Anda di halaman 1dari 18

Trauma Ledakan (Blast Injury)

Ledakan terjadi sebagai hasil perubahan yang sangat cepat dari suatu
bahan dengan volume yang relative kecil baik pada cairan atau gas
menjadi produk-produk gas. Produk-produk gas ini secara cepat
berkembang dan menempati suatu volume yang jauh lebih besar daripada
volume bahan aslinya . Bilamana tidak ada rintangan, pengembangan gas
yang cepat ini akan menghasilkan sesuatu yang dapat dibayangkan
berbentuk bola. Di dalam bola ini tekanan jauh lebih besar daripada
tekanan atmosfer.Pada batas luar bola ini seolah-olah ada dinding yang
terdiri dari gas yang lebih pada, dan beraksi sebagai gelombang tekanan
(shock wave). Tekanan akan turun dengan cepat semakin jauh dari pusat
ledakan, dan penurunan tekanan ini akan terjadi berbanding pangkat tiga
dengan jarak .

Pemindahan energy akan terjadi saat gelombang tekanan ini mulai


berjalan. Danpemindahan energy yang berbentuk oskilasi ini akanterjadi
pada media yang dilewatinya. Fase tekanan positif dari oskilasi dapat
mencapai beberapa atmosfer dalam ukurannya, tetapi durasinya sangat
pendet sedangkan fase negative yang mengikutinya mempunyai durasi
yang sangat panjang. Fakta yang terakhir ini merupakan sesuatu jawaban
terhadap adanya fenomena ambruknya suatu bangunan. Bukan keluar tapi
kedalam ( falling in ward). Trauma ledak dapat diklasifikasikan dalam
primer, sekunder dan tersier.

Trauma ledak primer merupakan hasil dari efek langsung gelombang


tekanan dan paling peka terhadap organ-organ yang berisi gas. Membrane
tympani adalah yang paling peka terhadap efek primer ledak dan mungkin
mengalami rupture bila tekanan melewati 2 atmosfir. Jaringan paru akan
menunjukkan suatu conclusi, edema dan rupture yang dapat menghasilkan
pneumothorax. Rupture alveoli dan vena pulmonalis dapat menyebabkan
emboli udara dan kemudian kematian mendadak. Perdarahan intra okuler
dan ablasio retina merupakan manifestasi okuler yang biasa terjadi pada
trauma ledak primer, dengan demikian juga rupture.

v Trauma ledak sekunder merupakan hasil dari obyek-obyek yang


melayang dan kemudian menghantam individu.
v Trauma ledak tersier terjadi bila individunya sendiri berubahmenjadi
suatu misil dan terlempar kemudian beradu dengan suatu obyek atau
tanah. Trauma ledak sekunder dan tersier dapat mengakibatkan trauma
baik tembus maupun tumpul secara bersamaan

Cedera Ledakan
Umumnya terjadi karena industri dan terorisme. Mekanisme cedera karena
ledakan disebabkan oleh 3 faktor:

Primer: udara ledakan


Sekunder: korban yang diterjang bahan yang terlempar akibat
ledakan
Tersier: terlempar dan membentur obyek lain

Cedera akibat udara ledakan dapat merusak gendang telinga,menimbulkan


pneumothorax dan menimbulkan perdarahan jaringan paru (Ruptur
alveoli).Ruptur alveoli dapat menyebabkan emboli sehingga terjadi
gangguan Sistem Saraf Pusat. Selain itu dapat terjadi kerusakan saluran
pencernaan berupa memar usus dan ruptur lambung.

Dalam istilah kimia, reaksi peledakan ini dikenal dengan nama reaksi
eksplosif. Reaksi eksplosif merupakan reaksi kimia yang berlangsung
sangat cepat dan berlangsung dalam waktu sangat singkat. Reaksi
eksplosif ini akan membebaskan sejumlah energi yang sangat besar.
Dalam skala yang besar, reaksi ini mampu menghancurkan benda-benda
yang berada dalam radius daya ledaknya. Reaksi inilah yang dalam
kehidupan sehari-hari dikenal dengan ledakan bom.

Reaksi peledakan ini biasanya berlangsung dengan adanya katalis. Katalis


inilah yang menyebabkan suatu reaksi kimia berlangsung dengan cepat.
Katalis adalah suatu zat yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi tanpa
memodifikasi perubahan energi gibbs standar dari suatu reaksi (Admin Alif,
2005).

Platina merupakan salah satu contoh katalis yang digunakan untuk


mempercepat terjadinya reaksi antara hidrogen dan oksigen dalam fasa
gas. Dari reaksi ini dapat menyebabkan ledakan. Dari beberapa literatur,
diketahui bahwa katalis dapat menghasilkan atom hidrogen dari molekul
hidrogen dan atom ini akan menyebabkan terjadinya reaksi rantai yang
sangat cepat.

Disamping katalis, reaksi peledakan juga bisa terjadi jika ada nyala api,
seperti nyala dari korek api, dan sebagainya. Nyala api ini dapat menjadi
pemicu terbentuknya radikal bebas. Dalam suatu mekanisme reaksi,
radikal bebas ini dapat menyebabkan reaksi bercabang yang menghasilkan
lebih dari satu radikal. Jika reaksi radikal ini terjadi dalam jumlah yang
banyak, maka jumlah radikal bebas dalam suatu reaksi akan meningkat.
Akhirnya reaksi akan berlangsung sangat cepat dan akan dibebaskan
energi yang sangat besar. Selanjutnya terjadilah ledakan.

Albert Einstein pernah memperkenalkan kepada dunia mengenai


hubungan antara energi dengan massa dan kecepatan suatu benda yang
dikenal dengan persamaan E = M.C2. Jika kita hubungkan dengan reaksi
peledakan diatas, didapatkan suatu kesimpulan bahwa suatu reaksi
peledakan akan semakin besar jika massa reaktan (zat yang mengalami
reaksi) digunakan dalam jumlah besar dengan adanya kecepatan yang
sangat tinggi. Einstein mendefinisikan kecepatan disini adalah kecepatan
cahaya yang dikuadratkan. Dari penggunaan tersebut terjadinya ledakan
yang dasyat.

Dalam skala laboratorium reaksi peledakan ini pun bisa diuji-cobakan. Dari
berbagai literatur, di laboratorium terdapat banyak sekali zat-zat kimia yang
jika dicampur dapat menyebabkan terjadinya ledakan. Meski ledakan yang
terjadi tergolong kecil, namun secara prinsip hampir sama reaksi ledakan
lainnya dalam skala besar. Tinggal kita memperbesar konsentrasinya saja.
Selanjutnya agar terjadi ledakan, maka ditambahkanlah katalis atau nyala
api untuk mempercepat terjadinya reaksi atau pembentukan radikal bebas.
Akibatnya akan membebaskan sejumlah energi yang besar.
Berikut ini adalah lima jenis bom berdasarkan mekanisme
ledakan yang digunakan. Low explosive adalah salah satunya.
Gas terkompresi

Ledakan dengan kekuatan kecil bisa dihasilkan dengan memberikan


tekanan di dalam sebuah wadah tertentu. Secara teknis, perangkat
yang menyebabkan ledakan jenis ini tidak bisa diklasifikasikan
sebagai bom.

Kendati demikian, ledakan yang terjadi dapat merusak bangunan,


melukai, bahkan mematikan mahluk hidup, termasuk manusia. Zat
cair, gas, maupun senyawa gas mudah terbakar yang muncul dalam
ledakan ini dapat pula menyala jika terpapar percikan api.

Low explosive

Bom-bom paling sederhana atau paling kuno biasanya menggunakan


low explosive alias bahan berdaya ledak rendah. Salah satunya
adalah black powder atau yang lebih dikenal bubuk mesiu. Black
powder inilah, yang menurut Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal
Unggung Cahyono, ditemukan di lokasi ledakan di Tanah Abang,
Jakarta.

Low explosive biasanya terbuat dari komposisi potasium nitrat, batu


bara, atau bubuk aluminium. Jika terbakar, bahan ini menghasilkan
gas panas. Untuk bisa dijadikan sebuah bom, butuh low explosive
dalam jumlah banyak, atau bisa pula dimasukkan dalam wadah
bertekanan tinggi.

High explosive

Bom high explosive atau berdaya ledak tinggi melibatkan sebuah


proses yang dinamakan detonasi (pembakaran) untuk melepaskan
energi kimia secara cepat. Reaksi kimia dari bahan berdaya ledak
tinggi ini melebihi kecepatan suara.

High explosive meledak dengan kecepatan berkisar antara 3 hingga 9


kilometer per detik. Sebagai contoh, bahan peledak high explosive
jenis TNT punya tingkat pembakaran 5,7 kilometer per detik. Selain
dipakai di industri pertambangan, bahan ini juga dipakai militer.

Fisi nuklir

Mekanisme fisi nuklir ditemukan pada bom atom. Fisi nuklir


memanfaatkan energi yang terdapat pada inti atom Uranium-235 dan
Plutonium-239.

Untuk melepaskan energi ini secara cepat, material inti dalam jumlah
tertentu dipapar dengan sumber neutron. Bom fisi nuklir melepaskan
energi puluhan kali lebih besar dibandingkan bom kimia dengan bobot
yang sama.

Fusi nuklir

Bom atom tipe fusi nuklir melepaskan energi melalui fusi inti atom
deuterium dan tritium. Energi yang dihasilkan ratusan, bahkan ribuan
kali lebih besar dibanding bom fisi nuklir.

Seperti diberitakan sebelumnya, warga di Jalan Jatibunder, RT 16/9,


Kelurahan Kebon Kacang, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat,
dikejutkan suara ledakan dahsyat di sebuah rumah bedeng. Ledakan
ini mengakibatkan empat orang terluka. Tiga diantaranya saat ini
dirawat di Rumah Sakit Polri Kramat Jati.
Daya Ledak Tinggi Dan Daya Ledak Rendah
Berdasarkan daya ledaknya, bom yang selama ini yang meledak di
beberapa wilayah ditanah air dibedakan menjadi dua. Yakni berdaya ledak
tinggi atau high explosive, dan berdaya ledak rendah atau low explosive.
Berdaya ledak rendah apabila memiliki kecepatan detonasi 400 hingga 800
meter per detik. Sementara berdaya ledak tinggi apabila kecepatan
detonasi antara 1000 hingga 8500 meter perdetik. Bom-bom tersebut bisa
dibuat dengan bahan-bahan kimia atau material yang banyak dijual bebas
dipasaran. Bom low explosive menggunakan bahan jenis black powder
atau mesiu petasan. Komposisinya potasium kolorat dalam jumlah besar
dicampur belerang, serbuk aluminium, dan cahcoal. Ramuan bahan ini
biasa digunakan untuk membuat petasan. bahan peledak merupakan zat
yang menghasilkan ledakan akibat gas yang mengembang dengan cepat.
Menurut tingkat bahayanya, bahan peledak terbagi atas high
explosive (berdaya ledak tinggi/besar) dan low explosive (berdaya ledak
ringan/rendah). Contoh bahan berdaya ledak rendah adalah kembang api
dan petasan, mesiu (black powder atau gun powder) dan smokeless powder.
Sedangkan bahan berdaya ledak besar misalnya dinamit, TNT, Semtex,
PETN, RDX, dll.

Untuk gambar timpani:

Mellor, SG. The relationship of blast


loading to death and injury from explosion. World J Surg.1992;16:893898

Ledakan menghasilkan polytrauma utama yang menyebabkan a


Berbagai macam luka yang menakjubkan dengan berbagai mekanisme
Beberapa daerah tubuh9,34-36 yang berkisar dari gegar otak dan
Laserasi kecil untuk amputasi traumatis, dari sindrom hancuran
Cedera mata, sampai mati karena tumpul atau tembus
Cedera atau keduanya. Tidak ada agen luka lain yang sangat efektif
Menimbulkan rasi bintang yang beragam.
Luka bakar overpressure primer jarang terjadi
Di kedua korban yang masih hidup dan sebagai penyebab kematian
Medan perang Sebaliknya, fragmen didorong jauh
Radius yang lebih besar dan, dikombinasikan dengan cedera blast tersier dan
Mekanisme lainnya, membentuk luka yang paling banyak terkena ledakan.
Jadi, meski istilah "injury injury" telah mendapat penerimaan sebagai deskriptor umum luka
akibat ledakan, penggunaan ini
Istilah menyamarkan fakta bahwa kebanyakan korban luka, terutama pada mereka
Dengan kemungkinan kelangsungan hidup terkait, disebabkan oleh banyak
Mekanisme, terutama dengan menembus fragmen, tidak
Dengan ledakan overpressure.
SH Leung,
Kasus cedera ledakan dengan perforasi timpani dan laserasi anggota badan dilaporkan terjadi.
Klasifikasi (ke
Empat jenis), mekanisme dan patogenesis luka ledakan dibahas. Deteksi awal emboli udara,
Terutama di lokasi, bisa sangat sulit. Korban yang tampaknya hanya memiliki luka sekunder
superfisial (oleh
Fragmen rudal) tidak boleh dilepaskan tanpa pemeriksaan yang teliti karena emboli udara
terbuka bisa terjadi
Terjadi nanti Untuk mencegah atau mengurangi emboli udara, ventilasi mekanis harus
dihindari.
Mekanisme ledakan ledakan eksplosif Ledakan ditandai dengan pelepasan besar
Jumlah energi berupa tekanan dan panas, dengan jumlah pasti tergantung dari
jenis dan jumlah bahan peledaknya. Jika ledakan dibatasi dalam semacam casing
seperti bom, tekanan akan merusak perumahan dan mengeluarkan fragmen yang
dihasilkan pada kecepatan tinggi. Energi yang tersisa ditransmisikan ke lingkungan
sekitar berupa gelombang ledakan, angin kencang, goncangan tanah, dan api.
Gelombang ledakan dimulai sebagai satu denyut nadi dari tekanan yang
meningkat yang naik ke tingkat puncak dalam beberapa milidetik dan kemudian
dengan cepat jatuh ke tekanan minimum yang lebih rendah daripada tekanan
atmosfir aslinya. Ini disebarkan secara radial dari ledakan, dengan pinggiran bola
yang tertambat dengan tajam menjadi ledakan, tekanan, atau gelombang kejut.
Durasi dan tingkat puncak tekanan tinggi tergantung pada sifat bahan peledak,
media konduksi, dan jarak dari titik peledakan. Puncak tekanan gelombang
ledakan ini menentukan overpressure bahwa objek di jalurnya tunduk dan
merupakan penentu utama ledakan primer. Gelombang tekanan negatif, atau
isapan gelombang ledakan, berlangsung beberapa kali lebih lama dari pada
tekanan tinggi
Gelombang tapi tidak pernah bisa lebih besar dari 760 mmHg (14,7 psi). Bagian depan
gelombang ledakan berkurang dalam tekanan dan kecepatan secara eksponensial dengan jarak
dari ledakan, sampai kecepatannya mencapai suara dan ledakan terdengar.
Dalam ledakan di bawah air laju peluruhan jauh lebih sedikit karena air hampir tidak dapat
dikompres. Oleh karena itu, zona mematikan di sekitar ledakan di bawah air jauh lebih besar
untuk sejumlah bahan peledak daripada ledakan udara. Gas yang berkembang pesat dari
ledakan juga menggantikan udara, menyebabkannya bergerak menjauh dengan kecepatan
sangat tinggi dan menghasilkan angin ledakan transien yang bergerak cepat di belakang shock
depan gelombang ledakan. Ini mungkin sama merusaknya dengan ledakan aslinya, mengingat
angin badai dengan kecepatan 125 mph memiliki tekanan lebih dari 0,25 psi.

Gelombang ledakan mirip dengan gelombang suara karena arusnya melompati rintangan di
jalurnya. Dengan demikian ada tekanan yang bekerja pada sudut siku-siku terhadap arah
perjalanan gelombang ledakan, yang dikenal sebagai tekanan kejadian. Makanya, korban di
balik dinding rendah tidak akan terlindungi dari dampak ledakan tersebut. Korban di antara
ledakan dan dinding mungkin mengalami ledakan yang diperbesar dua atau tiga kali lipat oleh
tekanan yang dipantulkan.
Cedera utama
Seiring gelombang ledakan melintas meski bodi, hal itu menyebabkan kerusakan dengan tiga
fenomena berbeda: percepatan, spalling dan implosion.
A) Akselerasi adalah gerakan viscera yang diprakarsai oleh gerakan dinding tubuh ke arah
gelombang ledakan. Organ padat hanya bergetar saat gelombang ledakan melewatinya.
Namun, struktur yang berdekatan memiliki sifat inersia yang berbeda bertabrakan, sementara
mesenterium robek jika diregangkan melebihi batas elastisnya.
B) Spalling dapat terjadi pada antarmuka dua media yang berbeda saat gelombang kejut
berpindah dari kepadatan tinggi ke medium dengan tingkat kepadatan rendah. Misalnya, saat
udara memenuhi air, permukaan air dipecah menjadi tetesan air mancur. Hal ini disebabkan
terciptanya refleksi negatif pada antarmuka dan dengan demikian memecah permukaan media
yang lebih berat.
C) Implosion adalah konsentrasi sesaat dari ruang gasfilled karena tekanan tinggi di sekitar
cairan atau kompres padat membuat ruang ini. Demikian pula, karena ada perbedaan tekanan
antara ruang udara dan vaskular, darah dan cairan
Dipaksa masuk ke ruang penuh udara. Mekanisme ini sangat penting di paru-paru, di mana ia
berkontribusi pada perdarahan paru. Selain itu, karena gelombang tekanan negatif mengikuti
tekanan positif awal, ledakan sekunder internal yang lebih kecil terjadi saat gas terkompresi
kembali meluas.
Jaringan bervariasi dalam kerentanan mereka terhadap cedera ledakan primer, dengan jaringan
homogen atau padat setidaknya berisiko karena pada dasarnya tidak dapat dikompres dan
hanya bergetar secara keseluruhan saat mengalami gelombang ledakan. Sebaliknya, organ yang
diisi gas bersifat kompresibel dan memiliki antarmuka jaringan gas, yang berarti perpindahan
terjadi di mana pun jaringan-gas interface, yang berarti perpindahan terjadi di mana pun
jaringan dengan antarmuka kerapatan yang berbeda, mengakibatkan distorsi dan robekan
jaringan.
Dengan demikian, cedera peledakan primer terutama mempengaruhi organ yang mengandung
udara dan menyebabkan kerusakan paling parah pada persimpangan antar jaringan, dimana
longgar, kurang didukung.
Jaringan dipindahkan melebihi batas elastisnya. Sementara yang mengandung cairan (kandung
kemih, kandung empedu) hampir tidak pernah rusak oleh mekanisme ini.

Telinga
Telinga paling sering terkena ledakan eksplosif,
Dengan gangguan pendengaran menjadi manifestasi utama.
Mendengar bisa rusak oleh salah satu dari tiga cara berikut:
A) Membran timpani bisa pecah. Hal ini biasanya terjadi pada orang dewasa pada perbedaan
tekanan antara telinga tengah dan eksternal sekitar 360 mmHg (7 psi), dan paling sering hadir
sebagai perforasi linier pars tensa (setelah efek ledakan).
B) Dislokasi ossicles yang mungkin disertai ruptur membran timpani atau terjadi sebagai cedera
tunggal. (Percepatan)
C) Ketulian dapat terjadi akibat efek ledakan di telinga bagian dalam, menyebabkan fistula
perilymph dan kerusakan lainnya. Selain gangguan pendengaran, gejala utama kerusakan
telinga bagian dalam meliputi vertigo dan tinnitus. Sinus paranasal juga rentan terhadap cedera
ledakan, biasanya bermanifestasi sebagai kerusakan barotraumatik yang serupa dengan
sindrom pemerasan yang terjadi pada penyelaman udara tekan. Jika membran timpani secara
klinis utuh, maka cedera ledakan yang serius sangat tidak mungkin terjadi.

Paru-paru
Paru-paru pada umumnya adalah organ yang paling parah
Terkena cedera ledakan, dan luka-luka ini mungkin terjadi
Untuk menghadirkan ancaman bagi kehidupan. Kerentanan dari
Paru-paru untuk gelombang ledakan tergantung pada tekanan puncak
Dan durasinya. Mereka mungkin mengalami kerusakan parah
Tekanan berlebih 50 psi yang bertahan lebih dari 4 ms.
Gelombang ledakan menyebabkan kerusakan alveolar yang meluas
Karena pengaruhnya di jaringan-gas antarmuka, memproduksi
Perdarahan interstisial dan intra alveolar dan edema,
Laser parenkim dan pleura, dan alveolarvenous
Fistula
Karena sifat meluasnya kerusakan ini, beragam
Cedera tertentu dapat ditemukan, termasuk paru-paru
Edema, pneumotoraks dan udara ekstra alveolar lainnya
Sindrom, dan emboli udara. Udara yang masuk
Arteri serebral dan koroner melalui vena pulmonalis
Dapat menyebabkan kerusakan otak yang parah dan kematian mendadak. Gejala aktual yang
dialami korban cedera paru-paru ledakan akan bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan dan
sifatnya
Luka spesifik mereka, tapi, secara umum, mereka akan hadir
Dengan dyspnoea dan tanda-tanda pulmonary lainnya
Ketidakcukupan, nyeri dada, hemoptisis, rasi, rhonchi
Dan tanda-tanda edema paru atau perdarahan lainnya.

Saluran pencernaan
Hal ini lebih mungkin terjadi pada ledakan di bawah air
Karena ledakannya lebih efisien ditransmisikan dalam hal ini
medium. Implosion dan spalling menyebabkan kontusi dan
Perforasi organ yang mengandung gas saat
Gas kembali mengembang. Karena usus besar biasanya mengandung
Lebih banyak gas daripada usus kecil, cenderung lebih banyak
Sangat terpengaruh Efek geser yang disebabkan oleh
Percepatan jaringan dengan sifat inersia yang berbeda
Mungkin bertanggung jawab atas submukosa dan subserosal
Perdarahan di usus, dan luka mesenterika.
Manifestasi klinis yang umum termasuk perut
Nyeri, melaena, tanda peritonitis, dan udara bebas di
Perut. Evisceration dan kerusakan kotor lainnya mungkin terjadi
Ditemukan pada korban yang sangat dekat dengan
Situs peledakan, tapi jenis luka ini hampir
Selalu fatal

Pengelolaan korban ledakan Resusitasi baik di lokasi maupun di rumah sakit harus dilakukan
Ikuti garis standar dan rencana kontinjensi bencana harus diaktifkan melalui saluran yang benar
jika diindikasikan. Poin spesifik berikut harus diperhatikan:
1. Diagnosis, terutama di lokasi, bisa sangat sulit. Awalnya pasien yang terluka akibat ledakan
mungkin tidak memiliki tanda-tanda kerusakan eksternal dan tampak tidak terluka namun tiba-
tiba memburuk dalam beberapa menit berikutnya atau beberapa jam kemudian. Cedera terkait,
seperti luka bakar inhalasi atau penetrasi oleh fragmen kecil, yang pada awalnya tampaknya
kurang penting sebenarnya bisa parah.
2. Pendekatan yang sangat konservatif, oleh karena itu, harus dilakukan. Korban yang
tampaknya hanya memiliki luka sekunder superfisial jangan sampai dipecat tanpa pemeriksaan
teliti.
3. Korban luka luka harus ditangani dengan cara yang sama seperti korban trauma ganda yang
mengikuti prinsip emas A, B, C namun perhatian khusus harus diarahkan ke sistem pernafasan.
4. Ini termasuk memberikan perhatian khusus pada pemeliharaan saluran napas paten
(terutama bila tulang belakang rahang atas, rahang atas atau cedera kepala dan leher lainnya
ada), memberikan oksigen tambahan, dengan bijaksana menggunakan cairan intravena5 dan
Analgesik, evakuasi pneumo- dan haemotoraks, dan segera menerapkan ventilasi mekanis jika
tanda-tanda kegagalan pernafasan atau oksigenasi yang tidak adekuat ada.
5. Namun, beberapa pihak berwenang menganjurkan bahwa oksigen harus diberikan oleh
masker pada tahap awal setelah cedera ledakan dan jika memungkinkan ventilasi mekanis
harus dihindari selama mungkin, untuk menurunkan risiko emboli udara (karena alveolar
diffuse Kerusakan-kapiler di paru-paru ledakan sangat meningkatkan risiko menyebabkan
ekstravasasi ekstra-alveolar pada udara, termasuk emboli udara). Untuk alasan yang sama,
ventilasi ekspirasi positif (PEEP) harus dihindari selama beberapa hari.
6. Telah disarankan juga bahwa ada risiko tinggi dari pasien ini yang mengembangkan
pneumothoraces pada ventilasi, karena fistula bronkopleural traumatis, dan saluran
pembuangan profilaksis telah dianjurkan.
7. Hal ini berguna untuk memeriksa membran timpani. Jika tidak berlubang, pasien tidak
mungkin mengalami cedera ledakan yang signifikan.
8. Perlu dicatat apakah pasien anosmik karena pelat penciuman sering rusak akibat spalling dan
ledakan di sinus ethmoid. Meskipun hal ini kurang penting secara klinis, mungkin menjadi
penting jika kompensasi dicari di kemudian hari.
Penilaian neurologis yang hati-hati penting, mengingat keadaan neurologis bisa memburuk
dengan cepat karena emboli udara. Emboli udara dapat terlihat pada pembuluh retina pada
fundoskopi. Jika kerusakan neurologis dapat dikaitkan dengan emboli udara maka terapi
hiperbarik telah dianjurkan, walaupun harus ditekankan bahwa hanya ada sedikit pengalaman
di bidang ini.
10. Perut harus diperiksa dengan teliti untuk mengetahui adanya perdarahan intraperitoneal
atau perforasi pada viskulum berongga.
10.1. Cedera parah pada saluran cerna akibat ledakan jarang terjadi dalam isolasi meski kontusi
usus mungkin cukup umum terjadi.
10.2. Umumnya ada sedikit korban luka ledakan yang cukup parah sehingga menyebabkan
perforasi usus.
10.3. Kelembutan perut umum umum terjadi karena beberapa internal kecil
Perdarahan dan karena pasien tersebut tidak sesuai dengan anestesi umum karena cedera paru
yang menyertainya, garis konservatif harus dilakukan bila memungkinkan.
10.4. Isolasi nasogastrik dengan terapi intravena hati-hati dimonitor.
10.5. Laparotomi diindikasikan jika ada tanda-tanda iritasi peritoneum lokal, masif
Perdarahan intraperitoneal akibat pecahnya limpa atau hati atau bukti radiologis gas bebas di
rongga peritoneum.
11. Cedera sekunder harus diperlakukan seolah-olah disebabkan oleh rudal kecepatan tinggi;
Yaitu dengan debridemen yang memadai dan penundaan penutupan tertunda. Karena
kerusakan jaringan yang luas dapat terjadi secara lokal dengan kehilangan atau gangguan pada
bagian luka untuk membentuk rongga. Situs yang jauh sampai titik benturan mungkin terluka
akibat gelombang kejut. Tingkat cedera pada luka kompleks ini sulit untuk dinilai dan
penutupan primer disarankan dengan buruk.
12.Antibiotik mungkin memiliki peran penting dalam membantu mencegah infeksi, namun ini
hanya efektif jika diberikan lebih awal.
13.Traumatik amputasi yang disebabkan oleh angin ledakan akan memerlukan langkah-langkah
pertolongan pertama yang menyelamatkan nyawa yang menyelamatkan jiwa dan petugas
perawatan segera tidak perlu takut menggunakan tourniquet.
Fisika Ledakan
Detonasi adalah dekomposisi kimia yang cepat dari a
Meledak menjadi gas (8). Saat terjadi ledakan, ruang
Dulunya diduduki oleh bahan peledak yang penuh dengan
Gas di bawah tekanan dan suhu tinggi, yang mengembang secara radial ke luar saat gelombang
ledakan bergerak pada supersonik
kecepatan. Udara sangat terkompresi pada ujung tombaknya
("Overpressure") menciptakan kejutan depan. Tubuh dari
Gelombang, termasuk gerakan luar massa yang terkait
Udara ("angin kencang"), mengikuti bagian depan ini. Angin kencang,
Yang bergerak lebih lambat dari gelombang ledakan, bisa menggerakkan
Benda - dan manusia - jarak yang cukup jauh
Dan mungkin sama merusaknya dengan ledakan aslinya (9,
10). Di area terbuka, overpressure yang dihasilkannya
Ledakan umumnya mengikuti tekanan / waktu yang ditentukan dengan baik
Kurva, disebut "gelombang Friedlander," dengan awal mendekati sesaat
Lonjakan tekanan udara ambien (Gambar 1)
(11). Ini cepat meluruh dan diikuti oleh yang negatif
Gelombang tekanan yang menyebalkan puing-puing ke daerah tersebut. Itu
Tekanan / kurva waktu bisa bervariasi tergantung lokal
Topografi, adanya dinding atau benda padat lainnya, dan
Apakah ledakan diledakkan di dalam ruangan atau di luar. Itu
Gelombang ledakan bisa dipantulkan, dan mengalir di sekitar, permukaan padat.
Gelombang yang tercermin bisa diperbesar delapan sampai sembilan kali
Dan menyebabkan luka yang jauh lebih besar (12, 13). Ledakan itu
Terjadi pada bangunan dan ruang tertutup lainnya bisa lebih
Mematikan karena meningkatnya energi kompleks
Dan gelombang pantulan (14, 15). Media yang melaluinya
Gerakan gelombang ledakan juga merupakan faktor dalam intensitas ledakan.
Karena kepadatannya meningkat, air memungkinkan untuk lebih cepat
Propagasi dan durasi tekanan positif yang lebih lama,
Akuntansi untuk peningkatan keparahan di lingkungan itu.
Jarak dari pusat ledakan juga menjadi faktor dalam,
Dengan peluruhan gelombang tekanan yang terjadi kira-kira sebagai kebalikannya
Kubus dari jarak (12, 16).
Kecepatan, durasi, dan besarnya tekanan berlebih
Dari gelombang ledakan itu tergantung pada beberapa isu,
Termasuk ukuran fisik dan jenis bahan peledak di
Tuduhan diledakkan Bahan peledak bisa dikategorikan
Sebagai tinggi atau biasa (17). Dalam bahan peledak tinggi,
Reaksi kimia dipicu oleh kejutan mekanis
Gelombang yang bergerak dengan kecepatan tinggi menyebabkan bahan peledak
Untuk meledakkan dengan cepat (8). Bahan peledak tinggi lebih jauh memiliki kekuatan yang
menghancurkan, yang disebut "brisance." Sebaliknya, biasa saja
Bahan peledak, seperti bubuk mesiu, melepaskan energi lebih banyak
Perlahan dengan deflagrasi, sebuah proses yang melibatkan zat kimia yang cepat
pembakaran. Kategori dan Efek Ledakan Ledakan pada
Sistem Nonmusculoskeletal
Luka bakar umumnya dikategorikan sebagai primer,
Sekunder, tersier, kuartener, atau lain-lain (Gambar 2)
(8, 14).
Cedera Ledakan Primer
Cedera primer terjadi saat shock depan dan
Gelombang ledakan overpressure bergerak melalui tubuh. Perbedaan kepadatan komponen
anatomi tubuh
(Terutama pada antarmuka udara / fluida) yang rentan
Untuk spalling (gerakan paksa, eksplosif cairan
Dari jaringan yang lebih padat ke kurang padat, seperti di
Paru-paru manusia) dan ledakan (ketika area gas dengan cepat
Dikompres pada saat shock-depan impact dan kemudian
Dengan cepat berkembang kembali setelah melewati, menyebabkan cedera jaringan).
Yang terakhir ini sering terjadi di telinga / membran timpani
Dan usus. Kekuatan akselerasi / deselerasi dapat menyebabkan
Robeknya pedik organ dan mesenterium saat ada
Perbedaan inersia antara struktur organ. Juga, tekanan
Perbedaan (dimana ada antarmuka cairan / gas dan
Tak tertahankan, organ yang dipenuhi air, seperti pembuluh darah, miliki
Cairan dipaksa ke dalam struktur berdekatan yang kurang kompresif)
Bisa juga menyebabkan luka internal.
Organ yang paling rentan terhadap cedera primer
Adalah telinga, paru-paru, dan saluran gastrointestinal. Telinga adalah
Paling peka, dan ruptur membran timpani bisa terjadi
Digunakan sebagai penanda overpressure exposure. Paru-paru adalah
Agak lebih tahan; Namun, dengan energi yang cukup
Paparan, gangguan pada antarmuka alveolar kapiler
Dapat menyebabkan perdarahan parenkim dan penghancuran
Dinding alveolar. Ruang emotif, dan juga
Pneumotoraks, bisa dibuat. Perubahan interstisial dari
Paru-paru ledakan dapat menyebabkan sindrom distres pernafasan akut.
Infiltrat dapat dilihat pada radiograf dada dalam 90
Menit ledakan (18). Dalam kasus yang jarang terjadi, emboli udara
Pohon vaskular diyakini menyebabkan kematian mendadak
(19, 20). Sebagai organ yang penuh gas, saluran cerna
Bisa terluka akibat ledakan dan pecah. Mukosa
Dinding bisa memar. Cedera geser dapat terjadi karena
Ke akselerasi / perlambatan relatif terhadap yang lebih padat, bersebelahan
Struktur. Sistem organ lain memiliki derajat yang bervariasi
Respon terhadap cedera akibat ledakan primer, dan model
Telah dikembangkan untuk mempelajari keseluruhan patofisiologis secara lebih baik
Efek (12, 21-23).
1. Stein MS, Hirshberg A. Medical Consequences of Terrorism-The Conventional Weapon
Threat. Dalam Rodriguez A (ed): Trauma Care in the New Millenium. Surg Clin North Am,
December 1999: 1537-1552.
2. Mallonee S, Sariat S. Physical Injuries and Fatalities resulting From the Oklahoma City
Bombing. JAMA, August 7, 1996; 276; 5: 382-387.
3. Subijanto HW, Pusponegoro AD, Hertian S. Efek Trauma Ledakan Terhadap Organ Intra
Toraks dan Abdomen, Juli 1990.
4. Argyros GJ. Management of Primary Blast Injury. Toxicology 1997; 121: 105-115.
5. Charles S. Blast Injuries True Weapons of Mass Destruction. European Masters in
Disaster Medicine 2008;p1-79
6. Jose IYG. An Introduction To The Effects Of Explosions And Blast Injuries. Counter-Ied
Report 2014;15:p6-8
7. Nixon R.G. Available at http://www.fire engineering. Blast Injuries. Accessed on April,30th
2017.
8. Leung SH et al. Case report: blast injury. Hong Kong Journal of Emergency Medicine
2002;9(1):p46-51
9. Howard R.C et al. Injuries From Explosions: Physics, Biophysics, Pathology, and Required
Research Focus. The Journal of Trauma 2009;66(5):p3-11.
10. De Palma, Burris et al. Blast injury. NEJM.2005;16:1335-1342
11. Dana C.et al. Blast Injuries: Mechanics and Wounding Patterns. Journal of Surgical
Orthopaedic 2010; 19(1):p812.
12. Cohn SM. Pulmonary Contusion: Review of the Clinical Entity. J Trauma 1997; 42; 5: 973-
979.
13. Mayorga MA. The Pathology of Primary Blast Overpressure Injury. Toxicology 1997; 121:
17-28.
14. Guy RJ, Glover MA, Cripps NPJ. The Pathophysiology of Primary Blast Injury and Its
Implication for Treatment. Part I: The Thorax. J R Nav Med Serv 1998; 84; 2: 79-86.
15. Tantan H, Indra S, Handoko D, Bakri KB. Gonjang-Ganjing C-4 di Siang Bolong. Gatra
2000 Aug 12; halaman 63-66.
16. Junkui H, Zhengguo W. Studies on Lung Injuries Caused by Blast Underpressure. J Trauma
1996; 40; 3: S77-84.
17. Leibovici D, Gofrit ON, Stein MS, Shapira SC. Blast Injuries: Bus Versus Open-Air
Bombings - A Comparative Study of Injuries in Survivors of Open Air Versus Confined-
Space Explosions. J Trauma 1996; 41; 6: 1030-1035.
18. Bowen TE, Bellamy RF. Blast Injuries. Dalam: Bowen TE, Belllamy RF (ed). Emergency
War Surgery, Second United States Revision of the Emergency War Surgery NATO
Handbook. US Department of Defense. Washington DC, United States Government Printing
Office, 1988: 74-82.

Anda mungkin juga menyukai