Nilai Sosial : yang terkandung dalam novel ini adalah seorang priyayi tidak
seharusnya hanya mementingkan kedudukan saja, para priyayi harus juga
memikirkan kehidupan rakyat kecil, dan selalu berusaha untuk memecahkan
suatu permasalahan dengan jalan bermusyawarah. “
Nilai moral : seorang priyayi harus dapat menjadi contoh yang baik untuk
masyarakat kecil, seorang priyayi harus dapat menjaga nama baiknya serta
menjaga nama baik keluarganya.
Nilai agama : masyarakat yang masih menganut ajaran islam abangan,
masyarakat masih sangat teguh pendirian pada keyakinan masing-masing.
Nilai budaya : adanya budaya slametan yang dilakukan masyarakat Jawa setiap
kali ada hajat, kebiasaan oran Jawa untuk mengganti nama anak ketika anak itu
telah mendapatkan kedudukan, selai itu adanya kebiasaan untuk menundukkan
kepala kepada Nippong.
Biografi penulis : mar Kayam lahir dan besar di Ngawi. Ia mendapatkan gelar
sarjana muda dari Fakultas Pedagogik Universitas Gadjah Mada pada tahun
1955. Di Gadjah Mada, ia dikenal sebagai salah seorang pelopor dalam
terbentuknya kehidupan teater kampus; salah satu muridnya adalah Rendra.
Kayam kemudian mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya ke
Amerika Serikat. Ia meraih gelar M.A. dari Universitas New York (1963),
dan Ph.D. dari Universitas Cornell (1965). Disertasi doktoralnya
berjudul Aspects of Inter-Departemental Coordination Problems in Indonesia
Community Development.[1]
3. UNSUR KEBAHASAAN
Dalam novel ini Gaya bahasa yang mdigunakan adalah bahasa Indonesia
dipadukan dengan bahasa jawa . karena mereka hidup pada zaman Belanda
sehingga merekan juga mahir berbahasa Belanda dan sedikit Bahasa Jepang.