Mata uang merupakan hal yang tak asing lagi bagi kita. Setiap negara di dunia
pasti memiliki mata uang. Salah satu sarana yang dapat digunakan untuk mengukur
tingkat kemakmuran suatu negara adalah nilai tukar mata uang. Pada awal tahun 1997
nilai kurs Rupiah masih bergerak antara Rp 4.000,- sampai dengan Rp 5.000,- per
Dolar Amerika Serikat (USD). Namun karena situasi krisis ekonomi yang melanda
dunia menyebabkan nilai kurs Rupiah terhadap USD terus melemah. Pada tanggal 1
Nopember 1997, pemerintah secara resmi melikuidasi 16 bank swasta nasional yang
dipandang tidak sehat. Dari sinilah krisis perbankan yang meluluhlantahkan industri
perbankan nasional bermula. Pada tanggal 18 januari 1998 Rupiah mencapai puncak
kejatuhannya dengan menembus angka Rp 16.000,- per USD dan terus berusaha untuk
diturunkan hingga saat ini.
Fungsi mata uang yang lain adalah sebagai alat tukar dalam transaksi jual beli.
Dalam hubungan transaksi perdagangan antar negara (ekspor dan impor) nilai tukar
tersebut mempunyai peranan yang sangat penting, apalagi saat ini di era globalisasi
hampir seluruh negara di dunia terlibat dalam kegiatan ekonomi perdagangan bebas.
Nilai tukar mata uang suatu negara akan membawa efek pada investor dari luar negeri.
Secara singkat, menurut ekonom Salvatore, definisi nilai tukar adalah harga
suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau nilai suatu mata uang terhadap nilai
mata uang lainnya. Nilai tukar mata uang pada suatu negara bersifat fluktuatif dan
dinyatakan dalam perbandingan dengan mata uang negara lain. Jika nilai mata uang
menguat maka nilai ekspor produk dari negara tersebut akan menjadi lebih tinggi dan
sebaliknya jika nilai mata uang melemah, maka nilai impor barang dari negara lain
akan lebih rendah atau murah.
Kenaikan nilai tukar uang dalam negeri disebut apresiasi atas mata uang asing,
sedangkan depresiasi adalah penurunan nilai tukar uang domestik atas mata uang
asing. Mengapa nilai mata uang berfluktuasi? Ada beberapa faktor yang
menyebabkan fluktuasi nilai mata uang. Diantara yang menjadi sebab naik turunnya
nilai tukar mata uang adalah suku bunga bank, inflasi dan pendapatan nasional.
LANDASAN TEORI
Tingkat suku bunga menentukan nilai tambah mata uang suatu negara.
Semakin tinggi suku bunga suatu mata uang, akan semakin tinggi pula permintaan
akan mata uang negara tersebut. Tingkat suku bunga diatur oleh bank sentral, dan
jika dalam jangka panjang bank sentral selalu menaikkan suku bunga maka trend
nilai tukar mata uang negara tersebut terhadap negara lain akan cenderung naik. Hal
ini akan terus berlangsung sampai ada faktor lain yang mempengaruhi atau bank
sentral kembali menurunkan suku bunganya.
Sebagai illustrasi ambillah contoh EUR/AUD. Saat ini suku bunga mata uang Euro
adalah 0.50% dan dollar Australia 2.75%. Jika bank sentral kawasan Euro (ECB)
menaikkan tingkat suku bunga sebesar 0.25% maka suku bunga EUR akan menjadi
0.75%. Asumsikan suku bunga AUD tidak berubah sehingga permintaan akan AUD
juga relatif tetap. Kenaikan tingkat suku bunga Euro akan menarik investor untuk
memindahkan asset investasinya (misalnya saham, properti atau mata uang lain) ke
mata uang Euro karena mereka ingin mendapatkan keuntungan dari perubahan
tingkat suku bunga tersebut. Walaupun pada contoh di atas suku bunga EUR masih
lebih rendah dari suku bunga AUD, namun perubahan tingkat suku bunga tersebut
menyebabkan permintaan akan mata uang EUR di level konsumen meningkat
sehingga nilai tukar Euro terhadap dollar Australia atau EUR/AUD juga naik. Jika
suku bunga mata uang negara lain tidak berubah, maka kenaikan suku bunga EUR
tersebut tidak hanya berpengaruh pada nilai EUR/AUD saja, namun juga terhadap
nilai tukar EUR versus mata uang lainnya. Dalam hal ini nilai EUR/xxx (xxx adalah
mata uang lainnya) akan naik.
Sebaliknya dari contoh di atas, jika ECB menurunkan tingkat suku bunganya semisal
0.25% juga sehingga suku bunga EUR menjadi 0.25%. Investor akan segera melepas
kepemilikannya atas mata uang Euro dan beralih ke jenis asset lainnya seperti
saham, properti atau mata uang negara lain yang tingkat suku bunganya lebih tinggi.
Jika ini terjadi maka nilai tukar EUR terhadap mata uang lainnya akan turun, atau
EUR/xxx akan melemah.
Perubahan arah pergerakan nilai tukar di atas terjadi hanya pada saat ada perubahan
tingkat suku bunga, atau isu dan juga rumor yang berkaitan dengan kemungkinan
perubahan suku bunga seperti tingkat inflasi yang tinggi, defisit neraca perdagangan
yang makin besar dan sebagainya. Dalam pasar forex isu perubahan tingkat suku
bunga sangat sensitif, oleh karenanya komentar seorang gubernur atau kepala bank
sentral akan sangat mempengaruhi fluktuasi nilai tukar mata uang suatu negara. Di
samping itu perbedaan tingkat suku bunga antara 2 mata uang bisa menyebabkan
terjadinya carry trade. Makin besar selisih suku bunga makin tinggi pula potensi
carry trading terhadap pasangan mata uang tersebut.
Teori yang biasanya digunakan untuk menjelaskan kurs valuta asing dalam
hubungannya dengan inflasi adalah Law of One Price dan Purchasing Power Parity.
Law of One Price adalah harga barang atau jasa akan menjadi seragam di semua
pasar dengan asumsi tidak ada friksi (barrier) penjualan dan biaya transportasi
bernilai nol. Jika Law of One Price benar-benar berlaku, Purchasing Power Parity
(PPP) dari nilai kurs dapat diketahui. Persentase perubahan (growth) nilai kurs
dipengaruhi oleh perbedaan inflasi. Inflasi adalah persentase perubahan indeks harga
barang dan jasa di negara tertentu. Inflasi juga dapat diartikan sebagai perubahan
harga barang dan jasa dalam satu periode.
Umumnya inflasi diukur dengan perubahan harga kelompok barang dan jasa yang
dikonsumsi sebagian besar masyarakat, seperti tercermin pada perkembangan Indeks
Harga Konsumen (IHK). Dari faktor yang mempengaruhinya, inflasi total
disebabkan oleh perubahan harga dari sisi permintaan (inflasi inti) dan dari sisi
penawaran (inflasi non inti).
Dalam pasar foreign exchange atau valuta asing, dasar yang utama adalah transaksi
internasional baik dalam komoditas jasa atau barang sehingga perubahan harga
dalam negeri yang tidak tetap terhadap harga luar negeri berdampak pada pergerakan
valuta asing. misalnya adalah apabila Indonesia mengalami inflasi lebih tinggi dari
USA dan nilai kursnya tidak berubah. Hal ini menyebabkan harga ekspor barang dan
jasa Indonesia menjadi relatif lebih mahal dan tidak mampu berkompetisi dengan
barang dan jasa dari luar negeri. Ekspor Indonesia akan cenderung menurun
sedangkan impor dari negara lain cenderung meningkat. Dampaknya, Rupiah akan
mengalami tekanan dan terdepresiasi atau US$ akan mengalami apresiasi terhadap
Rupiah.
Dalam rangka mengurangi tekanan inflasi tersebut, Pemerintah dan Bank Indonesia
senantiasa meningkatkan koordinasi dalam melakukan pemantauan dan
pengendalian inflasi, yang antara lain ditempuh melalui kebijakan untuk
menstabilkan nilai tukar Rupiah, menjaga kecukupan pasokan dan kelancaran
distribusi kebutuhan bahan pokok, menurunkan ekspektasi inflasi yang masih berada
pada level yang tinggi, meminimalkan dampak lanjutan administered price, serta
mengendalikan permintaan agregat agar tidak melebihi kapasitas perekonomian.
Fundamental ekonomi yang menjadi acuan dan cerminan ekonomi suatu negara yaitu
pertumbuhan ekonomi, dimana pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan
kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi
dalam masyarakat akan bertambah. Data pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari
Produk Nasional Bruto /Gross Domestic Product, Produk Domestik Bruto / Gross
Domestic Product, dan komponen-komponen lain dari konsep Pendapatan Nasional.
Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) adalah nilai
barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi di negara tersebut dalam satu tahun
tertentu. Di negara-negara berkembang, PDB/GDP adalah konsep yang paling
penting dibanding konsep pendapatan nasional lainnya.
Seperti pada tingkat bunga, tingkat pendapatan nasional hanya mempengaruhi nilai
tukar melalui tingkat permintaan dolar atau valas lainnya. Kenaikan pendapatan
nasional( yang identik dengan meningkatnya kegiatan transaksi ekonomi) melalui
kenaikan impor akan meningkatkan permintaan terhadap dolar atau valas lainnya
sehingga menyebabkan nilai Rupiah terdepresiasi dibandingkan dengan valas
lainnya. Dan apabila nilai ekspor naik maka meningkatkan permintaan Rupiah oleh
negara lainnya dengan begitu nilai Rupiah akan terapresiasi. Ketika nilai ekspor
lebih maka akan menaikkan angka pendapatan nasional karena terjadi surplus
anggaran neraca perdagangan. Dari hal tersebut dapat diartikan bahwa ketika
pendapatan nasional naik maka permintaan akan Rupiah juga akan naik dan
mengapresiasi nilai tukar Rupiah. Demikian juga sebaliknya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Data
Subyek Penelitian
Subyek penelitian, yaitu semua individu yang dikenai generalisasi dari sampel-
sampel yang diambil dalam suatu penelitian. Dari batasan di atas maka populasi
penelitian adalah nilai tukar Rupiah.
Obyek Penelitian
Obyek penelitian yang akan diteliti ialah variable-variabel yang bersifat independent
yang mempengaruhi nilai tukar Rupiah, yaitu :
Populasi adalah yang diminati dalam penelitian, atau kelompok yang akan dikenakan
atau diterapi hasil dari penelitiannya. Sedang sampel adalah bagian dari populasi
yang mewakili pupulasinya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder diperoleh data worldbank yang meliputi data Nilai Kurs Rupiah , Suku
Bunga, Inflasi, serta Pendapatan Nasional mulai tahun 1970 sampai tahun 2012.
Dalam penelitian ini menggunakan model Regresi Linier Berganda, melalui metode
ini peneliti berusaha menemukan bentuk atau pola hubungan antara variabel
dependen dengan lebih dari satu variabel independent. Persamaan garis regresi
dalam penelitian adalah :
Keterangan : Y = +1+2+3+
Dalam melaksanakan analisis regresi linier berganda perlu dilakukan terlebih dahulu
pengujian 5 asumsi klasik yang dianggap penting, yaitu zero mean of error
disturbance, tidak terdapat multikoliniaritas antar variabel bebas, tidak terjadi
heterokedastisitas, dan tidak terjadi autokorelasi. Dan tidak adanya hubungan antara
u dan variabel bebas.
1. Uji Statistik t
1. Menentukan Hipotesis
t= 1se
(1)
Uji Zero Mean of Error Disturbance mempunyai tujuan untuk mengetahui bahwa
nilai rata-rata = 0
Uji Multikolinearitas
Uji Heterokedastisitas
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi adalah menguji hubungan yang terjadi di antar anggota-anggota dari
serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu. Untuk mendeteksi
autokorelasi terjadi adalah dengan serial correlation LM test. Jika probability chi
square berada di bawah 0,1 atau resid(-1) atau resid (-2) berada di bawah 0,1 maka
terindikasi autokorelasi.
untuk menguji bahwa tidak ada hubungan antara u dengan variabel bebas. Karena
antara u dengan variabel bebas tidak boleh terjadi hubungan. Tes ini dilakukan
dengan meregresikan u dengan semua variabel bebas dan jika nilai probability = 1,
maka bisa dipastikan bahwa tidak terjadi hubungan antara u dengan variabel bebas.
ANALISIS DATA
Hipotesis untuk menguji pengaruh variabel independen (X1), (X2), dan (X3) secara
parsial terhadap variabel dependen yaitu (Y) dapat dirumuskan:
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa variabel suku bunga bank mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar Rupiah dengan nilai signifikan sebesar
0,0335. Sedangkan variabel inflasi mempunyai pengaruh yang tidak signifikan
terhadap nilai tukar Rupiah dengan nilai signifikan sebesar 0,3963. Untuk variabel
pendapatan nasional juga berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar Rupiah dengan
tingkat signifikan sebesar 0,0000.
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata = 0 atau jika mendekati 0
maka bisa di asumsikan sebagai 0.
1. Uji Multikolinearitas
Uji tidak ada hubungan antara dengan variabel bebas dapat dilakukan dengan
meregresikan dengan variabel bebas dan jika nilai probabilitas bernilai 1 pada
semua variabel maka dapat dipastikan bahwa tidak ada hubungan antara dengan
variabel bebas.
KESIMPULAN