Anda di halaman 1dari 20

http://www.google.co.id/search?q=karakteristik%20ilmu%20kimia.

pdf&ie=utf-8&oe=utf-
8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a&source=hp&channel=np

link karakteristik kimia asli n kimia sma

Karakteristik Ilmu Kimia


A. Deskripsi Teoritis

1. Karakteristik Ilmu Kimia

Setiap siswa pada prinsipnya berhak memperoleh peluang untuk mencapai kinerja
akademik yang memuaskan. Namun kenyataannya bahwa siswa memiliki perbedaan dalam hal
kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan
belajar yang terkadang sangat mencolok antara seorang siswa dengan siswa lainnya. Sementara
itu, sekolah umumnya hanya ditujukan pada siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga
siswa yang berkemampuan kurang diabaikan. Dengan demikian, siswa yang berkategori di luar
rata-rata itu (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak mendapat kesempatan yang memadai
untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya. Dari sini kemudian timbullah apa yang disebut
kesulitan belajar, yang tidak hanya menimpa siswa berkemampuan rendah saja, tetapi juga
dialami oleh siswa yang berkemampuan rata-rata (normal) disebabkan faktor-faktor tertentu
yang menghambat tercapainya kinerja akademik.[1] Faktor-faktor kesulitan belajar tersebut
terdiri dari faktor internal dan eksternal siswa. Faktor internal meliputi ranah kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Sedangkan faktor eksternal siswa meliputi lingkungan keluarga, masyarakat,
dan sekolah.

Wiseman (dalam Rumansyah, 2002: 172) mengemukakan bahwa ilmu kimia merupakan
salah satu pelajaran tersulit bagi kebanyakan siswa menengah dan mahasiswa. Kesulitan
mempelajari ilmu kimia ini terkait dengan ciri-ciri ilmu kimia itu sendiri yang disebutkan oleh
Kean dan Middlecamp (dalam Rumansyah, 2002: 172) sebagai berikut:[2]

a. Sebagian besar ilmu kimia bersifat abstrak.

Atom, molekul, dan ion merupakan materi dasar kimia yang tidak nampak, yang menuntut
siswa dan mahasiswa membayangkan keberadaan materi tersebut tanpa mengalaminya
secara langsung. Karena atom merupakan pusat kegiatan kimia, maka walaupun kita tidak
melihat atom secara langsung, tetapi dalam angan-angan kita dapat membentuk suatu
gambar untuk mewakili sebuah atom, misalnya sebuah atom oksigen kita gambarkan
sebagai bulatan.

b. Ilmu kimia merupakan penyederhanaan dari yang sebenarnya. Kebanyakan objek yang ada di
dunia ini merupakan campuran zat-zat kimia yang kompleks dan rumit. Agar mudah
dipelajari, maka pelajaran kimia dimulai dari gambaran yang disederhanakan, dimana zat-zat
dianggap murni atau hanya dua atau tiga zat saja. Dalam penyederhanaannya diperlukan
pemikiran dan pendekatan tertentu agar siswa atau mahasiswa tidak mengalami salah
konsep dalam menerima materi yang diajarkan tersebut.

c. Sifat ilmu kimia berurutan dan berkembang dengan cepat.

Seringkali topik-topik ilmu kimia harus dipelajari dengan urutan tertentu. Misalnya, kita
tidak dapat menggabungkan atom-atom untuk membentuk molekul, jika atom
karakteristiknya tidak dipelajari terlebih dahulu. Di samping itu, perkembangan ilmu kimia
itu sangat cepat, seperti pada bidang biokimia yang menyelidiki tentang rekayasa genetika,
kloning, dan sebagainya. Hal ini menuntut kita semua untuk lebih cepat tanggap dan selektif
dalam menerima semua kemajuan tersebut.

d. Ilmu kimia tidak hanya sekedar memecahkan soal.

Memecahkan soal-soal yang terdiri dari angka-angka (soal numerik) merupakan bagian yang
penting dalam mempelajari kimia. Namun, kita juga harus mempelajari deskripsi seperti
fakta kimia, aturan-aturan kimia, peristilahan kimia, dan lain-lain.

e. Bahan/materi yang dipelajari dalam ilmu kimia sangat banyak.

Dengan banyaknya bahan yang harus dipelajari, siswa ataupun mahasiswa dituntut untuk
dapat merencanakan belajarnya dengan baik, sehingga waktu yang tersedia dapat
digunakan seefisien mungkin.

Menurut Arifin (dalam Rumansyah, 2002: 172), kesulitan siswa dalam mempelajari ilmu
kimia dapat bersumber pada:
a. Kesulitan dalam memahami istilah.

Kesulitan ini timbul karena kebanyakan siswa hanya hafal akan istilah dan tidak memahami
dengan benar maksud dari istilah yang sering digunakan dalam pelajaran kimia.

b. Kesulitan dalam memahami konsep kimia.

Kebanyakan konsep-konsep dalam ilmu kimia maupun materi kimia secara keseluruhan
merupakan konsep atau materi bersifat abstrak.

c. Kesulitan Angka.

Dalam pengajaran kimia siswa dituntut untuk terampil dalam rumusan/operasi matematis.
Namun, sering dijumpai siswa yang kurang memahami rumusan tersebut. Hal ini disebabkan
karena siswa tidak mengetahui dasar-dasar matematika dengan baik, siswa tidak hafal
rumusan matematika yang banyak digunakan dalam perhitungan-perhitungan kimia,
sehingga siswa tidak terampil dalam menggunakan operasi-operasi dasar matematika.

2. Konsep Kelarutan dan Hasilkali Kelarutan

Kelarutan dan hasilkali kelarutan merupakan salah satu konsep kimia yang sulit. Di
dalam konsep kelarutan dan hasilkali kelarutan ini terdapat konsep dasar persamaan kimia dan
konsep dasar matematika. Dengan menguasai kedua konsep ini akan mempermudah siswa
dalam memahami konsep kelarutan dan hasilkali kelarutan. Ironisnya kedua konsep inilah yang
sering menjadi kendala siswa dalam menyelesaikan soal-soal kelarutan dan hasilkali kelarutan.
Dengan penerapan assessment diharapkan dapat mengetahui apakah terjadi peningkatan
penguasaan konsep siswa tentang kelarutan dan hasilkali kelarutan. Karena dalam assessment
ini dapat dilihat kesulitan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Kesulitan-kesulitan
ini kemudian direfleksi dan kemudian diperbaiki dalam penelitian tindakan kelas.

Materi kelarutan dan hasilkali kelarutan merupakan materi untuk kelas XI pada
semester genap. Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau disebut juga kurikulum
2006, Depdiknas hanya menentukan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Kegiatan
Pembelajaran, sedangkan Indikatornya ditentukan oleh sekolah masing-masing sekolah. Berikut
silabus dan uraian materi kelarutan dan hasilkali kelarutan:

a. Standar Kompetensi: Memahami sifat-sifat larutan asam-basa, metode pengukuran, dan


terapannya.

1) Kompetensi Dasar: Memprediksikan terbentuknya endapan dari suatu reaksi berdasarkan


prinsip kelarutan dan hasilkali kelarutan.

2) Indikator

a) Menjelaskan kesetimbangan dalam larutan jenuh atau larutan garam yang sukar larut.

b) Menghubungkan tetapan hasilkali kelarutan dengan tingkat kelarutan atau


pengendapannya.

c) Menghitung kelarutan suatu elektrolit yang sukar larut berdasarkan data harga Ksp
atau sebaliknya.

d) Menjelaskan pengaruh penambahan ion senama dalam larutan.

e) Menentukan pH larutan dari harga Ksp-nya.

f) Memperkirakan terbentuknya endapan berdasarkan harga Ksp.

b. Materi Pokok Kelarutan dan Hasilkali Kelarutan[3]. Dalam pembelajaran materi ini dibagi
menjadi dua siklus. Siklus pertama dibagi menjadi dua tahap dan siklus kedua dibagi menjadi
tiga tahap, dengan tahap yang terakhir adalah percobaan laboratorium. Berikut materi-
materi yang disampaikan dalam pembelajaran, adalah sebagai berikut:

1) Siklus 1 tahap 1

Larutan Jenuh

Partikel-partikel zat terlarut, baik berupa molekul maupun berupa ion, selalu
berada dalam keadaan terhidrasi (terikat oleh molekul-molekul pelarut air). Makin
banyak partikel zat terlarut makin banyak pula molekul air yang diperlukan untuk
menghidrasi partikel zat terlarut itu.

Jika sejumlah air kita tambahkan terus-menerus zat terlarut, lama-kelamaan


tercapai suatu keadaan di mana semua molekul air terpakai untuk menghidrasi partikel
yang dilarutkan sehingga larutan itu tidak mampu lagi menerima zat yang ditambahkan.
Kita katakan larutan itu mencapai keadaan jenuh.

Larutan jenuh didefinisikan sebagai larutan yang telah mengandung zat terlarut
dalam konsentrasi maksimum (tidak dapat ditambah lagi). Harga konsentrasi maksimum
yang dapat dicapai oleh suatu zat dalam larutan disebut kelarutan (solubility), dengan
lambang s. Jadi, kelarutan (s) suatu zat adalah konsentrasi zat tersebut dalam larutan
jenuh. Suatu zat tidak memiliki konsentrasi yang lebih besar dari harga kelarutannya.

Elektrolit-elektrolit mempunyai harga kelarutan (s) yang berbeda satu sama lain.
Sebagai contoh, satu liter larutan dapat menampung NaCl sebagai zat terlarut
maksimum 357 gram. Harga kelarutan dalam satuan molar adalah 357/58,5 atau 6,1 M.
Kita katakan bahwa kelarutan NaCl sangat besar atau mudah larut dalam air. Sedangkan
satu liter larutan hanya mampu melarutkan AgCl sebanyak 1,45 mg. Harga kelarutan
AgCl adalah 0,00145/143,5 atau 10-5 M. Kita katakan bahwa kelarutan AgCl sangat kecil
atau sukar larut dalam air.

Dalam suatu larutan jenuh dari suatu elektrolit yang sukar larut, terdapat
kesetimbangan antara zat padat yang tidak larut dan ion-ion zat itu yang larut.

MA(s) M+(aq) + A- (aq)

Karena zat padat tidak mempunyai konsentrasi, maka tetapan kesetimbangan


reaksi ini adalah hasilkali konsentrasi ion-ion, dan disebut hasilkali kalarutan, dengan
lambang Ksp.

Ksp =

Hubungan Kelarutan (s) dengan Hasilkali Kelarutan


Kelarutan (s) dan hasilkali kelarutan (Ksp) sama-sama dihitung pada larutan
jenuh, maka antara keduanya terdapat hubungan yang erat.

AgCl Ag+ + Cl-

sss

Ksp AgCl

ss

Ksp AgCl = s x s

= s2

s=

PbCl2 Pb2+ + 2Cl-

s s (2s)2

Ksp PbCl2 = s x (2s)2

= 4s3

Dari dua contoh di atas, hubungan antara kelarutan (s) dengan hasilkali
kelarutan (Ksp) dapat disimpulkan sebagai berikut:

Keterangan:
n = jumlah ion dari elektrolit

s = kelarutan elektrolit dalam molar (M)

Untuk elektrolit biner (n = 2), berlaku rumus berikut:

Ksp = s2 atau

Untuk elektrolit terner (n = 3), berlaku rumus berikut:

Ksp = 4s3 atau

2) Siklus 1 tahap 2

Pengaruh Ion Sejenis

Jika AgCl dilarutkan dalam larutan NaCl atau larutan AgNO3, ternyata kelarutan
AgCl dalam larutan tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan kelarutan AgCl dalam
air murni. Hal ini disebabkan adanya ion sejenis yang ada dalam larutan. Ion Cl- dari NaCl
atau ion Ag+ dari AgNO3 akan mempengaruhi kesetimbangan.

Jadi, adanya ion sejenis akan memperkecil kelarutan suatu elektrolit. Makin
banyak ion sejenis yang ada dalam larutan, makin kecil kelarutan elektrolit tersebut.

3) Siklus 2 tahap 1

Prakiraan Pengendapan

Harga Ksp suatu elektrolit dapat digunakan untuk memperkirakan apakah


elektrolit itu larut atau mengendap dalam suatu larutan. Seperti kita ketahui, larutan

jenuh MA berlaku hubungan: Ksp =


Jika larutan itu belum jenuh (MA yang larut masih sedikit), sudah tentu harga

lebih kecil daripada harga Ksp. Sebaliknya, jika lebih besar daripada
Ksp, maka hal ini berarti larutan itu lewat jenuh, sehingga MA akan mengendap.

Jika < Ksp, larutan belum jenuh (tak terjadi endapan).

Jika = Ksp, larutan tepat jenuh (tak terjadi endapan).

Jika > Ksp, larutan lewat jenuh (elektrolit mengendap).

4) Siklus 2 tahap 2

Hubungan Ksp dengan pH

Harga pH sering digunakan untuk meghitung Ksp suatu basa yang sukar larut.
Sebaliknya harga Ksp suatu basa dapat digunakan untuk menentukan pH larutan.

3. Assessment

Assessment adalah suatu prosedur yang secara lengkap untuk memperoleh informasi
tentang belajar siswa (observasi, penilaian kinerja atau proyek, tes tertulis) dan penentuan
penilaian mengenai kemajuan pembelajaran (kata assessment yang digunakan pada edisi ini
mempunyai arti yang sama dengan kata evaluasi pada edisi akhir, tetapi ditekankan pada
banyaknya tipe tugas kinerja). Tes merupakan tipe khusus assessment yang terdiri dari
sekumpulan pertanyaan yang dapat mengelola kesulitan dan memperbaikinya pada semua
siswa.[4]

Pengertian assessment menurut Robert L. Linn (2001; 6) adalah suatu prosedur dari
banyak prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang kinerja siswa. Meliputi
tes tertulis seperti jawaban uraian (contoh: essay), dan tes kinerja (contoh: percobaan
laboratorium).

Pengertian assessment (to assess = assessment) merupakan kegiatan mengukur dan


mengadakan estimasi terhadap hasil pengukuran atau membanding-bandingkan dan tidak
sampai ke taraf pengambilan keputusan. Setelah pengukuran (measurement) kemudian
dilakukan pembandingan (assessment) dan selanjutnya diambil sebuah keputusan
(evaluation).[5]

Kata measurement, assessment, dan evaluation dalam dunia pendidikan


penggunaannya sering tertukar. Pada dunia pendidikan, measurement adalah menentukan
karakteristik dari individu atau kelompok siswa. Dalam measurement kita tidak menghubungkan
nilai dengan apa yang kita lihat. Bagaimanapun evaluation merupakan gabungan antara ukuran
dengan informasi lain untuk menentukan suatu yang kita inginkan dan pentingnya yang kita
amati. Evaluation adalah hasil dari measurement setelah nilai di dapat. Berikut Tabel 2.1
perbedaan antara measurement dan evaluation.[6]

Tabel 2.1 Perbedaan antara Measurement dan Evaluation.

Measurement Evaluation
Pelaksaan tes menunjukkan bahwa siswa Pelaksanaan ini merupakan perhatian yang
tidak dapat mengungkapkan sedikit kata penting, karena merupakan penyebutan
daripada seribu kata. sejumlah kata yang merupakan prasyarat
untuk unit selanjutnya, dalam tes tulis.
Guru melihat siswa berbicara di kelas Tindakan ini adalah harapan bagi siswa
tanpa ditunjuk terlebih dahulu. yang tidak aktif dalam diskusi.

Perbedaan antara measurement dan assessment sangat kecil. Assessment biasa


digunakan sebagai gaya bahasa pilihan untuk measurement. Beberapa kalimat lebih baik
menggunakan kata assessment dari pada measurement. measurement seakan terlihat seperti
kwantitatif, tidak menarik, dan sedikit diingini. Sedangkan assessment adalah terlihat seperti
kwalitatif dan dekat.[7]

Assessment adalah suatu kegiatan dalam proses belajar mengajar yang dirancang oleh
guru untuk mengetahui perkembangan belajar siswa.[8] Berbeda dengan pengukuran hasil
belajar, assessment sangat terkait dengan teori belajar. Berikut beberapa teori yang dijadikan
landasan bagi pelaksanaan assessment:

a. Teori Fleksibilitas Kognitif dari R. Spiro (1990)


Teori fleksibilitas kognitif menjelaskan bahwa belajar menghasilkan kemampuan secara
spontan dalam melakukan restrukturisasi pengetahuan yang telah dimiliki, guna merespon
perubahan atau kenyataan yang dihadapi atau tuntutan situasi seketika. Berdasarkan teori
belajar tersebut maka jelas bahwa assessment selalu dilakukan pada konteks belajar yang
tidak terpisah dari situasi yang sedang dihadapi.

b. Teori belajar J. Bruner (1966)

Belajar adalah suatu proses aktif yang dilakukan oleh siswa dengan jelas mengkonstruksi
sendiri gagasan baru atau konsep-konsep baru atas dasar konsep, pengetahuan, dan
kemampuan yang telah dimiliki. Konsep belajar sebagai suatu proses pengembangan diri
menurut struktur kognitif yang dimiliki oleh siswa secara mandiri dan dapat melebihi
informasi yang diperoleh dalam teori belajar Bruner, menjadi dasar yang kuat untuk
menumbuhkan prinsip-prinsip assessment kinerja.

c. Teori Experiential Learning yang dikembangkan oleh C. Rogers (1969).

Teori membedakan dua jenis belajar yaitu: 1) Cognitif Learning yaitu teori belajar yang
berhubungan dengan pengetahuan akademik, dan 2) Experiential Learning yaitu teori
belajar yang berhubungan dengan pengetahuan terapan.

d. Teori Kemampuan Multipel dari Howard Gardner

Menurut Gardner setidak-tidaknya ada tujuh kemampuan dasar, yaitu Visual-spatial, Bodily-
kinesthetic, Musical rhytmical, Interpersonal, Intrapersonal, Logical Mathematical dan
Verbal-linguistic. Teori ini memperlihatkan secara jelas, bahwa assessment hasil maupun
proses belajar tidak hanya mengukur salah satu atau beberapa aspek kemampuan siswa,
tetapi harus mengukur seluruh aspek kemampuan siswa. Sehingga tertutup kemungkinan
bahwa assessment hanya dilakukan melalui tes baku, tetapi proses assessment (terutama
assessment kinerja) menjadi fokus utama assessment.[9]

Assessment adalah sebuah proses menyeluruh, jadi ini merupakan bagian dari
kehidupan modern, sebagian orang bertanya apakah assessment ini prinsip-prinsip dan tehnik
yang mendasar.[10] Berikut adalah tujuan assessment:
a. Membantu untuk membuat penempatan siswa.

b. Untuk mendiagnosis kekuatan dan kelemahan individu.

c. Memberikan feedback pada guru dan siswa.

Feedback atau umpan balik diberikan melalui tes-tes formatif. Tes formatif yang dilakukan
menjadi alat diagnosa untuk menentukan kemajuan atau keberhasilan peserta didik. Tes
formatif menurut S. Nasution (dalam Martinis Yamin, 2007:129) adalah umpan balik yang
memiliki fungsi bermacam-macam, seperti berikut:[11]

1) Mempercepat anak belajar dan memberi motivasi untuk bekerja sungguh-sungguh dalam
waktu secukupnya.

2) Untuk menjamin bahwa semua anak menguasai sepenuhnya syarat-syarat atau bahan
apersepsi yang diperlukan untuk memahami bahan yang baru.

3) Berguna bagi mereka yang telah memiliki bahan apersepsi yang diperlukan untuk
memberi rasa kepastian atas penguasaannya.

4) Bagi siswa yang masih kurang menguasai bahan pelajaran, tes formatif merupakan alat
untuk mengungkapkan di mana sebetulnya letak kesulitannya.

5) Tes formatif dimaksud sebagai alat assessment yaitu memperoleh keterangan dengan
maksud baik.

6) Memberikan umpan balik kepada guru agar mengetahui di mana tardapat kelemahan-
kelemahan dalam metodenya mengajar.

d. Memberikan fakta-fakta untuk keputusan tentang sertifikat atau kelulusan.

e. Untuk evaluasi dan akuntabilitas.

f. Memberikan informasi pada orang tua dan yang lainnya tentang perkembangan siswa.
Proses assessment dalam pelaksanaannya dapat mengetahui perkembangan belajar
siswa secara menyeluruh. Prosesnya akan efektif jika mengikuti prinsip-prinsip sebagai
berikut:[12]

a. Dengan jelas menentukan penilaian pada proses assessment.

b. Memilih prosedur assessment karena harus relevan dengan karakteristik yang akan diukur.
Prosedur assessment sering dipilih dengan didasarkan pada objektivitas dan keakuratan.
Berikut Gambar 2.1 proses assessment:

Assessment
Tanpa pengukuran (informal observasi)
Pengukuran (tes)
Dan/ata
u

Pertimbangan
penilaian
(kemajuan
pembelajaran)

Gambar 2.1 Proses


Assessment

c. Assessment yang menyeluruh memerlukan prosedur yang bervariasi.

d. Menggunakan prosedur assessment yang tepat beserta batasannya.

e. Assessment adalah cara untuk mancapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri.

Tujuan dari pembelajaran adalah membantu siswa untuk menerima tujuan


pembelajaran yang diharapkan. Tujuan tersebut meliputi perubahan kognitif, afektif, dan
psikomotor. Ketika pembelajaran mulai berjalan, assessment merupakan bagian dari proses
belajar-mengajar. Hasil pembelajaran yang diharapkan tidak akan tercapai tanpa tujuan
pembelajaran, dan rencana pelaksanaan pembelajaran harus membawa perubahan bagi siswa,
hal ini dapat melalui penilaian secara periodik dengan tes dan assessment yang lain. Keterkaitan
antara belajar, mengajar, dan assessment dalam pendidikan akan terlihat jelas dengan
mengikuti langkah-langkah preses pembelajaran sebagai berikut:

a. Memperkenal tujuan pembelajaran

Langkah pertama adalah pengajaran dan assessment merupakan penentu hasil


belajar yang diharapkan dari kelas belajar, bagaimana cara berpikir dan bertindak ketika
siswa telah mengikuti pembelajaran? Pengetahuan dan pemahaman apa yang harus siswa
miliki? Keterampilan apa yang dapat siswa lakukan? Minat perilaku siswa apa yang harus
berkembang? perubahan apa yang terjadi pada kebiasaan berpikir, karsa dan apa yang
dilakukan setelah perubahan?. Kesimpulan, secara spesifik perubahan apa yang terjadi
setelah kami berusaha? Dan apakah siswa akan senang ketika kami berhasil merubahnya?

b. Menyiapkan penilaian siswa

Ketika tujuan pembelajaran telah ditentukan, biasanya membuat beberapa


assessment yang diperlukan oleh siswa agar hasil pembelajaran tercapai. Kemampuan dan
keterampilan apakah yang siswa miliki dari hasil pengajaran? Apakah keterampilan dan
pemahaman siswa berkembang? Penilaian keterampilan dan pengetahuan siswa dimulai
dari kemungkinan dalam menjawab pertanyaan. Informasi ini sangat berguna pada rencana
kerja untuk siswa dimana masih terdapat kekurangan pada keterampilan dan memodifikasi
rencana pembelajaran yang dibutuhkan siswa. Berikut prinsip-prinsip penilaian:[13]

1) Proses penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran,
bukan bagian terpisah dari proses pembelajaran (a part of, not apart from, instruction).

2) Penilaian harus mencerminkan masalah dunia nyata (real word problems).

3) Penilaian harus menggunakan berbagai ukuran,metoda, dan kriteria yang sesuai dengan
karakteristik dan esensi pengalaman balajar.
4) Penilaian harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran
(kognitif, afektif, dan sensori-motorik).

Tujuan penilaian di kelas oleh guru hendaknya diarahkan pada hal berikut:[14]

1) Keeping track, yaitu untuk menelusuri agar proses pembelajaran anak didik tetap sesuai
dengan rencana.

2) Checking-up, yaitu untuk mengecek adakah kelemahan-kelemahan yang dialami anak


didik dalam proses pembelajaran.

3) Finding-out, yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya
kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran.

4) Summing-up, yaitu untuk menyimpulkan apakah anak didik telah mencapai kompetensi
yang ditetapkan atau belum.

c. Menyediakan pembelajaran yang relevan

Relevansi pembelajaran antara mata pelajaran dan metode belajar dalam desain
rencana pembelajaran untuk membentuk siswa dalam mencapai hasil pembelajaran yang
diharapkan. Selama tahap pembelajaran, pengukuran, dan pemberian assessment. Hal
tersebut berarti dapat memonitor kemajuan belajar dan mendiagnosis kesulitan belajar.
Jadi, pelaksanaan assessment secara periodik selama pembelajaran dapat memberikan
feedback untuk membantu cara memperbaiki pembelajaran baik secara individu maupun
kelompok.

d. Menilai hasil yang diharapkan.

Tahap terakhir dalam proses pembelajaran adalah proses pembelajaran yaitu


menentukan tahap belajar yang diterima oleh siswa. Penyempurnaan tahap ini dengan
menggunakan assessment yang dapat mengukur hasil belajar yang diharapkan. Idealnya,
tujuan pembelajaran akan jelas menentukan keinginan perubahan pada siswa dan
instrumen assessment akan memberikan relevansi pengukuran atau gambaran tingkat
perubahan yang terjadi. Kesesuaian prosedur assessment yang akan digunakan akan dapat
mengetahui hasil yang diharapkan, dengan memperhatikan keterangan yang dapat dijadikan
pertimbangan penting untuk keefektifan kelas assessment dan perhatian yang sungguh-
sungguh untuk bab selanjutnya.

Penilaian ini harus memiliki kerangka berpikir (kognitif), sikap mental (afektif), dan
keterampilan (psikomotor). Domain kognitif mencakup tujuan yang berhubungan dengan
ingatan (recall), pengetahuan, dan kemampuan intelektual. Domain afektif mancakup
tujuan-tujuan yang berhubungan dengan perubahan sikap, nilai, perasaan,dan minat.
Domain psikomotor mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan manipulasi dan
kemampuan gerak (motor).[15] Semua ini terangkum di dalam hasil belajar yang telah
dicapai oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Hasil belajar yang dimiliki
masing-masing siswa ini diharapkan mampu berwujud menjadi kecakapan hidup (life skill).
Menurut Achjar kecakapan hidup (life skill) dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu
(www.dikmenum.go.id):[16]

1. Personal Skill (kecakapan personal)

a) Kesadaran diri (eksistensi diri)

b) Kecakapan berpikir (menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan,


memecahkan masalah).

2. Social Skill (kecakapan sosial)

a) Kecakapan komunikasi lisan

b) Kecakapan komunikasi tertulis

c) Kecakapan tertulis

d) Kecakapan kerja sama

3. Academic Skill (kecakapan akademik)

a) Kecakapan mengidentifikasi variabel


b) Kecakapan menghubungkan variabel

c) Kecakapan merumuskan hipotesis

d) Kecakapan melakukan penelitian

4. Spiritual Skill

Kecakapan memahami posisi dan makna diri di hadapan Tuhan.

5. Vocational Skill (kecakapan keterampilan)

Kecakapan seseorang memberdayakan panca indera, intuisi dan penalaran dalam


merefleksikan jalan pemikiran melalui lisan, tulisan, perbuatan dan atau memanfaatkan
alat dan bahan untuk memperbaiki, membuat dan atau memodifikasi suatu produk.

Aspek-aspek kecakapan hidup yang akan dinilai sebagai bagian hasil belajar adalah:
kecakapan berpikir, kesadaran diri, dan komunikasi.

e. Penggunaan hasil

Siswa dengan assessment, pada dasarnya sering dilihat keuntungan guru dan
penyelenggara. Prosedur assessment yang digunakan dengan tepat dapat secara langsung
meningkatkan hasil belajar siswa dengan: 1) Menjelaskan hasil belajar yang diharapkan. 2)
Memberikan tujuan jangka pendek menjelang pelaksanaan. 3) Memberikan timbal balik
mengenai pembelajaran. 4) Memberikan informasi untuk mengatasi kesulitan belajar dan
memilih pengalaman pembelajaran untuk selanjutnya.

Walaupun tujuan tersebut mungkin bermanfaat baik dengan memberikan


assessment secara berkala selama pembelajaran, assessment terakhir memberikan hasil
yang diharapkan. Informasi yang dihasilkan dari tes dan tipe assessment yang lain juga
meningkatkan pembelajaran. Seperti informasi yang dapat membantu mempertimbangkan:
1) Kepantasan dan tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. 2) Kegunaan dari bahan-bahan
pembelajaran. 3) Keefektifan metode pembelajaran. Prosedur assessment dapat
memberikan secara langsung kemajuan dalam proses belajar-mengajar.
Hasil assessment juga dapat digunakan untuk menentukan angka dan laporan
kemajuan siswa kepada orang tua. Sistematika yang digunakan pada banyak prosedur
assessment menjadi dasar keobjektifan untuk laporan setiap kemajuan belajar siswa. Selain
untuk menilai dan melaporkan, hasil assessment juga dapat berguna untuk keperluan
berbagai administrasi dan keperluan pimpinan, pengembangan kurikulum, membantu siswa
dalam belajar, mengambil kejuruan, dan keefektifan program sekolah dalam penilaian.
Penyederhanaan model pembelajaran dapat dilihat pada Gambar 2.2 Ringkasan langkah
dasar proses pembelajaran dan menjelaskan hubungan belajar, mengajar, dan assessment.

Memperkenalkan tujuan pembelajaran


Memberikan pengajaran yang relevan:

1. Memantau kemajuan belajar


2. Mendiagnosis kesulitan belajar

Menilai hasil yang diharapkan


Kemuajuan belajar & pembelajaran
Penilaian & laporan pada orang tua
Sekolah menggunakan hasil untuk tujuan yang lainnya
Menyiapkan penilaian siswa
Gambar
2.2
Penyederhanaan
Model
Pembelajaran

Prosedur
assessment
meliputi: tehnik
observasi,
penilaian, dan
laporan individu.
Observasi secara
langsung
merupakan cara
yang terbaik
untuk menilai beberapa aspek kemajuan belajar. Penggunaan catatan anecdotal dapat dilakukan
guru melalui observasi informal yang dapat menjadi sumber informasi tentang perkembangan
siswa. Pendapat dan laporan dapat dibuat oleh siswa sendiri, selain itu dapat juga menjadi
sumber yang berharga dalam dalam perkembangan pembelajaran. (1) pendapat tentang
penggunaan penilaian perkembangan baik individu maupun kelompok. (2) metode pelaporan
memberikan keterangan secara lengkap tentang yang dibutuhkan siswa, permasalahan,
penyesuaian diri, minat, dan sikap.[17]

Assessment yang digunakan pada penelitian ini disesuaikan dengan materi kelarutan
dan hasilkali kelarutan. Karena dalam pembelajaran kelarutan dan hasilkali kelarutan ini
diperlukan adanya penjelasan teori kelarutan dan hasilkali kelarutan, dan praktikum, sehingga
assessment yang digunakan adalah assessment, dan assessment kinerja.

B. Kerangka Pikir

Pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam, khususnya mata pelajaran kimia merupakan mata
pelajaran yang baru bagi siswa, sebab mereka baru mendapatkan materi kimia secara utuh sebagai
suatu mata pelajaran pada saat memasuki jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal ini tidak
menutup kemungkinan adanya kesulitan bagi mereka dalam penguasaan konsep kimia. Kesulitan
penguasaan konsep kimia ini dapat dilihat pada saat proses pembelajaran atau pada hasil evaluasi
pembelajaran.

Evaluasi berperan untuk memberikan informasi tentang ada tidaknya perubahan yang
terjadi pada siswa dan seberapa besar perubahannya. Perubahan ini harus meliputi perkembangan
kognitif, afektif, maupun motorik. Untuk mengetahui perkembangan siswa, harus dilkasanakan
assessment. Dengan diterapkannya assessment ini, diharapkan dapat meningkatkan penguasaan
konsep kelarutan dan hasilkali kelarutan pada siswa.

[1] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004), Edisi Revisi, h. 172

[2]Rumansyah dan Yudha Irhasyuarna, Penerapan Metode Latihan Berstruktur dalam


Meningkatkan Pemahaman Siswa terhadap Konsep Persamaan Kimia, dalam Jurnal Pendidikan
dan Kebudayaan, No. 035, Tahun Ke-8, Maret 2002, h. 172

[3] Irfan Anshory, Kimia SMU untuk Kelas 3, (Jakarta: Erlangga, 2000), h. 26-32

[4] Robert L. Linn & Norman E. Gronlund, Measurement and Assessment in Teaching,
(Prentice-Hall: Upper Saddle River, New Jersey, 2001) h. 5

[5] Ahmad Sofyan, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2006) h. 2

[6] Albert Oosterhof, Developing and Using Classroom Assessments, (New Jersey:
Prentice Hall, 1999), Second Edition. P. 2

[7] Albert Oosterhof, Developing and, p. 3

[8] I Wayan Merta, Aplikasi Asesmen dalam Pembelajaran IPA di Kelas IV SD No.4
Kaliuntu Singaraja (Suatu Upaya Meningkatan Efektivitas Pelaksanaan Evaluasi di Sekolah
Dasar), dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No.2 TH.XXXVI April
2003, h. 103

[9] Asmawi Zainul, Alternative Assessment, (Jakarta: Pusat Antar Universitas Untuk
Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Universitas Terbuka, 2001), h. 4-8
Martyn Rouse, James G. Shriner and Lou Danielson, National Assessment and Special
[10]
Education in the United States and England and Wales, (London: Routledge, 2000), First
Publised, p. 66

Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru & Implementasi KTSP, (Jakarta: Gaung


[11]
Persada Press, 2007), h. 129-130

[12] Robert L. Linn & Norman E. Gronlund, Measurement and Assessment, h. 6-8

Bahrul Dayat, Penilaian Kelas (Classroom Assessment) dalam Penerapan Standar


[13]
Kompetensi, (Jakarta: Depdiknas, 2004), h. 6-7

[14] Bahrul Dayat, Penilaian Kelas (Classroom Assessment), h. 7

[15] Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005),
Cetakan Ke-17, h. 34

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, Kecakapan Hidup (Life Skill), dari
[16]
www.dikmenum.go.id, 10 Desember 2007

[17] Robert L. Linn & Norman E. Gronlund, Measurement and Assessment, h. 265

http://aliciakomputer.wordpress.com/2008/01/10/karakteristik-ilmu-kimia/

Anda mungkin juga menyukai