Anda di halaman 1dari 31

KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM

NOMOR 02/KPTS/1985

TENTANG
KETENTUAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN
PADA BANGUNAN GEDUNG

MENTERI PEKERJAAN UMUM ;

Menimbang :
a. bahwa kebakaran pada bangunan gedung merupakan bencana yang menimbulkan
ancaman kerugian bagi jiwa manusia, harta benda, lingkungan, terganggunya proses
produksi/distribusi barang dan jasa, dan bahkan merupakan pula gangguan pada
kesejahteraan sosial ;
b. bahwa kerugian-kerugian tersebut pada butir a, mengakibatkan berkurangnya
kemampuan masyarakat dalam usaha penyediaan sumber daya yang sangat diperlukan
bagi kelanjutan dan kelangsungan pembangunan ;
c. bahwa terjadinya kebakaran pada bangunan gedung antara lain disebabkan karena belum
diperhatikan sepenuhnya segi-segi upaya teknis teknologis yang menyangkut pencegahan
dan penanggulangan kebakaran ;
d. bahwa pelimpahan wewenang Menteri Pekerjaan Umum kepada Daerah berdasarkan PP
18 Tahun 1953 tidak mengurangi wewenang Menteri Pekerjaan Umum untuk
mengadakan peraturan lebih lanjut ;
e. bahwa dipandang perlu untuk mengatur dan menetapkan upaya teknis teknologis
pencegahan dan penanggulangan kebakaran pada bangunan gedung guna
terselenggaranya tertib pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung dalam
Keputusan Menteri.

Mengingat :

1. Stadsvorming Ordonantie S.1948 No. 168 ;


2. Stadsvorming Verordening S. 1949 No. 40 ;
3. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 ;
4. Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 ;
5. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1953 ;
6. Keputusan Presiden RI No. 44 Tahun 1974 jo No. 15 Tahun 1983 ;
7. Keputusan Presiden RI No. 45/M Tahun 1983 ;
8. Instruksi Presiden RI. No. 4 Tahun 1969 ;
9. Keputusan Menteri PU No. 60/KPTS/1980 ;
10. Keputusan Menteri PU No. 211/KPTS/1984.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG KETENTUAN PENCEGAHAN
DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG.

PERTAMA :
Ketentuan pencegahan dan penanggulangan kebakaran pada Bangunan Gedung memuat
ketentuan-ketentuan dan persyaratan-persyaratan mengenai lingkungan dan bangunan,
bahan bangunan, struktur bangunan, utilitas dan usaha penyelamatan terhadap bahaya
kebakaran yang harus diperhatikan pada perencanaan, pelaksanaan pembangunan dan
pemanfaatan bangunan gedung, sebagaimana terlampir dan merupakan bagian tak
terpisahkan dari Keputusan ini.

KEDUA :
Ketentuan tersebut dalam DIKTUM PERTAMA dilaksanakan secara terpadu dengan
peraturan perundang-undangan serta ketentuan-ketentuan yang berlaku, baik yang bersifat
Nasional maupun Daerah setempat.
KETIGA :
Dalam pelaksanaan Keputusan ini, Kantor Wilayah Departemen Pekerjaan Umum
memberikan pelayanan konsultasi dalam bidang teknis teknologis kepada Pemerintah
Daerah setempat, khususnya dalam rangka penyusunan Peraturan Daerah yang
bersangkutan dengan pencegahan dan penanggulangan kebakaran.

KEEMPAT :
Koordinasi, pengawasan dan petunjuk-petunjuk teknis pelaksanaan dari Keputusan ini diatur
lebih lanjut oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya.

KELI MA :
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Keputusan ini sepanjang telah ditetapkan di dalam
Peraturan Daerah setempat, dikenakan tindakan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku yang akan ditentukan lebih lanjut dalam Peraturan Daerah setempat.

KEENAM :
Dengan berlakunya keputusan ini, maka semua Keputusan dan ketetapan Menteri Pekerjaan
Umum dibidang perencanaan, pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan bangunan
gedung tetap berlaku yang dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan
dalam Keputusan ini.

KETUJUH :
Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri
Pekerjaan Umum.

KEDELAPAN :
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan Jakarta

pada tanggal 2 Januari 1985.

MENTERI PEKERJAAN UMUM,

SUYONO SOSRODARSONO
DAFTAR ISI

KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM No.02/KPTS/1985 2 JANUARI 1985 TENTANG


KETENTUAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG.

BAB I : P E N D A H U L U A N ................................................ 1

BAB II : LINGKUNGAN DAN BANGUNAN .............................. 3


Pasal 1. Pengertian ............................................... 3
Pasal 2. Persyaratan Lingkungan ......................... 6
Pasal 3. Klasifikasi Bangunan ............................... 10
Pasal 4. Persyaratan Bangunan ............................ 11

BAB III : BAHAN BANGUNAN ................................................... 17


Pasal 5. Pengertian ............................................... 17
Pasal 6. Persyaratan Bahan Lapis Penutup ......... 20
Pasal 7. Persyaratan Bahan untuk Komponen
Struktur Bangunan ................................... 21

BAB IV : STRUKTUR BANGUNAN ............................................ 23


Pasal 8. Pengertian ................................................ 23
Pasal 9. Perencanaan Struktur Bangunan ............. 23
Pasal 10. Persyaratan Ketahanan Terhadap Api ..... 24
Pasal 11. Komponen Struktur Beton Bertulang ........ 26
Pasal 12. Komponen Struktur Beton Pratekan .......... 29
Pasal 13. Komponen Struktur Baja ............................ 30
Pasal 14. Komponen Struktur Bata Merah ................. 31
Pasal 15. Komponen Struktur Batako dan Bata
Beton (Concrete Block) ............................... 32
Pasal 16. Komponen Struktur Kayu ............................ 32

BAB V : U T I L I T A S ................................................................... 32
Pasal 17. Pengertian .................................................... 32
Pasal 18. Alarm Kebakaran .......................................... 35
pAasal 19. Alam Pemadan Api Ringan ( PAR ) .............. 41
Pasal 20. Hidran Kebakaran ......................................... 48
Pasal 21. Sprinkler ................................................... 50
Pasal 22. Pipa Peningkatan air ( RISER ) ............... 55
Pasal 23. Sumber Daya Listrik Darurat ................... 56
Pasal 24. Penangkal Petir ....................................... 57

BAB VI : UPAYA PENYELAMATAN ........................................... 57


Pasal 25. Pengertian ................................................ 57
Pasal 26. Tangga Kebakaran ................................... 58
Pasal 27. Koridor ...................................................... 58
Pasal 28. Pintu Kebakaran ....................................... 59
Pasal 29. Bukaan Penyelamat ................................. 59
Pasal 30. Lift Kebakaran ........................................... 59
Pasal 31. Penerangan Darurat dan Tanda Penunjuk
Arah ke luar .............................................. 60
Pasal 32. Komunikasi Darurat .................................. 60
Pasal 33. Pengendalian Asap ................................... 61
Pasal 34. Landasan Helikopter ................................. 61
Pasal 35. Peralatan Pembantu lainnya ..................... 61

BAB VII : LAIN - LAIN ................................................................... 62


Pasal 36. Perlindungan terhadap Ruang dalam
bangunan yang mengandung potensi
kebakaran ................................................. 62
Pasal 37. Manajemen Sistem Pengamatan
Kebakaran ................................................ 62
Pasal 38. Pemeriksaan Berkala ............................... 63
Pasal 39. Sertifikat Layak Pakai ............................... 63
Pasal 40. Bebas benda-benda penghalang .............. 64
Pasal 41. Latihan Kebakaran pada Bangunan
Umum ....................................................... 64

DAFTAR ISTILAH ................................................................................... 65


BAB I
PENDAHULUAN

Kebakaran pada bangunan gedung dapat menimbulkan kerugian berupa korban manusia,
harta benda, terganggunya proses produksi barang dan jasa, kerusakan lingkungan dan
terganggunya ketenangan masyarakat.

Data yang dapat dikumpulkan dari berbagai kota di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir
ini memberikan petunjuk adanya peningkatan kebakaran pada bangunan gedung. Sementara
itu pengadaan bangunan gedung dan perumahan terus meningkat, demikian pula
penggunaan bahan, komponen bangunan dan peralatan/instalasi dalam bangunan belum
diatur dalam ketentuan yang lebih memadai.

Di lain pihak pengertian dan disiplin masyarakat serta perangkat pengendalian yang berupa
peraturan perundang-undangan, pedoman pelaksanaan, standar kualitas, personil pengawas,
dan peralatan Pemadam Kebakaran dirasakan masih belum dapat mengatasinya.

Oleh karena itu, apabila pengertian dan disiplin masyarakat serta perangkat pengendalian
tersebut di atas tidak ditingkatkan, diperkirakan laju kebakaran akan meningkat lagi.

Di dalam Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1953 tentang


Pelaksanaan penyerahan sebagian dari urusan Pemerintah Pusat mengenai Pekerjaan
Umum kepada Propinsi-Propinsi dan Penegasan urusan mengenai Pekerjaan Umum dari
Daerah-Daerah Otonom Kabupaten, Kota Besar, dan Kota Kecil ditetapkan Pasal 9 huruf j
bahwa pencegahan bahaya kebakaran yang telah diurus dan diatur oleh daerah-daerah
otonom tetap dijalankan oleh dan sebagai urusan daerah otonom itu. Namun pada Pasal 4
dan Pasal 12 disebutkan bahwa penyerahan tersebut tidak mengurangi hak Menteri
Pekerjaan Umum untuk mengadakan pengawasan atas urusan tersebut, serta merencanakan
dan menyelenggarakan pekerjaan-pekerjaan dalam lingkungan daerah guna kemakmuran
umum, tentang hal mana Menteri Pekerjaan Umum dapat mengadakan peraturannya dan
pemberian petunjuk-petunjuk teknis.

Menyadari hal-hal tersebut di atas, maka perlu diterbitkan ketentuan yang bersifat teknis
teknologis, dalam upaya peningkatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran pada
bangunan gedung.

Tujuan pencegahan dan penanggulangan kebakaran pada bangunan gedung adalah untuk
melindungi jiwa dan harta benda terhadap bahaya kebakaran. Hal ini dititik beratkan pada
pengamanan bangunan gedung, dengan cara memenuhi persyaratan-persyaratan teknis
teknologis, dalam proses perencanaan, pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan
gedung, yang masing-masing mencakup aspek-aspek lingkungan dan bangunan, bahan
bangunan, stuktur bangunan, utilitas, dan upaya penyelamatan.

Persyaratan-persyaratan yang ditetapkan dalam ketentuan ini, harus dipakai bersama-sama


dengan Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung, Peraturan Perencanaan Tahan
Gempa Indonesia untuk Gedung, Peraturan Beton Bertulang Indonesia,, Peraturan
Perencanaan Bangunan Baja Indonesia, Peraturan Konstruksi kayu Indonesia, dan
Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia. Peraturan tersebut memuat dalam upaya
pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran.
Khusus mengenai aspek utilitas, perlu ditaati ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam
Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL), Pedoman Sprinkler dan Peraturan Umum Instalasi
Penangkal Petir (PUIPP).

Dengan ditetapkannya ketentuan ini, Peraturan-peraturan Daerah yang menyangkut


pencegahan dan penanggulangan kebakaran pada bangunan gedung yang sudah ada tetap
berlaku, bahkan diharapkan akan dapat mendorong diterbitkannya Peraturan Daerah-
Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran yang bersifat
operasionl, sesuai dengan kondisi dan situasi di daerah.
BAB II
LINGKUNGAN DAN BANGUNAN

Pasal 1
PENGERTIAN

(1) Pengaturan lingkungan dalam ketentuan ini meliputi pengaturan blok dan kemudahan
pencapaiannya (accessibility), ketinggian bangunan, jarak bangunan, dan kelengkapan
lingkungan.

(2) Pengaturan bangunan meliputi pengaturan ruang-ruang efektif, ruang sirkulasi,


eskalator, tangga, kompatemenisasi, dan pintu kebakaran.

(3) Yang dimaksud dengan :

a. Blok adalah suatu luasan lahan tertentu yang dibatasi oleh batas fisik yang tegas,
seperti laut, sungai, jalan, dan terdiri dari satu atau lebih persil bangunan.
Contoh : lihat gambar II.1.

b. Kelengkapan lingkungan meliputi : hidran, sumur gali atau reservoir, dan


komunikasi umum.

c. Ruang efektif adalah ruang yang dipergunakan untuk menampung aktivitas yang
sesuai dengan fungsi bangunan, misalnya : ruangan efektif suatu hotel antara lain
kamar, restoran dan lobby.

d. Ruang sirkulasi adalah ruang yang hanya dipergunakan untuk lalu-lintas atau
sirkulasi dalam bangunan, misalnya : pada bangunan hotel adalah koridor.

e. Kompartemenisasi adalah usaha untuk mencegah penjalaran kebakaran dengan


cara membatasi api dengan dinding, lantai kolom, balok yang tahan terhadap api
untuk waktu yang sesuai dengan kelas bangunan.

f. Eskalator adalah tangga berjalan dalam bangunan.

g. Tangga kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan


kebakaran.

h. Pintu kebakaran adalah pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan
hanya dipergunakan apabila terjadi kebakaran.
Gambar II.1.
Contoh blok
Pasal 2
PERSYARATAN LINGKUNGAN
(1) Lingkungan bangunan harus mempunyai jalan lingkungan yang memenuhi ketentuan di
bawah ini :
Lebar minimum perkerasan jalan lingkungan
Luas Blok Searah Bolak - Balik
Menerus Buntu Menerus

Besar > 5 Ha 4 m 3.5 m 5 m


Sedang 1 - 5 Ha 3,5 m 3,5 m 4 m
Kecil < 1 Ha 3,5 m 3,5 m 3,5 m

(2) Dalam suatu lingkungan bangunan, jarak bangunan yang bersebelahan dengan bukaan
saling berhadapan adalah :
Tinggi bangunan (dalam meter) Jarak bangunan minimum ( dlm meter )

s /d 8 m 3 m

8 s/d 14 m 3 s/d 6 m

14 s/d 40 m 6 s/d 8 m

di atas 40 m di atas 8 m

Lihat gambar II.2.


(3) a. Dalam lingkungan tertentu seperti lingkungan perumahan, sekolah, rumah
sakit/perawatan dan perkantoran, tidak diperkenankan adanya bangunan-bangunan
yang dipergunakan sebagai tempat usaha yang mempunyai potensi kebakaran seperti
bengkel, tempat las, penjualan bensin eceran, penyimpanan bahan kimia, tempat-
tempat yang menggunakan tenaga uap air, gas/uap bertekanan tinggi serta
diesel/generator listrik.
b. Untuk bangunan-bangunan tersebut di atas, perizinan yang meliputi izin usaha, izin
mendirikan bangunan serta penentuan lokasi lingkungannya, diatur tersendiri oleh
Kepala Daerah yang bersangkutan.

(4) Kelengkapan lingkungan :


a. Untuk lingkungan perumahan perlu dipertimbangkan kemungkinan disediakan gang
kebakaran atau jalur jalan kaki, yang akan memudahkan petugas atau orang yang
menanggulangi bencana kebakaran.
b. Lingkungan Perumahan direncanakan sedemikian rupa sehingga setiap bangunan
rumah, bisa terjangkau oleh pancaran air unit pemadam kebakaran dari jalan
lingkungan, yang bisa didatangi mobil kebakaran.
c. Lingkungan perumahan dan lingkungan bangunan gedung harus dilengkapi hidran
atau sumur gali atau reservoir kebakaran.
Bangunan yang berjarak lebih dari 10 m dari jalan lingkungan, harus dilengkapi hidran
tersendiri.
d. Setiap lingkungan bangunan, khususnya perumahan harus dilengkapi dengan sarana
komunikasi umum, yang dapat dipakai setiap saat.

(5) Persyaratan hidran, sumur gali atau reservoir


a. Hidran harus memenuhi syarat berikut :
a.1. Kapasitas masing-masing hidran minimum 1.000 liter/menit
a.2. Tekanan di mulut hidran minimum 2 kg/cm2
a.3. Jarak antar hidran maksimum 200 m.
b. Sumur gali atau reservoir kebakaran harus memenuhi ketentuan :
b.1. Air yang tersedia setiap saat sekurang-kurangnya 10.000 liter.
b.2. Sekeliling sumur gali atau reservoir diperkeras supaya mudah dicapai mobil
pemadam kebakaran.
Gambar II.2.

Jarak bangunan & dinding pembatas


pada bangunan penerus

Pasal 3
KLASIFIKASI BANGUNAN

(1) Dalam ketentuan ini, bangunan diklasifikasikan menurut tingkat ketahanan struktur
utamanya terhadap api.

(2) Klasifikasi tersebut dalam ayat (1) terdiri dari 4 (empat) kelas, yaitu kelas A, B, C, dan D.
a. Bangunan kelas A, adalah bangunan-bangunan yang komponen struktur utamanya
harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya 3 (tiga) jam, yaitu meliputi bangunan-
bangunan :
a.1. Hotel
a.2. Pertokoan dan Pasar-raya
a.3. Perkantoran
a.4. Rumah Sakit dan Perawatan
a.5. Bangunan Industri
a.6. Tempat Hiburan
a.7. Museum
a.8. Bangunan dengan penggunaan ganda/campuran.

b. Bangunan kelas B, adalah bangunan-bangunan yang komponen struktur utamanya


harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya 2 (dua) jam, yaitu meliputi bangunan-
bangunan :
b.1. Perumahan Bertingkat
b.2. Asrama
b.3. Sekolah
b.4. Tempat Ibadah.

c. Bangunan kelas C, adalah bangunan-bangunan yang komponen struktur utamanya


harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya (setengah) jam, meliputi bangunan
gedung yang tidak bertingkat dan sederhana.

d. Bangunan kelas D, yaitu bangunan-bangunan yang tidak tercakup ke dalam kelas A,


B, C tidak diatur di dalam ketentuan ini, tetapi diatur secara khusus, misalnya :
instalasi nuklir, bangunan-bangunan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan
bahan-bahan yang mudah meledak.

Pasal 4
PERSYARATAN BANGUNAN

(1) Untuk bangunan menerus, dinding batas antar bangunan harus menembus atap dengan
tinggi sekurang-kurangnya 0,5 m dari seluruh permukaan atap (Lihat gambar II.2).

(2) Bagi bangunan yang mempunyai bukaan, baik horizontal maupun vertikal, seperti
jendela, lubang eskalator dan lain-lain harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Lubang pintu bangunan perumahan dan gedung yang langsung menghadap keluar,
daun pintunya harus membuka ke luar.

b. Lubang jendela atau pintu bangunan yang langsung menghadap ke luar, sekurang-
kurangnya berjarak 90 cm satu dengan lainnya, kecuali jika dilindungi penjorokan
sekurang-kurangnya 50 cm yang terbuat dari struktur tahan terhadap api, minimum 2
(dua) jam.

c. Bagian atas dari setiap jendela atau pintu bangunan yang langsung menghadap ke
luar, harus dilindungi dengan penjorokan, sekurang-kurangnya 50 cm dari dinding
yang terbuat dari struktur tahan terhadap api, minimum 2 (dua) jam. (Lihat Gambar
II.3).
d. Untuk bangunan bertingkat, pada setiap lantai harus ada sekurang-kurangnya 1
(satu) bukaan vertikal pada dinding bagian luar, bertanda khusus yang menghadap
ke tempat yang mudah dicapai oleh Unit Pemadam Kebakaran. Bukaan tersebut
diperuntukkan bagi Unit Pemadam Kebakaran.

(3) Koridor harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :


a. Lebar minimum 1,80 m
b. Jarak setiap titik dalam koridor ke pintu kebakaran yang terdekat tidak boleh lebih dari
25 m.
c. Dilengkapi tanda-tanda penunjuk yang menunjukkan arah ke pintu kebakaran.

Gambar II.3.
Persyaratan bukaan

(4) Tangga kebakaran harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Dilengkapi dengan pintu tahan terhadap api, minimum 2 (dua) jam, dengan arah
pembukaan ke tangga kebakaran dan menutup secara otomatis. Pintu tersebut harus
dilengkapi dengan lampu dan tanda petunjuk.

b. Tangga kebakaran yang terletak di dalam bangunan, harus dipisahkan dengan ruang-
ruang lain memakai pintu tahan api dan bebas asap.

c. Jarak tangga kebakaran dari setiap titik dalam ruang efektif, tanpa ruang sirkulasi,
maksimum 25 m.

d. Ruang Sirkulasi harus berhubungan langsung dengan pintu kebakaran.

e. Lebar tangga kebakaran minimum 1,2 m dan tidak boleh menyempit ke arah bawah.

f. Tangga kebakaran harus dilengkapi pegangan (hand rail) yang kuat setinggi 1,10 m
dan penerangan darurat yang cukup, serta dilindungi agar tidak memungkinkan orang
jatuh.

g. Lebar minimum injakan anak tangga 28 cm dan tinggi maksimum anak tangga 20 cm.

h. Lebar bordes sekurang-kurangnya sama dengan lebar tangga.

I. Tangga kebakaran yang terletak di luar bangunan, berjarak sekurang-kurangnya 1 m


dari bukaan yang berhubungan dengan tangga kebakaran tersebut.

j. Tidak boleh berbentuk tangga puntir.

(5) Pintu kebakaran harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Lebar pintu kebakaran minimum 90 cm, membuka ke arah tangga kebakaran, dapat
menutup secara otomatis, dan dapat dibuka dengan kekuatan 10 kgf.

b. Jarak antar pintu kebakaran maksimum 25 m.


Untuk persyaratan-persyaratan di atas lihat gambar II.4.
Gambar II.4

BAB III
BAHAN BANGUNAN

Pasal 5
PENGERTIAN

(1) Yang dimaksud dengan Bahan Bangunan dalam ketentuan ini adalah semua macam
bahan yang dipakai pada atau untuk konstruksi bangunan gedung, baik sebagai bahan
lapis penutup bagian dalam bangunan, maupun sebagai bahan komponen struktur
bangunan.
Bahan bangunan dapat terdiri dari satu jenis bahan, atau merupakan gabungan dari
beberapa jenis bahan pembentuknya.
Bahan-bahan yang lepas dan mudah dipindahkan, seperti misalnya karpet, tirai, perabot
rumah tangga dan sebagainya yang merupakan isi bangunan, tidak termasuk dalam
pengertian ini.
Bahan bangunan dibagi dalam 5 (lima) tingkat mutu, yaitu :

- Tingkat I
- Tingkat II
- Tingkat III
- Tingkat IV
- Tingkat V.

(2) Bahan mutu Tingkat I (non-combustible) adalah bahan yang memenuhi persyaratan
pengujian sifat bakar (non-combustibility test) serta memenuhi pula pengujian sifat
penjalaran api pada permukaan (surface test).

Bahan mutu Tingkat II (semi non-combustible) adalah bahan yang sekurang-kurangnya


memenuhi persyaratan pada pengujian penjalaran api permukaan untuk tingkat bahan,
sukar terbakar, serta memenuhi pengujian permukaan tambahan.
Bahan mutu Tingkat III (fire-retardant) adalah bahan yang sekurang-kurangnya
memenuhi persyaratan pada pengujian penjalaran api permukaan, untuk tingkat bahan
yang bersifat menghambat api.

Bahan mutu Tingkat IV (semi fire retardant) adalah bahan yang sekurang-kurangnya
memenuhi syarat pada pengujian penjalaran api permukaan untuk tingkat agak
menghambat api.

Bahan mutu Tingkat V (combustible) adalah bahan yang tidak memenuhi, baik
persyaratan uji sifat bakar maupun persyaratan sifat penjalaran api permukaan.

(3) Bahan bangunan yang dimaksudkan dalam pasal 5, ayat (1), dicantumkan dalam Tabel
III.1.
TABEL III.1

TINGKAT MUTU BAHAN BANGUNAN TERHADAP API

MUTU Tingkat I MUTU Tingkat I I MUTU Tingkat III MUTU Tingkat IV MUTU Tingkat V

- Beton - Papan wool - Kayu lapis - Papan - Setiap


- Bata kayu semen yang dilin- polyester bambu
- Batako (Exceisior dungi bertulang - Sirap kayu
- Asbes board) bukan lilin
- Alumunium atau kayu
- Kaca - Papan Se- - Papan yang Polyvinil de- jati
- Besi men pulp mengandung ngan tulangan - Rumbia
- Baja lebih dari - Anyaman
- Adukan - Serat kaca 5290 glass Bambu
semen semen Fibre - Bahan atap
- Adukan aspal ber-
gips - Plasterboard - Papan parti- lapiskan
- Asbes kel yang mineral
semen - Pelat baja dilindungi - Kayu kamper
- Ubin lapis PVC - Kayu Meranti
keramik - Papan wool - Kayu Teren-
- Ubin semen kayu tang
- Ubin marmer - Kayu lapis
- Lembaran 14 mm
seng 17 mm
- Panel kal- - Soft board
sium Silikat - Hardboard
- Rock wool - Papan Par-
- Glass wool tikel.
- Genteng
keramik
- Wired glass
- Lembaran
baja lapis
seng.

(4) Bahan lapis penutup adalah bahan bangunan yang dipakai sebagai lapisan penutup
bagian dalam bangunan (interior finishing materials).

(5) Bahan komponen struktur bangunan adalah bahan bangunan yang dipakai sebagai
bahan pembentuk komponen struktur bangunan, seperti kolom, balok, dinding , lantai,
atap dan sebagainya.

Pasal 6
PERSYARATAN BAHAN LAPIS PENUTUP

(1) Bahan bangunan yang cepat terbakar dan/atau yang mudah menjalarkan api melalui
permukaannya, tanpa perlindungan khusus, tidak boleh dipakai pada tempat-tempat
penyelamatan kebakaran, maupun di bagian lainnya dalam bangunan di mana terdapat
sumber api.

(2) Sesuai dengan Klasifikasi Bangunan yang ditentukan dalam Bab II Pasal 3, bahan lapis
penutup harus memenuhi syarat minimum yang disebutkan dalam Tabel III.2.
Tabel III.2

Tingkat Mutu Bahan Lapis Penutup

Kelas bangunan
(Ketahanan ter- Bahan Lapis Penutup untuk :
hadap api) Ruang efektif, Ruang sirkulasi, Tangga kebakaran
kamar, dsb. koridor, dsb pintu kebakaran,
dsb.

Kelas A (3 jam) Bahan mutu Tingkat I

Kelas B (2 jam) Bahan Mutu Bahan Mutu Bahan Mutu


Tingkat II Tingkat II Tingkat I
Kelas C ( jam) Bahan Mutu Bahan Mutu Bahan Mutu
Tingkat II Tingkat III Tingkat II
Kelas D Diatur tersendiri

(3) Daftar bahan-bahan dengan tingkat mutu seperti tersebut dalam Tabel III.2 diberikan
dalam Tabel III.1.
Bahan bangunan yang tidak tercantum dalam Tabel III.1. dapat dipakai setelah
dibuktikan oleh hasil pengujian dari instansi yang berwenang.

Pasal 7
PERSYARATAN BAHAN UNTUK KOMPONEN STRUKTUR BANGUNAN

(1) Berdasarkan klasifikasi bangunan yang disebutkan dalam Bab II, pasal 3, bahan
bangunan yang dipakai untuk komponen struktur bangunan harus memenuhi syarat
minimum seperti dicantumkan dalam Tabel III.3 di bawah ini.

Tabel III.3

Persyaratan Bahan untuk Komponen Struktur Bangunan

Kelas bangun- Dinding luar


an (Ketahanan Kolom dan Atap dan bukaan Lantai dan
terhadap api) Balok pada dinding Tangga
luar

Kelas A Mutu Mutu Mutu Mutu


(3 jam) Tingkat I Tingkat I Tingkat I Tingkat I

Kelas B Mutu Mutu Mutu Mutu


(2 jam) Tingkat I Tingkat I Tingkat I Tingkat II

Kelas C Mutu Mutu Mutu Mutu


( jam) Tingkat II Tingkat II Tingkat II Tingkat II

Kelas D Diatur tersendiri

(2) Daftar bahan-bahan dengan tingkat mutu seperti tersebut dalam Tabel III.3 diberikan
dalam Tabel III.1. Bahan-bahan lainnya yang tidak tercantum dalam Tabel III.1 dapat
dipakai setelah dibuktikan oleh hasil pengujian dari instansi yang berwenang.

(3) Pengujian dan penilaian mutu bahan serta petunjuk teknis pemakaiannya, baik untuk
bahan lapis penutup maupun untuk komponen struktur bangunan, harus mengikuti
ketentuan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
BAB IV
STRUKTUR BANGUNAN
Pasal 8
PENGERTIAN

(1) Ketahanan terhadap api adalah sifat dari komponen struktur untuk tetap bertahan
terhadap api tanpa kehilangan fungsinya sebagai komponen struktur, dalam satuan
waktu yang dinyatakan dalam jam.

(2) Komponen struktur adalah bagian-bagian bangunan gedung baik yang memikul beban
maupun yang bukan, misalnya dinding, kolom, balok, dinding partisi, atap dan lantai.

(3) Komponen struktur utama adalah bagian-bagian bangunan gedung yang memikul beban
dan meneruskan beban tersebut ke pondasi misalnya dinding, kolom, balok dan lantai.

Pasal 9
PERENCANAAN STRUKTUR BANGUNAN

(1) Semua struktur bangunan gedung yang direncanakan tahan api harus memenuhi
ketentuan-ketentuan dan cara-cara yang tercantum dalam Bab IV ini.

(2) Cara-cara peningkatan ketahanan komponen struktur terhadap api yang tidak tercantum
pada ketentuan Bab IV ini diperbolehkan, asal dapat memenuhi persyaratan melalui
pengujian dari instansi yang berwenang.

Pasal 10
PERSYARATAN KETAHANAN TERHADAP API

Persyaratan umum ketahanan terhadap api bagi komponen struktur bangunan tinggi
dicantumkan dalam Tabel IV.1 berikut ini.

Pasal 11
KOMPONEN STRUKTUR BETON BERTULANG

(1) Lantai beton bertulang


Ketahanan api untuk lantai beton bertulang dicantumkan dalam Tabel IV.2 berikut :

Tabel IV.2.
Ketahanan api untuk lantai Beton Bertulang

Tebal tolal minimum lantai dalam cm.


untuk ketahanan api selama :
Jenis Lantai

3 jam 2 jam jam

Lantai monolit, lantai 15,0 12,5 9,0


pracetak berbentuk U
dan T

Lantai balok berongga, 12,5 9,0 9,0


lantai pracetak
berbentuk kotak atau l.

Keterangan :
Untuk semua jenis lantai, harus terdapat penutup beton pada tulangan pokok
minimum setebal 2,5 cm. untuk ketahanan api 3 jam dan minimum 1,5 cm untuk
ketahanan api yang kurang dari 3 jam.
(2) Balok beton bertulang
Ketahanan api untuk balok beton bertulang dicantumkan dalam Tabel berikut
Tabel IV.3.
Ketahanan api untuk Balok Beton Bertulang

Tebal minimum penutup beton dalam cm.


untuk ketahanan api selama :
Uraian

3 jam 2 jam jam

Tanpa lapisan 5,0 5,0 2,5


pelindung
tambahan

(3) Dinding Beton Bertulang


Ketahanan api untuk dinding beton bertulang dicantumkan dalam Tabel berikut ini :
Tabel IV.4.
Ketahanan api untuk Dinding Beton Bertulang

Tebal minimum dinding dalam cm,


Uraian untuk ketahanan api selama :

3 jam 2 jam jam

Tanpa pelindung tambahan 17,5 10,0 7,5

Plesteran semen atau gips 17,5 10,0 6,5


setebal minimum 1,20 cm.
pada kedua permukaan

Keterangan :

Untuk semua dinding harus terdapat penutup beton pada tulangan pokok setebal 2,5
cm.

(4) Kolom beton bertulang


Ketahanan api untuk kolom beton bertulang dicantumkan dalam Tabel IV.5 berikut ini :

Tabel IV.5
Ketahanan api untuk Kolom Beton Bertulang

Ketahanan api selama :


Uraian

3 Jam 2 Jam jam

Tebal minimum kolom 40,0 30,0 15,0


dalam cm

Penutup beton minimum 6,5 5,0 4,0


pada tulangan dalam cm
Pasal 12

KOMPONEN STRUKTUR BETON PRATEKAN

(1) Lantai Beton Pratekan

Ketahanan api untuk lantai beton pratekan dicantumkan dalam Tabel IV.6 berikut ini :

Tabel IV.6
Ketahanan api untuk Lantai Beton Pratekan

Ketahanan api selama :

Uraian

3 Jam 2 Jam jam

Tebal minimum penutup beton pada 5,0 4,0 1,5


tulangan pratekan dalam cm

Tebal minimum lantai dalam cm 15,0 12,5 9,0

(2) Balok Beton Pratekan


Ketahanan api untuk balok beton pratekan dicantumkan dalam Tabel IV.7 berikut ini :

Tabel IV.7
Ketahanan api untuk Balok Beton Pratekan

Ketahanan api selama :


UraIan

3 Jam 2 Jam jam

Tebal minimum penutup beton 8,5 6,5 2,5


pada tulangan pratekan dalam cm

Lebar minimum balok dalam cm 24,0 18,0 8,0

Pasal 13
KOMPONEN STRUKTUR BAJA

Untuk memperpanjang ketahanan api, permukaan struktur baja harus diberi lapisan beton
bertulang seperti dicantumkan dalam Tebel IV.8 dan IV.9 berikut ini :
Tabel IV.8
Ketahanan api untuk Balok Baja
Lapisan beton bertulang Tebal minimum lapisan beton bertulang
dengan campuran minimum dalam cm, untuk ketahanan api selama :
*) 1 PC : 2 Psr : 3 kerikil

3 jam 2 jam jam

Lapisan beton bertulang 6,3 2,5 2,5


tidak memikul beban

Lapisan beton bertulang 7,5 5,0 5,0


memikul beban

Keterangan :

Jarak tulangan beton kesemua arah maksimum 15 cm.


Tabel IV.9.
Ketahanan api untuk Kolom Baja

Lapisan beton bertulang Tebal minimum lapisan beton bertulang


dengan campuran minimum dalam cm, untuk ketahanan api selama :
*) 1 PC : 2 Psr : 3 Kerikil

3 Jam 2 jam jam

Lapisan beton bertulang 5,0 2,5 2,5


tidak memikul beban

Lapisan beton bertulang 7,5 5,0 5,0


memikul beban

Keterangan :
Jarak tulangan beton kesemua arah maksimum 15 cm.
*) Pemakaian semen tidak boleh kurang dari campuran tersebut di atas.

Pasal 14
KOMPONEN STRUKTUR BATA MERAH
Ketahanan api untuk komponen struktur bata merah dengan tebal 11 cm, dan menggunakan
adukan 1 semen : 3 pasir, adalah 2 jam.

Pasal 15
KOMPONEN STRUKTUR BATAKO DAN BATA BETON
(CONCRETE BLOCK)
Ketahanan api untuk komponen struktur Batako dan Bata Beton (Concrete Block) dengan
tebal 10 cm, dan menggunakan adukan 1 semen : 3 pasir, adalah 2 jam.

Pasal 16
KOMPONEN STRUKTUR KAYU
Ketahanan api untuk komponen dinding kayu dengan lapisan papan asbestos semen setebal
minimum 12 mm, pada tiap bidang permukaannya adalah jam.

Ketahanan api untuk komponen lantai kayu dengan langit-langit dari papan asbestos semen
setebal minimum 12 mm adalah jam.

BAB V
UTILITAS
Pasal 17
PENGERTIAN
(1) Utilitas adalah perlengkapan dalam bangunan gedung yang digunakan untuk menunjang
tercapainya unsur-unsur kenyamanan, kesehatan, keselamatan, komunikasi dan
mobilitas dalam bangunan tersebut.
Utilitas bangunan pada umumnya terdiri dari :

a. Instalasi Listrik dan penangkal petir


b. Instalasi Tata Udara (A/C dan ventilasi)
c. Instalasi Plambing (Plumbing)
d. Instalasi Lift (Lift) dan Eskalator (Escalator)
e. Instalasi Komunikasi
f. Instalsi Proteksi Kebakaran.

(2) Utilitas dalam ketentuan ini diartikan segala perlengkapan yang dipersiapkan untuk
mencegah dan menanggulangi kebakaran pada bangunan gedung, yang meliputi :

a. Alarm kebakaran
b. Alat pemadam api ringan (PAR)
c. Hidran kebakaran
d. Sprinkler
e. Pipa peningkatan air (riser)
f. Sumber daya listrik darurat
g. Penangkal petir
h. Peralatan lainnya yang merupakan bagian dari utilitas bangunan.

(3) a. Yang dimaksud dengan alarm kebakaran adalah suatu alat pengindera dan alarm
yang dipasang pada bangunan gedung, yang dapat memberikan peringatan atau
tanda pada saat awal terjadinya suatu kebakaran.

b. Alat Pemadam Api Ringan (PAR) adalah alat pemadam api yang mudah dilayani oleh
satu orang, digunakan untuk memadamkan api pada awal terjadinya kebakaran.

c. Hidran kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran dengan menggunakan


air bertekanan.

d. Sprinkler otomatis dalam ketentuan ini adalah suatu sistim pemancar air yang bekerja
secara otomatis bilamana suhu ruangan mencapai suhu tertentu yang menyebabkan
pecahnya tabung/tutup kepala sprinkler sehingga air memancar ke luar. Deflektor
yang terdapat pada kepala sprinkler menimbulkan distribusi pancaran merata
kesemua arah.

e. Yang dimaksud dengan pipa peningkatan air (riser) adalah pipa vertikal yang
berfungsi mengalirkan air ke jaringan pipa antara di tiap lantai dan mengalirkan air ke
pipa-pipa cabang dalam bangunan. Pipa peningkatan air dibedakan atas pipa
peningkatan air kering (dry riser) yang kosong dan pipa peningkatan air basah (wet
riser) yang senantiasa berisi air.
Pipa peningkatan air kering adalah pipa air yang umumnya kosong, dipasang dalam
gedung atau di dalam areal gedung dengan pintu air masuk (inlet) letaknya
menghadap ke jalan untuk memudahkan pemasukan air dari Dinas Kebakaran guna
mengalirkan air ke pipa-pipa cabang yang digunakan untuk mengisi hidran di lantai-
lantai bangunan.

Pipa peningkatan air basah adalah pipa air yang secara tetap berisi air dan mendapat
aliran tetap dari sumber air, dipasang dalam gedung atau di dalam areal bangunan,
yang digunakan untuk mengalirkan air ke pipa-pipa cabang yang digunakan untuk
mengisi hidran di lantai-lantai bangunan.

f. Sumber daya listrik darurat adalah suatu sumber pembangkit listrik, yang digunakan
untuk mengoperasikan peralatan dan perlengkapan yang ada pada bangunan, pada
waktu terjadi kebakaran.

Pasal 18
ALARM KEBAKARAN

(1) Pembagian alarm kebakaran didasarkan kepada kepekaannya terhadap :

a. Panas

b. Asap

c. Nyala api.

(2) Peralatan alarm kebakaran

Peralatan alarm kebakaran sekurang-kurangnya harus mempunyai:

a. Lonceng/sirene dengan sumber tenaga batere

b. Alat pengindera

c. Panel indikator yang dilengkapi dengan :


c.1. Fasilitas kelompok alarm

c.2. Sakelar penghubung/pemutus arus

c.3. Fasilitas pengujian batere dengan voltmeter dan amperemeter.

d. Peralatan bantu lainnya.

(3) Persyaratan Penempatan dan Pemasangan alarm kebakaran


a. Harus ditempatkan pada tempat-tempat sebagai berikut :

a.1. Ruangan tersembunyi seperti misalnya ruangan antara langit-langit dan atap,
dengan jarak melebihi 80 cm diukur dari permukaan atap terbawah ke
permukaan langit-langit teratas, dan ruangan tersembunyi lainnya dimana
terdapat peralatan listrik yang dihubungkan dengan hantaran utama tanpa
dilindungi dengan bahan dengan mutu tingkat I.

a.2. Setiap perlengkapan listrik, papan sakelar atau sejenisnya yang memiliki luas
permukaan 1,5 m2 dan ditempatkan dalam lemari.

a.3. Setiap lemari dalam tembok yang memiliki tinggi mencapai langit-langit atau
yang volumenya minimum 7,3 m3.

a.4. Karena llif atau pada ruangan penarik vertikal dengan luas lebih dari 0,1 m2
dan kurang dari 9 m2.

a.5. Setiap daerah diantara dua lantai yang memiliki lubang luas lebih dari 9 m2
pada setiap tingkat dipasang satu buah yaitu pada langit-langitnya dengan
jarak 1,5 m dari lubang.

a.6. Ruangan Tangga dalam bangunan yang kedap api dan asap dipasang pada
langit-langit atas.
Untuk yang tidak kedap, dipasang pada setiap langit-langit tangga.

a.7. Daerah yang dilindungi dengan jarak 1,5 m dari pintu tahan api.

a.8. Pada setiap lantai gedung di mana secara khusus dipasang saluran
pembuangan udara.

a.9. Bagian dari langit-langit yang berbentuk kisi-kisi yang salah satu sisi dari kisi-
kisi tersebut berukuran lebih dari 2 m dan luasnya 7,5 m2

a.10. Pada setiap 12 m sepanjang dinding luar, terbuat dari baja yang digalvanis
atau yang terbuat dari kayu bila :

- Bangunan berada pada jarak 9 m dari bangunan lain yang dibuat dari
bahan yang sama, dan tak dilengkapi dengan alarm kebakaran.

- Bangunan yang berada pada jarak 9 m dari gudang tempat penimbunan


bahan yang mudah terbakar.

b. Pemasangan alarm kebakaran

b.1. Untuk jenis bangunan tertentu yang termasuk dalam kelas Bangunan A dan B
harus dipasang alarm kebakaran dengan ketentuan seperti pada Tabel V.I.

b.2. Dipasang sedemikian rupa, sehingga secara normal tidak terganggu oleh
pengaruh lain yang dapat menimbulkan operasi palsu.

b.3. Dilengkapi dengan indikator sehingga bila ada gangguan pada sistem tersebut
akan cepat diketahui.
b.4. Bila dalam satu sistem alarm kebakaran, dipasang lebih dari satu jenis alarm,
tegangannya harus sama.
b.5. Sistem alarm kebakaran harus mempunyai gambaran instalasi secara lengkap
dan mencantumkan letak dari perlengkapan tersebut, serta ditempatkan di
pusat kontrol.
b.6. Sumber tenaga listrik untuk sistem ini harus mempunyai tegangan 6 volt atau
12 volt DC (arus searah).
b.7. Pemasangan harus terpisah dari pemasangan instalasi tenaga dan instalasi
penerangan.

Tabel V.1
PERSYARATAN PEMASANGAN ALARM KEBAKARAN
MENURUT JENIS, JUMLAH LANTAI, DAN LUAS LANTAI

JUMLAH
KLASIFIKASI JENIS JUMLAH LUAS TIPE
BANGUNAN BANGUNAN LANTAI MINIMUM ALARM
TIAP
LANTAI (M2)

A HOTEL 1 185 manual


2-4 t.a.b. otomatis
>4 t.a.b. otomatis

PERTOKOAN 1 185 manual


& PASAR 2-4 t.a.b. otomatis
>4 t.a.b. otomatis

PERKANTORA 1 185 manual


N 2-4 t.a.b. otomatis
>4 t.a.b. otomatis

RUMAH SAKIT 1 t.a.b. manual


DAN 2-4 t.a.b. otomatis
PERAWATAN >4 t.a.b. otomatis

BANGUNAN 2 -4 t.a.b manual


INDUSTRI >4 t.a.b. otomatis
otomatis

TEMPAT 1 t.a.b manual


HIBURAN, 2-4 t.a.b otomatis
MUSEUM >4 t.a.b. otomatis

B. PERUMAHAN - t.d. t.d.


BERTINGKAT 2-4 375 manual
>4 otomatis

ASRAMA 1 t.d. t.d


2-4 t.a.b. manual
>4 t.a.b otomatis

SEKOLAH 1 t.d. t.d.


2-4 375 manual
>4 t.a.b. otomatis

TEMPAT 1 t.d. t.d.


IBADAH 2-4 375 manual
>4 t.a.b. ootomatis

t.d. = tidak dipersyaratkan


t.a.b. = tidak ada batasan luas.
c. Pemasangan alat pengindera

c.1. Pemasangan alat pengindera panas harus mengikuti persyaratan sebagai


berikut :

c.1.1. Untuk sistem yang menggunakan alat pengindera panas, elemen peka
panasnya harus dipasang pada posisi antara 15 mm hingga 100 mm di
bawah permukaan langit-langit.

c.1.2. Pada satu kelompok sistem ini, tidak boleh dipasang lebih dari 40 buah.

c.1.3. Untuk setiap ruangan dengan luas 46 m2 dengan tinggi langit-langit 3


m, dipasang satu buah alat pengindera panas.

c.1.4. Jarak antar alat pengindera tidak lebih dari 7 mm untuk ruang efektif,
sedangkan untuk ruang sirkulasi tidak lebih dari 10 m.

c.1.5. Jarak alat pengindera dengan dinding pembatas paling jauh 3 m pada
ruang efektif dan 6 m pada ruang sirkulasi.

c.1.6. Jarak alat pengindera panas dengan dinding, minimum 30 cm.

c.1.7. Pada tiap ketinggian yang berbeda, dipasang satu buah alat pengindera
panas untuk setiap luas lantai 92 m2.

c.1.8. Di puncak lekukan atap pada ruangan tersembunyi, dipasang sebuah


alat pengindera panas untuk setiap jarak memanjang 9 m.

c.2. Pemasangan alat pengindera asap harus mengikuti persyaratan sebagai


berikut :

c.2.1. Pada setiap luas lantai 92 m2 harus dipasang sebuah alat pengindera
asap.
c.2.2. Jarak antar alat pengindera asap maksimum 12 m di dalam ruangan
efektif, dan 18 m di dalam ruang sirkulasi.

c.2.3. Jarak titik alat pengindera yang terdekat ke dinding atau dinding
pemisah, 6 m, dalam ruang efektif, dan 12 m, dalam ruang sirkulasi.

c.2.4. Setiap kelompok sistem harus dibatasi maksimum 20 buah alat


pengindera asap yang dapat melindungi ruangan 2000 m2 luas lantai.

c.3. Pemasangan alat pengindera nyala api mengikuti persyaratan sebagai berikut :

c.3.1. Untuk setiap kelompok sistem harus dibatasi maksimum 20 buah alat
pengindera nyala api yang dapat melindungi ruangan.

c.3.2. Untuk yang dipasang di luar ruangan (udara terbuka), maka alat
pengindera harus terbuat dari bahan yang tahan karat, tahan pengaruh
angin dan getaran.

c.3.3. Untuk pemasangan pada daerah yang sering mengalami sambaran


petir, harus dilindungi sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan
alarm palsu.

Pasal 19
ALAT PEMADAM API RINGAN ( PAR )

(1) Alat pemadam api ringan ( PAR ) dibagi dalam jenis-jenis didasarkan atas golongan
kebakaran tertentu yang dapat dipadamkannya.
Contoh : PAR Jenis A digunakan untuk pemadaman kebakaran golongan A.
Lihat Tabel V.3.
(2) Penggolongan kebakaran ke dalam golongan A, B, C, dan D didasarkan atas macam
bahan yang mula-mula terbakar pada saat awal terjadinya kebakaran.

- Kebakaran golongan A adalah kebakaran bahan padat kecuali logam

- Kebakaran golongan B adalah kebakaran bahan cair atau gas

- Kebakaran golongan C adalah kebakaran instalasi listrik bertegangan

- Kebakaran golongan D adalah kebakaran logam.

(3) Persyaratan Teknis PAR

Untuk semua jenis PAR yang biasanya dikemas dalam bentuk tabung harus memenuhi
syarat :

a. Tabung harus dalam keadaan baik

b. Etiket harus mudah dibaca dengan jelas dan dimengerti

c. Sebelum dipakai segel harus dalam keadaan baik

d. Slang harus tahan tekanan tinggi

e. Bahan baku pemadam selalu dalam keadaan baik

f. Isi tabung gas sesuai dengan tekanan yang dipergunakan

g. Belum lewat batas masa berlakunya

h. Warna tabung harus mudah dilihat (hijau, merah, biru, kuning)

(4) Pemasangan dan penempatan

Untuk pemasangan dan penempatan PAR harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Setiap PAR harus dipasang pada posisi yang mudah dilihat, dicapai, diambil, serta
dilengkapi dengan pemberian tanda pemasangan sesuai dengan gambar V.2 dan
V.3.

b. Pemasangan PAR harus sesuai dengan jenis dan penggolongan kebakaran.

c. Setiap PAR harus dipasang menggantung pada dinding dengan penguatan sengkang
atau dalam lemari kaca, dan dapat dipergunakan dengan mudah pada saat
diperlukan.

d. Pemasangan PAR dilakukan sedemikian rupa sehingga bagian paling atas berada
pada ketinggian 1,2 m dari permukaan lantai, terkecuali untuk jenis CO2 dan bubuk
kimia kering yang penempatannya minimum 15 cm dari permukaan lantai.

e. PAR tidak boleh dipasang di dalam ruangan yang mempunyai suhu lebih dari 49 C
dan di bawah 4 C.

f. Penempatan PAR juga didasarkan kepada kemampuan jangkuan serta jenis


bangunan sesuai dengan Tabel V.2.

(5) Pemakaian
Pemakaian PAR harus disesuaikan dengan jenis PAR dan golongan kebakaran sesuai
dengan Tabel V.3.

KOLOM KOTAK KOLOM BULAT


Gambar V.1
Tanda tempat pemasangan alat pemadam api ringan yang dipasang pada kolom

Catatan :
1. Tanda tempat pemasangan diberi warna merah
2. Lebar ban pada kolom 20 cm

Tabel V.2
Penempatan PAR

Berat luas Jarak


Jenis Banguna Minimum Jangkauan Maksimum

Industri 2 kg 150 m2 15 m
Umum 2 kg 100 m2 20 m
Perumahan 2 kg 250 m2 25 m
Campuran 2 kg 100 m2 20 m
Parkir 2 kg 135 m2 25 m
Bangunan Tinggi 2 kg 100 m2 20 m
Lebih dari 14 m

35 CM
3 Cm
ALAT PEMADAM API

7,5 Cm
Gambar V.2.

Tanda tempat pemasangan alat pemadam api ringan yang dipasang pada dinding.

Catatan :
1. Segi tiga sama sisi dengan warna dasar merah
2. Ukuran sisi 35 cm
3. Tinggi tanda pada 7,50 cm, warna putih.
4. Ruang tulisan, tinggi 3 cm warna putih
5. Tulisan warna merah.
Pasal 20
HIDRAN KEBAKARAN

(1) Berdasarkan lokasi penempatan jenis hidran kebakaran dibagi menjadi :

a. Hidran gedung
b. Hidran halaman.

(2) Komponen Hidran Kebakaran terdiri dari :

a. Sumber persediaan air


b. Pompa-pompa kebakaran
c. Slang kebakaran
d. Kopling penyambung
e. Perlengkapan lain-lain.

(3) Persyaratan Teknis

Untuk hIdran kebakaran diperlukan persyaratan-persyaratan teknis sesuai dengan


ketentuan-ketentuan yang tersebut dibawah ini :

a. Sumber persediaan air untuk hidran kebakaran harus diperhitungkan minimum untuk
pemakaian selama 30 menit.
b. Pompa kebakaran dan peralatan listrik lainnya harus mempunyai aliran listrik
tersendiri dari sumber daya listrik darurat.

c. Slang kebakaran dengan diameter maksimum 1 inci harus terbuat dari bahan yang
tahan panas, panjang maksimum slang harus 30 m.

d. Harus disediakan kopling penyambung yang sama dengan kopling dari Unit
Pemadam Kebakaran.

e. Semua peralatan hidran kebakaran harus di cat merah.

(4) Pemasangan Hidran Kebakaran

a. Pipa pemancar harus sudah terpasang pada slang kebakaran

b. Hidran gedung yang menggunakan pipa tegak 6 inci (15 cm) harus dilengkapi
dengan kopling pengeluaran yang berdiameter 2,5 inci ( 6,25 cm ), dengan bentuk
dan ukuran yang sama dengan kopling dari unit pemadam kebakaran, dan
ditempatkan pada tempat yang mudah dicapai oleh unit pemadam kebakaran.

c. Hidran halaman, harus disambung dengan pipa induk dengan ukuran diameternya
minimum 6 inci ( 15 cm ) mampu mengalirkan air 250 gallon/menit atau 1.125
liter/menit untuk setiap kopling.
Penempatan hidran halaman tersebut harus mudah dicapai oleh mobil unit
kebakaran.

d. Hidran halaman yang mempunyai 2 kopling pengeluaran harus menggunakan katup


pembuka yang diameter minimum 4 inci ( 10 cm ), dan yang mempunyai 3 kopling
pengeluaran harus menggunakan pembuka berdiameter 6 inci ( 15 cm ).

e. Kotak hidran gedung harus mudah dibuka, dilihat, dijangkau dan tidak terhalang oleh
benda lain.

(5) Pemakaian Hidran Kebakaran

a. Pemakaian hidran kebakaran harus disesuaikan dengan klasifikasi bangunan gedung


seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel V.4.
Pemakaian hidran berdasarkan klasifikasi bangunan

Klasifikasi RUANG TERTUTUP RUANG TERTUTUP DENGAN


Bangunan RUANG TERPISAH
Jumlah Per Luas Jumlah Minimum Luas
Lantai Pertotal Lantai

A 1 buah Per 800 M2 2 buah Per 800 M2

B 1 buah Per 1000 M2 2 buah Per 800 M2

C 1 buah Per 1000 M2 2 buah Per 1000 M2

D Ditentukan tersendiri Ditentukan tersendiri

b. Untuk bangunan kelas A yang bertingkat, setiap lantai harus mempunyai minimum
sebuah hidran kebakaran.

Pasal 21
SPRI NKLER

(1) Sistem Sprinkler terdiri dari :

a. Penyediaan air

b. Jaringan pipa air sprinkler

c. Kepala sprinkler

d. Alat bantu lainnya.

(2) Sistem penyediaan air

Penyediaan air sprinkler dapat diusahakan melalui :


a. Tangki Gravitasi

Tangki tersebut harus direncanakan dengan baik yaitu dengan mengatur perletakan,
ketinggian, kapasitas penampungannya sehingga dapat menghasilkan aliran dan
tekanan air yang cukup pada setiap kepala sprinkler.

b. Tangki Bertekanan

Tangki tersebut harus direncanakan dengan baik yaitu dengan memberikan alat
deteksi yang dapat memberikan tanda apabila tekanan dan atau tinggi muka air
dalam tangki turun melampaui batas yang ditentukan.
Isi tangi harus selalu terisi minimum 2/3 bagian dan kemudian diberi tekanan
sekurang-kurangnya 5 kg/cm2.

c. Jaringan Air Bersih

Jaringan air bersih dapat digunakan apabila kapasitas dan tekanannya memenuhi
syarat yang ditentukan. Diameter pipa air bersih yang dihubungkan dengan pipa
tegak sprinkler harus berdiameter sama, dengan ukuran minimum 100 mm. Pipa
yang menuju kejaringan air bersih harus sama dengan pipa sprinkler atau dengan
ukuran pipa minimum 100 mm.

d. Tangki Mobil Kebakaran

Bila tangki gravitasi, tangki bertekanan dan jaringan air bersih tidak berfungsi
dengan normal, dapat dipompakan air dari tangki mobil Unit Pemadam Kebakaran
dengan ukuran pipa minimum 100 mm.
(3) Jaringan pipa sprinkler

Jenis pipa yang dapat digunakan adalah :

a. Pipa baja

b. Pipa baja galvanis

c. Pipa besi tuang dengan flens

d. Pipa tembaga

Pipa-pipa tersebut harus memenuhi Standar Industri Indonesia (SII)

(4) Kepala Sprinkler

Kepala sprinkler adalah bagian dari sprinkler yang berada pada ujung jaringan pipa dan
diletakkan sedemikian rupa sehingga akibat adanya perubahan suhu tertentu akan
memecahkan kepala sprinkler tersebut dan akan memancarkan air secara otomatis.

5) Jenis kepala sprinkler

Jenis kepala sprinkler dibedakan atas arah pancarannya dan tingkat kepekaannya
terhadap suhu.

a. Berdasarkan arah pancarannya, kepala sprinkler dibedakan atas :

a.1. Pancaran kearah atas


a.2. Pancaran kearah bawah
a.3. Pancaran dari arah dinding.

b. Berdasarkan kepakaannya terhadap suhu, kepala sprinkler dapat dibedakan atas :

b.1. Kepala sprinkler dengan segel berwarna


b.2. Kepala sprinkler dengan tabung gelas berisi cairan berwarna.

Tingkat kepekaan kepala sprinkler tersebut ditandai dengan pemberian warna tertentu
baik pada segel maupun pada cairan yang terdapat di dalam tabung gelas. (lihat Tabel
V.5 dan V.6.).

Tabel V.5
Kepekaan kepala sprinkler sesuai dengan warna segel

Suhu lebur segel ( C ) Warna segel

64 - 74 Tak berwarna
93 - 100 Putih
141 Biru
182 Kuning
224 Merah

Dibedakan dari warna tabung gelas dari kepala sprinkler.


(6) Pemilihan jenis kepala sprinkler

Pemilihan jenis kepala sprinkler yang digunakan harus disesuaikan dengan kondisi
termal ruangan dimana sprinkler dipasang.
(Lihat Tabel V.5 dan V.6).

Tabel V.6
Kepekaan kepala sprinkler sesuai dengan warna tabung gelas

Suhu pecah tabung gelas ( C) Warna cairan dalam gelas

57 Jingga
68 Merah
79 Kuning
93 Hijau
141 Biru
182 Ungu
204 - 260 Hitam

(7) Pemakaian

a. Untuk bangunan kelas A mulai dari lantai 4 (empat) ke atas atau ketinggian 14 m
pertama harus memakai sprinkler.

b. Untuk bangunan kelas B mulai dari lantai 8 (delapan) ke atas atau ketinggian 40 m
ke atas harus memakai sprinkler.

c. Dalam hal unit Pemadam Kebakaran setempat belum memiliki tangga pemadaman
setinggi 40 m, maka ketentuan mulai dipakainya instalasi sprinkler harus disesuaikan
dengan tinggi tangga maksimum unit pemadam kebakaran yang dimiliki daerah
tersebut.

(8) Pedoman teknis pelaksanaan pemasangan dan penempatan sprinkler otomatis harus
mengikuti Pedoman Penanggulangan Bahaya Kebakaran dengan Sprinkler Otomatis
yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum.

Pasal 22
PIPA PENINGKATAN AIR

(1) Untuk bangunan Klas A mulai dengan ketinggian 14 m (empat lantai) ke atas dan
bangunan Klas B mulai dengan ketinggian mulai 40 m (delapan lantai) ke atas, harus
diperhitungkan kemungkinan dipasangnya instalasi pipa peningkatan air.

(2) Pipa peningkatan air kering hanya boleh dipasang pada bangunan gedung dengan
ketinggian maksimum 60 m, dan di atas ketinggian 60 m harus menggunakan pipa
peningkatan air basah.

(3) Pemasangan pipa peningkatan air harus memenuhi ketentuan teknis sebagai berikut :

a. Untuk setiap lantai dengan luas 800 m2 untuk bangunan Klas A dan 1000 m2 untuk
bangunan Klas B, harus terdapat minimum 1 (satu) buah pipa peningkatan air.

b. Pipa peningkatan air harus dipasang sedemikian hingga jarak dari tiap bagian ditiap
bagian di tiap lantai ke pipa peningkatan air tidak melebihi 38 m.

c. Ujung pipa tegak yang berada di halaman luar, harus mudah dilihat dan dicapai,
dengan memberi tanda yang jelas misalnya PIPA PENINGKATAN AIR KERING
(DRY RISER) atau PIPA PENINGKATAN AIR BASAH (WET RISER).
d. Ketinggian ujung bawah pipa peningkatan air atau ujung pipa peningkatan air yang
berada di halaman, lebih kurang 1,25 m di atas halaman dan harus dilengkapi
dengan kopling penyambung yang sesuai dengan kopling dari Unit Pemadam
Kebakaran.

Pasal 23
SUMBER DAYA LISTRIK DARURAT

(1) Sumber daya listrik dapat diperoleh dari :

a. Sumber Utama dari PLN

b. Sumber darurat

(2) Ketentuan mengenai peralatan dan pemasangan instalasi daya listrik harus mengikuti
ketentuan seperti yang tercantum pada Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL).

(3) Sumber daya listrik darurat dapat berupa :

a. Batere

b. Generator

c. Dan lain-lain.

(4) Sumber daya listrik darurat harus direncanakan dapat bekerja secara otomatis apabila
sumber daya utama tidak bekerja.

(5) Sumber daya listrik darurat harus dapat dipergunakan setiap saat (Stand by Power).

(6) Sumber daya listrik darurat harus digunakan untuk :

a. Penerangan darurat

b. Komunikasi darurat

c. Lif Kebakaran

d. Sprinkler

e. Alarm Kebakaran

f. Pintu Tahan Api Otomatis

g. Pengisap asap

h. Hidran.

Pasal 24
PENANGKAL PETIR

(1) Untuk melindungi bangunan gedung terhadap kebakaran yang berasal dari sambaran
Petir, maka pada bangunan gedung khususnya Klas A dan B harus dipasang penangkal
petir.

(2) Ketentuan mengenai peralatan dan pemasangan instalasi penangkal petir harus
mengikuti ketentuan seperti yang tercantum pada Peraturan Umum Instalasi Penangkal
Petir (PUIPP).
BAB VI.
UPAYA PENYELAMATAN

Pasal 25
PENGERTIAN

(1) Upaya penyelamatan dalam ketentuan ini bertujuan agar para penghuni atau pemakai
bangunan mudah menyelamatkan diri atau diselamatkan ketempat yang aman pada saat
terjadi kebakaran.

(2) Sarana dan perlengkapan ke luar (evakuasi) pada bangunan harus mudah dan jelas
dilihat dan atau dicapai oleh penghuni atau pemakai bangunan pada saat terjadi
kebakaran.

(3) Sarana dan Perlengkapan ke luar terdiri dari :

a. Tangga kebakaran

b. Koridor

c. Pintu kebakaran

d. Bukaan penyelamat

e. Lif kebakaran

f. Penerangan darurat

g. Komunikasi darurat

h. Sistem pengendalian asap

i. Landasan helikopter

j. Peralatan pembantu lainnya.

Pasal 26
TANGGA KEBAKARAN

llihat BAB II Pasal 4 ayat (4)

Pasal 27
KORIDOR

Lihat BAB II Pasal 4 ayat (3)

Pasal 28
PINTU KEBAKARAN

Lihat BAB II Pasal 4 ayat (5)

Pasal 29
BUKAAN PENYELAMAT

Lihat BAB II Pasal 4 ayat (2) d

PASAL 30
LIF KEBAKARAN

(1) Untuk bangunan gedung yang menggunakan lif, harus menyediakan minimum sebuah lif
yang dapat digunakan oleh Unit Pemadam Kebakaran.

(2) Pintu penutup sumur lif maupun pintu kereta lif harus tahan api, tidak kurang dari 1 jam.

(3) Dinding sumur lif harus tahan api tidak kurang dari 2 jam dan terpisah dari unit lainnya.

(4) Lif kebakaran harus dapat berhenti di setiap lantai, dengan pintu yang harus dapat
dilalui usungan (brand car) secara datar yang berukuran 2,05 m x 0,7 m.

(5) Sumur lift harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak ada asap yang
terperangkap bila terjadi kebakaran.

(6) Sumber daya listrik untuk lif kebakaran direncanakan dari dua sumber yang berbeda,
sehingga secara otomatis aliran listrik dapat dipindahkan bila terjadi kebakaran dan
aliran listrik tersebut berdiri sendiri.
Pasal 31
PENERANGAN DARURAT DAN TANDA PETUNJUK ARAH KELUAR

(1) Bangunan Gedung Kelas A dan B harus dilengkapi dengan penerangan darurat dan
tanda penunjuk arah ke luar.

(2) Jalan ke luar menuju ruang tangga, balkon atau teras, dan pintu menuju tangga, harus
diberi tanda KE LUAR/EXIT yang jelas, atau dengan panah penujuk arah yang
ditempatkan pada persimpangan jalan dan atau jalan ke luar yang dianggap perlu.

(3) Penerangan darurat yang berbentuk lampu penerangan tanda KE LUAR/EXIT dan anak
panah, harus mendapat aliran listrik dari dua sumber yang berbeda, sehingga apabila
aliran utama tidak berfungsi atau terputus, maka penerangan darurat akan segera
berfungsi dengan memperoleh aliran dari sumber cadangan secara otomatis.

Pasal 32
KOMUNIKASI DARURAT

(1) Sistem komunikasi darurat terdiri dari sistem tilpon dan sistem tata suara.

(2) Sistem tilpon harus direncanakan sedemikian rupa , sehingga bila terjadi kebakaran
masih dapat bekerja minimum 1 (satu) buah pada tiap-tiap lantai dan 1 (satu) buah pada
lif kebakaran.

(3) Sistem tata suara yang terpusat harus direncanakan agar dapat digunakan untuk
menyampaikan pengumuman dan istruksi bila terjadi kebakaran pada tingkat awal.

Pasal 33
PENGENDALIAN ASAP

(1) Bagian-bagian ruangan pada bangunan yang digunakan untuk jalur penyelamatan harus
direncanakan bebas dari asap, bila terjadi kebakaran, melalui sistem pengendalian asap.

(2) Ruang bawah tanah, ruang tertutup, tangga kebakaran, dan atau ruang-ruang yang
diperkirakan asap akan terperangkap, harus direncanakan bebas asap dengan
menggunakan ventilasi mekanis, yang akan bekerja secara otomatis bila terjadi
kebakaran.

(3) Peralatan ventilasi mekanis, maupun peralatan lainnya yang bekerja secara terpusat
harus dapat dikendalikan baik secara otomatis maupun manual dari ruang sentral.
Pasal 34
LINDASAN HELIKOPTER

Untuk jenis bangunan gedung Klas A yang melebihi 8 tingkat, perlu diperhitungkan
kemungkinan diadakannya landasan helikopter guna penyelamatan penghuni pada saat
terjadi kebakaran.

Pasal 35
PERALATAN PEMBANTU LAINNYA

(1) Setiap bangunan gedung yang lebih dari 8 tingkat harus menyediakan peralatan
pembantu penyelamatan seperti tangga, peralatan peluncur dan peralatan lainnya yang
dapat digunakan untuk penyelamatan darurat.

BAB VII
LAIN - LAIN

Pasal 36
PERLINDUNGAN TERHADAP RUANG DALAM BANGUNAN YANG MENGANDUNG
POTENSI KEBAKARAN

Ruang atau daerah dalam bangunan umum yang digunakan untuk penempatan boiler,
generator, gardu listrik, dapur utama, ruang mesin, tabung gas, dan ruang atau daerah
lainnya yang mempunyai potensi kebakaran, harus ditempatkan terpisah atau bila
ditempatkan pada bangunan utama, harus dibatasi oleh dinding atau lantai kompartemen
yang nilai ketahanan apinya minimal 3 (tiga) jam, Pada dinding atau lantai kompartemen
tersebut harus tidak terdapat lubang terbuka, kecuali untuk bukaan yang dilindungi.

Pasal 37
MANAJEMEN SISTEM PENGAMANAN KEBAKARAN

(1) Manajemen sistem pengamanan kebakaran adalah suatu sistem pengelolaan untuk
mengamankan penghuni, pemakai bangunan, maupun harta benda di dalam dan di
lingkungan bangunan tersebut terhadap bahaya kebakaran.

(2) Untuk bangunan tempat tinggal yang mempunyai kapasitas lebih dari 50 penghuni dan
untuk bangunan umum seperti theater, pertokoan, tempat ibadah dan lain-lain, yang
mempunyai kapasitas lebih dari 30 orang, harus memiliki dan melaksanakan manajemen
sistem pengamanan kebakaran.

(3) Manajemen sistem kebakaran berada di bawah koordinasi seorang penanggung jawab
yang akan mengelola tugas-tugas sebagai berikut :

a. Penyusunan rencana strategi sistem pengamanan kebakaran.


b. Pengadaan latihan pemadaman kebakaran secara periodik, minimum sekali setahun.

c. Pemeriksaan dan pemeliharaan perangkat pencegahan dan penanggulangan


kebakaran.

d. Pemeriksaan secara berkala ruang-ruang yang menyimpan bahan-bahan yang mudah


terbakar atau yang mudah meledak, minimum setahun sekali.

e. Evakuasi penghuni atau pemakai bangunan pada waktu terjadi kebakaran.


Pasal 38
PEMERIKSAAN BERKALA

Perangkat pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang dipasang pada bangunan


gedung dan lingkungannya seperti tersebut pada Pasal 17 ayat (2), harus diperiksa secara
berkala oleh petugas yang berwenang untuk menjamin keandalan masing-masing peralatan
tersebut agar dapat berfungsi secara efektif setiap saat.

Pasal 39
SERTIFIKAT LAYAK PAKAI

Hasil pemeriksaan berkala seperti tercantum pada Pasal 37, menentukan diperolehnya
sertifikat layak pakai untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan ketentuan-ketentuan yang
berlaku.
Pasal 40
BEBAS BENDA-BENDA PENGHALANG

(1) Perangkat pencegahan dan penanggulangan kebakaran seperti yang tersebut pada
Pasal 17 ayat (2), harus bebas dari benda-benda yang dapat menghalangi berfungsinya
peralatan tersebut.

(2) Jalur penyelamatan dan sarana yang digunakan pada penyelamatan penghuni dan atau
pemakai bangunan terhadap bahaya kebakaran seperti koridor, dan ruang-ruang
sirkulasi lainnya, pintu kebakaran, dan tangga kebakaran harus bebas dari benda-benda
yang menghalangi fungsi jalur penyelamatan tersebut pada saat terjadi kebakaran.

(3) Tanda-tanda penunjuk serta lampu tanda harus selalu dalam kondisi yang baik,
senantiasa dalam keadaan siaga atau menyala, dapat dilihat dan dibaca serta harus
bebas dari benda-benda penghalang.

Pasal 41
LATIHAN KEBAKARAN PADA BANGUNAN UMUM

Bangunan umum seperti pertokoan dan pasar-raya serta bangunan lainnya yang digunakan
oleh banyak orang, harus mengadakan latihan kebakaran sekurang-kurangnya sekali
setahun, untuk menjamin kesiagaan petugas pengamanan bangunan dan pemakai/penghuni
bila terjadi kebakaran.

DAFTAR ISTILAH

1. Alat pengindera asap, atau smoke detector (bhs. Inggris) adalah suatu alat yang dapat
memberikan reaksi mekanis bilamana terdapat asap pada tingkat kepakaan tertentu.

2. Bahan lapis penutup, atau disebut pula interior finishing material (bhs. Inggeris) adalah bahan
yang digunakan sebagai lapisan bagian dalam bangunan seperti plesteran, pelapis dinding,
panel kayu dan lain-lain.

3. Bangunan umum adalah bangunan gedung yang digunakan untuk segala macam kegiatan kerja
antara lain untuk :

(1) Pertemuan umum


(2) Perkantoran
(3) Hotel
(4) Pasar-raya
(5) Tempat rekreasi/hiburan
(6) Rumah sakit/perawatan
(7) Museum

4. Bukaan penyelamat adalah bukaan/lubang yang dapat dibuka atau opening (bhs. Inggeris) yang
terdapat pada dinding bangunan terluar, bertanda khusus, menghadap ke arah luar
dan diperuntukkan bagi unit pemadam kebakaran dalam pelaksanaan pemadaman
kebakaran dan penyelamatan penghuni.
5. Eskalator, asal kata escalator (bhs. Inggeris), sering dikenal sebagai tangga berjalan adalah
suatu sistem transportasi dalam bangunan gedung yang mengangkut penumpangnya
dari satu tempat ke tempat lain, dengan gerakan terus menerus dan tetap, ke arah
horisontal atau kearah diagonal.

6. H i d r a n, asal kata hydrant (bhs. Inggeris) adalah alat yang dilengkapi dengan slang gulung
(hose-reel) dan mulut pancar (nozzle) untuk mengalirkan air bertekanan, yang
digunakan bagi keperluan pemadaman kebakaran.
7. Kereta lift adalah ruangan atau tempat yang ada pada sistem lif, di dalam mana penumpang
berada dan atau diangkut.
8. Kgf, singkatan dari kilogram force atau kilogram gaya.

9. Lantai monolit adalah lantai beton yang dicor setempat yang merupakan satu kesatuan yang
utuh.

10. Lapisan pelindung adalah lapisan khusus yang digunakan untuk meningkatkan ketahanan api
suatu komponen struktur.

11. L i f , asal kata lift (bhs. Inggeris) adalah suatu sarana transportasi dalam bangunan gedung,
yang mengangkut penumpangnya di dalam kereta lif, yang bergerak naik-turun secara
vertikal.

12. Penutup beton, atau beton dekking (bhs. Belanda) adalah bagian dari struktur beton yang
berfungsi melindungi tulangan agar tahan terhadap korosi dan api.

13. Plambing, asal kata plumbing (bhs. Inggeris) adalah instalasi/kelengkapan dalam bangunan yang
berupa sistem pemipaan baik pemipaan untuk pengaliran air bersih, air kotor dan
drainase, serta hal-hal lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan pemipaan.

14. PVC, singkatan dari Plyvinyl Chloride, sejenis plastik thermosetting.

15. Sprinkler atau springkler, adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang
mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya, sehingga air
dapat memancar ke semua arah secara merata. Dalam pertanian ada juga jenis
sprinkler yang digunakan untuk penyiram tanaman.

16. Sumur lif, adalah suatu ruang berbentuk lubang vertikal di dalam bangunan, di mana di dalam
lubang tersebut lif bersikulasi naik-turun.

Anda mungkin juga menyukai