Anda di halaman 1dari 7

1. Hipokritis alias munafik.

((halaman 23))
Berpura-pura, lain di muka - lain di belakang, merupakan sebuah ciri utama
manusia Indonesia sudah sejak lama, sejak mereka dipaksa oleh kekuatan-
kekuatan dari luar untuk menyembunyikan apa yang sebenarnya
dirasakannya atau dipikirkannya ataupun yang sebenarnya dikehendakinya,
karena takut akan mendapat ganjaran yang membawa bencana bagi dirinya.

2. Segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, putusannya,


kelakuannya, pikirannya, dan sebagainya. ((halaman 26))
“Bukan saya’, adalah kalimat yang cukup populer di mulut manusia
Indonesia. Atasan menggeser tanggung jawab tentang suatu kegagalan pada
bawahannya, dan bawahannya menggesernya ke yang lebih bawah lagi, dan
demikian seterusnya.

3. Berjiwa feodal ((halaman 28 )).


Meskipun salah satu tujuan revolusi kemerdekaan Indonesia ialah untuk juga
membebaskan manusia Indonesia dari feodalisme, tetapi feodalisme dalam
bentuk-bentuk baru makin berkembang dalam diri dan masyarakat manusia
Indonesia. Sikap-sikap feodalisme ini dapat kita lihat dalam tatacara upacara
resmi kenegaraan, dalam hubungan-hubungan organisasi kepegawaian
(umpamanya jelas dicerminkan dalam susunan kepemimpinan organisasi-
organisasi isteri pegawai-pegawai negeri dan angkatan bersenjata), dalam
pencalonan isteri pembesar negeri dalam daftar pemilihan umum. Isteri
Komandan, isteri menteri otomatis jadi ketua, bukan berdasar kecakapan dan
bakat leadershipnya, atau pengetahuan dan pengalamannya atau perhatian
dan pengabdiannya.

4. Masih percaya takhyul ((halaman 32))


Dulu, dan sekarang juga, masih ada yang demikian, manusia Indonesia
percaya bahwa batu, gunung, pantai, sungai, danau, karang, pohon, patung,
bangunan, keris, pisau, pedang, itu punya kekuataan gaib, keramat, dan
manusia harus mengatur hubungan khusus dengan ini semua.
Kepercayaan serupa ini membawa manusia Indonesia jadi tukang bikin
lambang. Kita percaya pada jimat dan jampe. Untuk mengusir hantu kita
memasang sajen dan bunga di empat sudut halaman, dan untuk
menghindarkan naas atau mengelakkan bala, kita membuat tujuh macam
kembang di tengah simpang empat. Kita mengarang mantera. Dengan jimat
dan mantera kita merasa yakin telah berbuat yang tegas untuk menjamin
keselamatan dan kebahagiaan atau kesehatan kita.

5. Artistik ((halaman 38 ))
Karena sifatnya yang memasang roh, sukma, jiwa, tuah dan kekuasaan pada
segala benda alam di sekelilingnya, maka manusia Indonesia dekat pada
alam. Dia hidup lebih banyak dengan naluri, dengan perasaannya, dengan
perasan-perasaan sensuilnya, dan semua ini mengembangkan daya artistik
yang besar dalam dirinya yang dituangkan dalam segala rupa ciptaan artistik
dan kerajinan yang sangat indah-indah, dan serbaneka macamnya,
variasinyam warna-warninya.

6. Watak yang lemah ((halaman 39))


Karakter kurang kuat. Manusia Indonesia kurang dapat mempertahankan
atau memperjuangkan keyakinannya. Dia mudah, apalagi jika dipaksa, dan
demi untuk ’survive’ bersedia mengubah keyakinannya. Makanya kita dapat
melihat gejala pelacuran intelektuil amat mudah terjadi dengan manusia
Indonesia.

7. Tidak hemat, dia bukan “economic animal” ((halaman 41)).


Malahan manusia Indonesia pandai mengeluarkan terlebih dahulu
penghasilan yang belum diterimanya, atau yang akan diterimanya, atau yang
tidak akan pernah diterimanya. Dia cenderung boros. Dia senang berpakaian
bagus, memakai perhiasan, berpesta-pesta. Hari ini ciri manusia Indonesia
menjelma dalam membangun rumah mewah, mobil mewah, pesta besar, hanya
memakai barang buatan luar negeri, main golf, singkatnya segala apa yang
serba mahal.

8. Lebih suka tidak bekerja keras , kecuali kalau terpaksa. ((halaman 41))
Gejalanya hari ini adalah cara-cara banyak orang ingin segera menjadi
“miliuner seketika”, seperti orang Amerika membuat instant tea, atau dengan
mudah mendapat gelar sarjana sampai memalsukan atau membeli gelar
sarjana, supaya segera dapat pangkat, dan dari kedudukan berpangkat cepat
bisa menjadi kaya.

9. Manusia Indonesia kini tukang menggerutu ((halaman 42))


tetapi menggerutunya tidak berani secara terbuka, hanya jika dia dalam
rumahnya, atau antara kawan-kawannya yang sepaham atau sama perasaan
dengan dia.

10. Cepat cemburu dan dengki terhadap orang lain yang dilihatnya lebih
dari dia.

11. Manusia Indonesia juga dapat dikatakan manusia sok ((halaman 43)).
Kalau sudah berkuasa mudah mabuk berkuasa. Kalau kaya lalu mabuk harta,
jadi rakus.

12. Manusia Indonesia juga manusia tukang tiru.


Kepribadian kita sudah terlalu lemah. Kita tiru kulit-kulit luar yang
memesonakan kita. Banyak nyang jadi koboi cengeng jika koboi-koboian lagi
mode, contoh deket aj deh kayak harajuku style(saya jg penggemar harajuku
hehehehe)

Ciri-ciri manusia Indonesia dari Tempo


Doeloe sampai sekarang tidak
beroebah
by tato56 (18/12/2007 - 07:48)
Kalau kita melihat ciri-ciri sikap bangsa Indonesia khususnya, dan sikap bangsa-
bangsa yang ada di dunia ini pada umumnya hampir sama (universal) dari dulu
sampai sekarang tidak ada perubahan. Hal ini seperti apa yang dikatakan oleh
Muchtar Lubis dalam bukunya "Manusia Indonesia" (1975) bahwa manusia Indonesia
mempunyai ciri-ciri seperti berikut.
1. Munafik (Hypocrate)
Berpura-pura, lain di muka lain di belakang, lain di mulut lain di hati. Sifat ini
adalah hasil penjajahan di masa lampau, pada saat bangsa Indonesia ditekan dan
ditindas baik dalam hal inisiatif maupun perilaku. Kita dipaksa menerima kekuatan
kekuatan dari luar, dan menyembunyikan apa yang sebenarnya dirasakan, difikirkan
dan dikehendaki. Kalau tidak diterima kekuatan itu maka bencana akan menimpa,
tidak hanya kepada diri sendiri tetapi juga keluarga bahkan seluruh warga desa.
Contoh : Hampir semua orang mengatakan benci korupsi atau katakan tidak pada
korupsi, tapi hampir di semua departemen atau di manapun korupsi terjadi. Banyak
orang menyatakan anti pornografi dan pornoaksi, tapi heheheheheh di rumah banyak
yang memutar film porno dan bahkan melakukan adegan porno (perbuatan asusila).
Kita seringkali menganggap masyarakat kita tertib hukum atau negara hukum, tetapi
hukum seringkali disalahgunakan, hanya berlaku pada orang-orang kecil saja.
Sikap munafik yang sudah tertanam di dalam diri manusia Indonesia ini, oleh
manusia lainnya yang berkuasa semakin dikembangkan untuk menindas, memeras,
merampas, dan memperkosa kemanusiaan, istilah asal bapak senang (ABS) menjadi
pedoman dalam bekerja. Sikap ini telah mendorong terjadinya pengkhianatan
intelektual.

2. Feodal
Jiwa feodal berkembang baik di kalangan atas maupun bawah. Di kalangan atas
ada unsur keharusan bagi bawahannya untuk taat, tunduk, patuh, tepa selira,
merendah diri, tahu diri, tahu tempat, menerima dan melakukan segala hal yang
menyenangkan atasannya. Di kalangan bawah, tidak kalah semangatnya untuk
mendukung jiwa feodal manusia Indonesia sejak zaman dahulu dalam kekuasaan.
Presiden, menteri, pejabat, dan penguasa lainnya, merupakan yang dihormati,
diagungkan. Seorang penguasa, tidak hanya dirinya saja yang harus dihormati, tetapi
juga keluarganya, saudara, dan benda miliknya. Ucapan dan tindakannya selalu
dianggap benar. Penguasa tidak senang mendapat kritik, dan orang sangat segan untuk
melontarkan kritik terhadap atasan. Komunikasi berlangsung satu arah dari atas ke
bawah.

3. Tidak mau atau enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, keputusannya,


kelakuannya dan fikirannya
Kaimat "bukan saya", "hanya menjalankan perintah atasan", sangat populer di
mulut manusia Indonesia, atasan menggeser tanggung jawab tentang suatu kesalahan,
sesuatu yang tidak beres, sesuatu yang tidak baik ke bawahannya. Pemimpin-
pemimpin tidak mempunyai keberanian dan moralitas untuk tampil ke depan memikul
tanggung jawab sesuatu yang tidak baik di lingkungannya. Sebaliknya jika
keberhasilan dapat diraih, tidak sungkan-sungkan untuk tampil ke depan, bertepuk
dada, itu adalah keberhasilan saya.

4. Masih percaya pada tahayul


Dulu dan sekarang manusia Indonesia percaya pada batu, gunung, pantai, sungai,
danau, karang, laut, pohon, patung, keris, pedang, pisau dan bangunan lain
mempunyai kekuatan gaib. semua itu dianggap keramat dan manusia harus mengatur
hubungan itu dengan baik dengan memberi sesaji, membaca doa, dan
memperlakukannya dengan istimewa. Manusia Indonesia seringkali menghitung hari
baik, bulan baik, hari naas dan bulan naas, mereka juga percaya akan adanya segala
hantu, jurig, genderuwo, makhluk halus, kuntil anak, leak, dan sebangsanya.
Likantropi, kepercayaan bahwa manusia dapat menjelma menjadi binatang tertentu
menyebar di seluruh Nusantara. Kepercayaan ini membawa manusia Indonesia jadi
gemar membuat lambang atau simbol, semboyan, dan mantera. Contoh semboyan dan
mantera itu adalah Pancasila, Ampera, Tritura, "Insan Pembangunan", demokrasi, the
rule of law dan sebagainya. Semboyan itu haruis sering diucapkan tanpa ada usaha
serius untuk mewujudkannya.

5. Artistik

6. Mempunyai watak yang lemah

7. Tidak hemat

8. Ingin cepat kaya atau berhasil tanpa bekerja keras

9. Tukang menggerutu, tidak berani terbuka

10. Cepat cemburu dan dengki kepada orang lain

11. Sering meniru.

Ciri Manusia Indonesia Versi Mochtar Lubis


OPINI
Danielronda
| 5 Maret 2010 | 10:58

295

2
1 dari 1 Kompasianer menilai Aktual.

Setelah melihat “tawuran” dan ocehan di DPR soal Century, saya teringat kembali
dengan Mochtar Lubis di mana salah satu buku yang menarik minat untuk saya baca
pada waktu kuliah S1 di tahun 1980an adalah Manusia Indonesia. Dikatakan bahawa
buku ini lahir dari ceramah budaya yang disampaikan secara lisan di tahun 1977.
Katanya, waktu itu pidato ini begitu ramai dibahas. Kita seperti teridentifikasi oleh
tulisan ini, di mana tentu banyak pro dan kontranya. Setidaknya sinikal gaya Mochtar
mengandung kebenaran dan menjadi kritik bagi bangsa ini untuk lebih reflektif,
terutama menjadi cermin bagi pemimpin, terutama bagi anggota DPR yang terhormat.

Ciri-ciri yang ditulis oleh Mochtar Lubis saya coba untuk fahami dengan kata-kata
saya sendiri tanpa mengurangi maknanya. Kelima ciri manusia Indonesia itu menurut
Mochtar Lubis adalah:
Pertama, ciri manusia Indonesia pertama adalah kemunafikan. Mental hipokrit
telah menjadi cirri khas yang sering kita lihat. Seorang moralis sering berteriak
tentang kesucian, tetapi dia sendiri terlibat dalam berbagai kemunafikan seperti
melalukan seks bebas terselubung terutama bila tidak ada orang atau di luar negeri. Ini
terbukti dengan banyaknya tempat-tempat hiburan yang membuka praktik prostitusi.
Banyak yang mencerca dan menghujat praktik korupsi, tetapi dia sendiri terlibat
dalam praktik korupsi yang lebih parah. Istilah ABS atau Asal Bapak Senang tidak
pernah hilang dalam birokrasi dan kepemimpinan di Indonesia.

Kedua, ciri manusia lainnya adalah tidak mau (enggan atau segan) bertanggung
jawab atas perbuatan yang telah dilakukannya. Di dalam kepemimpinan, seorang
atasan seringkali menyalahkan bawahannya bila ada kesalahan dan terus menyalahkan
ke bawah. Sebaliknya, bawahan pun enggan disalahkan sehingga alasan yang dipakai
adalah apa yang dilakukannya adalah sesuai perintah atasan dan sudah sesuai
pedoman. Sehingga di Indonesia ada pemimpin berkata kebijakan tidak bisa
dikriminalisasi karena situasi saat itu (teringat kasus Bank Century). Tetapi
penjarahan uang yang dilakukan bawahan tidak pernah menjadi inti pembahasan,
tetapi hanya sibuk melindungi diri dan mengatakan bahwa “bukan salah saya”!

Ketiga, ciri manusia Indonesia adalah berjiwa feodal. Gaya feodalisme ini masih
marak dalam kepemimpinan di Indonesia. Konsep pejabat publik adalah berfokus
kepada service (pengabdian atau pelayanan) hanya sekadar ucapan di bibir. Banyak
pejabat mulai dari lurah, camat, bupati, gubernur, menteri, presiden harus dilayani
bawahan. Mereka bersikap sebagai adipati yang harus dihormati, orang harus tunduk-
tundukkan kepala bahkan kalau perlu cium tangan (ingat Ketua pers negeri ini cium
tangan presiden). Mereka harus dicarikan fee agar dapat menunjukkan kehebatannya.
Bahkan penampilan pejabat sangat mewah, baik dari rumah, mobil, penampilan yang
sering membuat kita heran, bagaimana orang dalam level ini bisa mengendarai mobil
mewah? Pada sisi lain, pemimpin model seperti ini sangat alergi dengan kritik,
sehingga media yang mengkritik serngkali mendapat ancaman. Tidak heran banyak
wartawan terancam jiwanya bahkan ada yang sudah tewa terbunuh karena kritiknya di
media. Gaya feodal ini pun menghasilkan bawahan yang ‘yes man’ terhadap
atasannya.

Keempat, manusia Indonesia percaya hal-hal mistik (takhyul). Aneh bin ajaib,
orang selevel presiden pun masih suka pergi ke kuburan untuk mendapatkan
kekuatan. Masih bagi banyak agama rakyat (folk religion) di hati banyak orang
Indonesia. Yang saya maksud adalah walaupun mereka beragama samawi (Islam,
Kristen, Budha, Hindu, dan lainnya) tetapi dalam hati mereka, mereka punya “agama”
sendiri yaitu menyembah di gunung, pohon, keris, laut, sungai di mana mereka
mempercayai bahwa alam semesta itu memiliki kekuatan gaib. Itu sebabnya ada
sesajen yang diberi untuk menyenangkan sehingga tidak memarahi manusia dengan
amukannya. Kepercayaan kepada hal gaib ini masih hidup subur di level
kepemimpinan di Indonesia, di mana pernah mantan menteri percaya kepada harta
karun hanya berdasarkan bisikan orang pintar. Bahkan sekarang paranormal telah
mendapat tempat istimewa di media televisi dan bahkan menawarkan ramalan via
sms. Nama-nama seperi Mama Loren, Ki Gendeng Pamungkas, dan lainnya telah
menjadi selebriti baru dalam masyarakat akibat banyaknya masyarakat yang percaya
akan hal-hal mistik.
Kelima, ciri manusia Indonesia adalah artistik. Manusia Indonesia adalah manusia
seni, di mana ekspresi seni baik lewat pantun, puisi, lagu, kerajinan yang memiliki
nilai artistik yang indah. Setiap daerah pasti punya keindahan yang unik, dari Aceh
dengan tariannya sampai ke suku Asmat di Papua dengan kerajinan patungnya.

Mochtar Lubis tidak hanya berhenti pada lima ciri manusia Indonesia. Ada beberapa
ciri lagi yang dia sebutkan. Manusia Indonesia sisebutnya pemboros alias tidak hemat,
senang pesta, suka penampilan bagus, tidak suka kerja keras (kecuali terpaksa atau
dipaksa), bermalas-malasan karena dimanja alam, ingin cepat jadi orang kaya secara
instan tanpa kerja keras, suka pakai gelar sekalipun harus membeli gelar atau
memalsukannya demi prestise.

Dilanjutkan akan ciri manusia Indonesia juga tidak sabar, suka mengeluh, dan iri hati
(dengki), suka menyombongkan diri, lalu juga suka mengamuk (istilah amok dalam
bahasa Inggris ternyata diambil dari bahasa Indonesia), mengeroyok, membunuh,
berkhianat dan sifat destruktif lainnya. Ini yang dipertontonkan anggota DPR
beberapa waktu lalu!

Tetapi manusia Indonesia tidaklah buruk melulu. Ada juga sifat baik manusia
Indonesia di mana manusia Indonesia itu ramah, mudah tertawa sekalipun mengalami
hal pahit, suka menolong, suka damai, hatinya lembut, sayang keluarga, dan kekuatan
ikatan keluarga besar (extended family). Di samping itu manusia Indonesia mudah
belajar karena bangsa ini cerdas (lihat prestasi siswa Indonesia dalam berbagai
olimpiade pendidikan di dunia), dan cepat belajar keterampilan.

Dari kajian Mochtar Lubis, walaupun menuai kontroversi di mana terlalu


menyerderhanakan (over simplification) karena budaya Indonesia begitu kompleks,
paling tidak banyak kebenaran dan nilai-nilai yang perlu dicermati pemimpin.
Pemimpin perlu mengawasi diri apakah ciri-ciri yang disebutkan ada pada kita yang
perlu diperbaiki. Pada sisi lain kita diberi pencerahan bagaimana memberdayakan
bawahan menjadi efektif lewat pemahaman tentang manusia Indonesia ini.

Inilah ciri-ciri umum manusia Indonesia menurut Mochtar Lubis (di Taman
Ismail Marzuki, 6 April 1977) : munafik, enggan bertanggung jawab, berjiwa
feodal, masih percaya takhayul, lemah karakter, cenderung boros, suka jalan
pintas, dan sebagainya. Lebih jauh, simaklah uraian Mochtar Lubis berikut
ini:

1. “Salah satu ciri manusia Indonesia yang cukup menonjol ialah


HIPOKRITIS alias MUNAFIK. Berpura-pura, lain di muka, lain di
belakang, merupakan sebuah ciri utama manusia Indonesia sudah
sejak lama, sejak mereka dipaksa oleh kekuatan-kekuatan dari luar
untuk menyembunyikan apa yang sebenarnya dirasakannya atau
dipikirkannya atau pun yang sebenarnya dikehendakinya, karena takut
akan mendapat ganjaran yang membawa bencana bagi dirinya.”

2. “Ciri kedua utama manusia Indonesia masa kini adalah segan dan
enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, putusannya,
kelakukannya, pikirannya, dan sebagainya. “Bukan saya” adalah
kalimat yang cukup populer pula di mulut manusia Indonesia.
3. Ciri ketiga utama manusia Indonesia adalah jiwa feodalnya. Meskipun
salah satu tujuan revolusi kemerdekaan Indonesia ialah juga untuk
membebaskan manusia Indonesia dari feodalisme, tetapi feodalisme
dalam bentuk-bentuk baru makin berkembang dalam diri dan
masyarakat manusia Indonesia.”

4. "Ciri keempat utama manusia Indonesia adalah manusia Indonesia


masih percaya takhayul. Dulu, dan sekarang juga, masih ada yang
demikian, manusia Indonesia percaya bahwa batu, gunung, pantai,
sungai, danau, karang, pohon, patung, bangunan, keris, pisau, pedang,
itu punya kekuatan gaib, keramat, dan manusia harus mengatur
hubungan khusus dengan ini semua…”

5. "Kemudian, kita membuat mantera dan semboyan baru, jimat-jimat


baru, Tritura, Ampera, orde baru, the rule of law, pemberantasan
korupsi, kemakmuran yang merata dan adil, insan pembangunan.
Manusia Indonesia sangat mudah cenderung percaya pada menara dan
semboyan dan lambang yang dibuatnya sendiri.”

6. “Ciri keenam manusia Indonesia punya watak yang lemah. Karakter


kurang kuat. Manusia Indonesia kurang kuat mempertahankan atau
memperjuangkan keyakinannya. Dia mudah, apalagi jika dipaksa, dan
demi untuk “survive” bersedia mengubah keyakinannya. Makanya kita
dapat melihat gejala pelacuran intelektual amat mudah terjadi dengan
manusia Indonesia.”

Anda mungkin juga menyukai