OLEH :
JURUSAN KIMIA
2021
1. Teori Ikatan Valensi
Teori ikatan valensi merupakan teori ikatan yang menjelaskan bahwa atom-atom saling
berikatan melalui tumpang tindih antara orbital terluar (orbital valensi). Dua atom yang saling
berdekatan masing-masing memiliki orbital valensi dan satu elektron. Orbital valensi ini saling
tumpang tindih (overlap) sehingga elektron yang terletak pada masing-masing orbital valensi
saling berpasangan. Sesuai dengan larangan Pauli, maka kedua elektron yang berpasangan
tersebut harus memiliki spin yang berlawanan karena berada pada satu orbital. Dua buah
elektron ditarik oleh inti masing-masing atom sehingga terbentuk ikatan kovalen. Orbital dari
dua buah atom yang saling tumpah tindih harus memiliki tingkat energi atau perbedaan tingkat
energi yang sama.
Teori ikatan valensi terdapat istilah orbital atom dan orbital hibrida. Orbital hibrida terbentuk
dari proses hibridisasi yaitu pembentukan orbital-orbital dengan tingkat energi yang sama
(orbital hibrid) dari orbital-orbital dengan tingkat energi yang berbeda. Geometri molekul dapat
ditentukan dengan menggunakan konsep hibridisasi yang dapat dilihat dari susunan dalam
ruang orbital hibrid yang terbentuk. Berikut beberapa hukum dasar mengenai teori ikatan
valensi yaitu:
1. Ikatan valensi terjadi karena adanya gaya tarik-menarik pada elektron-elektron yang tidak
berpasangan pada atom-atom yang berdekatan.
3. Elektron-elektron yang berpasangan tidak dapat membentuk ikatan lagi dengan elektron-
elektron yang lain.
4. Kombinasi elektron dalam ikatan hanya dapat diwakili oleh satu persamaan gelombang
untuk setiap atomnya.
5. Elektron-elektron yang berada pada tingkat energi paling rendah akan membuat pasangan
ikatan-ikatan yang paling kuat.
6. Dua orbital dari sebuah atom, orbital dengan kemampuan bertumpang tindih paling
banyaklah yang akan membentuk ikatan paling kuat dan cenderung berada pada orbital yang
terkonsentrasi itu.
Teori ikatan valensi yang ditekankan yaitu pada fungsi gelombang elektron-elektron
berpasangan yang dibentuk dari tumpang tindih fungsi gelombang pada masing-masing orbital
dari atom-atom yang berkontribusi dan saling terpisah. Misalnya ikatan valensi pada molekul
hidrogen, dimana apabila terdapat satu elektron pada masing-masing dua atom H yang
berlainan maka kemungkinan fungsi gelombang pada sistem adalah sebagai berikut:
Ψ = χA(1)χB(2) ………………………………………….. (1)
Ψ = χA(2)χB(1) ………………………………………….. (2)
dengan keterangan bahwa χA dan χB adalah orbital-orbital 1s pada atom A dan B, sementara
angka 1 dan 2 menunjukkan elektron yang berikatan dengan proton pada masing-masing atom
A dan B. Kedua atom H ketika berada pada keadaan yang sangat dekat, tidak dapat diketahui
apakah elektron 1 terikat pada atom A dan elektron 2 terikat pada atom B atau justru sebaliknya,
sehingga perlu membuat dua fungsi gelombang pada kedua sistem yang mungkin terjadi. Saat
kedua kemungkinan ini disatukan dalam gelombang superposisi, maka terbentuk kombinasi
linear dari keduanya.
Ψ = χA(1)χB(2) + χA(2)χB(1) …………………………………… (3)
Fungsi di atas merupakan fungsi gelombang untuk ikatan H-H. Kedua fungsi ini berinterferensi
konstruktif sehingga terjadi kenaikkan amplitudo di daerah fungsi gelombang dalam nukleus
(inti). Berdasarkan penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa pada teori ikatan valensi,
fungsi gelombang dibentuk oleh pasangan spin dari elektron-elektron pada kedua orbital atom-
atom yang berikatan. Ikatan yang terjadi dari tumpang tindih ini adalah ikatan sigma (б).
Contoh ikatan sigma dari orbital s dan p yang saling tumpang tindih dapat dituliskan sebagai
berikut:
Teori ikatan valensi dapat juga diterapkan dalam molekul poliatomik dengan teori hibridisasi
molekul. Penerapan teori ikatan valensi untuk menjelaskan tentang hibridisasi sp 3 misalnya
pada molekul metana (CH4). Metana memiliki atom pusat karbon (C) yang berkoordinasi
secara terahedral. Oleh karena itu, atom karbon pusat memiliki orbital-orbital yang simetri
tepat dengan 4 atom hidrogen. Konfigurasi dari karbon adalah sebagai berikut:
Molekul CH4 berbentuk tetrahedral. Hal ini disebabkan adanya tumpang tindih 4 orbital hibrida
sp3 dari atom C dengan 4 orbital 1s dari 4 atom H yang mengarah pada pojok-pojok tetrahdral.
2. Teori Orbital
Orbital molekular merupakan hasil tumpang-tindih dan penggabungan orbital atomik pada
molekul. Menurut pendekatan lurus (linear combination), jumlah molekuler yang bergabung
sama dengan orbital atomik yang bergabung. Dua atom yang bergabung masing-masing
mempunyai satu orbital atomik dan akan dihasilkan dua orbital molekuler. Salah satu
merupakan kombinasi penjumlahan dari kedua orbital atomik yang saling menguatkan dan
lainnya merupakan kombinasi pengurangan yang saling meniadakan. Kombinasi penjumlahan
menghasilkan orbital molekuler ikat (bonding) yang mempunyai energi lebih rendah,
sedangkan kombinasi pengurangan menghasilkan orbital molekuler anti-ikat (anti-bonding).
Orbital molekuler ikat (bonding) yaitu orbital dengan rapatan elektron ikat terpusat yang
mendekat pada daerah antara kedua inti atom yang bergabung dan akan lebih stabil. Orbital
molekuler anti-ikat (anti-bonding) yaitu orbital dengan rapatan elektron ikat terpusat yang
menjauh dari daerah antara inti atom yang bergabung dan bersifat kurang stabil. Penempatan
elektron dalam orbital molekul ikatan menghasilkan ikatan kovalen yang stabil, sedangkan
penempatan elektron dalam orbital molekul anti-ikatan menghasilkan ikatan kovalen yang
tidak stabil. Orbital ikatan yang dihasilkan disebut orbital non-ikat (non-bonding) jika pada
daerah tumpang-tindih terdapat orbital atomik yang tidak bereaksi dalam pembentukan ikatan.
Kerapatan elektron dalam orbital molekul ikatan lebih besar di antara inti atom yang berikatan,
sedangkan dalam orbital molekul anti-ikatan, kerapatan elektron mendekati nol di antara inti.
Pembentukan orbital molekul ikatan berkaitan dengan interferensi konstruktif, dimana
interferensi konstruktif memperbesar amplitudo. Pembentukan orbital molekul anti-ikatan
berkaitan dengan interferensi destruktif, dimana interferensi destruktif meniadakan amplitudo.
Interaksi konstruktif dan interaksi destruktif antara dua orbital 1s dalam molekul H2 mengarah
pada pembentukan ikatan sigma (σ1s) dan pembentukan anti-ikatan sigma (σ*1s) (Chang,
2004).
Teori orbital molekul menggunakan kombinasi linear orbital-orbital atom untuk membentuk
orbital-orbital molekul. Orbital molekul merupakan sebuah orbital dari persamaan Schrödinger
yang melibatkan beberapa inti atom. Jika orbital molekul merupakan tipe orbital yang elektron-
elektronnya memiliki kebolehjadian lebih tinggi berada di antara dua inti daripada di lokasi
lainnya, maka orbital ini merupakan orbital ikat dan akan cenderung menjaga kedua inti
bersama. Jika elektron-elektron cenderung berada di orbital molekul yang berada di lokasi
lainnya, maka orbital ini adalah orbital anti-ikat dan akan melemahkan ikatan. Elektron-
elektron yang berada pada orbital bukan-ikatan cenderung berada pada orbital yang paling
dalam (hampir sama dengan orbital atom) dan diasosiasikan secara keseluruhan pada satu inti,
elektron-elektron ini tidak saling menguatkan maupun melemahkan kekuatan ikatan.
Orbital molekul sigma (ikatan atau anti-ikatan) kerapatan elektronnya terkonsentrasi secara
simetris di sekitar garis antara kedua inti atom-atom yang berikatan, dua elektron dalam orbital
molekul sigma membentuk ikatan sigma. Orbital molekul pi (ikatan atau anti-ikatan) kerapatan
elektronnya terkonsentrasi di atas dan di bawah garis imajiner yang menghubungkan kedua inti
atom yang berikatan, dua elektron dalam orbital molekul pi membentuk ikatan pi. Ikatan
rangkap dua hampir selalu terdiri atas ikatan sigma dan ikatan pi, ikatan rangkap selalu berupa
ikatan sigma dengan dua ikatan pi (Chang, 1987).
Fungsi gelombang elektron dalam suatu atom disebut orbital atom, karena kebolehjadian
ditemukannya elektron dalam orbital molekul sebanding dengan kuadrat fungsi gelombang.
Suatu fungsi gelombang mempunyai daerah yang mempunyai amplitudo positif dan negatif
yang disebut dengan cuping. Tumpang tindih cuping positif dengan positif atau negatif dengan
negatif dalam molekul akan memperkuat satu sama lain membentuk ikatan, tetapi cuping
positif dengan negatif akan meniadakan satu sama lain tidak membentuk ikatan. Besarnya efek
interferensi ini mempengaruhi besarnya integral tumpang tindih dalam kimia kuantum.
Orbital atom bertumpang tindih menghasilkan orbital molekul dalam pembentukan molekul,
yaitu fungsi gelombang elektron dalam molekul. Setiap baris dalam diagram orbital molekul
menggambarkan sebuah orbital molekul yang terisi oleh elektron. Orbital molekul ini
mencakup seluruh molekul, sehingga dapat diasumsikan bahwa elektron akan terisi pada
orbital molekul sama seperti elektron terisi pada orbital atom dengan mengikuti aturan aufbau,
kaidah Hund, serta larangan Pauli. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk
menggambarkan diagram orbital molekul untuk molekul diatomik adalah Linear Combination
of Atomic Orbitals approach (LCAO/Pendekatan Kombinasi Linear Orbital Atom).
Pendekatan diatas meliputi hal-hal sebagai berikut:
Orbital molekul terbentuk dari overlap atau tumpang tindih orbital atom.
Orbital-orbital atom dengan energi yang sama dapat berinteraksi pada tingkat enegi yang sama.
Dua orbital yang saling tumpang tindih saling berinteraksi membentuk dua orbital molekul,
yaitu Bonding Molecular Orbital (Orbital Molekul Ikatan) dan Anti-bonding Molecular Orbital
(Orbital Molekul Anti-ikatan).
Kasus paling sederhana misalnya pada orbital molekul yang dibentuk dari orbital atom A dan
B. Orbital molekul ikatan dibentuk antara A dan B apabila syarat-syarat berikut ini terpenuhi,
yaitu:
Cuping orbital atom penyusunnya cocok untuk tumpang tindih.
Tanda positif atau negatif cuping yang bertumpang tindih sama.
Tingkat energi orbital-orbital atomnya dekat.
Tingkat energi orbital molekul ikatan lebih rendah, sementara tingkat energi orbital molekul
anti ikatan lebih tinggi dari tingkat energi orbital atom penyusunnya. Semakin besar selisih
energi orbital ikatan dan anti ikatan, semakin kuat ikatannya. Apabila tidak ada interaksi ikatan
dan anti ikatan antara A dan B, orbital molekul yang dihasilkan adalah orbital non ikatan.
Elektron menempati orbital molekul dari energi terendah ke energi yang tertinggi. Orbital
molekul yang terisi dan mempunyai energi tertinggi disebut HOMO (highest occupied
molecular orbital) dan orbital molekul kosong yang mempunyai energi terendah disebut
LUMO (lowest unoccupied molecular orbital). Dua atau lebih orbital molekul yang berenergi
sama disebut orbital terdegenerasi (degenerate).
Atom-atom yang lebih besar akan begabung membentuk molekul diatomik (seperti O2, F2,
atau Cl2) maka akan lebih banyak orbital atom yang berinteraksi. Menurut pendekatan dengan
LCAO, diasumsikan bahwa hanya orbital atom dengan energi yang sama yang dapat
berinteraksi. Orbital 2s hanya berinteraksi dengan orbital 2s dari atom lainnya, orbital 2p hanya
berinteraksi dengan orbital 2p dari atom lainnya, dan begitu seterusnya. Seperti halnya pada
atom hidrogen, orbital 1s dari satu atom saling tumpang tindih dengan orbital 1s dari atom
yang lain untuk membentuk satu orbital σ1s dan satu orbital σ*1s. Bentuknya akan sama seperti
yang dibentuk oleh orbital 1s hidrogen. Orbital 2s sari satu atom akan saling tumpang tindih
dengan orbital 2s dari atom lain untuk membentuk satu orbital σ2s dan satu orbital σ*2s.
Bentuk dari kedua orbital molekul ini akan sama dengan orbital σ1s dan orbital σ*2s, namun
memiliki tingkat energi yang lebih tinggi.
Aturan konfigurasi elektron yang dapat digunakan untuk memahami kestabilan orbital molekul
adalah sebagai berikut:
Jumlah orbital molekul yang terbentuk selalu sama dengan jumlah orbital atom yang
bergabung.
Semakin stabil orbital molekul ikatan, semakin kurang stabil orbital molekul anti-ikatan yang
berkaitan.
Pengisian orbital molekul dimulai dari tingkat energi rendah ke tingkat energi tinggi. Molekul
yang stabil, jumlah elektron dalam orbital molekul ikatannya selalu lebih banyak daripada
dalam orbital molekul anti-ikatan karena pengisian elektron dalam orbital molekul ikatan yang
dimulai dari yang energi lebih rendah terlebih dahulu.
Elektron ketika ditambahkan ke orbital molekul dengan energi yang sama, susunan yang paling
stabil diramalkan aoleh aturan Hund, yaitu elektron memasuki ke orbital-orbital molekul ini
dengan spin sejajar.
Jumlah elektron dalam orbital molekul sama dengan jumlah semua elektron pada atom-atom
yang berikatan.
Senyawa diatomik homointi terdiri dari dua unsur yang memiliki inti atom yang identik. Atom-
atom yang sama akan memiliki tingkat energi yang sama. Orbital-orbital dinamakan sigma (σ)
atau pi (π) sesuai dengan karakter orbitalnya. Suatu orbital sigma mempunyai simetri rotasi
sekeliling sumbu ikatan, dan orbital pi mempunyai bidang simpul. Oleh karena itu, ikatan
sigma dibentuk oleh tumpang tindih orbital s-s, p-p, s-d, p-d, dan d-d, dan ikatan pi dibentuk
oleh tumpang tindih orbital p-p, p-d, dan d-d. Apabila dua fungsi gelombang dari dua atom
dinyatakan dengan φA dan φB, orbital molekul yang terbentuk merupakan kombinasi linear
orbital atom (linear combination of the atomic orbitals (LCAO)). Dalam molekul hidrogen
(H2), tumpang tindih orbital 1s masing-masing atom hidrogen membentuk orbital ikatan σg
apabila cupingnya mempunyai tanda yang sama dan anti-ikatan σu bila bertanda berlawanan
serta dua elektronnya mengisi orbital ikatan σg.
Terbentuknya orbital molekuler pada molekul H2 dengan metoda kombinasi linear orbital
atomik (linear combination of the atomic orbitals (LCAO) adalah sebagai berikut:
Ψ = N (Ψx + Ψy) ………………………………………….. (4)
Ψ* = N (Ψx + Ψy) …………………………………………. (5)
Dimana:
Ψ = fungsi gelombang untuk orbital molekuler
Ψx danΨy = fungsi gelombang orbital 1s hidrogen untuk atom x dan y
N = konstanta normaliasi
Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa selain adanya orbital atom (samping),
terdapat juga orbital molekul (tengah). Elektron-elektron pada orbital molekul merupakan
jumlah dari elektron-elektron yang terdapat di dalam masing-masing orbital kulit valensi unsur
penyusunnya. Orbital s akan membentuk ikatan sigma dan orbital p akan membentuk ikatan
pi. Orbital dengan tanda asterik (*) merupakan orbital anti-ikatan sehingga suatu molekul
menjadi tidak stabil. Semakin banyak elektron pada orbital anti-ikatan, maka suatu molekul
akan semakin tidak stabil. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa gas O2 merupakan gas
paramagnetik karena terdapat elektron yang tidak mengisi orbital π*px dan π*py secara penuh,
sehingga konfigurasi elektron valensi molekul O2 adalah:
(σ2s)2(σ*2s)2(σ2pz)2(π2px)2(π2py)2(π*2px)1(π*2py)1 atau (σ2s)2(σ*2s)2(σ2p)2( π2p)4(π*2p)2
Hibrid sp3
Hibridisasi menjelaskan atom-atom yang berikatan dari sudut pandang sebuah atom. Untuk
sebuah karbon yang berkoordinasi secara tetrahedal (seperti metana, CH 4), karenanya karbon
haruslah memiliki orbital-orbital yang memiliki simetri yang tepat dengan 4 atom hidrogen.
Konfigurasi kondisi dasar karbon merupakan 1s2 2s2 2px1 2py1 atau lebih gampang dilihat:
Teori ikatan valensi memprediksikan, sesuai pada keberadaan dua orbital p yang terisi
setengah, bahwa C akan membentuk dua ikatan kovalen, yaitu CH2. Namun, metilena
merupakan molekul yang sangat reaktif (lihat pula: karbena), sehingga teori ikatan valensi saja
tidak cukup untuk menjelaskan keberadaan CH4.
Lebih lanjut lagi, orbital-orbital kondisi dasar tidak bisa digunakan untuk berikatan dalam CH4.
Walaupun eksitasi elektron 2s ke orbital 2p secara teori mengijinkan empat ikatan dan sesuai
dengan teori ikatan valensi (adalah aci untuk O2), hal ini berarti akan aci beberapa ikatan
CH4 yang memiliki energi ikat yang berlainan oleh karena perbedaan aras tumpang tindih
orbital. Gagasan ini telah dibuktikan keliru secara eksperimen, setiap hidrogen pada CH 4 bisa
dibiarkan lepas sama sekali dari karbon dengan energi yang sama.
Untuk menjelaskan keberadaan molekul CH4 ini, karenanya teori hibridisasi digunakan.
Langkah awal hibridisasi merupakan eksitasi dari satu (atau lebih) elektron:
Proton yang membentuk inti atom hidrogen akan menarik keliru satu elektron valensi karbon.
Hal ini menyebabkan eksitasi, memindahkan elektron 2s ke orbital 2p. Hal ini meningkatkan
pengaruh inti atom terhadap elektron-elektron valensi dengan meningkatkan potensial inti
efektif.
Kombinasi gaya-gaya ini membentuk fungsi-fungsi matematika yang baru yang dikenal sbg
orbital hibrid. Dalam kasus atom karbon yang berikatan dengan empat hidrogen, orbital
2s (orbital inti hampir tidak pernah terlibat dalam ikatan) "bergabung" dengan tiga orbital
2p membentuk hibrid sp3 (dibaca s-p-tiga) dijadikan
Pada CH4, empat orbital hibrid sp3 bertumpang tindih dengan orbital 1s hidrogen,
menghasilkan empat ikatan sigma. Empat ikatan ini memiliki panjang dan kuat ikat yang sama,
sehingga sesuai dengan pengamatan.
sama dengan
Sebuah pandangan alternatifnya merupakan dengan memandang karbon sbg anion C4−. Dalam
kasus ini, semua orbital karbon terisi:
Bila kita menrekombinasi orbital-orbital ini dengan orbital-s 4 hidrogen (4 proton, H+) dan
mengijinkan pemisahan maksimum selang 4 hidrogen (yakni tetrahedal), karenanya kita bisa
melihat bahwa pada setiap orientasi orbital-orbital p, sebuah hidrogen tunggal akan
bertumpang tindih sebesar 25% dengan orbital-s C dan 75% dengan tiga orbital-p C. HaL ini
sama dengan persentase relatif selang s dan p dari orbital hibrid sp3 (25% s dan 75% p).
Menurut teori hibridisasi orbital, elektron-elektron valensi metana seharusnya memiliki tingkat
energi yang sama, namun spektrum fotoelekronnya [3] menunjukkan bahwa terdapat dua pita,
satu pada 12,7 eV (satu pasangan elektron) dan saty pada 23 eV (tiga pasangan elektron).
Ketidakkonsistenan ini bisa dijelaskan apabila kita menganggap keadaan penggabungan orbital
tambahan yang terjadi ketika orbital-orbital sp3 bergabung dengan 4 orbital hidrogen.
Hibrid sp2
Senyawa karbon ataupun molekul yang lain bisa dijelaskan seperti yang dijelaskan pada
metana. Misalnya etilena (C2H4) yang memiliki ikatan rangkap dua di selang karbon-
karbonnya. Struktur Kekule metilena akan tampak seperti:
Ethene Lewis Structure. Each C bonded to two hydrogens and one double bond between them.
Karbon akan melakukan hibridisasi sp2 karena orbtial-orbital hibrid hanya akan membentuk
ikatan sigma dan satu ikatan pi seperti yang disyaratkan untuk ikatan rangkap dua di selang
karbon-karbon. Ikatan hidrogen-karbon memiliki panjang dan kuat ikat yang sama. Hal ini
sesuai dengan data percobaan.
Dalam hibridisasi sp2, orbital 2s hanya bergabung dengan dua orbital 2p:
membentuk 3 orbital sp2 dengan satu orbital p tersisa. Dalam etilena, dua atom karbon
membentuk sebuah ikatan sigma dengan bertumpang tindih dengan dua orbital sp2 karbon yang
lain dan setiap karbon membentuk dua ikatan kovalen dengan hidrogen dengan tumpang
tindih s-sp2 yang bersudut 120°. Ikatan pi selang atom karbon tegak lurus dengan bidang
molekul dan dibuat oleh tumpang tindih 2p-2p (namun, ikatan pi boleh terjadi maupun tidak).
Jumlah huruf p tidaklah seperlunya terbatas pada bilangan bulat, yakni hibridisasi
seperti sp2.5 juga bisa terjadi. Dalam kasus ini, geometri orbital terdistorsi dari yang
seharusnya. Sbg contoh, seperti yang dinyatakan dalam kaidah Bent, sebuah ikatan cenderung
untuk memiliki huruf-p yang lebih banyak ketika ditujukan ke substituen yang
lebih elektronegatif.
Hibrid sp
Ikatan kimia dalam senyawa seperti alkuna dengan ikatan rangkap tiga dijelaskan
dengan hibridisasi sp.
Dalam model ini, orbital 2s hanya bergabung dengan satu orbital-p, menghasilkan dua
orbital sp dan menyisakan dua orbital p. Ikatan kimia dalam asetilena (etuna) terdiri dari
tumpang tindih sp-sp selang dua atom karbon membentuk ikatan sigma, dan dua ikatan
pi tambahan yang dibuat oleh tumpang tindih p-p. Setiap karbon juga berikatan dengan
hidrogen dengan tumpang tindih s-sp bersudut 180°.
• Jika dalam hibridisasi orbital d yang dilibatkan adalah orbital d yang berada di luar kulit dari
orbital s dan p yang berhibridisasi, maka kompleks yang terbentuk disebut sebagai kompleks
orbital luar, atau outer orbital complex.
• Sebaliknya, jika dalam hibridisasi yang dilibatkan adalah orbital d di dalam kulit orbital s dan
p yang berhibridisasi, maka kompleks tersebut dinamakan kompleks orbital dalam atau inner
orbital complex.
: [Ar]
3d8 4s2 4p0
Elektron pada orbital 4s mengalami promosi ke orbital 3d, sehingga orbital 4s
kosong dan dapat mengalami hibridisasi dengan orbital 4p membentuk orbital
hibrida sp3.
Ni28 : [Ar]
3d8 4s 4p
hibridisasi sp3
Orbital hibrida sp3 yang telah terbentuk kemudian digunakan untuk berikatan
dengan 4 ligan CO yang masing-masing menyumbangkan pasangan elektron
bebas
[Ni(CO)4] : [Ar]
3d10 sp3
Karena semua elektron berpasangan, maka senyawa bersifat diamagnetik
: [ Ar]
3d5 4s1 4p0
Dua buah elektron pada orbital d yang semula tidak berpasangan dipasangkan
dengan elektron lain yang ada pada orbital d tersebut, sehingga 2 orbital d yang
semula ditempati oleh kedua elektron tersebut kosong dan dapat digunakan untuk
membentuk orbital hibridal d2sp3
Fe3+ : [Ar]
hibridisasi d2sp3
Karena orbital d yang digunakan dalam hibridisasi ini berasal dari orbital d yang
berada disebelah dalam orbital s dan p, maka kompleks dengan orbital hibrida
semacam ini disebut sebagai kompleks orbital dalam (inner orbital complex)
[Fe(CN)6]3- : [Ar]
3d6 d2sp3
Orbital hibrida d2sp3 yang terbentuk diisi oleh pasangan elektron bebas dari ligan
CN-
Dalam kompleks terdapat satu elektron yang tidak berpasangan, sehingga
kompleks bersifat paramagnetik.
[Ni(CN)4]2-, memiliki bentuk geometris segiempat planar
Ni28 : [Ar] 3d8 4s2
: [Ar]
3d8 4s2 4p0
Ni2+ : [Ar]
membentuk orbital hibrida dsp3
Salah satu elektron pada orbital d yang tidak berpasangan dipasangkan dengan
elektron lain, sehingga salah satu orbital d kosong dan dapat digunakan untuk
membentuk orbital hibrida dsp3
[Ni(CN4)]2- : [Ar]
3d8 dsp3
Semua elektron dalam kompleks ini berpasangan sehingga kompleks bersifat
diamagnetik
Sebagian besar kompleks lebih memilih konfigurasi kompleks orbital dalam, karena energi
yang diperlukan saat hibridisasi untuk melibatkan orbital d sebelah dalam lebih kecil
dibandingkan energi yang diperlukan untuk melibatkan orbital d sebelah luar. Meskipun
demikian, jika dilihat dari pengukuran momen magnetnya, beberapa kompleks ternyata
berada dalam bentuk kompleks orbital luar.
Contoh :
Ion [FeF6]3-, memiliki bentuk geometris oktahedral. Jika diasumsikan kompleks
ini merupakan kompleks orbital dalam dengan hanya satu elektron yang tidak
berpasangan, maka seharusnya momen magnet senyawa adalah sebesar 1,73 BM.
Menurut hasil pengukuran, momen magnet ion [FeF6]3- adalah sebesar 6,0 BM,
yang akan sesuai jika terdapat lima elektron tidak berpasangan. Berarti ion Fe 3+
dalam kompleks mengalami hibridisasi sp3d2 dengan melibatkan orbital d sebelah
luar, dan disebut sebagai kompleks orbital luar (outer orbital complex).
Fe26: [Ar] 3d6 4s2
Fe3+: [Ar] 3d5 4s0
: [Ar]
3d5 4s1 4p0 4d0
membentuk orbital hibrida sp3d2
Ikatan pada Senyawa Koordinasi Teori Medan Kristal (CFT) Kelima orbital d tidak identik,
dan dapat dibagi menjadi dua kelompok; orbital t2g dan eg.
• Orbital-orbital t2g –dxy; dxz; dan dyz – memiliki bentuk yang sama dan memiliki orientasi
arah di antara sumbu x, y, dan z.
• Orbital-orbital eg –dx 2- y2 dan dz 2– memiliki bentuk yang berbeda dan terletak di sepanjang
sumbu.
Bentuk orbital d
• Pada kompleks oktahedral, logam berada di pusat oktahedron dengan ligan di setiap sudutnya.
• Akibatnya terjadi splitting, yakni kenaikan tingkat energi orbital t2g lebih tinggi dibanding
kenaikan tingkat energi orbital eg
Kompleks Tetrahedral
• Pada kompleks tetrahedral, empat ligan mendekati atom pusat melalui pojok-pojok kubus.
• Interaksi ligan dengan orbital e lebih kuat dibanding dengan orbital t2
• Akibatnya terjadi splitting, dimana kenaikan tingkat energi orbital eg lebih tinggi dibanding
kenaikan tingkat energi orbital t2g
• Karena interaksi tidak langsung antara empat ligan dengan orbital- orbital d atom pusat
menyebabkan medan tetrahedral yang dihasilkan merupakan medan lemah.
• Contoh:
• [FeCl4]2-
Kompleks Bujur Sangkar
• Kompleks bujur sangkar dapat dianggap sebagai turunan dari kompleks oktahedral.
Kompleks ini terjadi apabila 2 buah ligan yang posisinya berlawanan sepanjang sumbu z
dijauhkan dari atom pusat sampai jarak tak berhingga.
• Semua orbital atom pusat yang mengandung komponen z yaitu orbital-orbital dxz, dyz, dan
dz2 tingkat energinya berkurang atau mengalami penstabilan, relatif bila dibandingkan dengan
tingkat energi pada medan oktahedral. Sebaliknya, orbital-orbital yang tidak memiliki
komponen z yaitu orbital dxy dan dx2-y2 tingkat energinya bertambah atau mengalami
pentidakstabilan
• Pada umumnya kompleks bujur sangkar memiliki medan kuat sehingga pemisahan energi
dz2 dengan dx2-y2 adalah besar dan mengakibatkan kompleks spin rendah (low spin).
Deret Spektrokimia
Deret spektrokimia (spectrochemical series) adalah urutan yang dihasilkan untuk sejumlah
ligan dari yang terlemah sampai yang terkuat. Pengukuran sifat magnetik dan spektrum
absorpsi dari kompleks logam transisi dapat memberi peringkat ligan dari yang paling lemah
berinteraksi dengan ion logam (dengan demikian memberikan pembelahan medan kristal
terkecil) sampai yang berinteraksi paling kuat dan memberikan pembelahan paling besar.
Telah ditemukan melalui studi eksperimen mengenai spektra sejumlah besar kompleks yang
mengandung berbagai ion logam dan berbagai ligan, bahwa ligan-ligan dapat ditata dalam deret
menurut kapasitasnya untuk menyebabkan pemisahan orbital d . Deret tersebut bagi ligan-ligan
yang umum, adalah I- < Br - < Cl - < F - < OH - < C2O4 2- < H2O < - NCS - < py < NH3 <
en < bipy < o-phen < NO2- < CN -. Gagasan dari deret tersebut adalah bahwa pemisahan orbital
d, dan karenanya frekuensi-frekuensi relatif pita-pita serapan sinar tampak bagi dua kompleks
yang mengandung ion logam sama tetapi ligan yang berbeda, dapat diramalkan dari deret
tersebut, apa pun ion logam tertentu tadi. Tentu saja tidak dapat di harapkan aturan sederhana
dan berguna itu dapat diterapkan secara menyeluruh. Persyaratan berikut perlu diingat dalam
menerapkannya.
Deret didasarkan atas data bagi ion-ion logam dalam tingkat oksidasi yang umum. Karena sifat
alami interaksi logam-logam dalam tingkat oksidasi logam yang luar biasa tinggi atau luar biasa
rendah, dalam beberapa hal mungkin berbeda dari interaksi tersebut dalam logam dengan
tingkat, oksidasi normal, pelanggaran yang menyolok dari urutan yang diperlihatkan bisa
terjadi bagi kompleks-kompleks dalam tingkat oksidasi yang tidak biasa.
Bahkan bagi ion-ion logam dalam tingkat oksidasi normal kadang-kadang ditemukan suatu
pembalikan urutan dari anggota yang bersebelahan, atau hampir bersebelahan dalam deret.
Teori VSEPR
Dalam penentuan bentuk atau geometri molekul, perlu diperhitungkan keberadaan elektron tak-
berikatan dan elektron valensi ketika pembentukan ikatan. Teori ini disebut juga teori domain
elektron, suatu pengembangan dari teori VSEPR (Valence Shell Electron Pair Repulsion).
Pada teori ini terdapat dua jenis domain, yaitu domain elektron bebas untuk pasangan elektron
bebas dan domain elektron ikatan untuk elektron dalam ikatan, dimana satu pasang elektron
bebas dianggap satu domain elektron.
Satu ikatan baik itu tunggal, rangkap dua maupun tiga juga dianggap satu domain elektron.
Dari jumlah total domain inilah didapatkan bentuk-bentuk dasar untuk berbagai molekul seperti
berikut:
A. Prinsip-prinsip dasar dari teori domain elektron
Selain itu prinsip-prinsip dasar dari teori domain elektron adalah sebagai berikut
Antardomain elektron pada kulit luar atom pusat saling tolak-menolak, sehingga
domain elektron akan mengatur diri sedemikian rupa untuk meminimalisir gaya tolak-
menolak ini.
Pasangan elektron bebas (PEB) mempunyai gaya tolak yang sedikit lebih kuat daripada
pasangan elektron ikatan.
Hal itu terjadi karena pasangan elektron bebas hanya terikat pada satu atom, sehingga
gerakannya lebih leluasa. Urutan kekuatan tolak-menolak diantara pasangan elektron adalah
sebagai berikut.
Tolakan antar PEB > tolakan antara PEB dan pasangan elektron ikatan > tolakan antar
pasangan elektron ikatan
Dimana EV = jumlah elektron valensi atom pusat X = jumlah atom yang terikat
pada atom pusat
b. Senyawa biner berikatan rangkap atau kovalen koordinat
𝐸𝑉−𝑋′
E=
2
Bentuk molekul
Berikut bentuk molekul dengan adanya PEB untuk jumlah domain 5 hingga 6