Mozaik 3 Isi PDF
Mozaik 3 Isi PDF
MN Harisudin
Stereotipe Manusia Madura Dulu dan Sekarang 1
Sutji Hartiningsih
Tradisi Bersih Desa di Desa Ngasinan Kediri 9
Sofyan Hadi
Kosmologi dan Sinkretisme Orang Jawa:
Sistem Sosial Masyarakat Ngayogyakarta Hadiningrat 17
Hermanu J
Jatuhnya Elit Keraton dalam Politik Pergerakan 25
Lina Puryanti
Modernitas dan Lokalitas dalam Novel Mencari Sarang Angin
Karya Suparto Brata:
Perspektif Pascakolonial 42
S. Itafarida
Intertekstualitas dalam Cinta Merah Jambu
Karya Bonari Nabonenar 54
Dwi Handayani
Penggunaan Bahasa Plesetan dalam Bahasa indonesia 62
I
Luita Aribowo
Memetakan Kemampuan Berbahasa Pada Otak Manusia 69
Ikhsan Rosyid
Resensi Buku: Dekolonisasi Metodologi
Membangun Kesadaran Ilmiah sebagai Bangsa Terjajah 77
Ii
STEREOTIPE MANUSIA MADURA
DULU DAN SEKARANG
*)
MN Harisudin
Abstract
Both in the colonial period or after that, there were negative stereotypes about Madurese
society. Nowdays stereotypes about Madurese society are better than years ago. In the
colonial period, Madurese society were described as strongman, angry, not patient,
extrovert, exlusive give ideas and do'nt know tradition. In this time, although stereotypes
about Madurese society like years ago, but they are described by positive stereotypes like
hardman in work, valiantman and affirmman in Islamic religiousity. Madurese society
especially in out of Madura Island, can decrease this negative stereotypes now.
)
* STAIN Jember Dpk Universitas Islam Jember
1
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
2
Stereotip Manusia Madura Dulu dan Sekarang
3
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
4
Stereotip Manusia Madura Dulu dan Sekarang
pola hidup untuk meraih peluang hidup telah terjadi di Kalimantan Barat yang
yang maksimal. Rendahnya tingkat menjadi tujuan transmigrasi swakarsa
pendidikan pada satu sisi memang orang Madura Barat yang umumnya
kelemahan, namun pada sisi lain dikenal berwatak keras. (Mien Ahmad
mengharuskan mereka memasuki Rifai: 2007, 163-164).
lapangan kerja dalam sektor informal Sementara, Parsudi Suparlan, Guru
yang tidak memerlukan ketrampilan yang Besar Antropologi Universitas Indonesia
tinggi seperti buruh tani, pedagang eceran, mengatakan bahwa di tempat lain seperti
dan sebagai pekerja kasar di bidang jasa. Irian dan Ambon, orang Madura bisa
(MienAhmad Rifai: 2007, 163). bersifat tertib. Lingkungannya juga aman
P r o f . D r. H e n d r o S u r o y o dan tentram. Hal yang demikian ini
mengatakan bahwa sifat etnosentrisme berbeda dengan Sambas yang rata-rata
orang Madura merangsang hasrat untuk berasal dari transmigrasi Madura Barat.
saling membantu dalam bekerja secara Parsudi Suparlan membedakan antara
keras yang didukung oleh pembawaannya perilaku orang Madura Barat (Bangkalan
yang ulet dan tahan banting. Hanya saja, dan Sampang) dan orang Madura Timur
sayangnya sifat ini berdampak negatif (Pamekasan dan Sumenep). Dalam
pada kelompok masyarakat lain. Orang penilaian, orang Madura Timur lebih
Madura tidak memperhatikan dan juga beradab dan lebih tahu aturan
kurang toleran terhadap suku bangsa lain. dibandingkan dengan orang Madura
Selain itu, pembawaan temperamental Barat. Selain itu, orang Madura Barat juga
yang mudah tersinggung, begitu melihat rendah pendidikannya dan agresif dalam
ada gerakan yang bakal merugikan diri melanggar hukum seperti menjadi preman,
dan kelompoknya, maka mereka akan tukang tipu, pemeras dan lain sebagainya.
bereaksi dan mencoba menandingi. (MienAhmad Rifai: 2007, 175).
Lebih lanjut, Hendro Suroyo yang Dalam kasus yang ditemukan
juga pakar antropologi sosial Madura Parsudi Suparlan, orang Melayu di
mengatakan bahwa kebiasaan membawa Kalimantan Barat seringkali dirugikan
senjata tajam yang sukar dihilangkan, oleh orang Madura. Kejengkelan orang
merupakan faktor budaya yang bisa Melayu dicontohkan dengan pernyataan:
memicu konflik sosial. Apalagi, ditambah Kalau ayam masih kecil kami orang
keberhasilan orang Madura secara sosial melayu yang punya, tetapi kalau sudah
ekonomi yang juga membuat besar jadi milik orang Madura. Lahan
kecemburuan etnis yang lain juga sempit orang Madura lama kelamaan
meningkatkan kecemburuan yang bergeser karena ditanami pisang dan
sewaktu-waktu dapat meledak. Insiden berkembang biak ke mana-mana. Tahun
kecil dapat menyukut dan membakar demi tahun patoknya juga bergeser ke
konflik antar etnis. Pada kelompok yang arah tetangganya. Orang Madura yang
berwatak keras dan berpendidikan rendah, sudah minta dan dapat izin pemiliknya
solidaritas gampang sekali muncul mengambil buah kepunyaan orang
sehingga orang Madura dapat dihasut Melayu, tahun berikutnya dan juga
sedikit saja tanpa berpikir panjang. Ini seterusnya akan langsung mengambil
yang menurut guru besar FISIP buah tersebut tanpa perlu meminta izin
Universitas Tanjungpura (Pontianak) lagi.
5
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
6
Stereotip Manusia Madura Dulu dan Sekarang
7
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
DAFTAR PUSTAKA
Jonge, Huub de, Stereotype of the Sutarto,Ayu & S.Y. Sudikan (Penyunting),
Madurese, Royal Institutes of Pendekatan Kebudayaan dalam
Linguistics and Antrophology, Pembangunan Provinsi Jawa Timur,
I n t e r n a t i o n a l Wo r k s h o p o n Jember, Kompyawisda, 2004 .
Indonesian Studies No.6, Leiden, 7-
11 October 1991.
Wiyata, A. Latief, Lingkungan Sosial
Jordaan, R.E, Folk Medicine in Madura Budaya Madura, Makalah Seminar
(Indonesia), Leiden, Prakarsa Masyarakat dalam
Rijksuniversiteit, 1985. Kerangka Pembangunan Daerah
Madura, Unibang, 16-18
Kuntowijoyo, Perubahan Sosial dalam September 1997.
Masyarakat Agraris 1850-1940,
terj Yogyakarta, Matabangsa, 2002.
8
TRADISI BERSIH DESA DI DESA NGASINAN KEDIRI
Sutji Hartiningsih*)
Abstract
The tradition of bersih desa is not only signified as a physical ritual to clean the village,
but it is also called merti desa, which means preserving the village physically and spiritually.
Physically, villagers clean graveyards and other sacred places considered as their
ancestors' heritage that need to be preserved. Spiritually, they also conduct some mystical
rituals such as slametan (meal ceremony as an expression of gratitude) and spiritual
performance.
This paper explores various meanings of bersih desa tradition at Ngasinan village Kediri.
This tradition which commonly becomes a big event for the local village is basically
aimed to make the village clean, orderly, and well-maintained. Consequently, it will also
preserve the village sustainability and help to improve and develop the village. The
essence of bersih desa activity is worship and prayers included in the worship are in the form
of mantra and performing art. Bersih desa is usually considered as a sacred tradition.
Di Jawa kegiatan bersih desa dengan berbagai hal, antara lain tempat,
banyak dilakukan, dengan nama dan cara waktu, dan pelaku, dalam rangkaian
yang berbeda-beda. Ada yang sebuah prosesi seni budaya. Atas dasar ini
menyebutnya dengan sedekah desa, dapat dikatakan bahwa dalam seni ada
karena acara tersebut diadakan sedekah spiritualitas dan dalam tradisi ada seni.
masal. Ada pula yang menyebutkan Waktu penyelenggaraan bersih
memetri desa, karena dalam kegiatannya desa bisa berbeda-beda, bahkan teks dan
dilakukan pembenahan dan pemeliharaan tata cara ritual masing-masing wilayah
desa. Ada lagi yang menyebut dengan dapat berbeda. Perbedaan dan kesamaan
rasulan, karena kendurinya disajikan proses, merupakan aspek penting bagi
selamatan rasulan. Dari sekian ragam pemahaman makna dan fungsinya. Hal ini
istilah bersih desa, merupakan fenomena dapat dipahami bahwa satu-satunya
untuk mencari keselamatan hidup. kesamaan dalam bersih desa adalah waktu
Bersih desa sebagai tradisi budaya pelaksanaan yaitu satu tahun sekali,
juga memuat seni spiritual. Seni spiritual biasanya sesudah musim panen padi.
ini perlu dilihat lebih jauh dari aspek Sedangkan bulan, hari, tanggal dan cara
etnografi agar jelas makna dan fungsinya, pelaksanaannya tidak selalu sama.
juga dapat memberikan gambaran bahwa Tradisi bersih desa ini memiliki
dibalik fenomena tradisi dan seni, memuat bobot spiritual yang luar biasa melalui
konteks etnografi yang menarik untuk ritual tersebut menjadi wahana antara lain:
dibicarakan Hal yang menarik dari menyatakan syukur kepada Tuhan YME
fenomena tradisi bersih desa, dapat terkait atas ketentraman penduduk dan desa, dan
*)
Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya UniversitasAirlangga, tlp 031-5035676
9
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
10
Tradisi Bersih Desa Ngasinan Kediri
11
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
12
Tradisi Bersih Desa Ngasinan Kediri
13
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
14
Tradisi Bersih Desa Ngasinan Kediri
makanan kecil: jadah bakar, ketela pohon tampaknya yang paling penting ialah
bakar. terpenuhinya macam sesaji, bukan jumlah
Sesaji juga diletakkan dekat gong. masing-masing sesaji yang tidak menjadi
Jenis sesaji antara lain tumpeng gudangan, persyaratan mutlak.
dua buah kelapa yang telah dibersihkan Kedudukan dan fungsi dalang
kulit dan sabutnya, tetapi belum dipecah, dalam tradisi bersih desa sangat penting
jajan pasar (terdiri dari bermacam-macam mengingat keberhasilan suatu tradisi
makanan kecil antara lain: wajik, jadah, bersih desa sangat ditentukan oleh dalang.
kimpul, tela pendhem, kacang tanah yang Dalang secara spiritual berkedudukan
masih ada kulitnya direbus dan lain-lain), sebagai perantara kontrak batin dengan
gulan jawa satu tangkep, teh satu bungkus, roh nenek moyang atau leluhur. Hal ini
tembakau, gambir, injet. Dilengkapi buah- berarti seorang dalang bukanlah orang
buahan seperti nanas, timun, jambu, sembarangan, ia memiliki kelebihan
bengkoang, blimbing, sawo, salak, pisang dibanding kebanyakan orang, memiliki
raja satu tangkep.Semua ini diletakkan syarat tertentu yang menyangkut
dalam sebuah tempat yang dibuat dari kemampuan supranatural. Karena
anyaman bambu berbentuk segi empat kelebihan ini, maka dalang dianggap
dan diberi alas daun pisang. sebagai orang yang serba mampu atau
Sepintas pemakaian sesaji dalam mumpuni, khususnya dalam
ritual bersih desa, sekedar menghambur- hubungannya dengan alam gaib. Di
ha m b ur ka n m a t e r i . B e g i t u p ul a samping berfungsi sebagai pemimpin
pemakaian pertunjukkan wayang kulit, tradisi, dalang juga sebagai pemimpin
yang memakan banyak biaya, bagi orang pertunjukkan, yaitu memiliki
awam mungkin akan menganggap kewenangan untuk membuka dan
fenomena mubazir. Padahal jika dicermati menutup jalannya prosesi tradisi.
fenomena demikian merupakan wilayah Berdasarkan uraian di atas, tradisi
seni spiritual yang agung. Aspek-aspek bersih desa atau ruwatan bumi (bersih
estetika spiritual yang sekaligus menjadi desa) merupakan ekspresi individual dan
wahana kom unikasi gai b antara kolektif masyarakat Ngasinan, Kediri
penghayat kepercayaan dengan Tuhan yang melestarikan tradisi mitos Dewi Sri
merupakan aspek extraordinary (ke-luar- sebagai ekspresi sosial-budaya yang
biasaan) dalam bersih desa. Hal-hal yang mencerminkan percampuran unsur-unsur
sakral, penuh sensasi, mistik, dan memuat kebudayaan pra-Islam, yaitu kebudayaan
greget spiritualitas tinggi merupakan animisme, dinamisme, Hindu, dan Islam,
keluarbiasaan bersih desa. sehingga terjadi interpenetrasi yang
Uraian lengkap tentang sesaji mengkristal dalam wujud akulturasi dan
tersebut menunjukkan bahwa masyarakat inkulturasi budaya yang menjadi suatu
Ngasinan tampaknya masih meneruskan pandangan hidup baru yang berupa
tradisi para leluhurnya yang banyak kegiatan religius.
dipengaruhi oleh agama Hindu dan
kepercayaan agama lokal yang berbau Simpulan
animisme. Dari keseluruhan sesaji itu, Atas dasar pembahasan di atas
dapat disimpulkan bahwa makna bersih
15
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
DAFTAR PUSTAKA
Darusuprapta.1988.Sarasehan
16
KOSMOLOGI DAN SINKRETISME ORANG JAWA:
SISTEM SOSIAL MASYARAKAT NGAYOGYAKARTA
HADININGRAT
Sofyan Hadi*)
Abtract
*)
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jember,
17
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
18
Kosmologi dan Sinkretisme Orang Jawa: Sistem Sosial Masyarakat Ngayogyakarta Hadiningrat
19
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
20
Kosmologi dan Sinkretisme Orang Jawa: Sistem Sosial Masyarakat Ngayogyakarta Hadiningrat
dihubungkan dengan angin yang menjadi yang kekal, yakni alam kelanggengan.
nafas bila masuk ke dalam tubuh manusia. Alam kelanggengan ini memiliki
Nafas ini dihubungkan dengan nafsu yang kedudukan paling tinggi dibandingkan
mengarah kepada dorongan pemenuhan dengan alam-alam lain dalam sistem
kebutuhan syahwat. Keempat, gagasan orang Jawa. Hal ini dipengaruhi
mutmainnah (sifat baik) dilambangkan oleh konsep sangkan paraning dumadi,
dengan warna putih dihubungkan dengan yaitu konsepsi tentang alam tempat asal
air yang masuk ke dalam tubuh manusia dan tujuan berakhir manusia.
melalui air minum.
Dalam gagasan orang Jawa manusia Rasa dan Kekuatan Tersembunyi
harus mengutamakan sifat yang keempat Rasa (intuition) dalam kosmologi
agar bisa hidup dalam tatanan kosmis. Jawa merupakan konsep sentral. Sifat
Sebaliknya ketiga sifat lain harus sabar, nrima, ikhlas, waspada dan sifat-
ditekan (dikendalikan) agar tidak sifat lain bersumber dan dipengaruhi oleh
menghambat tujuan hidup sesungguhnya. ada tidaknya rasa. Tanpa rasa tidak
Manusia yang bisa memelihara sifat baik mungkin sifat-sifat bijak dimiliki oleh
dan menggunakan sifat itu untuk seseorang. Rasa tidak hanya diartikan
mengendalikan sifat buruk maka ia akan sebagai cita-rasa, perasaan, tetapi
menjadi ksatrio utomo. juga panca indera perasaan. Rasa disini
Sifat-sifat yang menjadi prasyarat menunjukkan kepada hakekat , sifat dasar
seorang ksatrio utomo adalah sifat luhur suatu benda atau kenyataan yang
seperti nrima, sabar dan ikhlas. Seseorang sebenarnya. Ia juga berarti hakekat
yang bersifat nrimo akan mendatangkan seseorang (Mulder, 1985 : 23). Dengan
kete na ngan dan mem perl ihat ka n rasa inilah seseorang, mengendalikan
penerimannya terhadap suatu keadaan. jalan pikiran, sikap dan perilakunya.
Sikap ini menumbuhkan kesusilaan batin Apabila seseorang dapat melatih rasa
yang tinggi dalam diri seseorang Jawa. dengan baik sehingga ia menjadi orang
Sikap Sabar melengkapi sikap yang peka, maka ia akan memiliki
nrima untuk mengekspresikan keluhuran kekuatan batin yang luar biasa.
budi, yang tampak dari adanya sikap Gambaran ini membawa kita
waspada (kehati-hatian) dalam membuat kepada penjelasan pola berpikir orang
keputusan. Geertz menunjukkan sikap Jawa. Pola berpikir yang alon-alon, teliti,
sabar ini sebagai ketiadaan hasrat, penuh perasaan, dan senang dengan
kesabaran dan ketiadaan nafsu (Geertz, ketidakpastian serta dengan bijak bisa
1983 : 323). Konsep ikhlas dalam diri menempatkan diri diantara pasti dan tidak,
seseorang dikonsepsikan sebagai diantara ada dan tiada, dan diantara ya dan
ketulusan dalam bertindak, tindakan tidak tidak.
mengarah kepada pemenuhan Wayang merupakan rumusan
kepentingan pribadi. konkrit dari tokoh, watak dan dunia.
Cara yang ditempuh untuk menjaga Tokoh tertentu mewakili watak tertentu,
harmoni ini adalah dengan meninggalkan yakni menggambarkan macam orang
kepentingan duniawi karena kehidupan yang memberikan pengetahuan dan
itu sendiri merupakan perjalanan ke dunia pilihan untuk merumuskan dirinya sendiri,
21
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
untuk berempati. Semua itu adalah simbol paling penting adalah ide-ide sinkretisme.
yang mengkomunikasikan dan Seperti baru saja diperlihatkan dari analisa
mewariskan gagasan tentang realitas. simbol, makna-makna mendasar dari
Bahasa merupakan rumusan lain yang simbol kehidupan orang Jawa adalah
tidak saja berfungsi untuk kemenduaan dalam sistem ide.
mengkomunikasikan diri si pembicara Kemenduaan terjadi karena usaha
dan mengkomunikasikan yang diajak menempatkan diri di tengah-tengah di
bicara maupun orang lain oleh si dalam setiap kesempatan, baik gagasan,
pembicara, tetapi bahasa lebih sebagai pembicaraan, maupun perilaku. Orang
pengendali dan pengembalian status Jawa selalu mengambil posisi di tengah,
seseorang sebagai bagian dari garis pada posisi keseimbangan. Perilaku
keluarga, bagian dari masyarakatnya, seremonial di dalam kehidupan sosial
bahkan bagian dari sebuah peradaban. merupakan wujud dari sistem gagasan
Di sini kembali tampak, konsep semacam ini. Tumpeng, sajen dan simbol
Jawa tentang pribadi, pemimpin dan itu sendiri sebenarnya menghubungkan
kekuasaan itu sendiri adalah sesuatu yang sesuatu yang ada dengan tiada, yang gaib
ada pada tataran imaji, pada kesan dan dan yang nyata yang keseluruhan
perasaan, tanpa ada wujud nyata. Sistem menunjuk kepada usaha olah pikir.
gagasan ini dibangun dengan konsep Hal ini dapat dilihat sebagai
kejawen dan seperti kata Koetjaraningrat indikator atas perhatian orang Jawa
(1980 : 135) ciri penting yang terhadap pengetahuan dan gejala yang
memperkuat kekuasaan adalah kekuatan gaib dan subyektif, yakni suatu wawasan
magis (kasekten). pribadi mengenai sesuatu dan susunannya
yang sebenarnya tidak dapat dirumuskan
Kebudayaan dan Sinkretisme secara obyektif. Orang Jawa hidup dalam
Kraton sebagai pusat orientasi
berpikir ini, mereka memang makhluk
budaya Jawa tidak lagi memiliki batas-
simbolis dalam rumusan Cassirer.
batas kekuasaan dan pengikut yang jelas Sinkretisme sebagai alternatif
karena ia bukan lagi sebagai istana dari memberikan kemungkinan kepada cara
sebuah kerajaan. Kraton Yogyakarta berpikir semacam ini di samping secara
memang sebagai sebuah istana dari sosial orientasi itu dapat diterima.
sebuah kesultanan, namun kedudukannya Kehidupan simbolis Jawa tidak hanya
didalam sistem politik Indonesia adalah meletakkan dasar berpikir secara khusus,
bagian didalam sistem yang besar, kraton tetapi meluas sampai ke luar batas daerah
sudah dinasionalkan. Akan tetapi kebudayaannya. Dalam hal ini
penyatuan itu tidak berarti penyatuan pembangunan bangsa dalam arti yang
kebudayaan Kraton ke dalam sistem yang sesungguhnya merupakan sisi paling
lebih luas. Proses yang terjadi agak berhasil dalam seluruh proses
berbeda dan menarik untuk dikaji. Dalam pembangunan nasional. Sinkretisme
proses ini dapat dilihat Kraton dengan merupakan faktor integratif dalam
kebudayaannya tidak mengalami hubungan antar agama. Sinkretisme yang
pengikisan, tetapi sebaliknya. terjadi antara agama-agama itu, tetapi
Pengaruh kebudayaan kraton yang
22
Kosmologi dan Sinkretisme Orang Jawa: Sistem Sosial Masyarakat Ngayogyakarta Hadiningrat
23
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
DAFTAR PUSTAKA
24
JATUHNYA ELIT KRATON DALAM POLITIK PERGERAKAN
Hermanu J.*)
Abstract
This article tried to analyze political thinking of the kratons' elites in the twentieth century.
The political thinking of Sunan Paku Buwana (PB) X was to restored his power that
disappeared by penetration of Dutch colonial. The Sunan's strategy to restored the power
was (1) changed political paradigm from the traditional perspective to political mass; (2)
built schools, markets, bank, hospital, gardens, mosques; and give migrant skills; (3)
supported local party that was Sarekat Islam and Boedi Oetomo. But, blunder diplomacy
took PB XI that was surrender to the Japanese troops, and PB XII tried to return to the
traditional political paradigm and formed 'swapraja' government in Surakarta. That
blunder policy to be opposite of the nasionalist perspective.
Kata kunci: politik, tradisional, Paku Buwana, Sarekat Islam, dan Boedi Oetomo.
*)
Program Studi Pendidikan Sejarah S1 dan S2, serta Program Studi S2 Kesehatan Keluarga
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
1 Isi Verklaring 1893 yang ditandatangani mencakup: (1) perbaikan pengadilan, kepolisian, dan
penyelesaian menurut hukum; (2) daerah terselip atau enclave; (3) ganti kerugian dari pemerintah; (4)
pemungutan pajak baru; (5) penyewaan tanah kepada orang-orang Eropa; (6) kerja wajib bagi penduduk
yang tinggal di daerah yang disewa oleh pengusaha asing; (7) seremoni pada pesta dan kesempatan lain.
Lihat Darsiti Soeratman, Kehidupan dunia Keraton Surakarta 1830-1939, (Yogyakarta: Yayasan untuk
Indonesia, 2000), pp. 51-59. Sementara itu diberlakukan UUD 1903 adalah untuk mewujudkan tuntutan
pengusaha Belanda agar tanah-tanah lungguh direorganisasi agraria untuk perluasan perkebunan, dan
peradilan (surambi masjid dan surambi kabupaten) diambilalih pemerintah untuk menjadi keamanan. Di
samping itu dengan adanya otonomi, pengusaha Belanda mempunyai hak bicara dalam proses pembuatan
kebijakan ekonomi dan politik di Hindia Belanda. Lihat Soetandyo Wignjosoebroto, Desentralisasi dalam
Tata Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda, (Malang: Bayumedia, 2005), pp. 4-17; George D. Larson,
Masa Menjelang Revolusi: Kraton dan Kehidupan Politik di Kasunanan, 1912-1942, (Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 1990), pp. 30-40; Takashi Shiraishi, Zaman Bergerak: Radikalisme rakyat di Jawa,
1912-1926, a.b. Hilmar Farid, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997).
2 Dalam bidang pendidikan didirikan Madrasah Mamba'ul Ulum (1905), HIS Kasatryan (1914),
HIS Parmadi Putri (1914), Taman Kanak-Kanak Parmadi Siwi (1914), lembaga Rijksstudiefond, dan
Paheman Radya Pustaka (1910). Bidang ekonomi, mendirikan Bank Bandhalumaksa untuk membantu
sentana, abdi dan kawula dalem yang membutuhkan modal pengembangan usaha; membangun Pasar
25
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
Gedhe Hardjonegoro (1930) dengan arsitektur modern yang dikerjakan Herman Thomas Karsten (1884-
1945), membangun Jembatan Jurug (1913), Bacem (1915), dan Mojo untuk menghubungkan jalur
perekonomian Kota Surakarta dengan Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo. Bidang kesehatan,
membangun Rumah Sakit Panti Rogo (Rumah Sakit Kadipolo) dan Apotik Pantihusada yang dikelola
Dinas Kesehatan Keraton Kasunanan (Kridha Nirmolo). Dalam bidang sosial mendirikan rumah
Wangkoeng untuk memberi keterampilan membuat alat-alat rumah tangga kepada buruh migran berasal
dari pedesaan, dan Taman Hiburan Rakyat Sriwedari (1902). Lihat Wangsa Leksana, Biwadha Nata,
(Surakarta: Sasana Pustaka, 1939), pp. 16-37; lihat pula Asnawi Hadisiswaja, Soerakarta Adiningrat,
(Surakarta: Poesaka Soerakarta & Islam Radja, 1939), pp. 9-15; Paku Buwana X, Srikarongron, alih aksara
Moelyono S., (Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, Depdikbud, 1981); Karno
Sontoprodjo, Riwayat dan Falsafah Hidup Ingkang Sinoehoen Sri Soesoehoenan Pakoe Boewana Ke-X
[sic.] 1893-1939, (Surakarta: tanpa penerbit, 1990).
3 Besarnya perhatian PB X kepada Tirtoadhisoerjo karena keberhasilan membongkar
sengkongkol Residen Madiun J.J. Donner. Lihat Ong Hok Ham, The Inscrutable and the Paranoid: An
Investigation into the Sources of the Brotodiningrat Affair, in Ruth T. McVey (ed.), Southeast Asia
Transitions: Approaches through Social Histtory, (New Haven: Yale University Press, 1978), pp. 112-157;
lihat pula Pramoedya Ananta Toer, Sang Pemula, (Jakarta: Lentera Dipantara, 2003), pp. 48-49.
4 Ketika Residen J.J. Donner menurunkan Brotodiningrat dari jabatan bupati Madiun merupakan
persengkongkolan antara Residen J.J. Donner, Patih Mangoen Atmodjo, dan Kepala Kejaksaan Madiun,
Adipoetro. Laporan J.J. Donner kepada Gubernur Jenderal Rooseboom, pada tanggal, 29 November 1902,
menyatakan bahwa Brotodiningrat adalah pemimpin sejumlah kerusuhan di dalam dan di luar Karesidenan
Madiun. Bahkan jaringan kerusuhan yang dipimpinnya meliputi seluruh Jawa, mulai dari Banten hingga
Banyuwangi. Laporan Residen Madiun mengakibatkan Bupati Madiun dihadapkan ke pengadilan tanpa
saksi-saksi. Adanya kejanggalan proses peradilan mendorong Tirtoadhisoerjo melakukan investigasi
jurnalistik, dan hasilnya dimuat dalam surat kabar Pembrita Betawi, dalam rubrik Dreyfusiana. Tulisan
Tirtoadhisoerjo menimbulkan kegemparan, dan Gubernur Jenderal meminta kepada Christian Snouck
Hurgronje untuk melakukan penelitian terhadap laporan-laporan Donner. Namun surat-surat Donner tidak
ditemukan, dan Brotodiningrat terlanjur dihukum dalam pembuangan. Tidak ditemukannya surat Donner,
mendorong Snouck Hurgronje memrovokasi bahwa Tirtoadhisoerjo: (1) tidak lulus STOVIA karena cacat
watak dan tidak berbakat; (2) penghasut dan koruptor, bahkan abangnya RM. Said (jaksa) tidak mau tahu
26
Jatuhnya Elit Keraton dalam Politik Pergerakan
27
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
28
Jatuhnya Elit Keraton dalam Politik Pergerakan
29
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
23 Hans van Miert, Dengan Semangat Berkobar, Nasionalisme dan Gerakan Pemuda di
Indonesia 1918-1930, a.b. Sudewo Satiman, (Jakarta: Hasta Mitra, Pustaka Utan Kayu, dan KITLV, 2003),
pp. 255-322, 349-396, 416-529.
24 George D. Larson, op. cit., pp. 126-130.
25 Ibid., pp. 36-39.
30
Jatuhnya Elit Keraton dalam Politik Pergerakan
26 James L. Guth & John C. Green, Arti Penting Agama: Konsep Inti ?, dalam David C. Leege
& Lyman A. Kellstedt (eds.), Agama dalam Politik Amerika, a.b. Debbie A. Lubis & A. Zaim Rofiqi,
(Jakarta: YOI, 2006), pp. 253-266.
27 James S. Coleman mengemukakan bahwa meluasnya nilai-nilai keagamaan dalam
masyarakat dapat memacu mereka merenungkan kembali keburukan dan kelemahan kebijakan kolonial,
khususnya yang berkaitan dengan masalah kesejahteraan dan kebebasan berekspresi. Lihat James S.
Coleman, Dasar-Dasar Teori Sosial, a.b. Imam Muttaqien, Derta Sri Widowatie & Siwi Purwandari,
(Bandung: Nusa Media, 2008), pp. 565-570.
31
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
32
Jatuhnya Elit Keraton dalam Politik Pergerakan
33
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
berpijak pada ideologi nasional dan setelah terbentuknya ikatan ideologi, dan
memobilisasi kelompok-kelompok mobilisasi kekuatan sosial dan politik.
39
37 Ibid.
38 Sartono Kartodirdjo, Wajah Revolusi Indonesia Dipandang dari Perspektivisme Struktrural,
Prisma, No. 8, Agustus 1981, p. 5.
39 Ibid.
40 Ibid, pp. 4-5.
34
Jatuhnya Elit Keraton dalam Politik Pergerakan
35
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
intelektual (BO), sosialisme, marxisme adalah pemuda desa, tokoh politik, dan
(ISDV dan SI-Merah), dan golongan pemimpin agama (Islam). Nama laskar
pangreh praja yang berafiliasi dengan beraneka ragam, misalnya, Laskar Rakyat
pemerintah kolonial. Sebaliknya, tipologi Surakarta, Pemuda Laskar Rakyat,
kekuatan politik pasca proklamasi Pemuda Penjaga Desa, Pelopor Laskar
dikuasai badan perjuangan dan partai Rakyat, Markas Pertahanan Rakyat, dan
politik yang beraliran nasionalisme, Gerakan S abi li ll ah. 4 7 Organis as i
Islamisme, sosialisme, dan kelaskaran timbul secara spontan, dan
marxisme.44 Bulan September hingga memilih pemimpinnya sendiri, serta
Desember 1945 adalah masa terjun ke medan gerilya melawan
pembentukan badan dan laskar kolonialisme Belanda.48 Kondisi politik di
perjuangan di Surakarta. Peran badan Surakarta mencekam, karena masih
keamanan rakyat (BKR) sangat besar diwarnai ketegangan-ketegangan antara
dalam proses pembentukan kelaskaran. Keraton Kasunanan, Mangkunegaran,
Organisasi kelaskaran yang terkenal dan laskar-laskar perjuangan.
adalah Barisan Laskar Banteng (BLB) Gambaran ini menunjukkan
yang dipimpin dr. Moewardi, Pemuda situasi Surakarta tersekat dalam badan
Sosialis Indonesia (Pesindo), Barisan perjuangan dan kelaskaran yang terbelah
Pemberontak Republik Indonesia (BPRI), dalam tiga kekuatan politik, yakni pro
dan Laskar Rakyat.45 Pada tahun 1946 Soekarno-Hatta, pro Tan Malaka
pembentukan laskar makin intensif, dan (komunis), dan pro kemapanan (pangreh
anggotanya adalah pelajar dari segala praja dan aristokrat). Kaum nasionalis
strata sosial yang tersebar dalam berbagai meragukan pemikiran PB XII dan
organisasi kelaskaran, seperti Laskar Mangkunegoro VIII. Dalam hubungannya
Tentara Pelajar, Pasukan Satria, Laskar dengan pemikiran politik Eberhard dan
Kere, Barisan Polisi Istimewa Sekolah Carniero bahwa pematangan ideologi
Menengah Tinggi, Barisan Pemuda Jelata, nasional akan melalui episode yang
dan BPRI.46 meliputi interaksi, saling mempengaruhi,
Sejak tahun 1946 kondisi politik di dan jalinan ikatan politik.49 Namun, pada
Surakarta sudah matang untuk membuat tiap episode menumbuhkan konflik atau
alasan meletusnya revolusi sosial, karena kekerasan.50 Pemikiran politik Eberhard
organisasi kelaskaran sudah terbentuk dan Carniero ditransformasikan pada
hingga pedesaan, dan para anggotanya revolusi di Surakarta adalah:
44 Djoko Suryo, Gerakan Petani, Prisma, No. 11, November 1985, p. 23.
45 Suyatno, Feodalisme dan Revolusi di Surakarta 1945-1950, Prisma, No. 7, Juli 1978, pp.
16-24; lihat pula M. Nursam, Moh. Saleh Mangundiningrat: Potret Cendekiawan Jawa, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2006), p. 89.
46 Ibid.
47 Ibid., pp. 89-90.
48 Ibid., p. 90.
49 Anthony Giddens, The Constitution of Society: Teori Strukturasi untuk Analisis Sosial, a.b. Adi
Loka Sujono, (Pasuruan:Pedati, 2004), pp. 311-318.
50 Ibid., pp. 316-318.
36
Jatuhnya Elit Keraton dalam Politik Pergerakan
51 Ibid., p. 316.
52 Lihat Herber Feith, Pengantar, dalam Herbert Feith & Lance Castle (ed.), op. cit., pp. liii-lix.
53 Adrian Vickers, Mengapa Tahun 1950-an Penting Bagi Kajian Indonesia, dalam Henk
Schulte Nordholt, Bambang Purwanto, dan Ratna Saptari (ed.), Perspektif Baru Penulisan Sejarah
Indonesia, (Jakarta: YOI & KITLV-Jakarta, 2008), p. 74.
54 George McTurnan Kahin, Nationalism and Revolution in Indonesia, (Ithaca, New York:
Cornell University Press, 1963), p. 470.
37
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
38
Jatuhnya Elit Keraton dalam Politik Pergerakan
59 Ibid., p. 571. Partai politik dan badan perjuangan yang terlibat gerakan anti-swapraja adalah
PKI, PNI, Murba, PSI, Barisan Tani Indonesia (BTI), dan Barisan Banteng yang dipimpin dokter
Moewardi. Partai dan badan-badan perjuangan itu menyatukan diri, dan membentuk gerakan anti-
swapraja.
60 Ibid.
39
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
40
Jatuhnya Elit Keraton dalam Politik Pergerakan
41
MODERNITAS DAN LOKALITAS DALAM NOVEL MENCARI
SARANG ANGIN KARYA SUPARTO BRATA:
PERSPEKTIF PASCAKOLONIAL
Lina Puryanti*)
Abstract:
The postcolonial discourse in the novel Mencari Sarang Angin (MSA) by Suparto Brata
shows an ambivalence identity of the characters. In one side this novel welcomes the
modernity offered by the colonizer ideology while, at the same time, it also tries to build a
local identity related with a matter of self-authenticity. Bhabha said this situation and the
condition as the location of culture which shows in-between position of the subject. In this
case, mimicry or imitation experienced by the postcolonial subjects has put them as the
mediator groups between the colonizer's interests in distributing its power towards the
colonialized community. In spite of giving a heroic political resistance against the colonizer,
the discourse of postcolonial tends to pay attention on the heritage of the realm of colonial in
postcolonial period which is signified by the ambivalence and unstable meaning.
*)
Departemen Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, 031-5035676
42
Modernitas dan Lokalitas dalam Novel Mencari Sarang Angin Karya Suparto Brata:
Perspektif Pascakolonial
1)
Lihat tulisan Foulcher dalam Mimikri Siti Nurbaya: Catatan untuk Faruk dalam Jurnal Kalam 14
)
Pascakolonialisme dan Sastra hal. 15-16
2)
Lihat tulisan Foulcher dalam Mimikri Siti Nurbaya: Catatan untuk Faruk dalam Jurnal Kalam 14
)
Pascakolonialisme dan Sastra hal. 15-16
43
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
anggapan yang bermacam. Sebagian yang bergerak ke masa lalu, ke masa kini,
dengan gegap gempita menerimanya, dan ke masa depan.3)
sebagian yang lainnya menolak mentah- Berkenaan dengan persoalan
mentah, sementara juga terdapat mimikri yang bersifat ambivalensi maka
kelompok yang terombang-ambing antara novel Mencari Sarang Angin (selanjutnya
menerima dan menolak. disebut MSA) karya pengarang asal
Dalam konteks Indonesia gejala Surabaya, Suparto Brata, akan dibahas
peniruan, khususnya dalam menanggapi dalam makalah ini. Pilihan ini berangkat
sikap mendua golongan penjajah, juga dari asumsi bahwa MSA, dengan latar
mendapat tanggapan yang beragam. perkembangan jurnalisme di Kota
Sukarno (1963;5), misalnya, Surabaya, yang disampaikan melalui
menempatkan pilihan akan ketimuran narator Darwan Prawirakusuma, pada
yang tetap berada dalam kerangka yang masa sebelum kemerdekaan sampai
disebutnya sebagai pengetahuan atas dengan masa revolusi pernah dengan
susunan ekonomi dunia dan riwayat. Ki ambiguitas yang bertolak belakang
Hajar Dewantara (1977;131-132) dengan visi anti-kolonial yang amat tegas.
membangun sistem pendidikan nasional Berlainan dengan mitos bahwa
Taman Siswa, dengan diilhami oleh perjuangan melawan penjajah selalu
sistem pendidikan Montessori dan Tagore, bersifat heroik maka novel ini justru
yang merupakan jawaban atas semacam menunjukkan adanya kekaburan makna
krisis dalam pendidikan modern Barat yang merupakan ciri khas wilayah
yang menjadikan manusia hanya sebagai pascakolonial sebagaimana yang
mesin. disampaikan oleh Bhabha di atas.
S u t a n Ta k d i r c e n d e r u n g Persoalan mendasar yang akan dibahas
menempatkan kebudayaan modern adalah pergulatan antara modernitas
sebagai puncak dari perkembangan (yang diasumsikan dibangun oleh nilai-
sejarah peradaban Barat. Dengan kata lain, nilai yang ditawarkan oleh wacana
segala pilihan tersebut sebenarnya berada kolonial Belanda) dengan lokalitas yang
dalam hubungan yang tidak terpisahkan dibawa melalui budaya etnis tradisional
dari persoalan kekinian pascakolonial yang dianggap tidak mampu memenuhi
para subjeknya. Pilihan-pilihan tersebut kebutuhan masyarakat yang sedang
menunjukkan adanya keinginan menjadi berkembang ke arah dunia modern.
bagian dari sejarah dunia yang global serta Dalam persoalannya dengan adat-istiadat
ikut berpartisipasi di dalamnya, meskipun juga ditunjukkan bagaimana lokalitas dua
misalnya pilihan tersebut bisa cenderung wilayah yang berbeda dalam adat dan
menjadi pilihan yang bersifat anti Barat. kebiasaan (Surabaya dibandingkan
Satu tanggapan yang secara jelas dengan keningratan Surakarta), di tangan
menempatkan pilihan dalam situasi pengarangnya, juga saling berebut
pascakolonial ditunjukkan oleh Armijn memperlihatkan superioritasnya.
Pane (1933a). Ia menyebut diri dan Novel MSA menunjukkan
generasinya sebagai masyarakat yang bagaimana modernitas dan lokalitas yang
hidup dalam zaman kebimbangan ada acapkali diletakkan dalam kategori
44
Modernitas dan Lokalitas dalam Novel Mencari Sarang Angin Karya Suparto Brata:
Perspektif Pascakolonial
oposisi biner ternyata masih berbagi irisan, ini bukanlah sebuah wacana yang
bukan pemisahan yang mutlak, berjalin sepenuhnya langsung disadari oleh
berkelindan tak terpisahkan. Sebuah masyarakat terjajah. Ia bisa hadir dalam
wilayah antara yang penuh misteri, the konteks yang sangat simpatik dengan
liminal space between cultures, di mana dukungan tokoh-tokoh yang simpatik
garis batasnya tidak pernah tetap dan tidak pula sehingga semua gagasan, tujuan,
pernah bisa diketahui batas dan ujungnya. maupun cita-citanya justru dapat
dibenarkan dan, bahkan, diteladani, dalam
Modernitas dan lokalitas sebuah narasi. Apa yang nampak sangat
Dalam wacana kolonial penguasa
kolonial bagi pembaca bisa dimaknai
kolonial dengan segala gaya hidup dan
sebagai modernitas di alam ceritanya.
sudut pandangnya selalu ditempatkan
Kategori kolonialis tidak ada di benak
dalam posisi yang lebih superior dan
pengarang dan pembaca yang ditujunya.
mempunyai otoritas tertinggi dalam
Yang ada adalah dunia modern yang harus
menentukan tinggi atau rendahnya
diperjuangkan di atas dunia etnis
martabat kelompok masyarakat yang
tradisional yang penuh dengan kekolotan
dijajahnya. Wacana masyarakat terjajah
dan suasana yang negatif.
sangat terikat pada perkembangan wacana Wacana paling mendasar dalam
yang diproduksi oleh masyarakat dan struktur cerita MSA yang
kebudayaan penguasa. merepresentasikan keunggulan budaya
Dari sudut pandang ini
Barat yang dikontraskan dengan nilai-
berkembanglah gagasan bahwa apabila
nilai adat tradisional dapat mulai dilacak
ingin mendapat pengakuan sebagai
jejaknya dari judul novel ini sendiri,
bagian dan golongan yang mempunyai
Mencari Sarang Angin. Novel ini dimulai
martabat tinggi, masyarakat yang terjajah
dengan cerita tentang kepergian tokoh
perlu mengikuti arus wacana kolonial
utama, Darwan Prawirakusuma, pewaris
Barat yang mengglobal dengan cara
tahta istana yang mewah, Surakarta
melakukan peniruan terhadapnya. Arus
Hadiningrat, menuju Surabaya untuk
wacana Barat ini, antara lain,
mencari penghidupan sendiri lepas dari
terepresentasikan dalam ide-ide tentang
segala fasilitas yang menjadi haknya di
demokrasi, persamaan hak, nasionalisme,
istana tersebut. Sebuah kepergian yang
sosialisme, lembaga perkawinan, dan
diejek oleh saudara-saudaranya sebagai
sebagainya. Dalam hal ini Heather
kepergian mencari sarang angin alias
Sutherland (1983) berpendapat bahwa
kepergian yang konyol karena akan
peniruan gaya hidup orang Eropa yang
menjadi sia-sia sebagaimana tidak
berkembang biak sejak pertengahan
mungkinnya mencari sarang angin dalam
kedua abad XIX merupakan manifestasi
istilah yang harafiah.
dari hasrat masyarakat terjajah untuk Dikisahkan pada awalnya
menyesuaikan diri dengan kehendak kepergian Darwan ini disebabkan karena
zaman, mencapai kemajuan, dan ia tidak tahan lagi dengan tuduhan telah
menempatkan diri sama dengan bangsa jatuh cinta pada salah satu selir ayahnya
penjajah. sendiri, Kundarti, yang kebetulan
Dalam prakteknya, wacana kolonial
45
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
46
Modernitas dan Lokalitas dalam Novel Mencari Sarang Angin Karya Suparto Brata:
Perspektif Pascakolonial
sejak dari kecil karena selalu ayahnya, Kanjeng Rama, ketika meminta
diperdengarkan dan diajarkan di sekolah- ijin untuk pergi ke Surabaya, Sang Ayah
sekolah sebagai ajaran hidup yang baik. menganggap bahwa kepergian ini adalah
Begitu populernya hingga Beatrix yang bukti betapa pendidikan Belanda yang
belajar bahasa dan budaya Jawa tidak diperoleh Darwan telah membentuk
melalui sekolah pun mengerti makna dirinya menjadi pribadi yang mandiri.
ajaran itu sampai bait-baitnya. Kalau Sebaliknya, tradisi lama seharusnya
Darwan baru mempelajari makna ditinggalkan apabila dianggap
kelemahan ajaran itu setelah membaca menghambat kemajuan diri seseorang.
ulasan S. Darsono, Beatrix sudah lebih
Di Eropa, anak juga harus keluar dari
dahulu tahu pengaruh ajaran itu terhadap
rumah orangtuanya dan mencari
orang Jawa. Oleh noni Belanda itu kehidupan sendiri kalau sudah
Darwan dituduh menjadi penganut ajaran berumur 21 tahun. Kamu berbuat
itu dalam kasus dituduh cinta sama begitu mungkin pengaruh
pendidikanmu selama di Batavia. Aku
Kundarti. Tidak bertindak keras bangga, restu Kanjeng Rama.
membantah, tetapi tumungkul (halaman 174).
(menundukkan kepala) dan melarikan diri
Baiklah, Darwan. Kamu memang
minggat ke Surabaya . (hal. 84). berpendidikan Belanda sejak semula,
Kepergian Darwan sesungguhnya beta bisa merasakan bagaimana
menunjukkan bagaimana tokoh ini tidak perasaan dan pikiranmu. Pergilah
sepenuhnya bisa keluar dari nilai-nilai seperti burung bersayap. Ilmu dan
pendidikan adalah sayapmu. Jangan
tradisi meski pada kutub yang lain p a n d a n g k e a g u n g a n
Darwan amat memuja nilai-nilai modern kebangsawananmu, jangan
yang didapatnya dari pendidikan kolonial mengandalkan warisan kekayaanmu
sebagai putraku, bahkan jangan kau
yang diterimanya. Nilai-nilai yang ingat adat-istiadat kakek moyangmu
terepresentasikan dalam pandangan- kalau hal ini menghambat kemajuan
pandangannya misalnya, tentang lembaga hidupmu dan tidak sesuai dengan
zaman. Budaya manusia terus
perkawinan. Hal tersebut juga mengalami perbaikan, menyesuaikan
mengisyaratkan betapa teks ingin diri dengan keadaan alam setempat,
menunjukkan bahwa nilai-nilai tradisi alat-alat, dan sarana baru terus
ditemukan, maka hiduplah kamu
yang terepresentasikan dalam wani
dengan sarana budaya dan teknik
ngalah luhur wekasane tidak mampu lagi modern. Tak usah mengenang, kecewa
menjawab tuntutan zaman yang terus dan menangisi yang agung pada zaman
bergerak ke depan. Sebagai gantinya, lampau. (halaman 174).
nilai-nilai modern harus diserap karena Dalam konteks ini pendidikan Barat
lebih sesuai dengan perkembangan. (Belanda) menjadi kata kunci yang amat
Di sisi yang lain, pada saat yang
penting dalam melihat proses
berbarengan dan dengan cara pembacaan
transformasi seorang subjek
yang berbeda, kepergian Darwan ini
pascakolonial. Pendidikan menjadi
sebenarnya bisa dimaknai sebagai
sebuah kendaraan bagi terciptanya sebuah
kemenangan modernitas melawan nilai-
golongan yang lebih 'beradab' dari sudut
nilai tradisi. Dalam percakapan dengan
pandang kolonial, sebuah golongan kelas
47
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol.3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
48
Modernitas dan Lokalitas dalam Novel Mencari Sarang Angin Karya Suparto Brata:
Perspektif Pascakolonial
49
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
50
Modernitas dan Lokalitas dalam Novel Mencari Sarang Angin Karya Suparto Brata:
Perspektif Pascakolonial
51
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
52
Modernitas dan Lokalitas dalam Novel Mencari Sarang Angin Karya Suparto Brata:
Perspektif Pascakolonial
sebagaimana dicatat oleh sejarah, tetapi ia Faruk, 1999, Mimikri Dalam Sastra
m e r a g uk a n k e m u n gk i n a n b a hw a Indonesia , Jurnal Kalam 14.
hubungan budaya yang tumbuh di alam Pascakolonialisme dan Sastra.
kolonial dapat dihapuskan dari proses
sejarah. Penjajah maupun yang dijajah Foulcher, Keith, 1999. Mimikri Siti
tidak pernah luput dari hubungan yang Nurbaya: Catatan untuk Faruk,
penuh dengan ambivalensi. Modernitas J u r n a l K a l a m 1 4 ;
yang merupakan nilai-nilai yang dibawa Pascakolonialisme dan Sastra.
oleh wacana kolonial dan lokalitas yang Sutherland, Heather, 1983, Terbentuknya
diusung lewat nilai-nilai tradisional saling Sebu ah Elite Birokras i,
berkompetisi, bertanding memperebutkan diterjemahkan oleh Sunarto,
makna. Dalam konteks novel MSA jati Jakarta; Penerbit Sinar Harapan.
diri sang tokoh utama adalah jati diri
seorang manusia modern yang bukan
Jawa dan bukan Barat kolonial (Belanda)
tetapi perpaduan antara keduanya.
Sesungguhnya proses ini bukanlah
sebuah proses yang mudah dilakukan.
Subjek pascakolonial sering berada dalam
kondisi antara, kondisi yang tidak bisa
sepenuhnya meninggalkan nilai-nilai
lama tapi juga tak bisa bersegera
menerima wacana baru yang bernama
modernitas. Ambivalensi identitas
menjadi sebuah keniscayaan yang tidak
terelakkan. Darwan adalah manusia
pascakolonial.
DAFTAR PUSTAKA
53
INTERTEKSTUALITAS DALAM CINTA MERAH JAMBU
KARYA BONARI NABONENAR
*)
S. Itafarida
Abstract
Cinta Merah Jambu is a collection of short stories written by Bonari Nabonenar which was
published by JPBooks on February 2005. It consists of 13 short stories. As reflected on the
title, love becomes the main theme of the stories, especially love in marriage life, flavoured
with affairs. Some of the stories recycle legend such as Joko Tarub and Ramayana to create
new transformation texts. Therefore, theory of intertextuality is employed to understand the
meaning of those literary texts. Furthermore, social issues will also be discussed to
enhance appreciation of the texts as a whole.
*)
Departemen Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, 031-5035676
54
Intertekstualitas dalam Cinta Merah Jambu Karya Bonari Nabonenar
Jambu tersebut dengan memaparkan isu- suatu karya dia hanya menuangkan ide
isu sosial yang muncul dalam cerpen- yang bermunculan di kepalanya ke dalam
cerpen tersebut. tulisan dengan menggunakan bahasa,
yang tersusun dalam kalimat, alinea, bab,
Sekilas tentang Interteks dan seterusnya hingga tercipta totalitas
Interteks diartikan sebagai
karya. Keseluruhan material, yaitu isi
jaringan hubungan antara satu teks dengan
yang terkandung di dalamnya, bahkan
teks yang lain. Riffaterre, dalam bukunya
bahasa itu sendiri, seolah-olah tidak
Semiotics of Poetry, mengatakan bahwa
pernah dipermasalahkan, melalui siapa
sajak baru bermakna penuh dalam
dan dimana dia memperolehnya. Semesta
hubungannya dengan sajak lain.
kutipan tak terhitung jumlahnya,
Hubungan ini dapat berupa persamaan
kebudayaan sangat beragam, sehingga
maupun pertentangan.
Pemahaman secara intertekstual tidak memungkinkan untuk diidentifikasi
bertujuan untuk menggali makna-makna satu persatu pemiliknya.
Dalam kerangka intertekstualitas,
yang terkandung dalam sebuah teks secara
pengarang hanyalah menterjemahkan,
maksimal (11-12). Pemahaman makna ini
mengutip, meniru, mencampuradukkan,
dilakukan dengan cara menemukan
ataupun memadukan semesta kutipan
hubungan-hubungan bermakna diantara
yang telah tersedia untuk menciptakan
dua teks atau lebih. Teks-teks yang
suatu karya. Seperti yang diungkapkan
dikerangkakan dalam interteks tidak
oleh Worton dan Still bahwa the theory of
terbatas pada teks-teks yang memiliki
intertextuality insists that a text...cannot
kesamaan genre, misalnya novel dengan
exist as a hermetic or self-sufficient whole,
novel atau puisi dengan puisi, tapi jauh
and so does function as a closed system.
lebih luas dari itu.
Pembaca dapat secara leluasa Hal ini disebabkan oleh dua hal, pertama
menghubungkan karya yang dibacanya the writer is a reader of textsbefore
dengan teks-teks lain yang diasumsikan s/he is a creator of texts, and therefore the
melatarbelakangi teks yang sedang work of art is inevitably shot through with
dibacanya tersebut. Dengan demikian, references, quotations and influences of
dalam setiap aktivitas pembacaan every kind. Kedua, a text is available
dimungkinkan terjadinya perbedaan only through some process of reading;
makna sebagai akibat dari beragamnya what is produced at the moment of reading
jalinan atau tenunan yang dihasilkan oleh is due to the cross-fertilisation of the
para pembaca tersebut. Seperti yang package textual materialby all the texts
dikatakan oleh Barthes dalam bukunya which the reader brings to it (1-2).
Image, Music, Text, bahwa pluralisme Dengan demikian, keberhasilan suatu
makna dalam interteks bukan merupakan karya tergantung dari keberhasilan
akibat ambiguitas, melainkan sebagai pengarang meramu semesta teks-teks
hakikat tenunannya (Ratna 173). yang telah tersedia tersebut.
Pada dasarnya karya sastra adalah
Intertekstualitas dalam Kumpulan
merupakan ketaksadaran, maksudnya,
Cerpen Cinta Merah Jambu
ketika seorang pengarang menciptakan Cinta Merah Jambu membuktikan
55
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
56
Intertekstualitas dalam Cinta Merah Jambu Karya Bonari Nabonenar
57
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
kontemporer pembaca, dengan joke-joke memanggil para dewa atau dewi, tetapi
segar dan gaya penceritaan yang santai, yang kemudian membuat Anjani
bersaudara berubah ujud jadi kera.
sehingga pembaca tidak perlu (Asu Animalenium)
mengerutkan dahi untuk menikmati
cerpen-cerpennya. Namun demikian, Setiap memandangnya, aku selalu
teringat kepada Shinta, istri Prabu
pembaca harus memutar otak untuk dapat Rama dalam kisah Ramayana yang
memahami dan memaknai jalinan terkenal itu. Padahal dia tidak
hubungan antara kedua teks yang meminta sesuatu, seperti Shinta yang
harus terpisah dari Rama saat dia
disejajarkan tersebut. meminta Kijang Kencana dalam lakon
Dalam menamai dan memberikan Ramayana.(Tata)
karakterisasi tokoh-tokoh cerpennya
Bonari banyak memanfaatkan nama- Isu Sosial dalam Kumpulan Cerpen
nama yang telah dikenal oleh pembaca Cinta Merah Jambu
dari teks-teks yang lain sehingga akan Cerpen bukanlah penuturan
mendorong pembaca untuk kejadian yang pernah terjadi, berdasarkan
mengasosiasikannya dengan teks-teks kenyataan kejadian yang sebenarnya,
tersebut, misalnya: Nawang (Bidadariku), tetapi murni ciptaan yang direka oleh
Sinta, yang biasa dipanggil Tata dan pengarangnya saja. Meskipun cerpen
bersuamikan Romi yang berwatak hanyalah rekaan saja, namun ia ditulis
R a h w a n a ( Ta t a ) . Ta n p a h a r u s berdasarkan kenyataan kehidupan, yang
menghambur-hamburkan kata, pembaca mungkin saja terjadi pada siapa saja.
Membaca cerpen-cerpen Bonari
sudah akan menghubungkan tokoh Romi
pembaca akan diajak menghayati
dengan tokoh Rahwana untuk mencoba
pengalaman seseorang, mengidentifikasi
memahami apa yang tersirat dari
diri dengan tokoh cerita rekaan sehingga
intertekstualitas tersebut. Dengan
dapat ikut mengalami peristiwa-peristiwa
demikian, penceritaan atau narasi dapat
yang dihadapinya, perbuatan-
dilakukan secara hemat dan ekonomis.
Demikian pula dalam penggunaan perbuatannya, pikiran dan perasaannya,
citraan, Bonari banyak memanfaatkan keputusannya, dan sebagainya. Fragmen
citraan dari dunia pewayangan untuk kehidupan yang ditampilkan pun cukup
mengungkapkan pengalamannya. be r a g am , m en u nj u kk a n k e j e l i an
pengarang menangkap sisi kehidupan
Wajah Maya masih berseri-seri, yang menarik dan cukup aktual untuk
seperti wajah Dewi Kunthi ketika usai
dicium Bhatara Surya. Karena
diungkapkan.
dibanjiri rasa sukacita, seperti Dewi Dalam hal ini, perselingkuhan,
Anjani yang sedang terbuai nampaknya dipandang sebagai sisi
kesenangan saat bermain-main kehidupan yang paling menarik, karena
dengan Cupumanik Astagina.
(Perempuan Istri Dewa)
cerpen-cerpen yang menghiasi Cinta
Merah Jambu sedikit banyak
Antini tahu sekarang, bahwa internet mengungkapkan tentang hal tersebut.
ternyata lebih ajaib dan lebih sakti
Perselingkuhan Tina dengan Adi yang
daripada Cupumanik Astagina, yang
konon dapat digunakan untuk pada akhirnya menyebabkan penderitaan
menerawang dunia,dan bahkan untuk yang luar biasa bagi Tina karena merasa
58
Intertekstualitas dalam Cinta Merah Jambu Karya Bonari Nabonenar
telah mengkhianati suaminya, John, yang Robet, yang selalu bergantung pada
telah dua tahun kejantanannya lumpuh mertua untuk menghidupi keluarganya
total karena suatu kecelakaan(Tina). (Anak). Perempuan digambarkan sebagai
Perselingkuhan Tiwuk dengan beberapa sosok yang lebih mandiri, tidak hanya
orang lelaki yang menjadi buah bibir bergantung pada suaminya. Mereka dapat
tetangganya, sementara sang suami, pula diandalkan untuk menopang
Dumadi, mencari nafkah di Malaysia perekonomian keluarga.
(Wewangian Lain). Perselingkuhan Cerpen-cerpen Bonari memang
Antini dengan banyak lelaki, sementara banyak menampilkan perempuan-
suaminya, Dodi, meneruskan kuliah di perempuan yang perkasa, seperti Nawang.
luar negeri (Asu animalenium). Meskipun sedang terluka parah Nawang
Relasi hubungan antara laki-laki tidak terkesan membutuhkan pertolongan.
dan perempuan yang digambarkan dalam Dia begitu tabah. Begitu tegar, sebagai
cerpen-cerpen Bonari, nampaknya telah seorang perempuan.(Bidadariku). Indri
banyak mengalami pergeseran. Dalam diceritakan sebagai perempuan perokok,
menjalin hubungan dengan lawan pernah menjadi pecandu narkoba, berotot,
jenisnya perempuan nampak sudah lebih dan memiliki sabuk hitam. Dia siap
ekspresif dan bahkan agresif. Maksudnya, bertarung dengan siapa saja yang berani
mereka sudah lebih berani mengganggunya (Ada Puisi di Mata Indri)
mengungkapkan apa yang dipikirkannya Beberapa perempuan digambarkan
da n me l akuka n ap a ya ng i ngi n sebagai pencari nafkah, sementara para
dilakukannya. Nawang benar-benar lelakinya malah di rumah, bekerja
marah setelah berkali-kali gagal menegur seadanya seperti Kang Japar (Yu Jilah),
suaminya, Lanang, untuk menunjukkan atau malah bermalas-malasan seperti
tanggungjawabnya sebagai kepala Lanang (Bidadariku), atau lebih parah lagi
keluarga, sehingga akhirnya dia memilih si Robet. Sementara dia sendiri tak
pergi meninggalkan suami dan anaknya mampu mencari nafkah, dia juga enggan
(Bidadariku). ditinggal istrinya bekerja ke luar negeri
Jilah harus pergi meninggalkan karena dia ngeri membayangkan dia harus
anak-anak dan suaminya untuk bekerja ke merawat anaknya yang masih bayi (Anak).
luar negeri karena penghasilan suaminya Beberapa tokoh laki-laki memang
tak cukup untuk membiayai sekolah anak- digambarkan sebagai sosok yang egois,
anaknya (Yu Jilah). Breta berulangkali mau menang sendiri, dan tak mau
m enunt ut s uam inya, Ar yo, agar berkompromi. Ketika mereka menjalin
memberinya anak untuk membuktikan hubungan dengan perempuan, ego mereka
bahwa dia seorang perempuan sempurna, nampak begitu dominan. Ketika Yuana
sementara sang suami memilih keluar dari yang sudah merasa demikian malu karena
rumah daripada harus menanamkan benih terus-terusan disubsidi orang tua ngotot
di rahim istrinya, karena tak pernah menuntut perceraian, Robert memilih
merasa siap untuk memiliki anak (Hamili menerima tawaran itu walaupun
Aku, Yo).Yuana memilih bekerja ke luar sebenarnya dia tidak menghendakinya.
negeri dan berpisah dengan suaminya, Sebagai laki-laki dia tidak mau dilecehkan.
59
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
Meskipun tidak berdaya dia tetap ingin (Lanang) apakah dia mencintaiku atau
menunjukkan superioritasnya. tidak. Dia begitu mabuk dan asyik sendiri
setelah berhasil menikahi Nawang,
Rasanya kita memang tak akan
sehingga dia tidak mempedulikan
pernah sepaham, Mas,katanya
tanggungjawabnya sebagai seorang suami
dan kupikir sebaiknya memang kita
berpisah saja.
maupun sebagai seorang ayah. Yang
Lalu...? penting dia sendiri hepi, begitulah
Aku terima tawaran itu. Kau laki- barangkali (Bidadariku).
laki. Bisakah kau bayangkan aku Secara keseluruhan cerpen-cerpen
menangis, merengek-rengek, minta Bonari memang menawarkan anekdot-
ampun, agar dia tidak berpaling anekdot yang segar melalui dialog tokoh-
dariku? (Anak) tokohnya yang kadang nampak konyol,
Kendar yang demikian menggebu- sehingga mau tak mau pembaca akan
nggebu cintanya kepada Lastri, tak pernah selalu tersenyum simpul. Bahasa yang
peduli tak pernah peduli akan perasaan dipergunakannya pun bahasa percakapan
Lastri kepadanya. Baginya, yang penting sehari-hari sehingga pembaca merasa
adalah perasaannya sendiri. Bahkan dia akrab dengan tokoh-tokoh ceritanya. Hal
telahberjanji di dalam hatinya sendiri, ini nampak sekali dari pilihan kata-kata
akan mempertaruhkan segenap jiwa- yang dipergunakannya dan juga ditunjang
raganya untuk melindungi dan dengan pemakaian kosa kata Jawa, seperti
mempertahankan Lastri. sampeyan, mentas, mending, tulupan,
Dia tidak mau tahu, apakah Lastri ngewuhake, gombale mukiyo, tedheng
menghendaki perlindungannya apa tidak. aling-aling, thong-thong blanthong, dan
Baginya perempuan adalah makhluk masih banyak lagi yang lain.
l e m a h y a ng pe r l u m e nd a pa t k a n Bagi pembaca yang tidak paham
perlindungan dari laki-laki. Walaupun bahasa Jawa tentu akan kehilangan makna
kenyataannya Lastri lebih kuat dan lebih sentuhan-sentuhan menggelitik khas
rasional ketimbang dia. Bonari tersebut. Penggunaan kosa kata
Dia pun tidak peduli ketika tangan Jawa tersebut terasa pas sekali dengan
Lastri menamparnya dengan sangat keras konteks kehidupan pedesaan yang banyak
ketika dia main serobot ingin mencium menjadi setting ceritanya. Hal ini
pipinya. Sebagai laki-laki dia merasa sah- kemungkinan tidak akan dapat dirasakan
sah saja melakukan apa yang oleh pembaca yang tidak pernah
diinginkannya, walaupun pihak mengalami bertempat tinggal di daerah
perempuan tidak menghendakinya. Dia pedesaan. Kalaupun kosa kata Jawa
justru merasa bangga karena telah tersebut diberi catatan kaki, manfaatnya
menunjukkan cintanya ke alamat yang tidak akan terlalu besar.
tepat (Cinta Merah Jambu). Lebih dari itu, Bonari juga
Lanang juga bersikap tak jauh menciptakan ungkapan-ungkapan sendiri
berbeda dengan Kendar. Dia jatuh cinta yang amat sangat tidak standar, seperti
pada Nawang pada pandangan pertama. stupid sundhul langit, yang
Dan selalu mencintainya. Tak peduli aku menggambarkan perilaku seorang guru
60
Intertekstualitas dalam Cinta Merah Jambu Karya Bonari Nabonenar
besar yang tengah dilanda asmara. Dia sosial yang diungkap dalam teks-teks
seakan-akan kehilangan semua logika tersebut, seperti masalah tenaga kerja
keilmuan yang sehari-hari digelutinya, wanita, pengangguran, masalah
sehingga dia bertindak tanpa memikirkan kehidupan keluarga masyarakat modern,
akibat dari tindakannya tersebut, seperti perselingkuhan dan lain-lain, akan
banyak terjadi di lingkungan kita. Bonari semakin memperluas wawasan pembaca
seolah ingin menyentil bahwa seorang tentang sosok pengarangnya. Ketiga,
profesorpun bisa lupa diri ketika sedang bahasa gado-gado yang dimanfaatkan
dimabuk asmara, apalagi asmara yang Bonari dalam karya-karyanya juga perlu
tidak selayaknya dia lakukan. dipahami oleh pembaca. Pemahaman
Dalam rangka memahami karya ketiga hal tersebut akan semakin
Bonari mungkin kita perlu meningkatkan apresiasi pembaca atas
mempertanyakan, mengapa dia lebih karya-karya Bonari Nabonenar.
memilih menggunakan kosa kata Jawa
untuk mengekspresikan ide-ide di DAFTAR PUSTAKA
kepalanya? Apakah dia memang secara Astro, Masuki M. 2008. Tamasya Cinta
sadar menggunakan kata-kata tersebut Bonari Dalam Kumpulan Cerpen
dengan tujuan-tujuan tertentu ataukah 'Cinta Merah Jambu.'
hanya mengalir begitu saja diluar http://bonarine.blogspot.com/2008/0
kesadarannya karena memang bahasa 3/ tamasya-cinta-bonari-dalam-
itulah yang digelutinya sehari-hari? kumpulan.html
Apakah dia sekedar meniru karya-
Budianta, Melani. 2002. Teori Sastra
karya lain yang sudah ditulis sebelumnya,
Sesudah Strukturalisme: Dari Studi
seperti karya-karya Umar Khayam,
Teks ke Studi Wacana Budaya.
misalnya, yang juga banyak
Bahan PelatihanTeori dan Kritik
memanfaatkan kosa kata Jawa? Dengan Sasta. Jakarta: LPUI.
demikian, benarkah ungkapan bahwa
tiada teks tanpa interteks? Jawabannya Nabonenar, Bonari. 2005. Cinta Merah
terserah anda. Karena memang anda Jambu. Surabaya: JP Books.
semualah, sebagai pembaca, yang berhak Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode,
memaknai Cinta Merah Jambu, kumpulan dan Teknik Penelitian Sastra.
cerpen karya Bonari Nabonenar ini. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
61
PENGGUNAAN BAHASA PLESETAN
DALAM BAHASA INDONESIA
Dwi Handayani *)
Abstract
This research is one of the language's phenomenons that are now developing in society, both
formally and informally. Formally, plesetan language often used in formal situation and
informally plesetan language are often sad in everyday life.
The method of this research is deskriptive method, while the tehnique of obtaining the data is
observing the lingistic data in the form of utterances spoken of speakers in informal
situation. For which, researcher collecting those data with listening the utterance in oral
manner played on television or in everyday speak. Beside to add the data, researcher also
take some newspaper that issuing some plesetan form in written.
Result gained in this research is found that some of the plesetan symptom used by people is
very various. Those plesetan symptom are: name plesetan, expression plesetan,
abbreviation plesetan and acronym, sentence plesetan, and Javanese language plesetan.
This plesetan forms are function to give massages, insinuations, make jokes or comment on
something in realistic ways that are happen inside and outside language.
*)
Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya UniversitasAirlangga, tlp 031-5035676
62
Penggunaan Bahasa Plesetan dalam Bahasa Indonesia
63
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
64
Penggunaan Bahasa Plesetan dalam Bahasa Indonesia
65
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
66
Penggunaan Bahasa Plesetan dalam Bahasa Indonesia
67
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
68
MEMETAKAN KEMAMPUAN BERBAHASA
PADA OTAK MANUSIA
Luita Aribowo*)
Abstract
Language is a human ability to distinguish human beings from animals and a dominant
means of communication as one of its functions is to hold interactions and social adaptation.
Language records and shares humans' experiences and suggestion to others. Therefore, it
can be bore in mind that most of human thinking process exists in language stream (humans
think of verbal words, on the basis of their language structure), which is proven by the
existence of various languages in the world creating various cultures.
Language development was estimated to begin when homogene were already capable of
making more complex medium. The development of frontal lobe does not only mean any
addition of brain capacity and volume but also a change of internal structure and functions.
Studying the skull shape of ancient humans, it can be found they have low foreheads, which
are similar to monkeys. The higher human evolution shows that the frontal lobe is also
getting bigger. For instance, the skull of Neander valley homo shows a bigger but still lower
forehead area compared to homosapiens'.
Human brain consists of various anatomical areas. The biggest part of the area is cerebrum
which is divided into two major parts namely left hemisphere and right hemisphere. Both
hemispheres are connected by corpus callosum which consists of approximately 2 million
nerves and enables two parts of the brain to communicate. Language and hand
adroitness are two factors in the discussion of cerebral dominance. Left hemisphere
dominance for language is for most people who are right-handed (estimated more than
95%).
Left hemisphere dominance for language in human was clinically proven by neurologists
like Paul Broca and Carl Wernicke, who are credited with discovering that certain area
injury on brain results their patients' loss of linguistic competence.
*)
Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya UniversitasAirlangga, tlp 031-5035676
69
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
70
Memetakan Kemampuan Barbahasa Pada Otak Manusia
71
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
72
Memetakan Kemampuan Barbahasa Pada Otak Manusia
73
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
74
Memetakan Kemampuan Barbahasa Pada Otak Manusia
dengan ujaran dan daerah auditoris dalam pesan menjadi pasangan simbol yang
tingkat yang lebih dalam (kasta bahasa). bermakna). Program motorik kemudian
Kedua, daerah depan fisur Rolandii, menuju area motorik yang memerintah
terutama terlibat dalam fungsi motoris dan organ artikulator untuk bergerak membuat
berhubungan dengan studi bicara dan bunyi.
menulis Kedua, proses membaca keras,
Ketiga, daerah atas belakang lobus bentuk tulisan diterima oleh korteks visul,
temporalis mempunyai bagian penting kemudian ditransmisikan lewat girus
dalam pemahaman ujaran. Ini disebut area angularis ke area Wernicke dan
Wernicke. diasosiasikan dengan gambaran auidtoris.
Keempat, bagian atas lobus Struktur ujaran dikirim ke area Broca dan
temporalis merupakan area penting dalam seperti nomer 1.
penerimaan auditoris, dikenal sebagai Ketiga, proses pemahaman ujaran,
girus Heschl. tanda-tanda diterima di korteks auditoris
Kelima, bagian bawah belakang dari telinga (girus Heschl) dan dikirimkan
lobus frontalis terutama terlibat dalam ke area Wernicke, yang akan dipahami
produksi ujaran. Ini disebut area Broca. maknanya.
Keenam, daerah lain di atas area
Broca (lobus frontalis) terlibat dalam Kesimpulan
kontrol motoris menulis. Ini disebut pusat Pertama, Evolusi memberikan
Exner. kemampuan berbahasa pada manusia,
Ketujuh, daerah di belakang lobus yang tidak dimiliki oleh spesies lain.
oksipitalis berperan dalam proses Kedua, Perkembangan frontal
berbahasa dari mata (input visual). tengkoral, bukan berarti penambahan isi
Disamping 7 area diatas, ada 2 atau volume saja, melainkan juga
serat sarat yang berperan dalam perilaku perubahan dalam struktur intern dan
berbahasa di hemisfer kiri (Kusumoputro, fungsional otak.
1992:49): fasikulus arkuatus, serat saraf Ketiga, Dominansi hemisfer kiri
ini menghubungkan area Wernicke ke area untuk perilaku berbahasa pada manusia
Broca, tidak sebaliknya. Dan girus sudah dibuktikan secara klinis oleh
angularis, serat saraf ini menghubungkan neurolog seperti Paul Broca dan Carl
lobus oksipiltali ke area Wernicke, tidak Wernicke, yang menemukan kerusakan
sebaliknya. area tertentu pada otak berhubungan
dengan kehilangan kemampuan linguistik
Proses Neurolinguistik pada penderita yang dirawatnya.
Proses neurolinguistik merupakan Keempat, Kemampuan berbahasa
proses berbahasa yang terjadi dalam otak, pada manusia ada 6 aspek, 4 aspek
secara garis besar menurut Crystal merupakan sumbangan dari linguistik,
(1992:261) ada 3, yaitu: dan 2 aspek merupakan sumbangan
Pertama, proses produksi ujaran
neurologi.
(bicara spontan), struktur dasar secara Kelima, Ada 7 area bahasa di
umum dimulai dari area Wernickem, hemisfer kiri dan 2 serat saraf khusus
dikirim ke area Broca melalui fasikulus untuk menangani perilaku berbahasa pada
arkuatus untuk enkoding (mengubah
75
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
Crystal, David. 1992. The Cambridge Rudjanto. 1985. Aphasia makalah pada
E n c y c l o pe d i a o f L a n gu ag e . UPF Rehabilitasi Medik RSUD Dr.
Cambridge University Press. Soetomo Surabaya, tanggal 19 April
1985.
Dahler, Franz dan Julius Chandra. 1991.
Asal dan Tujuan Manusia (Teori
Evolusi). Yogyakarta:Kanisius.
76
RESENSI BUKU
Wacana Barat tentang Dunia Timur mereka menjadi sangat penting untuk
Sejarah bangsa Indonesia tidak menakar kadar ilmiah tulisan. Terutama
dapat dilepaskan dari catatan sejarah dalam bidang sejarah yang dipelopori oleh
bangsa-bangsa bekas penjajahnya. Suka sejarawan modern Leopold von Ranke
atau tidak suka apa yang ada dalam dengan wie es eigentlich gewesen (apa
sejarah bangsa ini sebagian besar yang sungguh-sungguh terjadi). Ini
merupakan warisan bingkai yang berbeda dengan tradisi penulisan di
diberikan oleh bangsa penjajah. Dengan Nusantara (Indonesia) pada waktu itu
demikian tidak dapat dipungkiri bahwa yang masih banyak bermuatan mitis dan
catatan sejarah kita banyak yang dibentuk mitos. Sehingga tidak pernah ada
dan didekte oleh bangsa asing. Tulisan- pujangga-pujangga kerajaan di Nusantara
tulisan tentang Indonesia hampir yang diakui sebagai penulis ilmiah
semuanya bermuatan imperialisme dan modern. Padahal kalau dikaji tidak kalah
kolonialisme. Saah satu faktor terbesar dalam metode dan metodologi yang
adalah kajian ilmiah yang dianggap digunakan.
modern dibawa dari Barat oleh para Sumber dan bahan penulisan
orientalis klasik. Mereka bisa juga didasarkan pada catatan perjalanan yang
dikategorikan sebagai peneliti awal. ditulis bukan karena kesengajaan maupun
Biasanya mereka tidak pernah dididik dari hasil laporan yang memang disengaja.
secara formal sehingga hasil tulisan Dari laporan-laporan inilah yang
mereka ala kadarnya menurut selera dijadikan sebagai patokan ilmiah ketika
mereka. Namun justru dari peneliti awal menulis tentang Hindia Belanda. Laporan
inilah sumber dan bahan didapatkan. perjalanan yang menjadi rujukan utama
Deretan panjang karya-karya dan sering dikutip oleh penulis-penulis
penulis Barat masa kolonial menjadi berasal dari laporan perjalanan Tome
bahan rujukan resmi bagi penulis- Pires ketika berkeliling sampai ke Hindia.
penulis berikutnya. Tradisi akademik Dia sebenarnya seorang apoteker Portugis.
modern yang menekankan adanya Membuat laporan perjalanan yang ditulis
rasionalitas berdasarkan pada bukti-bukti di Malaka dan India selama tahun 1512-
empiris menjadikan bahan-bahan tulisan 1515 mengenai Dunia Timur mulai dari
*)
Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, tlp 031-5035676
Email: ikhsan_shsc@yahoo.com
77
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
78
Membangun Kesadaran Ilmiah sebagai Bangsa Terjajah
Fanon yang juga dikutip oleh Linda kedalam bahasa Indonesia. Lebih lanjut
Tuhiwai Smith bahwa munculnya istilah dikatakan bahwa tanggung jawab peneliti
orang-orang jajahan karena adanya dan akademisi tidak sekedar membagi
pemukim pendatang, dimana kedua istilah informasi (pengetahuan pamflet)
tersebut muncul sebagai konstruksi melainkan membagi teori dan analisis,
kolonialisme. menjelaskan bagaimana pengetahuan dan
Ketika berbicara tentang bangsa informasi dibangun dan direpresentasikan.
kita sendiri kita menyebut pribumi pada Selama masa penjajahan, dan
orang-orang kita, padahal jelas kosakata bahkan masa sesudah merdeka, Indonesia
t e rs e but m e r upa kan t er m i nol o gi diteropong, diurai, didentifikasi, serta
imperialis. Belum lagi dalam praktek dicatat dan diuraikan menurut kacamata
penelitian di lapangan dimana peneliti Barat. Tidak saja dalam ranah ilmiah,
memperlakukan obyek kajian seolah-olah dal am kehi dupan s ehari -hari p un
sebagai benda mati yang tidak memiliki digambarkan menurut selera Barat.
nyawa. Peneliti-peneliti yang terjun Hindia Belanda sebagai dunia Timur
dalam masyarakat dan berinteraksi terlebih pulau Jawa sering digambarkan
dengan mereka tidak lebih seperti peneliti sebagai mooi hindia (Lombard: 2005)
asing yang datang di tengah-tengah orang sehingga selalu akan menarik siapa saja
yang menjadi obeyk penelitian berusaha yang datang ke Hindia Timur ini. Tidak
d e ng a n j a l a n a p a pu n m e n g or e k hanya berupa tulisan saja, malah juga
keterangan untuk dijadikan bahan tulisan. diwujudkan dalam bentuk penampakan
Namun tidak satupun dari tulisan itu yang material ala Barat.
mampu membuat masyarakat obyek
kajian itu menjadi lebih baik. Tidak ada Belajar dari Buku
Ada dua bagian pokok pembahasan
pertanggungjawaban moral terhadap
dalam buku ini. Pertama, identifikasi
mereka setelah penelitian berlangsung.
adanya pengaruh Barat dalam
Malahan selama penelitian obyek kajian
menghegomoni pemikiran ilmiah beserta
ditempatkan bak ikan-ikan dalam
seperangkat penelitian, istilah yang
akuarium atau binatang-biantang yang
digunakan serta bagaimana hasil
ada di kebun binatang yang dilihat,
penelitian ditempatkan. Sehingga
diamati kemudian ditulis. Tanpa adanya
menurut penulis, bangsa-bangsa terjajah
ikatan antara peneliti dengan yang diteliti.
Makanya dalam beberapa (ditemukan oleh Barat) sebagai objek
metodologi memandang nilai, bukan manusia, atau lebih halus lagi
kepercayaan, dan praktek adat istiadat setengah manusia (subhuman). Sehingga
komunitas dianggap sebagai rintangan dari bab I sampai bab V penulis
yang harus diakrabi agar bisa melakukan identifikasi penjelasan sebab-
menyelesaikan penelitian tanpa sebab mengapa bangsa pribumi harus
memancing persoalan. Itulah yang sadar untuk membenci dan tidak
sebenarnya dikritik oleh Linda Tuhiwai mempercayai penelitian yang dihasilkan
Smith dalam buku Decolonizing oleh produk-produk pengetahuan Barat..
Kedua, adalah bagian
Methodology yang sudah diterjemahkan
perkembangan penelitian yang
79
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
80
Membangun Kesadaran Ilmiah sebagai Bangsa Terjajah
catatan para petualang generasi awal menempatkan pelaku dan peristiwa pada
inilah sejarah dna pengetahuan tentang porsinya.
bangsa-bangsa terjajah dibentuk. Lihat Dekolonisasi bukan dengan serta
saja bagaimana ekspedisi-ekspedisi yang merta dengan tidak percaya sepenuhnya
dilakukan pada periode awal peemuan pa da pen ge t ahu an B ar at n am u n
wilayah-wilayah baru oleh bangsa Barat bagaimana kita melihat dan menempatkan
menjadi sumber arsip paling penting dan apa yang kita lakukan adalah untuk
utama dalam melihat dan memahami kemajuan bangsa sendiri. Karena pada
bangsa terjajah. Padahal catatan yang ada satu sisi adanya dekolonisasi yang
adalah dari perspektif Barat. membabi buta justru akan menghasilkan
Ternyata jejak petualangan para historiografi yang parsial atau sepotong-
penghobi penelitian ini memberikan sepotong (Purwanto, 2006). Sehingga
sumbangan yang sangat besar bagi justru menjauh darikenyataan. Atau bisa
periode modern Barat. Sebagai dampak juga akan menghasilkan keterputusan
dari revolusi industri, ternyata catatan sejarah.
perjalanan para petualang tersebut Berangkat dari hal tersebut
menjadi sangat berarti bagi proses sebenarnya historiografi Indonesia masih
perluasan modernisasi. Maka mulailah terus mencari jatidirinya. Maka tidak
adanya imperialisasi wilayah-wilayah di s al ah ka l au B am bang P urwa nto
luar Eropa. mempertanyakan tentang seperti apakah
historiografi Indonesiasentris. Apakah
Historiografi Indonesiasentris memang gagal ataukah memang seperti
Dalam perjalanan historiografi sekarang inilah historiografi kita. Karena
Indonesia, adanya dekolonisasi ini dapat sampai saat ini iklim historiografi kita
dilihat dari perubahan sentris yang masih kental sekali dengan muatan
muncul. Warna-warna kolonialsentris kolonial mapun istanasentris. Suka tidak
atau juga Nerlandosentris dan suka demikianlah faktanya. Meskipun
istanasentris yang dianggap tidak sudah ratusan karya tulis sejarah bahkan
mencerminkan kondisi sesungguhnya ribuan yang ada di rak-rak buku namun
dari sejarah Indonesia digantikan dengan belum banyak yang menempatkan
Indonesiasentris. Perubahan sentris ini pelaku-pelaku sejarah pada tempatnya.
membawa implikasi yang sangat besar Banyak tema yang sudah di tulis, dan
bagi perjalanan sejarah Indonesia. Ini banyak metode yang digunakan tetapi
membawa dampak bagi pelaku-pelaku semua itu ternyata masih menjadi cerita
sejarah orang Indonesia sendiri. Namun pengantar tidur bagi pembaca dan
ternyata sampai saat ini belum ada pendengarnya. Belum bisa memiliki
rumusan yang jelas tentang bagaimana makna dan arti penting dalam kehidupan
historiografi Indonesiasentris. masyarakat. Malahan justru lebih banyak
Persoalannya bukan hanya membalikkan menjadi sumber persoalan dan pertikaian
peran-peran pelaku sejarah yang sudah antar anggota masyarakat yang saling
ada selama ini didasarkan pada peran- mengklaim dan punya kepentingan
peran yang dihubungkan dengan dengan cerita sejarah tersebut.
kepentingan bangsa sendiri akan tetapi
81
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82
Meskipun dalam dunia akademik produsennya berasal dari bangsa lain. Kita
sudah mulai menempatkan rakyat yang lebih banyak menonton dari pinggir
notabene kalangan bawah sebagai pelaku- lapangan entah sebagai penonton atau
pelaku cerita sejarah namun pada yang lebih mujur sebagai pemain
kenyataannya mereka masih belum cadangan sambil berharap-harap cemas
mendapat tempat dalam panggung sejarah akan mendapatkan hadiah lemparan bola
nasional. Seolah-olah rakyat tidak atau menggantikan para pemain utama di
memiliki sejarah. Kalaupun muncul lapangan yang cidera. Maka dari itu
dalam sejarah adalah karena sesuatu yang sangat penting disini kita untuk mulai
menyimpang dari yang seharusnya ada menyadari keberadaan kita. Sudah
dalam masyarakat itu. Sebagai contohnya saatnya kita mulai membangun tradisi
yang ditulis adalah tentang kemiskinan, ilmiah berdasar metodologi kita.
penderitaan, masalah kesehatan yang Pertanyaannya sekarang adalah
buruk, rendahnya kesejahteraan, bagaimana kita membongkar tradisi dan
buruknya perilaku dan lain sebagainya. melakukan dekolonisasi metodologi?
Seolah-olah rakyat identik dengan hal-hal Apakah kita selamanya hanya sebagai
yang menyimpang. Sedangkan ketika penonton atau pemain cadangan? Kapan
tidak terjadi gejolak dan aneh dianggap kita menjadi pemain utama?
tidak masuk dalam catatan sejarah. Ini
berbeda halnya dengan golongan elit yang Daftar Pustaka
selalu mendapat tempat dalam panggung Leur, J.C. van. 1967. Indonesian Trade
sejarah, apapun tindakan yang dilakukan and Society. The Hague.
selalu dimaknai lebih dan selalu
mendapatkan arti dalam dunia akademik Lombard, Denys. 2005.Nusa Jawa Silang
sejarah. Budaya Bag II: Jaringan Asia.
Para peneliti ataupun sejarawan Jakarta: Gramedia.
juga akan tergopoh-gopoh jika ada
metode ataupun metodologi baru dalam Purwanto, Bambang.,2006. Gagalnya
historiografi. Ketika sejarawa-sejarawan Historiografi Indonesiasentris ?!,
dari luar negeri sudah mengembangkan Yogyakarta: Ombak
penulisan sejarah dari gologan bawah
S mith , L inda Tu hiw ai . 20 05.
maka sejarawan Indonesia berbondong-
Dekolonisasi Metodologi
bondong mengikuti metodologi tersebut.
(terjemahan). Yogyakarta: Insist
Sehingga kemudian sejarawan
Press
dihadapkan pada penulisan hal-hal remeh
yang sebelumnya tidak pernah ditulis Said, Edward W., 1994, Orientalisme, terj.
karena diangap tidak penting. Bandung: Penerbit Pustaka
Ini semua sebenarnya karena
adanya kegagapan dalam dunia akademik Swantoro, P. 2002. Dari Buku ke
ilmiah kita sendiri. Kita lebih banyak Buku.Jakarta : KPG dan Tembi
sebagai konsumen atas sumber-sumber
dari diri kita sendiri. Sementara
82