pdf&ie=utf-8&oe=utf-
8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a&source=hp&channel=np
Setiap siswa pada prinsipnya berhak memperoleh peluang untuk mencapai kinerja
akademik yang memuaskan. Namun kenyataannya bahwa siswa memiliki perbedaan dalam hal
kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan
belajar yang terkadang sangat mencolok antara seorang siswa dengan siswa lainnya. Sementara
itu, sekolah umumnya hanya ditujukan pada siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga
siswa yang berkemampuan kurang diabaikan. Dengan demikian, siswa yang berkategori di luar
rata-rata itu (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak mendapat kesempatan yang memadai
untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya. Dari sini kemudian timbullah apa yang disebut
kesulitan belajar, yang tidak hanya menimpa siswa berkemampuan rendah saja, tetapi juga
dialami oleh siswa yang berkemampuan rata-rata (normal) disebabkan faktor-faktor tertentu
yang menghambat tercapainya kinerja akademik.[1] Faktor-faktor kesulitan belajar tersebut
terdiri dari faktor internal dan eksternal siswa. Faktor internal meliputi ranah kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Sedangkan faktor eksternal siswa meliputi lingkungan keluarga, masyarakat,
dan sekolah.
Wiseman (dalam Rumansyah, 2002: 172) mengemukakan bahwa ilmu kimia merupakan
salah satu pelajaran tersulit bagi kebanyakan siswa menengah dan mahasiswa. Kesulitan
mempelajari ilmu kimia ini terkait dengan ciri-ciri ilmu kimia itu sendiri yang disebutkan oleh
Kean dan Middlecamp (dalam Rumansyah, 2002: 172) sebagai berikut:[2]
Atom, molekul, dan ion merupakan materi dasar kimia yang tidak nampak, yang menuntut
siswa dan mahasiswa membayangkan keberadaan materi tersebut tanpa mengalaminya
secara langsung. Karena atom merupakan pusat kegiatan kimia, maka walaupun kita tidak
melihat atom secara langsung, tetapi dalam angan-angan kita dapat membentuk suatu
gambar untuk mewakili sebuah atom, misalnya sebuah atom oksigen kita gambarkan
sebagai bulatan.
b. Ilmu kimia merupakan penyederhanaan dari yang sebenarnya. Kebanyakan objek yang ada di
dunia ini merupakan campuran zat-zat kimia yang kompleks dan rumit. Agar mudah
dipelajari, maka pelajaran kimia dimulai dari gambaran yang disederhanakan, dimana zat-zat
dianggap murni atau hanya dua atau tiga zat saja. Dalam penyederhanaannya diperlukan
pemikiran dan pendekatan tertentu agar siswa atau mahasiswa tidak mengalami salah
konsep dalam menerima materi yang diajarkan tersebut.
Seringkali topik-topik ilmu kimia harus dipelajari dengan urutan tertentu. Misalnya, kita
tidak dapat menggabungkan atom-atom untuk membentuk molekul, jika atom
karakteristiknya tidak dipelajari terlebih dahulu. Di samping itu, perkembangan ilmu kimia
itu sangat cepat, seperti pada bidang biokimia yang menyelidiki tentang rekayasa genetika,
kloning, dan sebagainya. Hal ini menuntut kita semua untuk lebih cepat tanggap dan selektif
dalam menerima semua kemajuan tersebut.
Memecahkan soal-soal yang terdiri dari angka-angka (soal numerik) merupakan bagian yang
penting dalam mempelajari kimia. Namun, kita juga harus mempelajari deskripsi seperti
fakta kimia, aturan-aturan kimia, peristilahan kimia, dan lain-lain.
Dengan banyaknya bahan yang harus dipelajari, siswa ataupun mahasiswa dituntut untuk
dapat merencanakan belajarnya dengan baik, sehingga waktu yang tersedia dapat
digunakan seefisien mungkin.
Menurut Arifin (dalam Rumansyah, 2002: 172), kesulitan siswa dalam mempelajari ilmu
kimia dapat bersumber pada:
a. Kesulitan dalam memahami istilah.
Kesulitan ini timbul karena kebanyakan siswa hanya hafal akan istilah dan tidak memahami
dengan benar maksud dari istilah yang sering digunakan dalam pelajaran kimia.
Kebanyakan konsep-konsep dalam ilmu kimia maupun materi kimia secara keseluruhan
merupakan konsep atau materi bersifat abstrak.
c. Kesulitan Angka.
Dalam pengajaran kimia siswa dituntut untuk terampil dalam rumusan/operasi matematis.
Namun, sering dijumpai siswa yang kurang memahami rumusan tersebut. Hal ini disebabkan
karena siswa tidak mengetahui dasar-dasar matematika dengan baik, siswa tidak hafal
rumusan matematika yang banyak digunakan dalam perhitungan-perhitungan kimia,
sehingga siswa tidak terampil dalam menggunakan operasi-operasi dasar matematika.
Kelarutan dan hasilkali kelarutan merupakan salah satu konsep kimia yang sulit. Di
dalam konsep kelarutan dan hasilkali kelarutan ini terdapat konsep dasar persamaan kimia dan
konsep dasar matematika. Dengan menguasai kedua konsep ini akan mempermudah siswa
dalam memahami konsep kelarutan dan hasilkali kelarutan. Ironisnya kedua konsep inilah yang
sering menjadi kendala siswa dalam menyelesaikan soal-soal kelarutan dan hasilkali kelarutan.
Dengan penerapan assessment diharapkan dapat mengetahui apakah terjadi peningkatan
penguasaan konsep siswa tentang kelarutan dan hasilkali kelarutan. Karena dalam assessment
ini dapat dilihat kesulitan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Kesulitan-kesulitan
ini kemudian direfleksi dan kemudian diperbaiki dalam penelitian tindakan kelas.
Materi kelarutan dan hasilkali kelarutan merupakan materi untuk kelas XI pada
semester genap. Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau disebut juga kurikulum
2006, Depdiknas hanya menentukan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Kegiatan
Pembelajaran, sedangkan Indikatornya ditentukan oleh sekolah masing-masing sekolah. Berikut
silabus dan uraian materi kelarutan dan hasilkali kelarutan:
2) Indikator
a) Menjelaskan kesetimbangan dalam larutan jenuh atau larutan garam yang sukar larut.
c) Menghitung kelarutan suatu elektrolit yang sukar larut berdasarkan data harga Ksp
atau sebaliknya.
b. Materi Pokok Kelarutan dan Hasilkali Kelarutan[3]. Dalam pembelajaran materi ini dibagi
menjadi dua siklus. Siklus pertama dibagi menjadi dua tahap dan siklus kedua dibagi menjadi
tiga tahap, dengan tahap yang terakhir adalah percobaan laboratorium. Berikut materi-
materi yang disampaikan dalam pembelajaran, adalah sebagai berikut:
1) Siklus 1 tahap 1
Larutan Jenuh
Partikel-partikel zat terlarut, baik berupa molekul maupun berupa ion, selalu
berada dalam keadaan terhidrasi (terikat oleh molekul-molekul pelarut air). Makin
banyak partikel zat terlarut makin banyak pula molekul air yang diperlukan untuk
menghidrasi partikel zat terlarut itu.
Larutan jenuh didefinisikan sebagai larutan yang telah mengandung zat terlarut
dalam konsentrasi maksimum (tidak dapat ditambah lagi). Harga konsentrasi maksimum
yang dapat dicapai oleh suatu zat dalam larutan disebut kelarutan (solubility), dengan
lambang s. Jadi, kelarutan (s) suatu zat adalah konsentrasi zat tersebut dalam larutan
jenuh. Suatu zat tidak memiliki konsentrasi yang lebih besar dari harga kelarutannya.
Elektrolit-elektrolit mempunyai harga kelarutan (s) yang berbeda satu sama lain.
Sebagai contoh, satu liter larutan dapat menampung NaCl sebagai zat terlarut
maksimum 357 gram. Harga kelarutan dalam satuan molar adalah 357/58,5 atau 6,1 M.
Kita katakan bahwa kelarutan NaCl sangat besar atau mudah larut dalam air. Sedangkan
satu liter larutan hanya mampu melarutkan AgCl sebanyak 1,45 mg. Harga kelarutan
AgCl adalah 0,00145/143,5 atau 10-5 M. Kita katakan bahwa kelarutan AgCl sangat kecil
atau sukar larut dalam air.
Dalam suatu larutan jenuh dari suatu elektrolit yang sukar larut, terdapat
kesetimbangan antara zat padat yang tidak larut dan ion-ion zat itu yang larut.
Ksp =
sss
Ksp AgCl
ss
Ksp AgCl = s x s
= s2
s=
s s (2s)2
= 4s3
Dari dua contoh di atas, hubungan antara kelarutan (s) dengan hasilkali
kelarutan (Ksp) dapat disimpulkan sebagai berikut:
Keterangan:
n = jumlah ion dari elektrolit
Ksp = s2 atau
2) Siklus 1 tahap 2
Jika AgCl dilarutkan dalam larutan NaCl atau larutan AgNO3, ternyata kelarutan
AgCl dalam larutan tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan kelarutan AgCl dalam
air murni. Hal ini disebabkan adanya ion sejenis yang ada dalam larutan. Ion Cl- dari NaCl
atau ion Ag+ dari AgNO3 akan mempengaruhi kesetimbangan.
Jadi, adanya ion sejenis akan memperkecil kelarutan suatu elektrolit. Makin
banyak ion sejenis yang ada dalam larutan, makin kecil kelarutan elektrolit tersebut.
3) Siklus 2 tahap 1
Prakiraan Pengendapan
lebih kecil daripada harga Ksp. Sebaliknya, jika lebih besar daripada
Ksp, maka hal ini berarti larutan itu lewat jenuh, sehingga MA akan mengendap.
4) Siklus 2 tahap 2
Harga pH sering digunakan untuk meghitung Ksp suatu basa yang sukar larut.
Sebaliknya harga Ksp suatu basa dapat digunakan untuk menentukan pH larutan.
3. Assessment
Assessment adalah suatu prosedur yang secara lengkap untuk memperoleh informasi
tentang belajar siswa (observasi, penilaian kinerja atau proyek, tes tertulis) dan penentuan
penilaian mengenai kemajuan pembelajaran (kata assessment yang digunakan pada edisi ini
mempunyai arti yang sama dengan kata evaluasi pada edisi akhir, tetapi ditekankan pada
banyaknya tipe tugas kinerja). Tes merupakan tipe khusus assessment yang terdiri dari
sekumpulan pertanyaan yang dapat mengelola kesulitan dan memperbaikinya pada semua
siswa.[4]
Pengertian assessment menurut Robert L. Linn (2001; 6) adalah suatu prosedur dari
banyak prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang kinerja siswa. Meliputi
tes tertulis seperti jawaban uraian (contoh: essay), dan tes kinerja (contoh: percobaan
laboratorium).
Measurement Evaluation
Pelaksaan tes menunjukkan bahwa siswa Pelaksanaan ini merupakan perhatian yang
tidak dapat mengungkapkan sedikit kata penting, karena merupakan penyebutan
daripada seribu kata. sejumlah kata yang merupakan prasyarat
untuk unit selanjutnya, dalam tes tulis.
Guru melihat siswa berbicara di kelas Tindakan ini adalah harapan bagi siswa
tanpa ditunjuk terlebih dahulu. yang tidak aktif dalam diskusi.
Assessment adalah suatu kegiatan dalam proses belajar mengajar yang dirancang oleh
guru untuk mengetahui perkembangan belajar siswa.[8] Berbeda dengan pengukuran hasil
belajar, assessment sangat terkait dengan teori belajar. Berikut beberapa teori yang dijadikan
landasan bagi pelaksanaan assessment:
Belajar adalah suatu proses aktif yang dilakukan oleh siswa dengan jelas mengkonstruksi
sendiri gagasan baru atau konsep-konsep baru atas dasar konsep, pengetahuan, dan
kemampuan yang telah dimiliki. Konsep belajar sebagai suatu proses pengembangan diri
menurut struktur kognitif yang dimiliki oleh siswa secara mandiri dan dapat melebihi
informasi yang diperoleh dalam teori belajar Bruner, menjadi dasar yang kuat untuk
menumbuhkan prinsip-prinsip assessment kinerja.
Teori membedakan dua jenis belajar yaitu: 1) Cognitif Learning yaitu teori belajar yang
berhubungan dengan pengetahuan akademik, dan 2) Experiential Learning yaitu teori
belajar yang berhubungan dengan pengetahuan terapan.
Menurut Gardner setidak-tidaknya ada tujuh kemampuan dasar, yaitu Visual-spatial, Bodily-
kinesthetic, Musical rhytmical, Interpersonal, Intrapersonal, Logical Mathematical dan
Verbal-linguistic. Teori ini memperlihatkan secara jelas, bahwa assessment hasil maupun
proses belajar tidak hanya mengukur salah satu atau beberapa aspek kemampuan siswa,
tetapi harus mengukur seluruh aspek kemampuan siswa. Sehingga tertutup kemungkinan
bahwa assessment hanya dilakukan melalui tes baku, tetapi proses assessment (terutama
assessment kinerja) menjadi fokus utama assessment.[9]
Assessment adalah sebuah proses menyeluruh, jadi ini merupakan bagian dari
kehidupan modern, sebagian orang bertanya apakah assessment ini prinsip-prinsip dan tehnik
yang mendasar.[10] Berikut adalah tujuan assessment:
a. Membantu untuk membuat penempatan siswa.
Feedback atau umpan balik diberikan melalui tes-tes formatif. Tes formatif yang dilakukan
menjadi alat diagnosa untuk menentukan kemajuan atau keberhasilan peserta didik. Tes
formatif menurut S. Nasution (dalam Martinis Yamin, 2007:129) adalah umpan balik yang
memiliki fungsi bermacam-macam, seperti berikut:[11]
1) Mempercepat anak belajar dan memberi motivasi untuk bekerja sungguh-sungguh dalam
waktu secukupnya.
2) Untuk menjamin bahwa semua anak menguasai sepenuhnya syarat-syarat atau bahan
apersepsi yang diperlukan untuk memahami bahan yang baru.
3) Berguna bagi mereka yang telah memiliki bahan apersepsi yang diperlukan untuk
memberi rasa kepastian atas penguasaannya.
4) Bagi siswa yang masih kurang menguasai bahan pelajaran, tes formatif merupakan alat
untuk mengungkapkan di mana sebetulnya letak kesulitannya.
5) Tes formatif dimaksud sebagai alat assessment yaitu memperoleh keterangan dengan
maksud baik.
6) Memberikan umpan balik kepada guru agar mengetahui di mana tardapat kelemahan-
kelemahan dalam metodenya mengajar.
f. Memberikan informasi pada orang tua dan yang lainnya tentang perkembangan siswa.
Proses assessment dalam pelaksanaannya dapat mengetahui perkembangan belajar
siswa secara menyeluruh. Prosesnya akan efektif jika mengikuti prinsip-prinsip sebagai
berikut:[12]
b. Memilih prosedur assessment karena harus relevan dengan karakteristik yang akan diukur.
Prosedur assessment sering dipilih dengan didasarkan pada objektivitas dan keakuratan.
Berikut Gambar 2.1 proses assessment:
Assessment
Tanpa pengukuran (informal observasi)
Pengukuran (tes)
Dan/ata
u
Pertimbangan
penilaian
(kemajuan
pembelajaran)
e. Assessment adalah cara untuk mancapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri.
1) Proses penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran,
bukan bagian terpisah dari proses pembelajaran (a part of, not apart from, instruction).
3) Penilaian harus menggunakan berbagai ukuran,metoda, dan kriteria yang sesuai dengan
karakteristik dan esensi pengalaman balajar.
4) Penilaian harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran
(kognitif, afektif, dan sensori-motorik).
Tujuan penilaian di kelas oleh guru hendaknya diarahkan pada hal berikut:[14]
1) Keeping track, yaitu untuk menelusuri agar proses pembelajaran anak didik tetap sesuai
dengan rencana.
3) Finding-out, yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya
kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran.
4) Summing-up, yaitu untuk menyimpulkan apakah anak didik telah mencapai kompetensi
yang ditetapkan atau belum.
Relevansi pembelajaran antara mata pelajaran dan metode belajar dalam desain
rencana pembelajaran untuk membentuk siswa dalam mencapai hasil pembelajaran yang
diharapkan. Selama tahap pembelajaran, pengukuran, dan pemberian assessment. Hal
tersebut berarti dapat memonitor kemajuan belajar dan mendiagnosis kesulitan belajar.
Jadi, pelaksanaan assessment secara periodik selama pembelajaran dapat memberikan
feedback untuk membantu cara memperbaiki pembelajaran baik secara individu maupun
kelompok.
Penilaian ini harus memiliki kerangka berpikir (kognitif), sikap mental (afektif), dan
keterampilan (psikomotor). Domain kognitif mencakup tujuan yang berhubungan dengan
ingatan (recall), pengetahuan, dan kemampuan intelektual. Domain afektif mancakup
tujuan-tujuan yang berhubungan dengan perubahan sikap, nilai, perasaan,dan minat.
Domain psikomotor mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan manipulasi dan
kemampuan gerak (motor).[15] Semua ini terangkum di dalam hasil belajar yang telah
dicapai oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Hasil belajar yang dimiliki
masing-masing siswa ini diharapkan mampu berwujud menjadi kecakapan hidup (life skill).
Menurut Achjar kecakapan hidup (life skill) dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu
(www.dikmenum.go.id):[16]
c) Kecakapan tertulis
4. Spiritual Skill
Aspek-aspek kecakapan hidup yang akan dinilai sebagai bagian hasil belajar adalah:
kecakapan berpikir, kesadaran diri, dan komunikasi.
e. Penggunaan hasil
Siswa dengan assessment, pada dasarnya sering dilihat keuntungan guru dan
penyelenggara. Prosedur assessment yang digunakan dengan tepat dapat secara langsung
meningkatkan hasil belajar siswa dengan: 1) Menjelaskan hasil belajar yang diharapkan. 2)
Memberikan tujuan jangka pendek menjelang pelaksanaan. 3) Memberikan timbal balik
mengenai pembelajaran. 4) Memberikan informasi untuk mengatasi kesulitan belajar dan
memilih pengalaman pembelajaran untuk selanjutnya.
Prosedur
assessment
meliputi: tehnik
observasi,
penilaian, dan
laporan individu.
Observasi secara
langsung
merupakan cara
yang terbaik
untuk menilai beberapa aspek kemajuan belajar. Penggunaan catatan anecdotal dapat dilakukan
guru melalui observasi informal yang dapat menjadi sumber informasi tentang perkembangan
siswa. Pendapat dan laporan dapat dibuat oleh siswa sendiri, selain itu dapat juga menjadi
sumber yang berharga dalam dalam perkembangan pembelajaran. (1) pendapat tentang
penggunaan penilaian perkembangan baik individu maupun kelompok. (2) metode pelaporan
memberikan keterangan secara lengkap tentang yang dibutuhkan siswa, permasalahan,
penyesuaian diri, minat, dan sikap.[17]
Assessment yang digunakan pada penelitian ini disesuaikan dengan materi kelarutan
dan hasilkali kelarutan. Karena dalam pembelajaran kelarutan dan hasilkali kelarutan ini
diperlukan adanya penjelasan teori kelarutan dan hasilkali kelarutan, dan praktikum, sehingga
assessment yang digunakan adalah assessment, dan assessment kinerja.
B. Kerangka Pikir
Pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam, khususnya mata pelajaran kimia merupakan mata
pelajaran yang baru bagi siswa, sebab mereka baru mendapatkan materi kimia secara utuh sebagai
suatu mata pelajaran pada saat memasuki jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal ini tidak
menutup kemungkinan adanya kesulitan bagi mereka dalam penguasaan konsep kimia. Kesulitan
penguasaan konsep kimia ini dapat dilihat pada saat proses pembelajaran atau pada hasil evaluasi
pembelajaran.
Evaluasi berperan untuk memberikan informasi tentang ada tidaknya perubahan yang
terjadi pada siswa dan seberapa besar perubahannya. Perubahan ini harus meliputi perkembangan
kognitif, afektif, maupun motorik. Untuk mengetahui perkembangan siswa, harus dilkasanakan
assessment. Dengan diterapkannya assessment ini, diharapkan dapat meningkatkan penguasaan
konsep kelarutan dan hasilkali kelarutan pada siswa.
[1] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004), Edisi Revisi, h. 172
[3] Irfan Anshory, Kimia SMU untuk Kelas 3, (Jakarta: Erlangga, 2000), h. 26-32
[4] Robert L. Linn & Norman E. Gronlund, Measurement and Assessment in Teaching,
(Prentice-Hall: Upper Saddle River, New Jersey, 2001) h. 5
[5] Ahmad Sofyan, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2006) h. 2
[6] Albert Oosterhof, Developing and Using Classroom Assessments, (New Jersey:
Prentice Hall, 1999), Second Edition. P. 2
[8] I Wayan Merta, Aplikasi Asesmen dalam Pembelajaran IPA di Kelas IV SD No.4
Kaliuntu Singaraja (Suatu Upaya Meningkatan Efektivitas Pelaksanaan Evaluasi di Sekolah
Dasar), dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No.2 TH.XXXVI April
2003, h. 103
[9] Asmawi Zainul, Alternative Assessment, (Jakarta: Pusat Antar Universitas Untuk
Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Universitas Terbuka, 2001), h. 4-8
Martyn Rouse, James G. Shriner and Lou Danielson, National Assessment and Special
[10]
Education in the United States and England and Wales, (London: Routledge, 2000), First
Publised, p. 66
[12] Robert L. Linn & Norman E. Gronlund, Measurement and Assessment, h. 6-8
[15] Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005),
Cetakan Ke-17, h. 34
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, Kecakapan Hidup (Life Skill), dari
[16]
www.dikmenum.go.id, 10 Desember 2007
[17] Robert L. Linn & Norman E. Gronlund, Measurement and Assessment, h. 265
http://aliciakomputer.wordpress.com/2008/01/10/karakteristik-ilmu-kimia/