains yang menerangkan kadar
pengaliran cas elektrik Unit SI bagi arus ialah Ampere (A)
3) Rintangan yaitu sifat bagi litar di mana elektrik mengalir dan memberi
rintangan kepada arus. Unitnya (R)

Hazad elektrik boleh dikelaskan dengan beberapa jenis:


1) Hazad Elektrostatik
2) Hazad Kebakaran
3) Hazan Pengcahayaan (mata arka)
4) Hazad Renjatan
Hazad Elektrostatik
Elektrostatik terhasil oleh cas elektrik yang terperangkap di dalam
penebat. Cas-cas ini mempunyai voltan yang tinggi tetapi arus yang rendah.
Kesan elektrostatik ini akan menyebabkan kejutan. Elektrostatik boleh
menjadi hazard kepada manusia bila ia mempunyai voltan tinggi yang boleh
mengakibatkan kecederaan mahupun kematian. Elektrostatik juga boleh
menjadi hazad kepada persekitaran yang berisiko untuk mewujudkan sumber
pencucuhan dalam persekitaran mudah terbakar.

Hazad Kebakaran
Kita sering mendengar kemalangan yang berpunca dari elektrik
pastinya melibatkan kebakaran. Fenomena ini berlaku berpuncak dari litar
pintas, lebihan tenaga mengalir (overload) dan lain-lain. Kegagalan ini
34

menyebabkan percikan api ataupun penjanaan tenaga haba yang tinggi yang
berpotensi dalam menyalakan api. Pelepasan cas statik juga penyebab kepada
hazad kebakaran.

Hazad Pencahayaan (mata arka)


Pengcahayaan yang melampau mampu merosakkan sistem penglihatan
kita. Mata manusia begitu sensitif dengan cahaya lampau. Hazard ini terdiri
dari cahaya ultraungu yang terhasil dari arka elektrik dari silauan cahaya
aktiviti kimpalan. Apabila mata melihat secara langsung puncak cahaya ini,
hanya akan memberi kesan yang dipanggil Konjuntinitis

Hazad Renjatan
Renjatan elektrik adalah hazad utama pada manusia. Renjatan elektrik
terjadi bila badan atau anggota badan bersentuhan dengan sumber arus
elektrik. Arus ini akan mengalir di dalam badan manusia dan terus ke bumi
untuk dineutralkan. Kesan renjatan elektrik ini memberi kesan yang serius dan
boleh membawa maut. Arus yang mencukupi menyebabkan fungsi anggota
badan terjejas seperti kekejangan otot, kegagalan jantung dan melumpuhkan
sistem pernafasan.
Berikut adalah antara contoh-contoh keadaan dan kelakuan yang
terdedah kepada potensi bahaya elektrik :
1. Pepasangan dilakukan oleh orang yang tidak kompeten.
2. Mengganggu pergerakan jangka.
3. Membuat penyambungan dari rumah ke rumah.

4. Melakukan penyambungan terus ke pepasangan SESB.

5. Pepasangan dalam premis tidak diuji secara berkala.

6. Menyambung beban tambahan tanpa kebenaran.

7. Radas dan pendawaian yang tidak selamat ataupun tidak terlindung.


35

8. Sistem pembumian (earthing) tidak diperiksa.

9. Melakukan penyambungan tanpa jangka (tidak berdaftar).


10. Menggunakan bahan atau pepasangan yang bermutu rendah ataupun
tidak berkualiti.

Pengelasan Alatan Elektrik


Terdapat dua (2) kelas peralatan elektrik yang digunakan secara meluas
di negara ini.Ia dikelaskan berdasarkan ciri-ciri keselamatan dan
rekabentuknya.

Peralatan Elektrik Kelas I


Peralatan elektrik kelas 1 melingkungi semua alat elektrik yang
badannya dibuat daripada logam.Semua peralatan jenis ini mestilah
disambungkan ke punca kuasa menggunakan wayar mudah lentur 3 teras iaitu
wayar hidup (coklat) dan wayar neutral (biru) yang diperlukan untuk
membolehkan peralatan elektrik berfungsi. Wayar bumi (hijau/ kuning) pula
diperlukan untuk memastikan arus bocor tidak mengalir ke tubuh pengguna,
tetapi terus ke bumi apabila terjadi kerosakan seperti wayar hidup tersentuh
pada badan logam peralatan tersebut. Ini boleh menyelamatkan pengguna dari
renjatan elektrik.

Peralatan Elektrik Kelas II


Peralatan elektrik kelas ll pada amnya ialah peralatan elektrik yang
badannya dibuat dari pada bahan-bahan bukan pengalir elektrik seperti plastik.
Terdapat juga peralatan yang badannya diperbuat daripada logam pengalir
elektrik seperti video tetapi masih dikelaskan sebagai peralatan kelas ll. Ini
karena ia mempunyai sistem penebatan berganda (double insulation) yaitu
penebatan pertama membolehkan ia berfungsi dengan sempurna manakala
penebatan kedua memastikan pengguna tidak tersentuh dawai pengalir elektrik
jika terjadi kerosakan.
36

Pengurusan Keselamatan Elektrik


Di Malaysia didapati 80% pengguna-pengguna elektrik di pepasangan
domestik dan tempat kediaman adalah terdiri dari pada yang kurang
berpengetahuan mengenai keselamatan elektrik.Manakala kurang daripada
20% pengguna-pengguna elektrik adalah pengguna komersial dan industri.
Aspek pengurusan dalam keselamatan pengendalian alat elektrik adalah satu
bidang yang penting bagi mengelakkan sebarang insiden dan kemalangan
daripada berlaku. Pengurusan yang baik dan teratur membuahkan hasil kerja
yang baik dan bersistematik. Ini secara tidak langsung meminimakan hazad
dan risiko yang melibatkan elektrik. Pengurusan keselamatan elektrik
diaplikasikan kepada aktiviti yang melibatkan pengendalian alatan elektrik
yang merangkumi dari tataamalan permulaan kerja hingga akhir.Tataamalan
ini menjadi petunjuk kepada pengendali agar melaksanakan kerja dalam
keadaan yang sistematik dan selamat. Di dalam konteks pengurusan
keselamatan elektrik, aspek langkah kawalan hazad elektrik dari segi kawalan
kejuruteraan dititikberatkan. Langkah kawalan kejuruteraan hazad elektrik
boleh dibahagikan kepada:
1. Sistem pembumian
2. Penggunaan bahan antistatik (bertujuan mengurangkan hazad
elektrostatik)
3. Penebat berganda (double insulators)
4. Penggunaan fius untuk mengelakkan pengaliran arus yang tinggi.
5. Pemakaian peralatan perlindungan diri (PPE)

Program Keselamatan Elektrik


Program Keselamatan Elektrik adalah satu program yang dibangunkan
atas inisiatif individu atau pihak pengurusan. Tujuan utama Program
Keselamatan Elektrik adalah sebagai kaedah promosi kesedaran dalam skop
sistem kerja selamat dan pembangunan kemahiran pekerja. Antara program
yang boleh diatur:
37

1. Membangun dan melaksana program keselamatan yang komprehensif.


Program ini harus disemak dan dikemaskini agar ianya menepati
kehendak masa dan keadaan kerja.
2. Menyediakan latihan yang mencukupi kepada pekerja dalam skop
pengenalpastian dan mengawal hazad yang berkaitan dengan elektrik.
3. Menyediakan latihan yang spesifik dalam pengendalian alatan elektrik.
Latihan yang menjurus kepada kemahiran secara kopetensi.
4. Membangun dan melaksana prosedur kawalan hazad elektrik yang
meliputi prosedur lock-out and tag-out.
5. Menyediakan alat memeriksa dan mengesan kepada pekerja yang bekerja
secara langsung dengan alat elektrik untuk memastikan tahap kerja dan
fokus yang baik dan selamat.
6. Membangun dan melaksana program pemeriksaan berkala dan tidak
berkala di tempat kerja.
7. Menggalakkan pekerja menyertai program-program keselamatan yang
dirangka.
8. Menyediakan kelengkapan perlindungan diri yang sempurna.
9. Menyedia dan melaksana analisis kerja selamat kepada semua aktiviti
kerja yang berpotensi dalam risiko dan hazad elektrik.
Perlindungan dan Pencegahan Hazad Elektrik
1. Perlindungan hazad elektrik boleh dibahagikan kepada dua (2) jenis iaitu:
Perlindungan dari kontak langsung.
2. Perlindungan dari kontak tidak langsung.
3. Perlindungan dari pada kontak langsung
Membekalkan penebatan bahagian peralatan yang berpotensi mengecas
elektrik.
4. Perlindungan daripada kontak tidak langsung
Membekalkan pembumian secara efektif bagi pengasingan logam yang
mana boleh mengecas elektrik jika penebat asas gagal & nbsp;
38

2.9 Faktor Kebakaran


Definisi umumnya kebakaran adalah suatu peristiwa terjadinya nyala api
yang tidak dikehendaki, sedangkan defenisi khususnya adalah suatu peristiwa
oksidasi antara tiga unsur penyebab kebakaran.
Ditinjau dari jenis api, dapat dikategorikan
menjadi jenis api jinak dan liar. Jenis api jinak
artinya api yang masih dapat dikuasai oleh
manusia, sedang jenis api liar tidak dapat
dikuasai. Inilah yang dinamakan kebakaran.
Proses kebakaran atau terjadinya api sebenarnya bisa kita baca dari teori
segitiga api yang meliputi elemen bahan, panas dan oksigen. Tanpa salah satu
dari ketiga unsur tersebut, api tidak akan muncul. Oksigen sendiri harus
membutuhkan diatas 10% kandungan oksigen di udara yang diperlukan untuk
memungkinkan terjadinya proses pembakaran.
A. Klasifikasi Kebakaran/Pengelompokkan Kebakaran

Klasifikasi/pengelompokkan kebakaran menurut peraturan Menteri


Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 04/MEN/1980 Bab I Pasal 2, ayat 1
adalah sebagai berikut :
1. Kebakaran Klas A
Adalah kebakaran yang menyangkut benda-benda padat kecuali
logam. Contoh : Kebakaran kayu, kertas, kain, plastik, dsb.
Alat/media pemadam yang tepat untuk memadamkan kebakaran
klas ini adalah dengan : pasir, tanah/lumpur, tepung pemadam, foam (busa)
dan air .
2. Kebakaran Klas B
Kebakaran bahan bakar cair atau gas yang mudah terbakar.
Contoh : Kerosine, solar, premium (bensin), LPG/LNG, minyak goreng.
Alat pemadam yang dapat dipergunakan pada kebakaran tersebut
adalah Tepung pemadam (dry powder), busa (foam), air dalam bentuk
spray/kabut yang halus.
39

3. Kebakaran Klas C
Kebakaran instalasi listrik bertegangan. Seperti : Breaker listrik
dan alat rumah tangga lainnya yang menggunakan listrik.
Alat Pemadam yang dipergunakan adalah : Carbondioxyda (CO2),
tepung kering (dry chemical). Dalam pemadaman ini dilarang
menggunakan media air.

4. Kebakaran Klas D
Kebakaran pada benda-benda logam padat seperti : magnesum,
alumunium, natrium, kalium, dsb.
Alat pemadam yang dipergunakan adalah : pasir halus dan kering,
dry powder khusus.
Tabel 4. Klasifikasi Kebakaran
RESIKO MATERIAL ALAT PEMADAM
Dry Chemichal Multiporse dan
Class A Kayu, kertas, kain
ABC soda acid
Dry Chemichal foam ( serbuk
Bensin, Minyak tanah,
Class B bubuk ), BCF (Bromoclorodiflour
varnish
Methane), CO2, dan gas Hallon
Bahan bahan seperti
Dry Chemichal, CO2, gas Hallon
Class C asetelin, methane,
dan BCF
propane dan gas alam
Uranium, magnesium dan Metal x, metal guard, dry sand
Class D
titanium dan bubuk pryme

Dari keempat jenis kebakaran tersebut yang jarang ditemui adalah kelas D,
biasanya untuk kelas A, B dan C alat pemadamnya dapat digunakan dalam satu
tabunng / alat, kecuali bila diperlukan jenis khusus.
40

Tabel 5. Penyebab Kebakaran

Alam Kemajuan Teknologi


Perkembangan Penduduk
Matahari Ulah manusia :
Listrik
Gempa bumi sengaja
Biologis
Petir tidak sengaja
Kimia
Gunug merapi awam ( ketidakpahaman )

B. Penanggulangan Kebakaran
Telah diketahui bahwa dari suatu kejadian kebakaran dapat
menimbulkan bermacam-macam akibat, antara lain korban jiwa dan harta
benda. Tentunya kejadian tersebut tidak kita inginkan, oleh karena itu
dipikirkan tindakan dalam penanggulanganya. Pada umumnya
penanggulangan bahaya kebakaran dapat dibagi menjadi 3 (tiga) tingkatan
meliputi :
1. Mencegah Terjadinya Kebakaran
Ialah merupakan tindakan dilakukan guna mencegah terjadinya
kebakaran. tindakan tersebut harus dilakukan oleh setiap orang untuk itu
diharapkan pengertian dan kesadaran agar dapat melaksanakan apa yang
menjadi tujuan, maka perlu adanya pengarahan dan bimbingan mengenai
pencegahan bahaya kebakaran kepada semua orang, khususnya yang
berada dilingkungan kerja .
2. Perlindungan Bahaya Kebakaran
Ialah merupakan tindakan yang dilakukan guna melindungi dari
bahaya kebakaran sehingga tidak turut terbakar dalam batas waktu tertentu
atau mencegah meluasnaya kebakaran ketempat lain sebelum
pnanggulangan lebih lanjut
3. Pemadam Kebakaran
Ialah merupakan salah satu tindakan dalam penanggulangan
kebakaran bersifat represif.
BAB III

41
41

PROFIL PERUSAHAAN

3.1 Informasi Umum


1. Nama Perusahaan : PT. Industri Kapal Indonesia (Persero)
2. Jenis Perusahaan : Bengkel Kapal
3. Kepemilikan : BUMN
4. Lokasi : Untuk Dock dan galangan makassar terletak di paotere kecamatan Tallo
dibagian Utara Kota madya Makassar. Tepatnya Jl. Galangan Kapal No. 31
Makassar 90211
5. Jumlah Kapasitas Produksi : Mampu membuat kapal baru yang berukuran
besar sampai dengan ukuran diatas 1.500 DWT serta mereparasi atau
memelihara kapal yang panjangnya sampai dengan 55 meter atau kapal-kapal
yang bobotnya 500 ton kebawah kurang dari 60 buah pertahun juga kapal-
kapal yang berukuran lebih besar dari itu
6. Visi dan Misi:
a. Visi
Menjadi pusat pengembangan Industri Maritim dan perkapalan di kawasan
Indonesia timur, serta pusat pengembangan kapal ikan di Indonesia.
b. Misi
Misi Perusahaan
1) Meningkatkan kemampuan perolehan laba dengan cara meningkatkan
penjualan dan efesiensi di segala bidang.
2) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan budaya perusahaan
(Culture Corporate) yang sesuai dengan prinsip-prinsip efesiensi.
3) Menjalankan misi pemerintah sebagai pelopor dan penggerak
pembangunan ekonomi, khususnya di bidang maritim atau perkapalan.
7. Struktur Organisasi : PT.IKI (Persero) Makassar dipimpin oleh seorang
Direktur Utama danDirektur Teknik.Selanjutnya dalam operasional
perusahaan maka Direktur Keuangandan Direktur Teknik dibantu oleh
beberapa biro/ kepala unit sesuai dengan fungsimasing-masing.
8. Jumlah Pekerja: 500 orang
42

9. Waktu Kerja : 8 Jam kerja per hari

SEJARAH UMUM PERUSAHAAN


Pada tahun 1962 di Makassar telah mulai dibangun dua buah proyek
pembangunan galangan kapal, masing-masing proyek galangan kapal Potere dan
proyek galangan kapal Tallo.
Proyek galangan kapal Potere pada waktu itu dibangun oleh
DepartemenPerindustrian Dasar/Pertambangan, yang mana dimaksudkan untuk
membuat kapal-kapal baja yang mempunyai kapasitas 2500 ton, sedangkan
proyek galangan kapalTallo pada waktu itu dibangun oleh Departemen Urusan
Veteran dan dimaksudkanuntuk membuat kapal-kapal kayu berkapasitas 300 ton
yang dilengkapi dengan slipway dan fasilitas peluncuran yang panjangnya 45
meter dan daya angkat 500 ton.
Pertengahan tahun 1963 aktivitas kedua proyek tersebut masing-masing
baru mencapai pada pekerjaan dasar dimana pada saat itu peralatan belum
dimilkioleh proyek galangan kapal Paotere, sedangkan galangan kapal Tallo sudah
memiliki peralatan mesin dan perkakas lainnya yang didatangkan dari Polandia.
Karena keterbatasan dana pada waktu itu maka pemerintah
memutuskanuntuk menggabungkan kedua proyek tersebut dibawah pembinaan
DepartemenPerindustrian Dasar/Pertambangan serta merubah namanya menjadi
proyek GalanganKapal Makassar dengan surat Kepres no. 225/1963 dan
dinyatakan sebagai proyek vital. Dengan terjadinya penggabungan maka :
1. Lokasi eks galangan kapal Tallo pindah dan dibangun bersebelahan
dengangalangan kapal Paotere.
2. Mengadakan redesigning sesuai dengan biaya yang ada dan kemungkinan
pemasarannya kelak serta menitikberatkan penyelesaian pada tahap I (eks
proyek galangan kapal Tallo) dengan sasaran utama mereparasi dan
pemeliharaan kapal sampai 500 ton.
3. Menunda pembangunan eks galangan kapal Paotere untuk kelak diteruskan
pada tahap II atau rencana perluasan.
43

Akhirnya setelah kurang lebih 7 tahun,pada tanggal 30 Maret 1970


penyelesaian dan pemakaian galangan tahap I diresmikan oleh Sekjen
Dep.Perindustrian mewakiliMenteri Perindustrian.
Semenjak tahun 1970 sampai pada tahun 1977 galangan kapal Makassar
masih berstatus sebagai proyek. Pada tanggal 29 Oktober 1977 di depan notaris
telahmerubah status menjadi Perseroan Terbatas dengan nama PT. Industri
KapalIndonesia pusat Makassar disingkat PT. IKI dan kantor pusat berkedudukan
diMakassar, dengan unit-unit produksi saat itu adalah :
1. Unit Dok dan Galangan Kapal Padang di Padang.
2. Unit Dok dan Galangan Kapal Gresik di Gresik.
3. Unit Dok dan Galangan Kapal Makassar di Makassar.
4. Unit Dok dan Galangan Kapal Bitung di Bitung.
Sejalan dengan perubahan manajemen yang ada, maka galangan kapal
Padang danGresik dijual ke PT. Kodja Jakarta. Hal ini membawa pengaruh
terhadap unit produksi dan unit usaha, sehingga unit produksi yang dimiliki
sampai tahun 1994yaitu :
1. Dok dan Galangan Kapal Makassar di Makassar.
2. Dok dan Galangan Kapal Bitung di Bitung.
Sedangkan unit usaha yang dimiliki :
1. Unit usaha Jakarta.
2. Unit usaha dan perdagangan di Makassar.

3.2 Teknik Dan Proses Pengumpulan Data


1. Teknik Pengukuran Data
Teknik pengukuran bersifat mengukur karena menggunakan
instrument standar atatu telah distandarisasikan, dan menghasilkan data hasil
pengukuran yang berbentuk angka-angka. Secara garis lebih rinci perbedaan
antara instrument pengumpulan data (nontes) dengan instrument pengukuran
(tes) dapat dilihat dalam table berikut.
Tabel. 6 Perbedaan Karakteristik Instrumen Tes Dengan Non Tes
INSTRUMEN TES INSTRUMEN NONTES
44

(Besifat Mengukur) (Bersifat Menghimpun)


1. Bersifat mengukur, 1. Bersifat menghimpun
2. Ada hasil pengukuran 2. Ada hasil penghimpunan berupa data
berbentuk data angka ordinal, naratif atau data angka nominal
interval atau rasio, 3. Tidak perlu standarisasi instrument,
3. Perlu standarisasi instrument cukup dengan validitas isi dan
(pengujian validitas empiris, konstruk.
reliabilitas, analisisbutir soal), 4. Digunakan dalam penelitian kualitatif,
4. Digunakan dalam penelitian kuantitatif, deskriptif, survai, expost
kuantitatif: eksperimental, facto, penelitian tindakan.
korelasional, komparartif, dan
sejenisnya.

2. Prosedur Pengumpulan Data


Prosedur pengumpulan data yang dilakukan yakni dengan metode
wawancara dan metode observasi. Metode wawancara dilakukan terhadap
pekerja yang ada di tempat kerja pada PT. IKI mengenai kesehariannya
bekerja di tempat tersebut, kemudian dilanjutkan dengan metode observasi
langsung pada tempat kerja mengenai hazard yang mungkin dapat timbul, baik
dari peralatan, sikap kerja, iklim kerja dan proses kerja. Selain itu juga
dilakukan studi dokumentasi yaitu mengambil gambar objek dan subyek yang
menunjang observasi yang dilakukan.
a. Metode observasi
Secara luas, observasi atau pengamatan berarti setiap kegiatan
untuk melakukan pengukuran. Observasi dilakukan untuk mengamati
pekerja, lingkungan kerja, mesin dan alat yang digunakan selama proses
pembuatan mebel. Instrumen yang digunakan adalah lembar Walk
Through Survey (WTS), ceklist manual handling, rula, reba,dan SDS
(Survey Diagnosis Stress).
b. Metode Wawancara
Pengambilan data yang dilakukan melalui percakapan atau tanya
jawab antara peneliti dengan responden (Pekerja PT. IKI). Instrumen yang
digunakan untuk membantu proses wawancara adalah lembar ceklist
45

manual handling, brief survey, rula, reba, WTS (Walk Through Survey) dan
SDS (Survey Diagnosis Stress).
c. Metode Kuesioner
Angket/kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan kepada
orang lain yang dijadikan responden untuk dijawabnya. Meskipun terlihat
mudah, teknik pengumpulan data melalui angket cukup sulit dilakukan
jika respondennya cukup besar dan tersebar di berbagai wilayah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan angket
menurut Uma Sekaran (dalam Sugiyono, 2007:163) terkait dengan prinsip
penulisan angket, prinsip pengukuran dan penampilan fisik. Prinsip
Penulisan angket menyangkut beberapa faktor antara lain :
1) Isi dan tujuan pertanyaan artinya jika isi pertanyaan ditujukan untuk
mengukur maka harus ada skala yang jelas dalam pilihan jawaban.
2) Bahasa yang digunakan harus disesuaikan dengan kemampuan
responden. Tidak mungkin menggunakan bahasa yang penuh istilah-
istilah bahasa Inggris pada responden yang tidak mengerti bahasa
Inggris, dsb.

3) Tipe dan bentuk pertanyaan apakah terbuka atau terturup. Jika terbuka
artinya jawaban yang diberikan adalah bebas, sedangkan jika
pernyataan tertutup maka responden hanya diminta untuk memilih
jawaban yang disediakan.
Kuesioner adalah daftar pertanyaan tertulis yang telah disusun
sebelumnya. Pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner, atau daftar
pertanyaan tersebut cukup terperinci dan lengkap dan biasanya sudah
menyediakan pilihan jawaban (kuesioner tertutup) atau memberikan
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Alur produksi


Berdasarkan hasil penelitian plant survey pada PT Industri Kapal
Indonesia (Persero), ada dua alur produksi yang diteliti yaitu pemetongan besi dan
Pengelasan perangkaian rangka kapal. Dari dua alur produksi yang diteliti ada
beberapa bahaya yang ditemukan seperti kebisingan, ergonomi (cara kerja) bakteri
kimia psikososial dan lingkungan kerja yang kurang baik karna banyaknya besi-
besi bekas yang berserakan di lantai sehingga dapat menimbulkan kecelakaan
kerja yang tidak diduga-duga.
1. Alur produksi PT Industri Kapal Indonesia (Persero) kusus bagian pengelasan
a. Pemotongan besi
Kegiatan pemotongan besi, sebelum besi dipoton, besi dirangkai dan di
bikinkan pola terlebih dahulu agar mempermudah pemotongan, memilih
besi yang akan dipotong dari alur produksi ini terdapat beberapa bahaya
potensial terjadi seperti :
1) Bahaya potensial fisik
a) Kebisingan
Dibagian pemotongan material tidak terdapat bising yang berlebih
atau bisingnya dibawah NAB sehingga tidak beresiko
menimbulkan ketulian.
b) Pencahayaan
Pencahayaan pada proses pemotongan material tidak beresiko
menimbulkan PAK karena pencahayaan pada bagian pmotongan
normal
c) Getaran
56

Pada alur ini getaran yang akibatkan termasuk tidak ada,


dikarenakan menggunakan oksigan dan gas untuk pemotongan
besi.

d) Radiasi 56

Radiasi yang disebabkan oleh alat pemotongan besi yaitu panas


dari alat pemotongan besi
e) Suhu
Suhu yang ada di alur ini tidak menetap karna diruang terbuka
akan tetapi memiliki suhu yang agak panas dikarenakan dari alat
yang digunakan mengeluarkan api
2) Bahaya potensial kimia
Bahaya kimia yang ada di pemotongan besi yaitu serbuk-serbuk besi
yang berterbangan yang bisa masuk dalam pernapasan, telah kita
ketahui bahwa zat-zat yang ada di besi sangan mengancam kesehatan
terutama pada organ dalam tubuh
3) Bahaya potensial biologi
Bakteri tetanus yang sewaktu-waktu dapat berakibat tetanus, Virus
yang sewaktiu-waktu dapat menyebabkan influenzah, Jamur yang
dapat menyebabkan gatal-gatal.
4) Bahaya potensial ergonomic
Posisi kerja pada pemotongan besi tidak sesuai dengan prosedur kerja
yang di terapkan oleh aturan kerja yang ergonomi lebih mementingkan
cara kerja yang menurutnya lebih simpel dan nyaman ketika ia bekerja
5) Bahaya potensial psikososial
Beban kerja yang berlebihan, karenakan dituntut penyelesaian kapal
memiliki waktu yang sudah di tetapkan oleh pemesan kapal, maka
pekerja harus mengebut pekerjaannya.
57

b. Pengelasan perangkaian rangka kapal


Proses pengelasan perangkaian kapal di PT Industri Kapal
Indonesia (Persero) banyak cara yang digunakan dan memiliki tingkat
kesulitan yang berbeda-beda, ketika merangkai bagian kapal yang bagian
yang tertentu di perlukan ketelitian yang amat teliti agar mendapatkan
hasil yang memuaskan pelanggang, faktor bahaya tersebut antara lain :
1) Bahaya potensial fisik
a) Kebisingan
Dibagian perangkaian kapal tidak terdapat bising yang berlebih
atau bisingnya dibawah NAB sehingga tidak beresiko
menimbulkan ketulian.
b) Pencahayaan
Cahaya yang digunakan adalah cahaya alami matahari yang
dimanfaatkan. Metode ini ada kekurangan dan kelebihannya yaitu
cahaya yang tidak menentu tetapi tidak memerlukan dana,
pencahayaan yang dapat beresiko menimbulkan PAK yaitu
pencahayaan dari alat las pada saat mengelas
c) Getaran
Gataran pada bagian ini tidak ada karena alat yang digunakn tidak
mengakibatkan ketaran
d) Radiasi
Radiasi yang di hasilkan oleh alat las
e) Suhu
Suhu yang ada di tempat pengelasan agak panas karena tempat
yang terbuka dan berada di pinggir laut
2) Bahaya potensial kimia
Bahaya kimia yang terdapat pada bagian perakitan yaitu debu atau
serbuk besi hasil dari besi yang dipotong, karat/korosit
3) Bahaya potensial biologi
58

Bakteri tetanus yang sewaktu-waktu dapat berakibat tetanus, Virus


yang sewaktu-waktu dapat menyebabkan influenzah, Jamur yang
dapat menyebabkan gatal-gatal.
4) Bahaya potensial ergonomi
Posisi kerja yang diterapkan oleh pekerja agak kurang baik karena
tidak mementinkan dari segi kesehatannya hanya mementingkan dari
segi kenyamanannya, dan lingkungan kerja yang amat kurang baik
karena banyak barang yang berserakan yang bisa melukai pekerja saat
bekerja dan berjalan, banyakya besi yang berserakan di lantai.
5) Bahaya potensial psikososial
Beban kerja yang berlebihan, karenakan dituntut penyelesaian kapal
memiliki waktu yang sudah di tetapkan oleh pemesan kapal, maka
pekerja harus mengebut pekerjaannya.

c. Perakitan kapal
Kegiatan perakitan kapal, mengelas bagian-bagian besi yang akan
disatukan atau dirangkai ke badan kapal, alur ini terdapat beberapa bahaya
potensial terjadi seperti :
1) Bahaya potensial fisik

a) Kebisingan
Dibagian perakitan kapal tidak terdapat bising yang berlebih atau
bisingnya dibawah NAB sehingga tidak beresiko menimbulkan
ketulian.
b) Pencahayaan
Cahaya yang digunakan adalah cahaya alami matahri yang
dimanfaatkan. Metode ini ada kekurangan dan kelebihannya yaitu
cahaya yang tidak menentu tetapi tidak memerlukan dana,
pencahayaan yang dapat beresiko menimbulkan PAK yaitu
pencahayaan dari alat las pada saat mengelas
59

c) Getaran
Pada alur ini getaran yang akibatkan termasuk tidak ada
dikarnakan menggunakan mesin otomatis
d) Radiasi
Radiasi yang disebabkan oleh alat las besi yaitu panas karna
banyaknya percikan-percikan api dari alat

e) Suhu
Suhu yang ada di alur ini tidak menetap karna diruang terbuka
akan tetapi memiliki suhu yang agak panas mengakibatkan
pekerja menjadi gerah
2) Bahaya potensial kimia
Bahaya kimia yang ada di perakitan kapal yaitu debu atau serbuk-
serbuk besi yang berterbangan yang bisa masuk dalam pernapasan,
karat/korpsit.
3) Bahaya potensial biologi
Bakteri tetanus yang sewaktu-waktu dapat berakibat tetanus, Virus
yang sewaktiu-waktu dapat menyebabkan influenzah, Jamur yang
dapat menyebabkan gatal-gatal.
4) Bahaya potensial ergonomi
Posisi kerja pada pemotongan besi tidak sesuai dengan prosedur kerja
yang di terapkan oleh aturan kerja yang ergonomi lebih mementingkan
cara kerja yang menurutnya lebih simpel dan nyaman ketika ia
bekerja, lingkungan yang kotor dengan banyak potongan besi tak
terpakai yang berserakan dan kabelyang berserakan.
5) Bahaya potensial psikososial
60

Beban kerja yang berlebihan, karnakan dituntut penyelesaian kapal


memiliki waktu yang sudah di tetapkan oleh pemesan kapal, maka
pekerja harus mengebut pekerjaannya.

Potensi Hazard Keselamatan


1. Mekanik
Bahaya mekanik yang terindikasi pada semua alur : Tergores dari tajamnya
lempengan atau bagian besi yang sudah terpotong bagian alur pertama,
Percikan bunga api dari alat pemotongan dan alat pengelas pada alur
pertama, kedua, dan ketiga. Tertimpa alat atau bagian kerangka yang diangkut
ke atas kapal sewaktu-waktu beresiko dapat menimpa pekerja yang ada
dibwahnya.

2. Kinetik
Bahaya Kinetik yang terindikasi : Tidak ada
3. Elektrik
Bahaya Elektrik yang terindikasi : Risiko tersetrum di karenakan di salah satu
kabel yang berserakan terdapat kabel yang terkelupas.
4. Kebakaran
Bahaya kebakaran yang terindikasi : konsleting listrik dan dan percikan
bunga api dari alat pengelas atau alat pemotong besi jika mengenai bahan-
bahan yang mudah terbakar.

5.2 Upaya Pencegahan dan Pengendalian


1. Upaya Pencegahan
Upaya pencegahan yang dilakukan adalah yaitu dengan Five Level Of
Prevention:

a. Promosi kesehatan
1) Penyuluhan tentang penggunaan alat pelindung diri dan penyuluhan
kepada pekerja untuk mengenali hazard di tempat kerja
2) Pelatihan cara menggunakan alat pelindung diri.
61

3) Penyuluhan tentang budaya K3 dan pentingnya keselamatan diri.


b. Specifik protection
Memberikan APD sesuai jenis pekerjaannya dan tingkat bahaya yang ada di
tempat kerja
c. Early diagnosis and prompt treatment
1) Pemeriksaan dini pada pekerja sebelum masuk kerja
2) Pemeriksaan kesehatan secara berkala kapada pekerja, rutin, maupun
khusus.
d. Disability limitation
1) Dilakukan perawatan kepada pekerja yang mendapat penyakit akibat
kerja
2) Di beri obat kepada pekerja yang mengalami penyakit akibat kerja.
e. Rehabilitation
Diberi istirahat kepada pekerja yang mengalami penyakit akibat kerja atau
kecelakaan kerja.

2. Upaya Pengendalian
Berdasarkan hasil plant survey yang telah kami lakukan dengan melihat
beberapa hazard pada PT. IKI (Industri Kapal Indonesia) upaya pengendalian
yang dilakukan yaitu :
Hazard Kesehatan
a. Pada hazard fisik ditemukan pencahayaan dari alat pemotong dan las yang
menggunakan oksigen. Setelah dilakukan penilaian risiko, hasil dari
pencahayaan yaitu risikonya 1 dan tergolong Low Risk. Efek yang
ditimbulkan yaitu Rabun mata dan kelelahan pada mata. Upaya yang
dilakukan adalah dengan penggunaan APD berupa penggunaan kacamata
safety dan penyuluhan K3 (Administrasi kontrol).
b. Pada hazard kimia ditemukan hazard yang dapat berpotensi menganggu
kesehatan manusia yaitu Asap, debu, serbuk besi. Setelah dilakukan
penilaian risiko hasilnya yaitu risikonya 12 dan tergolong High risk. Efek
yang ditimbulkannya adalah gangguan pernafasandan ISPA. Jadi upaya
pengendalian yaitu dengan menerapkan hirarki pengendalian yg dapat di
62

terapkan yaitu dengan memakai APD berupa masker biasa, respirator dan
chemical (penjernih udara) saat bekerja serta penyuluhan K3 atau
administrasi kontrol.
c. Pada hazard biologi ditemukan bakteri ,virus, dan jamur.. Setelah dilakukan
penilaian risko hasil dari bakteri yaitu risikonya 1 dan tergolong Low risk
dan apabila tidak dilakukan pengendalian maka akan menyebabkan
Tetanus dari bakteri gangguan pencernaan, Influenzah dari virus, dan gatal-
gatai dari jamur. Dan upaya pengendaliannya yaitu menghilangkan sumber
hazard (sampah), melakukan edukasi (penggunaan masker dan sarung
tangan) saat bekerja, serta menggunakan APD, (Masker dan sarung
tangan).
d. Pada hazard ergonomi ditemukan bungkuk terlalu lama dan lengan
(gerakan berulang). Setelah dilakukan penilaian risiko yang berpotensi
menyebabkan penyakit akibat kerja adalah punggung (membungkuk terlalu
lama). Hasil dari penilaian risikonya yaitu 12 dan tergolong High risk. Efek
yang ditimbulkan adalah musculoskeletal. Upaya pengendalian yang dapat
dilakukan yaitu dengan melakukan edukasi untuk melakukan relaksasi 1
atau 2 jam disela jam kerja dan memberi taukan posisi kerja yang baik dan
benar.
e. Pada hazard psikososial yang berpotensi mengakibatkan penyakit akibat
kerja adalah beban kerja berlebihan yang menyebabkan seseorang menjadi
stress kerja. Hasil dari penilaian riskonya yaitu 1 dan tergolong Low risk.
Upaya pengendalian yang dilakukan yaitu Shift kerja atau rolling
pekerjaan, bisa juga denghan sesekalii dilakukan refreshing agar karyawan
tidak mudah stress.

Hazard Keselamatan

f. Pada hazard mekanik hazard yang ditemukan adalah tersandung dengan


kabel atau memterial tak terpakai yang berserakan, tergores dengan sisi
tajam besi, percikan bunga api dari alat las dan pemotong. Setelah
dilakukan penilaian risiko yang berpotensi menyebabkan kecelakaan kerja
adalah 9 dan tergolong medium risk. Efek yang ditimbulkan yaitu memar,
63

cedera dan cedera mata. Upaya pengendalian yang harus dilakukan adalah
engineering control (membersihkan dan merapikan lingkungan kerja),
administrasi kontrol (penyuluha K3), dan penggunaan APD (kacamata las
dan sarung tangan kulit).
g. Hazard elektrik yang ditemukan adalah kabel yang terkelupas. Setelah
dilakukan penilaian risiko hasilnya yaitu 4 dan tergolong low risk. Efek
yang ditimbulkan adalah kesetrum dan bisa mengakibatkan kematian.
Upaya pengendalian yang dilakukan yaitu dengan isolasi : mengisolasi
kabel yang terkelupas, subtitusi (mengganti kabel yang baru), engineering
control : merapikan kabel, administrasi kontrol (Penyuluhan K3).

h. Hazard Kenbakaran yang ditemukan adalah konsleting listrik yang


sewaktu-waktu ketikan mengenai material yang mudah terbakar dapat
menyebabkan kebakaran, hasil penilaian risiko 1 yang tergolong Low risk.
Efek yang ditimbulkan kebakaran, kerugian material dan jiwa, upaya
pengendalian yang dilakukan yaitu engineering control (menyediakan
APAR, jalur evakuasi, memperhatikan lingkungan kerja, dan meletakan
bahan-bahan mudah terbakar di tempat yang aman), administrasi kontrol
(Penyulkuhan K3).

5.3 Penyediaan sarana dan prasarana keselamatan


PT Industri Kapal Idonesia (Persero) sadar akan pentingnya keselamatan
dan kesehehatan para pekerja, ketika pekerja sehat dan selamat akan berdampak
kepada perusahaan dan pekerja, pekerja yang seahat dalam bekerja maka akan
menghasilkan pekerjaan yang bagus produksi perusahaan akan meningkat dan
nama perusahaan akan baik dimata masayarakat maupun di kalangan perusahaan
yang lain. Penyediaan sarana prasarana sebagai berikut :
1. Penyediaan Apar
Banyak apar yang ada di sekitar tempat kerja. Disediakan apar di berbagai
tempat karena banyaknya bunga-bunga api yang dihasilkan kegiatan kerja
seperti pengelasan yang bisa menimbukan kebakaran, jadi ketika kebakaran
64

terjadi maka pekerja bisa dengan cepat mengambil dan menggunakan apar
tersebut untuk memadamkan api tersebut
2. Klinik kesehatan
Pentingnya klinik kesehatan pada perusahaan agar dapat dengan cepat
menangani keluhan kesehatan pekerja, yang lebih penting menangani dengan
cepat ketika kecelakaan terjadi di tempat kerja
3. Penyediaan APD
Dengan adanya APD sangat membantu pekerja dalam melakukan perjaan
dengan aman seperti helem melindungi kepala dari benda yang jatuh dari
atas, kecemata pelindung dan kecemata las yang bisa melindungi mata dari
pekerjaan pengelasan yang memiliki cahaya yang tidak aman utuk kesehatan
mata dan melindungi mata dari serbuk besi yang berterbangan, banyak APD
lainnya.
Alat-alat pelindung diri harus memenuhi persyaratan seperti enak dipakai
,tidak mengganggu kerja, dan memberikan perlindungan efektif terhadap
jenis bahaya. Alat-alat pelindung diri beraneka ragam macamnya. Jika
digolongkan menurut bagian-bagian tubuh yang harus dilindungi (Sumamur,
1994), maka jenisnya sebagai berikut:
a. Kepala : Pengikat rambut,penutup rambut,topi dari berbagai bahan.
b. Mata : Kacamata dari berbagai bahan.

c. Muka : Perisai muka.

d. Tangan dan jari-jari : Sarung tangan.

e. Kaki : Sepatu.

f. Alat pernafasan : Respirator atau masker khusus


g. Telinga : Sumbat telinga atau tutup telinga.
65

5.4 Tujuan kesehatan dan keselamatan kerja


Adapun tujuan keselamatn kerja menu rut Sumamur (1993) adalah
sebagai berikut :
1. Melindungi tenaga kesehatan atas hak dan keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup.

2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada ditempat kerja.


3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

Selain dari tujuan keselamatn kerja yang diungkapkan adapun tujuan


kesehatn kerja menurut Soekidjo Notoatmojo (2003) adalah sebagai berikut:

1. Pencegahan dan pemberantasan penyakit dan kecelakaan akibat kerja.

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kesehatan.

3. Perawatan dan mempertinggi efisien dan produktifitas tenaga kesehatan.

4. Pemberantasan kelelehan kerja dan meningkatkan kegairahan serta


kenikmatan kerja.

5. Perlindungan masyarakat luas dari bahaya yang ditimbulkan oleh produk-


produk perusahaan.

5.4 Syarat-syarat keselamatan kerja

Dalam undang-undang No 1 Tahun 1970 pasal 3 dan 4 memuat syarat-syarat


keselamatan kerja (Sumamur,1993) yaitu sebagai berikut :
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.

2. Mencegah ,mengurangi dan memadamkan kebakaran.

3. Mencegah dan mengurangi peledakan.


66

4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran


atau kejadian kejadian lain yang berbahaya.

5. Memberi pertolongan pada kecelakaan.

6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.

7. Mencegah dan mengendalikan timbul dan menyebar luasnya suhu,


kelembaban, cuaca, sinar dan radiasi, suara dan getaran.

8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik


maupun psikis,keracunan,infeksi dan penularan.

9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.

10. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.

11. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya.

12. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman


atau barang.

13. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.

14. Mencegah terkena aliran listrik yang barbahaya.

15. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang


bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
67

BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil plant survey yang telah kami lakukan di PT. IKI
(Industri Kapal Indonesia) kami dapat menyimpulkan bahwa alur PT. IKI (Industri
Kapal Indonesia) terdiri dari Pemotongan besi, Pembentukan kerangka Kapal, dan
Post Pembentukan Kapal. Di perusahaan tersebut memiliki bahaya potensial yang
dapat mengakibatkan kecelakaan kerja, seperti percikan bunga api dari alat
pemotong api dari oksigen dan alat lasnya dan bahaya potensial yang terdapat
seperi bahaya fisik, kimia, ergonomi, psikososial. Pencegahan yang dilakukan
adalah dengan menggunakan five level preventif, dan menggunakan APD umtuk
melakukan penanggulangan bahyanya dan menggunakan alternatif pengndalian
lainnya

6.2 Saran
6.2.1 Yang Ditujukan ke Perusahaan
1. Kurangnya poster tentang K3 di setiap ruangan agar
pekerja selalu ingat dengan keselamatan diri mereka
sendiri.
2. Menjaga program K3 yang sudah ada dan tingkatkan
program yang lebih baik lagi.
3. Meningkatkan pemantauan terhadap potensi bahaya
yang dapat mengakibatkan kecelakaan dan penyakit
akibat kerja.
4. Meningkatkan pengawasan terhadap pekerja terkait
masalah K3
6.2.2 Yang ditujukan pada pekerja
68

1. Lebih berhati-hati dalam bekerja terutama di tempat yang


beresiko mengakibtakan kecelakaan kerja.
2. Jagalah kesehatan dengan selalu mengikuti senam dan
aturan-aturan keselamatan yang diterapkan oleh
perusahaan.
3. Pahami pentingnya K3.

67

Anda mungkin juga menyukai