Anda di halaman 1dari 15

PERTEMUAN 2

PANCASILA SEBAGAI IDENTITAS NASIONAL

A. Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa dapat memahami dan mendeskripsikan


pemahaman tentang Identitas Nasional Negara Indonesia yaitu PANCASILA.

B. Uraian Materi

Pengertian Identitas Nasional

Setiap bangsa memiliki karakter dan identitasnya sendiri. Ketika Anda


mendengar kata Barat, itu menggambarkan suatu masyarakat yang
individualistis, rasional, dan maju secara teknologi. Mendengar kata dalam
bahasa Jepang menggambarkan masyarakat berteknologi tinggi tetapi tetap
mempertahankan tradisi oriental. Bagaimana dengan Indonesia? Orang asing
yang datang ke Indonesia umumnya akan terkesan dengan keramahan dan
kekayaan budaya kita.
Istilah identitas nasional dapat disamakan dengan identitas kebangsaan.
Secara etimologis, identitas nasional berasal dari kata “identitas” dan
“nasional”. Identity adalah bahasa inggris yang berarti identitas, yang
mempunyai pengertian ciri atau jatidiri intrinsik seseorang atau kelompok,
sehingga membedakan dari yang lainnya.
Maka, pengertian Identitas Nasional dapat diartikan sebagai ideologi maupun
kepribadian bangsa. Filsafat pancasila memiliki kedudukan penting dalam
tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk juga dalam tatanan
hukum yang berlaku di Indonesia sehingga dapat diartikan juga sebagai
Ideologi Negara. Semua warga negara tanpa kecuali ”rule of law” mengatur
mengenai kewajiban dan hak sebagai warga negara, serta hak asasi adalah
arti dari Dasar Negara.
Indonesia adalah negara yang unik dibandingkan negara lain. Indonesia
merupakan negara yang memiliki jumlah pulau terbanyak di dunia, negara
tropis yang hanya mengenal musim hujan dan panas, negara yang memiliki
jumlah suku, tradisi dan bahasa terbanyak di dunia. Itulah kondisi Indonesia
yang bisa menjadi ciri pembeda dengan bangsa lain.
Salah satu cara untuk memahami jati diri suatu bangsa adalah dengan
membandingkan satu bangsa dengan bangsa lainnya, mencari ciri-ciri umum

1
yang ada pada bangsa tersebut. Pendekatan seperti itu dapat menghindari
sikap Kabbalisme yang terlalu menekankan keunikan dan eksklusivitas
esoterik, karena tidak ada bangsa di dunia ini yang sama sekali berbeda
dengan bangsa lain (Darmaputra, 1988: 1). Bab ini menganalisis pengertian
tentang identitas nasional, identitas nasional sebagai karakter bangsa, proses
berbangsa dan bernegara, dan politik identitas.
Identitas bangsa dalam konteks kebangsaan (masyarakat Indonesia)
cenderung mengacu pada budaya atau ciri khas. Sedangkan identitas nasional
dalam konteks kenegaraan tercermin dari lambang-lambang negara. Kedua
elemen identitas ini terangkum dengan jelas dalam Pancasila. Oleh karena itu
Pancasila adalah identitas nasional kita dalam masyarakat, bangsa dan
negara.
Bangsa Indonesia memiliki karakter yang khas dibandingkan bangsa lain yaitu
keramahan dan kesopanan. Kebaikan tercermin dari sikap menerima
kehadiran orang lain. Orang yang datang dianggap tamu yang dihormati.
Sehingga banyak orang dari negara lain yang datang ke Indonesia merasakan
nyaman dan hangatnya hidup di Indonesia.
Bangsa Indonesia adalah bangsa agraris. Sebagian besar penduduk Indonesia
berprofesi sebagai petani. Sistem sosial umum pada sebagian besar suku
bangsa di Indonesia adalah sistem Gemmeinschaaft (perkumpulan / sosial /
komunitas kolektif). Sistem kekerabatan di mana orang memiliki ikatan
emosional yang kuat dengan kelompok etnisnya. Orang Indonesia cenderung
membentuk perkumpulan ketika berada di luar daerah, misalnya: Sulawesi,
Riau, Aceh, Kalimantan, Papua, dan lain-lain di Himpunan Mahasiswa
Yogyakarta. Ikatan kelompok ini akan berkembang jika bangsa Indonesia
berada di luar negeri. Ikatan emosional yang terbentuk bukan lagi ikatan
kesukuan, melainkan ikatan kebangsaan. Orang Indonesia jika berada di luar
negeri biasanya membuat pergaulan Indonesia dimana mereka tinggal. Inilah
ciri khas bangsa Indonesia yang mampu membangun jati diri bangsa.
Kebangsaan dalam hal ini dalam konteks kebangsaan (masyarakat),
sedangkan dalam konteks kenegaraan, jati diri bangsa Indonesia tercermin
dalam: bahasa nasional, bendera, lagu kebangsaan, lambang negara bangsa.
gambar Garuda Pancasila dan lainnya.
Bangsa Indonesia pada dasarnya adalah bangsa yang religius, humanis, suka
persatuan / kekeluargaan, suka musyawarah, dan mengedepankan
kepentingan bersama. Itulah karakter dasar bangsa Indonesia. Sedangkan jika
terjadi pertikaian dan pertengkaran sosial dalam masyarakat, tidak begitu

2
menggambarkan keseluruhan karakter bangsa Indonesia. Dari segi kuantitas,
masih banyak orang yang lebih harmonis dan toleran dibandingkan yang tidak
harmonis dan toleran. Kesadaran akan kenyataan bahwa bangsa Indonesia
adalah bangsa yang majemuk sangat penting. Tanpa kesadaran ini,
keberagaman yang berpotensi untuk kemajuan bisa menjadi masalah.
Keberagaman yang ada pada bangsa Indonesia hendaknya tidak dilihat dalam
konteks perbedaan tetapi dalam konteks persatuan. Unit analogi ini dapat
digambarkan sebagai tubuh manusia yang terdiri atas kepala, badan, tangan
dan kaki, yang walaupun masing-masing organ ini berbeda satu sama lain,
namun keseluruhan organ merupakan satu kesatuan yang utuh dari tubuh
manusia. Demikian gambaran utuh persatuan bangsa Indonesia yang
dihubungkan dengan semboyan Bhinneka Tungkal Ika, walaupun berbeda
namun tetap satu, sebagai landasan hidup bersama ditengah keberagaman.
Terlepas dari faktor inheren tersebut di atas, identitas bangsa Indonesia juga
terikat pada nasib yang sama karena sama-sama mengalami penderitaan yang
sama ketika dijajah. Pluralitas terikat oleh keinginan yang sama untuk
mencapai tujuan yang sama, yaitu kebebasan. Dengan demikian, terdapat dua
faktor penting dalam pembentukan identitas, yaitu faktor primordial dan faktor
kondisional. Faktor primer adalah faktor bawaan yang melekat pada bangsa,
seperti geografi, ekologi, dan demografi, sedangkan faktor kondisional
merupakan kondisi yang mempengaruhi pembentukan jati diri tersebut. Jika
bangsa Indonesia saat itu tidak dijajah oleh Portugis, Belanda dan Jepang, bisa
jadi keadaan Indonesia tidak seperti sekarang ini.
Identitas nasional tidak statis tetapi dinamis. Selalu ada kekuatan yang
menyeret antara etnisitas dan globalitas. Etnisitas bersifat statis,
mempertahankan apa yang telah ada dari generasi ke generasi, selalu ada
upaya fundamentalisasi dan pemurnian, sedangkan globalitas bersifat dinamis,
selalu berubah dan membongkar yang mapan, oleh karena itu perlu
kebijaksanaan untuk Lihat ini. Globalisasi atau globalisasi merupakan
kenyataan yang tidak dapat dibendung, sehingga diperlukan sikap yang
bijaksana. Globalisasi tidak selalu negatif. Kita bisa menikmati ponsel,
komputer, transportasi dan teknologi canggih lainnya akibat globalisasi,
bahkan kita mengenal dan menganut enam agama (resmi pemerintah) adalah
proses globalisasi juga. Diperlukan sikap kritis dan evaluatif untuk menghadapi
kedua kekuatan ini. Baik etnisitas maupun globalisasi memiliki aspek positif
dan negatif. Melalui proses dialog dan dialektika diharapkan akan membangun
ciri khas jati diri bangsa kita. Contohnya adalah pandangan etnik seperti sikap

3
(nrimo, bahasa Jawa) yang artinya menerima apa adanya. Sikap nrimo negatif
dapat diartikan sebagai pasif, tidak peka, bahkan malas. Sikap positif dapat
diartikan sebagai sikap yang tidak mengejar nafsu, menerima setiap hasil kerja
keras yang telah dilakukan. Sikap positif demikian sangat bermanfaat untuk
menjaga agar orang tidak stres karena keinginannya tidak tercapai. Sikap
nrimo justru diperlukan dalam kehidupan yang konsumtif kapitalistik ini.

1. Identitas Nasional di Indonesia

Setiap bangsa memiliki identitasnya sendiri. Dengan memahami jati diri


bangsa diharapkan kita memahami jati diri bangsa sehingga menumbuhkan
kebanggaan sebagai bangsa. Dalam pembahasan ini tentunya tidak bisa kita
abaikan pembahasan tentang kondisi masa lalu dan masa kini, antara
idealisme dan realitas, serta antara das Sollen dan das Seinnya.
Karakter tersebut berasal dari bahasa Latin "kh Character, kharassein or
kharax", dalam bahasa Prancis "Caractere" dalam bahasa Inggris "character".
Dalam arti luas, karakter berarti psikologis, moral, budi pekerti, karakter yang
membedakan seseorang dari yang lain (Tim Nasional Guru Pendidikan
Kewarganegaraan, 2011: 67). Sehingga karakter bangsa dapat dimaknai
sebagai keunikan karakter atau karakter bangsa Indonesia yang membedakan
bangsa Indonesia dengan bangsa lain.
Menurut Max Weber (dalam Darmaputra, 1988: 3) cara terbaik untuk
memahami masyarakat adalah dengan memahami perilaku anggotanya. Dan
cara untuk memahami perilaku anggota adalah dengan memahami budaya
mereka, yaitu sistem makna mereka. Manusia adalah makhluk yang
senantiasa mencari makna atas segala perbuatannya. Makna selalu menjadi
orientasi tindakan manusia, disadari atau tidak. Manusia juga mencari dan
mencoba menjelaskan "logika" perilaku sosial tertentu melalui budaya mereka
sendiri.
Dalam masyarakat berkembang atau masyarakat Dunia Ketiga, mereka
umumnya menghadapi tiga masalah utama, yaitu pembangunan bangsa,
stabilitas politik, dan pembangunan ekonomi. Pembangunan suatu bangsa
merupakan masalah yang berkaitan dengan masa lalu pejuang, bagaimana
berbagai masyarakat berusaha membangun persatuan bersama. Stabilitas
politik merupakan masalah yang terkait dengan realitas saat ini, yaitu ancaman
disintegrasi. Sedangkan masalah pembangunan ekonomi adalah masalah
yang berkaitan dengan masa depan, yaitu (dalam konteks Indonesia)
masyarakat yang adil dan sejahtera (Darmaputra, 1988: 5).

4
Identitas dan modernitas juga kerap mengalami tarik tambang. Atas nama
identitas, mereka seringkali tertutup untuk berubah, dikhawatirkan identitas
yang dibangun pendahulu akan tercabut dan hilang. Sehingga identitas
bukanlah sesuatu yang hanya dipertahankan tetapi juga dalam proses
mengalami perkembangan. Pembentukan identitas Indonesia juga mengalami
hal ini. Indonesia yang memiliki ribuan suku bangsa harus bersatu membentuk
sebuah jati diri yaitu Indonesia, sebuah proses yang sangat sulit bila tidak ada
kebebasan bagi bangsa ini untuk bersatu. Indonesia tidak hanya majemuk
secara etnis, tetapi juga terdiri dari kerajaan-kerajaan yang telah memantapkan
diri memiliki wilayah dan raja masing-masing dan bersedia bergabung dengan
sistem pemerintahan yang baru dan modern, yaitu demokrasi presidensial.
Dalam konteks ini, kata Soekarno: “Saja berkata dengan penuh hormat
kepada kita punja radja-radja dahulu, saja berkata dengan beribu-ribu
hormat kepada Sultan Agung Hanjokrosusumo, bahwa Mataram, meskipun
merdeka, bukan nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Prabu
Siliwangi di Padjajaran, saja berkata, bahwa keradjaannja bukan nationale
staat, Dengan perasaan hormat kepada Prabu Sultan Agung Tirtajasa, saja
berkata, bahwa keradjaannja di Banten, meskipun merdeka, bukan
nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Sultan Hasanoeddin di
Sulawesi, jang telah membentuk keradjaan Bugis, saja berkata, bahwa
tanah Bugis jang merdeka itu bukan nationale staat”. (Dewan
Pertimbangan Agung di kutip Darmaputra, 1988: 5).
Negara bangsa adalah negara yang lahir dari kumpulan bangsa-bangsa. Akan
sulit bagi negara Indonesia untuk menyadari jika para raja berkeras pada
kekuasaannya sendiri dan ingin mendirikan negaranya sendiri. Situasi ini
tentunya menunjukkan bahwa ada sesuatu yang sangat kuat yang mampu
mempersatukan berbagai otoritas tersebut. Kondisi geografis saja tidak cukup
untuk menyatukan mereka karena secara geografis kondisi geografis
Indonesia sulit dibedakan dengan Malaysia, Filipina, Singapura, dan Papua
Nugini. Namun, perasaan yang sama saat mengalami nasib yang sama
kemungkinan besar menjadi faktor yang sangat penting. Selain itu, jika
menggunakan pendekatan Weber seperti tersebut di atas, kesatuan sistem
makna juga menjadi salah satu faktor pemersatu. Sistem makna cenderung
bertahan dan gigih, meskipun pola perilaku mungkin berbeda atau berubah.
Sistem makna yang membangun jati diri bangsa Indonesia merupakan nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila. Nilai-nilai Pancasila mengandung nilai-
nilai yang merupakan sistem makna yang mampu mempersatukan

5
kebhinekaan bangsa Indonesia. Nilai-nilai ini hidup di persimpangan kehidupan
di seluruh wilayah Indonesia. Tidak ada literatur yang menunjukkan bahwa ada
daerah di Indonesia yang menganut paham ateisme. Semua orang memahami
keberadaan Realitas Tertinggi yang memanifestasikan dirinya dalam ritual
keagamaan. Ada penyembahan bahkan pengorbanan yang ditujukan kepada
Makhluk Gaib, yaitu Tuhan. Masyarakat tidak melawan ketika "Tuhan" menjadi
dasar fundamental negara ini.
Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa identitas bangsa Indonesia
adalah Pancasila itu sendiri, sehingga dapat dikatakan pula bahwa Pancasila
adalah karakter bangsa. Nilai-nilai tersebut bersifat esoterik (substansial),
ketika terjadi proses komunikasi, hubungan dan interaksi dengan bangsa lain
maka realitas eksoterik juga berkembang. Pemahaman dan keyakinan agama
berkembang sehingga muncul pemahaman baru di luar keyakinan yang dianut
sebelumnya. Pemahaman kemanusiaan juga berkembang seiring dengan
perkembangan wacana HAM. Cinta tanah air kerajaannya menyatu dengan
cinta Indonesia. Pemerintahan monarki menjadi demokrasi. Konsep keadilan
juga menembus dinding etnik.
Para pendiri bangsa melalui sidang BPUPKI berusaha menggali nilai-nilai yang
ada dan hidup di masyarakat, nilai-nilai yang ada, dan nilai-nilai yang menjadi
harapan seluruh bangsa. Melalui diskusi yang dilandasi niat tulus untuk
merumuskan dasar bangsa ini, muncullah Pancasila. Oleh karena itu, karena
Pancasila diambil dari perspektif kehidupan berbangsa, maka dapat dikatakan
Pancasila adalah karakter bangsa Indonesia yang sebenarnya. Pancasila
dirumuskan melalui musyawarah dengan anggota BPUPKI yang diwakili oleh
berbagai daerah dan pemeluk agama, bukan dipaksakan oleh kekuatan / rezim
tertentu. Oleh karena itu, Pancasila benar-benar merupakan nilai dasar dan
cita-cita bangsa Indonesia. Nilai-nilai itulah yang menjadi identitas dan karakter
bangsa (Kaelan, 2007: 52).
Lima nilai dasar yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi dan
keadilan merupakan realitas yang hidup di Indonesia. Ketika kita tinggal di luar
negeri, kita jarang mendengar lonceng gereja, adzan sore, atau panggilan dari
tempat ibadah. Suara itu di Indonesia sangat umum. Ada kesan kental nuansa
religiusitas dalam kehidupan berbangsa kita, misalnya masyarakat Bali, setiap
kali masyarakat melakukan upacara sebagai bentuk persembahan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, suasana kekudusan beragama terasa.

6
Gotong royong sebagai wujud kemanusiaan dan persatuan juga tampaknya
kuat di Indonesia yang tidak ditemukan di negara lain. Pelayanan kolaboratif
dan patroli, misalnya, merupakan contoh nyata karakter yang membedakan
bangsa Indonesia dengan bangsa lain, bangsa yang komunal tanpa
kehilangan hak individu. Dan itu bisa diuraikan sebagai berikut:

2. Unsur di dalam Pembentuk Identitas Nasional

Unsur-unsur dalam pembentukkan identitas, antara lain:

a. Suku Bangsa
Suku bangsa merupakan klasifikasi sosial dari sifat askriptif (artinya sudah ada
sejak lahir), yang mana coraknya sama dengan jenis kelamin maupun umur.
Ragam suku bangsa atau kelompok etnis banyak dijumpai di Indonesia kurang
lebih berjumlah 300 dialek bangsa.
b. Agama
Masyarakat bangsa Indonesia lebih dikenal agamis. Agama yang tumbuh di
Nusantara yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Namun
pada masa orde baru agama Kong Hu Cu tidak diakui sebagai agama resmi.
Istilah agama resmi juga dihapuskan pada saat pemerintahan dibawah
pimpinan presiden Abdurrahman Wahid.
c. Kebudayaan
Sebagai mahluk sosial, manusia mempunyai pengetahuan tentang model
pengetahuan secara kolektif yang didukung dengan penafsiran mengenai
lingkungan yang dihadapi serta pedoman dalam tindakan dapat diartikan
sebagai kebudayaan.
d. Bahasa

7
Sistem perlambangan yang dibentuk atas unsur-unsur ucapan manusia yang
digunakan juga sebagai sarana berinteraksi antar manusia adalah arti dari
Bahasa. Selain itu bahasa juga merupakan gambaran dari Identitas Nasional
sebagai unsur pendukung.

Dari unsur-unsur tersebut dapat dirumuskan menjadi 3 bagian Identitas


Nasional yaitu:

a. Pancasila yang dilambangkan sebagai falsafah bangsa, Ideologi Negara dan


Dasar Negara dinamakan Identitas Fundamental.
b. UUD 1945 serta tata perundangannya, Bendera Negara, Lambang Negara,
Bahasa Indonesia dan Lagu Kebangsaannya merupakan Identitas
Instrumental.
c. Indonesia dikenal sebagai archipelago (negara kepulauan) dan pluralisme
dalam suku, budaya, bahasa, agama serta kepercayaan dinamakan Identitas
Alamiah.

3. Pengertian dari Pancasila Sebagai Identitas Nasional

Kepribadian Bangsa harus mampu menjadikan Bangsa Indonesia secara


menyeluruh tetap berjalan dalam koridornya artinya tidak lepas dari arus
globalisasi namun harus cermat dan bijak dalam menghadapi tantangan agar
terciptanya peluang merupakan pengertian dari Pancasila sebagai Identitas
Nasional.
Yang membedakan Indonesia dengan Negara lain adalah karakteristik dimana
digambarkan dengan sila didalam Pancasila. Apabila dihubungkan antara
kebudayaan dengan Pancasila maka menjadi satu kesatuan dalam sila
tersebut.
Butir-butir dalam Pancasila antara lain :

8
Identitas Nasional adalah suatu konsep kebangsaan yang tidak pernah ada
padanan sebelum nya. Istilah Identitas Nasionalsecara terminologis adalah
suatu ciri-ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa. pada era globalisasi yang amat
kuat terutama akibat pengaruh kekuasaan internasional. Dalam The Capitalist
revolution, Berger menyatakan dewasa ini dalam era globalisasi, yang akan
menguasai dunia adalah ideologi kapitalisme
Sebagian besar bangsa didunia kondisi sosial, kebudayaan dan politiknya
yang menentukan nasib ekonomi sudah menggunakan sistem internasional
dimana sistem tersebut secara tidak langsung telah bersifat Kapitalisme.
Fakuyama menuturkan “Perubahan Global menjadikan perubahan suatu
ideologi salah satunya ideologi Partikular ke arah ideologi universal dan
biasanya negara dengan prinsip kapitalisme dikuasai oleh negara Trans
Nasional”.
Menurut Tonyenbee, Local Genius merupakan ciri khas suatu bangsa dalam
menghadapi pengaruh budaya asing yang akan berhadapan dengan
tantangan maupun respons yang harus dilakukan. Apabila tantangan yang
datang cukup besar sementara respons yang dilakukan kurang, maka bangsa
tersebut akan mengalami kepunahan seperti halnya yang timbul pada bangsa
aborigin di Australia serta timbul juga pada bangsa indian di Amerika.
Bangsa Indonesia harus bisa menempatkan jati diri dan kepribadian (Identitas
Nasional) yang merupakan dasar dari dikembangkannya kreatifitas budaya
Globalisasi Agar Indonesia Oleh karena itu, agar bangsa indonesia tetap eksis
dalam menjelang era globalisasi, maka bangsa Indonesia harus
menempatkan jati diri dan Identitas nasional yang merupakan kepribadian
bangsa Indonesia sebagai dasar dari pengembangan kreatifitas budaya
globalisasi. Seperti halnya yang terjadi diberbagai negara di dunia, justru
dalam era globalisasi yang penuh tantangan yang cenderung dapat
menghancurkan nasionalisme itulah kesadaran akan tentang Identitas
Nasional harus dimunculkan.

4. Alasan Memilih Pancasila Sebagai Identitas bangsa

Pancasila seperti kepribadian dan identitas nasional karena, sebagai suatu


bangsa, Indonesia adalah elemen komunitas internasional yang memiliki
sejarah dan prinsip kehidupan yang berbeda dari bangsa-bangsa lain di dunia.
Seiring dengan kemajuan bangsa Indonesia menuju fase nasionalisme

9
modern, prinsip-prinsip dasar filsafat nasional ditetapkan sebagai prinsip dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sifat dasar yang ditemukan oleh para pendiri bangsa adalah filosofi kehidupan
yang bangkit dari kehidupan bangsa Indonesia, yang kemudian digambarkan
sebagai filosofi negara Pancasila. Jadi, filosofi suatu bangsa dan negara
didasarkan pada visi kehidupan yang berasal dari kepribadian bangsa itu
sendiri.

5. Proses Berbangsa dan Bernegara

Eksistensi bangsa Indonesia tidak terlahir seperti itu, melainkan melalui proses
yang panjang dengan berbagai kendala dan kendala. Kepribadian, jati diri dan
jati diri bangsa Indonesia dapat dirunut dari sejarah terbentuknya bangsa
Indonesia dari zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya dan kerajaan lain sebelum
penjajahan dan imperialisme masuk ke Indonesia. Nilai-nilai Pancasila ada
pada masa itu, tidak hanya di era kolonial atau pasca kolonial. Proses
terbentuknya nasionalisme yang berakar pada budaya ini, menurut
Mohammad Yamin disebut fase nasionalisme lama (Kaelan, 2007: 52).
Menurut Yamin, pembentukan nasionalisme modern dimulai oleh para
pemimpin pejuang kemerdekaan mulai tahun 1908, pembentukan organisasi
gerakan Budi Utomo, kemudian Komitmen Pemuda pada tahun 1928.
Perjuangan terus berlanjut hingga mencapai puncaknya. yang berpuncak pada
tanggal 17 Agustus 1945 sebagai tonggak berdirinya Negara Kesatuan
Republik Indonesia (Kaelan, 2007: 53). Indonesia merupakan negara yang
terdiri dari banyak pulau, suku, agama, budaya dan bahasa, sehingga
diperlukan portfolio untuk menyatukan keanekaragaman tersebut.
Nasionalisme merupakan syarat mutlak bagi pembentukan jati diri bangsa.

a. Proses Berbangsa

Salah satu kata Soekarno yang paling terkenal adalah 'jas merah' yang artinya
tidak melupakan sejarah. Sejarah akan membuat seseorang menjadi bijaksana
dan bijaksana. Orang-orang berhati-hati untuk tidak membuat kesalahan yang
dibuat di masa lalu. Orang menjadi bijak karena mereka bisa merencanakan
dengan hati-hati. Dengan mempelajari sejarah kita juga memahami posisi kita
saat ini bahwa ada perjalanan panjang sebelum keberadaan kita saat ini dan
kita memahami siapa kita sebenarnya, siapa nenek moyang kita, apa karakter
mereka, apa yang mereka cita-citakan selama ini. Sejarah ibarat kaca spion
yang digunakan untuk memahami situasi di belakang kita, namun kita tidak

10
boleh terobsesi dengan melihat ke belakang. Masa lalu yang tragis dapat
meredam semangat kita untuk maju. Peristiwa tragis yang dialami bangsa ini
adalah penjajahan yang terjadi selama berabad-abad, sehingga melahirkan
karakter bangsa yaitu insecure wardeh (kehilangan rasa percaya diri).
Seharusnya kejadian ini menjadi pemicu untuk mengejar dan berusaha maju
dari negara yang pernah menjajah kita. Proses berbangsa tersebut dapat
dilihat dalam rangkaian acara berikut:

1) Prasasti Kedukan Bukit.

Prasasti ini dalam bahasa Melayu Kuno dan memiliki huruf dalam bahasa
Pallawa yang berbunyi “marvuat vanua Sriwijaya siddhayatra subhiksa, yang
kurang lebih berarti membentuk negara Sriwijaya yang mulia, adil, sejahtera,
makmur dan damai. Prasasti ini ditemukan di Bukit Siguntang dekat
Palembang, berasal dari tahun 605 atau 683 M. Kerajaan Sriwijaya yang
dipimpin oleh Dinasti Syailendra merupakan kerajaan maritim yang memiliki
kekuatan maritim yang dipercaya dan disegani pada masanya. Tidak hanya
kekuatan bahari yang terkenal, Sriwijaya juga mengembangkan pendidikan
agama dengan berdirinya Universitas Budha yang terkenal di kawasan Asia
(Bakry, 2009: 88).

2) Kerajaan Majapahit (1293-1525).

Kalau Sriwijaya sistem pemerintahnnya dikenal dengan sistem ke-datu-an,


maka Majapahit dikenal dengan sistem keprabuan. Kerajaan ini berpusat
di Jawa Timur di bawah pimpinan dinasti Rajasa, dan raja yang paling
terkenal adalah Brawijaya. Majapahit mencapai keemasan pada
pemerintahan Raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gadjah Mada yang
tekenal dengan sumpah Palapa. Sumpah tersebut dia ucapkan dalam
sidang Ratu dan Menteri-menteri di paseban Keprabuan Majapahit pada
tahun 1331 yang berbumyi: “Saya baru akan berhenti berpuasa makan
palapa, jikalau seluruh Nusantara takluk di bawah kekuasaan negara,
jikalau Gurun, Seram, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda,
Palembang dan Tumasik sudah dikalahkan” (Bakry, 2009: 89).

3) Berdirinya Budi Utomo

Berdirinya organisasi massa bernama Budi Utomo oleh Sutomo pada


tanggal 20 Mei 1908 yang menjadi pelopor berdirinya organisasi-organisasi
pergerakan nasional yang lain di belakang hari. Di belakang Sutomo ada

11
dr. Wahidin Sudirohusodo yang selalu membangkitkan motivasi dan
kesadaran berbangsa terutama kepada para mahasiswa STOVIA (School
tot Opleiding van Indische Artsen). Budi Utomo adalah gerakan sosio
kultural yang merupakan awal pergerakan nasional yang merintis
kebangkitan nasional menuju cita-cita Indonesia merdeka (Bakry, 2009: 89)

4) Sumpah Pemuda

Sumpah Pemuda yang diikrarkan oleh para pemuda pelopor persatuan


bangsa Indonesia dalam Kongres Pemuda di Jakarta pada 28 Oktober
1928. Ikrar tersebut berbunyi:
Pertama : Kami putra dan puteri Indonesia mengaku berbangsa yang
satu, Bangsa Indonesia
Kedua : Kami putra dan puteri Indonesia mengaku bertanah air yang
satu, Tumpah Darah Indonesia.
Ketiga : Kami putra dan puteri Indonesia menjunjung bahasa
persatuan, Bahasa Indonesia.

b. Proses Bernegara

Proses berdirinya negara adalah keinginan untuk memutuskan hubungan


dengan penjajahan, di dalamnya terdapat upaya kemerdekaan untuk mengatur
kedaulatan negaranya sendiri yang tidak dalam penguasaan dan cengkeraman
bangsa lain. Dua peristiwa penting dalam proses kenegaraan adalah sidang
Badan Penelitian Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan sidang
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
1) Pemerintah Jepang berjanji akan memberikan kemerdekaan kepada
bangsa Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945. Janji itu disampaikan
oleh Perdana menteri Jepang Jenderal Kunaiki Koisu (Pengganti
Perdana Menteri Tojo) dalam Sidang Teikuku Gikoi (Parlemen Jepang).
Realisasi dari janji itu maka dibentuklah BPUPKI (Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 29 April 1945
dan dilantik pada 28 Mei 1945 yang diketuai oleh Dr. KRT. Radjiman
Wedyodiningrat. Peristiwa inilah yang menjadi tonggak pertama proses
Indonesia menjadi negara. Pada sidang ini mulai dirumuskan syarat-
syarat yang diperlukan untuk mendirikan negara yang merdeka (Bakry,
2009: 91).

2) Pembentukan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)

12
setelah sebelumnya membubarkan BPUPKI pada 9 Agustus 1945.
Ketua PPKI adalah Ir. Soekarno dan wakil ketua adalah Drs. Moh. Hatta.
Badan yang mula-mula buatan Jepang untuk memersiapkan
kemerdekaan Indonesia, setelah Jepang takluk pada Sekutu dan
setelah diproklamirkan Kemerdekaan Indonesia, maka badan ini
mempunyai sifat ‘Badan Nasional’ yang mewakili seluruh bangsa
Indonesia. Dengan penyerahan Jepang pada sekutu maka janji Jepang
tidak terpenuhi, sehingga bangsa Indonesia dapat memproklamirkan
diri menjadi negara yang merdeka.

3) Proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 dan penetapan


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam
sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Peristiwa ini merupakan momen
terpenting dan bersejarah karena itu adalah titik balik dari negara terjajah
menjadi negara merdeka.

Dapat juga dikatakan bahwa Pancasila adalah dasar dari filosofi bangsa dan
negara Indonesia, yang pada dasarnya didasarkan pada nilai-nilai
keanekaragaman yang dimiliki orang Indonesia sebagai kepribadian bangsa.

6. Politik Indonesia

Politik identitas adalah sebutan untuk menggambarkan situasi yang ditandai


dengan munculnya kelompok identitas sebagai tanggapan atas represi yang
meminggirkan mereka di masa lalu. Identitas menjadi politik identitas ketika
menjadi dasar aspirasi kelompok (Bagir, 2011: 18).
Identitas bukan hanya masalah sosio-psikologis, tetapi juga politik. Ada
politisasi identitas. Identitas yang dalam konteks kebangsaan harus digunakan
untuk merangkum keragaman bangsa ini, namun dominasi identitas sektarian
dalam agama, suku, daerah dan lain-lain sudah mulai tampak.
Identitas yang merupakan salah satu konsep dasar kewarganegaraan adalah
kesadaran akan persamaan manusia sebagai warga negara. Identitas sebagai
warga negara ini menjadi kerangka politik bagi setiap orang, terlepas dari
identitas lain yang dimilikinya, seperti agama, suku, daerah, dan lain-lain
(Bagir, 2011: 17).
Di era reformasi, kebebasan berpikir, berpendapat, dan kebebasan lainnya
dibuka. Dalam perkembangannya kebebasan (yang berlebihan) ini telah

13
menghancurkan fondasi dan pilar yang telah dibangun oleh pemerintahan
sebelumnya. Masyarakat tidak lagi kritis untuk melihat apa yang perlu diganti
dan apa yang perlu dipertahankan. Ada euforia untuk menggantikan semua
orang. Kemajuan lainnya adalah penguatan wacana HAM dan otonomi daerah
yang memberikan warna baru bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, yang
menunjukkan sisi positif dan negatifnya.
Perjuangan untuk hak asasi manusia diperkuat. Perjuangan ini muncul di
berbagai bidang dengan berbagai permasalahan seperti: kedaerahan, agama,
dan partai politik. Setiap orang ingin menunjukkan jati dirinya, sehingga seolah-
olah ada “perang” identitas. Munculnya istilah 'anak daerah', ormas
keagamaan baru, lahirnya sekian banyak parpol, bila tidak diperhatikan dapat
menimbulkan 'konflik identitas'.
Sebagai negara-bangsa, perbedaan-perbedaan ini harus dilihat sebagai
kenyataan yang wajar dan perlu. Perlu dibangun jembatan relasi yang
menghubungkan keberagaman dalam upaya membangun konsep Bhinneka
Tunggal Ika. Lahirnya Pancasila dimaksudkan untuk itu, yakni sebagai alat
pemersatu. Keberagaman merupakan mozaik yang mempercantik citra
Indonesia secara keseluruhan. Idealnya, dalam sebuah negara-bangsa,
semua identitas kelompok yang berbeda dilampaui, yang paling ideal adalah
identitas nasional (Bagir, 2011: 18).
Politik identitas bisa positif atau negatif. Bersikap positif berarti menjadi
pendorong untuk mengenali dan mengakomodasi perbedaan, bahkan pada
tataran mengakui predikat keistimewaan suatu daerah di atas yang lain dengan
alasan yang dapat dipahami secara historis dan logis. Negatif bila terjadi
diskriminasi antar kelompok, misalnya dominasi mayoritas atas minoritas.
Dominasi bisa lahir dari perjuangan kelompok dan lebih berbahaya apabila
dilegitimasi oleh negara. Negara bersifat mengatasi setiap kelompok
dengan segala kebutuhan dan kepentingannya serta mengatur dan
membuat regulasi untuk menciptakan suatu harmoni (Bagir, 2011: 20).

C. SOAL LATIHAN

1. Jelaskan pandangan anda tentang Pancasila sebagai Identitas Nasional!


2. Jelaskan yang dimaksud dengan pancasila sebagai identitas nasional!agaimana
proses Bernegara dan Berbangsa?

14
D. UMPAN BALIK/TINDAK LANJUT

1. Mahasiswa bertanya tentang materi yang tidak dipahami atau mendiskusikan


pembelajaran secara berkelompok.
2. Dosen menjawab pertanyaan dari mahasiswa dan menjelaskan secara detail, bila
tidak selesai akan dilanjutkan pada pertemuan selanjutnya.
E. DAFTAR PUSTAKA

Lemhanas, Pendidikan Kewarganegaraan, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Tim Dosen UGM, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma, 2002.

Tim Penyusun PUSLIT IAIN Syarif Hidayatullah, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic


Education), Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, IAIN Jakarta Press, 2000.

Sobirin dan Suparman (Penyunting), Pendidikan Kewarganegaraan dan Hak Asasi


Manusia, UII Press, 2003.

Dwi Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, PT. Bumi Aksara, 2006.

Musthafa Kamal, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education), Citra Karsa Mandiri,


2002.

dan lain lain.

15

Anda mungkin juga menyukai