Maya Lutviana Aulia Nurul Meika Tri Wahyuni Eva Lutvi Atur Rohmah Ningsih Izzatu Imaarotissaamiyy Alqudsiyy Nur Azizah Syariat Madari Arfindi Yunanda Santoso Aldilla Galang Ilham Y Ardhi Cahya R Roy Trian Sanjaya Brian Pandika Kebudayaan Indonesia sebagai keseluruhan tentu saja lebih rumit dari pada yang dapat dijelaskan. Melalui ketiga lapisan, yaitu budaya asli, India, dan Islam.
Indonesia adalah Bhineka tunggal ika. Yang menyeluruh tidak
dapat dengan tuntas dijelaskan oleh bagian-bagiannya.
Menjelaskan Indonesia hanya di dalam kesatuannya
atau hanya keanekaragaman semata-mata hanya menghasilkan kebenaran.
Jadi orang yang mengatakan bahwa tidak ada
kebudayaan Indonesia, tetapi hanya kebudayaan kebudayaanya ; ataupun bahwa ada satu kebudayaan Indonesia, dapat dijelaskan kedua-duanya salah 3 Tipe pokok secara kultural menurut Geertz 1. Abangan, mewakili unsur yang menekankan aspek-aspek animistis dan sinkretisme Jawa secara menyeluruh
2. Santri, mewakili unsur yang menekankan
aspek-aspek islam dari sinkretisme
3. Priyayi, menekankan aspek hindu, dan
berkaitan dengan unsur birokrasi Konflik yang muncul antara kaum abangan dan kaum santri Perbedaan yang ada dalam kedua kaum ini iyalah dalam organisasi kehidupan masyarakat untuk abangan unit sosial yang paling dasar ialah rumah tangga. Agama mereka adalah “agama” yang tanpa kitab suci, tanpa nabi, dan tanpa organisasi apapun. Jadi apa yang ada hanyalah seperangkat rumah tangga yang saling terpisah. Ketegangan diantara kaum ini juga karena keduanya tidak saling menghormati. RELATIVISME KONTEKSTUAL Relativisme kontekstual yang disebutkan Geertz adalah pandangan religius yang bersifat non santri. Satu sintese baru yang didasarkan atas kemenangan total dari nilai kelompoknya sendiri atas seluruh masyarakat , tidak akan terjadi dan bahwa semua masyarakat yang terbuka akan menggantikan yang tertutup 2. Tiga Sumber Nilai Nilai “ penilaian yang bersifat reflektif tentang apa yang berharga dan apa yang penting dalam hidup dan tidak Nilai-nilai orang Jawa = sistem religius dan untuk menjelaskanya dengan menjabarkanya Yang artinya melalui mitos yang di percayainya, ritus yang dirayakanya dan etika yang ditaatinya. Wayang = penemuan asli jawa? Hazeu >> Wayang kulit adalah asli jawa, tak perlihatkan adanya pengaruh India. >> Cerita diambil dari Ramayana, Mahabharata
namun komposisi teknis adalah sepenuhnya
Jawa. >> Istilah teknis tidak berasal dari sansekerta tetapi dari Jawa >> Teater bayangan berasal dari ibadah nenek moyang yang animistis (arwah nenek moyang dihidupkan melalui bayang-bayang. Memberi saran dan bimbingan gaib. Rassers
di India ada pertunjukkan “chayanataka” =
pertunjukkan bayang-bayang. wayang bukanlah khazanah budaya Indonesia pada umumnya, melainkan Jawa, Bali yang dapat pengaruh Hindu terbesar. Apakah wayang memang sesungguhnya bercerita tentang konflik antara yang “baik” dan “jahat”?
Tokoh-tokoh dalam wayang tidaklah sekedar
terbagi atas kiri dan kanan Menurut Anderson, “kiri” dan “kanan” sama sekali tidak mutlak itu tergantung dari layar anda melihatnya Pandawa tidaklah mewakili yang baik. Kurawa tidak mencerminkan yang jahat, keduanya selalu digambarkan baik di dalam kelemahan maupun kelebihannya. Pandangan dunia yang disajikan wayang bagi orang jawa Pandangan dunia orang jawa adalah Totalitas Melihat semua kenyataan Pandangan dunia yang Dualistis Keserasian alam semesta dipotong oleh interaksi yg kuat Pandangan dunia orang jawa adalahHirearkis Alam kehidupan dapat dibagi secara horisontal dan vertikal RITUS SLAMETAN
Ritus memiliki 2 dimensi. Dimensi yang pertama adalah
hubungan seseorang dengan Yang Kudus dan dimensi yang kedua adalah hubungan seseorang dengan yang lain. Ritus yang paling cocok untuk menggambarka dimensi di atas adalah slametan Dimensi yang pertama terdapat perbedaan penafsiran Masyarakat jawa bukanlah masyarakat yang monopolistis Konflik tak terhindarkan. Sebab tidak semua unsur dengan mudah dikombinasikan dan dipadukan. Namun konfllik tidak boleh diterima begitu saja. Ia harus dijinakkan.
Keserasian dan keselarasan bukanlah ketika
konflik diatasi dengan memperoleh sintese yang lebih tinggi, tetapi ketika konflik sedapat mungkin dihindari. 5 HAL MENGENAI DIMENSI PRAKTIS KEHIDUPAN MANUSIA
(1) Sikap Terhadap Hidup
3 pemahaman mengenai hakekat hidup: 1. Hidup manusia duniawi adalah jahat 2. Memandang hidup ini baik 3. Memahami hidup sekaligus sebagai potensial baik dan potensial jahat (2) Sikap Terhadap Kerja Kerja tidak berorientasi kepada prestasi, melainkan kepada status.
(3) Sikap Terhadap Waktu
Waktu berjalan melingkar , sebab itu ia selalu kembali dan segala sesuatu berulang serta terulang. Tanpa disadari, orientasi waktu adalah kepada masa silam. Masa silam yang akan kembali lagi dan lagi. (4) Sikap Terhadap Alam Sekitar
1. Alam begitu berkuasa dan luar biasa,
sehingga manusia harus menundukkan dirinya.
2. Alam sebagai obyek yang harus
ditundukkan.
3. Manusia dan alam sebagai subyek.
(5) Sikap Terhadap Sesama Kolektivisme Individualisme
Setiap individu anggotanya ada, Seluruh masyarakat ad dan
bekerja, hidup (dan mati) ada untuk melakukan segala sesuatu untuk kepentingan masyarakat. kesejahteraan individu-individu. Individu-individu anggotanya dilahirkan Individu-individu anggotanya dalam masyarakat. membentuk masyarakat.
Saling ketergantungan dan Hak-hak, kebebasan, serta prestasi
menekankan ketaatan. individual diutamakan.
Saling membantu dan konformitas. Prakarsa pribadi dan kompetisi.
Orang Jawa lebih sesuai dengan
pengaturan masyarakat yang bersifat kolektivitas. Orientasi dalam Pengaturan Hidup Bermasyarakat 1. Individu-Masyarakat Sistem nilai budaya jawa tidak memberi ruang cukup untuk ekspresi individual. Masyarakat dipandang sebagai “keluarga besar yang bahagia”.
Seorang tidak boleh bekerja jauh lebih keras
daripada yang lain, sebab ambisius dapat berakibat buruk.
Prestasi besar tidak boleh ditonjolkan karena
dianggap sombong. 2. Iindividu-Penguasa Konsep Jawa mengenai individu-penguasa (negara) menurut Clifford Geertz: a. Doktrin Pusat Eksemplaris Istana, ibukota, dan porosnya adalah raja sendiri. b. Doktrin Siritualitas Bertingkat Spiritualitas tidak terbagi merata, menurut tingkat kedudukan sosio-politisnya, berpuncak di raja dan berakhir dengan para petani. c. Doktrin Negara Teater Ibukota adalah panggung teater, dimana raja merupakan pemain utama, dan rakyat biasa adalah penonton, pemain figuran, tetapi juga melalui upeti dan pengabdian (sponsor).