Anda di halaman 1dari 20

Tugas Kelompok

Mata Kuliah Kimia Anorganik

TEORI ORBITAL MOLEKUL

KELOMPOK V
B

EZZAR FITRIYANI 12B160


ANWAR SAID 12B160
ST. HUMAERAH SYARIF 12B16037

PROGRAM PASCASARJANA JURUSAN KIMIA


UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2012

PPs Universitas Negeri Makassar |Teori Orbital Molekul 1


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Struktur atom dan metoda mekanika gelombang memungkinkan untuk
memecahkan persoalan pokok dalam ilmu kimia, yaitu apa yang menyebabkan
atom dapat saling berikatan menjadi molekul. Ada beberapa teori yang
memberikan postulat postulatnya tentang bagaimana bentuk dari suatu senyawa,
antara lain, teori Valence-Shell Elektron Pair Repulsion (VSEPR), teori Ikatan
Valensi, teori Orbital Molekul, teori Lewis, dan sebagainya. Mengenai ikatan
kovalen, dikenal dua jenis pendekatan yaitu teori Orbital Molekul (teori MO) dan
teori ikatan valensi (teori VB). Berdasarkan teori ikatan valensi, ikatan kovalen
dapat terbentuk jika terjadi tumpang tindih orbital valensi dari atom yang
berikatan. Teori Ikatan Valensi mampu secara kualitatif menjelaskan kestabilan
ikatan kovalen sebagai akibat tumpang-tindih orbital-orbital atom. Dengan konsep
hibridisasi pun dapat dijelaskan geometri molekul sebagaimana yang diramalkan
dalam teori VSEPR, tetapi sayangnya dalam beberapa kasus, teori ikatan valensi
tidak dapat menjelaskan sifat-sifat molekul yang teramati secara memuaskan.
Contohnya adalah molekul oksigen, yang struktur Lewisnya sebagai berikut.

Menurut gambaran struktur Lewis Oksigen di atas, semua elektron pada O2


berpasangan dan molekulnya seharusnya bersifat diamagnetik, namun
kenyataanya, menurut hasil percobaan diketahui bahwa Oksigen bersifat
paramagnetik dengan dua elektron tidak berpasangan. Temuan ini membuktikan
adanya kekurangan mendasar dalam teori ikatan valensi, sesuatu yang mendorong
pencarian alternatif pendekatan ikatan yang lain yang dapat menjelaskan sifat-sifat
O2 dan molekul-molekul lain yang tidak cocok dengan ramalan teori ikatan
valensi. Untuk menjawab hal tersebut diperlukan teori lain yang dapat mendukung
kelemahan teori ikatan valensi ini yaitu teori Orbital Molekul.

PPs Universitas Negeri Makassar |Teori Orbital Molekul 2


Sifat magnet dan sifat-sifat molekul yang lain dapat dijelaskan lebih baik
dengan menggunakan pendekatan mekanika kuantum yang lain yang disebut
sebagai teori orbital molekul (OM), yang menggambarkan ikatan kovalen
melalui istilah orbital molekul yang dihasilkan dari interaksi orbital-orbital atom
dari atom-atom yang berikatan dan yang terkait dengan molekul secara
keseluruhan. Perbedaan antara orbital molekul dan orbital atom adalah bahwa
orbital atom terkait hanya dengan satu atom. Teori OM menjelaskan bahwa atom-
atom individu tidak lagi terdapat dalam molekul. Menurut Bird, T (1987), atom-
atom telah melebur menjadi satu kesatuan yaitu molekul itu sendiri. Pendekatan
dimulai dengan inti-inti atom yang terdapat dalam molekul pada posisi-posisi
tertentu sebagai suatu kesatuan, baru kemudian satu per satu elektron ditempatkan
ke dalam sistem tersebut. Kebalikannya, teori ikatan valensi lebih mendasarkan
pendekatannya pada sudut pandangan kimia dalam arti bahwa atom-atom secara
individu dianggap memang terdapat dalam molekul. Struktur molekul dianggap
sebagai ikatan-ikatan yang terbentuk karena pertumpangtindihan orbital-orbital
atom-atom yang terdapat dalam molekul tersebut.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah makalah ini adalah:
1. Bagaimana isi teori orbital molekul?
2. Bagaimana proses pembentukan orbital molekul pada senyawa homointi dan
heterointi?
3. Bagaimana hubungan orde ikatan dengan kestabilan molekul?

C. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui isi teori orbital molekul.
2. Mengetahui proses pembentukan orbital molekul pada senyawa homointi dan
heterointi.
3. Mengetahui hubungan orde ikatan dengan kestabilan molekul.

PPs Universitas Negeri Makassar |Teori Orbital Molekul 3


D. Manfaat
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat untuk:
1. Memahami isi teori orbital molekul.
2. Memahami proses pembentukan orbital molekul pada senyawa homointi dan
heterointi.
3. Memahami hubungan orde ikatan dengan kestabilan molekul.

PPs Universitas Negeri Makassar |Teori Orbital Molekul 4


BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Orbital Molekul


Teori orbital molekular mengandaikan bahwa apabila dua atom atau lebih
bergabung membentuk suatu spesies, maka spesies ini tidak lagi memiliki sifat
orbital atomik secara individual, melainkan membentuk orbital molekular baru.
Orbital molekular adalah hasil tumpang-tindih dan penggabungan orbital atomik
pada molekul. Menurut pendekatan lurus (linear combination), jumlah molekuler
yang bergabung sama dengan orbital atomik yang bergabung. Bila dua atom yang
bergabung masing-masing menyediakan satu orbital atomik maka dihasilkan dua
orbital molekuler, salah satu merupakan kombinasi jumlahan kedua orbital atomik
yang saling menguatkan dan lainnya kombinasi kurangan yang saling
meniadakan. Kombinasi jumlahan menghasilkan orbital molekuler ikat (bonding)
yang mempunyai energi lebih rendah, dan kombinasi kurangan menghasilkan
orbital molekuler antiikat (antibonding).
Orbital molekuler ikat (bonding) yaitu orbital dengan rapatan elektron ikat
terpusat mendekat pada daerah antara kedua inti atom yang bergabung dan dengan
demikian menghasilkan situasi yang lebih stabil. Orbital molekuler antiikat
(antibonding) yaitu orbital dengan rapatan elektron ikat terpusat menjauh dari
daerah antara inti atom yang bergabung dan menghasilkan situasi kurang stabil.
Penempatan elektron dalam orbital molekul ikatan menghasilkan ikatan kovalen
yang stabil, sedangkan penempatan elektron dalam orbital molekul antiikatan
menghasilkan ikatan kovalen yang tidak stabil. Jika pada daerah tumpang-tindih
ada orbital atomik yang tidak bereaksi dalam pembentukan ikatan, orbital ikatan
yang dihasilkan disebut orbital nonikat (nonbonding).
Dalam orbital molekul ikatan kerapatan elektron lebih besar di antara inti
atom yang berikatan. Sementara, dalam orbital molekul antiikatan, kerapatan
elektron mendekati nol diantara inti. Perbedaan ini dapat dipahami bila kita
mengingat sifat gelombang pada elektron. Gelombang dapat berinteraksi
sedemikian rupa dengan gelombang lain membentuk interferensi konstruktif yang

PPs Universitas Negeri Makassar |Teori Orbital Molekul 5


memperbesar amplitudo, dan juga interferensi destruktif yang meniadakan
amplitudo. Pembentukan orbital molekul ikatan berkaitan dengan interferensi
konstruktif, sementara pembentukan orbital molekul antiikatan berkaitan dengan
interferensi destruktif. Jadi, interaksi konstruktif dan interaksi destruktif antara
dua orbital 1s dalam molekul H2 mengarah pada pembentukan ikatan sigma (1s)
dan pembentukan antiikatan sigma (*1s), (Chang, R, 2004).

(a)

(b)
Gambar 2.1 (a) interaksi konstruktif yang menghasilkan orbital molekul ikatan
sigma (b) interaksi destruktif yang menghasilkan orbital molekul antiikatan sigma.

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa pada orbital molekul antiikatan
sigma terdapat simpul (node) yang menyatakan kerapatan elektron nol, sehingga
kedua inti positif saling tolak-menolak.

Gambar 2.2 Tingkat energi orbital molekul ikatan dan antiikatan molekul H2

PPs Universitas Negeri Makassar |Teori Orbital Molekul 6


Penggunaan teori orbital molekul ini dapat diterapkan pada molekul-
molekul lain selain molekul H2. Hanya saja, jika dalam molekul H2 kita hanya
perlu memikirkan orbital 1s saja, maka pada molekul lain akan lebih rumit karena
kita perlu memikirkan orbital atom lainnya juga. Untuk orbital p, prosesnya akan
lebih rumit karena orbital ini dapat berinteraksi satu sama lain dengan cara yang
berbeda. Misalnya, dua orbital 2p dapat saling mendekat satu sama lain ujung ke
ujung untuk menghasilkan sebuah orbital molekul ikatan sigma dan orbital
molekul antiikatan sigma. Selain itu, kedua orbital p dapat saling tumpang tindih
secara menyimpang untuk menghasilkan orbital molekul pi (2p) dan orbital
molekul antiikatan pi (*2p).

(a)

(b)
Gambar 2.3 (a) pembentukan satu orital molekul ikatan sigma dan satu orbital
molekul antiikatan sigma ketika orbital p saling tumpang tindih ujung-ke-ujung.
(b) ketika orbital p saling tumpang tindih menyamping, terbentuk suatu orbital
molekul pi dan suatu orbital molekul antiikatan pi.

PPs Universitas Negeri Makassar |Teori Orbital Molekul 7


Dalam orbital molekul sigma (sigma moleculer orbital) (ikatan atau
antiikatan, kerapatan elektron terkonsentrasi secara simetris di seputar garis
antara kedua inti atom-atom yang berikatan. Dua elektron dalam orbital molekul
sigam membentuk ikatan sigma. Dalam orbital molekul pi (ikatan atau
antiikatan), kerapatan elektron terkonsentrasi di atas dan di bawah garis
imajineryang menghubungkan kedua inti atom yang berikatan. Dua elektron
dalam orbital molekul pi membentuk ikatan pi. Ikatan rangkap duahampir selalu
terdiri atas ikatan sigma dan ikatan pi, ikatan rangkap selalu berupa ikatan sigma
dengan dua ikatan pi (Chang, R, 1987).
Fungsi gelombang elektron dalam suatu atom disebut orbital atom. Karena
kebolehjadian menemukan elektron dalam orbital molekul sebanding dengan
kuadrat fungsi gelombang, peta elektron nampak seperti fungsi gelombang. Suatu
fungsi gelombang mempunyai daerah beramplitudo positif dan negatif yang
disebut cuping (lobes). Tumpang tindih cuping positif dengan positif atau negatif
dengan negatif dalam molekul akan memperkuat satu sama lain membentuk
ikatan, tetapi cuping positif dengan negatif akan meniadakan satu sama lain tidak
membentuk ikatan. Besarnya efek interferensi ini mempengaruhi besarnya integral
tumpang tindih dalam kimia kuantum.

B. Pembentukan Orbital Molekul


Dalam pembentukan molekul, orbital atom bertumpang tindih menghasilkan
orbital molekul yakni fungsi gelombang elektron dalam molekul. Jumlah orbital
molekul adalah jumlah atom, dan orbital molekul ini diklasifikasikan menjadi
orbital molekul ikatan, non-ikatan, atau antiikatan sesuai dengan besarnya
partisipasi orbital itu dalam ikatan antar atom. Syarat pembentukan orbital
molekul ikatan sebagai berikut:
1. Cuping orbital atom penyusunnya cocok untuk tumpang tindih.
2. Tanda positif atau negatif cuping yang bertumpang tindih sama.
3. Tingkat energi orbital-orbital atomnya dekat.
Kasus paling sederhana adalah orbital molekul yang dibentuk dari orbital
atom A dan B dan akan dijelaskan di sini. Orbital molekul ikatan dibentuk antara

PPs Universitas Negeri Makassar |Teori Orbital Molekul 8


A dan B bila syarat-syarat di atas dipenuhi, tetapi bila tanda salah satu orbital
atom dibalik, syarat ke-2 tidak dipenuhi dan orbital molekul anti ikatan yang
memiliki cuping yang bertumpang tindih dengan tanda berlawanan yang akan
dihasilkan (Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Pembentukan orbital molekul


Tingkat energi orbital molekul ikatan lebih rendah, sementara tingkat
energi orbital molekul anti ikatan lebih tinggi dari tingkat energi orbital atom
penyusunnya. Semakin besar selisih energi orbital ikatan dan anti ikatan, semakin
kuat ikatan. Bila tidak ada interaksi ikatan dan anti ikatan antara A dan B, orbital
molekul yang dihasilkan adalah orbital non ikatan. Elektron menempati orbital
molekul dari energi terendah ke energi yang tertinggi. Orbital molekul terisi dan
berenergi tertinggi disebut HOMO (highest occupied molekuler orbital) dan
orbital molekul kosong berenergi terendah disebut LUMO (lowest unoccupied
molekuler orbital).
Dua atau lebih orbital molekul yang berenergi sama disebut orbital
terdegenerasi (degenerate). Orbital-orbital itu dinamakan sigma () atau pi ()
sesuai dengan karakter orbitalnya. Suatu orbital sigma mempunyai simetri rotasi
sekeliling sumbu ikatan, dan orbital pi memiliki bidang simpul. Oleh karena itu,
ikatan sigma dibentuk oleh tumpang tindih orbital s-s, p-p, s-d, p-d, dan d-d
(Gambar 2.5) dan ikatan pi dibentuk oleh tumpang tindih orbital p-p, p-d, dan dd
(Gambar 2.6).

PPs Universitas Negeri Makassar |Teori Orbital Molekul 9


Bila dua fungsi gelombang dari dua atom dinyatakan dengan A dan B,
orbital molekul adalah kombinasi linear orbital atom (linear combination of the
atomic orbitals (LCAO) diungkapkan sebagai :

Menurut Bird, T (1987), pendekatan orbital molekuler memiliki beberapa


prinsip dasar yang harus dipenuhi. Prinsip dasar itu adalah:
a. Jumlah molekuler yang terbentuk sama dengan jumlah orbital atomik yang
berinteraksi.
b. Jumlah orbital antiikatan yang terbentuk sama dengan jumlah orbital ikatan.
c. Tiap orbital molekuler dapat menampung dua elektron yang harus memiliki
spin yang berlawanan.
d. Elektron-elektron yang terdapat pada orbital molekuler juga mengikuti aturan
Hund dan prinsip Pauli.
e. Untuk membentuk ikatan yang stabil, jumlah elektron dalam orbital ikatan
harus lebih besar daripada jumlah elektron dalam orbital antiikatan.
Untuk memahami sifat-sifat molekul, kita harus mengetahui bagaimana
elektron-elektron terdistribusi di antara orbital-orbital molekul. Prosedur untuk
menentukan konfigurasi elektron suatu molekul analog dengan prosedur yang
digunakan untuk menentukan konfigurasi elektron atom. Chang, R (1987)
membuat aturan konfigurasi elektron untuk membantu memahmi kestabilan
orbital molekul. Aturan tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Jumlah orbital molekul yang terbentuk selalu sama dengan jumlah orbital
atom yang bergabung.
b. Semakin stabil orbital molekul ikatan, semakin kurang stabil orbital molekul
antiikatan yang berkaitan.
c. Pengisian orbital molekul dimulai dari energi rendah ke energi tinggi. Dalam
molekul stabil, jumlah elektron dalam orbital molekul ikatan selalu lebih
banyak daripada dalam orbital molekul antiikatan karena kita selalu
menempatkan elektron dalam orbital molekul ikatan yang berenergi lebih
rendah terlebih dahulu.

PPs Universitas Negeri Makassar |Teori Orbital Molekul 10


d. Ketika elektron ditambahkan ke orbital molekul dengan energi yang sama,
susunan yang paling stabil diramalkan aoleh aturan Hund, yaitu elektron
memasuki ke orbital-orbital molekul ini dengan spin sejajar.
e. Jumlah elektron dalam orbital molekul sama dengan jumlah semua elektron
pada atom-atom yang berikatan.

1. Teori Orbital Molekul pada Senyawa Diatomik Homointi


Senyawa diatomik homointi terdiri dari dua unsur yang memiliki inti atom
yang identik. Atom-atom yang sama akan memiliki tingkat energi yang sama
pula. Dalam molekul hidrogen (H2) tumpang tindih orbital 1s masing-masing
atom hidrogen membentuk orbital ikatan g bila cupingnya mempunyai tanda
yang sama dan antiikatan u bila bertanda berlawanan, dan dua elektron mengisi
orbital ikatan g (Gambar 2.7).

Gambar 2.7 Orbital molekul H2, tanda panah mengindikasikan spin elektronnya
Terbentuknya orbital molekuler pada molekul H2 dapat didekati dengan
metoda KLOA (Kombinasi Linear Orbital Atomik) sebagai berikut:
= N (x + y)
* = N (x + y)
= fungsi gelombang untuk orbital molekuler
= fungsi gelombang untuk orbital molekuler
x dan y = fungsi gelombang orbital 1s hidrogen untuk atom x dan y
N = konstanta normaliasi
N mempunyai nilai sedemikian sehingga:

PPs Universitas Negeri Makassar |Teori Orbital Molekul 11


Dimana dt adalah volume unsur dalam tiga dimensi yaitu: dt = dx.dy.dz. dari
persamaan dapat diperoleh peluang menemukan sebuah elektron dengan jalan
mengkuadratkan persamaan gelombang .
2 = N2 (x2 + y2 + 2x y)
x2 menunjukkan peluang menemukan elektron di sekeliling atom x
y2 menunjukkan peluang menemukan elektron di sekeliling atom y
2x + y menunjukkan peningkatan elektron pada daerah antara kedua inti
Untuk persamaan gelombang * peluang untuk menemukan sebuah elektron
dinyatakan dalam:
*2 = N2 (x2 + y2 - 2x y)
-2x y menyatakan penurunan kepekatan elektron pada daerah antara kedua inti
(Bird, T, 1987).
Untuk molekul oksigen (O2) dengan konfigurasi 8O= 1s2 2s2 2p4.

Gambar 2.8 Orbital molekul O2


Dari Gambar 2.8 dapat diketahui bahwa selain adanya orbital atom
(samping), ada juga orbital molekul (Tengah). Elektron-elektron pada orbital
molekul merupakan jumlah dari elektron-elektron yang terdapat di dalam masing-
masing orbital kulit valensi unsur penyusunnya. Orbital s akan membentuk ikatan
sigma dan orbital p akan membentuk ikatan pi. Orbital dengan tanda asterik (*)
berarti merupakan orbital anti pengikatan, suatu molekul menjadi tidak stabil.

PPs Universitas Negeri Makassar |Teori Orbital Molekul 12


Semakin banyak elektron pada orbital anti pengikatan, suatu molekul akan
semakin tidak stabil. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa gas O2
merupakan gas paramagnetik karena elektron tidak mengisi orbital *px dan *py
secara penuh/ sehingga konfigurasi elektron valensi molekul O2 adalah:
(2s)2(*2s)2(2pz)2( 2px)2(2py)2(*2px)1(*2py)1 atau (2s)2(*2s)2(2p)2( 2p)4(*2p)2
Kita dapat menuliskan seperti bentuk kedua karena orientasi x, y, z tidak menjadi
masalah berarti.

Gambar 2.9 Orbital molekul N2

Orde ikatan antar atom adalah separuh dari jumlah elektron yang ada di
orbital ikatan dikurangi dengan jumlah yang ada di orbital anti ikatan. Misalnya,
dalam N2 atau CO, orde ikatannya adalah (8 2)/2= 3 dan nilai ini konsisten
dengan struktur Lewisnya.

2. Teori Orbital Molekul pada Senyawa Diatomik Heterointi


Atom-atom pada senyawa ini memiliki keelektronegativitas yang berbeda,
maka tentu atom-atom memiliki tingkat energi yang berbeda pula. Orbital
molekul dua atom yang berbeda dibentuk dengan tumpang tindih orbital atom
yang tingkat energinya berbeda. Tingkat energi atom yang lebih elektronegatif
umumnya lebih rendah, dan orbital molekul lebih dekat sifatnya pada orbital atom
yang tingkat energinya lebih dekat. Oleh karena itu, orbital ikatan mempunyai

PPs Universitas Negeri Makassar |Teori Orbital Molekul 13


karakter atom dengan keelektronegatifan lebih besar, dan orbital anti ikatan
mempunyai karakter atom dengan keelektronegatifan lebih kecil.
Misalnya, lima orbital molekul dalam hidrogen fluorida, HF, dibentuk dari
orbital 1s hidrogen dan orbital 2s dan 2p fluor, sebagaimana diperlihatkan dalam
Gambar 2.21. Orbital ikatan 1 mempunyai karakter fluorin, dan orbital 3 anti
ikatan memiliki karakter 1s hidrogen. Karena hidrogen hanya memiliki satu
orbital 1s, tumpang tindih dengan orbital 2p fluor dengan karakter tidak efektif,
dan orbital 2p fluor menjadi orbital nonikatan. Karena HF memiliki delapan
elektron valensi, orbital nonikatan ini menjadi HOMO.

Gambar 2.10 Orbital molekul HF

Dalam karbon monoksida, CO, karbon dan oksigen memiliki orbital 2s dan
2p yang menghasilkan baik ikatan sigma dan pi, dan ikatan rangkap tiga dibentuk
antar atomnya. Walaupun 8 orbital molekulnya dalam kasus ini secara kualitatif
sama dengan yang dimiliki molekul yang isoelektronik yakni N2 dan 10 elektron
menempati orbital sampai 3, tingkat energi setiap orbital berbeda dari tingkat
energi molekul nitrogen. Orbital ikatan 1 memiliki karakter 2s oksigen sebab
oksigen memiliki ke-elektronegativan lebih besar. Orbital antiikatan 2 dan 4
memiliki karakter 2p karbon (Gambar 2.11).

PPs Universitas Negeri Makassar |Teori Orbital Molekul 14


Gambar 2.11 Orbital molekul CO

Konfigurasi elektron valensi molekul CO adalah (2s)2(*2s)2(2p)4(2p)2. Pada


molekul diatomik heterointi, energi orbital 2p lebih rendah dibanding 2p,
sehingga letak orbital 2p berada di atas 2p, berbeda dengan letak orbital kedua
orbital tersebut pada molekul diatomik homointi.
Molekul HCl merupakan molekul heterointi, dimana kedua atom berasal
dari unsur yang berbeda. Atom Cl memiliki nomor atom 17 dengan konfigurasi
elektron: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p5, sedangkan atom H memiliki nomor atom 1 dengan
konfigurasi elektron: 1s1. Atom Cl lebih elektronegatif daripada atom H. Diagram
korelasi orbital molekul menunjukkan bahwa tingkat-tingkat energi dari atom Cl
yang lebih elektronegatif bergeser ke arah bawah, karena atom Cl menarik
elektron-elektron valensi lebih kuat dari pada atom H seperti gambar 2.12.

PPs Universitas Negeri Makassar |Teori Orbital Molekul 15


Gambar 2.12. Orbital molekul HCl

Orbital-orbital atom bercampur secara signifikan membentuk orbital


molekul hanya jika energi orbital-orbital ini cukup berdekatan dan mempunyai
simetri yang benar. Pada molekul HCl, orbital 1s dari atom Cl energinya terlalu
rendah untuk bisa bercampur dengan orbital 1s dari atom H. Hal yang sama juga
terjadi untuk orbital 2s atom Cl. Berdasarkan teori hibridisasi sebelum atom Cl
berikatan dengan atom H membentuk molekul maka akan terjadi hibridisasi
orbital atau pencampuran orbital atom Cl. Pada atom Cl dapat dilihat bahwa
orbital 3s bercampur dengan orbital 3p (karena berada dalam satu kulit) sebelum
membentuk orbital molekul. Hal ini dikarenakan semua elektron pada kulit
terluar memiliki kesempatan yang sama untuk berikatan dengan elektron pada
atom H, sehingga terjadi pencampuran orbital 3s dan 3p pada atom Cl.
Interaksi antara 3s pada atom Cl membentuk ikatan sigma, biasanya apabila
terjadi interaksi membentuk ikatan maka akan terbentuk 2 orbital yaitu orbital
dan *. Namun, karena orbital ikatan 4sb lebih rendah energinya dari nonbonding

PPs Universitas Negeri Makassar |Teori Orbital Molekul 16


maka tidak terbentuk ikatan anti sigma (*). Tumpang tindih total dari orbital 1s
hidrogen dengan orbital 3Px atau 3Py (terletak di atas 5sb pada gambar 4) atom Cl
adalah nol, sebab fasa positif dan negatif dari fungsi gelombang gabungan bila
dijumlahkan menjadi nol. Atom Cl hanya meninggalkan orbital 3Pz (4sb), yang
bergabung dengan orbital 1s hidrogen menghasilkan orbital dan *.
Dari gambar 2.12 dapat dilihat bahwa orbital 3Px (2nb), dan 3Py(2nb) dari
klor tidak bercampur dengan orbital 1s dari hidrogen dan dengan demikian tetap
berada dalam keadaan atomic (nonpengikatan). Elektron-elektron dalam orbital ini
tidak berkontribusi secara signifkan dalam pengikatan kimia. Karena klor lebih
elektronegatif daripada hidrogen, energi orbital 3p nya terletak dibawah energi
orbital 1s dari hidrogen. Bila kedelapan elektron valensi digunakan untuk HCl,
maka konfigurasi orbital molekul yang dihasilkan adalah:
(3sCl)2 ()2 (3pCl)4
Orde ikatan totalnya adalah 1 sebab elektron-elektron dalam orbital atom
nonpengikatan tidak mempengaruhi orde ikatan. elektron-elektron dalam orbital
akan lebih cenderung ditemukan dekat dengan atom klorin daripada didekat atom
hidrogen, dan dengan demikian HCl memiliki momen dipol H+Cl -.

C. Orde Ikatan (bond order)


Untuk menentukan seberapa stabil suatu molekul diatomik, kita tentu
membutuhkan patokan kuantitatifnya. Disini dapat digunakan orde ikatan sebagai
nilai kestabilan tersebut. Semakin besar nilai orde ikatan, semakin stabil molekul
tersebut.

Dari rumus tersebut, dapat disimpulkan semakin banyak elektron pada orbital anti
ikatan, semakin tidak stabil molekul tersebut.

PPs Universitas Negeri Makassar |Teori Orbital Molekul 17


Sebagai contoh urutan kestabilan H2+, H2, He2+, dan He.

Dengan menggunakan rumus di atas, kita dapat mengurutkan spesi-spesi di atas


berdasarkan tingkat kestabilannya:
H2 > H2+ > He2+ > He.

PPs Universitas Negeri Makassar |Teori Orbital Molekul 18


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Orbital molekular adalah hasil tumpang-tindih dan penggabungan orbital
atomik pada molekul. Menurut pendekatan lurus (linear combination), jumlah
molekuler yang bergabung sama dengan orbital atomik yang bergabung. Bila
dua atom yang bergabung masing-masing menyediakan satu orbital atomik
maka dihasilkan dua orbital molekuler, salah satu merupakan kombinasi
jumlahan kedua orbital atomik yang saling menguatkan dan lainnya kombinasi
kurangan yang saling meniadakan. Kombinasi jumlahan menghasilkan orbital
molekuler ikat (bonding) yang mempunyai energi lebih rendah, dan kombinasi
kurangan menghasilkan orbital molekuler antiikat (antibonding).
2. Dalam pembentukan molekul, orbital atom bertumpang tindih menghasilkan
orbital molekul yakni fungsi gelombang elektron dalam molekul. Senyawa
diatomik homointi terdiri dari dua unsur yang memiliki inti atom yang identik.
Atom-atom yang sama akan memiliki tingkat energi yang sama pula. Atom-
atom pada senyawa heterointi memiliki keelektronegativitas yang berbeda,
maka tentu atom-atom memiliki tingkat energi yang berbeda pula.
3. Orde ikatan dapat digunakan untuk menentukan tingkat kestabilan molekul.
Semakin tinggi orde ikatan maka semakin tinggi kestabilan molekulnya.

B. Saran
Diharapkan kepada seluruh pembaca agar meeperbanyak kajian pustaka dan
mengkaji ulang teori orbital molekul karena apa yang dituliskan masih terlalu
banyak kekurangannya mengingat literatur yang digunakan masih terbatas.

PPs Universitas Negeri Makassar |Teori Orbital Molekul 19


DAFTAR PUSTAKA

Bird, T. Kimia Fisik untuk Universitas. Jakarta: 1987.

Chang, R. 2004. Kimia Dasar Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Ramlawati. 2005. Kimia Anorganik Fisik. Makasar: Jurusan Kimia FMIPA


Universitas Negeri Makassar.

Sunarya, Y. 2003. Ikatan Kimia. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA


Universitas Pendidikan Indonesia.

PPs Universitas Negeri Makassar |Teori Orbital Molekul 20

Anda mungkin juga menyukai