Anda di halaman 1dari 18

JUDUL PENELITIAN KIMIA UNTUK PROPOSAL PENELITIAN

1. Penelitian Deskriptif a. Judul Penelitian : 1. Perbedaan antara ikatan kimia dan stoikometri terhadap pembelajaran kimia dalam kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 15 Palembang 2. Hubungan antara motivasi belajar dan kemampuan belajar terhadap

pengembangan model pembelajaran Kooperatif siswa dan siswi kelas XII SMA Negeri 3 Palembang

b. Latar Belakang: Dalam proses pembelajaran kimia, di kelas X ini. Rendahnya hasil belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Menurut Suryabrata dalam Puranti, (2008) yang termasuk faktor internal adalah faktor fisiologis dan psikologis (misalnya kecerdasan, motivasi berprestasi dan kemampuan (kognitif), sedangkan yang termasuk eksternal adalah faktor lingkungan dan instrumental (misalnya guru, kurikulum dan model pembelajaran). Demikian juga yang dikemukakan oleh Anwar (2004) bahwa salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa adalah rendahnya aktivitas, minat, dan motivasi belajar siswa. Sehingga perlu kirannya guru sebagai tenaga pendidik untuk meningkatkan mutu dan kualitas pembelajaran dalam hal peningkatan hasil belajar siswa. Ilmu kimia merupakan suatu pelajaran yang cenderung kurang diminati oleh kebanyakan siswa karena sulit untuk dipahami. Oleh karena itu dengan dasar inilah dituntut kemampuan dan keterampilan seorang guru untuk bisa menciptakan suasana pembelajaran yang efektif dan menyenangkan dikelas. Ini bertujuan agar siswa termotivasi dan aktif dalam belajar sehingga hasil belajar siswa akan
Dili Apriana Aksari (06091410008) Page 1

meningkat sesuai dengan yang diharapkan. Selama ini metode pembelajaran kimia di sekolah cenderung hanya satu arah, dimana guru yang lebih aktif dalam memberikan informasi kepada siswa. Hal ini juga terjadi di SMA Negeri 15 Palembang khususnya di kelas X pada materi ikatan kimia. Atom-atom unsur memiliki kecenderungan ingin stabil seperti gas mulia terdekat yang memiliki susunan 8e pada kulit terluar (oktet), kecuali Helium dengan 2e pada kulit terluar (duplet). Untuk mencapai kestabilan, atom-atom unsur saling mengadakan ikatan yang disebut ikatan kimia. Ikatan kimia dapat juga diartikan sebagai gaya tarik menarik yang menyebabkan atom-atom tetap bersama atau bergabung dalam suatu keadaan. Ikatan antar atom tersebut melibatkan electron-elektron pada tingkat energi / kulit terluarnya.Stoikiometri adalah cabang ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (persamaan kimia). Dalam percobaan ini akan membahas tentang stoikiometri larutan diantara zat-zat yang terlibat reaksi sebagian atau seluruhnya yang berada dalam bentuk larutan atau endapan. Oleh karena itu, dilakukan praktikum stoikiometri yang dapat diselesaikan dengan hubungan kimia sederhana yang menyangkut hubungan kuantitatif antara suatu komponen dengan komponen lain dalam suatu reaksi. Dengan proses pembelajaran kita dapa membedakan ikatan kimia dan stoikiometri dengan kemmpuan siswa kita.

c. Rumusan Permasalahan 1. Bagaimana proses pembelajaran kimia dalam ikatan kimia? 2. Bagaimana proses pembelajaran kimia dalam stoikiometri? 3. Apakah perbedaan antara proses pembelajaran ikatan kimia dan stoikimetri?

Dili Apriana Aksari (06091410008)

Page 2

d. Tujuan Penelitian Dapat membedakan antara ikatan kimia dan stoikimteri dalam proses belajar dan pembelajaran dengan kemmpuan siswa agar dapat mengerti dalam proses pembelajaran tersebut. e. Hipotesis Penelitian Dalam ilmu ilmiah bahwa proses pembelajaran kimia sangatlah sulit. Sebenarnya tidak terlalu sulit jika dijalankan dengan baik. Ikatan kimia adalah sebuah proses fisika yang bertanggung jawab dalam interaksi gaya tarik menarik antara dua atom atau molekul yang menyebabkan suatu senyawa diatomik atau poliatomik menjadi stabil. Penjelasan mengenai gaya tarik menarik ini sangatlah rumit dan dijelaskan oleh elektrodinamika kuantum. Dalam prakteknya, para kimiawan biasanya bergantung pada teori kuantum atau penjelasan kualitatif yang kurang kaku (namun lebih mudah untuk dijelaskan) dalam menjelaskan ikatan kimia. Secara umum, ikatan kimia yang kuat diasosiasikan dengan transfer elektron antara dua atom yang berpartisipasi. Ikatan kimia menjaga molekul-molekul, kristal, dan gas-gas diatomik untuk tetap bersama. Selain itu ikatan kimia juga menentukan struktur suatu zat. Sedangkan Salah satu aspek penting dari reaksi kimia adalah hubungan kuantitatif antara zat-zat yang terlibat dalam reaksi kimia, baik sebagai pereaksi maupun sebagai hasil reaksi. Stoikiometri (stoi-kee-ah-mettree) merupakan bidang dalam ilmu kimia yang menyangkut hubungan kuantitatif antara zat-zat yang terlibat dalam reaksi kimia, baik sebagai pereaksi maupun sebagai hasil reaksi. Stoikiometri juga menyangkut perbandingan atom antar unsur-unsur dalam suatu rumus kimia, misalnya perbandingan atom H dan atom O dalam molekul H2O. Kata stoikiometri berasal dari bahasa Yunani yaitu stoicheon yang artinya unsur dan metron yang berarti mengukur. Seorang ahli Kimia Perancis, Jeremias Benjamin Richter (1762-1807) adalah orang yang pertama kali meletakkan prinsip-prinsip dasar stoikiometri. Menurutnya stoikiometri adalah ilmu tentang pengukuran perbandingan kuantitatif atau pengukuran perbandingan antar unsur kimia yang satu dengan yang lain.Stoikiometri erat kaitannya dengan perhitungan kimia. Untuk menyelesaikan soal-soal perhitungan kimia digunakan asas-asas stoikiometri yaitu antara lain persamaan kimia dan konsep mol. Persamaan
Dili Apriana Aksari (06091410008) Page 3

reaksi merupakan salah satu langkah untuk merangkum apa yang terjadi dalam suatu reaksi kimia. Persamaan kimia dapat dijelaskan secara lisan maupun tulisan, yaitu melalui rumus reaksi kimia. Senyawa yang akan mengalami reaksi kimia disebut Reaktan. Reaktan dituliskan di ruas kiri pada reaksi kimia, sedangkan senyawa yang dihasilkan setelah reaksi kimia dinamakan Produk. Produk dituliskan di ruas kanan pada reaksi kimia. Dengan secara ilmiah bahwa ikatan kimia dan stoikimetri dapat dengan mudah dibedakan dengan demikian proses pembelajaran kimia ikatan dan stoikimetri berhubungan dengan perhitungan kimia.

2. Penelitian Eksperimental a. Judul Penelitian : Pengaruh penerapan stoikometri terhadap hasil belajar siswa kelas x SMA negeri 1 Palembang b. Latar belakang Dalam ilmu kimia, stoikiometri (kadang disebut stoikiometri reaksi untuk membedakannya dari stoikiometri komposisi) adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (persamaan kimia). Kata ini berasal dari bahasa Yunani stoikheion (elemen) dan metri (ukuran).Stoikiometri didasarkan pada hukum-hukum dasar kimia, yaitu hukum kekekalan massa, hukum perbandingan tetap, dan hukum perbandingan berganda.

c. Rumus masalah : 1. Apakah pengaruh penerapan stoikimetri 2. Bagaimana hubungan penerapan stoikimetri dengan hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Palembang

Dili Apriana Aksari (06091410008)

Page 4

3. Penelitian PTK a. Judul Penelitian : 1. Meningkatkan Hasil Belajar pada Materi Ikatan Kimia dengan Menggunakan Pembelajaran Cooperative Tipe STAD di Kelas X SMA Negeri 14 Palembang 2. Upaya meningkatkan prestasi belajar kimia siswa SMA Negeri 1 Palembang melalui model pembelajaran CET (Chemoedutainment). b. Latar belakang Pada prinsipnya penyebab rendahnya pembelajaran siswa terhapa pembelajaran dengan dapat meningkatkan factor yang menyebabkan proses pembelajaran tersebut. Demikian juga yang dikemukakan oleh Anwar (2004) bahwa salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa adalah rendahnya aktivitas, minat, dan motivasi belajar siswa. Sehingga perlu kirannya guru sebagai tenaga pendidik untuk meningkatkan mutu dan kualitas pembelajaran dalam hal peningkatan hasil belajar siswa dengan menerapkan model-model pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk secara aktif mempelajari melalui perbuatan, mengalami sendiri, menemukan serta mengembangkan pengetahuan yang diperoleh. Sehubungan dengan hal ini, Hamalik (1998) mengemukakan bahwa proses belajar mengajar akan memperoleh hasil yang optimal jika guru mampu memiliki dan menerapkan model pembelajaran yang tepat. Ilmu kimia merupakan suatu pelajaran yang cenderung kurang diminati oleh kebanyakan siswa karena sulit untuk dipahami. Oleh karena itu dengan dasar inilah dituntut kemampuan dan keterampilan seorang guru untuk bisa menciptakan suasana pembelajaran yang efektif dan menyenangkan dikelas. Ini bertujuan agar siswa termotivasi dan aktif dalam belajar sehingga hasil belajar siswa akan meningkat sesuai dengan yang diharapkan. Selama ini metode pembelajaran kimia di sekolah cenderung
Dili Apriana Aksari (06091410008) Page 5

hanya satu arah, dimana guru yang lebih aktif dalam memberikan informasi kepada siswa. Hal ini juga terjadi di SMA Negeri 14 Palembang khususnya di kelas X pada materi ikatan kimia. Sebagaimana berdasarkan hasil observasi peneliti bahwa pada materi ikatan kimia dalam satu tahun terakhir hasil belajar siswa masih tergolong dalam kategori rendah, yaitu pada tahun ajaran 2009/2010 adalah 55% ketuntasan belajar, sedangkan standar ketuntasan yang diterapkan adalah 70% dengan nilai rata-rata 65 . Hal ini terjadi menurut hemat peneliti, karena berdasarkan hasil survai, Guru mata pelajaran cenderung text book oriented. Pembelajaran lebih cenderung abstrak dan menggunakan metode ceramah sehingga konsep-konsep akademik kurang bisa dipahami. Sementara itu kebanyakan guru yang mengajar masih kurang memperhatikan kemampuan berpikir, siswa atau dengan kata lain tidak melakukan pembelajaran bermakna, metode yang digunakan kurang bervariasi dan sebagai akibatnya motivasi belajar siswa menjadi sulit ditumbuhkan, dan pola belajar cenderung menghafal dan mekanistik. Penggunaan berbagai macam model pembelajaran yang merangsang minat siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran sudah mulai banyak dilakukan di sekolah-sekolah. Salah satu model pembelajaran yang lebih banyak digunakan adalah model pembelajaran cooperatiive dengan berbagai metode yang salah satunya adalah metode Student Teams Achivement Division (STAD). Metode STAD ini dalam pelaksanaannya adalah mengajak siswa untuk belajar secara berkelompok dengan anggota kelompok yang berasal dari campuran tingkat kecerdasan dan jenis kelamin. Tujuan dari pembagian kelompok dengan ketentuan tersebut adalah agar dalam satu kelompok terdapat siswa yang lebih unggul sehingga apabila ada anggota kelompok yang mengalami kesulitan siswa tersebut dapat membantu menyelesaikannya.

Dili Apriana Aksari (06091410008)

Page 6

Secara teoritis metode pembelajaran Cooperative tipe STAD mempunyai keunggulan tersendiri untuk dapat diterapkan dalam pembelajaran kimia dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional lainnya. Penggunaan Model Pembelajaran Cooperative tipe STAD dipilih dengan harapan akan tampak proses demokrasi dan peran aktif siswa di kelas, sehingga siswa yang kemampuannya dibawah rata-rata akan berupaya untuk tidak ketinggalan dengan siswa lain di kelasnya. Dengan demikian hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 14 Palembang diharapkan akan meningkat. Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Cooperativetipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Renita Tri Parwanti, (2007), Dari hasil penelitiannya menyimpulkan penggunaan

kombinasi metode Student Teams Achivement Division (STAD) dan Structure Exercise Methode (SEM) dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa kelas X SMA N 1 Palembang, sehingga mencapai standar ketuntasan belajar secara klasikal yang diharapkan yaitu sebesar 85 %. Verawati (2009) melaporkan bahwa penggunaan model pembelajaran Cooperative tipe STAD dapat Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Palembang pada Materi Ikatan Kimia. Dengan mencermati berbagai realitas di atas, maka penulis termotivasi untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan formulasi judul Meningkatkan Hasil Belajar pada Materi Ikatan Kimia dengan Menggunakan Pembelajaran Cooperative Tipe STAD di Kelas X SMA 14 Palembang. c. Rumusan Masalah Seiring dengan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

Dili Apriana Aksari (06091410008)

Page 7

Bagaimana penggunaan Model pembelajaran Cooperative Tipe STAD Teams Achivement Division)

(Student

Bagaimana meningkatkan Hasil Belajar Siswa kelas X SMA Negeri 14 Palembang Apakah Penggunaan Model Pembelajaran Cooperative Tipe STAD (Student Teams Achivement Division) dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 14 Palembang pada Meteri Ikatan Kimia?

d. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa Kelas X SMA negeri 14 Palembang, khususnya pada materi ikatan kimia dengan menggunakan Model Pembelajaran Cooperative Tipe STAD. e. Hipotesis Penelitian 1.1 Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Secara umum istilah model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam pengertian lain model juga diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari benda yang sesungguhnya, seperti Globe adalah model dari bumi tempat kita hidup. Dalam uraian selanjutnya istilah model digunakan untuk menujukkan pengertian yang pertama sebagai kerangka konseptual. Atas dasar pemikiran tersebut, maka yang dimaksud dengan Model Pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Tinjaun model pembelajaran terdiri atas : a. Model Pembelajaran Cooperative
Page 8

Dili Apriana Aksari (06091410008)

Cooperative berasal dari kata ko yang berarti sama dan operatif berarti melakukan. Dengan kata lain cooperative dapat diartikan melakukan kegiatan bersama-sama. Kebanyakan pembelajaran yang menggunakan model cooperative mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. 2. 3. Siswa belajar dalam kelompok secara cooperative untuk menuntaskan materi belajar Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki ketrampilan sedang dan rendah. Bilamana mungkin anggota kelompok dibentuk dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda. 4. Penghargaan berorientasi kepada kelompok daripada individu. Menurut Tarigan dalam Fathurrohman (2007), bahwa pembelajaran cooperative pada dasarnya merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang lebih mengutamakan aktivitas siswa yaitu siswa belajar bersama dalam bentuk kelompok kecil untuk mempelajari materi dan mengajarkan tugas setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas kesuksesan kelompoknya Lie (2003), dikemukakan bahwa pembelajaran cooperative memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 1. Saling ketergantungan Keberhasilan suatu kelompok ditentukan oleh keberhasilan setiap anggota dalam kelompok 2. Tanggung jawab perorangan Berdasarkan unsur yang pertama maka setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik 3. Tatap muka Setiap kelompok harus diberikan kesempatan bertatap muka dan berdiskusi 4. Komunikasi antar anggota

Dili Apriana Aksari (06091410008)

Page 9

Unsur ini menghendaki agar para siswa harus dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. 5. Evaluasi proses kelompok Untuk mengetahui keberhasiln kelompok, diadakan evaluasi kepada masing-masing kelompok. b. Metode Student Teams Achivement Division (STAD) Metode Student Teams Achivement Division (STAD) ini merupakan salah satu metode dalam pembelajaran cooperative yang untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Robert-Slavin. Metode ini merupakan salah satu metode yang paling sederhana dalam pembelajaran cooperative dan merupakan sebuah pendekatan yang baik untuk guru yang baru mulai menerapkan model pembelajaran cooperative. Metode pembelajaran ini lebih menekankan berbagai ciri pembelajaran langsung, dan merupakan metode yang mudah untuk diterapkan dalam pembelajaran sains. Seperti dalam kebanyakan metode pembelajaran cooperative, metode STAD didasarkan pada prinsip bahwa siswa bekerja bersama-sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap belajar teman dan dirinya sendiri. Penggunaan metode ini dalam proses pembelajaran sebenarnya sudah banyak digunakan dan dilakukan penelitian. Berdasarkan hasil penelitian dari peneliti sebelumnya (Lismiyati, 2006) dapat diambil suatu kesimpulan bahwa penggunaan metode STAD dalam pembelajaran mampu meningkatkan hasil belajar siswa sebesar 92,84%. Selain itu pembelajaran juga berjalan lebih efektif karena siswa bertindak aktif selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Secara skematis metode pembelajaran STAD dapat ditunjukkan pada skema berikut:
Pembentukan Kelompok Heterogen Dili Apriana Aksari (06091410008) Pemberian Materi Pelajaran dan Kegiatan Kelompok Page 10

1.

Pembentukan kelompok heterogen Pembentukan kelompok dalam kelas ditentukan oleh guru yang lebih mengetahui siswa

yang pandai dan lemah. Pembentukan kelompok ini pun harus bersifat heterogen. Siswa-siswa dalam kelompok merupakan campuran siswa dari tingkat kepandaian, jenis kelamin, dan suku. Sehingga tidak akan ditemui kelompok yang hanya beranggotakan siswa yang pandai saja atau sebaliknya. Untuk anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang. 2. Penjelasan materi dan kegiatan kelompok Guru memberikan informasi pada siswa berkenaan dengan kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa serta relevansi kegiatan dengan materi pelajaran. Pada saat guru menjelaskan materi pelajaran, siswa harus sudah berada dalam kelompok masing-masing. Kemudian, siswa melakukan diskusi sesuai arahan guru berdasarkan LKS atau bentuk tugas yang lain. Apabila terdapat kesulitan dalam interpretasi petunjuk kegiatan siswa dapat meminta bantuan guru. 3. Pelaksanaan kuis atau evaluasi Setelah diskusi berlangsung, guru dapat memberikan tes atau kuis kepada siswa yang harus dikerjakan siswa secara individu.

Dili Apriana Aksari (06091410008)

Page 11

4.

Pemberian penghargaan. Kelompok yang mempunyai nilai rata-rata tiap anggotanya paling baik, pantas diberi

penghargaan. Hasil tes ini dapat digunakan sebagai dasar pembentukan kelompok baru untuk materi berikutnya (Adili, dalam Lisiati 2006). Yang perlu disiapkan guru sebelum memulai model pembelajaran ini adalah sebagai berikut: 1. Nilai rata-rata harian dari siswa. Nilai ini sebagai acuan untuk membentuk kelompok siswa yang heterogen dan skor rata-rata suatu kelompok (jumlah nilai rata-rata siswa dalam suatu kelompok dibagi dengan banyaknya siswa dalam kelompok tersebut) 2. Guru membentuk kelompok siswa yang heterogen tanpa membedekan kecerdasan, suku/bangsa, maupun agama. Jadi, dalam setiap kelompok sebaiknya ada siswa yang pandai, sedang atau lemah, dan masing-masing siswa sebaiknya merasa cocok satu sama lain. Setiap kelompok terdiri atas 4 sampai 5 siswa. 3. Guru mempersiapkan LKS (Lembar Kerja Siswa). LKS itu untuk belajar dan bukan untuk sekedar diisi dan dikumpulkan. 4. Kunci jawaban LKS untuk mengecek pekerjaan siswa (dicek oleh siswa sendiri). Oleh karena itu, penting bagi siswa untuk pada akhirnya diberi kunci jawaban LKS. 5. Kuis, berupa tes singkat untuk seluruh siswa. Kuis berbeda dengan ulangan harian. Waktu kuis berkisar antara 10 menit sampai 15 menit saja. 6. Membuat tes/ulangan untuk melihat ketercapaian hasil belajar yang diharapkan

c.

Langkah-langkah STAD dalam pembelajaran di sekolah

Dili Apriana Aksari (06091410008)

Page 12

Beberapa langkah dalam pembelajaran dalam menggunakan metode STAD adalah sebagai berikut: 1. Guru dapat meminta para siswa untuk mempelajari suatu pokok bahasan yang segera akan dibahas, di rumah masing-masing. 2. Di kelas, guru membentuk kelompok belajar yang heterogen dan mengatur tempat duduk siswa agar setiap anggota kelompok dapat saling bertatap muka. 3. 4. Guru membagikan LKS. Setiap kelompok diberi 2 set. Anjurkan agar setiap siswa dalam kelompok dapat mengerjakan LKS secara berpasangan dua-dua dalam tigaan. Kemudian saling mengecek pekerjaannya diantara teman dalam pasangan atau tigaan itu. 5. Bila ada siswa yang tidak dapat mengerjakan LKS, teman 1 tim/kelompok bertanggung jawab untuk menjelaskan kepada temannya yang tidak bisa tadi. 6. 7. Berikan kunci LKS agar siswa dapat mengecek pekerjaan sendiri. Bila ada pertanyaan dari siswa, mintalah mereka mengajukan pertanyaan itu kepada teman satu kelompok sebelum mengajukannya kepada guru. 8. 9. Guru berkeliling untuk mengawasi kinerja kelompok. Ketua kelompok, melaporkan keberhasilan kelompoknya atau melapor kepada guru tentang hambatan yang dialami anggota kelompoknya dalam mengisi LKS. Jika diperlukan, guru dapat memberikan bantuan kepada kelompok secara proporsional. 10. Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah memahami, dan dapat mengerjakan LKS yang diberikan guru. 11. Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilitatator jika diperlukan.

Dili Apriana Aksari (06091410008)

Page 13

12.

Setelah selesai mengerjakan LKS secara tuntas, berikan kuis kepada seluruh siswa. Para siswa tidak boleh bekerja sama dalam mengerjakan kuis. Setelah siswa selesai mengerjakan kuis, langsung dikoreksi untuk melihat hasil kuis.

13.

Berikan penghargaan kepada siswa yang benar, dan kelompok yang memperoleh skor tertinggi. Berilah pengakuan/pujian kepada prestasi tim.

14.

Guru memberikan tugas/PR secara individu kepada para siswa tentang pokok bahasan yang sedang dipelajari.

15.

Guru bisa membubarkan kelompok yang dibentuk dan para siswa kembali ke tempat duduknya masing-masing

16. -

Guru dapat memberikan tes formatif, sesuai dengan TPK/kompetensi yang ditentukan. Aturan Oktet . Gilbert Newton Lewis dan Irving Langmuir (ilmuan Amerika) serta Albrecht Kossel

(ilmuan Jerman), mengaitkan kestabilan gas mulia dengan konfigurasi elektronya. Gas mulia mempunyai konfogurasi penuh, yaitu konfigurasi octet (mempunyai 8 elektron pada kulit luar), kecuali helium dengan konfigurasi duplet (dua elektron pada kulit luar). Tabel 1. Konfigurasi Elektron Unsur-Unsur Gas Mulia Periode Unsur Nomor Atom 1 He 2 2 Ne 10 3 Ar 18 4 Kr 36 5 Xe 54 6 Rn 86 K 2 2 2 2 2 2 L 8 8 8 8 8 M N O P

8 18 18 18

8 18 32

8 18

Berdasarkan konfigurasi elektron unsur-unsur gas mulia tersebut, maka dapat dilihat bahwa pada umumnya konfigurasi elektron unsur gas mulia mempunyai 8 elektron valensi, kecuali unsur helium tang mempunyai 2 elektron valensi. Lewis dan Kossel menyatakan bahwa
Dili Apriana Aksari (06091410008) Page 14

unsur-unsur gas mulia mempunyai konfigurasi oktet (8 elektron valensi) kecuali unsur helium yang mempunyai konfigurasi duplet (2 elektron valensi). Unsur-unsur lain dapat mencapai konfigurasi oktet dengan melepas elektron-elektron valensinya atau menyerap elektron tambahan. Hal itulah yang terjadi ketika unsur-unsur tersebut membentuk ikatan. Jadi, dapat dikatakan bahwa: 1. 2. Gas mulia dapat bersifat stabil karena konfigurasinya sudah oktet (duplet untuk Helium) Unsur selain gas mulia membentuk ikatan dalam rangka mencapai konfigurasi elektron. Kecenderungan unsur-unsur untuk menjadikan konfigurasi elektronnya sama seperti gas mulia terdekat dikenal dengan istilah Aturan Oktet. -Lambang Lewis Lambang Lewis adalah lambang atom yang dilengkapi dengan elektron valensinya. Penyusunan lambang Lewis suatu unsur dapat dilakukan dengan menuliskan lambang atom dikelilingi oleh sejumlah titik, yang menunjukan jumlah elektron terluar suatu atom. Tabel 2. Lambang Lewis Unsur-unsur Periode 2 dan 3 IA IIA IIIA IVA VA VIA VIIA VIIIA .. . . . .. . Periode .C . Ne F. N. .B . . Be . O. Li . .. . .. .. . 2 . . . .. .. . Periode . . Si . . Mg . Cl . Ar . Al . S. P. Na . .. .. . . .. 3
..
..

..

..

..

..

..

..

Lambang Lewis unsur gas mulia menunjukan 8 elektron valensi yang terbagi dalam empat pasangan. Lambang Lewis unsur dari golongan lain menunjukan adanya elektron tunggal (elektron yang belum berpasangan). Cara atom-atom saling mengikat dalam suatu molekul dinyatakan dengan rumus bangun atau rumus struktur. Rumus struktur diperoleh dari rumus Lewis dengan mengganti setiap pasang elektron ikatan dengan sepotong garis. Perhatikan rumus Lewis dan rumus bangun beberapa molekul berikut:
Dili Apriana Aksari (06091410008) Page 15

..

..

Tabel 3. Perbandingan rumus molekul, rumus empiris dan rumus struktur. Rumus Molekul H2
HCl

Rumus Lewis

H
H

H ..
Cl .. .. .. O.. H

Rumus Bangun (Rumus Struktur) H H


H Cl

..

..

..

H2O

H O H

Ikatan Ion Ikatan ion adalah gaya tarik-menarik listrik antara ion yang berbeda muatan p(ion positif

dan ion negative). Dari teori lewis dan Kossel dinyatakan bahwa ikatan ion terjadi antara ion positif (atom yang melepaskan elektron) dengan ion negatif (atom yang menerima elektron). Berarti, ikatan ion terbentuk akibat gaya elektrostatis antara ion yang berlawanan muatan sebagai akibat serah terima elektron dari suatu atom ke atom lain, sehingga ikatan ion disebut juga ikatan elektrovelen.

- Ikatan Kovalen Pada umumnya,atom-atom unsur yang membentuk ikatan kovalen adalah atom unsur yang mempunyai elektron valensi 4 (kecuali atom hidrogen). Berdasarkan jumlah pasangan elektron, asal pasangan elektron dan kedudukan pasangan elektron dalam ikatannya, maka ikatan kovalen dibedakan menjadi ikatan kovalen tunggal, ikatan kovalen rangkap dua, ikatan kovalen rangkap tiga, ikatan kovalen koordinasi. Dalam proses pembelajaran kimia langsung dengan baik karena antara siswa satu dengan siswa yang lainnya saling membantu untuk menyelesaikan tugas kelompok.

4. Penelitian Pengembangan
Dili Apriana Aksari (06091410008) Page 16

..

a. Judul Penelitian : 1. Pengembangan Modul Berbasis Web Pada Mata Pelajaran Produktif Multimedia Untuk Siswa Jurusan Multimedia Kelas X Semester II Di SMK 3 Palembang 2. Pengembangan pokok bahasan struktur atom pada pembelajaran Kimia di SMA Negeri 5 Palembang b. Latar belakang SMK 3 Palembang merupakan sekolah menengah kejuruan yang baru berdiri, pengembangan dan pemanfaatan sumber belajar menjadi hal terpenting yang harus dijalankan sekolah, selain itu pembelajaran yang sifatnya monoton dan keterbatasan sumber belajar menjadi masalah utama yang harus diatasi. Bahan ajar sebagai sumber belajar utama siswa memegang peranan penting dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran. Penggunaan bahan ajar yang interaktif dan menarik adalah salah satu cara untuk memotivasi siswa sehingga proses pembelajaran terlihat lebih efektif dan hasil belajar siswa dapat meningkat. Sehingga standar kompetensi yang telah ditentukan dapat dicapai siswa. Modul merupakan salah satu sumber pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar. Modul merupakan suatu unit program pembelajaran yang disusun dalam bentuk tertentu untuk keperluan belajar dan untuk membantu para siswa secara individual dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu.

Bertolak dari permasalahan tersebut, diperoleh sebuah alternatif untuk mengatasi masalah dan kebutuhan yang ada yaitu dengan merancang dan mengembangkan modul berbasis web sebagai sumber bahan ajar yang akan digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Sasaran utama penelitian ini adalah siswa kelas X jurusan Multimedia di SMK 3 Palembang , selain menghasilkan produk modul berbasis web juga dihasilkan buku pedoman. Langkah-langkah pengembangan menggunakan meodel Research and

Development (R&D) dari Model Sugiyono dengan subjek uji coba ahli media, ahli materi, dan siswa jurusan Multimedia kelas X. Instrumen pengumpulan data menggunakan angket tertutup, pre-test post-test, dan teknis analisa data menggunakan analisa deskriptif.
Dili Apriana Aksari (06091410008) Page 17

Data hasil uji coba seluruh subjek menunjukan pengembangan modul berbasis web memperoleh nilai 3,09 dengan kategori baik dan materi dalam bentuk modul berbasis web memperoleh nilai 3,21 dengan kategori baik sekali.

Simpulan penelitian menunjukan bahwa subjek uji coba merespon dengan baik keberadaan modul berbasis web sebagai sumber bahan ajar yang dirancang dan dikembangkan dengan menarik meskipun menggunakan perangkat lunak berbasis open source. b.rumusan Masalah 1. bagaimana Pengembangan Modul Berbasis Web dikembangkan? 2. Apakah pengembangan modul berbasis Web Pada Mata Pelajaran Produktif Multimedia Untuk Siswa Jurusan Multimedia Kelas X Semester II Di SMK 3 Palembang akan di kembangkan? c. tujuan Penelitian agar memperoleh pembelajaran Modul berbasis Web pada Pelajaran Produktivitas Multimedia Untuk Siswa Jurusan Multimedia Kelas X Semester II Di SMK 3 Palembang.

Dili Apriana Aksari (06091410008)

Page 18

Anda mungkin juga menyukai