Anda di halaman 1dari 4

Tugas 10 Mata Kuliah Pendidikan Pancasila

1. Jelaskan tentang implementasi nilai gotong royong dalam kehidupan masyarakat dengan
berbagai tantangannya!
Gotong royong berasal dari gabungan dua kata Jawa, yaitu gotong berarti pikul dan royong
berarti bersama. Gotong royong berarti pikul bersama. Pada masa lalu dan kadangkala masih
terjadi sekarang, masyarakat di pedesaan Jawa memindahkan rumah kecil atau kandang ternak
yang terbuat dari kayu dan atau bambu, dalam jarak dekat, dengan memikul bangunan itu
beramai-ramai. barang kali istilah gotong royong pada awalnya berasal dari kegiatan ini
(Panjaitan, 2013:39). Koentjaraningrat (dalam Panjaitan, 2013:39) mengatakan bahwa gotong
royong merupakan suatu sistem pengerahan tenaga kerja tambahan dari luar kalangan keluarga,
untuk mengisi kekurangan tenaga kerja pada masa-masa sibuk dalam lingkaran kegiatan
bercocok tanam di sawah. Gotong royong bercocok tanam dilakukan oleh para petani yang
sawahnya berdekatan. Petani tuan rumah harus menyediakan makanan kepada teman-temanya
yang membantu itu, selama pekerjaan berlangsung. Kompensasi lain tidak ada, tetapi petani
yang minta bantuan tadi harus mengembalikan jasa itu dengan membantu semua petani yang
diundangnya, tiap saat mereka memerlukan bantuannya dengan cara yang sama.
Gotong royong adalah sukarela, tanpa paksaan dari pihak manapun, karena manusia setara,
gotong royong tidak ada yang lebih tinggi atau dan tidak ada yang lebih rendah. Gotong royong
sudah mendarah daging bagi manusia Indonesia, sebab gotong royong sudah dilakukan oleh
manusia Indonesia sejak dulu kala, manusia Indonesia sudah terbiasa bekerjasama, sukarela,
tanpa bayaran, bantu membantu dan tolong-menolong (Panjaitan, 2013:75). Sedangkan
kerjasama adalah kegiatan yang dilakukan oleh beberapa orang untuk mencapai tujuan
bersama, namun ada posisi yang lebih tinggi dan lebih rendah seperti pemimpin dan anak buah,
dan juga kerjasama tidak mesti secara sukarela, sebab mereka yang melakukannya akan
mendapat imbalan sesuai dengan apa yang dikerjakannya.
Menurut dokumentasi departemen pendidikan dan kebudayaan (Panjaitan, 2013:43-59) di
Indonesia terdapat berbagai jenis gotong royong diantaranya adalah:
1) Gotong royong berburu dan mengumpulkan makanan adalah suatu cara utama masyarakat
Indonesia mengumpulkan bahan pangan, terutama sebelum bercocok tanam
2) Gotong royong bercocok tanam adalah kerja sama sukarela yang adil dari warga petani
bebas, mandiri dan sederajat dengan kemampuan terbatas, untuk mengatasi kekurangan
tenaga dan modal
3) Gotong royong membuat alat adalah membuat alat berburu atau peralatan rumah tangga
yang tak bisa dikerjakan oleh seorang diri
4) Gotong royong membuat tempat tinggal adalah kerja sama dalam membuat tempat tinggal
agar semua masyarakat dapat mempunyai tempat tinggal walaupun bagi orang miskin;
5) Gotong royong dalam kepercayaan adalah kerja sama dalam bidang kepercayaan dimana
masyarakat saling bekerja sama untuk melaksanakan sebuah upacara menurut kepercayaan
mereka.
Implementasi nilai gotong royong dilaksanakan pada masyarakat bisa dilihat dari beberapa
indikator. Adapun indikator yang digunakan yaitu mau berkerjasama dengan baik, berprinsip
bahwa tujuan akan lebih mudah dan cepat tercapai jika dikerjakan bersama-sama, dan tidak
memperhitungkan tenaga untuk saling berbagi dengan sesama.
Contoh-contoh gotong royong antara lain:
1. Bersama-sama membantu tetangga jika ada acara
2. Bersama-sama membersihkan tempat ibadah dengan baik
3. Bersama-sama mengikuti kerja bakti dengan tanggung jawab
4. Bersama-sama membersihkan rumah bersama keluarga
5. Bersama-sama membersihkan lingkungan sekolah dengan baik
6. Bersama-sama membangun pos ronda
7. Bersama-sama menyiapkan acara peringatan hari kemerdekaan Indonesia
8. Bersama-sama membangun jembatan
9. Bersama-sama membersihkan lingkungan setelah tertimpa bencana

Tantangan dalam melaksanakan gotong royong antara lain:


1. Adanya sikap individualisme yang tinggi
2. Adanya sikap ketidak mautahuan dan acuh tak acuh
3. Kurangnya kesadaran seseorang dalam bersimpati secara kerjasama
4. Adanya kesadaran seseorang dalam sikap individualisme yang mementingkan diri sendiri
5. Kurangnya bersosialisasi terhadap sesama manusia atau egois

2. Jelaskan tentang berbagai bentuk kearifan lokal yang terkait dengan ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, demokrasi, dan keadilan dalam budaya masyarakat Indonesia!
 Ketuhanan Yang Maha Esa
Contoh: masyarakat Indonesia terdiri dari beragam agama, sehingga butuh sikap tenggang
rasa, dan toleransid dalam perbedaan antar umat beragama 
 Kemanusiaan yang adil dan beradab
Contoh: keberagaman suku kita harus saling menghargai dan menghormati satu sama lain
tanpa mengganggap jeleknya satu suku tertentu
 Persatuan Indonesia
Contoh: Di balik perbedaan agama, suku, latar belakang, ras yang berbeda, kita tetap satu
Indonesia
 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
 Contoh: tiap 4 tahun sekali, negara kita akan melakukan pemilihan umum, masyarakat
dari latar belakang yang berbeda akan dihitung suaranya dan didengar opininya tentang
negara. Di samping itu demokrasi atau musyawarah sebagai bagian di dalam persatuan
suara di Indonesia
 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia 
Tidak ada kelas atau suku yang menjadi tertinggi di dalam suatu negara. Semua orang akan
diberikan suatu diberi hukuman jika bersalah dan dibela jika benar menurut hukum yang
berlaku. Keadilan sosial adalah bahwa semua masyarakat baik dari golongan manapun
adalah sama di mata negara. 

3. Jelaskan sumber politis tentang Burung Garuda Pancasila sebagai simbol negara. Jelaskan pula
faktor penyebab nama Sultan Hamid II kurang dikenal dalam sejarah sebagai perancang simbol
Garuda Pancasila!
Pancasila menjadi kaidah penuntun dalam setiap aktivitas sosial politik. Dengan demikian,
sektor masyarakat akan berfungsi memberikan masukan yang baik kepada sektor pemerintah
dalam sistem politik.
Tidak banyak yang tahu perancang lambang Garuda Pancasila. Namanya dilupakan karena
dianggap terlibat upaya kudeta Westerling 1950. Kini ada upaya untuk membersihkan
namanya. Dalam sejarah kontemporer Indonesia, sosok Sultan Hamid II pernah menjabat
menteri negara dalam Kabinet Republik Indonesia Serikat (RIS) pertama.
Jasanya dalam merancang lambang negara Indonesia, burung Garuda Pancasila dilupakan
begitu saja setelah dia diadili dan dihukum 10 tahun penjara terkait rencana kudeta oleh
kelompok eks KNIL pimpinan Kapten Westerling pada 1950 termasuk ingin membunuh Sultan
Hamengkubowo (Menteri Pertahanan saat itu).
Pada 22 Januari 1950, sekitar 800 orang pasukan KNIL pimpinan Westerling menduduki
sejumlah tempat penting di Bandung, setelah menghabisi 60 orang tentara RIS. Mereka
kemudian berhasil diusir dari Bandung.
Di Jakarta, empat hari kemudian, pasukan Westerling hendak melanjutkan kudeta, tetapi
berhasil digagalkan karena lebih dulu bocor. Disebutkan, pasukannya berencana membunuh
beberapa tokoh Republik, termasuk Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono IX.
Dalam buku Nationalism dan Revolution in Indonesia (1952), George Mc Turnan Kahin,
menulis setelah upaya kudeta itu digagalkan, temuan pemerintah RIS menyimpulkan Sultan
Hamid "telah mendalangi seluruh kejadian tersebut, dengan Westerling bertindak sebagai
senjata militernya."
Walaupun membantah terlibat dalam kasus itu, pengadilan menyatakan dirinya bersalah.
Kemudian dia dihukum penjara sepuluh tahun dan disanalah nama Sultan Hamid II habis dan
dianggap sebagai penghianat
Sejarah resmi Indonesia kemudian melupakannya. Ketika pria kelahiran 1913 ini
meninggal dunia lebih dari 35 tahun silam, jasadnya bahkan tidak dikubur di makam pahlawan.
Sosok penyokong konsep negara Federal ini seperti dihilangkan, walaupun dia adalah
perancang lambang negara Indonesia, burung Garuda Pancasila.
Sebagai Menteri negara, Syarif Abdul Hamid Alkadrie ditugasi oleh Presiden Sukarno
untuk merancang gambar lambang negara. Ini ditindaklanjuti dengan pembentukan panitia
yang diketuainya. Konsep rancangan Sultan Hamid yang terpilih, menyisihkan rancangan
Muhammad Yamin. Walaupun rancangan burung Garuda dari Sultan Hamid pada saat itu
berbeda dengan yang kita kenal pada saat ini namun Sultan Hamid adalah pelopor dalam
terbentuknya lambang negara Indonesia
Setelah reformasi bergulir, sejumlah intelektual muda Kota Pontianak, Kalimantan Barat,
tempat kelahiran Sultan Hamid II menggugat yang mereka sebut sebagai kebohongan sejarah.
Anshari Dimyati, yang juga Ketua Yayasan Sultan Hamid II, melalui penelitian tesis
master di Universitas Indonesia, menyimpulkan Ketua Majelis permusyawaratan negara-negara
Federal (BFO) ini tidak bersalah dalam peristiwa Westerling awal 1950. Dimana menurut
Anshari Dimyati, Sultan Hamid II memang mempunyai niat untuk melakukan penyerangan dan
membunuh tiga dewan Menteri RIS, tapi tidak jadi dilakukan dan penyerangan pun tidak
terjadi
Hasil temuan Anshari juga menyimpulkan, bahwa perwira lulusan Akademi militer
Belanda itu bukan "dalang" peristiwa APRA di Bandung awal 1950. Menurutnya, peradilan
tidak dapat membuktikan dugaan keterlibatan Sultan Hamid dalam kasus itu.
Alumni Universitas Indonesia lainnya, Turiman Fachturrahman -juga melalui tesis
masternya. menemukan bukti-bukti otentik yang menguatkan peran penting Sultan Hamid II
sebagai perancang lambang negara, Garuda Pancasila. Selama empat tahun, Turiman mengaku
melakukan penelitian dengan menemui sejumlah pihak.
Berdasarkan hasil liputan aktivis pers mahasiswa Nur Iskandar dalam tabloid Mimbar
Untan, Universitas Tanjungpura Pontianak, Turiman kemudian berhasil menemukan naskah
asli rancangan lambang negara karya Sultan Hamid.
Hasil penelitian Anshari dan Turiman ini kemudian diterbitkan dalam buku 'Sultan Hamid
II, sang perancang lambang negara' pada pertengahan 2013 lalu. Kampanye terbuka, melalui
pameran dan diskusi di berbagai forum, pun digelar oleh masyarakat Kalimantan Barat untuk
apa yang mereka sebut sebagai pelurusan sejarah. Lebih lanjut Turiman mengharap agar negara
mengakui jasa pria yang bernama asli Syarif Hamid Alqadrie ini sebagai perancang lambang
negara, Garuda Pancasila.
Dalam UU nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta
Lagu Kebangsaan, nama WR Supratman disebut dengan jelas, tetapi tidak ada nama Sultan
Hamid II, katanya. Menurut Turiman, terdapat diskriminasi hukum karena tidak satu pun pasal
yang menyatakan bahwa lambang negara adalah rancangan Sultan Hamid II. Bagaimanapun,
Sultan Hamid II hidup dalam masa-masa gelap revolusi Indonesia, ketika banyak kelompok
yang masih bersemangat membawa Indonesia ke arah yang sesuai persepsinya masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai