Anda di halaman 1dari 84

DAFTAR ISI

MN Harisudin
Stereotipe Manusia Madura Dulu dan Sekarang 1

Sutji Hartiningsih
Tradisi Bersih Desa di Desa Ngasinan Kediri 9

Sofyan Hadi
Kosmologi dan Sinkretisme Orang Jawa:
Sistem Sosial Masyarakat Ngayogyakarta Hadiningrat 17

Hermanu J
Jatuhnya Elit Keraton dalam Politik Pergerakan 25

Lina Puryanti
Modernitas dan Lokalitas dalam Novel Mencari Sarang Angin
Karya Suparto Brata:
Perspektif Pascakolonial 42

S. Itafarida
Intertekstualitas dalam Cinta Merah Jambu
Karya Bonari Nabonenar 54

Dwi Handayani
Penggunaan Bahasa Plesetan dalam Bahasa indonesia 62

I
Luita Aribowo
Memetakan Kemampuan Berbahasa Pada Otak Manusia 69

Ikhsan Rosyid
Resensi Buku: Dekolonisasi Metodologi
Membangun Kesadaran Ilmiah sebagai Bangsa Terjajah 77

Ii
STEREOTIPE MANUSIA MADURA
DULU DAN SEKARANG
*)
MN Harisudin

Abstract
Both in the colonial period or after that, there were negative stereotypes about Madurese
society. Nowdays stereotypes about Madurese society are better than years ago. In the
colonial period, Madurese society were described as strongman, angry, not patient,
extrovert, exlusive give ideas and do'nt know tradition. In this time, although stereotypes
about Madurese society like years ago, but they are described by positive stereotypes like
hardman in work, valiantman and affirmman in Islamic religiousity. Madurese society
especially in out of Madura Island, can decrease this negative stereotypes now.

Key Word: Manusia Madura, Stereotipe, Kolonial

Pendahuluan Jonge ketika menjelaskan stereotipe


Orang Madura itu sulit aturannya, sebagai berikut:
ujar seorang kiai yang juga Ketua Majlis
Ulama Indonesia Kabupaten Jember baru- are not concerned with objective
truth, but rather with collective de or
baru ini pada saya. Ucapan kiai yang asal ilusions. It does not matter wether they
Jawa ini berkenaan dengan sulitnya orang are factually correct, some can be fully
Madura yang menjadi Pedagang kaki or partially so. Rather people believe
them to be true and as such the have
Lima di Jember direlokasi oleh Pemkab meaning in human thought and
Jember. Ucapan yang bernada pejoratif actions. (Huub de Jonge: 1991, 3)
banyak kita jumpai dalam forum resmi
atau tidak resmi. Seperti halnya orang Jonge, nampaknya mengafirmasi
Jawa dan Sunda, ada banyak stereotipe bahwa stereotipe tidaklah berhubungan
yang ditempelkan pada manusia Madura. dengan kebenaran objective, tetapi hanya
Memang, tidak semua stereotipe pada khayalan-khayalan atau ilusi-ilusi
orang Madura adalah benar. Karena yang bersifat kolektif. Makanya, bagi
stereotipe sama sekali tidak mencakup Jonge, tidak ada masalah apakah
hal-hal yang berkaitan dengan kebenaran stereotipe itu secara faktual sesuai dengan
objektif. Lebih dari itu, stereotipe bahkan kenyataan atau tidak; sebagian atau
menjadi semacam ilusi atau khayalan seluruhnya. Dan ini pula yang juga terjadi
yang dimiliki bersama oleh banyak orang. ketika orang-orang membuat stereotipe
Sama seperti orang Barat menciptakan mengenai orang Madura.
stereotipe orang Timur sebagai makhluk Dus, ketika stereotipe dibuat, ia
yang bodoh, terbelakang, irasional, bejat juga dibumbui oleh sederet penilaian.
dan sebagainya. (Edward W. Said: 1994, Ironisnya, bukan penilaian yang penuh
51). Menarik sekali pernyataan Huub de kebijaksanaan, melainkan penilaian yang

)
* STAIN Jember Dpk Universitas Islam Jember

1
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

bias dengan prasangka. Di sini, penalaran STEREOTIPORANG MADURA


jarang sekali berperan bila seseorang Masa Kolonial
memandang kelompok orang lain. Lebih Stereoptipe pertama, bahwa
menurut van Gennep, orang Madura dapat
lanjut, Hollander mengatakan bahwa citra
dengan mudah dibedakan dari orang Jawa.
yang dimiliki oleh sekelompok orang
Mereka memiliki perawakan yang lebih
dengan kelompok lainnya sering kekar dan berotot, tetapi tidak lebih besar
didasarkan pada kriteria, emosi dan dan tidak berkesan halus dengan sifat-sifat
perasaan. Jika seseorang tidak tahu apa- permukaan yang garang dan kasar. Veth
apa tentang orang lain, pada aras primitif misalnya mencatat sifat kejam pada muka
peradaban, semua kendali belum orang Madura karena susunan kepala
terbentuk. Dengan demikian, dasar yang yang bertulang lebih kukuh, memiliki
dipakai adalah rumor, sehingga rasa takut paras wajah yang terkesan lebih kuat dan
akan meraja lela, cemooh, benci, cemas beringas. Sementara itu, Lindoeng
dan kagum. Akibatnya, timbullah citra berpendapat bahwa baik kaum bangsawan
Madura maupun rakyat jelatanya
khayalan yang paling menakjubkan dan
memiliki tubuh yang tidak seanggun
mengerikan. (Mien Ahmad Rifai: 2007,
orang Jawa. (Mien Ahmad Rifai: 2007,
130). 132-133).
St ereotipe, oleh karenanya, Jika dibandingkan dengan wanita
merupakan suatu pendapat yang secara Jawa, wanita Madura pada waktu kolonial
relatif mantap yang bersifat perampatan sangat jauh sekali kelasnya. Wanita
atau generalisasi dan evaluatif. Madura lebih disebut sebagai terbelakang,
Stereotipe mencoba untuk membuat kaku, gemuk dan jelek. Pendeta Katolik
penilaian tidak terperinci tentang van der Linden misalnya menganggap
sekelompok orang yang sampai tingkat kecantikan wanita Madura berada jauh di
tertentu dapat disebut dengan tipe. bawah wanita Jawa Tengah dan Jawa
Pencirian dalam stereotipe biasanya Barat. Sementara Lindoeng mencatat:
Kelembutan muka pucat halus yang
sangat tidak mendalam, dan hanya
menyebabkan wanita Jawa memikat,
menonjolkan sifat-sifat yang menjelekkan.
jarang sekali dijumpai pada perempuan
(Duijker & Frijda: 1960, 116). Dalam Madura. Bahkan Surink menduga bahwa
membuat stereotipe, ciri-ciri jelek selalu wanita Madura mudah cepat tua dan pada
ditempelkan pada kelompok lain dan umur yang agak dini sudah
maka ciri-ciri baik akan dilekatkan pada memperlihatkan kesan kelaki-lakian
kelompoknya. dengan wajah keriput.
Tulisan ini tidak berpretensi untuk Stereotipe lainnya adalah cara
membenarkan atau menyalah stereotipe berpakaian orang Madura yang dianggap
mengenai orang Madura. Namun tulisan tidak terurus, namun juga mencolok. Mitis
ini akan mencoba menelusuri rekam- misalnya menyebut pakaian harian pria
jejak stereotipe orang Madura mulai dulu dan wanita Madura terlihat kumal dan
hingga sekarang. Di samping itu, tulisan kotor. Prianya tidak peduli pada pakaian,
ini juga akan melihat bagaimana sebagaimana pengamatan van der Linden:
perubahan stereotipe itu terjadi dan atau Dalam berbusana, mereka mengenakan
bertahan sampai masa sekarang. celana tanggung, berkaki lebar, sejenis
kemeja keliling bagian atas tubuhnya,

2
Stereotip Manusia Madura Dulu dan Sekarang

selembar sarung yang dikalungkan di yang sebenarnya dalam pribadinya.


leher serta destar yang diikatkan Sifat lain yang juga muncul dalam
sekenanya di kepala. stereotipe orang Madura adalah
Wanita Madura juga sangat kecepatannya tersinggung, penuh curiga,
sembrono dalam berpakaian. Jika mereka pemarah, berdarah panas, beringas,
dalam keadaan tergesa-gesa dan pendendam, suka berkelahi dan kejam.
menjunjung barang di atas kepalanya,
Harga diri orang Madura menjadi kunci
bagian bawah gaunnya akan digulung ke
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
atas lalu diikatkan di sekeliling pinggang
s e h i n g g a m e r e k a b i s a b e rg e r a k bahasa orang Madura: Angoan pote
sebebasnya. Dalam perjalanan ke pasar, tolang etembang pote mata. Maksudnya,
mereka terkadang melipat baju ke mereka lebih baik mati daripada hidup
bahunya. Rambut mereka juga jarang dengan menanggung malu. (A. Latif
disisir dengan sepatutnya. Baik pria Wiyata: 1997, 6). Makanya, jika orang
maupun wanita Madura waktu itu suka Madura dipermalukan, maka mereka akan
dengan warna pakaian mencolok dan menghunus belati dan segera membalas
norak seperti merah menyala, kuning, dendam hinaannya. Atau setidaknya
hijau, jingga dan biru langit. (Mien menunggu hingga ada kesempatan untuk
Ahmad Rifai: 2007, 135).
membalasnya. Perkelahian, carok dan
Sementara itu, dalam hal sikap dan
perilaku, orang Madura juga berbeda pembunuhan merupakan sesuatu yang
dengan orang Jawa maupun Sunda. biasa terjadi setiap hari.
Seperti kata seorang pastor Katolik, orang Manusia Madura tempoe doeloe
Madura tidak memiliki etiket sama sekali. identik dengan senjata tajam. Seperti
Secara mencolok, mereka berbeda dengan digambarkan oleh Wopp: Di jalan, orang
orang Jawa yang lebih berbakat dan hampir tidak pernah melihat orang
sensitif serta sangat lurus sikapnya dalam Madura tanpa keris atau tombak, dan
melakukan hubungan sosial. Orang Jawa kalau ia di sawah, atau ladang, ia tentu
lebih menghargai adat. Orang Jawa membawa sada' atau are' (celurit, arit),
merasa lebih berharkat dan berwibawa calo' (parang berujung bengkok),
serta memandang rendah orang Madura baddhung (sejenis kapak besar) atau
yang kasar. rajhang (linggis). Ia akan menggunakan
Menurut van Gelder, orang Madura calo' tadi untuk segala macam pekerjaan.
kurang sopan dan lebih tidak formal Dengan alat tajam itu, ia menebang pohon,
dibanding dengan orang Jawa. Mereka membersihkan belukar untuk merintis
memiliki keberanian menyuarakan pen jalan, memotong kayu dan bambu dan
dapatnya, meskipun pada atasannya. lain-lain. Dengan tarikan nafas yang sama,
Suara orang Madura memang lantang, ia juga akan memotong tangan, kaki dan
menunjukkan wataknya yang keras. kepala orang lain jika memang harus
Namun, suara yang lantang dan berat itu berbuat demikian.
sesungguhnya menyiratkan Di samping itu, orang Madura di
kepribadiannya yang seutuhnya. Jika masa dulu juga dikenal sebagai pecandu
orang Jawa cenderung menyembunyikan judi. Seringkali terjadi, demi untuk
berjudi, orang Madura menghambur-
sesuatu dalam ucapannya, maka dalam
hamburkan semua barang miliknya, lalu
suara orang Madura menjelaskan apa

3
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

menggadaikan sawah ladangnya pada Masa Kini


tetangganya yang lebih kaya atau pada Tanah yang sangat tandus dan
orang Arab dan Cina. Jika ia sudah tidak kering menjadikan tiga perempat
mempunyai apa-apa lagi kecuali istri atau penduduk Madura melakukan migrasi ke
anak gadisnya yang cantik, iapun akan tempat lain. Seperti ditegaskan oleh
tega menggadaikan atau menyerahkan Muthmainnah, perekonomian yang minus
wanita itu pada penjudi yang lebih memaksa orang Madura keluar pulau
beruntung. Ament menyatakan bahwa tersebut untuk mencari nafkah. Mereka
pelaksanaan kerapan sapi secara jelas pergi tidak hanya ke dalam negeri, namun
memperlihatkan betapa rendahnya juga sampai ke manca negara seperti Arab
perilaku orang Madura. Bila memang, Saudi, Malaysia dan Brunei Darussalam.
mereka akan berteriak kegirangan, Dari semua tempat tersebut, Arab Saudi
bersorak menjerit dan menari-nari, namun menjadi tempat paling favorit karena
jika kalah serta diejek secara memalukan, selain bisa mencari nafkah, mereka juga
ia akan segera menghunus pisau. dapat melaksanakan ibadah haji yang
Selain sifat negatif diatas, orang menjadi dambaan setiap orang Madura.
Madura diakui juga memiliki karakter (Muthmainnah: 1998, 21).
positif. Sifat positif ini misalnya berani, Menurut Kuntowijoyo, kegiatan
gagah, petualang, lurus, tulus, setia, rajin, migrasi ke luar pulau pada awalnya
hemat, ceria, sungguh dan humoris. Jika merupakan migrasi musiman yang
orang Jawa dianggap bersifat petani, kemudian berkembang menjadi migrasi
maka orang Madura dicirikan sebagai secara permanen. Sekarang, lebih banyak
nelayan-pelaut yang lebih bernyali, dan orang yang tinggal di luar pulau Madura
berpetualang. Namun demikian, sifat- dibanding dengan yang tinggal di Madura.
sifat positif ini tidak menonjol karena Ketiadaan surplus ekonomi oleh pengaruh
dibayang-bayangi oleh sifat negatif. Lagi ekologi tegalan yang miskin telah
pula, sifat-sifat baik ini hanya muncul mengurangi kejahatan yang terorganisasi
dalam keadaan tertentu saja. Misalnya, secara komunal seperti perampokan
bila lingkungan dalam keadaan damai, besar-besaran. Oleh karena itu, kekerasan
teratur dan ketat pemimpin. carok yang menjadi ciri orang Madura
Walhasil, hampir dalam segala hal, umumnya bersifat individual.
stereotipe orang Madura di masa dulu (Kuntowijoyo: 1980, 75).
dianggap rendah dibandingkan orang Sikap migrasi orang Madura ini
Jawa. Tak heran jika orang Jawa melihat sesuai benar dengan ajaran Islam yang
orang Madura sebagai seorang berderajat secara nyata ditauladankan Nabi
lebih rendah, namun pada saat yang sama Muhammad Saw untuk hijrah dari Mekah
mereka merasa takut pada keberingasan ke Madinah. Memang, kebiasaan hijrah
watak dan kelicikannya. Bahkan, menurut ini kemudian mendapat hambatan alam
Lindoeng, secara intelektual orang dan lingkungan yang kurang bersahabat
Madura berada jauh di bawah orang Jawa, yang menyebabkan manusia Madura
karena mereka lebih sulit diajar dan lebih mampu menhadapi tantangan keras
malas belajar. dengan keoptimisan yang tinggi. Bekerja
keras dengan tidak mengenal lelah serta
tidak menghiraukan waktu, merupakan

4
Stereotip Manusia Madura Dulu dan Sekarang

pola hidup untuk meraih peluang hidup telah terjadi di Kalimantan Barat yang
yang maksimal. Rendahnya tingkat menjadi tujuan transmigrasi swakarsa
pendidikan pada satu sisi memang orang Madura Barat yang umumnya
kelemahan, namun pada sisi lain dikenal berwatak keras. (Mien Ahmad
mengharuskan mereka memasuki Rifai: 2007, 163-164).
lapangan kerja dalam sektor informal Sementara, Parsudi Suparlan, Guru
yang tidak memerlukan ketrampilan yang Besar Antropologi Universitas Indonesia
tinggi seperti buruh tani, pedagang eceran, mengatakan bahwa di tempat lain seperti
dan sebagai pekerja kasar di bidang jasa. Irian dan Ambon, orang Madura bisa
(MienAhmad Rifai: 2007, 163). bersifat tertib. Lingkungannya juga aman
P r o f . D r. H e n d r o S u r o y o dan tentram. Hal yang demikian ini
mengatakan bahwa sifat etnosentrisme berbeda dengan Sambas yang rata-rata
orang Madura merangsang hasrat untuk berasal dari transmigrasi Madura Barat.
saling membantu dalam bekerja secara Parsudi Suparlan membedakan antara
keras yang didukung oleh pembawaannya perilaku orang Madura Barat (Bangkalan
yang ulet dan tahan banting. Hanya saja, dan Sampang) dan orang Madura Timur
sayangnya sifat ini berdampak negatif (Pamekasan dan Sumenep). Dalam
pada kelompok masyarakat lain. Orang penilaian, orang Madura Timur lebih
Madura tidak memperhatikan dan juga beradab dan lebih tahu aturan
kurang toleran terhadap suku bangsa lain. dibandingkan dengan orang Madura
Selain itu, pembawaan temperamental Barat. Selain itu, orang Madura Barat juga
yang mudah tersinggung, begitu melihat rendah pendidikannya dan agresif dalam
ada gerakan yang bakal merugikan diri melanggar hukum seperti menjadi preman,
dan kelompoknya, maka mereka akan tukang tipu, pemeras dan lain sebagainya.
bereaksi dan mencoba menandingi. (MienAhmad Rifai: 2007, 175).
Lebih lanjut, Hendro Suroyo yang Dalam kasus yang ditemukan
juga pakar antropologi sosial Madura Parsudi Suparlan, orang Melayu di
mengatakan bahwa kebiasaan membawa Kalimantan Barat seringkali dirugikan
senjata tajam yang sukar dihilangkan, oleh orang Madura. Kejengkelan orang
merupakan faktor budaya yang bisa Melayu dicontohkan dengan pernyataan:
memicu konflik sosial. Apalagi, ditambah Kalau ayam masih kecil kami orang
keberhasilan orang Madura secara sosial melayu yang punya, tetapi kalau sudah
ekonomi yang juga membuat besar jadi milik orang Madura. Lahan
kecemburuan etnis yang lain juga sempit orang Madura lama kelamaan
meningkatkan kecemburuan yang bergeser karena ditanami pisang dan
sewaktu-waktu dapat meledak. Insiden berkembang biak ke mana-mana. Tahun
kecil dapat menyukut dan membakar demi tahun patoknya juga bergeser ke
konflik antar etnis. Pada kelompok yang arah tetangganya. Orang Madura yang
berwatak keras dan berpendidikan rendah, sudah minta dan dapat izin pemiliknya
solidaritas gampang sekali muncul mengambil buah kepunyaan orang
sehingga orang Madura dapat dihasut Melayu, tahun berikutnya dan juga
sedikit saja tanpa berpikir panjang. Ini seterusnya akan langsung mengambil
yang menurut guru besar FISIP buah tersebut tanpa perlu meminta izin
Universitas Tanjungpura (Pontianak) lagi.

5
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

Ketika meneliti tentang pengobatan mengungkapkan kekagumannya pada


tradisional penduduk pantai utara Madura, keislaman orang Madura yang kuat. Sejak
Jordaan menemukan bahwa manusia kecil, Amin sudah banyak mendapat cerita
Madura merupakan orang yang sulit, bahwa orang Madura paling jahatpun
penuh percaya diri dan angkuh. Mereka masih ingin disebut muslim. Dengan
suka memamerkan kekayaan sehingga begitu, orang Madura yang jahat
barangnya yang mahal terpajang secara sekalipun, kalau masih diberi tahu
mencolok. (Jordaan: 1986, 23). Orang kebenaran yang hakiki kejahatannya akan
Madura terutama yang tinggal di dikurangi. (Amin Rais: 1996, 246).
pedesaanpada umumnya selalu menjaga Dalam soal agama, orang Madura
jarak dan curiga pada orang luar, pada memang memiliki kepatuhan pada
orang yang dianggap asing dan pada ulamanya. Patronase antar orang Madura
gagasan yang tidak berasal dari kalangan dengan para kiai, memang demikian
sendiri. (Jordaan: 1985, 120). terasa. Sehingga, seperti hasil penelitian
Wiryoprawiro yang meneliti Iik Arifin Mansurnoor, kiai atau ulama
tentang arsitektur tradisional Madura, menempati kedudukan yang sangat
mencatat bahwa akibat kegersangan pulau, sentral dalam kehidupan orang Madura.
jiwa bahari orang Madura sangat Para kiai atau ulama ini mendapat
menonjol. Ini selain dibuktikan dengan kedudukan yang sangat terhormat di
banyaknya penduduk yang hidup sebagai kalangan orang Madura. Iik Arifin
nelayan, tapi juga terlihat dalam Mansurnoor menjelaskan:
keberanian mereka mengarungi lautan
terbuka dengan perahu untuk merantau The emergence of the ulama as
important local leaders is evidenced by
j a uh . Ak i ba t nya , or a ng Ma du ra the establisment of religious and
Pandalungan (peranakan atau perantau) educational centers which attracted
tersebar luas di daerah tapal kuda Jawa many participants and student. (Iik
Timur dan kantong-kantong tertentu Arifin Mansurnoor: 1990, xviii).
nusantara. (Wiryoprawiro: 1986, 18). Sangat terang di sini, jika
Sementara itu, Ayu Sutarto
kedudukan penting ulama Madura di mata
mencatat bahwa masyarakat Madura baik
orang-orang Madura, merupakan bentuk
yang hidup di Madura maupun yang hidup
kemapanan dari keberagamaan dan pusat
di Kangean, Bawean atau mereka yang
pendidikan umat dan santri. Makanya,
berada di komunitas Pandalungan
ketika dihadapkan pada penguasa, dalam
wilayah Tapalkuda Jawa Timur dikenal
penelitian sepanjang tahun 1985, Iik
memiliki etos kerja yang sangat ulet,
Arifin Mansurnoor menemukan bahwa
tangguh dan semangat keagamaan yang
ulama Madura saat itu memilih beroposisi
tinggi. (Ayu Sutarto: 2004, 2). Sutarto
dengan rezim Orde Baru. Jika rezim
juga menggambarkan manusia Madura
mendapat sedikit sokongan rakyat, ulama
sebagai perant au yang bertekad
Madura justru mendapatkan dukungan
mengubah nasibnya sehingga rata-rata
yang total dari masyarakat Madura.
bersifat ekspansif, agresif, tidak suka Di aras yang lain, Emha Ainun
memendam perasaannya dengan ikatan Najib (2005) menyebut orang Madura
dan solidaritas kekeluargaan yang tinggi. sebagai the most favourable people yang
Ta k h e r a n , A m i n R a i s
watak dan kepribadi tertentunya dipuji

6
Stereotip Manusia Madura Dulu dan Sekarang

dan dikagumi. Menurut Cak Nun, tidak menghargai orang Madura.


ada kelompok masyarakat di muka bumi Dampak sosialnya, orang Madura
ini yang dalam menjaga perilaku dan yang sukses berada di luar Pulau Madura
moral hidupnya sangat berhati-hati seperti merasa risih mengaku sebagai orang
ditampakkan oleh orang Madura. Mereka Madura. Stigma yang mengasosiasikan
sangat bersungguh-sungguh dan lugu Madura dengan keterbelakangan, carok,
serta lugas dalam berkata-kata. Kalau kekasaran watak dan pembawaan,
orang Madura mengatakan sesuatu, maka agaknya merupakan sesuatu yang
demikianlah isi hati dan pikirannya. dianggap memalukan. Sebagian mereka,
Seperti dikatakan Toto Rahardjo seringkali memilih diam saja bahwa
(2005) dalam mengantarakan buku dirinya orang Madura, kecuali kalau ia
Folklore Madura yang dikumpulkan berhasil secara spektakuler.
Emha Ainun Najib (2005) tersebut, suku Padahal, ada banyak cerita sukses
bangsa Madura memang memiliki yang diraih oleh orang Madura di luar
kemampuan menghadirkan realitas secara pulau Madura. Tidak sedikit putra
sederhana melalui parodi yang unggulan Madura yang mendapat
bersumber dari kehidupan sehari-hari. kepercayaan untuk mengemban tugas
Bagi orang Madura, parodi yang selalu kenegaraan Republik Indonesia, baik
ditangkan sambil guyonan itu merupakan sebagai menteri, jaksa agung, panglima
bahasa ungkap yang tidak dimiliki bangsa angkatan, duta besar, rektor, guru besar
lain. Sebentuk humor paling canggih dan beberapa di antaranya sudah
untuk menggambarkan inti realitas hidup dianugerahi Bintang Mahaputra Republik
dalam menghadapi terpaan dunia modern Indonesia. Meskipun terpatri anggapan
yang mutakhir. bahwa manusia Madura bersifat inferior,
terbelakang atau ortodoks, kiprah mereka
Kesimpulan membuktikan bahwa gambaran buruk dan
Kendati sudah ada perbaikan citra negatif yang dilukiskan orang
stereotipe mengenai orang Madura, tentang dirinya tidak sepenuhnya benar.
namun secara umum stereotipe ini hingga Oleh karena itu, orang Madura yang
kini masih memarginalkan mereka. berada di luar Pulau Madura dapat
Stereotipe baik di masa kolonial maupun mengeliminasi stereotipe negatif yang
sesudahnya mengenai orang Madura tetap disematkan pada orang Madura. Dengan
tidak beranjak jauh. Orang Madura selalu kesuksesan yang diraihnya, last but not
diasosiasikan sebagai manusia yang cepat least, gambaran yang buruk rupa ini dapat
tersinggung, penuh curiga, pemarah, diganti dengan performance yang lebih
berdarah panas, beringas dan suka adil dan objektif. Mereka juga dapat
berkelahi. Mereka juga acapkali membantu saudara-saudaranya yang
digambarkan sebagai orang yang berada di Pulau Madura agar mendapat
berwatak kasar, arogan, ekstrover, keras pendidikan yang lebik laik.
bicaranya dan blak-blakan menyuarakan
pendapatnya serta tidak tahu adat
sehingga dikatakan tidak memiliki sopan
santun. Kendati stereotipe paska masa
kolonial, lebih lunak dan lebih

7
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

DAFTAR PUSTAKA

Rifai, Mien Ahmad, Manusia


Duijker, H.C.J & Frijda, N.H, National Madura,Yogyakarta: Pilar Media ,
Character and National Stereotypes 2007.
: A Trend Report Prepared for
International Union of Scientific Said, Edward W., Orientalisme, terj. Asep
Psychology. Amsterdam: North Hikmat, Bandung, Penerbit Pustaka,
Holland Publishing Company, 1960. 1994.

Jonge, Huub de, Stereotype of the Sutarto,Ayu & S.Y. Sudikan (Penyunting),
Madurese, Royal Institutes of Pendekatan Kebudayaan dalam
Linguistics and Antrophology, Pembangunan Provinsi Jawa Timur,
I n t e r n a t i o n a l Wo r k s h o p o n Jember, Kompyawisda, 2004 .
Indonesian Studies No.6, Leiden, 7-
11 October 1991.
Wiyata, A. Latief, Lingkungan Sosial
Jordaan, R.E, Folk Medicine in Madura Budaya Madura, Makalah Seminar
(Indonesia), Leiden, Prakarsa Masyarakat dalam
Rijksuniversiteit, 1985. Kerangka Pembangunan Daerah
Madura, Unibang, 16-18
Kuntowijoyo, Perubahan Sosial dalam September 1997.
Masyarakat Agraris 1850-1940,
terj Yogyakarta, Matabangsa, 2002.

Mansurnoor, Iik Arifin, Islam in an


Indonesian World Ulama of
Madura, Yogyakarta, Gajah Mada
University Press, 1990.

Muthmainnah, Jembatan Suramadu:


R e s p o n U l a m a Te r h a d a p
Industrialisasi, LKPSM,
Yogyakarta, 1998.

Najib, Emha Ainun, Folkore Madura,


Yogayakarta, Progess, 2005.

Rais, H.M.Amien, Islam dan Budaya


Madura, dalam Mahasin A, et al
(penyunting). Ruh Islam dalam
Budaya Bangsa: 2 Aneka Budaya di
Jawa, Jakarta, Yayasan Festival
Istiqlal, 1996.

8
TRADISI BERSIH DESA DI DESA NGASINAN KEDIRI

Sutji Hartiningsih*)

Abstract
The tradition of bersih desa is not only signified as a physical ritual to clean the village,
but it is also called merti desa, which means preserving the village physically and spiritually.
Physically, villagers clean graveyards and other sacred places considered as their
ancestors' heritage that need to be preserved. Spiritually, they also conduct some mystical
rituals such as slametan (meal ceremony as an expression of gratitude) and spiritual
performance.
This paper explores various meanings of bersih desa tradition at Ngasinan village Kediri.
This tradition which commonly becomes a big event for the local village is basically
aimed to make the village clean, orderly, and well-maintained. Consequently, it will also
preserve the village sustainability and help to improve and develop the village. The
essence of bersih desa activity is worship and prayers included in the worship are in the form
of mantra and performing art. Bersih desa is usually considered as a sacred tradition.

Keywords: tradition, bersih desa, ritual

Di Jawa kegiatan bersih desa dengan berbagai hal, antara lain tempat,
banyak dilakukan, dengan nama dan cara waktu, dan pelaku, dalam rangkaian
yang berbeda-beda. Ada yang sebuah prosesi seni budaya. Atas dasar ini
menyebutnya dengan sedekah desa, dapat dikatakan bahwa dalam seni ada
karena acara tersebut diadakan sedekah spiritualitas dan dalam tradisi ada seni.
masal. Ada pula yang menyebutkan Waktu penyelenggaraan bersih
memetri desa, karena dalam kegiatannya desa bisa berbeda-beda, bahkan teks dan
dilakukan pembenahan dan pemeliharaan tata cara ritual masing-masing wilayah
desa. Ada lagi yang menyebut dengan dapat berbeda. Perbedaan dan kesamaan
rasulan, karena kendurinya disajikan proses, merupakan aspek penting bagi
selamatan rasulan. Dari sekian ragam pemahaman makna dan fungsinya. Hal ini
istilah bersih desa, merupakan fenomena dapat dipahami bahwa satu-satunya
untuk mencari keselamatan hidup. kesamaan dalam bersih desa adalah waktu
Bersih desa sebagai tradisi budaya pelaksanaan yaitu satu tahun sekali,
juga memuat seni spiritual. Seni spiritual biasanya sesudah musim panen padi.
ini perlu dilihat lebih jauh dari aspek Sedangkan bulan, hari, tanggal dan cara
etnografi agar jelas makna dan fungsinya, pelaksanaannya tidak selalu sama.
juga dapat memberikan gambaran bahwa Tradisi bersih desa ini memiliki
dibalik fenomena tradisi dan seni, memuat bobot spiritual yang luar biasa melalui
konteks etnografi yang menarik untuk ritual tersebut menjadi wahana antara lain:
dibicarakan Hal yang menarik dari menyatakan syukur kepada Tuhan YME
fenomena tradisi bersih desa, dapat terkait atas ketentraman penduduk dan desa, dan

*)
Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya UniversitasAirlangga, tlp 031-5035676

9
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

atas hasil panennya yang memuaskan, masyarakat selalu menyepakati secara


memberi penghormatan kepada para aklamasi ketika dilakukan rencana bersih
leluhur dan cikal bakal desa yang telah desa. Hal ini selalu didorong oleh asumsi
berjasa merintis pembukaan desa bahwa dengan cara gotong royong
setempat, mengharapkan pengayoman menjalankan bersih desa kelak akan
(nyuwun wilujeng) dari Tuhan YME dan mendapatkan keselamatan hidup.
Rasulullah, agar panen mendatang lebih
meningkat dan hidup masyarakat desa Pelaksanaan Kegiatan Bersih Desa
Rangkaian tradisi bersih desa di
lebih sejahtera.
Oleh karena itu tradisi tersebut wilayah desa Ngasinan, Kediri ini sebagian
t e l a h m e n d ar a h da gi n g, da l am besar didukung oleh kelompok penghayat
masyarakat Jawa pedesaan, karena kepercayaan. Meskipun pada umumnya
hampir setiap wilayah para pelaku tidak secara terang-terangan
menyelenggarakannya. Masing-masing mas uk dal am al ira n pe ngha ya ta n
wilayah di Jawa memiliki keunikan kepercayaan namun hampir lima puluh
sendiri-sendiri dalam melaksanakan persen mereka kaum abangan. Agama resmi
bersih desa. Salah satu aktivitas bersih hanya KTP (administratif), namun dalam
desa yang unik adalah fenomena yang dunia batin yang diterapkan adalah
ada di wilayah Desa Ngasinan, memanfaatkan tradisi kepercayaan.
Purwoasri, Kediri, yang biasanya M e n u r u t t r a d i s i l e l u h u r, m e r e k a
dilakukan pascapanen dan palawija, menjalankan laku-laku mistik bersih desa,
menjelang akan dimulainya proses untuk mendapatkan kesempurnaan hidup
penggarapan sawah (wiwit). dan budi luhur. Oleh karena selamatan
Keunikan tradisi bersih desa di bersih desa dilaksanakan dengan cara yang
wilayah ini yaitu selalu menggunakan khas, khidmat, dan sakral. Penuh dengan
seni pertunjukkan ritual berupa wayang laku-laku mistik, baik yang diwujudkan
kulit. Rangkaian ritual ditata menurut dalam bentuk sesaji maupun dalam bentuk
laku dan aktivitas spiritual. Didalamnya pertunjukkan.
terdapat laku mistik kejawen yang kental Inti dari aktivitas bersih desa adalah
dengan nilai-nilai mitos. Tradisi ini juga pemujaan, doa-doa terkandung dalam
terdapat mitos yang diyakini akan pemujaan, baik yang diwujudkan dalam
membawa berkah apabila dihormati bentuk mantra maupun seni pertunjukkan.
melalui bersih desa, dan sebaliknya akan Biasanya para penghayat kepercayaan
mendatangkan bahaya apabila menjadikan bersih desa sebagai tradisi
masyarakat meninggalkannya. Ada sakral.
Pekerti penghayatan pada saat
perasaan takut masyarakat jika bersih
bersih desa, tergolong etika jawa yang luhur.
desa tidak melaksanakan pertunjukkan
Mereka menjalankan aktivitas mulai
wayang kulit. Itulah sebabnya,
membuat sesaji, membersihkan diri,
masyarakat selalu berjuang keras agar
membersihkan kuburan, membuat tarub,
bersih desa tetap terselenggara meskipun
doa, seni pertunjukkan dan sebagainya
dalam ekonomi yang kurang
didasarkan atas pekerti budi luhur. Konteks
memungkinkan. Dengan kata lain,
jalan itu sejalan dengan Geertz (1973:126)

10
Tradisi Bersih Desa Ngasinan Kediri

bahwa religi merupakan pancaran di tempat Kepala dusun, ditabuh


kesungguhan moral, sehingga bersih desa kentongan. Menjelang dilaksanakan
merupakan bagian khusus religi jawa. Di kenduri, di balik kelir wayang kulit, warga
dalamnya menuntut kewajiban intrinsik berkumpul secara khusyuk dengan aneka
yang kudus. Implikasi dari seluruh hal ini, warna kostum kejawen. Masing-masing
tidak lain sebagai perwujudan hidup yang warga menghadap sesajinya sendiri.
berbudaya. Segala pekerti penghayatan Ketiga, seorang pranatacara
kepercayaan menjadi sinar batin yang menyatakan bahwa pertunjukkan dan
luhur. selamatan bersih desa akan segera mulai.
Adapun urutan pelaksanaan Te r l e b i h d a h u l u , p r a n a t a c a r a
tradisi bersih desa sebagai berikut : mempersilahkan kepada dalang untuk
Pertama, Pukul 07.00 dilakukan mengawali pertunjukkan. Adegan
kerja bakti atau gotong royong pertama, pasti akan membicarakan
pembersihan jalan dan kuburan bersama- kepergian Dewi Sri dari keraton. Setelah
sama. Kepala dusun berusaha membagi menjelang Perang Kembang,
tugas masing-masing kelompok, secara pertunjukkan dihentikan sementara oleh
serentak menurut RT masing-masing. ki dalang dengan menutup kelir
Sekelompok RT ada yang menuju ke menggunakan gunungan. Pada saat itu,
rumah Kepala Dusun untuk pembuatan dibalik kelir melakukan kenduri bersama,
tarub yang akan dipasang di depan yang isinya mohon keselamatan. Kenduri
halaman rumah. Di samping itu juga diakhiri dengan kembul bujana, saling
dipersiapkan gelaran (tikar), penyediaan menukar sesaji, kemudian pertunjukkan
alat-alat sesaji panggung, dan dilanjutkan. Seluruh warga menonton
pembersihan alat-alat makan bersama pertunjukkan wayang kulit, sambil makan.
(kenduri). Kemudian RT lain mengganti Keempat, cara warga
pagar pada pohon Sana yang meninggalkan arena kenduri pun tidak
dikeramatkan, yang berada di tempat serentak, ada yang menyelang gara-gara,
kedung dekat sungai yang konon dan ada pula yang menonton sampai
dijadikan kerajaan para arwah yang pertunjukkan siang hari itu selesai. Dan
nglambrang. Di tempat itu juga diberi malam harinya kembali untuk menghadiri
sesaji berupa ingkung (ayam utuh) dan malam tirakatan.
tumpeng beserta lauk pauknya. Sesaji Kelima, pertunjukkan wayang
diperebutkan oleh warga sekitar dengan kulit semalam suntuk. Meskipun wayang
tujuan agar hantu gaib penunggu pohon kulit ini bernilai hiburan, tetapi lakon yang
Sana tidak mengganggunya. dipertontonkan memuat wejangan ke arah
Kedua, dilakukan pembuatan penghormatan pada leluhur
sesaji pada rumah warga masing-masing. desa.Biasanya lakon yang dimainkan
Sesaji dimasukkan dalam tenong, terbuat b e r g a n t i - g a n t i s e p e r t i Wa h y u
dari bambu, dibawa ke kepala dusun pada Makutharama, Wahyu Purbasejati dan
jam 12.00. Sesaji berisi nasi dan lauk pauk sebagainya. Konsep wahyu selalu
dalam ragam yang berbeda-beda. Untuk menjadi andalan bagi warga, dengan
menghadirkan warga yang akan kenduri harapan agar bersih desa itu membawa

11
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

berkah. dan pagelaran hiburan sesuai dengan


Bersih desa biasanya juga disebut kecenderungan desa masing-masing,
merti desa, artinya memelihara desa misalnya tayuban, wayang kulit semalam
secara batiniah dan lahiriah. Secara suntuk dan sebagainya.
batiniah, orang desa menjalankan ritual Kegiatan bersih desa biasanya
mistik, baik berupa slametan maupun memakan biaya besar dan curahan tenaga
pertunjukkan spiritual. Secara lahiriah, masyarakat desa. Adapun manfaatnya
mereka juga membersihkan keramatan antara lain: pertama, kegiatan bersih desa
(kuburan) dan tempat-tempat khusus yang untuk mendekatkan diri masyarakat
dianggap sakral. Tempat-tempat tersebut dengan Tuhan YME. Kedua, untuk
dianggap sebagai warisan leluhur yang meningkatkan rasa hormat kepada
harus dilestarikan. Rasulullah dan mengindahkan
Tradisi tersebut, pada umumnya tuntunannya. Ketiga, untuk meningkatkan
menjadi hajatan besar desa setempat. kecintaan masyarakat kepada desanya,
Hajatan besar dilakukan secara kolektif, daerah, dan tanah air. Keempat,
dengan biaya ditanggung bersama. mempererat keguyuban (tali
Kegiatan dilakukan oleh seluruh warga persaudaraan) antar warga desa, Kelima,
desa, tua-muda, pria-wanita, bersama untuk mematangkan diri dalam bercocok
pamong dan sesepuh desa, petinggi dan tanam dan usaha. Keenam, bagi pamong
pemangku adat setempat, bahkan sering desa kegiatan bersih desa dapat
terjadi warga tetangga desa ikut serta menjadikan sarana untuk menilai tingkat
meramaikannya. Kegiatan bersih desa kegairahan masyarakat dalam
pada dasarnya untuk membuat desanya memelihara desanya, dan ketuju,
menjadi bersih, tertib, teratur, dan terawat meningkatkan kesadaran masyarakat desa
baik, sehingga dapat ikut menjaga untuk melestarikan lingkungan.
ketahanan desa, agar menjadi lebih maju Ta h a p - t a h a p d e m i k i a n
dan lestari. menunjukkan bahwa prosesi ritual bersih
Berbagai kegiatan yang desa berkaitan dengan simbol dan proses
dilaksanakan pada bersih desa antara lain sosial. Simbol dan proses sosial
meliputi: pertama, penataan hunian membentuk sebuah sistem budaya yang
keluarga: kebersihan lingkungan rumah, rapi. Hal ini memang diakui oleh Geertz
pekarangan, kebun, halaman, selokan, (Morri s,2003: 395) bahwa kaji an
pagar, sampah dan sebagainya. Kedua, antropologi religi dapat terdiri dari dua
kerja bakti/gotong royong membenahi aspek, yaitu pertama, analisis makna yang
tempat-tempat umum, jalan, selokan, diejawantahkan lewat simbolisme, kedua,
sungai, dan sebagainya. Ketiga, menghubungkan sistem itu dengan proses
kenduri/selamatan dalam berbagai bentuk sosio-kultural dan psikologis. Aspek-
yaitu arak-arakkan gunungan yang berisi aspek yang, memberikan pemahaman
berbagai makanan. Keempat, kegiatan terhadap kajian simbol sesaji,
olah raga yaitu berbagai pertandingan dan pertunjukkan, peralatan, dan seterusnya
permaianan serta perlombaan, antar dalam bersih desa. Simbol ini dikaitkan
dukuh dan antar desa. Kelima, pentas seni dengan makna dan fungsi bersih desa

12
Tradisi Bersih Desa Ngasinan Kediri

dalam struktur sosial masyarakat. kepergian kakaknya. Mereka tidak segera


bertemu, masing-masing berkelana dari
Makna Simbolik desa ke desa sambil bercocok tanam.
Biasanya masyarakat penghayat
Setelah lama berkelana , mereka bertemu
kepercayaan menanggap pertunjukkan
kembali. Dewi Sri kembali ke Kahyangan,
wayang kulit sebagai puncak bersih desa.
Raden Sadana diambil menantu oleh raja
Wayang kulit dilakukan siang hari dengan
Wiratha. Dalam lakon Dewi Sri Kondur
lakon khusus dan malam hari (semalam
(Mulih) diceritakan kembalinya Dewi Sri
suntuk) dengan lakon tertentu. Hal ini
ke negara Wiratha. Dewi Sri berada di
dilakukan, karena ada anggapan bahwa
negara Pratalaretna yang dikuasai oleh
Pandhawa merupakan lambang arwah
raja Darmasara. Prabu Suryakumara, raja
para leluhur, sedangkan para Korawa
Guwa Rajeng, juga menginginkan Dewi
lambang arwah-arwah yang jelek. Jadi
Sri. Dewi sri menjadi perebutan, tetapi
pada saat bersih desa, lakon Baratayudha
Na gat a t m al a, ana k S ang H y an g
sering dimainkan pada malam hari,
Anantaboga, atas bantuan Bagawan
sedangkan siang harinya mengambil
Abiyasa dapat memboyong Dewi Sri ke
lakon Sri Mulih (Sri Kondur) atau Sri
Wiratha.
Kembang. Lakon Baratayudha dijadikan Kisah Dewi Sri tersebut diyakini
simbol peperangan antara arwah baik dan sebagai lambang bersih desa. Berarti
buruk. Arwah baik akan membantu hidup kembalinya Dewi Sri, mempunyai makna
penghayat, sedangkan yang buruk akan simbolik agar warga desa tersebut
mengganggu. Maka harus dilakukan mendapat bersih desa dalam pertanian.
dengan berbagai sesaji, agar arwah buruk Bersih desa identik dengan anugerah
jinak dan mau membantunya. rejeki. Untuk menjaga keseimbangan
Lakon wayang kuli t yang
antara jagad gedhe dan jagad kecil
dimainkan, baik siang maupun malam
masyarakat dusun Ngasinan mencoba
hari merupakan representasi simbolik dari
menyiasati dengan tradisi bersih desa.
kesadaran dan atau ketidaksadaran warga.
Tradisi ritual bersih desa ini bersifat
Berbagai harapan dan mimpi tentang
individual dan kolektif dalam rangka
keselamatan, mereka lukiskan melalui
menjaga kepentingan bersama seluruh
pertunjukkan. Setiap lakon memiliki visi
warga desa yang dinamakan bersih desa.
dan misi khusus yang berkaitan dengan
Ritual bersih desa diwujudkan ke dalam
keselamatan.
Maka, kalau dicermati sebenarnya pertunjukkan simbolik wayang kulit
lakon Sri Mulih maupun lakon-lakon yang dengan lakon Sri Mulih. Sikap religius
bertitel wahyu, sebenarnya semacam ini menunjukan bahwa bersih
menggambarkan simbol keagungan desa merupakan ritual yang berkaitan
spiritual yang masih perlu ditafsirkan. dengan seluruh aspek kehidupan. Bersih
Lakon Sri Mulih, menggambarkan tokoh des a sebagai refleks i kei ngin an
Dewi Sri dan Raden Sadana anak Prabu masyarakat penghayat kepercayaan, yang
Maha Punggung raja Medhang Kamulyan. dimanifestasikan melalui wayang kulit.
Rutinitas penyelenggaraan tradisi
Dewi Sri meninggalkan istana, karena
bersih desa menandakan adanya
dimarahi raja. Raden Sadana menyusul

13
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

kekhawatiran akan datangnya gangguan berpikir logis. Penghayat kepercayaan


fisik dan non fisik yang setiap saat dapat yang s e ri ng di kat aka n pri m i ti f,
menimpa jika tradisi itu tidak sebenarnya memiliki pengetahuan logis
dilaksanakan. Oleh karenanya, tradisi dalam tradisi sesajen. Hanya saja, bagi
bersih desa ini termasuk kategori tradisi orang awam sering mengecap sesaji itu
krisis. Dengan pelaksanaan tradisi bersih suatu bentuk pemborosan.
desa secara rutin diharapkan berdampak Pendapat orang awam demikian,
positif bagi kegiatan pertanian mulai dari perlu dikoreksi secara arif. Keyakinan
masa tanam hingga masa panen, termasuk penghayat kepercayaan selalu mantap,
keselamatan seluruh warga masyarakat. menggunakan kekuatan batin, mereka
Pada sikap berusaha dan pasrah diri juga kritis, dan bahkan eksperimental
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh menggunakan pikiran dan rasa. Melalui
karena ada keterkaitan antara manusia rasa batin mereka menembus selubung
dengan Tuhan, maka tradisi bersih desa itu gaib, memasuki wilayah yang riil. Maka
termasuk tradisi religius. Mereka yakin seluruh sesaji yang terdiri dari ubarampe,
bahwa keberhasilan suatu tradisi religi baik yang ditempatkan ditempak khusus,
sedikit banyak dipengaruhi oleh terpenuhi di atas dalang maupun di dekat gong tetap
atau tidaknya persyaratan ritual, yaitu melukiskan simbol yang masuk akal.
perlengkapan sesaji yang diperlukan Bahkan, dalam bersih desa ada lagi
untuk sahnya suatu tradisi. sesaji yang diletakkan (digantung) di
Sesaji yang ditaruh di atas blandar di depan layar memanjang dari
panggung di pengeret terdiri dari: pertama, kiri ke kanan terdiri dari: padi,jagung,kue
nasi diberi warna merah, hitam, kuning, apem,srabi ingkung ayam, itik, burung
putih, dan biru yang masing-masing dara, kelinci, marmut, enthok (sejenis itik),
warna ditaruh di dalam takir; kedua, dan ketupat. Sesaji diletakkan di depan
jenang/bubur terbuat dari beras, santan, kanan dan kiri panggung: pertama,
daun salam, garam (untuk warna putih), kembar mayang, dibuat dari parasan
kalau warna merah diberi gula jawa; degan krambil ijo, yaitu kelapa muda
(jenang abrit), pethak, baro-baro, jenang berwarna hijau yang dipotong atau
abrit diatasnya diberi gula dan kelapa dipangkas pangkal tangkainya, sehingga
diparut, jenang blowok (nasi yang ditaruh kelihatan tempurungnya, janur kuning
dalam takir yang dibuat dari daun pisang, yaitu daun kelapa yang masih muda yang
diatasnya diatasnya ditumpangi gula berwarna kuning, godhong kluwih (nama
jawa); ketiga, minuman: teh, kopi, jahe, daun), godhong sana (nama daun), semua
rujak degan (kelapa muda); keempat, daun-daunan tersebut ditancapkan pada
daun-daun: daun pakel, daun awar-awar, parasan degan krambil ijo; kedua,
daun bambu dan daun kopi. Sesaji tersebut tumpeng, nasi gurih, jenang blowok (nasi
diyakini tetap sebagai pengorbanan logis didalam takir, ditumpangi gula kelapa);
bagi arwah leluhur. ketiga, minuman: teh, kopi, jahe, air putih,
Tylor (Pitchard, 1984:39) dalam bunga setaman yang terdiri dari mawar,
kaitan dengan hal tersebut di atas selalu melati, kenanga dimasukkan dalam
berasumsi bahwa orang primitif pun tetap mangkok/gelas yang diisi air; keempat,

14
Tradisi Bersih Desa Ngasinan Kediri

makanan kecil: jadah bakar, ketela pohon tampaknya yang paling penting ialah
bakar. terpenuhinya macam sesaji, bukan jumlah
Sesaji juga diletakkan dekat gong. masing-masing sesaji yang tidak menjadi
Jenis sesaji antara lain tumpeng gudangan, persyaratan mutlak.
dua buah kelapa yang telah dibersihkan Kedudukan dan fungsi dalang
kulit dan sabutnya, tetapi belum dipecah, dalam tradisi bersih desa sangat penting
jajan pasar (terdiri dari bermacam-macam mengingat keberhasilan suatu tradisi
makanan kecil antara lain: wajik, jadah, bersih desa sangat ditentukan oleh dalang.
kimpul, tela pendhem, kacang tanah yang Dalang secara spiritual berkedudukan
masih ada kulitnya direbus dan lain-lain), sebagai perantara kontrak batin dengan
gulan jawa satu tangkep, teh satu bungkus, roh nenek moyang atau leluhur. Hal ini
tembakau, gambir, injet. Dilengkapi buah- berarti seorang dalang bukanlah orang
buahan seperti nanas, timun, jambu, sembarangan, ia memiliki kelebihan
bengkoang, blimbing, sawo, salak, pisang dibanding kebanyakan orang, memiliki
raja satu tangkep.Semua ini diletakkan syarat tertentu yang menyangkut
dalam sebuah tempat yang dibuat dari kemampuan supranatural. Karena
anyaman bambu berbentuk segi empat kelebihan ini, maka dalang dianggap
dan diberi alas daun pisang. sebagai orang yang serba mampu atau
Sepintas pemakaian sesaji dalam mumpuni, khususnya dalam
ritual bersih desa, sekedar menghambur- hubungannya dengan alam gaib. Di
ha m b ur ka n m a t e r i . B e g i t u p ul a samping berfungsi sebagai pemimpin
pemakaian pertunjukkan wayang kulit, tradisi, dalang juga sebagai pemimpin
yang memakan banyak biaya, bagi orang pertunjukkan, yaitu memiliki
awam mungkin akan menganggap kewenangan untuk membuka dan
fenomena mubazir. Padahal jika dicermati menutup jalannya prosesi tradisi.
fenomena demikian merupakan wilayah Berdasarkan uraian di atas, tradisi
seni spiritual yang agung. Aspek-aspek bersih desa atau ruwatan bumi (bersih
estetika spiritual yang sekaligus menjadi desa) merupakan ekspresi individual dan
wahana kom unikasi gai b antara kolektif masyarakat Ngasinan, Kediri
penghayat kepercayaan dengan Tuhan yang melestarikan tradisi mitos Dewi Sri
merupakan aspek extraordinary (ke-luar- sebagai ekspresi sosial-budaya yang
biasaan) dalam bersih desa. Hal-hal yang mencerminkan percampuran unsur-unsur
sakral, penuh sensasi, mistik, dan memuat kebudayaan pra-Islam, yaitu kebudayaan
greget spiritualitas tinggi merupakan animisme, dinamisme, Hindu, dan Islam,
keluarbiasaan bersih desa. sehingga terjadi interpenetrasi yang
Uraian lengkap tentang sesaji mengkristal dalam wujud akulturasi dan
tersebut menunjukkan bahwa masyarakat inkulturasi budaya yang menjadi suatu
Ngasinan tampaknya masih meneruskan pandangan hidup baru yang berupa
tradisi para leluhurnya yang banyak kegiatan religius.
dipengaruhi oleh agama Hindu dan
kepercayaan agama lokal yang berbau Simpulan
animisme. Dari keseluruhan sesaji itu, Atas dasar pembahasan di atas
dapat disimpulkan bahwa makna bersih

15
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

desa secara keseluruhan tidak dapat Kebudayaan Jawi dalam


terpisahkan dari sebuah struktur sosial. Ya t m a n a , Tu n t u n a n K a g e m
Bersih desa tetap lestari dan berkembang Pranatacara Tuwin Pamedhar
di tengah masyarakat dusun Ngasinan, Sabda.Semarang:Aneka Ilmu.
karena adanya keterkaitan fungsi dan
makna dalam suatu sistem sosial-budaya. Geertz,Clifford.1973. The Interpretation of
Keterkaitan itu terletak pada peranan C u l t u re . N e w Yo r k : B a s i c
wayang kulit, warga penghayatan Books,Inc.Publishers.
kepercayaan, penjual bunga, juru kunci --------------.2003. Seni sebagai Sistem
kuburan, pemerintah (kepala dusun), Budaya dalam Pengetahuan Lokal.
dalang, dan sebagainya, yang menjadi Yogyakarta:Merapi.
bagian dari sistem sosial-budaya
masyarakat dusun Ngasinan, yaitu Jakobson, David.1991. Reading
sebagai media tradisi bersih desa. Ethnography. New York:State
Bersih desa sebuah ritual yang University of New York Press.
membentuk kisah etnografi masyarakat
setempat, Jika hal ini diselaraskan Koentjaraningrat.1985. Kebudayaan Jawa.
dengan gagasan Radcliffe-Brown Jakarta:Balai Pustaka.
(Jakobson,1991:21) berarti peranan
Morris, Brian.2003. Antropologi Agama.
sosial dan norma ikut memberi makna
Yogyakarta:AKGroup
sebuah budaya. Hubungan antara posisi
sosial akan membentuk aktualisasi Murgiyanto,Sal.1998.Mengenai Kajian
hubungan dan pekerti yang unik dalam Pertunjukkan dalam Pudentia
masyarakat. MPSS (Ed.) Metodologi Kajian
Dalam wacana lain Geertz Tradisi Lisan. Jakarta Yayasan Obor
(Simatupang,2005:viii) menyatakan Indonesia dan Yayasan Asosiasi
bahwa manusia ibarat makhluk yang Tradisi Lisan.
terjerat dalam jaring-jaring makna yang
dipintalnya sendiri. Dari pendapat ini Permadi, K.1995 Pandangan Aliran
dapat dinyatakan bahwa setiap gerak K e p e r c a y a a n Te r h a d a p
hidup manusia memiliki makna. Makna Islam..Jakarta:Dirjen Kebudayaan.
tersebut terangkum dalam simbol
budaya. Dengan kata lain, bersih desa Pritchard,Evans,EE$.1984. Teori-teori
akan memuat mana yang melukiskan t e n t a n g A g a m a
segala pekerti, sikap, norma masyarakat Primitif.Jakarta:PLP2M.
yang terangkum dalam sebuah struktur Simatupang,G.R..2005. Kuliah S3:
sosial padu. Dinami ka S eni d an
Budaya.Yogyakarta:FIB UGM.

DAFTAR PUSTAKA

Darusuprapta.1988.Sarasehan

16
KOSMOLOGI DAN SINKRETISME ORANG JAWA:
SISTEM SOSIAL MASYARAKAT NGAYOGYAKARTA
HADININGRAT

Sofyan Hadi*)

Abtract

Javanese society, especially Jogjakarta is known as a city which is rich in comprehension of


ritual sense where it will be used to explain sinkritism process in the future and what level
does the process use in developing culture and society. Grebeg ritual which is done by Yogya
palace is used as what reference to find Javanese cosmology where it will be analyzed to
explain the way of thinking which influences attitue and behavior. To examine this problem
we use an analysis of symbol toward the material of ritual, the description of ritual and the
meaning of symbol to give setting for the analysis. Then, it will be explained more about
Javanese cosmology which refers to the idea abort. The way of living as privacy and social.
The last we also explain why sinkritism is very important in society and the explanation
about the role and the process of the appearance of sinkritism in Java.

Key Words : sistem sosial, kosmologi, sinkretisme, kraton yogyakarta

Pendahuluan (Niels Mulder, 1984). Kedua prinsip


Franz Magnis Suseno, berdasar tersebut mengacu pada tujuan sosial
penelitian-penelitiannya, mengkonstruksi masyarakat Jawa, yaitu tujuan keselarasan
masyarakat Jawa dari sisi filosofi kehidupan berupa terciptanya kondisi
kehidupan tentang manusia dari aspek masyarakat tanpa konflik, tanpa gejolak
individu maupun sosial. Konstruksi menerima dan menaruh hormat pada
tersebut, walaupun ia sebutkan bahwa individu-individu sesuai posisi sosial
sosok manusia Jawa belum tentu ada atau yang ditempati.
bahkan tidak ada yang se-ideal yang ia Upacara merupakan sisi paling
gambarkan, tetapi telah memberikan menonjol pada perilaku sosial dan system
gambaran berupa cerminan tentang gagasan orang Jawa. Upacara muncul
adanya idealisme dalam masyarakat Jawa. secara luas, melingkupi siklus hidup dan
Masyarakat Jawa menurut Suseno, berbagai kegiatan sosial di dalam
dalam kehidupan sosialnya memiliki kehidupan masyarakat. Upacara yang
kaidah dasar yang kaidah itu meluas semacam ini menunjukkan bahwa
mempengaruhi masalah-masalah upacara memiliki arti penting bagi
hubungan sosial, yaitu berupa prinsip masyarakat Jawa. Mempelajari upacara
rukun dan prinsip hormat (Franz Magnis berarti mempelajari nilai-nilai penting di
Suseno, 1988) atau menurut Niels Mulder dalam masyarakat itu. Analisa upacara itu
prinsip hormat ini disebut prinsip hierarki ditujukan untuk menemukan nilai-nilai

*)
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jember,

17
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

masyarakat yang sukar diamati di dalam yang menekankan keselarasan atau


kehidupan biasa. Melalui upacara juga harmoni, keinginan untuk menghindari
ditemukan kunci-kunci seperti yang konflik secara terbuka merupakan refleksi
d i u n g k a p a n Tu r n e r, 1 9 6 9 : 6 To langsung dari konsep keteraturan
understanding of how people think and lingkungan yang terkondisikan sebagai
feel about those relationship, and about suatu obsesi atau kondisi ideal yang terus
the natural and sosial environments in menerus berada dalam pikiran orang Jawa
which they operate. (FachriAli, 1986).

Sistem Kehidupan Masyarakat Jawa Konsep Tentang Manusia


dan Filosofi Kehidupan Sosial Konsep tentang manusia sangat
Tidak semua orang yang tinggal di dipengaruhi oleh ajaran tiga agama yang
Pulau Jawa merupakan orang Jawa dan pernah berpengaruh di masyarakat Jawa,
tidak pula semua mereka yang berbahasa yaitu Hindu, Budha dan Islam. Pengaruh
Jawa disebut orang Jawa. Tetapi, masing-masing agama ini pada satu sisi
seseorang yang dianggap sebagai orang lebih dominant dari yang lain dan pada sisi
Jawa adalah orang yang mengikuti berikutnya kurang dominan. Dalam
prinsip-prinsip hidup masyarakat Jawa. proses sosiologisnya, pengaruh ini
Siapapun, apabila dalam masyarakat Jawa membentuk klasifikasi manusia secara
mengikuti prinsip filosofi Jawa sebagai umum, yaitu wong cilik dan priyayi
idealisme kehidupannya, maka ia akan (Clifford Geertz, 1983 ; 56).
diakui sebagai orang Jawa. Sebaliknya, Priyayi merupakan kelompok sosial
apabila seseorang tidak mengikuti prinsip kelas atas. Mereka merupakan kaum
filo so fi Jawa sebagai i dealis me aristokrat yang secara hierarkis
kehidupannya (walaupun hidup di menempati kelas lebih tinggi daripada
wilayah suku Jawa), maka ia akan wong cilik. Secara sosial ekonomi, politik
dikatakan sebagai bukan orang Jawa (ora dan kebudayaan, priyayi menjadi
njawani). Dengan demikian yang kontributor dan referensi pada masalah
dimaksud dengan orang Jawa (terutama kultural dan filsafat hidup banyak
dalam bahasan ini) adalah orang yang dibicarakan dan merupakan produk
menjadikan filosofi hidup Jawa dalam priyayi. Sedangkan wong cilik, walaupun
prinsip kehidupan dan dalam menjalin pada umumnya menganggap masalah
hubungan-hubungan sosial di masyarakat kultural dan filsafat hidup ini penting,
Jawa. tetapi mereka merasa cukup menjadi
Bentuk-bentuk hubungan sosial konsumen dari ide-ide yang berkembang
masyarakat Jawa lebih kurang merupakan di kalangan priyayi.
refleksi filosofis yang dalam prinsip Adapun kontribusi utama wong
kehidupan sosial masyarakat Jawa terdiri cilik dalam kehidupan bermasyarakat
dari konsep filsafat manusia dan adalah hasil-hasil pertanian. Wong cilik,
lingkungan. Dan dalam masyarakat Jawa dalam hubungan relatifnya dengan
ini, konsep tentang lingkungan tampak priyayi, sering diistilahkan dengan antara
lebih besar mempengaruhi bentuk-bentuk kaum kasar dan halus. Pola hubungan
hubungan sosial. Pola-pola hubungan saling mengisi ini terjadi dan menjadi

18
Kosmologi dan Sinkretisme Orang Jawa: Sistem Sosial Masyarakat Ngayogyakarta Hadiningrat

sistem tata kehidupan sosial masyarakat Keselarasan sebagai Konsep Sistem


Jawa. Sosial Masyarakat Jawa
Orang Jawa tidak menyukai adanya
Konsep Tentang Lingkungan konflik terbuka dalam lingkungan
Menurut konsep berpikir kehidupan. Dengan demikian adanya
masyarakat Jawa, kenyataan-kenyataan perubahan-perubahan yang menimbulkan
hidup empiris, secara utuh menyatu kegoncangan atau ketidakharmonisan
dengan hal-hal yang tidak dapat ditangkap pada kehidupan sosial tidak diterima.
oleh panca indera (metempiris). Interaksi- Implikasinya adalah masyarakat Jawa
interaksi sosial antar manusia adalah sangat hati-hati dalam menginternalisasi
sekaligus interaksi dengan alam hal-hal yang baru (ungkapan ini lebih
lingkungan, terutama alam yang tak tepat daripada pernyataan bahwa
tercapai pancaindera, dan sebaliknya, masyarakat Jawa bersikap statis).
sikap terhadap alam lingkungan sekaligus Etika keselarasan sebagai prinsip
mempunyai relevansi pada kehidupan untuk menghindari adanya konflik
sosial. Hal ini karena menurut orang Jawa terbuka tersebut. Segala sesuatu yang ada
semua sikap dan tindakan manusia tidak dalam lingkungan adalah suatu keadaan
dibedakan antara sikap religius dan bukan yang tidak boleh diganggu. Masyarakat
religius. Jadi antara pekerjaan, interaksi Jawa memandang lingkungan kehidupan
dan do'a tidak terdapat perbedaan prinsip sebagai sesuatu yang penting.
hakiki. (Niels Mulder, 1984 : 67). Lingkungan merupakan basis kehidupan
Dengan demikian, lingkungan yang melingkupi individu, masyarakat
dalam pandangan masyarakat Jawa dan alam sekitarnya. Kesemua unsur
menjadi hal yang sangat penting. Semua lingkungan itu menyatu dengan alam adi
unsur lingkungan ini menyatu dengan kodrati (supranatural) (Fahri Ali, 1986 :
alam adikodrati (supranatural). Yang 34). Dengan demikian adanya sedikit
dibutuhkan dalam kehidupan manusia pergeseran pada satu titik tata lingkungan
adalah menjaga keteraturan kehidupan akan menimbulkan pergeseran pada titik-
lingkungan. Keteraturan ini adalah titik yang lain dan akan menganggu
kehidupan yang terkoordinasikan antara keselarasan yang sudah ada (goro-goro).
manusia dan alam lingkungannya. Dalam Ini merupakan kejadian yang harus
konsep ini, segala bentuk gejala alamiah dihindari, karena goro-goro ini adalah
dan akibat dari tindakan-tindakan akibat dari menganggu keselarasan
manusia tidaklah dihayati sebagai suatu totalitas yang dikoordinasi oleh Sang
kejadian yang berdiri sendiri, oleh karena Penyebab Tunggal.
setiap masing-masing merupakan bagian
dari totalitas yang dikoordinasikan oleh Prinsip Rukun
kekuatan supranatural (Fachri Ali, 1986 : Prinsip rukun (Franz Magnis
45). Suseno, 1988: 34) bertujuan untuk
mempertahankan masyarakat dalam
keadaan yang harmonis. Rukun berarti
berada dalam keadaan selaras. Keadaan
rukun terletak di mana semua pihak

19
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

berada dalam keadaan damai, suka menjaga seluruh posisi-posisi dalam


bekerjasama, saling menerima dalam masyarakat agar tetap selaras dan harmoni.
suasana tenang dan sepakat. Rukun adalah Prinsip hormat adalah cara untuk
k e a d a a n i d e a l ya n g d i h a r a p ka n merealisasi keharusan-keharusan dalam
dipertahankan dalam semua hubungan tata norma itu. Mereka yang
sosial, dalam keluarga, rumah tangga, di berkedudukan tinggi harus diberi hormat,
desa, di setiap kelompok-kelompok sosial. sedangkan sikap yang tepat untuk orang
Dengan demikian diharapkan rukun dapat berkedudukan tinggi kepada yang lebih
mengatasi perbedaan, saling menerima, rendah adalah kebapakan atau keibuan
bekerjasamas, hati tenang dan harmonis. dan tanggungjawab (Fahri Ali, 1986 : 15).
Dengan demikian rukun disini bersifat Jika semua orang Jawa menerima realitas
positif, yaitu prinsip mencegah untuk hirararki A yang diwujudkan dengan sikap
tidak menganggu keselarasan yang sudah hormat A pada tiap-tiap posisi relatif itu,
ada yang menurut Ann R Wilmer sebagai maka tatanan sosial akan terjamin.
prinsip pencegahan konflik.
Pribadi dalam Masyarakat Jawa
Prinsip Hormat Ciri Personal Dalam Kosmologi Jawa
Manusia dalam pikiran Jawa Kosmologi Jawa memperlihatkan
dilahirkan pada kodratnya yang tidak dua perbedaan sifat manusia, yaitu sifat
sederajat (Niels Mulder, 1984 : 45) baik dan buruk atau lazim disebut sebagai
Ketidaksamaan derajat ini ada dalam alus (halus) dan kasar. Kedua sifat ini
semua hubungan individu manusia Jawa, digambarkan oleh konsep kakang kawa
dari sisi keluarga sampai pada hubungan adi ari-ari. Kawah (air ketuban)
sosial kemasyarakatan dan pemerintahan. dipandang sebagai jiwa manusia,
Dari sini terwujudlah apa yang disebut sedangkan ari-ari (tembuni) dianggap
dengan hirarki dalam tiap-tiap status sebagai badan kasar manusia. Bersatunya
(posisi) keluarga maupun masyarakat. air ketuban dan tembuni dipandang
Semua hubungan sosial ini secara sebagai bersatunya kekuatan baik dan
hierarkis diatur oleh nuansa-nuansa halus kekuatan buruk dalam diri manusia.
sesuai dengan perbedaan kedudukan Kedua kekuatan ini menjadi dasar
menurut posisi masing-masing individu lahirnya tindakan.
Jawa. Pengaturan hubungan sosial ini Gambaran sifat baik dan buruk
diwujudkan dalam prinsip norma hormat. dijabarkan menjadi empat sifat dalam diri
Orang Jawa wajib mempertahankan manusia. Pertama, lawwamah (sifat
posisi-posisi dalam hierarki, baik dalam memetingkan makan), dilambangkan
membawa diri maupun dalam menerima dengan warna hitam karena dihubungkan
(mengakui) orang lain dalam posisinya. dengan tanah. Tanah merupakan tempat
Den gan cara itu akan terwujud tumbuhnya tanaman yang menghasilkan
masyarakat yang teratur dengan baik, di makanan. Kedua, amarah (sifat pemarah)
mana setiap orang mengenal dan dilambangkan dengan warna merah yang
melegitimasi dalam tindakan posisinya dihubungkan dengan api dan darah.
sendiri juga orang lain. Dengan demikian Ketiga, supiyah (sifat birahi)
hal tersebut berarti setiap orang Jawa akan dilambangkan dengan warna kuning yang

20
Kosmologi dan Sinkretisme Orang Jawa: Sistem Sosial Masyarakat Ngayogyakarta Hadiningrat

dihubungkan dengan angin yang menjadi yang kekal, yakni alam kelanggengan.
nafas bila masuk ke dalam tubuh manusia. Alam kelanggengan ini memiliki
Nafas ini dihubungkan dengan nafsu yang kedudukan paling tinggi dibandingkan
mengarah kepada dorongan pemenuhan dengan alam-alam lain dalam sistem
kebutuhan syahwat. Keempat, gagasan orang Jawa. Hal ini dipengaruhi
mutmainnah (sifat baik) dilambangkan oleh konsep sangkan paraning dumadi,
dengan warna putih dihubungkan dengan yaitu konsepsi tentang alam tempat asal
air yang masuk ke dalam tubuh manusia dan tujuan berakhir manusia.
melalui air minum.
Dalam gagasan orang Jawa manusia Rasa dan Kekuatan Tersembunyi
harus mengutamakan sifat yang keempat Rasa (intuition) dalam kosmologi
agar bisa hidup dalam tatanan kosmis. Jawa merupakan konsep sentral. Sifat
Sebaliknya ketiga sifat lain harus sabar, nrima, ikhlas, waspada dan sifat-
ditekan (dikendalikan) agar tidak sifat lain bersumber dan dipengaruhi oleh
menghambat tujuan hidup sesungguhnya. ada tidaknya rasa. Tanpa rasa tidak
Manusia yang bisa memelihara sifat baik mungkin sifat-sifat bijak dimiliki oleh
dan menggunakan sifat itu untuk seseorang. Rasa tidak hanya diartikan
mengendalikan sifat buruk maka ia akan sebagai cita-rasa, perasaan, tetapi
menjadi ksatrio utomo. juga panca indera perasaan. Rasa disini
Sifat-sifat yang menjadi prasyarat menunjukkan kepada hakekat , sifat dasar
seorang ksatrio utomo adalah sifat luhur suatu benda atau kenyataan yang
seperti nrima, sabar dan ikhlas. Seseorang sebenarnya. Ia juga berarti hakekat
yang bersifat nrimo akan mendatangkan seseorang (Mulder, 1985 : 23). Dengan
kete na ngan dan mem perl ihat ka n rasa inilah seseorang, mengendalikan
penerimannya terhadap suatu keadaan. jalan pikiran, sikap dan perilakunya.
Sikap ini menumbuhkan kesusilaan batin Apabila seseorang dapat melatih rasa
yang tinggi dalam diri seseorang Jawa. dengan baik sehingga ia menjadi orang
Sikap Sabar melengkapi sikap yang peka, maka ia akan memiliki
nrima untuk mengekspresikan keluhuran kekuatan batin yang luar biasa.
budi, yang tampak dari adanya sikap Gambaran ini membawa kita
waspada (kehati-hatian) dalam membuat kepada penjelasan pola berpikir orang
keputusan. Geertz menunjukkan sikap Jawa. Pola berpikir yang alon-alon, teliti,
sabar ini sebagai ketiadaan hasrat, penuh perasaan, dan senang dengan
kesabaran dan ketiadaan nafsu (Geertz, ketidakpastian serta dengan bijak bisa
1983 : 323). Konsep ikhlas dalam diri menempatkan diri diantara pasti dan tidak,
seseorang dikonsepsikan sebagai diantara ada dan tiada, dan diantara ya dan
ketulusan dalam bertindak, tindakan tidak tidak.
mengarah kepada pemenuhan Wayang merupakan rumusan
kepentingan pribadi. konkrit dari tokoh, watak dan dunia.
Cara yang ditempuh untuk menjaga Tokoh tertentu mewakili watak tertentu,
harmoni ini adalah dengan meninggalkan yakni menggambarkan macam orang
kepentingan duniawi karena kehidupan yang memberikan pengetahuan dan
itu sendiri merupakan perjalanan ke dunia pilihan untuk merumuskan dirinya sendiri,

21
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

untuk berempati. Semua itu adalah simbol paling penting adalah ide-ide sinkretisme.
yang mengkomunikasikan dan Seperti baru saja diperlihatkan dari analisa
mewariskan gagasan tentang realitas. simbol, makna-makna mendasar dari
Bahasa merupakan rumusan lain yang simbol kehidupan orang Jawa adalah
tidak saja berfungsi untuk kemenduaan dalam sistem ide.
mengkomunikasikan diri si pembicara Kemenduaan terjadi karena usaha
dan mengkomunikasikan yang diajak menempatkan diri di tengah-tengah di
bicara maupun orang lain oleh si dalam setiap kesempatan, baik gagasan,
pembicara, tetapi bahasa lebih sebagai pembicaraan, maupun perilaku. Orang
pengendali dan pengembalian status Jawa selalu mengambil posisi di tengah,
seseorang sebagai bagian dari garis pada posisi keseimbangan. Perilaku
keluarga, bagian dari masyarakatnya, seremonial di dalam kehidupan sosial
bahkan bagian dari sebuah peradaban. merupakan wujud dari sistem gagasan
Di sini kembali tampak, konsep semacam ini. Tumpeng, sajen dan simbol
Jawa tentang pribadi, pemimpin dan itu sendiri sebenarnya menghubungkan
kekuasaan itu sendiri adalah sesuatu yang sesuatu yang ada dengan tiada, yang gaib
ada pada tataran imaji, pada kesan dan dan yang nyata yang keseluruhan
perasaan, tanpa ada wujud nyata. Sistem menunjuk kepada usaha olah pikir.
gagasan ini dibangun dengan konsep Hal ini dapat dilihat sebagai
kejawen dan seperti kata Koetjaraningrat indikator atas perhatian orang Jawa
(1980 : 135) ciri penting yang terhadap pengetahuan dan gejala yang
memperkuat kekuasaan adalah kekuatan gaib dan subyektif, yakni suatu wawasan
magis (kasekten). pribadi mengenai sesuatu dan susunannya
yang sebenarnya tidak dapat dirumuskan
Kebudayaan dan Sinkretisme secara obyektif. Orang Jawa hidup dalam
Kraton sebagai pusat orientasi
berpikir ini, mereka memang makhluk
budaya Jawa tidak lagi memiliki batas-
simbolis dalam rumusan Cassirer.
batas kekuasaan dan pengikut yang jelas Sinkretisme sebagai alternatif
karena ia bukan lagi sebagai istana dari memberikan kemungkinan kepada cara
sebuah kerajaan. Kraton Yogyakarta berpikir semacam ini di samping secara
memang sebagai sebuah istana dari sosial orientasi itu dapat diterima.
sebuah kesultanan, namun kedudukannya Kehidupan simbolis Jawa tidak hanya
didalam sistem politik Indonesia adalah meletakkan dasar berpikir secara khusus,
bagian didalam sistem yang besar, kraton tetapi meluas sampai ke luar batas daerah
sudah dinasionalkan. Akan tetapi kebudayaannya. Dalam hal ini
penyatuan itu tidak berarti penyatuan pembangunan bangsa dalam arti yang
kebudayaan Kraton ke dalam sistem yang sesungguhnya merupakan sisi paling
lebih luas. Proses yang terjadi agak berhasil dalam seluruh proses
berbeda dan menarik untuk dikaji. Dalam pembangunan nasional. Sinkretisme
proses ini dapat dilihat Kraton dengan merupakan faktor integratif dalam
kebudayaannya tidak mengalami hubungan antar agama. Sinkretisme yang
pengikisan, tetapi sebaliknya. terjadi antara agama-agama itu, tetapi
Pengaruh kebudayaan kraton yang

22
Kosmologi dan Sinkretisme Orang Jawa: Sistem Sosial Masyarakat Ngayogyakarta Hadiningrat

kejawen sekaligus mengikat seluruh perubahan-perubahan mendasar dalam


agama di dalam suatu sistem keyakinan. pendangan hidup (Anderson, 1972 : 57-
Kejawen menjadi penghubung antar 58).
agama yang memungkinkan terjadinya Setelah kraton tidak mampu
integrasi dan stabilitas sosial. menolak agama Islam pun, dengan bijak
Kerjasama antara Kejawen dan kraton mengambil langkah kompromi.
Islam sebagai contoh, dimungkinkan Seperti dikatakan didalam Serat Cabolek
karena the kind of Islam that came to oleh Yasadipura. Penerimaan Islam yang
Indonesia (and hence also to Jawa) was dianggap orang Jawa sebagai agama Allah
one which, unlike the orthodoxs Islam dan syari'ah hanya sebagai pedoman
from Mecca and Cairo, had picked up formal, atau sebagai wadhah bagi
many mystical elements in Persia and kebudayaan Jawa, dalam rangka mencari
India, and was therefore congruent with pembersihan dan penyempurnaan
the comtemporary javanese traditional spiritual (Koetjaraningrat, 1980 : 131).
world view)Lihat Koentjaraningrat, 1980 Hubungan orang Jawa dengan
: 128, Geertz, 1976: 125, Anderson, 1972 : supranatural Islam memang lebih formal.
58). Sedangkan suprnatural yang bukan Islam
Kesejajaran antara Islam dan lebih bersahabat karena berkaitan
Kejawen itu dipengaruhi juga oleh proses langsung dengan kegiatan sehari-hari
penetrasi Islam dan ini yang melahirkan keluarga Jawa sehingga komunikasi
Sinkretisme di Jawa. Proses penetrasi dengan supranatural itu dianggap tidak
Islam, seperti ditunjukkan Anderson, bersifat formal (1980 : 138).
lebih bersifat asimilatif daripada Sinkretisme dalam pengertian ini
revolusioner. Hal ini dapat dilacak pada telah membangun stabilitas nasional.
kenyataan bahwa Islam masuk ke Jawa Sampai sekarang kekuatan kraton sebagai
bukan dengan cara penaklukan, tetapi pewaris tradisi tampak jelas melalui
melalui perdagangan (Anderson, 1972 : symbol-simbol yang digunakan. Oleh
58). karenanya, seperti diuraikan di bagian
sebelumnya, sinkretisme dapat menjadi
Simpulan arus bes ar dalam cara pan dang
Sisi lain yang menarik dalam
masyarakat Jawa. Kraton dalam hal ini,
melihat proses sinkretisme di Jawa adalah
yang memiliki kharisma tinggi dengan
dari sisi Kejawen itu sendiri. Munculnya
kedudukannya sebagai pewaris tradisi
sinkretisme dapat dikatakan disebabkan
memberikan sumbangan besar dalam
oleh kuatnya kejawen mempertahankan
prose s penyat uan dan mengi ka t
nilai dan ajarannya. Analisa ini dapat
masyarakat yang semakin majemuk.
dilacak pada sejarah Islam masuk ke Jawa.
Namun apakan Kraton akan terus mampu
Sampai paruh pertama abad ke-17 agama
memberikan bingkai kebudayaan yang
Islam masih menjadi agama asing, belum
dapat mengarahkan perubahan
diterima di dalam peradaban Jawa
masyarakat, masih perlu dipertanyakan.
(Koetjaraningrat, 1980 : 127-128). Saat
Tantangan perubahan tampaknya semakin
itu Islamisasi aturan-aturan kehidupan
berat dan peranan kebudayaan semakin
tampaknya tidak menyebabkan terjadinya

23
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

dibutuhkan untuk memberi kepribadian Tentang Kebijaksanaan Hidup


kepada masyarakat baru yang terus Jawa, Jakarta : Gramedia
terbentuk. Mungkin dibutuhkan symbol-
simbol baru untuk komunikasi Turner, (1969), Essays in Sociology,
kebudayaan. Translt: H.H. Gerth an C. Wright
Mills, London: Keagan Paul Trench,
Trubner & Co., Ltd.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Fachri, (1986). Refleksi paham


kekuasaan Jawa dalam Indonesia
Modern, Jakarta: Gramedia

Anderson, B.R, O'G., (1972). The idea of


power in javanese culture, dalam
Claire Holt (ed), Culture and politic
in Indonesia, Ithaca: Cornell
University Press

Cassirer, E. (1969), An essay on man, New


Haven: Yale University Press

Geertz, Clifford, (1973), The


interpretation of cultures, New
York: Basic

_____________(1976), The religion of


java, Chicago: University of
Chicago Press

_____________(1983). Abangan, santri,


priyayi dalam masyarakat jawa,
Jakarta: PT. Pustaka Jaya

Koentjaraningrat, (1980). Kebudayaan


Jawa, Jakarta: PN Balai Pustaka

Mulder, Neils, (1984), Sosiologi Suatu


Analisa Sistem Sosial, Penerjemah:
Sahat Simamora, Jakarta : Bina
Aksara

Suseno, Franz Magnis, (1988). Etika


Jawa: Sebuah Analisa Falsafi

24
JATUHNYA ELIT KRATON DALAM POLITIK PERGERAKAN

Hermanu J.*)
Abstract
This article tried to analyze political thinking of the kratons' elites in the twentieth century.
The political thinking of Sunan Paku Buwana (PB) X was to restored his power that
disappeared by penetration of Dutch colonial. The Sunan's strategy to restored the power
was (1) changed political paradigm from the traditional perspective to political mass; (2)
built schools, markets, bank, hospital, gardens, mosques; and give migrant skills; (3)
supported local party that was Sarekat Islam and Boedi Oetomo. But, blunder diplomacy
took PB XI that was surrender to the Japanese troops, and PB XII tried to return to the
traditional political paradigm and formed 'swapraja' government in Surakarta. That
blunder policy to be opposite of the nasionalist perspective.

Kata kunci: politik, tradisional, Paku Buwana, Sarekat Islam, dan Boedi Oetomo.

Pendahuluan tandatangani mempersempit ruang gerak


Awal abad XX, gerakan perubahan- pol i t i k, bahka n Unda ng-U n d an g
perubahan t elah berlangsung di Desentralisasi (UUD) 1903 yang
K as u na na n, t e r ut a m a pe ru ba ha n diberlakukan memaksa hanya berkuasa di
paradigma politik dari perspektif lingkungan istana saja.1 Kenyataan itu
tradisional menuju perspektif partisipasi mendorong Sunan memainkan simbol
massa. Sunan Paku Buwana (PB) X politik yang sifatnya recollection (eling
menyadari bahwa perubahan paradigma l a n w a s p a d a ) d a n re a w a k e n i n g
politik amat penting untuk (membangkitkan kembali) yang ditujukan
mempertahankan eksistensi politik untuk menumbuhkan kekuatan rakyat,
Kasunanan. Verklaring-verklaring yang baik dalam segi pendidikan,
ditandatangani raja-raja sebelumnya, perekonomian, sosial, maupun politik.2
termasuk verklaring 1893 yang dia Sementara itu dalam bidang politik Sunan

*)
Program Studi Pendidikan Sejarah S1 dan S2, serta Program Studi S2 Kesehatan Keluarga
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
1 Isi Verklaring 1893 yang ditandatangani mencakup: (1) perbaikan pengadilan, kepolisian, dan
penyelesaian menurut hukum; (2) daerah terselip atau enclave; (3) ganti kerugian dari pemerintah; (4)
pemungutan pajak baru; (5) penyewaan tanah kepada orang-orang Eropa; (6) kerja wajib bagi penduduk
yang tinggal di daerah yang disewa oleh pengusaha asing; (7) seremoni pada pesta dan kesempatan lain.
Lihat Darsiti Soeratman, Kehidupan dunia Keraton Surakarta 1830-1939, (Yogyakarta: Yayasan untuk
Indonesia, 2000), pp. 51-59. Sementara itu diberlakukan UUD 1903 adalah untuk mewujudkan tuntutan
pengusaha Belanda agar tanah-tanah lungguh direorganisasi agraria untuk perluasan perkebunan, dan
peradilan (surambi masjid dan surambi kabupaten) diambilalih pemerintah untuk menjadi keamanan. Di
samping itu dengan adanya otonomi, pengusaha Belanda mempunyai hak bicara dalam proses pembuatan
kebijakan ekonomi dan politik di Hindia Belanda. Lihat Soetandyo Wignjosoebroto, Desentralisasi dalam
Tata Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda, (Malang: Bayumedia, 2005), pp. 4-17; George D. Larson,
Masa Menjelang Revolusi: Kraton dan Kehidupan Politik di Kasunanan, 1912-1942, (Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 1990), pp. 30-40; Takashi Shiraishi, Zaman Bergerak: Radikalisme rakyat di Jawa,
1912-1926, a.b. Hilmar Farid, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997).
2 Dalam bidang pendidikan didirikan Madrasah Mamba'ul Ulum (1905), HIS Kasatryan (1914),
HIS Parmadi Putri (1914), Taman Kanak-Kanak Parmadi Siwi (1914), lembaga Rijksstudiefond, dan
Paheman Radya Pustaka (1910). Bidang ekonomi, mendirikan Bank Bandhalumaksa untuk membantu
sentana, abdi dan kawula dalem yang membutuhkan modal pengembangan usaha; membangun Pasar

25
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

membangun komunikasi dan jejaring Bromartani, yang sedang menghadapi


dengan priyayi protagonis dan komunitas 3
kesulitan manajemen. Bromartani terbit
epistemik (tokoh dan pengusaha Islam) pada 1855 hingga 1932, dan merupakan
yang dilakukan melalui perjalanan mingguan yang berafiliasi dengan
incognito atau perlawatan politik ke Kasunanan. Cinderamata batik dan destar
berbagai daerah Nusantara. Komunikasi adalah simbol politik, yang bermakna
politik sering dilakukan sendiri, dan ingin memulihkan harga diri sebagai
kadangkala melalui seorang utusan. bangsa Jawa, serta menggunakan Islam
Perlawatan tersamar dan bermuatan sebagai kekuatan penyangganya. Melalui
politik ini berhasil menumbuhkan cinderamata dan pesan, PB X hendak
dinamika politik lokal, tetapi pada sisi lain menggugah dan mengungkapkan
menimbulkan ketegangan antara Sunan kenyataan ekonomi, politik, dan sosial
dan Residen Surakarta. kepada Tirtoadhisoerjo. Tawaran
Perlawatan politik ke Banten, April mengelola Bromartani dimaksudkan
1902, mengutus R.M.Ng. Prodjo Sapoetro bersedia menuangkan pemikiran politik
untuk men yampaikan pesan dan pada mingguan tersebut untuk
cinderamata kepada Tirtoadhisoerjo. membentuk pendapat umum serta
Cinderamata berupa kain batik dan destar, membangkitkan kesadaran terhadap hak
sedangkan pesan lisannya adalah dan keadilan. Kesadaran ini sama halnya
meminta kesediaan Tirtoadhisoerjo untuk dengan menyalakan keberanian melawan
mengelola mingguan berbahasa Jawa, kebijakan kolonial.
4

Gedhe Hardjonegoro (1930) dengan arsitektur modern yang dikerjakan Herman Thomas Karsten (1884-
1945), membangun Jembatan Jurug (1913), Bacem (1915), dan Mojo untuk menghubungkan jalur
perekonomian Kota Surakarta dengan Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo. Bidang kesehatan,
membangun Rumah Sakit Panti Rogo (Rumah Sakit Kadipolo) dan Apotik Pantihusada yang dikelola
Dinas Kesehatan Keraton Kasunanan (Kridha Nirmolo). Dalam bidang sosial mendirikan rumah
Wangkoeng untuk memberi keterampilan membuat alat-alat rumah tangga kepada buruh migran berasal
dari pedesaan, dan Taman Hiburan Rakyat Sriwedari (1902). Lihat Wangsa Leksana, Biwadha Nata,
(Surakarta: Sasana Pustaka, 1939), pp. 16-37; lihat pula Asnawi Hadisiswaja, Soerakarta Adiningrat,
(Surakarta: Poesaka Soerakarta & Islam Radja, 1939), pp. 9-15; Paku Buwana X, Srikarongron, alih aksara
Moelyono S., (Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, Depdikbud, 1981); Karno
Sontoprodjo, Riwayat dan Falsafah Hidup Ingkang Sinoehoen Sri Soesoehoenan Pakoe Boewana Ke-X
[sic.] 1893-1939, (Surakarta: tanpa penerbit, 1990).
3 Besarnya perhatian PB X kepada Tirtoadhisoerjo karena keberhasilan membongkar
sengkongkol Residen Madiun J.J. Donner. Lihat Ong Hok Ham, The Inscrutable and the Paranoid: An
Investigation into the Sources of the Brotodiningrat Affair, in Ruth T. McVey (ed.), Southeast Asia
Transitions: Approaches through Social Histtory, (New Haven: Yale University Press, 1978), pp. 112-157;
lihat pula Pramoedya Ananta Toer, Sang Pemula, (Jakarta: Lentera Dipantara, 2003), pp. 48-49.
4 Ketika Residen J.J. Donner menurunkan Brotodiningrat dari jabatan bupati Madiun merupakan
persengkongkolan antara Residen J.J. Donner, Patih Mangoen Atmodjo, dan Kepala Kejaksaan Madiun,
Adipoetro. Laporan J.J. Donner kepada Gubernur Jenderal Rooseboom, pada tanggal, 29 November 1902,
menyatakan bahwa Brotodiningrat adalah pemimpin sejumlah kerusuhan di dalam dan di luar Karesidenan
Madiun. Bahkan jaringan kerusuhan yang dipimpinnya meliputi seluruh Jawa, mulai dari Banten hingga
Banyuwangi. Laporan Residen Madiun mengakibatkan Bupati Madiun dihadapkan ke pengadilan tanpa
saksi-saksi. Adanya kejanggalan proses peradilan mendorong Tirtoadhisoerjo melakukan investigasi
jurnalistik, dan hasilnya dimuat dalam surat kabar Pembrita Betawi, dalam rubrik Dreyfusiana. Tulisan
Tirtoadhisoerjo menimbulkan kegemparan, dan Gubernur Jenderal meminta kepada Christian Snouck
Hurgronje untuk melakukan penelitian terhadap laporan-laporan Donner. Namun surat-surat Donner tidak
ditemukan, dan Brotodiningrat terlanjur dihukum dalam pembuangan. Tidak ditemukannya surat Donner,
mendorong Snouck Hurgronje memrovokasi bahwa Tirtoadhisoerjo: (1) tidak lulus STOVIA karena cacat
watak dan tidak berbakat; (2) penghasut dan koruptor, bahkan abangnya RM. Said (jaksa) tidak mau tahu

26
Jatuhnya Elit Keraton dalam Politik Pergerakan

Komunikasi simbolik antara Sunan masjid-masjid. 9 Dua hal yang hendak


dan Tirtoadhisoerjo menuai hasil dicitrakan, yakni citra kharisma dan citra
berdirinya SDI Surakarta yang secara agama. Perlawatan politik ke berbagai
yuridis cabang SDI Bogor.5 Organisasi ini daerah di Jawa, Sumatera Selatan, Bali,
didirikan Tirto dan Samanhudi, dan dalam dan Sumbawa merupakan strategi
perkembangannya SDI berubah menjadi membangun citra kharisma.
SI. A.P.E. Korver berpendapat bahwa Kharisma adalah tampilan kualitas
berdirinya SI merupakan sikap antipati individu untuk menempatkan individu
pengusaha muslim terhadap kaum sebagai otoritas simbolik yang mampu
bangsawan.6 Kelemahan A.P.E Korver menyuarakan aspirasi rakyat, dan citra
tidak melihat adanya perbedaan antara kharisma itu muncul ketika individu
bangsawan protagonis (pendukung diakui keberadaannya oleh kelompok-
pergerakan kebangsaan) dan status quo kelompok sosial.10 Kunjungan ke masjid
(pendukung Belanda). Pemikiran antipati untuk memberi bantuan, dan
pengusaha Muslim perlu ditempatkan mereproduksi identitas Islam. Identitas itu
kepada priyayi pangreh praja yang untuk: (1) menilai kegagalan negara
mempertahankan status quo. Dukungan kolonial, (2) memperluas jejaring sosial
PB X terhadap organisasi pergerakan dan politik guna mempertebal rasa
dapat dilihat diizinkannya P. Hangabehi kebersamaan, (3) memenuhi kebutuhan
dan RMA. Woerjaningrat (putera dan masyarakat terhadap kehidupan sosial
menantu) menjadi anggota kehormatan maupun politik. Yang menggelitik adalah
dan pelindung SI.7 Dalam perlawatan mengapa pengganti PB X tidak mampu
Sunan dipandang pendiri SI. Persepsi ini meneruskan pemikiran politiknya?.
menguntung SI,8 sehingga dikatakan
Memudarnya Kewibawaan Elit
sinergi priyayi protagonis dan Muslim
Kasunanan
telah memacu masyarakat memasuki Gejala-gejala kemunduran atau
dunia politik. disorientasi pemikiran politik di
Selain dukungan terhadap
lingkungan istana sudah tampak sejak
organisasi politik, Sunan menembus basis
kesehatan Sunan merosot. Sejak berusia
massa akar rumput melalui bantuan ke

tentangnya. Lihat Pramoedya Ananta Toer, op. cit., pp. 48-54.


5 Ibid., pp. 159-172.
6 George D. Larson, op. cit., p. 41.
7 Ibid., pp. 66-69.
8 Soedarmono, M. Hari Mulyadi & Abrahan Setiyadi, Runtuhnya Kekuasaan Keraton Alit: Studi
Radikalisasi Sosial 'Wong Solo' dan Kerusuhan Mei 1998 di Surakarta, (Surakarta, LPTP, 1999), p. 23; Cf.
Rosihan Anwar, Semua Berawal Dengan Keteladanan: Catatan Kritis, (Jakarta: Buku Kompas, 2007), p.
121.
9 Masjid yang dikunjungi PB X meliputi: (1) masjid-masjid di sekitar Kota Surakarta yang
menjadi wilayah Kasunanan; (2) masjid di kawasan Bekonang, Kabupaten Sukoharjo; (3) masjid di
kawasan Kalioso, Karanganyar; dan (4) masjid di kawasan Banyudono, Boyolali. Pada umumnya, Sunan
mengunjungi masjid-masjid di kawasan pedesaan. Hal ini merupakan upaya membangun komunitas
epistemik di pedesaan. Basis massa ini penting artinya, karena kemapanan pamor dan kebesarannya akan
terjaga di kawasan itu. Bahkan ketika kereta api yang membawanya ke Yogyakarta, dan berhenti sejenak di
Stasiun Klaten, masyarakat sekitar berdesak-desakan untuk menyaksikan dan memberi penghormatan.
10 Robert N. Bellah, Beyond Belief: Menemukan Kembali Agama , a.b. Rudy Harisyah Alam,
(Jakarta: Paramadina, 2000), p. 10.

27
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

32 tahun Sunan sudah mengidap penyakit berfungsi memapankan birokrasi serta


ginjal, dan tidak berusaha menekuni hidup mengisolasi pergerakan politik. Sistem ini
sehat, sehingga penyakit yang diidap memandulkan politik elit istana, dan
makin menggerogoti organ tubuhnya.
11
berakibat PB XI dan PB XII tidak piawai
15
Pada usia 70 tahun Sunan tidak mampu bermain politik seperti halnya PB X.
melakukan perlawatan politik. Dua bulan Ada tiga persoalan yang mendorong
sebelum wafat penyakit Sunan makin disorientasi politik di lingkungan istana,
parah.
12
Dokter keraton, Dr. R. yakni: Pertama, sejak tahun 1936
Moehammad Saleh, serta dokter Belanda, kesehatan PB X makin menurun. Usia 70
Prof. Dr. Siegenbeek van Heukelom dan tahun terlalu berat untuk melakukan
Dr. Block, menunggui Sunan di kegiatan politik, baik menghadapi
pesanggrahan Paras, Boyolali, hingga kekuatan kolonial yang menggerogoti
wafat pada tanggal 20 Februari 1939, jam otoritas kekuasaan maupun nasionalis
07.30.
13 garis keras yang menyangsikan visi
Pada dasarnya, disorientasi p ol i t i k . S e c a r a s i m bo l i k P B X
pemikiran politik yang melanda putera- berkehendak menyatukan kekuatan Islam
putera Sunan seiring dengan makin kuat dan nasionalis. Sinergi dua kekuatan
tekanan politik kolonial yang diwujudkan politik itu mengikuti gaya politik Sultan
d a l a m s i s t e m p o l i t i k Agung (SA) dalam menghimpun
beamtenstaatantara 14 tahun 1920-an legitimasi politik dan menggalang
h i n g g a 1 9 3 0 - a n . R u t h M c Ve y kekuatan massa. Sinergi dua kekuatan
memandang bahwa beamtenstaat sebagai politik dipandang dapat mengatasi
' the state as efficient bureaucratic persoalan sosio-budaya, sosio-ekonomi,
machine'. Maksudnya, birokrasi negara dan sosio-politik yang dihadapi
16
kolonial diurusi pegawai pemerintah masyarakat. PB X mentransformasikan
kolonial, baik pada birokrasi dalam perlawatan politik yang secara
Binnenlandsbestuur maupun simbolik menyuarakan sinergi Islam,
Inlandschbestuur, yang didukung oleh Jawa, dan nasionalis. Perlawatan politik
Dinas Polisi Rahasia Belanda yang terakhir adalah mengunjungi Buitenzorg

11 Karno Sontoprodjo, op. cit., pp. 113-114.


12Asnawi Hadisiswaja, op. cit., pp. 3-4.
13 Ibid, pp. 4-5.
14 Lihat Ruth McVey, The Beamtenstaat in Indonesia, in Benedict Anderson & Audrey Kahin
(ed.), Interpreting Indonesian Politics: Thirteen Contributions to the Debate, Interim Report Publication
No. 62, (Ithaca, New York: Cornell Modern Indonesia Project, Cornell University, 1982), pp. 84-91; Cf.
Mohammad Hatta, Masyarakat Kolonial dan Cita-Cita Demokrasi Sosial, dalam Herbert Feith & Lance
Castle (ed.), Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965, a.b. Mien Yubhaar, , (Jakarta: LP3ES, 1988), pp. 8-9;
Cf. Zuly Qodir, Islam Syariat vis a vis Negara: Ideologi Gerakan Politik di Indonesia, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2007), pp. 71-75.
15 Kuntowijoyo, Raja, Priyayi, dan Kawula, (Yogyakarta: Ombak, 2004), p. 19.
16 Merle C. Ricklefs, Islamising Java: The Long Shadow of Sultan Agung, dalam Archipel, Vol.
I, No. 56, 1998, pp. 469-482; lihat pula M.C. Ricklefs, The Seen and Unseen Worlds in Java 1726-1749:
History, Literature and Islam in the Court of Pakubuwana II, (Honolulu: Allen & Unwin, and University of
Hawai'i Press, 1998), pp. xvii-xix; Cf. Abdurrahman Mas'ud, Intelektual Pesantren: Perhelatan Agama
dan Tradisi, (Yogyakarta: LKiS, 2004), pp. 55-58.

28
Jatuhnya Elit Keraton dalam Politik Pergerakan

(Bogor), Batavia, dan Lampung, pada pengangkatan Hangabehi sebagai putera


bulan Januari hingga awal bulan Februari mahkota, dan lebih memilih
1935.17 Koesoemojoedo. Dalam pandangan Van
K edua, Put era m ahkot a, P. Wijk dan Sollewijn Gelpke bahwa
Hangabehi, tidak memiliki visi politik. Koesoemojoedo berkepribadian yang
Kegiatannya dalam dunia politik sulit dipahami, dan pemikiran politiknya
didorong oleh P. Hadiwidjojo dan RMA. cenderung ke kiri, yakni sosialisme.19
Woerjaningrat. Residen A.J.W. Harloff Kepiawaian Koesoemojoedo berpolitik,
(1918-1922) memandang putera mahkota dan simpati Sunan kepadanya
sebagai sosok yang tidak memiliki visi menimbulkan persaingan internal yang
politik. Pandangan ini selaras dengan tidak menguntungkan, memicu
pemikiran Hoesein Djajadiningrat bahwa kemandulan politik, dan munculnya friksi
hampir semua pangeran (putera raja) tidak dalam istana yang berpengaruh terhadap
punya visi politik, hanya Koesoemojoedo politik lokal Surakarta.20
dan Soerjohamidjojo yang mampu Ikatan dan sinergi politik yang
memahami politik lokal. dirintis PB X melalui 'perlawatan politik'
Keterlibatan dua pureta Sunan menjadi tidak berarti, karena persaingan
dalam politik lokal bersama memacu faksi politik yang melemahkan
Woe r j a n i n gr a t ( m e n an t u S un a n) politik Kasunanan. Munculnya faksi
mengakibatkan provokasi-provokasi politik merupakan kendala serius
politik yang dilakukan Residen Harloff terhadap politik sipil yang diproyeksikan
bahwa Koesoemojoedo dan untuk meraih 'kesepadanan' antara
Woerjaningrat menghasut sunan untuk pribumi dan penguasa kolonial.21 Jalan
melawan Belanda di Surakarta. Kegiatan terbaik untuk mempercepat 'kesepadanan'
politik praktis yang dilakukan sebagian adalah mewujudkan 'revolusi integratif'
b e s a r p ut e r a S u na n m e n d or o n g yang berperan menjembatani pemikiran
pemerintah memilih Hangabehi sebagai 'lama' yang berpijak pada primordialisme,
putera mahkota. Hal ini dilandasi serta mengganti dengan pemikiran 'baru'
pemikiran bahwa Hangabehi tidak yang berpijak pada persatuan dan
memiliki visi politik, patuh dan tunduk, kesatuan.22
serta 'berserah diri' kepada pemerintah Ketiga, pada tahun 1915, Residen
Belanda.18 F.P. Sollewijn Gelpke menetapkan
PB X sejak semula kurang setuju keputusan bahwa RA. Djojonagoro

17 George D. Larson, op. cit., p. 223.


18 PB XI berkuasa pada 1939-1944 menyerah secara nista kepada pejabat-pejabat pendudukan
Jepang di Surakarta. Sikap politik ini bertolak belakang dengan sikap ayahandanya. Lihat John Pemberton,
Jawa: On the Subject of Java, a.b. Hartono Hadikusumo, (Yogyakarta: Mata Bangsa, 2003), p. 155.
19 George D. Larson, op. cit., pp. 292-293.
20 Henk Schulte Nordholt & Gerry van Klinken, Pendahuluan, dalam Henk Schulte Nordholt &
Gerry van Klinken (ed.), Politik Lokal di Indonesia, a.b. YOI, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), pp.
1-15.
21 Clifford Geertz, The Interpretation of Culture, (London: Hutchinson, 1975), pp. 259-269.
22 Ibid., pp. 277-285.

29
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

ditunjuk sebagai patih RAA. menjabat sebagai ketua (kehormatan) SI.


Sosrodiningrat (1889-1915). Sebelum Sebaliknya setelah naik tahta, PB XI tidak
menduduki jabatan patih, RA. mampu meletakkan kekuasaan pada
Djojonagoro adalah Bupati Nayoko, dan spektrum sosial (kemasyarakatan). Secara
Djoj onagoro putera patih RAA. simbolik tidak dapat mencari titik temu
Sosrodiningrat. Penunjukkan secara penampilan politik istana dalam
sepihak menimbulkan ketidakpuasan pergerakan kebangsaan. Sikap ini
kerabat keraton, mengingat peran bertolak belakang dengan visi politik PB
Djojonagoro tidak sepadan dengan X. Sunan mampu mendirikan berbagai
Wo e r j a n i n g r a t .
23
Wo e r j a n i n g r a t , sarana untuk memberdayakan masyarakat,
Koesoemojoedo, dan Soerjohamidjojo di antaranya adalah lembaga pendidikan,
adalah elit keraton yang paling aktif dalam ekonomi, pelayanan kesehatan, sosial,
politik pergerakan, meskipun pejabat hiburan, dan mendukung organisasi
Belanda memandang ketiga elit itu sosok politik SI dan BO di Surakarta. Interaksi
yang paling licik dan berambisi.
24
PB X dengan lembaga pendidikan,
Penunjukkan RA. Djojonagoro ekonomi, sosial, dan politik dapat diamati
memungkinkan pemerintah kolonial pada bagan di bawah ini
Belanda melanjutkan praktek politik yang Struktur Interaksi Paku Buwana X,
menempatkan birokrasi kepatihan dalam Pendidikan, dan Pergerakan Kebangsaan
bayang-bayang kolonial, dan praktek
politik ini mempermudah pemerintah
melakukan pengawasan terhadap aktivis- Struktur Peluang Politik
aktivis politik pergerakan. Menurut
Larson pejabat kepatihan yang dipilih
Madrasah dan Pemikiran Politik
pemerintah adalah pejabat yang Sekolah Umum di
Pergerakan
Pergerakan
Kebangsaan
berkepribadian lemah, mengabaikan Kasunanan
25
kepentingan Kasunanan dan masyarakat.
Politik Simbolis
Setelah PB X wafat digantikan
PB X
putera mahkota, bergelar PB XI (1939-
Pengembangan Struktur
1944). Perubahan kekuasaan justru Ekonomi Masyarakat
mengendurkan peran politik Kasunanan
dalam pergerakan kebangsaan, karena PB Bagan di atas menunjukkan bahwa
XI 'menjauhkan diri' dari percaturan PB X merupakan tokoh yang memiliki
politik lokal. Ketika masih berstatus ruang politik dan berpeluang menoreh
sebagai putera mahkota, PB XI aktif sejarah. Torehan sejarah tidak diletakkan
dalam organisasi pergerakan, dan pada konteks kolaborasi dengan kolonial

23 Hans van Miert, Dengan Semangat Berkobar, Nasionalisme dan Gerakan Pemuda di
Indonesia 1918-1930, a.b. Sudewo Satiman, (Jakarta: Hasta Mitra, Pustaka Utan Kayu, dan KITLV, 2003),
pp. 255-322, 349-396, 416-529.
24 George D. Larson, op. cit., pp. 126-130.
25 Ibid., pp. 36-39.

30
Jatuhnya Elit Keraton dalam Politik Pergerakan

dalam mempertahankan kekuasaan, tetapi keislaman untuk dijadikan landasan


merekonstruksi 'batin' kemanusiaan untuk 26
orientasi politik. Dengan demikian
mendorong mobilitas vertikal kelompok rakyat terdorong melakukan gerakan
Islam pinggiran. Diberlakukan politik etis politik perlawanan, dan menarik
pada 1902, membumbuhkan inspirasi legitimasi yang pernah disalurkan kepada
mendirikan lembaga pendidikan Islam pemerintah kolonial.
27

dan umum (Madrasah Mamba'ul Ulum, Pemberdayaan kelas sosial


HIS Kasatryan, dan HIS Pamardi Putri) menengah-bawah dalam bidang
yang secara struktural membuka peluang pendidikan dan ekonomi, berimbas pada
politik bagi kelompok Islam pinggiran. pemberian legitimasi politik terhadap elit
Pendirian lembaga pendidikan, baik istana (Sunan dan kerabat istana).
madrasah maupun sekolah umum, yang Pendirian madrasah yang 'diskenario' oleh
mendapat dukungan elit politik keraton Pengulu Tapsiranom dan Kiai Idris
ditafsirkan sebagai tindakan politis untuk (Pesantren Jamsaren) memacu
mendekonstruksi politik, yakni dari persinggungan wacana politik, karena
paradigma politik tradisional menuju kebijakan politik etis dan Undang-
paradigma politik partisipasi massa. Undang Desentralisasi 1903 yang
Konsekuensi perubahan tersebut adalah diberlakukan merupakan struktur yuridis
keharusan memberikan dukungan terbukanya peluang politik. Dengan
simbolik terhadap organisasi ekonomi demikian pendidikan, struktur ekonomi,
(SDI) dan organisasi politik (SI dan BO) peluang politik, dan persinggungan
yang tumbuh di Surakarta. Pada sisi lain, wacana politik menghadirkan tuntutan
tindakan itu memperkuat akses ekonomi 'kesepadanan politik', yang
rakyat turut pula memperkuat politik membangkitkan perlawanan.
partisipasi massa. Akses ekonomi rakyat Perubahan tragis terjadi setelah PB
meliputi pembangunan ruang publik X wafat, mengingat para penggantinya
(Taman Sriwedari), jembatan Jurug, tidak mampu melanjutkan struktur
Bacem, dan Mojo, mendirikan bank, peluang politik. Struktur peluang politik
rumah sakit dan apotik, serta membangun dan wacana politik pergerakan adalah
Pasar Gedhe Hardjonagoro. simbol perlawanan terhadap kolonial
Berdirinya lembaga pendidikan Belanda. PB XI yang hanya berkuasa
Islam yang diakui pemerintah Belanda sekitar 5 tahun lebih suka menahan diri,
justru memacu kelompok politik dan tunduk kepada Pemerintah
pinggiran memperkuat nilai-nilai Pendudukan Jepang di Surakarta.

26 James L. Guth & John C. Green, Arti Penting Agama: Konsep Inti ?, dalam David C. Leege
& Lyman A. Kellstedt (eds.), Agama dalam Politik Amerika, a.b. Debbie A. Lubis & A. Zaim Rofiqi,
(Jakarta: YOI, 2006), pp. 253-266.
27 James S. Coleman mengemukakan bahwa meluasnya nilai-nilai keagamaan dalam
masyarakat dapat memacu mereka merenungkan kembali keburukan dan kelemahan kebijakan kolonial,
khususnya yang berkaitan dengan masalah kesejahteraan dan kebebasan berekspresi. Lihat James S.
Coleman, Dasar-Dasar Teori Sosial, a.b. Imam Muttaqien, Derta Sri Widowatie & Siwi Purwandari,
(Bandung: Nusa Media, 2008), pp. 565-570.

31
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

Sementara itu, PB XII (1944-2005) disalurkan kepada pemerintah Hindia


terperosok pada kesalahan diplomasi Belanda, karena pemerintah itu yang
sepanjang masa revolusi kemerdekaan.
28
mengelola sistem ketatanegaraan Hindia
Kedua raja tidak mampu melakukan Belanda. 32
sinergi asosiasif dengan kekuatan sosial Dalam perspektif politik Islam,
maupun politik, sehingga muncul penarikan legitimasi politik yang
kemacetan kesinambungan politik antara disalurkan kepada pemerintah Hindia
istana dan kaum nasionalis. Visi politik Belanda merupakan kewajiban Muslim
PB XII semu dan sesaat, serta tidak guna menegakkan kehormatan dan harga
berusaha menciptakan keselarasan diri, mendorong kemandirian lingkungan
29
politik. Dalam sejarah Kasunanan hanya sosial (self-reliance), berswasembada
beberapa raja yang mampu (self-sufficiency), serta mempertahankan
memperjuangkan substansi Islam, diri (self-defence).33 Tindakan politik PB
khususnya memberdayakan bidang XI dan PB XII justru menimbulkan sinergi
pendidikan, ekonomi, dan politik.
30 negatif dengan tokoh-tokoh pergerakan,
Pada sistem ketatanegaraan Hindia baik yang berda di dalam istana maupun di
Belanda, supra sistem berada di tangan luar istana. Keterlibatan putera dan
Binnenlandsbestuur, sedangkan pada menantu PB X [Koesoemojoedo,
t i n g k a t l o k a l b e ra d a d i t a n g a n Soerjomihardjo, dan Woerjaningrat]
Inlandschbestuur. Sistem ketatanegaraan dalam politik pergerakan diasumsikan PB
itu jelas memandulkan otoritas kekuasaan XI dan PB XII merupakan kegiatan
kerajaan tradisional. Dengan struktur itu, pribadi. Tiga aristokrat itu sangat aktif
kebijakan apapun yang ditempuh dalam organisasi politik, baik di SI, BO,
kerajaan-kerajaan tradisional tidak Politiek Econimische Bond (PEB),
berpengaruh terhadap kehidupan rakyat,31 Permufakatan Perhimpunan Politik
mes ki kebijakan yang ditempuh Kebangsaan Indonesia (PPPKI), Jong
menciderai hati rakyat. Berpijak pada Java, Persatuan Bangsa Indonesia (PBI),
struktur semacam ini rakyat tidak dapat maupun Partai Indonesia Raya
m e na ri k l e gi t i m as i pol i t i k a t a u (Parindra).34
menjatuhkan kekuasaan raja-raja Dalam pandangan sejarah, kegiatan
tradisional, sebaliknya rakyat harus politik tiga aristokrat itu justru mewakili
menarik legitimasi politik yang pernah institusi Kasunanan. Dengan demikian

28 John Pemberton, op. cit., pp. 155-156.


29 Yang dimaksud dengan keselarasan politik adalah berinisiatif memberi dukungan simbolik
terhadap organisasi-organisasi pergerakan kebangsaan. Lihat Ahmad Fuad Fanani, Islam Mazhab Kritis:
Menggagas Keberagamaan Liberatif, (Jakarta: Buku Kompas, 2004), pp. 139-140.
30 Ibid., p. 140.
31 James S. Coleman, loc. Cit.
32 Ibid.
33 Hasan Hanafi, Etika Global dan Solidaritas Kemanusiaan, Sebuah Pendekatan Islam, dalam
Kamdani (peny.), Islam dan Humanisme: Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah Krisis Humanisme
Universal, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), pp. 15-17.
34 George D. Larson, op. cit., pp. 113-288; lihat pula Hans van Miert, op. cit., pp. 186-460.

32
Jatuhnya Elit Keraton dalam Politik Pergerakan

pandangan negatif PB XI dan PB XII belofte dat ik de belangen van Land en


terhadap tiga aristokrat itu Volk zal behartingen naar mijn beste
weten en kunnen.36
mengindikasikan kemunduran
kepemimpinan raja tersebut, karena: (1) P ern yat a an i t u t i dak d apa t
perubahan kekuasaan tidak sinergis dipandang primordialisme, tetapi sebuah
dengan paradigma politik partisipasi pandangan 'revolusioner', karena: (1) kata
massa. Penguasa baru bertahan pada 'Jawa' merujuk pada dirinya seorang
paradigma politik tradisional, menerima pribumi, yang dalam konteks politik
eksistensi kolonial untuk pergerakan akan berhadapan dengan
keberlangsungan kekuasaannya, dan kekuasaan kolonial; (2) meski Sultan
bukan untuk kepentingan politik bangsa; berpendidikan Barat, tetapi pemikiran
(2) perubahan paradigma berakibat politik yang disumbangkan adalah untuk
kekuasaan raja bersifat semu dan sesaat, kepentingan bangsa [Indonesia], dan
serta tidak menciptakan keselarasan berusaha menghindari kolaborasi politik
35
politik; (3) kegiatan politik dengan pemerintah kolonial; (3) Sultan
Koesoemojoedo, Soerjomihadjo, dan menyampaikan isyarat dirinya
Woerjaningrat dipandangnya mewakili mengutamakan kepentingan rakyat
diri sendiri, bukan institusi Kasunanan; daripada kepentingan pribadi.
(4) meski ketiga aristokrat berperan aktif Proklamasi kemerdekaan Indonesia
dalam organisasi politik pergerakan, yang diucapkan Soekarno-Hatta disambut
dalam kenyataannya tidak dapat merubah Sultan dengan pernyataan bahwa
orientasi politik PB XI dan PB XII. Kasultanan berada di bawah kekuasaan
Pemikiran politik PB XI dan PB XII Republik Indonesia (RI). Pada sisi lain,
berbanding terbalik dengan pemikiran PB XII dan Mangkunegoro VIII merasa
Hamengku Buwana (HB) IX. Ketika bimbang dalam memberikan keputusan.
dinobatkan sebagai Sultan, dia berucap: Dalam pemikiran kedua elit politik,
Vo r s t e n l a n d e n ( S u r a k a r t a d a n
Dat de taak die op mij rust, moeilijk en
zwaar is, daar ben ik mij tenvolle van Yogyakarta) merupakan daerah otonom
bewust, vooral waar het hier gaat de yang tidak dikuasai secara langsung oleh
Weterse en de Oosterse geest tot pemerint ah kolonial, karena itu
elkaar te brengen, deze beide tot en
proklamasi 17 Agustus 1945 sepantasnya
harmonische samenwerking te doen
overgaan zonder de laatste haar menetapkan Surakarta dan Yogyakarta
karakter doen verliezen. Al heb ik een sebagai daerah swapraja. Keinginan PB
uitgesproken Westerse opvoeding XII menghidupkan kembali simbol
gehad, toch ben en blijf ik in de
allereerste plaats Javaan. Zo zal de pemerintahan kerajaan mendapat reaksi
adat, zo deze niet remmend werk op de keras dari golongan intelektual, pemuda,
ontwikkeling, een voorname plaats dan elit politik Surakarta. Mereka
blijven innemen in de traditierijke
Keraton. Moge ik eindigen met de kemudian membangun ikatan politik yang

35 Ahmad Fuad Fanani, loc. Cit.


36 Atmakusumah (peny.), Tahta untuk Rakyat: Celah-Celah Kehidupan Sultan Hamengk Buwana
IX, (Jakarta: Gramedia, 1982), p. 53.

33
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

berpijak pada ideologi nasional dan setelah terbentuknya ikatan ideologi, dan
memobilisasi kelompok-kelompok mobilisasi kekuatan sosial dan politik.
39

sosial-politik, sehingga gerakan mereka Ikatan ideologi maupun mobilisasi


memacu gerakan anti-swapraja. kekuatan sosial dan politik merupakan
Perjuangan Sultan tidak terbatas konsekuensi makin meluasnya
pada keinginannya berada di bawah ketidakpuasan kelompok sosial dan
kekuasaan RI, tetapi juga meminta kepada politik terhadap jalannya diplomasi.
Soekarno-Hatta beserta seluruh jajaran Gejala ini justru memacu perubahan
kepemimpinan republik untuk 'hijrah' ke struktur politik masyarakat, dan
Yogyakarta. Dalam pemikirannya Jakarta perubahan tersebut tidak sekedar
dan sekitarnya maupun Bandung dan perubahan partisipasi massa atau
sekitarnya sudah dikuasai tentara NICA mobilisasi massa, tetapi meluasnya
(Netherlands Indies Civil konflik politik dan kekerasan dalam
Administration).37 masyarakat, bahkan timbul revolusi sosial
NICA adalah pasukan sekutu yang 40
di beberapa daerah. Sejak proklamasi
diberi tugas untuk mengawasi seluruh hingga bulan Desember 1945, massa
wilayah Indonesia setelah pengakuan revolusioner telah diorganisir dalam
kekalahan Jepang, pada tanggal, 14 kelompok-kelompok politik, bertugas
Agustus 1945. Tindakan ini ditujukan menjaga keamanan kota, pertahanan,
untuk menghindari adu-domba pejabat bahkan merupakan kesatuan pasukan
NICA, dan mencegah pencideraan tempur. Gerakan kelompok politik itu
nasionalis terhadap revolusi kemerdekaan sangat intensif di kota-kota besar,
yang sedang berjalan. Dalam konteks misalnya Jakarta, Bandung, Semarang,
pemikiran politik Islam, bergabung Sultan dan Surabaya. Melihat kondisi ini
di bawah kekuasaan RI dan meminta disimpulkan bahwa proklamasi
pemimpin republik 'hijrah' ke Yogyakarta kemerdekaan mendorong proses politisasi
merupakan cermin pemikiran jihad, yang rakyat, yakni pembentukan ikatan
mengutamakan kesucian tindakan politik. ideologi politik nasional dan mobilisasi
Rupanya, motif pemikiran tersebut adalah kekuatan massa untuk menumbangkan
keinginan membebaskan diri [bangsa] kelompok politik yang mempertahankan
melalui jalan revolusi. kemapanan (pangreh praja maupun
aristokrat tradisional).
Elit Kasunanan Tersudut Gerakan
Perbenturan politik antara
Revolusi
kelompok politik yang berpegang pada
Kaum nasionalis mempertahankan
ideologi politik nasional dan kelompok
proklamasi kemerdekaan melalui dua cara,
politik kemapanan (pangreh praja dan
yakni diplomasi politik dan gerakan
38 aristokrat tradisional) memacu revolusi
revolusi. Gerakan revolusi makin kuat

37 Ibid.
38 Sartono Kartodirdjo, Wajah Revolusi Indonesia Dipandang dari Perspektivisme Struktrural,
Prisma, No. 8, Agustus 1981, p. 5.
39 Ibid.
40 Ibid, pp. 4-5.

34
Jatuhnya Elit Keraton dalam Politik Pergerakan

sosial di beberapa daerah. Daerah-daerah 'merdeka seratus persen' dan 'kedaulatan


yang dilanda revolusi sosial meliputiAceh, rakyat' tidak dimaknainya secara jernih.42
Sumatera Utara, Pekalongan, Tegal, Dalam konteks badan perjuangan di
Pemalang, Salatiga, dan Surakarta.41 Sejak Surakarta, Sartono Kartodirdjo
proklamasi kemerdekaan tumbuh pula mengemukakan:
pemimpin-pemimpin yang memusatkan
perjuangan tidak hanya fokus pada Pada awal tahun 1946 di Sala telah
diselenggarakan konggres di mana
ideologi politik nasional, tetapi juga Persatuan Perjuangan didirikan
ideologi agama [Islam] dan marxisme. dan program minimum Tan Malaka
Para pemimpin membentuk badan diterima. Yang dituntut 100 persen
perjuangan sendiri, bahkan melakukan kemerdekaan, penyitaan modal
infiltrasi terhadap organisasi perjuangan Belanda, pembentukan
Pemerintahan Rakyat, dan Tentara
lainnya. Gejala politik ini makin Rakyat. Program itu merupakan
memperkuat polarisasi politik dalam tantangan langsung terhadap
masyarakat yang berpijak pada garis Pemerintah RI pada waktu itu.
ideologi politik pemimpin mereka, dan Dalam pertentangan itu Soekarno-
meluasnya kekerasan politik apabila Hatta didukung juga oleh BPRI
[Barisan Pemberontak Republik
infiltrasi terhadap organisasi perjuangan Indonesia, suatu badan perjuangan
lainnya mengalami kegagalan. yang didirikan dr. Sutomo, dan
Kesemrawutan politik pada masa revolusi memiliki cabang di seluruh Jawa]
tidak dapat diatasi oleh pemimpin dan Pesindo [Pemuda Sosialis
republik, karena belum berjalannya sanksi Indonesia], sedangkan Barisan
Banteng dan Laskar Rakyat
hukum yang melembaga. memihak Tan Malaka.43
Meletusnya revolusi sosial di
Surakarta adalah akibat perbenturan Gambaran tersebu menunjukkan
perbedaan orientasi politik yang bahwa Surakarta diselimuti kekuatan-
terprovokasi, terutama eksistensi keraton kekuatan politik yang memacu revolusi
pasca proklamasi. Pemberian status sosial, yaitu kekuatan politik yang berada
swapraja terhadap Surakarta ditafsirkan dibelakang Soekarno-Hatta, kekuatan
PB XII mem ungkinka n kembal i politik komunisme/marxisme yang ingin
menghidupkan pemerintahan kerajaan. menjatuhkan Soekarno-Hatta, dan
Pemikiran tersebut ditolak elit istana yang kekuatan politik kemapanan (pangreh
m al ang- m el i nta ng dal am pol i t i k praja dan aristokrat tradisional) yang
pergerakan dan elit politik di luar tembok berkehendak membentuk pemerintahan
istana. Rupanya, Sunan tidak mampu kerajaan. Tipologi kekuatan politik masa
menganalisis situasi politik nasional revolusi itu identik dengan tipologi
maupun situasi politik lokal yang sudah kekuatan politik tahun 1920-an yang
dikuasai badan perjuangan, bahkan slogan diwakili oleh kekuatan Islam (SI), priyayi

41 Ibid., pp. 6-7.


42 Anthony Reid, Revolusi Sosial: Revolusi Nasional, Prisma, No. 8,Agustus 1981, p. 35.
43Sartono Kartodirdjo, op. cit., p. 12

35
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

intelektual (BO), sosialisme, marxisme adalah pemuda desa, tokoh politik, dan
(ISDV dan SI-Merah), dan golongan pemimpin agama (Islam). Nama laskar
pangreh praja yang berafiliasi dengan beraneka ragam, misalnya, Laskar Rakyat
pemerintah kolonial. Sebaliknya, tipologi Surakarta, Pemuda Laskar Rakyat,
kekuatan politik pasca proklamasi Pemuda Penjaga Desa, Pelopor Laskar
dikuasai badan perjuangan dan partai Rakyat, Markas Pertahanan Rakyat, dan
politik yang beraliran nasionalisme, Gerakan S abi li ll ah. 4 7 Organis as i
Islamisme, sosialisme, dan kelaskaran timbul secara spontan, dan
marxisme.44 Bulan September hingga memilih pemimpinnya sendiri, serta
Desember 1945 adalah masa terjun ke medan gerilya melawan
pembentukan badan dan laskar kolonialisme Belanda.48 Kondisi politik di
perjuangan di Surakarta. Peran badan Surakarta mencekam, karena masih
keamanan rakyat (BKR) sangat besar diwarnai ketegangan-ketegangan antara
dalam proses pembentukan kelaskaran. Keraton Kasunanan, Mangkunegaran,
Organisasi kelaskaran yang terkenal dan laskar-laskar perjuangan.
adalah Barisan Laskar Banteng (BLB) Gambaran ini menunjukkan
yang dipimpin dr. Moewardi, Pemuda situasi Surakarta tersekat dalam badan
Sosialis Indonesia (Pesindo), Barisan perjuangan dan kelaskaran yang terbelah
Pemberontak Republik Indonesia (BPRI), dalam tiga kekuatan politik, yakni pro
dan Laskar Rakyat.45 Pada tahun 1946 Soekarno-Hatta, pro Tan Malaka
pembentukan laskar makin intensif, dan (komunis), dan pro kemapanan (pangreh
anggotanya adalah pelajar dari segala praja dan aristokrat). Kaum nasionalis
strata sosial yang tersebar dalam berbagai meragukan pemikiran PB XII dan
organisasi kelaskaran, seperti Laskar Mangkunegoro VIII. Dalam hubungannya
Tentara Pelajar, Pasukan Satria, Laskar dengan pemikiran politik Eberhard dan
Kere, Barisan Polisi Istimewa Sekolah Carniero bahwa pematangan ideologi
Menengah Tinggi, Barisan Pemuda Jelata, nasional akan melalui episode yang
dan BPRI.46 meliputi interaksi, saling mempengaruhi,
Sejak tahun 1946 kondisi politik di dan jalinan ikatan politik.49 Namun, pada
Surakarta sudah matang untuk membuat tiap episode menumbuhkan konflik atau
alasan meletusnya revolusi sosial, karena kekerasan.50 Pemikiran politik Eberhard
organisasi kelaskaran sudah terbentuk dan Carniero ditransformasikan pada
hingga pedesaan, dan para anggotanya revolusi di Surakarta adalah:

44 Djoko Suryo, Gerakan Petani, Prisma, No. 11, November 1985, p. 23.
45 Suyatno, Feodalisme dan Revolusi di Surakarta 1945-1950, Prisma, No. 7, Juli 1978, pp.
16-24; lihat pula M. Nursam, Moh. Saleh Mangundiningrat: Potret Cendekiawan Jawa, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2006), p. 89.
46 Ibid.
47 Ibid., pp. 89-90.
48 Ibid., p. 90.
49 Anthony Giddens, The Constitution of Society: Teori Strukturasi untuk Analisis Sosial, a.b. Adi
Loka Sujono, (Pasuruan:Pedati, 2004), pp. 311-318.
50 Ibid., pp. 316-318.

36
Jatuhnya Elit Keraton dalam Politik Pergerakan

yakini, baik tradisionalisme Jawa,


Struktur Interaksi PB XII, Badan Islamisme, nasionalisme radikal,
Perjuangan dan Kelaskaran sosialisme-demokrat, maupun
terhadap Pematangan Ideologi Politik komunisme.52
Nasional 1945-1950 Konflik antar kelompok politik
sepanjang revolusi nasional 1945-1950,
Proklamasi Kemerdekaan RI:
pada satu sisi, telah membelah kekuatan
Landasan Ideologi Politik Nasional Nasional
politik nasional dalam aliran-aliran politik,
Ko-eksistensi
namun pada sisi lain, revolusi nasional
Pemuda dalam
Mobilisasi
Kekuatan
Badan
Perjuangan dan
Aristokrat
Tradisional (PB
1945-1950 justru merupakan episode
yang memperkokoh kedaulatan RI sebuah
Pemuda dalam Pemuda dalam negara-bangsa modern yang mencitrakan
Badan Perjuangan Badan Perjuangan
dan Kelaskaran dan Kelaskaran pemikiran sosialis,53
Sementara itu George McTurnan
Kahin melihat faktor penting dari revolusi
Pematangan Pemuda Proses Pembentukan
terhadap Ideologi NKRI Berdasarkan nasional adalah hasil psikologis yang
Politik Nasional UUD 1945
membawa perubahan yang berarti dan
Mengutip pemikiran politik sangat luas dalam membentuk karakter
Eberhard dan Carniero bahwa konflik, bangsa Indonesia, baik berkaitan dengan
kekerasan, bahkan peperangan tidak martabat bangsa, harga diri, dan percaya
dimaksudkan melemahkan ideologi diri yang tumbuh secara cepat selama
nasional yang sudah terbentuk, tetapi masa perjuangan kemerdekaan.54 Ketiga
justru menjadi alat untuk menaklukkan kekuatan politik muncul bersamaan
kelompok-kelompok politik yang setelah dikumandangkan proklamasi,
berseberangan dengan arus ideologi b a hk a n k e t i g a ke k u a t a n po l i t i k
nasional.51 Banyak kelompok politik dan berkembang cepat di daerah. Di Surakarta,
masyarakat yang telah lama berkenalan setelah Komite Nasional Daerah (KND)
dengan ideologi modern, dan digunakan terbentuk pada tanggal 1 Oktober 1945,
dalam menghadapi kolonialisme Belanda. pemerintah pusat menunjuk R. Pandji
Namun, setelah proklamasi kemerdekaan Soeroso sebagai Komisaris Tinggi Daerah
muncul episode baru, yaitu pematangan Istimewa Surakarta dan Yogyakarta.
ideologi nasional. Dalam proses S el a nj ut ny a, R . P a ndj i S oe ro s o
pematangan itu sering kali muncul konflik membentuk pemerintah kolektif yang
dan kekerasan antar kelompok politik diketuai sembilan orang, yaitu lima orang
dengan basis ideologi yang telah mereka dari KND, dan empat orang dari

51 Ibid., p. 316.
52 Lihat Herber Feith, Pengantar, dalam Herbert Feith & Lance Castle (ed.), op. cit., pp. liii-lix.
53 Adrian Vickers, Mengapa Tahun 1950-an Penting Bagi Kajian Indonesia, dalam Henk
Schulte Nordholt, Bambang Purwanto, dan Ratna Saptari (ed.), Perspektif Baru Penulisan Sejarah
Indonesia, (Jakarta: YOI & KITLV-Jakarta, 2008), p. 74.
54 George McTurnan Kahin, Nationalism and Revolution in Indonesia, (Ithaca, New York:
Cornell University Press, 1963), p. 470.

37
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

Kasunanan dan Mangkunegaran. 5 5 insure them an unassailably dominant


7
Rupanya, pemerintahan kolektif tidak position therein.5
mencapai kata sepakat, karena Kasunanan
Peristiwa di atas dapat ditarik
dan Mangkunegaran tidak mengirimkan pengertian bahwa PB XII dan
wakilnya, serta beranggapan bahwa Mangkunegoro VIII tidak bersikap
wewenang pembentukan pemerintah
toleran terhadap kemerdekaan maupun
daerah berada di tangan pemerintah pusat. ideologi nasional. Keangkuhan itu
Sikap politik PB XII dan Mangkunegoro menunjukkan bahwa mereka tidak
VIII menimbulkan friksi antar elit politik, mempunyai rasa persaudaraan sebangsa
baik di dalam maupun di luar istana.
(ukhuwah wathoniyah), sesama manusia
Kekhawatiran mendalam kelompok ( ukhuwah basyariyah ), dan sesama
politik kemapanan adalah bila proklamasi muslim (ukhuwah Islamiyah). Nilai
memicu munculnya reformasi sosial.56 persaudaraan itu merupakan nilai
Lebih lanjut George McTurnan Kahin solidaritas (ashabiyyah) yang sudah
mengemukakan: terbentuk, bahkan ukhuwah wathoniyah
...most of the aristocratic element dan ukhuwah Islamiyah dapat menjadi
became alarmed over the tendency pijakan Muslim menghadapi
toward social reform displayed by kolonialisme Belanda. Simpulan bahwa
many of these same members. With only
t wen t y repres ent at i ves i n t he sikap politik PB XII dan Mangkunegoro
Parliament, and even a few of these VIII dapat memicu gejolak sosial di
inclined to advocate progressive social Surakarta. Kedua elit melakukan
legislation, most aristocrats felt their
kesalahan diplomasi pada masa revolusi
positions and their prerogatives
insecure. Moreover their Dutch kemerdekaan, dan kesalahan itu bermuara
advisers and Dutch civil servants had pada tiadanya kematangan berpikir, serta
implanted in the minds of most of them tiadanya upaya mendalami perubahan
the firm conviction that the Republic
stood for immediate abolishment of perpolitikan nasional dan lokal.58
their power and wealth. Most of them, Mobilisasi kekuatan politik pasca
particularly those who had replaced proklamasi melalui badan perjuangan dan
the actively pro-Republican rajahs and
kelaskaran adalah embrio tentara nasional
karaengs in 1946, felt that the security
of their positions demanded the yang sengaja tidak diformalkan oleh
retention of ultimate Dutch authority in negara. Hal ini untuk menghindari
East Indonesia. Thus they were easily tekanan politik dari militer sekutu. Ketika
convince of the necessity of building up
a state as completely discovered from konflik antar elit politik sudah merebak di
the Republican areas of Indonesia as Surakarta, badan perjuangan dan
possible and possessed of a kelaskaran bersatu-padu dan melakukan
constitutional structure that would

55 Mohammad Saleh, Riwayat Singkat Pemerintah Karesidenan Surakarta, (Surakarta: Tanpa


Penerbit, 1956), p. 1.
56 George McTurnan Kahin, op. cit., pp. 364-365.
57 Ibid.
58 John Pemberton, op. cit., pp. 155-156.

38
Jatuhnya Elit Keraton dalam Politik Pergerakan

gerakan politik anti-swapraja.59 Rasa tidak K a su n a na n a d a l a h de s a k r a l i s a s i


puas masyarakat disertai dengan kekuasaan yang ditempatkan pada
kemacetan pemerintah kolektif yang keinginan meletakkan nilai-nilai
dibentuk KND, dan hal ini kemanusiaan universal sebagai landasan
memperuncing konflik sosial di Surakarta. politik. Hal ini dimaksudkan untuk
Pada 14 April 1946, pemerintah pusat membuka ruang interaksi dan komunikasi
menghapus pemerintah kolektif yang antara kerabat keraton dengan kelompok
dibentuk KND, dan menyerahkan sosial di luar tembok istana, sehingga
pembentukan pemerintah daerah kepada tercipta kohesi dan solidaritas
Kasunanan dan Mangkunegaran. 6 0 (ashabiyyah).
Tindakan ini makin memperuncing Sepeninggal PB X, desakralisasi
konflik sosial. Untuk meredakan konflik kekuasaan mengalami kemacetan, karena
sosial, Menteri Dalam Negeri Sudarsono PB XII dan Mangkunegoro VIII
memerintahkan penangkapan Kolonel berkeinginan membentuk pemerintahan
Sutarto dan dr. Moewardi. swapraja yang didukung pasukan Belanda.
Kerumitan politik di Surakarta Pemikiran politik ini sama sekali tidak
memaksa pemerintah pusat mengambil memiliki nuansa kemanusiaan, dan dalam
keputusan Surakarta menjadi pemerintah waktu cepat muncul kekerasan politik
kota dan karesidenan, pada 15 Juli 1946. antara kelompok kemapanan dan badan
Pembentukan ini dipandang mewakili perjuangan.
keinginan pemuda, pelajar dan elit politik.
Meski sudah terbentuk pemerintahan kota
dan karesidenan pergolakan kelompok DAFTAR PUSTAKA
politik tetap berlangsung. Fenomena
politik ini dilatarbelakangi tindakan Abdurrahman Mas'ud,2004. Intelektual
sepihak Kasunanan dan Mangkunegaran Pesantren: Perhelatan Agama dan
membentuk pemerintahan sendiri secara Tradisi, Yogyakarta: LKiS
illegal dengan dukungan tentara Belanda. Adrian Vickers, 2008. Mengapa Tahun 1950-
Keberadaan tentara Belanda di Surakarta an Penting Bagi Kajian Indonesia,
merupakan perluasan politik setelah ibu dalam Henk Schulte Nordholt,
kota RI berkedudukan di Yogyakarta Bambang Purwanto, dan Ratna
diduduki pasukan Belanda, pada 19 Saptari (ed.), Perspektif Baru
Penulisan Sejarah Indonesia,
Desember 1948.
Jakarta: YOI & KITLV-Jakarta
Kesimpulan
Perubahan paradigma politik Ahmad Fuad Fanani,2004. Islam Mazhab
Kritis: Menggagas Keberagamaan
partisipasi massa yang berlangsung di
Liberatif, Jakarta: Buku Kompas

59 Ibid., p. 571. Partai politik dan badan perjuangan yang terlibat gerakan anti-swapraja adalah
PKI, PNI, Murba, PSI, Barisan Tani Indonesia (BTI), dan Barisan Banteng yang dipimpin dokter
Moewardi. Partai dan badan-badan perjuangan itu menyatukan diri, dan membentuk gerakan anti-
swapraja.
60 Ibid.

39
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

(peny.), Islam dan Humanisme:


Anthony Giddens,2004. The Constitution of Aktualisasi Humanisme Islam di
Society: Teori Strukturasi untuk Tengah Krisis Humanisme Universal,
Analisis Sosial, a.b. Adi Loka Sujono, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Pasuruan:Pedati
Henk Schulte Nordholt & Gerry van Klinken,
Anthony Reid,1981. Revolusi Sosial: 2007. Pendahuluan, dalam Henk
Revolusi Nasional, Prisma, No. 8, Schulte Nordholt & Gerry van
Agustus Klinken (ed.), Politik Lokal di
Indonesia, a.b. YOI, Jakarta: Yayasan
Asnawi Hadisiswaja, 1939. Soerakarta Obor Indonesia
Adiningrat , Surakarta: Poesaka
Soerakarta & Islam Radja James L. Guth & John C. Green, 2006. Arti
Penting Agama: Konsep Inti ?,
Atmakusumah (peny.), 1982. Tahta untuk dalam David C. Leege & Lyman A.
Rakyat: Celah-Celah Kehidupan Kellstedt (eds.), Agama dalam Politik
Sultan Hamengk Buwana IX, Jakarta: Amerika, a.b. Debbie A. Lubis & A.
Gramedia Zaim Rofiqi, Jakarta: YOI

Clifford Geertz,1975. The Interpretation of James S. Coleman, 2008. Dasar-Dasar Teori


Culture, London: Hutchinson Sosial, a.b. Imam Muttaqien, Derta
Darsiti Soeratman, 2000. Kehidupan dunia Sri Widowatie & Siwi Purwandari,
Keraton Surakarta 1830-1939 , Bandung: Nusa Media
Yogyakarta: Yayasan untuk Indonesia
John Pemberton, 2003. Jawa: On the Subject
Djoko Suryo, 1985. Gerakan Petani, Prisma, of Java, a.b. Hartono Hadikusumo,
No. 11, November Yogyakarta: Mata Bangsa

George D. Larson,1990. Masa Menjelang Karno Sontoprodjo,1990. Riwayat dan


Revolusi: Kraton dan Kehidupan Falsafah Hidup Ingkang Sinoehoen
Politik di Kasunanan, 1912-1942, Sri Soesoehoenan Pakoe Boewana
Yogyakarta: Gadjah Mada University Ke-X [sic.] 1893-1939, Surakarta:
Press tanpa penerbit

George McTurnan Kahin, 1963. Nationalism Kuntowijoyo,2004. Raja, Priyayi, dan


and Revolution in Indonesia, Ithaca, Kawula, Yogyakarta: Ombak
New York: Cornell University Press
M. Nursam,2006. Moh. Saleh
Hans van Miert,2003. Dengan Semangat Mangundiningrat: Potret
Berkobar, Nasionalisme dan Gerakan C en dek i aw an J aw a , J aka r t a:
Pemuda di Indonesia 1918-1930, a.b. Gramedia Pustaka Utama
Sudewo Satiman, Jakarta: Hasta
Mitra, Pustaka Utan Kayu, dan Merle C. Ricklefs, 1998. Islamising Java:
KITLV The Long Shadow of Sultan Agung,
dalam Archipel, Vol. I, No. 56
Hasan Hanafi,2007. Etika Global dan
Solidaritas Kemanusiaan, Sebuah ----------,1998. The Seen and Unseen Worlds
Pendekatan Islam, dalam Kamdani in Java 1726-1749: History,

40
Jatuhnya Elit Keraton dalam Politik Pergerakan

Literature and Islam in the Court of Project, Cornell University


Pakubuwana II, Honolulu: Allen &
Unwin, and University of Hawai'i Sartono Kartodirdjo, 1981. Wajah Revolusi
Press Indonesia Dipandang dari
Perspektivisme Struktrural, Prisma,
Mohammad Hatta,1988. Masyarakat No. 8,Agustus
Kolonial dan Cita-Cita Demokrasi
Sosial, dalam Herbert Feith & Lance Soedarmono, M. Hari Mulyadi & Abrahan
Castle (ed.), Pemikiran Politik Setiyadi, 1999. Runtuhnya
Indonesia 1945-1965 , a.b. Mien Kekuasaan Keraton Alit: Studi
Yubhaar, Jakarta: LP3ES Radikalisasi Sosial 'Wong Solo' dan
Kerusuhan Mei 1998 di Surakarta,
Mohammad Saleh,1956. Riwayat Singkat Surakarta, LPTP
Pemerintah Karesidenan Surakarta,
Surakarta: Tanpa Penerbit S oe t a n dy o Wi gn j o s o e br ot o ,2 00 5 .
D e s e n t r a l i s a s i d a l a m Ta t a
Ong Hok Ham, 1978. The Inscrutable and Pemerintahan Kolonial Hindia
the Paranoid: An Investigation into Belanda, Malang: Bayumedia
the Sources of the Brotodiningrat
Affair, in Ruth T. McVey (ed.), Suyatno,1978. Feodalisme dan Revolusi di
S o u t h e a s t A s i a Tr a n s i t i o n s : Surakarta 1945-1950, Prisma, No. 7,
Approaches through Social Histtory, Juli
New Haven: Yale University Press
Takashi Shiraishi,1997. Zaman Bergerak:
Paku Buwana X,1981. Srikarongron, alih Radikalisme rakyat di Jawa, 1912-
aksara Moelyono S., Jakarta: Proyek 1926, a.b. Hilmar Farid, Jakarta:
Penerbitan Buku Sastra Indonesia Pustaka Utama Grafiti
dan Daerah, Depdikbud
Wangsa Leksana,1939. Biwadha Nata,
Pramoedya Ananta Toer, 2003. Sang Pemula, Surakarta: Sasana Pustaka
Jakarta: Lentera Dipantara
Zuly Qodir,2007. Islam Syariat vis a vis
Robert N. Bellah, 2000. Beyond Belief: Negara: Ideologi Gerakan Politik di
Menemukan Kembali Agama , a.b. Indonesia, Yogyakarta: Pustaka
Rudy Harisyah Alam , Jakarta: Pelajar
Paramadina

Rosihan Anwar,2007. Semua Berawal


Dengan Keteladanan: Catatan Kritis,
Jakarta: Buku Kompas

Ruth McVey,1982. The Beamtenstaat in


Indonesia, in Benedict Anderson &
Audrey Kahin (ed.), Interpreting
Indonesian Politics: Thirteen
Contributions to the Debate, Interim
Report Publication No. 62, Ithaca,
New York: Cornell Modern Indonesia

41
MODERNITAS DAN LOKALITAS DALAM NOVEL MENCARI
SARANG ANGIN KARYA SUPARTO BRATA:
PERSPEKTIF PASCAKOLONIAL

Lina Puryanti*)

Abstract:
The postcolonial discourse in the novel Mencari Sarang Angin (MSA) by Suparto Brata
shows an ambivalence identity of the characters. In one side this novel welcomes the
modernity offered by the colonizer ideology while, at the same time, it also tries to build a
local identity related with a matter of self-authenticity. Bhabha said this situation and the
condition as the location of culture which shows in-between position of the subject. In this
case, mimicry or imitation experienced by the postcolonial subjects has put them as the
mediator groups between the colonizer's interests in distributing its power towards the
colonialized community. In spite of giving a heroic political resistance against the colonizer,
the discourse of postcolonial tends to pay attention on the heritage of the realm of colonial in
postcolonial period which is signified by the ambivalence and unstable meaning.

Keywords: modernitas, lokalitas, pascakolonial, in-between position

Latar Belakang Harapan itu diungkapkan dalam Minute to


Modernisasi bangsa-bangsa di Asia Parliement, pernyataan terkenal Lord
dan Afrika terutama sejak penyebaran Macaulay di hadapan parlemen Inggris
peluang mengenyam pendidikan Barat di pada tahun 1835, yang menegaskan
bawah pemerintahan colonial, pada kebut uha n m endi di k kel a s baru
pertengahan abad ke-19 (atau, di Hindia cendikiawan perantara di India, tanah
Belanda pada dekade ke dua abad ke-20) jajahan Inggris . Lord Macaulay
membawa, salah satunya, konsekuensi menganjurkan terciptanya kelas
yang amat penting dalam wacana penerjemah yang menjadi perantara
pascakolonial, sebagaimana pertama antara kita dan jutaan rakyat yang kita
dikembangkan oleh Homi Bhabha, yaitu kuasai ~ yakni satu kelas yang dalam hal
mimikri atau peniruan citra kaum warna kulit dan darah adalah orang India,
penjajah oleh kaum yang dijajah. tapi dalam selera, opini, moralitas, dan
Penyebaran pendidikan Barat itu intelektualitas, sepenuhnya orang
p ad a m u l anya dic i pt aka n untu k Inggris. Dalam konteks Indonesia (atau
memperkukuh kekuasaan kolonial Hindia Belanda) pernyataan yang serupa
dengan menciptakan budaya penjajah dan baru dikemukakan pada tahun 1899 oleh T.
menganggap dirinya sebagai wakil Ch. van Deventer, salah satu perintis
budaya Barat di masyarakat terjajah. Politik Etis. Dengan angkuh van Deventer

*)
Departemen Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, 031-5035676

42
Modernitas dan Lokalitas dalam Novel Mencari Sarang Angin Karya Suparto Brata:
Perspektif Pascakolonial

menyatakan, Tapi alangkah agung tujuan sekaligus mengingatkan akan pentingnya


yang kita kejar! Pembentukan suatu hubungan antara kaum penjajah dan yang
lapisan sosial di Timur Jauh yang berutang terjajah yang bersifat ambivalen dalam
budi pada Belanda karena memberi wacana pascakolonial. Bila wacana
mereka kemakmuran dan budaya tinggi, antikolonial mengacu kepada perlawanan
dan mereka mau mengakui kenyataan kaum terjajah yang menentang situasi
tersebut
1)
politik, ekonomi, dan budaya kolonial
Namun demikian, bagi penjajah maka wacana pascakolonial lebih
perbedaan antara kaum penjajah dan yang memperhatikan sifat-sifat dari alam
dijajah harus tetap dipertahankan. Suatu kolonial dan warisannya di alam
golongan perantara yang menurut pascakolonial yang ditandai oleh
Macaulay masih berada di luar golongan perebutan, ambivalensi dan
penjajah. Bhabha menyatakan warga ketidakmapanan makna.2)
terjajah dididik untuk menjadi almost the Wacana pascakolonial sendiri
same, but not quite, atau dengan ungkapan sering dituduh kabur, tidak sanggup
realis yang tepat, almost the same but not menghasilkan analisis atau kesimpulan
white (89). Manusia bukan Barat dapat yang konkret, bahkan boleh juga
diajar meniru, tetapi bagi penjajah, dianggap mengelabuhi perlawanan yang
peniru itu akan tetap terhambat oleh menjadi kenyataan objektif dalam
sifat-sifat kodrati yang selalu eksploitasi colonial yang masih
membedakan Barat dan bukan Barat. berlangsung. Tetapi sebenarnya, di alam
Perbedaan yang secara sengaja bawah sadar pada perlawanan politik yang
dipertahankan ini berangkat dari bersifat anti-kolonial selalu berseliweran
kekhawatiran bahwa peniruan bisa hubungan budaya yang saling
menjadi ancaman bagi stabilitas bertentangan atau penuh ambivalensi
pemerintah kolonial walaupun, pada saat antara penjajah dan yang dijajah. Suatu
yang bersamaan, juga menunjukkan hubungan budaya yang mulai dapat
betapa rapuhnya wacana sosio-budaya dipahami dengan bantuan beberapa
yang mempertahankan konsep perbedaan konsep kunci wacana pascakolonial.
kodrati tersebut. Mimikri, menurut Salah satu konsep kunci yang dapat
Bhabha, tidak pernah jauh dari dijadikan sebagai suatu strategi
pengejekan, karena kaum terjajah tidak pembacaan teks-teks sastra dan non sastra
pernah mereproduksi secara tepat nilai- yang dilahirkan di alam kolonial adalah
nilai dan institusi-institusi yang mereka mimikri yang digagas oleh Bhabha
ambil dari Barat. Mimikri selalu yang melahirkan banyak ambivalensi.
menghasilkan salinan yang kabur (blurred Dalam prosesnya di negara-negara
copy) dan apa yang ditiru. Wacana ini juga jajahan peniruan tersebut mendapat

1)
Lihat tulisan Foulcher dalam Mimikri Siti Nurbaya: Catatan untuk Faruk dalam Jurnal Kalam 14
)
Pascakolonialisme dan Sastra hal. 15-16
2)
Lihat tulisan Foulcher dalam Mimikri Siti Nurbaya: Catatan untuk Faruk dalam Jurnal Kalam 14
)
Pascakolonialisme dan Sastra hal. 15-16

43
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

anggapan yang bermacam. Sebagian yang bergerak ke masa lalu, ke masa kini,
dengan gegap gempita menerimanya, dan ke masa depan.3)
sebagian yang lainnya menolak mentah- Berkenaan dengan persoalan
mentah, sementara juga terdapat mimikri yang bersifat ambivalensi maka
kelompok yang terombang-ambing antara novel Mencari Sarang Angin (selanjutnya
menerima dan menolak. disebut MSA) karya pengarang asal
Dalam konteks Indonesia gejala Surabaya, Suparto Brata, akan dibahas
peniruan, khususnya dalam menanggapi dalam makalah ini. Pilihan ini berangkat
sikap mendua golongan penjajah, juga dari asumsi bahwa MSA, dengan latar
mendapat tanggapan yang beragam. perkembangan jurnalisme di Kota
Sukarno (1963;5), misalnya, Surabaya, yang disampaikan melalui
menempatkan pilihan akan ketimuran narator Darwan Prawirakusuma, pada
yang tetap berada dalam kerangka yang masa sebelum kemerdekaan sampai
disebutnya sebagai pengetahuan atas dengan masa revolusi pernah dengan
susunan ekonomi dunia dan riwayat. Ki ambiguitas yang bertolak belakang
Hajar Dewantara (1977;131-132) dengan visi anti-kolonial yang amat tegas.
membangun sistem pendidikan nasional Berlainan dengan mitos bahwa
Taman Siswa, dengan diilhami oleh perjuangan melawan penjajah selalu
sistem pendidikan Montessori dan Tagore, bersifat heroik maka novel ini justru
yang merupakan jawaban atas semacam menunjukkan adanya kekaburan makna
krisis dalam pendidikan modern Barat yang merupakan ciri khas wilayah
yang menjadikan manusia hanya sebagai pascakolonial sebagaimana yang
mesin. disampaikan oleh Bhabha di atas.
S u t a n Ta k d i r c e n d e r u n g Persoalan mendasar yang akan dibahas
menempatkan kebudayaan modern adalah pergulatan antara modernitas
sebagai puncak dari perkembangan (yang diasumsikan dibangun oleh nilai-
sejarah peradaban Barat. Dengan kata lain, nilai yang ditawarkan oleh wacana
segala pilihan tersebut sebenarnya berada kolonial Belanda) dengan lokalitas yang
dalam hubungan yang tidak terpisahkan dibawa melalui budaya etnis tradisional
dari persoalan kekinian pascakolonial yang dianggap tidak mampu memenuhi
para subjeknya. Pilihan-pilihan tersebut kebutuhan masyarakat yang sedang
menunjukkan adanya keinginan menjadi berkembang ke arah dunia modern.
bagian dari sejarah dunia yang global serta Dalam persoalannya dengan adat-istiadat
ikut berpartisipasi di dalamnya, meskipun juga ditunjukkan bagaimana lokalitas dua
misalnya pilihan tersebut bisa cenderung wilayah yang berbeda dalam adat dan
menjadi pilihan yang bersifat anti Barat. kebiasaan (Surabaya dibandingkan
Satu tanggapan yang secara jelas dengan keningratan Surakarta), di tangan
menempatkan pilihan dalam situasi pengarangnya, juga saling berebut
pascakolonial ditunjukkan oleh Armijn memperlihatkan superioritasnya.
Pane (1933a). Ia menyebut diri dan Novel MSA menunjukkan
generasinya sebagai masyarakat yang bagaimana modernitas dan lokalitas yang
hidup dalam zaman kebimbangan ada acapkali diletakkan dalam kategori

44
Modernitas dan Lokalitas dalam Novel Mencari Sarang Angin Karya Suparto Brata:
Perspektif Pascakolonial

oposisi biner ternyata masih berbagi irisan, ini bukanlah sebuah wacana yang
bukan pemisahan yang mutlak, berjalin sepenuhnya langsung disadari oleh
berkelindan tak terpisahkan. Sebuah masyarakat terjajah. Ia bisa hadir dalam
wilayah antara yang penuh misteri, the konteks yang sangat simpatik dengan
liminal space between cultures, di mana dukungan tokoh-tokoh yang simpatik
garis batasnya tidak pernah tetap dan tidak pula sehingga semua gagasan, tujuan,
pernah bisa diketahui batas dan ujungnya. maupun cita-citanya justru dapat
dibenarkan dan, bahkan, diteladani, dalam
Modernitas dan lokalitas sebuah narasi. Apa yang nampak sangat
Dalam wacana kolonial penguasa
kolonial bagi pembaca bisa dimaknai
kolonial dengan segala gaya hidup dan
sebagai modernitas di alam ceritanya.
sudut pandangnya selalu ditempatkan
Kategori kolonialis tidak ada di benak
dalam posisi yang lebih superior dan
pengarang dan pembaca yang ditujunya.
mempunyai otoritas tertinggi dalam
Yang ada adalah dunia modern yang harus
menentukan tinggi atau rendahnya
diperjuangkan di atas dunia etnis
martabat kelompok masyarakat yang
tradisional yang penuh dengan kekolotan
dijajahnya. Wacana masyarakat terjajah
dan suasana yang negatif.
sangat terikat pada perkembangan wacana Wacana paling mendasar dalam
yang diproduksi oleh masyarakat dan struktur cerita MSA yang
kebudayaan penguasa. merepresentasikan keunggulan budaya
Dari sudut pandang ini
Barat yang dikontraskan dengan nilai-
berkembanglah gagasan bahwa apabila
nilai adat tradisional dapat mulai dilacak
ingin mendapat pengakuan sebagai
jejaknya dari judul novel ini sendiri,
bagian dan golongan yang mempunyai
Mencari Sarang Angin. Novel ini dimulai
martabat tinggi, masyarakat yang terjajah
dengan cerita tentang kepergian tokoh
perlu mengikuti arus wacana kolonial
utama, Darwan Prawirakusuma, pewaris
Barat yang mengglobal dengan cara
tahta istana yang mewah, Surakarta
melakukan peniruan terhadapnya. Arus
Hadiningrat, menuju Surabaya untuk
wacana Barat ini, antara lain,
mencari penghidupan sendiri lepas dari
terepresentasikan dalam ide-ide tentang
segala fasilitas yang menjadi haknya di
demokrasi, persamaan hak, nasionalisme,
istana tersebut. Sebuah kepergian yang
sosialisme, lembaga perkawinan, dan
diejek oleh saudara-saudaranya sebagai
sebagainya. Dalam hal ini Heather
kepergian mencari sarang angin alias
Sutherland (1983) berpendapat bahwa
kepergian yang konyol karena akan
peniruan gaya hidup orang Eropa yang
menjadi sia-sia sebagaimana tidak
berkembang biak sejak pertengahan
mungkinnya mencari sarang angin dalam
kedua abad XIX merupakan manifestasi
istilah yang harafiah.
dari hasrat masyarakat terjajah untuk Dikisahkan pada awalnya
menyesuaikan diri dengan kehendak kepergian Darwan ini disebabkan karena
zaman, mencapai kemajuan, dan ia tidak tahan lagi dengan tuduhan telah
menempatkan diri sama dengan bangsa jatuh cinta pada salah satu selir ayahnya
penjajah. sendiri, Kundarti, yang kebetulan
Dalam prakteknya, wacana kolonial

45
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

namanya dijadikan tokoh utama cerita mengalah begitu saja.


yang ditulis oleh Darwan, Prahara Ing Novel memperkuat kesan ini
Surakarta dan dimuat di Dagblad Expres, melalui uraian tokoh S. Darsono yang
surat kabar harian bahasa Jawa yang terbit dimuat dalam Dagblad Expres. Tokoh S.
di Surabaya. Panggilan dari Tuan Ayat, Darsono ~ gembong Partij Komunis
direktur surat kabar tersebut, kepada Indonesia yang terpaksa meninggalkan
Darwan untuk menjadi wartawan di surat Indonesia karena tersangkut
kabar ini menjadi alasan kepergian pemberontakan 1926 ~ membahas makna
Darwan ke Surabaya dan sekaligus untuk wani ngalah luhur wekasane yang
membersihkan namanya dari tuduhan terdapat pada dua susun syair tembang
perselingkuhan dengan Kundarti. Beatrix, Mijil. Tembang itu berisi:
teman dekat Darwan yang orang Belanda,
Cilik mula, cilaka wak mami,
menghalangi kepergian ini dengan alasan manggung dadi lakon.
bahwa sesungguhnya: Warna-warna wus nglakoni kabeh,
amung loro sing durung nglakoni.
seseorang tidak harus selalu wani Mukti karo mati, paran marganipun.
ngalah luhur wekasane (berani ngalah (Sejak kecil celakalah nasibku,
bahagia pada akhirnya) seperti yang begini ceritanya
menjadi panutan orang Jawa, panutan Berbagai nasib semua telah kulakukan,
ajaran hidup yang banyak hanya dua yang belum,
didendangkan para abdi, para petani, Mukti dan mati, bagaimana jalannya).
juga para bangsawan, dan dianjurkan
oleh para guru kepada murid- Dedalane, guna lawan sekti,
muridnya. Berbantah, melawan, kudu andhap asor,
bertindak kasar, itu suatu kekuatan Wani ngalah luhur wekasane,
jasmani yang perlu dimiliki seseorang tumungkula yen dipundukani,
dalam mempertahankan atau bapang den simpangi, ana catur
memperebutkan kedudukannya, (hal. mungkur.
82) (Jalan yang manfaat dan sakti,
haruslah sopan santun,
Ini artinya Darwan tidak seharusnya berani mengalah bahagia pada
akhirnya,
meninggalkan Surakarta karena tuduhan menunduklah jika dimarahi,
itu. Dia harus bertahan untuk kekerasan disingkiri, ngerumpi
membuktikan bahwa ia tidak bersalah, dihindari).
tetapi justru sebaliknya Darwan tidak
Menurut uraian S. Darsono di
melakukannya. Ia memilih pergi karena
Dagblad Expres, dua susun tembang Mijil
tidak ingin berbantahan. Dalam narasi ini
itu merupakan ajaran yang defaitist,
secara sangat sugestif ditunjukkan betapa
inferieur, ngapesake awak, njalari kadang
nilai-nilai filsafat tradisional berupa pesan
Jawa ngrasa sengsara terus, apes terus,
wani ngalah luhur wekasane yang menjadi
ora nduweni rasa percaya dhiri,
panutan bagi hampir semua kalangan di
melumpuhkan, rendah diri, mencelakakan
Jawa mulai dipertanyakan, diinterogasi
diri, membuat orang Jawa merasa
dan dipertentangkan dengan rasionalitas
sengsara terus, sial terus, tidak punya rasa
ala Barat (Belanda) tentang nilai-nilai
percaya diri. Dikisahkan bahwa Darwan
bagaimana seseorang seharusnya
telah mendengar dan hafal tembang itu
mempertahankan haknya dan tidak

46
Modernitas dan Lokalitas dalam Novel Mencari Sarang Angin Karya Suparto Brata:
Perspektif Pascakolonial

sejak dari kecil karena selalu ayahnya, Kanjeng Rama, ketika meminta
diperdengarkan dan diajarkan di sekolah- ijin untuk pergi ke Surabaya, Sang Ayah
sekolah sebagai ajaran hidup yang baik. menganggap bahwa kepergian ini adalah
Begitu populernya hingga Beatrix yang bukti betapa pendidikan Belanda yang
belajar bahasa dan budaya Jawa tidak diperoleh Darwan telah membentuk
melalui sekolah pun mengerti makna dirinya menjadi pribadi yang mandiri.
ajaran itu sampai bait-baitnya. Kalau Sebaliknya, tradisi lama seharusnya
Darwan baru mempelajari makna ditinggalkan apabila dianggap
kelemahan ajaran itu setelah membaca menghambat kemajuan diri seseorang.
ulasan S. Darsono, Beatrix sudah lebih
Di Eropa, anak juga harus keluar dari
dahulu tahu pengaruh ajaran itu terhadap
rumah orangtuanya dan mencari
orang Jawa. Oleh noni Belanda itu kehidupan sendiri kalau sudah
Darwan dituduh menjadi penganut ajaran berumur 21 tahun. Kamu berbuat
itu dalam kasus dituduh cinta sama begitu mungkin pengaruh
pendidikanmu selama di Batavia. Aku
Kundarti. Tidak bertindak keras bangga, restu Kanjeng Rama.
membantah, tetapi tumungkul (halaman 174).
(menundukkan kepala) dan melarikan diri
Baiklah, Darwan. Kamu memang
minggat ke Surabaya . (hal. 84). berpendidikan Belanda sejak semula,
Kepergian Darwan sesungguhnya beta bisa merasakan bagaimana
menunjukkan bagaimana tokoh ini tidak perasaan dan pikiranmu. Pergilah
sepenuhnya bisa keluar dari nilai-nilai seperti burung bersayap. Ilmu dan
pendidikan adalah sayapmu. Jangan
tradisi meski pada kutub yang lain p a n d a n g k e a g u n g a n
Darwan amat memuja nilai-nilai modern kebangsawananmu, jangan
yang didapatnya dari pendidikan kolonial mengandalkan warisan kekayaanmu
sebagai putraku, bahkan jangan kau
yang diterimanya. Nilai-nilai yang ingat adat-istiadat kakek moyangmu
terepresentasikan dalam pandangan- kalau hal ini menghambat kemajuan
pandangannya misalnya, tentang lembaga hidupmu dan tidak sesuai dengan
zaman. Budaya manusia terus
perkawinan. Hal tersebut juga mengalami perbaikan, menyesuaikan
mengisyaratkan betapa teks ingin diri dengan keadaan alam setempat,
menunjukkan bahwa nilai-nilai tradisi alat-alat, dan sarana baru terus
ditemukan, maka hiduplah kamu
yang terepresentasikan dalam wani
dengan sarana budaya dan teknik
ngalah luhur wekasane tidak mampu lagi modern. Tak usah mengenang, kecewa
menjawab tuntutan zaman yang terus dan menangisi yang agung pada zaman
bergerak ke depan. Sebagai gantinya, lampau. (halaman 174).
nilai-nilai modern harus diserap karena Dalam konteks ini pendidikan Barat
lebih sesuai dengan perkembangan. (Belanda) menjadi kata kunci yang amat
Di sisi yang lain, pada saat yang
penting dalam melihat proses
berbarengan dan dengan cara pembacaan
transformasi seorang subjek
yang berbeda, kepergian Darwan ini
pascakolonial. Pendidikan menjadi
sebenarnya bisa dimaknai sebagai
sebuah kendaraan bagi terciptanya sebuah
kemenangan modernitas melawan nilai-
golongan yang lebih 'beradab' dari sudut
nilai tradisi. Dalam percakapan dengan
pandang kolonial, sebuah golongan kelas

47
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol.3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

perantara yang menghubungkan


golongan kolonial dengan masyarakat Dipilihnya pakaian cara Eropa. Hem
dan pantaloon. Bukan kain, destar, dan
yang dijajahnya. Pendidikan yang mereka baju surjan yang biasa dipakai di
p e r o l e h , t e r m a s u k di d a l a m ny a kalangan istana Surakarta
penyerapan budaya tiruan ~ mimikri, Hadiningrat. Pakai sepatu, dan bukan
selop. Karena, Darwan sadar ia pergi
memberikan mereka kesempatan untuk ke Surabaya ~ daerah gopermen ~
menjadi manusia baru yang 'lebih bukan mengembara mencari
beradab' dari manusia tradisional. Budaya kehidupan di Kerajaan Surakarta
Hadiningrat. (halaman 29).
tiruan ini, antara lain, tercermin dalam
gaya hidup serta pandangan-pandangan Di sekolah Belanda, ia tidak boleh kaki
mereka tentang berbagai hal dalam telanjang dan tidak boleh mengenakan
kain. Masuk di halaman sekolah, ia
kehidupan. Dalam kehidupan sang tokoh
tidak boleh bicara bahasa Jawa, harus
utama, mimikri ini bisa dilihat jejaknya Belanda. Dan, memang tidak ada
dalam cara Darwan menata penampilan temannya yang orang Jawa, ~ semua
fisiknya yang berbeda dengan masyarakat Belanda ~ hingga mengenakan sepatu
serta berpakaian cara sinyo terus
jajahan secara umum, pandangan- menjadi kebi asaannya sampai
pandangannya tentang lembaga sekarang. Keluar dari rumah
perkawinan, sikapnya yang tidak terlalu bepergian ke tempat umum, tidak enak
rasanya apabila tidak berpakaian
heroik dalam menghadapi kaum penjajah lengkap. (halaman 87).
karena baginya Belanda bukanlah musuh
melainkan sumber inspirasi yang Beda Darwan dengan para jejaka
bangsawan lainnya mungkin karena
membebaskan. Unsur-unsur kebudayaan pendidikan Darwan dari sejak semula
asing menjadi ternaturalisasi, menjadi adalah sekolah Belanda. Dan saat
bagian wajar dari kehidupan sekolah lanjutan atau pada
pertumbuhan remajanya, ia hidup di
bermasyarakat di tanah jajahan yang tidak
luar Surakarta. Selama di HBS,
perlu lagi dipertanyakan asal-usul atau Darwan masuk internaat di Kwitang,
fungsi sosialnya. Batavia. Dari itu, Darwan yakin bisa
membuat segalanya berbeda dengan
saudara-saudaranya yang tinggal dan
. Darwan menganggap bahwa menetap di Prawirakusuman.
sekolahnya yang bercampur dengan (halaman 75-76).
anak-anak Belanda ~ tidak seperti
anak bangsawan Surakarta biasanya ~ Pandangan Darwan tentang makna
dari Europese Lagere School di lembaga perkawinan amat kentara juga
Surakarta sampai HBS di Batavia,
merupakan modal hidup yang tak dipengaruhi oleh pandangan kolonial
terhingga nilainya. Itu melebihi yang berkelindan dengan ide tentang
warisan harta benda dan darah biru modernitas yang dianggap lebih baik
kebangsawanannya. Darwan
daripada nilai tradisi. Pengarang
memutuskan untuk mengenyahkan
serba kebendaan serta martabat memberikan ilustrasi bagai mana
keturunan yang ada pada Kanjeng pandangan Barat demikian baiknya dalam
Rama dan menggunakan segala yang memaknai lembaga perkawinan
telah diperoleh selama di sekolah
untuk meniti jenjang kehidupannya. dibandingkan dengan kebobrokan
(halaman 27). kehidupan seksualitas di istana raja-raja

48
Modernitas dan Lokalitas dalam Novel Mencari Sarang Angin Karya Suparto Brata:
Perspektif Pascakolonial

Jawa. Nilai-nilai lama itu harus serba Belanda. Kebiasaan bergaul


ditinggalkan karena tidak sesuai dengan bebas, terbuka, lebih-lebih
keakrabannya dengan Beatrix,
nilai-nilai perikemanusiaan manusia mengendalikan jiwa Darwan untuk
modern. S ecara s impatik naras i tidak liar, ngawur, berselera lain,
mengantarkan pembaca untuk berpihak berkemauan lain, dan bercita-cita lain
dari kebanyakan bangsawan Jawa.
pada pandangan baru ini. K e be b as a n B e at ri x Vol l e nt i j n
terhadapnya membuka pikiran
Seperti bangsawan lain yang setingkat Darwan untuk lebih mengenal lawan
dengannya, tidak ada salahnya seumur jenis dengan baik-baik, tidak keburu
dia mengambil selir perempuan cantik nafsu. (halaman 245).
atau yang pintar menggoda, berapa
orang pun jumlahnya. Nafsu keturunan Dalam tataran yang barangkali agak
ada, dan budaya serta adat istiadat,
memperkenankan. Hanya karena ekstrim keinginan menyerap budaya
pendidikanlah maka ketika berkumpul Belanda bahkan sampai pada tataran ingin
kembali bersama kerabatnya di sama sekali melupakan dan meninggalkan
Surakarta, Darwan justru terkekang
nafsu birahinya. (halaman 77). hal kodrati sebagai manusia Jawa. Hal
tersebut bisa terlihat pada keputusan
Dalam tekadnya mencari kehidupan di keluarga Darisman yang memutuskan
luar Surakarta, usaha merombak
budaya selir itu termasuk. Lembaga untuk berpindah ke Negeri Belanda
perkawinan itu harus dan bersih. Ini menyusul anak-cucunya yang
mungkin hasil persepsi Darwan sebelumnya telah bermukim di sana.
berkumpul dengan orang-orang
Belanda Katolik di Internaat. Tapi
Dalam konteks ini teks MSA juga tidak
terutama Beatrix! Perkawinan bukan menunjukkan sikap anti kolonialnya,
dinilai dari kaya-miskin, bangsawan- bahkan cenderung bersuara positif
awam, pilihan orangtua, atau terpaksa
terhadap keputusan ini yang ditunjukkan
bertanggung jawab. Perkawinan harus
karena menurutkan kata hati nurani, melalui Darwan yang bersikap biasa-
suka sama suka, saling setia dalam biasa saja alias memandangnya secara
sakit dan ceria. Tidak usah memilih wajar bahkan cenderung memberikan
karena pertimbangan bobot-bibit-
bebet, tapi berdasarkan keterpikatan apresiasi.
hatinya. (halaman 77).
Mereka memang pasangan Jawa
Gundik atau selir adalah suatu budaya terakhir pada keluarganya, berniat
yang Darwan ingin hapuskan justru benar mengikuti anak-anak
karena pelajaran yang diterima oleh keturunannya, terpaksa menyuruk
Darwan selama bergaul dengan hilang-hilang, memakan habis-habis,
masyarakat Katolik Belanda di dan menghapuskan sisa-sisa Jawa-nya
Batavia. Juga, pengaruh Kanjeng sedapat mungkin. (halaman 283).
Rama sepulang dari Nederland, yaitu
menghapus pers el iran dengan Kadang-kadang Darwan berpendapat
menikahi para selirnya secara resmi, bahwa keberuntungan keluarga
menurut agama. Tidak ada selir untuk Darisman itu berawal dari
dirinya. Yang ada perkawinan sejati. kesombongan dan keinginan yang
Darwan mengharap suatu perkawinan tertanam jadi kayakinan. Setelah yakin
adalah hal yang sakral! Suci! benar akan cita-cita mereka maka
mereka meraih keinginannya tanpa
Darwan tidak berpekerti seperti kakak- ragu-ragu lagi. Segala pikiran dan
kakaknya karena pendidikannya yang tingkah laku tertuju ke sana, yaitu

49
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

hidup menjadi orang Belanda. Tuan ini), l, Cak! Caaak!


dan Nyonya Darisman selalu bicara Kon takgibeng sampek bathukmu
Belanda kepada Darwan. Tidak terasa mubeng, men-men maneh yk pokal-
sayang sedikit pun meninggalkan pokal ga sabune Darwan! Ngreti kon,
bahasa Jawa. Memanggil Darwan ngono iku nggarahi awakmu matk
lebih sering Darwantje atau Wantje dadi mbambungan! Mbok-nancuuuk!
daripada Nakmas. Maka akhirnya (Kamu kutampar sehingga dahimu
tercapailah mereka menjadi orang berputar, kapan-kapan lagi kamu akal-
Belanda. (halaman 379-380), akal pakai sabun Darwan! Mengerti
kamu, begitu itu membuat dirimu mati
Sebaliknya, berbagai pandangan j adi ge l anda nga n! Jaha nam ! )
(halaman 133).
yang bersuara positif terhadap budaya
tiruan ini amat kontras dibandingkan Jamput! Perempuan kok goblok gak
dengan paparan suasana tradisi lokal mari-mari! (halaman 66).
Surabaya yang identik dengan kekasaran,
Ark kok goblok setengah matk!
main judi, minum-minuman keras, hidup (halaman67).
yang tanpa cita-cita. Dalam MSA lokalitas
yang 'kurang beradab' ini . kamu, jancuuuk! (halaman 69).
terepresentasikan pada tokoh antagonis Sungguh hidup ini ringan saja bagi
Rokhim. Kebiasaan-kebiasaan Rokhim Rokhim. Tidak ada cita-cita, tidak ada
seperti judi dengan cara pertandingan beban tanggung jawab, dan tidak ada
ujung-pangkalnya. Yang dianutnya
burung dara, minum-minum, sikap kasar ilmu unggas, besok pagi ada hari,
(juga dilakukan oleh banyak laki-laki di besok pagi mencotok makanan. Tidak
kampungnya), merendahkan perempuan perlu makanan itu ditabung-tabung
untuk masa depan. Ingin punya uang
dan oportunis. Gambaran ini
banyak, ingin berpenghasilan besar, ia
mempengaruhi pembaca untuk memaknai pun berhemat, menabung. Ingin cepat
budaya lokal ini dengan cara yang sama uangnya banyak, ya taruhan. Menang
dengan naratornya yaitu betapa 'kurang taruhan merupakan jalan pintas cepat
memperbanyak lagi uang tabungannya.
beradabnya' budaya lokal Surabaya Main andhokan menjadi mata rantai
tersebut. Berikut ini ditunjukkan siklus kehidupan bahagianya sehari-
bagaimana teks merepresentasikan hari. Kalah atau menang, taruhan
andhokan merpati itu tidak bisa lepas
Rokhim yang amat kasar bersikap kepada dari kehidupannya dan merupakan
adiknya, Rokhayah: seni kenikmatan hidup. Itulah seni
hidup yang dijalani oleh Rokhim.
C elakanya, peristiwa Rokhayah Dilakoni sebagaimana teman-teman
memakai sabun milik Darwan itu oleh or an g k am p un g l ai n ny a j u g a
Ning Rokh diberitakan kepada melakukannya. Berputar terus
suaminya dan Rokhim. Kedua laki-laki sambung-menyambung tanpa ujung
keluarga itu langsung marah-marah pangkal, tanpa berhenti, tanpa hari
kepada Rokhayah. Rokhim bukan saja prei andhokan. (halaman 115).
melontarkan kata-kata kotor, juga
tangannya ikut menjambak rambut Dalam sekilas Darwan cepat ambil
Rokhayah. Kepalanya didorong- kesimpulan bahwa Rokhim bukan
dorong! Rokhayah tidak malu-malu orang yang sepaham atau cocok untuk
berteriak sesambat kesakitan. Tetapi, dijadikan sahabat. Banyak
tidak menangis. perangainya tidak sesuai dengan kata
Kapok! Kapok, Cak! hati Darwan. Tingkahnya kasar,
Aduhaduhaduuuh! Lara iki (sakit mulutnya kotor, suka melontarkan

50
Modernitas dan Lokalitas dalam Novel Mencari Sarang Angin Karya Suparto Brata:
Perspektif Pascakolonial

sumpah serapah, serakah, gemar tengah sementara Surabaya adalah


menyiksa makhluk lain. Mau berbuat pinggiran tak berbudaya yang harus
jasa dengan pamrih mendapat imbalan,
memuji diri sendiri dan mencela orang tunduk pada kekuasaan tersebut. Dalam
lain. (halaman 82). hubungannya denga n R okha ya h,
misalnya, pangarang memilih kata-kata
Peniruan tidak berati menjiplak yang sangat sugestif menyuarakan hal
segala sesuatu yang terdapat dalam tersebut. Kata-kata seperti mengajarkan,
budaya kolonial. Darwan bukanlah membimbing, membina, sopan, patuh,
gambaran manusia terasing yang bangsa Jawa yang luhur, dan sebagainya
kehilangan bumi perpijak di tanah menjadi pilihan kata-kata yang sangat
leluhurnya sendiri. Darwan menyerap patriarkhis, menempatkan Rokhayah
budaya kolonial bilamana perlu untuk (dengan budaya Surabayanya) sebagai
memenuhi kemanusiaannya. Tetapi, di bagian dari kelompok sosial yang tidak
lain pihak, ia tetap digambarkan sebagai berdaya yang harus dibela dan bahkan
manusia Jawa, walaupun kategori ini dididik. Dengan kata lain hal tersebut
sendiri juga cukup rumit untuk dijelaskan. sebenarnya juga mengisyaratkan adanya
MSA memberikan kesempatan kepada reproduksi yang terus menerus dari
pembacanya untuk melihat, barangkali gagasan mengenai arogansi d an
juga membandingkan kekontrasan, superioritas. Suatu reproduksi yang pada
kebudayaan Surakarta dan Surabaya. mulanya diintrodusir oleh golongan
Dalam hubungan dengan Rokhayah,
penjajah dalam melihat atau menakar
adik Rokhim yang kemudian menjadi istri
keberadaan masyarakat yang dijajahnya
Darwan, digambarkan bagaimana
namun kemudian juga diteruskan oleh
Darwan amat menyukai kepolosan dan
golongan perantara dalam memaknai
keterbukaan Rokhayah yang secara amat
kelompok sosial ini.
spontan bisa membuat dan berdendang Kepatuhan yang diperlihatkan oleh
parikan, semacam gurindam, untuk Rokhayah dan keluarganya, kecuali
mengungkapkan perasaannya. Darwan Rokhim, juga menunjukkan bagaimana
kemudian mengetahui bahwa perempuan kelas perantara ini, yang sebagian besar
Surabaya mudah sekali berdendang secara tradisional berasal dari strata
melontarkan parikan begitu, baik masyarakat yang tinggi seperti keluarga
dinyanyikan maupun gancaran (tidak bangsawan, juga mendapatkan
dilagukan). Rokhim mengatakan bahwa pengistimewaan dari kelompok
parikan seperti itu sangat lumrah masyarakat biasa.
didendangkan di pentas ludruk. Dari
situlah mungkin perempuan-perempuan Bukan. Kampung bukan sarang
ini belajar. (halaman 136). kejahatan, bukan sarang kebodohan.
Di sisi yang lain, lokalitas Surabaya Kalaupun benar begitu, setidaknya
Darwan tidak akan ketularan. Ia
itu ternyata juga mendapat makna yang berhasrat menulari perbuatannya
beragam, terutama bila diposisikan secara yang baik. Darwan mau menuntun
berhadapan dengan tradisi Istana mereka ke dunia yang bersih, yang
sehat..(halaman 74).
Surakarta. Terdapat kecenderungan yang
menempatkan Surakarta dalam posisi di . senyampang bergaul berdekatan ia

51
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

hendak mengajarkan Rokhayah pers Jawa melihat hal tersebut sebagai


menjadi perempuan yang sederajat kesempatan baik untuk mengembangkan
dengan tingkat pergaulan Darwan.
Sebaiknya dil at ih berbahas a pers berbahasa Jawa yang mulai
keraton. Saran Nyonya Darisman ini dirintisnya sejak menjadi wartawan di
hendak dilaksanakan. (halaman 314). Dagblad Expres sekaligus berkontribusi
Pelaksanaan niat Darwan dalam memberitakan berbagai peristiwa
membimbing dan membina Rokhayah penting di seputar perang kemerdekaan
ke tempat yang setingkat dengan dunia khususnya di Surabaya kepada khalayak
Darwan agaknya berjalan lancar. Tiap
hari Rokhayah mengantar baju
ramai. Bagian ini amat menarik bagi
setrikaan, bertemu dengan Darwan, pembaca yang ingin mengetahui saat-saat
bergaul, dan di situlah Darwan bersejarah sekitar perang 10 November
m engaj ar i Rokh ayah ber bu at ,
1945 di Surabaya.
bertingkah, berbicara yang sopan dan
benar menurut perasaan Darwan. Dan, Tokoh-tokoh dengan peranannya,
Rokhayah dengan tekun dan patuh peristiwa, dan tempat-tempat penting
melaksanakan ajaran Darwan. yang tertulis maupun tidak dalam 'sejarah
(halaman 315-316).
formal' dihidupkan dan diberi nyawa lagi
. keberanian, kebiasaan, dan secara amat deskribtif. Tetapi bila
kebudayaan Rokhayah kian melaju dibandingkan dengan pilihan Rokhim
mendekati keinginan Darwan. Juga, yang memilih untuk berdiri di garis keras
berbahasa keraton, secara aktif
diajarkan oleh Darwan. Bahasa Jawa berupa perjuangan mengangkat senjata,
Surabayanya berangsur-angsur samar maka pilihan Darwan untuk tetap memilih
tiap kali masuk ke rumah Ketandan, menjadi wartawan bisa dibaca sebagai
berganti bahasa yang dikehendaki oleh
Darwan. (halaman 316). bentuk perjuangan yang kurang heroik. Di
sisi yang lain, pilihan Darwan juga bisa
Setelah menikah dengan Rokhayah: dibaca sebagai pilihan yang amat strategis.
Mas. Panggillah aku 'kangmas'. Aku
panggil kau 'diajeng'. Kita harus Perjuangan kemerdekaan tidak hanya
meningkatkan derajat keluarga kita, membutuhkan senjata tetapi juga berita.
dimulai dari berbahasa. Bahasa Pilihan ini menunjukkan bagaimana
menunjukkan bangsa. Bahasamu
sudah bagus, bukan Surabayan lagi.
modernitas yang diwariskan dari alam
Kamu harus menyesuaikan diri kolonial yang ditandai dengan keberadaan
mengimbangi kualitasku, kualitas dunia pers modern juga bisa menjadi
bangsa Jawa yang luhur. (halaman senjata dalam usaha melawan penjajah.
584).
Simpulan.
Pada bagian akhir cerita berupa bab
Berbeda dengan wacana anti-
dengan judul 'Revolusi' ambivalensi dan
kolonial yang secara amat tegas
mimikri mendapatkan unsur cerita dengan
menunjukkan garis pemisah antara kaum
bobot politik anti-kolonial yang lebih
penj aj ah dengan gol ongan yang
tegas. Dipengaruhi oleh semangat zaman
dijajahnya, wacana pascakolonial
yaitu perang kemerdekaan yang
mengarahkan perhatiannya kepada
memanggil setiap anak negeri untuk
interaksi yang penuh kontradiksi di antara
sama-sama berjuang, maka Darwan yang
keduanya. Wacana pascakolonial tidak
telah bertahun-tahun bergelut dalam dunia
meniadakan perjuangan anti-kolonial

52
Modernitas dan Lokalitas dalam Novel Mencari Sarang Angin Karya Suparto Brata:
Perspektif Pascakolonial

sebagaimana dicatat oleh sejarah, tetapi ia Faruk, 1999, Mimikri Dalam Sastra
m e r a g uk a n k e m u n gk i n a n b a hw a Indonesia , Jurnal Kalam 14.
hubungan budaya yang tumbuh di alam Pascakolonialisme dan Sastra.
kolonial dapat dihapuskan dari proses
sejarah. Penjajah maupun yang dijajah Foulcher, Keith, 1999. Mimikri Siti
tidak pernah luput dari hubungan yang Nurbaya: Catatan untuk Faruk,
penuh dengan ambivalensi. Modernitas J u r n a l K a l a m 1 4 ;
yang merupakan nilai-nilai yang dibawa Pascakolonialisme dan Sastra.
oleh wacana kolonial dan lokalitas yang Sutherland, Heather, 1983, Terbentuknya
diusung lewat nilai-nilai tradisional saling Sebu ah Elite Birokras i,
berkompetisi, bertanding memperebutkan diterjemahkan oleh Sunarto,
makna. Dalam konteks novel MSA jati Jakarta; Penerbit Sinar Harapan.
diri sang tokoh utama adalah jati diri
seorang manusia modern yang bukan
Jawa dan bukan Barat kolonial (Belanda)
tetapi perpaduan antara keduanya.
Sesungguhnya proses ini bukanlah
sebuah proses yang mudah dilakukan.
Subjek pascakolonial sering berada dalam
kondisi antara, kondisi yang tidak bisa
sepenuhnya meninggalkan nilai-nilai
lama tapi juga tak bisa bersegera
menerima wacana baru yang bernama
modernitas. Ambivalensi identitas
menjadi sebuah keniscayaan yang tidak
terelakkan. Darwan adalah manusia
pascakolonial.

DAFTAR PUSTAKA

Ashcroft, Bill, Gareth Griffiths and Helen


Tiffen. Key Concepts in Post
Colonial studies. London and New
York: Routledge.

Bhabha, Homi K. 1994. The Location of


Culture, London and New York:
Routledge.
Brata, Suparto, 2005, Mencari Sarang
Angin, Jakarta: Grasindo

53
INTERTEKSTUALITAS DALAM CINTA MERAH JAMBU
KARYA BONARI NABONENAR
*)
S. Itafarida

Abstract
Cinta Merah Jambu is a collection of short stories written by Bonari Nabonenar which was
published by JPBooks on February 2005. It consists of 13 short stories. As reflected on the
title, love becomes the main theme of the stories, especially love in marriage life, flavoured
with affairs. Some of the stories recycle legend such as Joko Tarub and Ramayana to create
new transformation texts. Therefore, theory of intertextuality is employed to understand the
meaning of those literary texts. Furthermore, social issues will also be discussed to
enhance appreciation of the texts as a whole.

Key terms: intertextuality, social issues

Pendahuluan masalah tenaga kerja wanita,


Cinta Merah Jambu adalah judul pengangguran, masalah kehidupan
buku kumpulan cerpen karya Bonari keluarga masyarakat modern, dan lain-
Nabonenar. Buku terbitan JPBooks, lain, diungkapkan dengan bahasa yang
Pebruari 2005, itu berisi 13 cerpen dengan kocak dan menggelitik.
kata pengantar dari cerpenis senior Selain itu, yang paling menarik
Surabaya, Shoim Anwar. Seperti perhatian penulis adalah ide Bonari untuk
tercermin pada judul bukunya, Bonari memanfaatkan teks-teks lama seperti
banyak bercerita tentang cinta, utamanya Joko Tarub, Ramayana dan teks-teks dari
tentang cinta dalam kehidupan rumah dunia pewayangan yang lain sebagai
tangga yang banyak dibumbui dengan landasan penciptaan karya-karyanya,
aroma perselingkuhan. Meskipun sehingga cerpen-cerpen tersebut akan
berkis ah seputar cinta, menurut lebih dipahami maknanya apabila
penulisnya, karyanya bukanlah karya pembaca merujuk pada teks-teks yang
cengeng dan murahan karena setiap m e n j a d i a c u a n n ya . . Tu l i s a n i n i
cerpen yang ditulisnya selalu dimaksudkan untuk mengungkapkan
dipertanggungjawab-kan pada publik atau hubungan intertekstualitas dalam
pembacanya. Artinya, semua karyanya beberapa cerpen dalam buku Cinta Merah
tersebut bukanlah karya yang Jambu dengan melihat keterkaitan antara
sembarangan karena merupakan hasil dari hipogram dengan teks transformasinya.
kerja keras (Astro, 2008) Selain itu penulis juga akan memberikan
Isu-isu sosial yang diangkat dalam apresiasi pada keseluruhan cerpen yang
cerpen-cerpen Bonari tersebut, seperti terkumpul dalam buku Cinta Merah

*)
Departemen Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, 031-5035676

54
Intertekstualitas dalam Cinta Merah Jambu Karya Bonari Nabonenar

Jambu tersebut dengan memaparkan isu- suatu karya dia hanya menuangkan ide
isu sosial yang muncul dalam cerpen- yang bermunculan di kepalanya ke dalam
cerpen tersebut. tulisan dengan menggunakan bahasa,
yang tersusun dalam kalimat, alinea, bab,
Sekilas tentang Interteks dan seterusnya hingga tercipta totalitas
Interteks diartikan sebagai
karya. Keseluruhan material, yaitu isi
jaringan hubungan antara satu teks dengan
yang terkandung di dalamnya, bahkan
teks yang lain. Riffaterre, dalam bukunya
bahasa itu sendiri, seolah-olah tidak
Semiotics of Poetry, mengatakan bahwa
pernah dipermasalahkan, melalui siapa
sajak baru bermakna penuh dalam
dan dimana dia memperolehnya. Semesta
hubungannya dengan sajak lain.
kutipan tak terhitung jumlahnya,
Hubungan ini dapat berupa persamaan
kebudayaan sangat beragam, sehingga
maupun pertentangan.
Pemahaman secara intertekstual tidak memungkinkan untuk diidentifikasi
bertujuan untuk menggali makna-makna satu persatu pemiliknya.
Dalam kerangka intertekstualitas,
yang terkandung dalam sebuah teks secara
pengarang hanyalah menterjemahkan,
maksimal (11-12). Pemahaman makna ini
mengutip, meniru, mencampuradukkan,
dilakukan dengan cara menemukan
ataupun memadukan semesta kutipan
hubungan-hubungan bermakna diantara
yang telah tersedia untuk menciptakan
dua teks atau lebih. Teks-teks yang
suatu karya. Seperti yang diungkapkan
dikerangkakan dalam interteks tidak
oleh Worton dan Still bahwa the theory of
terbatas pada teks-teks yang memiliki
intertextuality insists that a text...cannot
kesamaan genre, misalnya novel dengan
exist as a hermetic or self-sufficient whole,
novel atau puisi dengan puisi, tapi jauh
and so does function as a closed system.
lebih luas dari itu.
Pembaca dapat secara leluasa Hal ini disebabkan oleh dua hal, pertama
menghubungkan karya yang dibacanya the writer is a reader of textsbefore
dengan teks-teks lain yang diasumsikan s/he is a creator of texts, and therefore the
melatarbelakangi teks yang sedang work of art is inevitably shot through with
dibacanya tersebut. Dengan demikian, references, quotations and influences of
dalam setiap aktivitas pembacaan every kind. Kedua, a text is available
dimungkinkan terjadinya perbedaan only through some process of reading;
makna sebagai akibat dari beragamnya what is produced at the moment of reading
jalinan atau tenunan yang dihasilkan oleh is due to the cross-fertilisation of the
para pembaca tersebut. Seperti yang package textual materialby all the texts
dikatakan oleh Barthes dalam bukunya which the reader brings to it (1-2).
Image, Music, Text, bahwa pluralisme Dengan demikian, keberhasilan suatu
makna dalam interteks bukan merupakan karya tergantung dari keberhasilan
akibat ambiguitas, melainkan sebagai pengarang meramu semesta teks-teks
hakikat tenunannya (Ratna 173). yang telah tersedia tersebut.
Pada dasarnya karya sastra adalah
Intertekstualitas dalam Kumpulan
merupakan ketaksadaran, maksudnya,
Cerpen Cinta Merah Jambu
ketika seorang pengarang menciptakan Cinta Merah Jambu membuktikan

55
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

kemampuan Bonari Nabonenar mengolah, teks-teks tersebut secara berbeda-beda


teks-teks lama yang merupakan kekayaan dengan hamparan teks yang telah ditulis
khasanah kebudayaan Indonesia yang sebelumnya. Yang dimaksud teks disini
nyaris punah tergusur oleh derasnya arus bukanlah sekedar bentuk fisik yang
budaya kontemporer. Teks-teks lama yang seringkali berupa buku dengan kata-kata
barangkali sudah dilupakan atau bahkan yang tercetak didalamnya ataupun
tidak dikenal sama sekali oleh pembaca, manuskrip dengan tulisan tangan,
dihidupkan kembali di tengah-tengah melainkan jauh lebih luas dari itu.
kondisi kontemporer pembaca sehingga Menurut Budianta (2002:42-43),
memungkinkan teks-teks tersebut pengertian teks dalam ilmu susastra yang
menjadi bermakna. mutakhir mencakup 2 hal, yakni 1)
Dengan gaya kocaknya Bonari telah rekonstruksi isi dan makna teks yang
berhasil menghadirkan kembali cerita- pertama dalam berbagai macam kondisi
cerita lama seperti Joko Tarub, Ramayana pembacaan, 2) berbagai macam ekspresi
dan teks-teks dari dunia pewayangan yang dan fenomena dalam kehidupan manusia
lain dalam kumpulan cerpennya. Bonari yang bisa dibaca sebagai teks, yakni
memanfaatkan cerita-cerita tersebut dengan memperhatikan unsur-unsur
sebagai landasan untuk menciptakan diskursif, naratif, dan rekaan.
cerpen-cerpennya, baik dengan cara Memahami hubungan antarteks
menyetujui maupun menolaknya. Teks- bukanlah merupakan aktivitas yang
teks yang menjadi acuan tersebut, disebut s e d e r h a n a . M e s k i p u n de m i k i a n,
sebagai hipogram. Menurut Riffaterre kompleksitasnya pun sangat tergantung
hipogram adalah struktur prateks yang dari kompetensi masing-masing pembaca.
dianggap sebagai energi puitika Semakin kaya pemahaman seorang
teks(Ratna, 2004:174). Dengan pembaca akan semakin kaya pulalah
memanfaatkan hipogram tersebut hubungan-hubungan yang dihasilkannya,
sebagai petunjuk hubungan antarteks, karena pengalaman pembacaan terdahulu
pembaca akan dapat lebih memahami inilah yang memungkinkan pembaca
makna yang terkandung dalam teks mengadakan asosiasi dengan teks yang
transformasinya. sedang dibacanya.
Menurut teori interteks, Seperti telah disinggung
keberhasilan pembaca memaknai teks sebelumnya bahwa teks terdahulu yang
yang dibacanya sangat tergantung dari diasumsikan melatarbelakangi penciptaan
kemampu an pembaca memahami teks sesudahnya disebut sebagai
jaringan hubungan intertekstual dari hipogram. Dengan demikian, dalam suatu
karya yang dibacanya dengan teks-teks aktivitas pembacaan akan terdapat banyak
lain yang sudah pernah dibacanya, yang hipogram yang berbeda-beda sesuai
diasumsikan melatarbelakangi penciptaan dengan kompleksitas aktivitas pembacaan
karya tersebut. Aktivitas pemahaman yang terdahulu, yang memungkinkan
seperti inilah yang memungkinkan untuk memberikan kekayaan bagi teks
terjadinya teks jamak karena masing- yang sedang dibaca. Jadi, dapatlah
masing pembaca akan mengasosiasikan dikatakan bahwa interteks merupakan

56
Intertekstualitas dalam Cinta Merah Jambu Karya Bonari Nabonenar

usaha pencarian makna yang terus- memorinya tersebut.


menerus. Penelusuran makna tersebut Pembacaan akan menjadi semakin
sepenuhnya dilakukan oleh pembaca, menarik dan semakin kompleks ketika
dengan memanfaatkan teori sebagai alat Bonari secara bersamaan menyuguhkan
untuk memproduksi makna, tanpa ada teks transformasinya, yaitu teks yang
batasan ruang ataupun waktu. diilhami oleh kisah Joko Tarub tersebut.
Menurut Kristeva, setiap teks Dengan demikian aktivitas interteks
merupakan mosaik kutipan yang berasal terjadi dengan cara membaca dua teks
dari semestaan yang anonim. Penulis atau lebih secara berdampingan pada saat
hanya menyusunnya. Kutipan yang yang sama. Bagi pembaca yang telah
dimaksud di sini semata-mata merupakan mengenal kisah Joko Tarub, model
abstraksi, sebagai hasil kemampuan interteks semacam ini dapat
regulasi diri struktur karya dalam menghasilkan suatu proses pembacaan
menunjuk semesta kebudayaan tertentu. yang sangat kompleks karena aktivitas
Interteks dengan demikian merupakan pembacaan semacam ini memungkinkan
jumlah pengetahuan yang memungkinkan terjadinya teks jamak, teks tanpa batas,
teks itu bermakna (Ratna, 2004:178). yang hanya mungkin terjadi apabila teks
Cinta Merah Jambu, kumpulan yang sedang dibaca diasosiasikan dengan
cerpen Bonari yang berisi 13 cerpen ini, teks-teks lain yang pernah dibacanya.
akan sangat menarik apabila dimaknai Hal ini tak mungkin terjadi pada
dengan mengasosiasikan teks-teks pembaca yang belum pernah mengenal
tersebut dengan semesta kutipan yang kisah Joko Tarub sebelumnya, karena
telah ditulis sebelumnya. Seperti telah pengetahuannya tentang hypogram hanya
disebutkan di bagian awal tulisan ini, terbatas pada apa yang diungkapkan oleh
Bonari banyak memanfaatkan teks-teks pengarangnya. Keterbatasan ini tentu saja
lama sebagai acuan untuk menulis cerpen- akan membatasi atau bahkan tidak
cerpennya. memungkinkan pembaca membuat
Bidadariku, misalnya, diawali asosiasi-asosiasi dengan teks-teks lain
dengan menceritakan kembali kisah Joko yang memungkinkan terjadinya teks-teks
Tarub secara utuh. Bagi pembaca yang baru. Tanpa ada teks-teks baru yang
telah mengenal kisah tersebut tentu akan dihasilkan dari proses pembacaan berarti
merasa nyaman membaca lembar demi tidak akan ada pula pluralitas makna yang
lembar halaman buku cerpen itu, karena menjadi hakekat dari intertekstualitas.
adanya dorongan untuk mengingat Ide Bonari memunculkan
kembali detil cerita yang telah ada di hypogram dan teks transformasinya
dalam memorinya tersebut. Pembaca secara bersamaan boleh dikata merupakan
yang kritis tentu akan selalu ide yang cukup orisinil dan cukup
mengasosiasikan apa yang dibacanya bermanfaat untuk menghidupkan kembali
dengan apa yang ada di dalam memorinya. teks yang barangkali sudah tidak dikenal
Dengan demikian akan terjadi hubungan oleh generasi muda. Apalagi ditunjang
dialogis antara teks yang sedang dibaca dengan kemampuannya mengemas cerita
dengan teks lain yang sudah ada dalam Joko Tarub tersebut dalam kondisi

57
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

kontemporer pembaca, dengan joke-joke memanggil para dewa atau dewi, tetapi
segar dan gaya penceritaan yang santai, yang kemudian membuat Anjani
bersaudara berubah ujud jadi kera.
sehingga pembaca tidak perlu (Asu Animalenium)
mengerutkan dahi untuk menikmati
cerpen-cerpennya. Namun demikian, Setiap memandangnya, aku selalu
teringat kepada Shinta, istri Prabu
pembaca harus memutar otak untuk dapat Rama dalam kisah Ramayana yang
memahami dan memaknai jalinan terkenal itu. Padahal dia tidak
hubungan antara kedua teks yang meminta sesuatu, seperti Shinta yang
harus terpisah dari Rama saat dia
disejajarkan tersebut. meminta Kijang Kencana dalam lakon
Dalam menamai dan memberikan Ramayana.(Tata)
karakterisasi tokoh-tokoh cerpennya
Bonari banyak memanfaatkan nama- Isu Sosial dalam Kumpulan Cerpen
nama yang telah dikenal oleh pembaca Cinta Merah Jambu
dari teks-teks yang lain sehingga akan Cerpen bukanlah penuturan
mendorong pembaca untuk kejadian yang pernah terjadi, berdasarkan
mengasosiasikannya dengan teks-teks kenyataan kejadian yang sebenarnya,
tersebut, misalnya: Nawang (Bidadariku), tetapi murni ciptaan yang direka oleh
Sinta, yang biasa dipanggil Tata dan pengarangnya saja. Meskipun cerpen
bersuamikan Romi yang berwatak hanyalah rekaan saja, namun ia ditulis
R a h w a n a ( Ta t a ) . Ta n p a h a r u s berdasarkan kenyataan kehidupan, yang
menghambur-hamburkan kata, pembaca mungkin saja terjadi pada siapa saja.
Membaca cerpen-cerpen Bonari
sudah akan menghubungkan tokoh Romi
pembaca akan diajak menghayati
dengan tokoh Rahwana untuk mencoba
pengalaman seseorang, mengidentifikasi
memahami apa yang tersirat dari
diri dengan tokoh cerita rekaan sehingga
intertekstualitas tersebut. Dengan
dapat ikut mengalami peristiwa-peristiwa
demikian, penceritaan atau narasi dapat
yang dihadapinya, perbuatan-
dilakukan secara hemat dan ekonomis.
Demikian pula dalam penggunaan perbuatannya, pikiran dan perasaannya,
citraan, Bonari banyak memanfaatkan keputusannya, dan sebagainya. Fragmen
citraan dari dunia pewayangan untuk kehidupan yang ditampilkan pun cukup
mengungkapkan pengalamannya. be r a g am , m en u nj u kk a n k e j e l i an
pengarang menangkap sisi kehidupan
Wajah Maya masih berseri-seri, yang menarik dan cukup aktual untuk
seperti wajah Dewi Kunthi ketika usai
dicium Bhatara Surya. Karena
diungkapkan.
dibanjiri rasa sukacita, seperti Dewi Dalam hal ini, perselingkuhan,
Anjani yang sedang terbuai nampaknya dipandang sebagai sisi
kesenangan saat bermain-main kehidupan yang paling menarik, karena
dengan Cupumanik Astagina.
(Perempuan Istri Dewa)
cerpen-cerpen yang menghiasi Cinta
Merah Jambu sedikit banyak
Antini tahu sekarang, bahwa internet mengungkapkan tentang hal tersebut.
ternyata lebih ajaib dan lebih sakti
Perselingkuhan Tina dengan Adi yang
daripada Cupumanik Astagina, yang
konon dapat digunakan untuk pada akhirnya menyebabkan penderitaan
menerawang dunia,dan bahkan untuk yang luar biasa bagi Tina karena merasa

58
Intertekstualitas dalam Cinta Merah Jambu Karya Bonari Nabonenar

telah mengkhianati suaminya, John, yang Robet, yang selalu bergantung pada
telah dua tahun kejantanannya lumpuh mertua untuk menghidupi keluarganya
total karena suatu kecelakaan(Tina). (Anak). Perempuan digambarkan sebagai
Perselingkuhan Tiwuk dengan beberapa sosok yang lebih mandiri, tidak hanya
orang lelaki yang menjadi buah bibir bergantung pada suaminya. Mereka dapat
tetangganya, sementara sang suami, pula diandalkan untuk menopang
Dumadi, mencari nafkah di Malaysia perekonomian keluarga.
(Wewangian Lain). Perselingkuhan Cerpen-cerpen Bonari memang
Antini dengan banyak lelaki, sementara banyak menampilkan perempuan-
suaminya, Dodi, meneruskan kuliah di perempuan yang perkasa, seperti Nawang.
luar negeri (Asu animalenium). Meskipun sedang terluka parah Nawang
Relasi hubungan antara laki-laki tidak terkesan membutuhkan pertolongan.
dan perempuan yang digambarkan dalam Dia begitu tabah. Begitu tegar, sebagai
cerpen-cerpen Bonari, nampaknya telah seorang perempuan.(Bidadariku). Indri
banyak mengalami pergeseran. Dalam diceritakan sebagai perempuan perokok,
menjalin hubungan dengan lawan pernah menjadi pecandu narkoba, berotot,
jenisnya perempuan nampak sudah lebih dan memiliki sabuk hitam. Dia siap
ekspresif dan bahkan agresif. Maksudnya, bertarung dengan siapa saja yang berani
mereka sudah lebih berani mengganggunya (Ada Puisi di Mata Indri)
mengungkapkan apa yang dipikirkannya Beberapa perempuan digambarkan
da n me l akuka n ap a ya ng i ngi n sebagai pencari nafkah, sementara para
dilakukannya. Nawang benar-benar lelakinya malah di rumah, bekerja
marah setelah berkali-kali gagal menegur seadanya seperti Kang Japar (Yu Jilah),
suaminya, Lanang, untuk menunjukkan atau malah bermalas-malasan seperti
tanggungjawabnya sebagai kepala Lanang (Bidadariku), atau lebih parah lagi
keluarga, sehingga akhirnya dia memilih si Robet. Sementara dia sendiri tak
pergi meninggalkan suami dan anaknya mampu mencari nafkah, dia juga enggan
(Bidadariku). ditinggal istrinya bekerja ke luar negeri
Jilah harus pergi meninggalkan karena dia ngeri membayangkan dia harus
anak-anak dan suaminya untuk bekerja ke merawat anaknya yang masih bayi (Anak).
luar negeri karena penghasilan suaminya Beberapa tokoh laki-laki memang
tak cukup untuk membiayai sekolah anak- digambarkan sebagai sosok yang egois,
anaknya (Yu Jilah). Breta berulangkali mau menang sendiri, dan tak mau
m enunt ut s uam inya, Ar yo, agar berkompromi. Ketika mereka menjalin
memberinya anak untuk membuktikan hubungan dengan perempuan, ego mereka
bahwa dia seorang perempuan sempurna, nampak begitu dominan. Ketika Yuana
sementara sang suami memilih keluar dari yang sudah merasa demikian malu karena
rumah daripada harus menanamkan benih terus-terusan disubsidi orang tua ngotot
di rahim istrinya, karena tak pernah menuntut perceraian, Robert memilih
merasa siap untuk memiliki anak (Hamili menerima tawaran itu walaupun
Aku, Yo).Yuana memilih bekerja ke luar sebenarnya dia tidak menghendakinya.
negeri dan berpisah dengan suaminya, Sebagai laki-laki dia tidak mau dilecehkan.

59
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

Meskipun tidak berdaya dia tetap ingin (Lanang) apakah dia mencintaiku atau
menunjukkan superioritasnya. tidak. Dia begitu mabuk dan asyik sendiri
setelah berhasil menikahi Nawang,
Rasanya kita memang tak akan
sehingga dia tidak mempedulikan
pernah sepaham, Mas,katanya
tanggungjawabnya sebagai seorang suami
dan kupikir sebaiknya memang kita
berpisah saja.
maupun sebagai seorang ayah. Yang
Lalu...? penting dia sendiri hepi, begitulah
Aku terima tawaran itu. Kau laki- barangkali (Bidadariku).
laki. Bisakah kau bayangkan aku Secara keseluruhan cerpen-cerpen
menangis, merengek-rengek, minta Bonari memang menawarkan anekdot-
ampun, agar dia tidak berpaling anekdot yang segar melalui dialog tokoh-
dariku? (Anak) tokohnya yang kadang nampak konyol,
Kendar yang demikian menggebu- sehingga mau tak mau pembaca akan
nggebu cintanya kepada Lastri, tak pernah selalu tersenyum simpul. Bahasa yang
peduli tak pernah peduli akan perasaan dipergunakannya pun bahasa percakapan
Lastri kepadanya. Baginya, yang penting sehari-hari sehingga pembaca merasa
adalah perasaannya sendiri. Bahkan dia akrab dengan tokoh-tokoh ceritanya. Hal
telahberjanji di dalam hatinya sendiri, ini nampak sekali dari pilihan kata-kata
akan mempertaruhkan segenap jiwa- yang dipergunakannya dan juga ditunjang
raganya untuk melindungi dan dengan pemakaian kosa kata Jawa, seperti
mempertahankan Lastri. sampeyan, mentas, mending, tulupan,
Dia tidak mau tahu, apakah Lastri ngewuhake, gombale mukiyo, tedheng
menghendaki perlindungannya apa tidak. aling-aling, thong-thong blanthong, dan
Baginya perempuan adalah makhluk masih banyak lagi yang lain.
l e m a h y a ng pe r l u m e nd a pa t k a n Bagi pembaca yang tidak paham
perlindungan dari laki-laki. Walaupun bahasa Jawa tentu akan kehilangan makna
kenyataannya Lastri lebih kuat dan lebih sentuhan-sentuhan menggelitik khas
rasional ketimbang dia. Bonari tersebut. Penggunaan kosa kata
Dia pun tidak peduli ketika tangan Jawa tersebut terasa pas sekali dengan
Lastri menamparnya dengan sangat keras konteks kehidupan pedesaan yang banyak
ketika dia main serobot ingin mencium menjadi setting ceritanya. Hal ini
pipinya. Sebagai laki-laki dia merasa sah- kemungkinan tidak akan dapat dirasakan
sah saja melakukan apa yang oleh pembaca yang tidak pernah
diinginkannya, walaupun pihak mengalami bertempat tinggal di daerah
perempuan tidak menghendakinya. Dia pedesaan. Kalaupun kosa kata Jawa
justru merasa bangga karena telah tersebut diberi catatan kaki, manfaatnya
menunjukkan cintanya ke alamat yang tidak akan terlalu besar.
tepat (Cinta Merah Jambu). Lebih dari itu, Bonari juga
Lanang juga bersikap tak jauh menciptakan ungkapan-ungkapan sendiri
berbeda dengan Kendar. Dia jatuh cinta yang amat sangat tidak standar, seperti
pada Nawang pada pandangan pertama. stupid sundhul langit, yang
Dan selalu mencintainya. Tak peduli aku menggambarkan perilaku seorang guru

60
Intertekstualitas dalam Cinta Merah Jambu Karya Bonari Nabonenar

besar yang tengah dilanda asmara. Dia sosial yang diungkap dalam teks-teks
seakan-akan kehilangan semua logika tersebut, seperti masalah tenaga kerja
keilmuan yang sehari-hari digelutinya, wanita, pengangguran, masalah
sehingga dia bertindak tanpa memikirkan kehidupan keluarga masyarakat modern,
akibat dari tindakannya tersebut, seperti perselingkuhan dan lain-lain, akan
banyak terjadi di lingkungan kita. Bonari semakin memperluas wawasan pembaca
seolah ingin menyentil bahwa seorang tentang sosok pengarangnya. Ketiga,
profesorpun bisa lupa diri ketika sedang bahasa gado-gado yang dimanfaatkan
dimabuk asmara, apalagi asmara yang Bonari dalam karya-karyanya juga perlu
tidak selayaknya dia lakukan. dipahami oleh pembaca. Pemahaman
Dalam rangka memahami karya ketiga hal tersebut akan semakin
Bonari mungkin kita perlu meningkatkan apresiasi pembaca atas
mempertanyakan, mengapa dia lebih karya-karya Bonari Nabonenar.
memilih menggunakan kosa kata Jawa
untuk mengekspresikan ide-ide di DAFTAR PUSTAKA
kepalanya? Apakah dia memang secara Astro, Masuki M. 2008. Tamasya Cinta
sadar menggunakan kata-kata tersebut Bonari Dalam Kumpulan Cerpen
dengan tujuan-tujuan tertentu ataukah 'Cinta Merah Jambu.'
hanya mengalir begitu saja diluar http://bonarine.blogspot.com/2008/0
kesadarannya karena memang bahasa 3/ tamasya-cinta-bonari-dalam-
itulah yang digelutinya sehari-hari? kumpulan.html
Apakah dia sekedar meniru karya-
Budianta, Melani. 2002. Teori Sastra
karya lain yang sudah ditulis sebelumnya,
Sesudah Strukturalisme: Dari Studi
seperti karya-karya Umar Khayam,
Teks ke Studi Wacana Budaya.
misalnya, yang juga banyak
Bahan PelatihanTeori dan Kritik
memanfaatkan kosa kata Jawa? Dengan Sasta. Jakarta: LPUI.
demikian, benarkah ungkapan bahwa
tiada teks tanpa interteks? Jawabannya Nabonenar, Bonari. 2005. Cinta Merah
terserah anda. Karena memang anda Jambu. Surabaya: JP Books.
semualah, sebagai pembaca, yang berhak Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode,
memaknai Cinta Merah Jambu, kumpulan dan Teknik Penelitian Sastra.
cerpen karya Bonari Nabonenar ini. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Penutup Riffaterre. 1978. Semiotics of Poetry.


Dari uraian singkat tentang Bloomington: Indiana UP.
intertekstualitas tersebut, paling tidak ada
beberapa hal penting yang perlu dicatat. Worton, Michael and Judith Still. 1990.
Intertextuality: Theory and
Pertama, untuk lebih memahami makna
Practices. Manchester and New
cerpen-cerpen Bonari Nabonenar yang
York: Manchester UP.
tergabung dalam buku Cinta Merah
Jambu tersebut pembaca perlu
membandingkan antara hipogram dengan
teks transformasinya. Kedua, isu-isu

61
PENGGUNAAN BAHASA PLESETAN
DALAM BAHASA INDONESIA

Dwi Handayani *)

Abstract
This research is one of the language's phenomenons that are now developing in society, both
formally and informally. Formally, plesetan language often used in formal situation and
informally plesetan language are often sad in everyday life.
The method of this research is deskriptive method, while the tehnique of obtaining the data is
observing the lingistic data in the form of utterances spoken of speakers in informal
situation. For which, researcher collecting those data with listening the utterance in oral
manner played on television or in everyday speak. Beside to add the data, researcher also
take some newspaper that issuing some plesetan form in written.
Result gained in this research is found that some of the plesetan symptom used by people is
very various. Those plesetan symptom are: name plesetan, expression plesetan,
abbreviation plesetan and acronym, sentence plesetan, and Javanese language plesetan.
This plesetan forms are function to give massages, insinuations, make jokes or comment on
something in realistic ways that are happen inside and outside language.

Keywords: plesetan language, expression, abbreviation and acronym

Pendahuluan secara optimal pembentukan berbagai


Akhir-akhir ini bahasa plesetan pernyataan dan makna secara empiris.
dalam bahasa Indonesia sering Pemanfaatan ini lebih-lebih dikaitkan
diaplikasikan sebagai relaitas berbahasa menggunakan kalimat atau ungkapan
dalam dalam kehidupan sehari-hari. yang wajar sehingga pada momen tertentu
Bentuk plesetan tersebut merupakan salah rentetan bentukan berbahasa tersebut
satu gejala berbahasa yang digunakan diplesetkan dengan cara menyelipkan,
oleh anggota masyarakat, baik dalam mengubah bahkan membalikkan struktur
situasi formal maupun informal. Adapun yang ada.
yang dimaksud dengan ples etan Heryanto (1995:5) mengatakan
merupakan tindak sewenang-wenang bahwa plesetan dapat digambarkan
yang dilakukan oleh pemakai bahasa sebagai kegiatan berbahasa dengan
dengan menggunakan lambang tertentu mengutamakan atau memanfaatkan
yang tentu saja ingin memaknakan secara maksimal pembentukan berbagai
sesuatu (Pateda, 2001:153). pernyataan makna yang dimungkinkan
Penggunaan bahasa plesetan yang oleh sifat sewenang-wenang antara
terjadi di lingkungan masyarakat pertanda dengan makna. Oleh karena itu,
merupakan tindakan berbahasa dengan dapat dikatakan bahwa bahasa plesetan
memanfaatkan bahkan mengutamakan dapat berdampak pada pengembangan

*)
Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya UniversitasAirlangga, tlp 031-5035676

62
Penggunaan Bahasa Plesetan dalam Bahasa Indonesia

bahasa yang semakin keluar dari bentuk-bentuk bahasa plesetan yang


jangkauan makna yang sebenarnya. digunakan oleh masyarakat, baik dalam
Berdasarkan jenisnya, bentuk situasi formal maupun informal? (2)
plesetan dapat dibagi menjadi tiga jenis, Bagaimanakah fungsi-fungsi bahasa
yaitu (1) plesetan dengan cara bermain- plesetan yang berkembang di masyarakat
main dengan bahasa tanpa sebagai realitas berbahasa?
memperhatikan kaitannya dengan faktor
di luar bahasa, (2) plesetan alternatif yang Metode
sudah lazim di dalam masyarakat, dan (3) Metode merupakan suatu langkah
plesetan oposisi yang secara konfrontatif kerja untuk memperoleh hasil penelitian
menjungkirbalikkan fakta yang sudah ada dengan baik. Penelitian ini menggunakan
(Heryanto, dalam Pateda, 2001:153-156). metode deskriptif, yaitu metode yang
Kajian terhadap gejala plesetan di didasarkan pada fakta atau fenomena yang
masyarakat kiranya sangat menarik untuk secara empiris hidup pada penutur-
diteliti secara mendalam. Hal ini penuturnya sehingga hasilnya berupa
menginagt bahwa plesetan bahasa potret, yaitu paparan apa adanya
merupakan salah satu variasi penggunaan (Sudaryanto, 1988:62). Metode deskriptif
bahasa yang secara faktual berdampak ini dapat ditempuh melalui tiga hal, yaitu
pada pengembangan kata, kalimat dan (1) metode pengumpulan data, (2) metode
makna dalam bahas a Indonesia. analisis data, dan (3) metode pemaparan
Disamping itu, bentuk plesetan dapat hasil analisis data.
menyebabkan penjegalan terhadap Metode pengumpulan data dapat
sesuatu yang sudah lazim, misalnya dilakukan dengan metode simak atau
ungkapan ada udang di balik batu penyimakan, yaitu dilakukan dengan cara
diplesetkan menjadi ada udang di balik menyimak data-data kebahasaan yang
rempeyek, Rumah Sangat Sederhana sering muncul dalam berbagai situasi di
(RSS) diplesetkan Rumah Sangat masyarakat. Adapun pemerolehan data ini
Sengsara, IPB (Institut Pertanian Bogor) dilakukan dengan jalan mengamati
diplesetkan Istana Presiden Bush, dan tayangan di televisi, tuturan sehari-hari
masih banyak contoh lainnya. maupun di surat kabar. Data-data tersebuit
Berdasarkan pada fenomena yang nantinya dicatat pada kartu data yang
berkembang di masyarakat, gejala kemudian diklasifikasikan berdasarkan
plesetan dapat dipilih secara bebas dengan jenis-jenisnya.
menggunakan bentuk-bentuk komunikasi Metode analisis data dilakukan
sebagai realitas perwujudan berbahasa. secara bertahap, yaitu (1) menganalisis
Hal ini didasari bahwa aspirasi sosial yang pada bentuk-bentuknya yang langsung
diwujudkan melalui berbahasa dapat dihubungkan dengan maknanya, (2)
dipilih dan dibiat menurut seperangkat mengemukakan fungsi-fungsi bahasa
kendala-kendala politis, sosial, kultural plesetan yang digunakan di masyarakat.
dan ideologis (Birch, 1996). Semua bentuk analisis tersebut dikaji
Berdasarkan uraian di atas, bahasa secara mendalam yang didasari pada
plesetan dapat dirumuskan permasalahan landasan teori yang berkaitan dengan
sebagai berikut: (1) bagaimanakah gejala plesetan.

63
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

Hasil pemaparan pada analisis data


disajikan dengan menggunakan metode Selain nama-nama di atas, bentuk
informal, maksudnya bahwa penyajian gejala tersebut juga terjadi pada nama-
hasil analisis ini disampaikan dengan nama selebritis yang dipanjangkan
menggunakan kata-kata biasa. Adapun dengan plesetan tertentu. Misalnya,
kata-kata biasa tersebut disampaiakan Primus diplesetkan dengan kepanjangan
secara ortografis dengan menggunakan pria kumus-kumus, Gunawan diplesetkan
b ahasa Ind onesi a tanpa dis ertai dengan gundul menawan, Edy Tansil
penggunaan lambang atau kode-kode diplesetkan ejakulasi tanpa hasil, dan lain
tertentu dalam linguistik. sebagainya.
Bahasa plesetan merupakan bentuk
kedinamisan dalam bahasa Indonesia Plesetan Ungkapan
Ungkapan dalam bahasa Indonesia
yang dipengaruhi oleh perubahan bahasa,
dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk,
baik secara internal maupun eksternal.
baik dalam bentuk idiom maupun
Perubahan secara internal berkaitan
peribahasa. Idiom merupakan satu ujaran
dengan hal-hal yang berhubungan dengan
yang maknanya tidak dapat diramalkan
kebahasaan sedangkan perubahan secara
dari makna unsur-unsurnya, baik secara
eksternal adalah faktor yang terjadi di luar
leksikal maupun gramatikal sedangkan
bahasa. Berikut ini akan dipaparkan gejala
peribahasa dapat dikatakan masih
plesetan yang berkembang di masyarakat
memiliki makna yang dapat ditelusuri dari
dengan data-data yang sudah
unsur-unsurnya (Chaer, 1994:296). Data-
diklasifikasikan berdasarkan bentuk-
data yang berhubungan dengan bentuk
bentuknya.
ungkapan di atas cukup banyak karena
Plesetan Nama sering muncul dalam situasi informal.
Penggunaan bahasa plesetan dapat Perhatikan contoh berikut ini:
terjadi terhadap nama seseorang dan
Ada udang di balik batu diplesetkan
biasanya difokuskan pada nama-nama
dengan ada udang di balik
yang menjadi publik figur bahkan tokoh
rempeyek.
masyarakat. Adapun pembentukan gejala Biarlah anjing menggonggong kafila
plesetan ini dilakukan dengan cara berlalu diplesetkan dengan biarlah
menggantikan, menambahkan bahkan anjing menggonggong kafila
menyelipkan dengan unsur-unsur tertentu. terbirit-birit.
Perhatikan contoh berikut ini: Sedikit demi sedikit lama-lama jadi
bukit diplesetkan dengan sedikit
Dewi Persik diplesetkan dengan Dewi
Berisik. demi sedikit lama-lama jadi habis.
Erwin Gutawa diplesetkan dengan Erwin Bagai katak di dalam tempurung
Ketawa. diplesetkan dengan bagai katak di
Nasikun diplesetkan dengan Nasikuning. dalam sarung.
Tamara Blenszinky diplesetkan dengan Bagai air di daun talas diplesetkan
Tamara Blengsekali. dengan bagai air di daun bantal.
Rhoma Irama diplesetkan dengan Rhoma
Kelapa. Bahasa plesetan yang terjadi

64
Penggunaan Bahasa Plesetan dalam Bahasa Indonesia

terhadap bentuk-bentuk ungkapan di atas Bush.


sering diucapkan dalam komunikasi DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)
sehari-hari. Misalnya, ada udang di balik diplesetkan dengan Dewan Paling
batu, sering diplesetkan menjadi ada Ribut.
udang di balik rempeyek. Ungkapan UUD (Undang-Undang Dasar)
tersebut masih mempunyai makna yang di pl e s et k an de ng an Uj u n g -
sama dengan ungkapan sebelum Ujungnya Duit.
PMDK (Penelusuran Minat Dan
diplesetkan, yaitu sindiran terhadap
Kemampuan) diplesetkan dengan
seseorang yang mempunyai maksud-
Penelusuran Minat Dan Keuangan.
maksud tertentu di balik suatu kebaikan, IMF (International Monetary Found)
hanya saja kata udang sering dihubungkan diplesetkan dengan Indonesia
dengan jenis makanan sehingga dikaitkan Minta Fulus.
dengan rempeyek. Demikian juga dengan
ungkapan bagai katak di dalam tempurung Bahasa plesetan yang berupa
sering diplesetkan menjadi bagai katak di singkatan di atas merupakan bentuk
dalam sarung. Plesetan ini hanya fenomena berbahasa yang sering terjadi di
berkaitan dengan persamaan bunyi saja, masyarakat. Hal ini terjadi sebagai
yaitu kata tempurung diganti menjadi perwujudan dari pergolakan sosial yang
sarung tetapi plesetan ini kadang-kadang secara realistis tampak dalam kehidupan
juga dapat dijadikan sindiran bagi orang sehari-hari. Misalnya, IPB yang
laki-laki yang suka berhubungan intim diplesetkan menjadi Istana Presiden Bush
terhadap istrinya. sebagai bentuk perwujudan dari suatu
kondisi ketika Presiden dari Negara
Plesetan Pemendekan Superpower tersebut datang ke Indonesia
Bentuk pemendekan ini merupakan
dan diterima oleh Presiden RI (Susilo
proses yang cukup produktif, yaitu berupa
Bambang Yodhoyono) di Istana Bogor.
penanggalan bagian-bagian leksem atau Selain itu, ketika masyarakat
gabungan leksem sehingga menjadi dihadapkan suatu fenomena yang terjadi
bentuk yang singkat tetapi maknanya di lingkungan DPR (Dewan Perwakilan
tetap sama namun stelah diplesetkan Rakyat) yaitu sering bertengkar di dalam
menjadi berubah dari acuan yang pertama. rapat komisi maka muncul bentuk
Adapun bentuk pemendekan ini plesetan Dewan Paling Ribut.
menyangkut dua hal, yaitu singkatan dan Disamping bahasa plesetan berupa
akronim. Singkatan merupakan hasil singkatan terdapat juga data plesetan kata
proses pemendekaan yang berupa yang berupa akronim atau diakronimkan,
pengekalan huruf awal dari gabungan yaitu sebagai berikut:
beberapa leksem sedangkan akronim
berupa bentuk pemendekan yang DJARUM, semula merk rokok terkenal
menghasilkan kata atau membentuk kata. diplesetkan dengan Demi Janda
Perhatikan contoh berikut ini: Aku Rela Untuk Mati atau Demi
Jabatan Aku Rela Untuk Menyuap.
IPB (Institut Pertanian Bogor) OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah)
diplesetkan dengan Istana Presiden diplesetkan dengan Organisasi

65
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

Siswa Iseng Sekolah. Persatuan Bathuk Kinclong.


HAKIM diplesetkan dengan Hubungi .
Aku Kalau Ingin Menang. Plesetan Kalimat
KODAM (Komando Daerah Militer) Kalimat merupakan rentetan kata-
diplesetkan dengan Kalau Ada Duit kata yang mengandung arti lengkap dalam
Apa pun Mudah. suatu bahasa. Adapun gejala plesetan
JAKSA, diplesetkan dengan Jejali kalimat ini berupa pernyataan-pernyataan
Angpao Kau Segera Aman. yang disampaikan seseorang dengan
membentuk plesetan yang menarik.
Berdasarkan data di atas, terdapat Perhatikan contoh berikut ini:
kata-kata yang diakronimkan, misalnya
pada data HAKIM dan JAKSA. Kalau Bapak suka bekerja keras
Sebenarrnya, kedua data tersebut untuk membangun bangsa ini, kalau
berkaitan dengan jabatan yang saya justru sebaliknya, saya biasanya
berhubungan dengan hukum dan keras dulu baru bisa bekerja.
berfungsi melindungi masyarakat justru
diplesetkan dengan Hubungi Aku Kalau Kalimat pada data di atas
Ingin Menang dan Jejali Angpao Kau mengandung bentuk plesetan yang
Segera Aman. Hal ini merupakan suatu mengarah pada muatan pornografis. Hal
bentuk sindiran dan kritikan terhadap ini dapat dilihat pernyataan suka bekerja
pihak-pihak tertentu yang mengutamakan keras yang kemudian diplesetkan dengan
masalah uang daripada bentuk keadilan. keras dulu baru bisa bekerja. Plesetan ini
Selain itu, terdapat bahasa plesetan yang menimbulkan kelucuan namun tidak
berupa akronim, misalnya KODAM berdampak pada bentuk sindiran terhadap
diplesetkan Kalau Ada Duit Apa pun kelompok yang lain.
Mudah, dan sebagainya. Memang, masyarakat selalu
Selain data di atas, data bahasa
bergejolak dengan menentang apa
plesetan yang berupa akronim cukup
yang sudah ditetapkan , kenapa harus
banyak diciptakan oleh anggota
freepoort?
m a s y a r a k a t s e b a ga i pe r w u j u d a n
berbahasa yang memiliki nilai tersendiri. Bahasa plesetan pada data memang
Hal ini tampak dalam data berikut ini: sengaja digunakan sebagai bentuk acuan
dari kenapa harus repot yang sering
Sagitarius, nama salah satu bintang
dilontarkan di masyarakat.Jadi, kata
yang diplesetkan menjadi sayang
freeport diungkapkan sebagai bentuk
untune gak keurus 'sayang giginya
realitas terhadap kasus-kasus yang sedang
tidak terurus'.
Tuan, bentuk sapaan kehormatan bagi dibicarakan yakni pertambangan emas
seorang laki-laki yang diplesetkan agar masalah di atas segera diselesaikan.
menjadi untune kedawan 'giginya Kalau sih bukan Wapres beneran
panjang'. tapi sebenarnya Wapampers, bedanya
Perbakin, semula merupakan
kalau Wapres itu harus disiplin tapi
kepanjangan dari Persatuan Basket
kalau Wapampers itu mesti diselipin.
Indonesia diplesetkan menjadi

66
Penggunaan Bahasa Plesetan dalam Bahasa Indonesia

Ingin Menang, KUD (Koperasi Unit


Bahasa plesetan pada kalimat Desa) diplesetkan dengan Ketua Untung
terjadi pada Wapres yang diplesetkan Duluan, dan lain-lain.
menjadi Wapampers dan disiplin Penghinaan dan ejekan, biasanya
diplesetkan menjadi diselipin. Adapun digunakan untuk menghina bahkan
pembentukan plesetan tersebut mengejek seorang yang dihubungkan
didasarkan pada fungsi masing-masing, dengan keadaan fisiknya, misalnya kalau
misalnya seorang Wapres harus disiplin melihat sesorang yang giginya menonjol
sedangkan Wapampers (yang dimaksud keluar maka disebut dengan tuan atau
adalah pampers) yaitu bentuk yang sering untune kedawan 'giginya panjang',
diselipin sebagai benda anti bocor pada melihat seseorang yang giginya tidak
anak-anak. terawat maka muncul bentuk sagitarius
yang diplesetkan dengan sayang gigine
Fungsi-Fungsi Bahasa Plesetan gak keurus 'sayang giginya tidak terurus'.
Berdasarkan tujuannya, bahasa Pornografis, dapat digunakan untuk
plesetan yang sering digunakan oleh menyatakan hal-hal yang bersifat
masyarakat sebagai realitas berbahasa pornografis dengan menghubungkan
tentu saja mempunyai fungsi-fungsi dengan unsur-unsur tertentu.Misalnya
tetentu. Pemakaian gejala plesetan suka bekerja keras diplesetkan dengan
tersebut merupakan hasil representasi keras dulu baru bisa bekerja, Edy Tansil
pengalihan bahasa ke dalam pembentukan diplesetkan ejakulasi tanpa hasil, LKMD
yang cukup unik dan menarik. Adapun (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa)
fungsi-fungsi plesetan ini antara lain: diplesetkan dengan Lamaran Keri Meteng
Humoris, salah satu fungsi gejala
Dhisek 'lamaran belakangan hamil duluan'.
plesetan adalah menimbulkan hal-hal Permainan bahasa, yaitu hanya
yang mengandung kelucuan. Hal ini sekedar bermain-main dengan bahasa
secara tidak sengaja menjadi bahan tanpa adanya maksud-maksud tertentu,
tertawaan bagi para pendengarnya. misalnya kemiskinan diplesetkan
Plesetan yang sering menimbulkan kumiskinan, kepala diplesetkan kelapa,
kelucuan adalah sebutan nama-nama disiplin diplesetkan diselipin, dan lain-
selebritis, misalnya Dewi Presik lain.
diplesetkan Dewi Berisik, Tamara
B l e n s z i n k y d i p l e s e t k a n Ta m a r a Simpulan dan Saran
Blengsekali, Primus diplesetkan pria Berdasarkan data-data yang
kumus-kumus, dan lain-lain. berhasil dikumpulkan dan dianalisis,
Sindiran dan kritik sosial, fungsi ini dapat disimpulkan bahwa gejala plesetan
digunakan untuk menyampaikan bentuk merupakan hasil rekayasa bahasa yang
sindiran dak kritik sosial yang ditujukan paling produktif dan kreatif. Hal ini
bagi kelompok atau pihak-pihak tertentu terlihat bahwa masih banyaknya gejala
dengan memanfaatkan plesetan. Misalnya, plesetan yang berkembang di masyarakat
DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) yang di guna kan seba ga i ben t uk
diplesetkan Dewan Paling Ribut, HAKIM komunikasi.
diplesetkan dengan Hubungi Aku Kalau Bahasa plesetan ini dibentuk

67
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

dengan cara menambahkan, mengubah, Press.


mengganti, bahkan menyelipkan dengan
unsur-unsur tertentu sehingga menjadi Heryanto, A. 2000. Bahasa Perlawanan
bahasa yang cukup unik dan menarik. dalam Kepatuhan: Esai-Esai
Disamping itu, gejala plesetan merupakan Budaya. Bandung: Mizan.
perwujudan dari suatu kreasi bahasa, oleh Keraf, Gorys. 1996. Diksi dan Gaya
karena itu masih diharapkan bagi peneliti- Bahasa. Jakarta: Gramedia
peneliti lain untuk mengembangkan Pustaka Utama.
penelitian ini dengan lebih mendalam.
Kreidler. 1998. Introducing English
Semantics. London: Routledge.
DAFTAR PUSTAKA Leech, Geoffrey. 1981. Semantics: The
Study of Meaning. New York:
Alwasilah, A.Chaedar. 1985. Sosiologi Pengin Books.
Bahasa. Bandung:Angkasa.
Lubis, A. Hasan Hamid. 1993. Jenggala
Birch, D. 1996. Critical Linguissstics as Bahasa Indonesia. Bandung:
Cultural Procces. Singapore: Angkasa.
Seameo Regional Language
Nababan, P.W.J. 1993. Sosiolinguistik:
Center.
Suat u Pengantar. J akar ta :
Chaer, Abdul. 1994. Pengantar Semantik Gramedia Pustaka Utama.
Bahasa Indonesia. Jakarta:
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal.
Rineka Cipta.
Jakarta: Rineka Cipta.
___________. 1994. Linguistik Umum.
Parera, Jos Danial. 2004. Teori Semantik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Jakarta :Erlangga.
Crude.D.A. 1987. Lexical Semantics.
Samarin, William J. 1998. Ilmu Bahasa
New York: Cambridge University
Lapangan. Yogyakarta: Kanisius.
Press.
Sudaryanto. 1998. Metode Linguistik.
Djajasudarma, T.Fatimah. 2006. Metoda
Gadjah Mada University Press.
Linguistik. Jakarta: Refika
Aditama. Sumarsono dan Paina Partana. 2004.
Sosiolinguistik. Yogyakarta:
Frawley, William. 1992. Linguistics
Sabda (Lembaga Studi Agama,
Semantic. London: Lawrence
Budaya dan Perdamaian).
Erlbaum Associates, Publishers
(LEA).

Goddard, Cliff. 1998. Semantic Analysis.


New York: Oxford University

68
MEMETAKAN KEMAMPUAN BERBAHASA
PADA OTAK MANUSIA

Luita Aribowo*)

Abstract
Language is a human ability to distinguish human beings from animals and a dominant
means of communication as one of its functions is to hold interactions and social adaptation.
Language records and shares humans' experiences and suggestion to others. Therefore, it
can be bore in mind that most of human thinking process exists in language stream (humans
think of verbal words, on the basis of their language structure), which is proven by the
existence of various languages in the world creating various cultures.
Language development was estimated to begin when homogene were already capable of
making more complex medium. The development of frontal lobe does not only mean any
addition of brain capacity and volume but also a change of internal structure and functions.
Studying the skull shape of ancient humans, it can be found they have low foreheads, which
are similar to monkeys. The higher human evolution shows that the frontal lobe is also
getting bigger. For instance, the skull of Neander valley homo shows a bigger but still lower
forehead area compared to homosapiens'.
Human brain consists of various anatomical areas. The biggest part of the area is cerebrum
which is divided into two major parts namely left hemisphere and right hemisphere. Both
hemispheres are connected by corpus callosum which consists of approximately 2 million
nerves and enables two parts of the brain to communicate. Language and hand
adroitness are two factors in the discussion of cerebral dominance. Left hemisphere
dominance for language is for most people who are right-handed (estimated more than
95%).
Left hemisphere dominance for language in human was clinically proven by neurologists
like Paul Broca and Carl Wernicke, who are credited with discovering that certain area
injury on brain results their patients' loss of linguistic competence.

Key words: language, human evolution, language and brain.

Pendahuluan Bahasa merekam pengalaman-


Berbahasa tersusun dari bunyi, pengalaman manusia dan saran untuk
yang kemudian membentuk kata dan kata menyampaikan kepada manusia lain.
merupakan simbol benda atau gagasan, Sehingga dapat dikatakan bahwa sebagian
atau kenyataan lain yang terekam oleh besar pemikian manusia ada dalam arus
kesadaran manusia. Melalui bahasa, bahasa (manusia berpikir verbal, menurut
mula-mula bahasa lisan kemudian bahasa struktur bahasanya), dengan bukti adanya
tulis manusia melakukan komunikasinya berbagai macam bahasa di dunia maka ada
dengan manusia lain. Bahasa merupakan berbagai macam kebudayaan (Dahler dan
kemampuan manusiawi yang Chandra, 1991:89)
membedakan manusia dari binatang, Chomsky mengungkapkan teori
bahasa merupakan alat komunikasi yang tentang bahasa manusia, merupakan
dominan karena salah satu fungsi bahasa fasilitas khusus dan hanya dimiliki oleh
adalah alat untuk mengadakan interaksi manusia (Anderson, 1985:321):
dan adaptasi sosial (Keraf, 1985:5). Pertama, bahasa merupakan

*)
Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya UniversitasAirlangga, tlp 031-5035676

69
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

fasilitas kognitif, merupakan keunikan kapasitas yang membatasi satu struktur


manusia, tidak ada spesies lain di dunia dengan struktur tertentu, recursion bisa
yang memiliki bahasa kecuali manusia, tanpa batas atau terbatas, misal:
Kedua, mekanisme untuk memperoleh
bahas a berbeda dari mekanisme The child whom the mother loved
pemerolehan kemampuan lain. Ketiga, breathed the air
The child whom the mother whom
mekanisme memahami bahasa
the man left loved breathed the air
merupakan mekanisme berbeda dari Teh child whom the mother whom
mekanisme kemampuan kognitif yang the man left whom the police
lain. wanted loved breathed the air
Keunikan bahasa manusia ini
memberikan manusia mempunyai Sehingga bahasa dikatakan
kemampuan berbahasa. Menurut Hockett sebagai alat interaksi antar manusia, untuk
(1960) dalam Anderson (1985:321-323) menyampaikan gagasan, ekspresi dan ide
kriteria bahasa adalah sebagai berikut: manusia satu kepada manusia yang lain,
Pertama, kemanasukaan makna dan dalam komunitasnya.
bentuk, salah satu ciri bahasa setiap unit
(kata) mempunyai makna dan hubungan Komunikasi binatang
antara bentuk atau bunyi dan makna Komunikasi antar individu dalam
adalah manasuka. Kedua, tertentu, setiap komunitas binatang juga ada, bisa dilihat
bahasa memiliki unit tertentu, misal kata. pada semut yang saling menyentuh
Dalam kriteria atau ciri-ciri ini, sistem dengan sungut dan kaki-kakinya. Burung
bahasa merupakan sistem yang dipakai berkomunikasi dengan pasangannya
oleh komunitas tertentu. Ketiga, lewat kicauan tertentu, jadi sudah tampak
penggantian, bahasa secara tidak bahwa komunikasi antar individu
langsung dianggap mewakili rangsang dilakukan dengan gerakan-gerakan
tertentu. Keempat, produktivitas, bahasa tertentu. Beberapa ahli biologi telah
mempunyai kemampuan untuk mempelajari tanda-tanda yang diberikan
menghasilkan kata, kalimat atau seekor hewan kepada hewan sejenis dan
pemahaman baru. Dengan menggunakan komunitasnya. Ikan mempunyai sejumlah
sistem komunikasi verbal yang ada, dapat tanda antara 10 hingga 25 macam,
dihasilkan berbagai macam ekspresi golongan burung 15-28 macam, hewan
bahasa. Kelima, literation, merupakan menyusui 16-37 macam. Simpanse dapat
kapasitas untuk menambahkan pada mengeluarkan 25 macam tanda bunyi
kalimat atau frase untuk menghasilkan tetapi bila diajari bahasa manusia hanya
kata baru, misal: menghasilkan bunyi seperti peuh, meuh,
keuh. Simpanse tidak dapat merangkai
Anak itu membaca buku. bunyi-bunyi yang dapat diucapkannya
Anak itu membaca buku di kamar. untuk membentuk bunyi kompleks baru
Anak itu membaca buku pelajaran (Markam, 1991:21).
matematika di kamar. Komunikasi binatang berguna
untuk mengkoordinasi kehidupan vital
KeenamRecursion , merupakan
mereka, seperti berburu,

70
Memetakan Kemampuan Barbahasa Pada Otak Manusia

mempertahankan daerah kekuasaan, lainnya. Tidak seperti tanda visual, bunyi


regenerasi (reproduksi), pengasuhan dan dapat berpindah dengan mudal melewati
m e m be l a di r i . B e be r a p a s i s t e m kegelapan, hutan lebat, kabut bahkan di air.
komunikasi dipakai oleh binatang Bunyi juga dapat berpindah dengan cepat.
tergantung jenis dan kemampuan binatang
itu sendiri (Animal Communication, Komunikasi dengan sentuhan
Komunikasi dengan rabaan, atau
Microsoft Encarta 2006)
ditransmisikan dengan sentuhan,
Komunikasi dengan visual ( visual memegang peranan penting di dunia
display), binatang, utamanya oleh serangga.
Komunikasi visual yang dipakai Anggota koloni semut, hampir selalu
oleh binatang menggunakan ekspresi menjilat dan menyondol dengan anggota
wajah, bentuk fisik, gerakan tubuh, atau lainnya; aktivitas ini menunjukkan ikatan
pewarnaan. Komunikasi visual ini sosial diantara mereka. Komunikasi raba
gampang sekali dilakukan, langsung dan di lebah menarik perhatian peneliti karena
da pat di m odi f i kas i s e s uai j e ni s memperlihatkan kerumitan.
komunikasi. Setiap binatang mempunyai Studi komunikasi pada lebah ini
cara tersendiri bergantung anatomi tubuh dimulai di awal 1900, oleh seorang ahli
dan lingkungan. Binatang yang memakai biologi Austria, Karl von Frisch yang
komunikasi ini, misalnya anjing yang secara rinci membedakan komunikasi
menaikkan ekor dan kemudian lebah ini. Tulisan von Frisch tahun 1923
mengibaskannya; merak jantan yang memaparkan bagaimana lebah
mengembangkan ekornya untuk menarik menemukan sumber makanan baru,
perhatian merak betina untuk mengajak seperti di kebun yang sedang berkembang,
reproduksi (mating). menemukan madu, kembali ke sarang dan
Beberapa reptil mempunyai cara menarikan t arian rancak nam un
tersendiri dengan mengembangkan berstandar. Bila sumber makanan berjarak
tubuhnya (inflate), misalnya kobra kalau 90 m dari sarang, lebah akan melakukan
merasa terancam akan mengembangkan tarian sirkular, awalnya bergerak kurang
kepalanya dan menegakkan kepala; ular lebih 2 cm atau lebih, kemudian
derik akan menggerak-gerakkan ekornya berkeliling dengan melawan arah.
bila ada ancaman untuk menakuti lawan. Beberapa lebah mengikuti tarian
Binatang besar, mamalia khususnya dan tersebut menirukan gerakannya. Tarian ini
manusia menggunakan ekspresi wajah, memberitahukan kepada lebah lain
ikan menggunakan sirip tubuh dan sirip tentang arah dan jenis bunga yang
ekor untuk komunikasi visual ditemukan. Lebah-lebah lain akan terbang
mencari sesuai arah yang ditunjukkan dari
Komunikasi dengan bunyi tari an dan j eni s bunga, s amp ai
Komunikasi menggunakan bunyi menemukan sumbernya. Bila sumber
digunakan oleh banyak binatang. Bunyi madu lebih jauh, lebah yang menemukan
dikomunikasi melalui getaran yang menggunakan tarian yang dikarakterkan
dihasilkan oleh binatang, atau kelompok dengan gerakan menyilang pada
binatang dan diterima oleh binatang lingkaran dan secara konstan

71
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

menggerakan abdomennya. Setiap ini merupakan alat yang baik, terutama


gerakan menunjukkan makna tertentu. untuk reproduksi, membatasi wilayah,
Jumlah lingkaran yang dibuat dan memperingatkan sesama kehadiran
menunjukan jarak sumber, gerakan pemangsa. Contohnya, jerapah jantan,
menyilang menunjukkan diameter menentukan waktu terbaik untuk kawin
lingkaran merupakan panduan arah ke dengan menyentuh jerapah betina sampai
matahari, dan gerakan ke bawah mengeluarkan urin dan memeriksa urin
merupakan sudut arah makanan. Lebah betina, subur atau tidak. Banyak mamalia
lain akan mengetahui jarak dan arah darat dari serigala sampai kucing
makanan. memakai feromon yang dilepaskan oleh
kelenjar tertentu untuk menunjukkan
Komunikasi menggunakan bahan daerah mereka. Pemakaian lain tanda dari
kimia feromon ini termasuk tanda jejak semut,
Ta n d a d a r i b a h a n k i m i a
yang membuat anggota koloninya dapat
merupakan bentuk komunikasi paling
menemukan makanan.
kuno dalam dunia binatang dan dipakai Tanda bahan kimia di primata,
pada hampir semua spesies. Diindra lewat menggunakan pengindraan bau dan rasa
rasa atau bau, tanda ini merupakan wujud sangat lemah. Namun, ini dapat terjadi
hormon bahan kimia yang membawa bahkan pada manusia. Perempuan yang
informasi di dalam sel. mempunyai masa menstruasi sebagai
Tanda dari bahan kimia dikirim
contohnya. Proses ini merupakan
dan diterima oleh individu dari spesies
tanggapan yang tidak disadari dari
yang sama, disebut feromon. Feromon ini
pelepasan kelenjar tertentu. Pengaruh dan
sangat ampuh: sedikit molekul feromon
tujuan feromon ini masih belum diketahui,
yang dilepaskan dalam udara atau air
namun para ahli berspekulasi
lewat urin, keringat, atau pengeluaran
pengaruhnya pada kehidupan awal
tubuh yang lain, dapat mempengaruhi
manusia, sedang pada budaya modern
perilaku binatang lain. Tidak seperti tanda
sudah tidak relevan.
visual, bunyi atau rabaan, feromon dapat
berada di lingkungan untuk waktu yang Evolusi manusia
lama. Hal ini sangat penting untuk kucing, Kitab Injil Yohanes tertulis: Pada
contohnya, karena betina seringkali mulanya firman (kata Tuhan). Firman itu
melepaskan tanda feromon untuk bersama Allah dan Firman itu adalah
kesuburan tanpa mengetahui apakah Allah. Baik dalam Injil maupun Al Qur'an
jantan menerimanya atau tidak. Karena tertera pada penciptaan sesuatu, Tuhan
waktu yang panjang ini, feromon tidak berkata: Jadi, jadilah. Dalam cerita
efektif memberikan pesan yang panjang mengenai menara Babel dalam Kitab
a t a u p er u b a ha n, ka re n a m er e ka Kejadian, diterangkan bahwa di dunia
memancarkan dalam udara atau air, arah pada mulanya hanya ada satu bahasa.
pesan ditentukan oleh arah udara atau air. Apabila manusia bersatu dan mmepunyai
Hujan dan angin bisa melemahkan satu bahasa, maka semua yan
kefektifan pesan dari feromon. gdirencanakan akan terlaksana. Lalu
Komunikasi lewan bahan kimia bahasa ini dikacau dan manusia disebar di

72
Memetakan Kemampuan Barbahasa Pada Otak Manusia

seluruh permukaan bumi. Timbullah kecakapan menulis,


bermacam-macam bahasa. Di kalangan Kelima., thalamus terdapat pusat
orang Indian suku Choctaw di Amerika emosi,
Serikat juga terdapat legenda serupa. Di Keenam, serebelum menanggung
Al Qur'an Surah Ar Rum tertulis bahwa koordinasi motoris seluruh badan.
beraneka ragam bahasa di dunia ini adalah Kaitan antara Otak dengan Perilaku
tanda Kebesaran Tuhan (Markam, Berbahasa.
1991:23). Seorang ahli neurologi Inggris,
Bila dipelajari bentuk tengkorak Henry Head pada tahun 1926, melakukan
manusia purba, dahinya masih sangat analisis linguistik gangguan bicara pada
rendah, menyerupai golongan kera. pasien-pasien dengan lesi lokal otak dan
Mestinya kemampuan berbahasa pun memasukkan istilah-istilah linguistik ke
belum berkembang. Makin tinggi tingkat dal am bidang neurologi den gan
evolusi tampak bahwa bagian frontal diagnosisinya seperti afasi nominatif,
tengkorak menjadi makin besar. afasia sintaktik, dan afasia semantik.Akan
Tengkorak homo lembah Neander, tetapi, pemikiran simplisistis bahwa tiap
misalnya sudah lebih besar di bagian fungsi mental mempunyai pusat-pusatnya
dahinya, tetapi tetap lebih rendah daripada sendiri di dalam otak, banyak ditentang
dahi homosapiens (Markam, 1992:23-24) oleh peneliti lain, sepperti Hughling
Perkembangan bahasa diduga
Jackson, Goldstein, Monakow, yang
dimulai ketika genus homo sudah dapat
berpendapat bahwa aktifitas mentak
membuat alat-alat pembantu yang lebih
kompleks memerlukan kerja seluruh otak
ko m pl e k. P e r ke m ba nga n f ro nt a l
dan bukan-bagian terbatas seperti terdapat
tengkoral, bukan berarti penambahan isi
pada fungsi yang lebih elementer seperti
atau volume saja, melainkan juga
rasa kulit, gerakan, pendengaran dan
perubahan dalam struktur intern dan
penglihatan (Markam, 1991:27).
fungsional otak. Perkembangan khusus Otak manusia terdiri dari beberapa
pada otak antara lain dialami oleh (Glinka, daerah anatomis yang berbeda. Bagian
1987:41): terbesar adalah serebrum, yang dibagi
Pertama, lobus frontalis yang
dalam dua bagianbesar yaitu hemisfer kiri
terdapat pusat motoris bicara dan
dan hemisfer kanan. Keduan hemisfer
koordinasi berpikir,
Kedua, lobus temporalis yang dihubungkan oleh karpus kalosum, terdiri
terdapat pusat pengertian bahasa yang dari kurang lebih 2 juta serat yang
dibicarakan, memungkinkan dua belahan otak
Ketiga, lobus oksipitalis yang berkomunikasi (Fromkin and Rodman,
terdapat pusat penglihatan serta pusat 1988:400).
ingatan bahasa tertulis dan ingatan optis, Hubungan fungsional antara 2
Keempat, lobus parietalis terdapat hemisfer merupakan fokus penelitian
pusat koordinasi, asosiasi, dan intelegensi dalam neuropsikologii dan neurologi
umum, yang memungkinkan fungsi klinis. Sekarang ini diketahui bahwa
berpikir di samping pusat kecakapan setiap hemisfer mempunyai peranan
motoris sangat berkembang, misal tertentu dalam aktivitas tertentu. Hal ini

73
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

dinamakan dominansi untuk fungsi bicara orang lain terganggu. Seteleh


mental tertentu. Perkembangan fungsi dihemisferektomi ditemukan adanya
hemisfer ini dikenal dengan sebutan kerusakan di lobus temporalis kiri
lateralisasi (Crystal, 1992:258). Hanya belakang atas, yang kemudian disebut
manusia yang mempunyai hemisfer daerah atau area Wernicke (Markam,
dominan dengan lateralisasi fungsi dan 1991:22).
behrubungan dengan pemakaian tubuh Menurut Brown (Kusumoputro
dan organ-organ sensoris (Lenneberg, dan Sidiarto, 1984:296; Rudjanto,
1967:174). 1985:3) terdapat 4 komponen pusat
Bahasa dan kecekatan tangan bahasa di otak yaitu: Pertama, Kosakata
merupakan dua faktor yang menjadi (leksikal) yang diperoleh sejak kecil dan
pembiaraan dalam dominansi serebral. dikembangkan terus menerus seumur
Hemisfer kiris dominan untuk berbahasa hidup. Kedua, sintaktikal, suatu aturan
dalam kebanyakan orang yang cekat yang dikuasai untuk membentuk kalimat
tangan kanan (diramalkan lebih dari 95%), yang benar. Ketiga, rentang ingatan
menurut Crystal (1992:258). auditif yang cukup lama untuk dapat
Dominansi hemisfer kiri untuk memproses apa yang didengar. Keempat,
perilaku berbahasa pada manusia sudah pemilihan saluran, kemampuan untuk
dibuktikan secara klinis oleh neurolog menyaring dan memilih input (masukan)
seperti Paul Broca dan Carl Wernicke, dan output (keluaran) yang diperlukan
yang menemukan kerusakan area tertentu untuk berbahasa menurut hirarki.
p a da ot a k be r h u bu n g a n d e n ga n Komponen-komponen ini
kehilangan kemampuan linguistik pada diperlukan untuk mempelajari bahasa
penderita yang dirawatnya (Crystal, s e c a ra b a i k d a n be n a r, d e n ga n
1992:260) penggunaan dan penerapan keempat
Paul Broca (neurolog Perancis) komponen ini dapat dilihat kemampuan
merawat seorang penderita stroke yang berbahasa seseorang.
kehilangan daya bicara (hanya mampu Menurut Nababan (1991:34) ada 4
mengucapkan tan, maka disebut Mister aspek kemampuan berbahasa yaitu:
Tan). Setelah meninggal penderita berbicara, pemahaman,
dihemisferektomi dan diketemukan membaca,dan menulis. Neurologi
adanya kerusakan di lobus forntalis kiri menambah dua kemampuan berbahasa
belakang bawah, yang kemudian disebut dalam Kusumoputro (1992:32-34) yaitu:
daerah atau area Broca. Area Broca ini repetisi (pengulangan) dan penamaan
terletak di depan bagian korteks motorik Daerah-daerah yang memproses
yang mengurus gerakan-gerakan otot-otot bicara, mendengar, membaca, menulis
muka, rahan, lidah, palatum molle dan terutama terletak di sekitar fisur Sylvii dan
laring yaitu otot-otot yang mengeluarkan Rolandii (Crystal 1992:261), yang dapat
bunyi (Markam, 1991:22). diidentifikasi sebagai berikut:
Carl Wernicke (neurolog Jerman) Pertama, bagian depan lobus
merawat penderita stroke dengan dapat parietalis, sepanjang fisur Rolandii, yang
berbicara meskipun dengan kesalahan terutama terlibat dalam memproses
tetapi daya atau kemampuan memahami sensasi dan mungkin dihubungkan

74
Memetakan Kemampuan Barbahasa Pada Otak Manusia

dengan ujaran dan daerah auditoris dalam pesan menjadi pasangan simbol yang
tingkat yang lebih dalam (kasta bahasa). bermakna). Program motorik kemudian
Kedua, daerah depan fisur Rolandii, menuju area motorik yang memerintah
terutama terlibat dalam fungsi motoris dan organ artikulator untuk bergerak membuat
berhubungan dengan studi bicara dan bunyi.
menulis Kedua, proses membaca keras,
Ketiga, daerah atas belakang lobus bentuk tulisan diterima oleh korteks visul,
temporalis mempunyai bagian penting kemudian ditransmisikan lewat girus
dalam pemahaman ujaran. Ini disebut area angularis ke area Wernicke dan
Wernicke. diasosiasikan dengan gambaran auidtoris.
Keempat, bagian atas lobus Struktur ujaran dikirim ke area Broca dan
temporalis merupakan area penting dalam seperti nomer 1.
penerimaan auditoris, dikenal sebagai Ketiga, proses pemahaman ujaran,
girus Heschl. tanda-tanda diterima di korteks auditoris
Kelima, bagian bawah belakang dari telinga (girus Heschl) dan dikirimkan
lobus frontalis terutama terlibat dalam ke area Wernicke, yang akan dipahami
produksi ujaran. Ini disebut area Broca. maknanya.
Keenam, daerah lain di atas area
Broca (lobus frontalis) terlibat dalam Kesimpulan
kontrol motoris menulis. Ini disebut pusat Pertama, Evolusi memberikan
Exner. kemampuan berbahasa pada manusia,
Ketujuh, daerah di belakang lobus yang tidak dimiliki oleh spesies lain.
oksipitalis berperan dalam proses Kedua, Perkembangan frontal
berbahasa dari mata (input visual). tengkoral, bukan berarti penambahan isi
Disamping 7 area diatas, ada 2 atau volume saja, melainkan juga
serat sarat yang berperan dalam perilaku perubahan dalam struktur intern dan
berbahasa di hemisfer kiri (Kusumoputro, fungsional otak.
1992:49): fasikulus arkuatus, serat saraf Ketiga, Dominansi hemisfer kiri
ini menghubungkan area Wernicke ke area untuk perilaku berbahasa pada manusia
Broca, tidak sebaliknya. Dan girus sudah dibuktikan secara klinis oleh
angularis, serat saraf ini menghubungkan neurolog seperti Paul Broca dan Carl
lobus oksipiltali ke area Wernicke, tidak Wernicke, yang menemukan kerusakan
sebaliknya. area tertentu pada otak berhubungan
dengan kehilangan kemampuan linguistik
Proses Neurolinguistik pada penderita yang dirawatnya.
Proses neurolinguistik merupakan Keempat, Kemampuan berbahasa
proses berbahasa yang terjadi dalam otak, pada manusia ada 6 aspek, 4 aspek
secara garis besar menurut Crystal merupakan sumbangan dari linguistik,
(1992:261) ada 3, yaitu: dan 2 aspek merupakan sumbangan
Pertama, proses produksi ujaran
neurologi.
(bicara spontan), struktur dasar secara Kelima, Ada 7 area bahasa di
umum dimulai dari area Wernickem, hemisfer kiri dan 2 serat saraf khusus
dikirim ke area Broca melalui fasikulus untuk menangani perilaku berbahasa pada
arkuatus untuk enkoding (mengubah

75
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

manusia. Kedokteran no. 34, halaman 295-


Keenam, Proses neurolinguistik 302.
merupakan proses perilaku berbahasa
pada manusia yang terjadi di hemisfer kiri. Kusumoputro, Sidiarto. 1992. Afasia
Gangguan Berbahasa.
Jakarta:Balai Penerbit UI

DAFTAR PUSTAKA Lenneberg. Eric H. 1967. Biological


Foundations of Language. New
Animal Communication." Microsoft York:John Wiley and Sons, Inc.
Encarta 2006 [DVD]. Redmond, Markam, Soemarmo. 1991. Hubungan
WA: Microsoft Corporation, 2005. Fungsi Otak dan Kemampuan
Anderson, John R. 1985. Cognitive Berbahasa pada Orang Dewasa
Psychology and Its Implications. dalam Soenjono Dardjowidjojo
New York:W.H. Freeman and (editor) Linguistik Neurologi
Company. (PELLBA 4). Yogyakarta:Kanisius.

Crystal, David. 1992. The Cambridge Rudjanto. 1985. Aphasia makalah pada
E n c y c l o pe d i a o f L a n gu ag e . UPF Rehabilitasi Medik RSUD Dr.
Cambridge University Press. Soetomo Surabaya, tanggal 19 April
1985.
Dahler, Franz dan Julius Chandra. 1991.
Asal dan Tujuan Manusia (Teori
Evolusi). Yogyakarta:Kanisius.

Fromkin, Victoria and Robert Rodman.


1988. An Introduction to Language.
Florida:Holt, Rinehart and Winston,
Inc.

Glinka, Josef, SVD. Sekitar Terjadinya


Manusia. Ende:Nusa Indah.

Keraf, Gorys. 1985. Komposisi .


Ende:Nusa Indah

Kusumoputro, Sidiarto dan Lily Sidiarto.


1984. Afasia sebagai Gangguan
Komunikasi pada Kelainan Otak
dalam Publikasi Cermin

76
RESENSI BUKU

Buku Dekolonisasi Metodologi (terjemahan)


karya Linda Tuhiwai Smith

MEMBANGUN KESADARAN ILMIAH SEBAGAI BANGSA


TERJAJAH
*)
Ikhsan Rosyid

Wacana Barat tentang Dunia Timur mereka menjadi sangat penting untuk
Sejarah bangsa Indonesia tidak menakar kadar ilmiah tulisan. Terutama
dapat dilepaskan dari catatan sejarah dalam bidang sejarah yang dipelopori oleh
bangsa-bangsa bekas penjajahnya. Suka sejarawan modern Leopold von Ranke
atau tidak suka apa yang ada dalam dengan wie es eigentlich gewesen (apa
sejarah bangsa ini sebagian besar yang sungguh-sungguh terjadi). Ini
merupakan warisan bingkai yang berbeda dengan tradisi penulisan di
diberikan oleh bangsa penjajah. Dengan Nusantara (Indonesia) pada waktu itu
demikian tidak dapat dipungkiri bahwa yang masih banyak bermuatan mitis dan
catatan sejarah kita banyak yang dibentuk mitos. Sehingga tidak pernah ada
dan didekte oleh bangsa asing. Tulisan- pujangga-pujangga kerajaan di Nusantara
tulisan tentang Indonesia hampir yang diakui sebagai penulis ilmiah
semuanya bermuatan imperialisme dan modern. Padahal kalau dikaji tidak kalah
kolonialisme. Saah satu faktor terbesar dalam metode dan metodologi yang
adalah kajian ilmiah yang dianggap digunakan.
modern dibawa dari Barat oleh para Sumber dan bahan penulisan
orientalis klasik. Mereka bisa juga didasarkan pada catatan perjalanan yang
dikategorikan sebagai peneliti awal. ditulis bukan karena kesengajaan maupun
Biasanya mereka tidak pernah dididik dari hasil laporan yang memang disengaja.
secara formal sehingga hasil tulisan Dari laporan-laporan inilah yang
mereka ala kadarnya menurut selera dijadikan sebagai patokan ilmiah ketika
mereka. Namun justru dari peneliti awal menulis tentang Hindia Belanda. Laporan
inilah sumber dan bahan didapatkan. perjalanan yang menjadi rujukan utama
Deretan panjang karya-karya dan sering dikutip oleh penulis-penulis
penulis Barat masa kolonial menjadi berasal dari laporan perjalanan Tome
bahan rujukan resmi bagi penulis- Pires ketika berkeliling sampai ke Hindia.
penulis berikutnya. Tradisi akademik Dia sebenarnya seorang apoteker Portugis.
modern yang menekankan adanya Membuat laporan perjalanan yang ditulis
rasionalitas berdasarkan pada bukti-bukti di Malaka dan India selama tahun 1512-
empiris menjadikan bahan-bahan tulisan 1515 mengenai Dunia Timur mulai dari

*)
Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, tlp 031-5035676
Email: ikhsan_shsc@yahoo.com

77
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

Laut Merah sampai Jepang (Swantoro: menciptakan stereotipe orang Timur


2002:195). Makanya laporannya disebut sebagai makhluk yang bodoh, terbelakang,
Suma Oriental yang bercerita tentang irasional, bejat dan sebagainya. (Said:
kondisi detil daerah yang dilalui Tome 1994, 51)
Pires selama perjalannya. Pandangan-pandangan ini sangat
Tradisi tulis yang kuat dalam diri umum dalam wacana kolonial. Makanya
orang-orang Barat menjadi landasan bagi Van Leur secara sadar bahwa sejarah
tradisi akademik ilmiah mereka. Seiring Indonesia dilihat dari the deck of the ship,
dengan berkuasanya VOC di Nusantara the rampartsof the fortress, the high
maka mulai banyak laporan-laporan yang gallery of the trading house (Leur, 1967).
bercerita tentang kondisi Nusantara. Sehingga penulis tidak tahu apa yang
Bahkan kalau sekarang mau membuka terjadi dalam masyarakat Nusantara.
arsip periode VOC banyaknya kalau Namun demikian tulisan-tulisan mereka
dijejerkan sampai berkilometer. Laporan- menjadi rujukan resmi yang ilmiah dalam
laporan ini tersimpan rapi sehingga dunia akademik. Bahkan oleh penulis-
memudahkan bagi penulis untuk penulis bangsa sendiri ternyata dijadikan
memanfatkannya sebagai sumber dan rujukan wajib. Ini dapat terjadi karena
bahan penlisan. Namun demikian perlu warisan dunia akademik yang berasal dari
disadari bahwa laporan-laporan yang Barat.
dibuat ataupun catatan-catatan perjalanan Sampai saat ini belum ada
merupakan hasil pengamatan dengan kepercayaan diri yang tinggi dari penulis-
kacamata orang asing di Nusantara. penulis bangsa sendiri dalam menuliskan
Sehingga pilihan kosakata dan sejarah bangsanya. Sebagian besar masih
terminologi yang digunakan adalah menganggap karya penulis asing sebagai
dengan menggunakan perbandingan rujukan dan kiblat dalam dunia akademik.
dengan yang ada di Barat. Sehingga menjadi konsumen dari
Maka tidak heran semua standar dan komoditi kita sendiri. Dalam ranah
ukuran yang dipakai adalah berdasar apa penelitian, berbagai metode dan
yang sudah ada di Barat. Sehingga metodologi masih menganggap bahwa
penduduk asli selalu dianggap inferior model penelitian Baratlah yang paling
dibanding mereka. Salah satu contonya ilmiah. Sehingga mau tidak mau harus
adalah perbedaan ukuran tentang waktu berhadapan dengan terminologi model
menjadikan bangsa Barat menganggap Barat.
orang-orang Nusantara sebagai pemalas. Maka kemudian populer dengan
Ti da k m e ng h a rg a i w a k t u u nt u k istilah orientalis. Ketika banyak penulis
menghasilkan sesuatu. Tetapi lebih Barat berbondong-bondong mengkaji
banyak dihabiskan dengan bermalas- Dunia Timur khususnya Indonesia maka
malasan dan tidak cekatan (Smith, ini bisa dilihat sebagai kepanjangan
2005:67). Sehingga sampai sekarang tangan dari imperialisme dan
wacana kolonial yang muncul adalah kolonialisme. Menurut Edward Said kata
bangsa-bangsa terjajah identik dengan oriental sebenarnya adalah ciptaan Barat
kemalasan. Orang Barat juga (Said, 1994). Sementara menurut Frantz

78
Membangun Kesadaran Ilmiah sebagai Bangsa Terjajah

Fanon yang juga dikutip oleh Linda kedalam bahasa Indonesia. Lebih lanjut
Tuhiwai Smith bahwa munculnya istilah dikatakan bahwa tanggung jawab peneliti
orang-orang jajahan karena adanya dan akademisi tidak sekedar membagi
pemukim pendatang, dimana kedua istilah informasi (pengetahuan pamflet)
tersebut muncul sebagai konstruksi melainkan membagi teori dan analisis,
kolonialisme. menjelaskan bagaimana pengetahuan dan
Ketika berbicara tentang bangsa informasi dibangun dan direpresentasikan.
kita sendiri kita menyebut pribumi pada Selama masa penjajahan, dan
orang-orang kita, padahal jelas kosakata bahkan masa sesudah merdeka, Indonesia
t e rs e but m e r upa kan t er m i nol o gi diteropong, diurai, didentifikasi, serta
imperialis. Belum lagi dalam praktek dicatat dan diuraikan menurut kacamata
penelitian di lapangan dimana peneliti Barat. Tidak saja dalam ranah ilmiah,
memperlakukan obyek kajian seolah-olah dal am kehi dupan s ehari -hari p un
sebagai benda mati yang tidak memiliki digambarkan menurut selera Barat.
nyawa. Peneliti-peneliti yang terjun Hindia Belanda sebagai dunia Timur
dalam masyarakat dan berinteraksi terlebih pulau Jawa sering digambarkan
dengan mereka tidak lebih seperti peneliti sebagai mooi hindia (Lombard: 2005)
asing yang datang di tengah-tengah orang sehingga selalu akan menarik siapa saja
yang menjadi obeyk penelitian berusaha yang datang ke Hindia Timur ini. Tidak
d e ng a n j a l a n a p a pu n m e n g or e k hanya berupa tulisan saja, malah juga
keterangan untuk dijadikan bahan tulisan. diwujudkan dalam bentuk penampakan
Namun tidak satupun dari tulisan itu yang material ala Barat.
mampu membuat masyarakat obyek
kajian itu menjadi lebih baik. Tidak ada Belajar dari Buku
Ada dua bagian pokok pembahasan
pertanggungjawaban moral terhadap
dalam buku ini. Pertama, identifikasi
mereka setelah penelitian berlangsung.
adanya pengaruh Barat dalam
Malahan selama penelitian obyek kajian
menghegomoni pemikiran ilmiah beserta
ditempatkan bak ikan-ikan dalam
seperangkat penelitian, istilah yang
akuarium atau binatang-biantang yang
digunakan serta bagaimana hasil
ada di kebun binatang yang dilihat,
penelitian ditempatkan. Sehingga
diamati kemudian ditulis. Tanpa adanya
menurut penulis, bangsa-bangsa terjajah
ikatan antara peneliti dengan yang diteliti.
Makanya dalam beberapa (ditemukan oleh Barat) sebagai objek
metodologi memandang nilai, bukan manusia, atau lebih halus lagi
kepercayaan, dan praktek adat istiadat setengah manusia (subhuman). Sehingga
komunitas dianggap sebagai rintangan dari bab I sampai bab V penulis
yang harus diakrabi agar bisa melakukan identifikasi penjelasan sebab-
menyelesaikan penelitian tanpa sebab mengapa bangsa pribumi harus
memancing persoalan. Itulah yang sadar untuk membenci dan tidak
sebenarnya dikritik oleh Linda Tuhiwai mempercayai penelitian yang dihasilkan
Smith dalam buku Decolonizing oleh produk-produk pengetahuan Barat..
Kedua, adalah bagian
Methodology yang sudah diterjemahkan
perkembangan penelitian yang

79
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

dikonseptualisasikan dan dilaksanakan kepentingan Barat dengan kepentingan


oleh bangsa pribumi yang bekerja sebagai bangsa terjajah. Makanya ketika merunut
peneliti dalam berbagai komunitas pada sejarah bangsa-bangsa terjajah akan
pribumi. Dimana bagian pada bagian ditemukan hal yang lain dari cerita-cerita
kedua ini dari bab VI sampai bab X yang memiliki sudut pandang Barat.
menguraikan bagaimana peneliti-peneliti Karena sejarah (dan pemberadaban)
pribumi dapat melakukan penelitiannya bangsa-bangsa terjajah mulai ada ketika
dalam komunitas pribumi menurut bangsa terjajah sebagai pribumi yang
konsep-konsep, paradigma, serta diketemukan oleh bangsa Barat.
metodologi berdasarkan apa yang dimiliki Para penemu pribumi dianggap
oleh komunitas pribumi tersebut. sebagai pahlawan, memiliki sumbangan
Makanya kemudian ada pergeseran pusat yang besar bagi Barat, akan tetapi
penelitian dengan menenpatkan pribumi sebenarnya merupakan awal bencana bagi
sebagai pusat. Dalam hal ini adalah Maori penduduk pribumi. Karena menurut
(Maori-centred) kacamata Barat mereka bukan dianggap
Titik pangkal persoalan yang sebagai manusia yang beradab, akan
dibahas oleh Linda Tuhiwai Smith adalah tetapi justru bukan manusia atau labih
bermula dari sejarah. Karenanya sejarah baiknya setengah manusia. Diperlakukan
merupaan cermin sekaligus pembentuk sama seperti flora dan fauna.
karakter bangsa. Sejarah bangsa terjajah Gagasan utama dari penulis adalah
selama ini dirangkai dan disusun oleh bahwa bangsa terjajah jangan selamanya
bangsa Barat melalui serangkaian sebagai konsumen atas pengetahuan yang
penelitian. Dimana alur yang terjadi diproduksi oleh Barat atas bangsanya
adalah bangsa-bangsa terjajah diabadikan sendiri. Menjadi konsumsi atas dirinya
melalui infiltrasi pengetahuan, dimana sendiri. Ini sebenarnya bermula dari
penduduk dihimpun. Diklasifikasikan dan sejarah. Maka perlu adanya
direpresentasikan menurut segala macam pembongkaran konsep-konsep maupuan
cara Barat, dan dengan sudut pandang paradigma terutama dalam penelitian dan
Barat kemudian dikembalikan lagi kepada metodologi yang digunakan. Karena
bangsa terjajah. ternyata cara-cara penelitian ilmiah yang
Melalui berbagai saluran dan media dilakukan peneliti dan intelektual Barat
seperti institusi, penghargaan akademik, menyumbangkan dampak negatif
kosa kata, perumpamaan, doktrin, bahkan kolonialisme, menciptakan sejarah serta
juga birokrasi kolonial dan gaya kolonial realitas yang menikam rasa kemanusiaan.
maka wacana dan pandangan Barat Sebagian besar peneliti generasi
tentang Timur dapat dikuasai. Sehingga awal ti dak pernah m endapatkan
melalui penelitian sebenarnya pendidikan formal. Ini disebabkan karena
kepentingan-kepentingan Barat mereka adalah para petualang yang punya
menduduki posisi yang benar-benar hobi meneliti. Temuan-temuan dari
diinginkan. Makanya kemudian melalui tempat-tempat yang mereka singgahi
penelitian inilah sebenarnya terjadi ajang dituangkan dalam tulisan. Dan inilah awal
pertarungan signifikasi antara dari masuknya bangsa Barat. Dari catatan-

80
Membangun Kesadaran Ilmiah sebagai Bangsa Terjajah

catatan para petualang generasi awal menempatkan pelaku dan peristiwa pada
inilah sejarah dna pengetahuan tentang porsinya.
bangsa-bangsa terjajah dibentuk. Lihat Dekolonisasi bukan dengan serta
saja bagaimana ekspedisi-ekspedisi yang merta dengan tidak percaya sepenuhnya
dilakukan pada periode awal peemuan pa da pen ge t ahu an B ar at n am u n
wilayah-wilayah baru oleh bangsa Barat bagaimana kita melihat dan menempatkan
menjadi sumber arsip paling penting dan apa yang kita lakukan adalah untuk
utama dalam melihat dan memahami kemajuan bangsa sendiri. Karena pada
bangsa terjajah. Padahal catatan yang ada satu sisi adanya dekolonisasi yang
adalah dari perspektif Barat. membabi buta justru akan menghasilkan
Ternyata jejak petualangan para historiografi yang parsial atau sepotong-
penghobi penelitian ini memberikan sepotong (Purwanto, 2006). Sehingga
sumbangan yang sangat besar bagi justru menjauh darikenyataan. Atau bisa
periode modern Barat. Sebagai dampak juga akan menghasilkan keterputusan
dari revolusi industri, ternyata catatan sejarah.
perjalanan para petualang tersebut Berangkat dari hal tersebut
menjadi sangat berarti bagi proses sebenarnya historiografi Indonesia masih
perluasan modernisasi. Maka mulailah terus mencari jatidirinya. Maka tidak
adanya imperialisasi wilayah-wilayah di s al ah ka l au B am bang P urwa nto
luar Eropa. mempertanyakan tentang seperti apakah
historiografi Indonesiasentris. Apakah
Historiografi Indonesiasentris memang gagal ataukah memang seperti
Dalam perjalanan historiografi sekarang inilah historiografi kita. Karena
Indonesia, adanya dekolonisasi ini dapat sampai saat ini iklim historiografi kita
dilihat dari perubahan sentris yang masih kental sekali dengan muatan
muncul. Warna-warna kolonialsentris kolonial mapun istanasentris. Suka tidak
atau juga Nerlandosentris dan suka demikianlah faktanya. Meskipun
istanasentris yang dianggap tidak sudah ratusan karya tulis sejarah bahkan
mencerminkan kondisi sesungguhnya ribuan yang ada di rak-rak buku namun
dari sejarah Indonesia digantikan dengan belum banyak yang menempatkan
Indonesiasentris. Perubahan sentris ini pelaku-pelaku sejarah pada tempatnya.
membawa implikasi yang sangat besar Banyak tema yang sudah di tulis, dan
bagi perjalanan sejarah Indonesia. Ini banyak metode yang digunakan tetapi
membawa dampak bagi pelaku-pelaku semua itu ternyata masih menjadi cerita
sejarah orang Indonesia sendiri. Namun pengantar tidur bagi pembaca dan
ternyata sampai saat ini belum ada pendengarnya. Belum bisa memiliki
rumusan yang jelas tentang bagaimana makna dan arti penting dalam kehidupan
historiografi Indonesiasentris. masyarakat. Malahan justru lebih banyak
Persoalannya bukan hanya membalikkan menjadi sumber persoalan dan pertikaian
peran-peran pelaku sejarah yang sudah antar anggota masyarakat yang saling
ada selama ini didasarkan pada peran- mengklaim dan punya kepentingan
peran yang dihubungkan dengan dengan cerita sejarah tersebut.
kepentingan bangsa sendiri akan tetapi

81
MOZAIK : Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 3, No.1
Januari - Juni 2008: 1 - 82

Meskipun dalam dunia akademik produsennya berasal dari bangsa lain. Kita
sudah mulai menempatkan rakyat yang lebih banyak menonton dari pinggir
notabene kalangan bawah sebagai pelaku- lapangan entah sebagai penonton atau
pelaku cerita sejarah namun pada yang lebih mujur sebagai pemain
kenyataannya mereka masih belum cadangan sambil berharap-harap cemas
mendapat tempat dalam panggung sejarah akan mendapatkan hadiah lemparan bola
nasional. Seolah-olah rakyat tidak atau menggantikan para pemain utama di
memiliki sejarah. Kalaupun muncul lapangan yang cidera. Maka dari itu
dalam sejarah adalah karena sesuatu yang sangat penting disini kita untuk mulai
menyimpang dari yang seharusnya ada menyadari keberadaan kita. Sudah
dalam masyarakat itu. Sebagai contohnya saatnya kita mulai membangun tradisi
yang ditulis adalah tentang kemiskinan, ilmiah berdasar metodologi kita.
penderitaan, masalah kesehatan yang Pertanyaannya sekarang adalah
buruk, rendahnya kesejahteraan, bagaimana kita membongkar tradisi dan
buruknya perilaku dan lain sebagainya. melakukan dekolonisasi metodologi?
Seolah-olah rakyat identik dengan hal-hal Apakah kita selamanya hanya sebagai
yang menyimpang. Sedangkan ketika penonton atau pemain cadangan? Kapan
tidak terjadi gejolak dan aneh dianggap kita menjadi pemain utama?
tidak masuk dalam catatan sejarah. Ini
berbeda halnya dengan golongan elit yang Daftar Pustaka
selalu mendapat tempat dalam panggung Leur, J.C. van. 1967. Indonesian Trade
sejarah, apapun tindakan yang dilakukan and Society. The Hague.
selalu dimaknai lebih dan selalu
mendapatkan arti dalam dunia akademik Lombard, Denys. 2005.Nusa Jawa Silang
sejarah. Budaya Bag II: Jaringan Asia.
Para peneliti ataupun sejarawan Jakarta: Gramedia.
juga akan tergopoh-gopoh jika ada
metode ataupun metodologi baru dalam Purwanto, Bambang.,2006. Gagalnya
historiografi. Ketika sejarawa-sejarawan Historiografi Indonesiasentris ?!,
dari luar negeri sudah mengembangkan Yogyakarta: Ombak
penulisan sejarah dari gologan bawah
S mith , L inda Tu hiw ai . 20 05.
maka sejarawan Indonesia berbondong-
Dekolonisasi Metodologi
bondong mengikuti metodologi tersebut.
(terjemahan). Yogyakarta: Insist
Sehingga kemudian sejarawan
Press
dihadapkan pada penulisan hal-hal remeh
yang sebelumnya tidak pernah ditulis Said, Edward W., 1994, Orientalisme, terj.
karena diangap tidak penting. Bandung: Penerbit Pustaka
Ini semua sebenarnya karena
adanya kegagapan dalam dunia akademik Swantoro, P. 2002. Dari Buku ke
ilmiah kita sendiri. Kita lebih banyak Buku.Jakarta : KPG dan Tembi
sebagai konsumen atas sumber-sumber
dari diri kita sendiri. Sementara

82

Anda mungkin juga menyukai