Anda di halaman 1dari 7

Nama : Raina Adisya Ayumarsha

NPM : 2206036051
Departemen : Sosiologi
Mata Kuliah : Manusia dan Masyarakat Indonesia

Review Buku “Menjadi Indonesia” Karya Mochtar Lubis

Judul Buku : Manusia Indonesia (Sebuah Petanggungjawaban)


Penulis : Mochtar Lubis
Penerbit : Yayasan Idayu
Tebal Buku : 136

Mochtar Lubis yang merupakan seorang jurnalis dan pengarang ternama yang cukup terkenal
di Indonesia. Bukunya yang berjudul Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggungjawaban)
merupakan pidato kebudayaan yang disampaikan oleh Mochtar Lubis pada tanggal 6 April
1977 di Taman Ismail Marzuki. Buku Manusia Indonesia membahas mengenai pendapat
Mochtar Lubis terhadap ciri masyarakat Indonesia. Ciri-ciri tersebut masih relevan sampai
saat ini. Meskipun Manusia Indonesia ditulis untuk menggambarkan masyrakat Indonesia
pada tahun 60-an. Namun tulisannya pun masih relevan hingga saat ini. Ciri-ciri tersebut
dapat dikatakan sebagai kritik terhadap sikap dan karakter masyarakat Indonesia. Melalui
sudut pandang subjektif beliau.

Pada buku Manusia Indonesia, Mochtar Lubis mengemukakan enam ciri masyarakat
Indonesia. Ciri-ciri masyarakat Indonesia menurut Mochtar Lubis lebih condong ke arah
negatif atau dapat juga dikatakan bahwa Mochtar Lubis menuliskan sifat buruk dari orang
Indonesia. Enam ciri tersebut diantaranya, yaitu Hipokritis (munafik), enggan
bertanggungjawab atas perbuatannya, berjiwa feodal, percaya takhayul, artistik, serta
memiliki watak yang lemah.

Mochtar Lubis menulis pendapatnya mengenai ciri orang Indonesia bukan hanya
sekadar pendapat. Namun pendapatnya didasarkan oleh keadaan Indonesia pada tahun 60-an.
Menurutnya, orang Indonesia memiliki sifat munafik karena seperti yang kita ketahui, budaya
Indonesia yang mengecam seks bebas, majalah dewasa, dan gambar yang tidak layak
dipublikasikan di ruang publik. Namun di sisi lain masih banyak tempat pijit dan prostitusi
yang dilindung dan melegalisasi prostitusi atau bahkan menikmati prostitusi baik secara
sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan.

Orang Indonesia dicirikan sebagai orang yang enggan bertanggung jawab. Mereka
sering kali cepat memajukan pembelaan ketika bersalah dan berkesan tidak ingin disalahkan.
Hal tersebut dibuktikan dengan kalimat yang cukup popular di kalangan manusia Indonesia,
yaitu “Bukan saya”. Namun sebaliknya disaat ada prestasi, semua berlomba-lomba
mengklaim dirinya sendiri atas prestasi tersebut.

Ciri yang ketiga adalah manusia Indonesia memiliki jiwa feodalisme. Dapat dilihat dari
tatacara upacara resmii kenegaraan dan dalam hubunga organisasi kepegawaian. Tidak
sedikit seseorang yang memiliki kuasa memilih rekan atau kerabatnya sendiri untuk
menjabat. Pilihan tersebut tentu tidak dilatar belakangi dengan pengetahuan, kecakapan,
pengalaman dan kapabilitas yang dimilikinya. Ciri ketiga ini tidak dapat dipungkiri karena
kenyataannya sampai sekarang sikap feodal masyarakat masih tertanam.

Keempat, manusia Indonesia dicirikan sebagai masyarakat yang mempercayai takhayul.


Tidak hanya orang Indonesia pada tahun 60-an saja. Namun orang Indonesia pada zaman
yang bisa dikatakan sudah jauh lebih modern masih banyak orang-orang yang masih
mempercayai hari baik atau buruk pernikahan.

Ciri kelima manusia Indonesia adalah memiliki jiwa yang artistik. Nilai artistik manusia
Indonesia dapat dilihat dari musik, pakaian, tarian, dan patung. Karya-karya tersebut
menunjukkan daya imajinasi yang sangat kuat. Ini merupakan satu-satunya ciri yang
memiliki nilai positif yang diungkapan oleh Mochtar Lubis. Ciri ini dapat menjadi tumpuan
masyarakat Indonesia.

Terakhir, ciri manusia Indonesia adalah memiliki watak yang lemah atau karakter yang
kurang kuat. Manusia Indonesia dianggap kurang kuat mempertahankan atau
memperjuangkan keyakinannya. Mereka mudah terpengaruhi, apalagi jika adanya paksaan.
Kegoyahan watak merupakan akibat dari ciri masyarakat yang feodal juga. Memiliki watak
yang lemah juga disebabkan oleh fixed mindset yang diterapkan oleh orang Indonesia
kebanyakan, selalu berpikiran bahwa apapun yang terjadi merupakan takdir dan tidak adan
usaha untuk mengubah takdir.

Dalam buku ini Mochtar Lubis juga mengungkapkan ciri-ciri manusia Indonesia
lainnya. Diantaranya manusia Indonesia cenderung tidak suka bekerja keras, boros, tidak
sabar, memiloiki sifat iri dengki, dan keburukan-keburukan lainnya yang diungkapkan oleh
Mochtar Lubis.

Selain itu, Mochtar Lubis juga mengkritik bahwa manusia Indonesia sangat
menyukai budaya asing. Contohnya manusia Indonesia sangat gandrung terhadap pemikiran
Amerika, produk Amerika, film Amerika, dan sebagainya. Adanya keinginan bangsa
Indonesia untuk menjadi negara maju seperti negaraAmerika, padahal negara-negara maju
memiliki sisi buruknya. Negara-negara maju membuat teknologi yang memudahkan aktivitas
manusia tetapi di sisi lain juga merusak alam. Negara-negara maju juga menjadikan negara-
negara berkembang seperti Indonesia sebagai pasar untuk mereka, masyarakat Indonesia
dijadikan se-konsumtif mungkin oleh negara maju. Bangsa Indonesia memiliki keinginan
untuk mengikuti modernisasi. Akan tetapi terkadang sikap yang diambil sudah melampaui
batas. Seharusnya masyarakat Indonesia bersikap menghidupkan kembali teknologi tanpa
merusak alam dan tidak serakah.

Bagian lainnya dalam buku ini juga terdapat tanggapan-tanggapan dari tokoh lainnya.
Buku ini ditanggapi dari sudut pandang psikologi oleh Sarlito Wirawan Sarwono. Selain itu
juga ditanggapi oleh Margono Djojohadikusumo yang mengkritisi sifat feodal manusia
Indonesia seakan-akan tidak ada sisi positifnya, Wildan Yatim yang menanggapi bahwa ciri-
ciri manusia Indonesia memiliki kesan buruk yang diakibatkan oleh politik praktis sehingga
Lembaga perwakilan rakyat seharusnya sungguh-sungguh membawa suara rakyat, dan Dr.
Abu Hanifah yang berpendapat bahwa karya Mochtar Lubis menyinggung banyak aspek
yang harus ditelaah lebih lanjut.

Buku Manusia Indonesia karya Mochtar Lubis meskipun masih relevan dengan orang
Indonesia saat ini. Namun pada orang Indonesia pada tahun 60-an dengan saat ini tetap
mengalami perubahan. Enam ciri-ciri tersebut pada manusia Indonesia saat ini sudah mulai
berkurang. Seperti percaya takhayul, sekarang tidak banyak orang Indonesia yang percaya
terhadap hal semacam itu, manusia Indonesia saat ini sudah mulai mengedepankan teori
secara ilmiah.

Gaya Bahasa yang digunakan dalam buku Manusia Indonesia ini cukup mudah untuk
dipahami, Bahasa yang digunakan mudah dicerna. Dengan membaca buku Manusia
Indonesia dapat mengetahui dan menyadari bagaimana sikap bangsa Indonesia dari berbagai
sisi lain. Meskipun pendapat beliau mengenai ciri manusia Indonesia terkesan negatif.
Namun, jika di saat membaca banyak hal yang sesuai dengan realita bangsa Indonesia dan
mungkin buku ini dapat membantu mengembangkan karakter bangsa Indonesia.

Kelebihan dalam buku Manusia Indonesia karya Mochtar Lubis ini adalah kita dapat
melihat karakter manusia Indonesia dari sisi lain, dapat merefleksikannya ke dalam realita
kehidupan karena argumen yang diberikan oleh Mochtar Lubis dalam buku Manusia
Indonesia juga cukup realistis. Selain itu, Mochtar Lubis tidak hanya asal memberikan kritik
saja. Namun, beliau juga menyertakan saran untuk rakyat Indonesia bagaimana seharusnya
bertindak.

Selain kelebihan, terdapat pula kekurangan dari buku Manusia Indonesia ini yaitu
tingkat subjektivitas Mochtar Lubis yang cukup tinggi. Penulis juga tidak menuliskan
karakteristik positif dari manusia Indonesia. Pemaparan penulis dalam karya buku ini juga
tidak disertakan oleh data-data yang akurat dan valid. Contohnya, jika penulis mengatakan
bahwa orang Indonesia mempercayai takhayul dapat dilengkapi oleh data yang relevan
seperti melakukan kuesioner dan wawancara untuk mengetahui berapa banyak orang
Indonesia yang percaya takhayul dengan yang tidak mempercayai. Selain itu, bangsa
Indonesia merupakan negara yang sangat majemuk, masyarakatnya memiliki karakter yang
variatif sehingga dengan dibuatnya stereotipe enam ciri dari manusia Indonesia sepertinya
kurang akurat.

Jika membandingkan buku Menjadi Manusia karya Mochtar Lubis dengan Artikel
yang berjudul Antropologi dan Integrasi Nasional yang ditulis oleh Meutia Hatta Swasono.
Dalam artikel ini lebih menjelaskan bagaimana membentuk integrasi bangsa Indonesia
dengaan masyarakatnya yang multikultural dan kompleks. Pada artikel ini lebih membahas
bagaimana seharusnya kita sebagai masyarakat Indonesia harus bersikap supaya memperoleh
integrasi nasional.

Jika buku Manusia Indonesia mempertanyakan tujuan untuk menjadikan bangsa


Indonesia sebagai manusia pancasila dan mempertanyakan apakah ada manusia Indonesia
yang memiliki jiwa pancasila seutuhnya. Sedangkan di dalam Artikel karya Meutia Hatta
Swasono menjelaskan tujuan pancasila untuk bangsa Indonesia yang plural, yaitu nilai-nilai
yang dijadikan ideologi dengan tujuan untuk menjaga kesatuan dan persatuan kehidupan
masyarakat yang multikulturalisme, serta untuk mencapai keadilan dan kesetaraan. Selain itu,
dijelaskan juga bahwa pancaasila bagi bangsa Indonesia merupakan asas Bersama dan juga
sebagai common denominator bagi pluralism Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Akan tetapi, di dalam artikel penulis juga menilai bahwa implementasi pancasila
dalam kehidupan nyata menjadi kian rapuh. Integrasi sosial terancam, meningkatnya
pengkotak-kotakan, kesetaraan dan keadilan yang belum sepenuhnya diwujudkan. Penulis
juga beranggapan bahwa memahami nilai-nilai pancasila pada kenyataannya lebih banyak
berada di tingkat gagasan dibandingkan di tingkat pengimpelemtasiannya dalam realita
kehidupan masyarakat. Dalam mewujudkan integrasi nasional penulis juga menjabarkan dua
hal yang harus bangsa Indonesia lakukan, yaitu :

1. Meningkatkan pemahaman dari segi kedalaman dan dinamika


multikulturalisme Indonesia.
2. Setiap program pembangunan seharusnya mengemban nilai
menciptakandan menyeimbangkan mutualisme sebagai wujud
doktrinkebersamaan berdasar kekeluargaan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.

Jika dibandingkan dengan materi pendukung yang ditulis oleh Kontjaraningrat,


dijelaskan keberagaman dan kemajemukan masyarakat Indonesia dan membentuk klasifikasi
yang didasarkan oleh persamaan dalam hal adaptasi secara ekologi, sistem dasar
kemasyarakatan, serta gelombang-gelombang pengaruh dari luar yang pernah dialami.
Klasifikasi ini lebih melihat masyarakat Indonesia dari sosial-budayanya bukan melihat
karakter. Klasifikasi tersebut dikonstruksikan menjadi enam tipe sosial-budaya masyarakat
Indonesia, diantaranya :

1. Tipe masyarakat berdasarkan sistem berkebun yang masih sangat


sederhana, memiliki sistem dasar kemsyarakatan berupa desa terpencil
tanpa differensiasi dan stratifikasi.
2. Tipe masyarakat pedesaan sistem bercocok tanam di ladang atau sawah.
Memiliki sistem dasar kemasyarakatan yang berupa komuniti petani,
adanya differensiasi dan stratifikasi sosial yang sedang. Masyarakat kota
menjadi arah orientasinya dan mewujudkan suatu peradaban kepegawaian
yang dibawa sistem kolonial.
3. Tipe yang ketiga tidak berbeda jauh dengan tipe sebelumya. Namun pada
tipe ini masyarakat kota yang menjadi arah orientasinya mewujudkan
suatu peradaban bekas kerajaan yang terpengaruh dari agama islam dan
bercampur dengan peradaban kepegawaian sistem kolonial.
4. Tipe masyarakat pedesaan yang bercocok tanam di sawah, memiliki
sisttem dasar kemasyarakatan komuniti petani dengan differensiasi dan
stratifikasi yang cukup complex.
5. Tipe masyarakat yang kekotaan dengan ciri-ciri pusat pemerintahan,
memiliki sektor perdangangan dan industri yang masih lemah.
6. Tipe masyarakat metropolitan memiliki sektor perdagangan dan industri
yang berkembang. Namun masih didominasi oleh aktivitas pemerintahan.
Referensi

Kuncaraningrat, K. (2000). Pendahuluan. In Kebudayaan, Mentalitas Dan


Pembangunan: Bunga Rampai (pp. 1-36). Jakarta: Penerbit PT Gramedia Rustaka Utama.
Retrieved February 26, 2023, from
https://emas2.ui.ac.id/pluginfile.php/3712234/mod_resource/content/1/Materi%20MMI
%20Bab%201_%20Kebudayaan%2C%20Mentalitas%20dan%20Pembangunan
%20_Koentjaraningrat_1%20%281%29.pdf

Lubis, M. (1977). Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggung Jawaban).


Jakarta: Yayasan Idayu.

Swasono, M. F. (2013). Antropologi Dan Integrasi nasional. Antropologi Indonesia,


30(1), 1-15.
Retrieved February 26, 2023, from
https://emas2.ui.ac.id/pluginfile.php/3712230/mod_resource/content/1/Materi%20MMI
%20Bab%201_Antropologi%20dan%20Integrasi%20Nasional%20_Meutia%20Hatta
%20Swasono_3%20%282%29.pdf

Anda mungkin juga menyukai