Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL PENELITIAN

Di
Susun Oleh :

Fitri Yani

Nim :
180204056

Mata kuliah : Metodologi Penelitian

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN AR-RANIRY DARUSSALAM
BANDA ACEH 2021
PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X MENGGUNAKAN
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW DENGAN STAD DI SMAN 1
BAKONGAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelajaran fisika merupakan salah satu pelajaran yang kurang

menyenangkan bagi beberapa siswa. Penyebab pelajaran fisika kurang

menyenangkan adalah siswa susah membayangkan tujuan sebenarnya serta

kejadian nyata dari belajar fisika. Pada kenyataan, aplikasi pelajaran fisika sangat

dekat sekali dengan kehidupan sehari-hari. Guru seringkali hanya berorientasi

pada materi yang hendak disampaikan dan kurang menjelaskan peristiwa Fisika

yang berkaitan dengan materi tersebut.

Salah satu komponen penting yang dapat menentukan keberhasilan siswa

dalam mengikuti proses pembelajaran adalah guru. Seorang guru diharapkan

menguasai ilmu dan pengetahuan tentang materi yang hendak diajarkan dan

penggunaan model pembelajaran di kelas. Penggunaan model pembelajaran yang

tepat dapat menentukan keberhasilan siswa dalam memahami materi yang

disampaikan dengan baik.

Berdasarkan observasi awal di SMA Negeri 1 Bakongan , kebanyakan

siswa mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran fisika di kelas.

Hal ini terlihat dari nilai ulangan siswa pada mata pelajaran fisika yang memenuhi

standar ketuntasan minimal (SKM) hanya 33% dari 24 siswa dengan nilai rata-rata

kelas 58 sedangkan SKM untuk mata pelajaran fisika di SMA Negeri 1 Bakongan

adalah 67. Beberapa hal yang membuat siswa tidak tuntas pada mata pelajaran
fisika adalah siswa kurang termotivasi dalam
belajar, siswa menganggap bahwa pelajaran fisika merupakan pelajaran yang sulit,

siswa sering berbicara dengan teman, melamun, melakukan hal-hal yang tidak

berhubungan dengan pelajaran saat guru menjelaskan materi fisika dan terkadang

siswa juga cenderung pasif dalam mengikuti proses pembelajaran.

Kalor adalah salah satu pelajaran fisika yang sebenarnya mudah

ditangkap bagi siswa. Guru fisika telah menerapkan bermacam-macam model

pembelajaran dalam menyampaikan materi kalor. Pemahaman siswa mengenai

konsep kalor sehingga guru memerlukan waktu lebih lama dari yang telah

dijadwalkan untuk menjelaskan kembali materi tersebut kepada siswa. Kondisi

seperti itu mengacaukan rencana jam pembelajaran yang telah disusun oleh guru

mata pelajaran fisika di awal semester. Guru fisika dapat menggunakan model

pembelajaran langsung berbantuan media berbasis komputer untuk memecahkan

permasalahan di kelas. Penggunaan model pembelajaran langsung berbantuan

media komputer diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan pemahaman siswa

dalam belajar fisika khususnya materi kalor. Proses pembelajaran fisika

diharapkan dapat terjadi dua arah dan siswa dapat belajar secara mandiri dengan

media visualisasi yang dapat dimiliki.

Penelitian telah banyak digunakan untuk menyelesaikan berbagai

masalah dalam dunia pendidikan. Penelitian yang dapat dilakukan untuk

mengatasi permasalahan pendidikan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Penelitian tindakan kelas merupakan bentuk penelitian pembelajaran berkonteks

kelas. PTK dilakukan oleh guru untuk memecahkan permasalahan yang terjadi di

kelas,
meningkatkan mutu proses pembelajaran, dan hasil belajar siswa khususnya

dalam mata pelajaran fisika.

Berdasarkan uraian di atas maka akan diadakan penelitian dengan judul

“Penerapan Model Pembelajaran Langsung Berbantuan Media Berbasis Komputer

pada Pokok Bahasan kalor untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar

Siswa Kelas X IPA 1 SMA Negeri 1 Bakongan

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

Bagaimana model pembelajaran langsung dapat meningkatkan keaktifan dan hasil

belajar fisika siswa kelas X IPA 1 SMA Negeri 1 Bakongan ?

1.3 Hipotesis Penelitian

Jika penelitian dengan menggunakan model pembelajaran langsung

berbantuan media berbasis komputer dilaksanakan dengan baik maka keaktifan

dan hasil belajar siswa kelas X IPA 1 SMA Negeri 1 Bakongan

1.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka secara

umum penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar
siswa pada pokok bahasan impuls dan momentum untuk siswa SMA melalui

model pembelajaran langsung.

1.5 Indikator Keberhasilan

Sebagai indikasi bahwa tujuan penelitian ini tercapai adalah:

1. Minimal 75% siswa aktif selama mengikuti proses pembelajaran fisika di

kelas.

2. Hasil belajar siswa menunjukkan minimal 75% siswa mencapai standar

ketuntasan minimum (SKM).

3. Nilai rata-rata hasil belajar siswa lebih dari sama dengan 75 (≥ 75).

1.6 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka manfaat yang diharapkan dari

terlaksananya penelitian berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Langsung

Berbantuan Media Berbasis Komputer pada Pokok Bahasan Impuls dan

Momentum untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Kelas X IPA

1 SMA Negeri 1 Bakongan” adalah:

1. Bagi Siswa

a) Meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran fisika.

b) Meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar fisika.

c) Meningkatkan pemahaman fisika.

d) Meningkatkan hasil belajar fisika.


2. Bagi Guru

a) Melatih ketrampilan guru dalam melakukan variasi model pembelajaran

di kelas.

b) Memotivasi guru fisika untuk membuat media pembelajaran yang

menarik perhatian siswa.

c) Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui model pembelajaran

langsung.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup pada penelitian ini adalah:

1. Penerapan model pembelajaran langsung dengan menggunakan media

berbasis komputer dilaksanakan di SMA Negeri 1 Bakongan.

2. Materi fisika dalam media pembelajaran dibatasi pada pokok kalor pada

tingkat SMA.

3. Keaktifan siswa diukur melalui lembar observasi kegiatan siswa dan angket

yang diberikan di akhir setiap siklus.

4. Hasil belajar siswa diukur dari tes yang dilakukan pada setiap siklus.
BAB II

Tinjauan Pustaka

1.9 Proses Belajar-Mengajar

Proses belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan
satu sama lain, jika belajar menunjukkan pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai
subjek yang menerima pelajaran, sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang harus
dilakukan seorang guru sebagai pengajar. Dua konsep belajar dan mengajar tersebut
menjadi terpadu dalam suatu kegiatan manakala terjadi interaksi antara guru dan siswa,
siswa dengan siswa pada saat pengajaran itu berlangsung.
Proses belajar-mengajar adalah suatu proses yang menandung rangkaian perbuatan
guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif
untuk mencapai tujuan tertentu (Moh. Uzer Usman dalam Suryosubroto,2009:16)
Dengan demikian, pengkoordinasian komponen-komponen pengajaran oleh guru
diharapkan dapat mentumbuhkan kegiatan belajar yang sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Sehingga apa yang menjadi tujuan dari Pendidikan Nasional dapat terwujud.

1.10 Hasil Belajar


Hasil belajar siswa pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku .tingkah laku
sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif dan
psikomotorik.(Sudjana,2010:3)
Hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan
penilaian dan/atau pengukuran hasil belajar. Berdasarkan pengertian evaluasi hasil belajar
kita dapat menengarai tujuan utamanya adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan
yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran,dimana tingakat
keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau angka atau
simbol.(Dimyati dan Mudjiona,2009:200)

1.11 Pengertian Fisika
Fisika merupakan bagian dari IPA, yaitu ilmu yang banyak mengungkapkan fakta
ilmiah yang terjadi di alam semesta ini dan selalu berkembang melalui proses. Fisika
merupakan ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan
masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan
kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Dapat dikatakan bahwa hakikat fisika
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang
dikenal dengan proses ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun
atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlangsung secara
universal (Trianto, 2010:137-138).
Beberapa sifat yang dipelajari dalam fisika merupakan sifat yang ada dalam semua
sistem materi yang ada, seperti hukum kekekalan energi. Sifat semacam ini sering disebut
sebagai hukum fisika. Fisika sering disebut sebagai "ilmu paling mendasar", karena setiap
ilmu alam lainnya (biologi, kimia, geologi, dan lain-lain) mempelajari jenis sistem materi
tertentu yang mematuhi hukum fisika. Misalnya, kimia adalah ilmu tentang molekul dan
zat kimia yang dibentuknya. Sifat suatu zat kimia ditentukan oleh sifat molekul yang
membentuknya, yang dapat dijelaskan oleh ilmu fisika seperti mekanika kuantum,
termodinamika, dan elektromagnetika.

  2.1 Kalor
Kalor adalah energi panas yang dimiliki oleh suatu zat. Secara umum untuk
mendeteksi adanya kalor yang dimiliki oleh suatu benda yaitu dengan mengukur suhu
benda tersebut. Jika suhunya tinggi maka kalor yang dikandung oleh benda sangat besar,
begitu juga sebaliknya jika suhunya rendah maka kalor yang dikandung sedikit. besar
kecilnya kalor yang dibutuhkan suatu benda(zat) bergantung pada 3 faktor :
1. massa zat
2. jenis zat (kalor jenis)
3. perubahan suhu
Sehingga secara matematis dapat dirumuskan :
Q = m.c (t2 – t1)
Keterangan  :
Q = kalor yang dibutuhkan (Joule)
m = massa benda (kg)
c = kalor jenis (J/kgC)
(t2 – t1) = perubahan suhu (C)
Kalor dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
1. Kalor yang digunakan untuk menaikkan suhu
2. Kalor yang digunakan untuk mengubah wujud (kalor laten), persamaan yang digunakan
dalam kalor laten ada dua macam Q = m.U dan Q = m.L. Dengan U adalah kalor uap
(J/kg) dan L adalah kalor lebur (J/kg) ( Kanginan,. 2007).
2.2 Model Pembelajaran
2.3  Pengertian Model Pembelajaran
Menurut Suprijono (2010:45) “Model pembelajaran merupakan landasan praktik
pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang
berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat
operasional di kelas”. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang
digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada
guru di kelas. Sedangkan menurut Uno (2007:25) “Model pembelajaran pada dasarnya
merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan
secara khas oleh guru”.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah suatu pola atau rencana yang disusun secara sistematis sebagai
pedoman pelaksanaan kegiatan belajar mengajar agar tercapai tujuan belajar.

2.4   Model Pembelajaran Kooperatif


Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori kontruktivis. Pembelajaran ini
muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep
yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja
dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks.
Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam
pembelajaran kooperatif (Trianto, 2010:56).
Kelompok belajar ada yang secara kooperatif dan ada yang secara konvensional.
Kelompok belajar kooperatif adalah sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan
kepada anak didik untuk bekerja sama dengan siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.
Menurut Lie (2002:17) “Sistem pengajaran kooperatif biasa didefinisikan sebagai
kelompok terstruktur”. Pendapat yang sama dikemukakan Sanjaya (2009:242)
“Pembelajaran kooperatif
merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan atau tim
kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan
akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen)”. Isjoni (2010:14)
“Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sujumlah siswa sebagai
anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda”. Sedangkan menurut
Davidson dan Warsham (dalam Isjoni, 2010:28) “Pembelajaran kooperatif adalah model
pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan
pembelajaran yang berefektivitas yang mengintegrasikan keterampilan social yang
bermuatan bermakna”.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah pembelajaran yang dilakukan dengan mengelompokkan siswa dalam kelompok-
kelompok kecil siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda dalam menyelesaikan
tugas yang diberikan guru.
Pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan kekurangan dalam
pelaksanaannya. Sanjaya (2009:249), kelebihan dan kurangan pembelajaran kooperatif
adalah sebagai berikut.
1.      Kelebihan
a.   Pembelajaran kooperatif tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat
menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai
sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
b.   Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau
gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang
lain.
c.   Pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa untuk respek pada siswa lain dan
menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
d.   Pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih
bertanggung jawab dalam belajar.
2.      Kekurangan
a.       Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran kooperatif memang butuh waktu.
b.      Ciri utama pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh
karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran
langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari
dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa.
c.       Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran kooperatif didasarkan kepada hasil kerja
kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi
yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.

2.5 Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw


Model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw dikembangkan oleh Eliot Aronson
dan rekannya (1978) merupakan “Pendekatan pembelajaran kooperatif di mana enam
anggota tim mengerjakan materi yang dipecah menjadi bagian-bagian, dan setiap anggota
tim bertanggung jawab atas satu bagian” (Santrock, 2007:399).
Pendapat yang sama dikemukakan Suprijono (2010:89), bahwa pembelajaran
dengan metode jigsaw diawali dengan pengenalan topik yang akan dibahas oleh guru.
Guru dapat menuliskan topik yang akan dipelajari pada papan tulis. Guru menanyakan
kepada siswa apa yang mereka ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan sumbang saran
ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata atau struktur kognitif siswa agar lebih siap
menghadapi kegiatan pelajaran yang baru. Selanjutnya guru membagi kelas menjadi
kelompok-kelompok kecil, jumlah kelompok bergantung pada jumlah konsep yang
terdapat pada topik yang dipelajari. Setelah kelompok terbentuk, guru membagikan materi
tekstual kepada tiap-tiap kelompok. Setiap orang dalam setiap kelompok bertanggung
jawab mempelajari materi tekstual yang diterimanya dari guru.
Sedangkan menurut Isjoni (2010:77) “Pembelajaran kooperatif jigsaw merupakan
salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu
dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal”.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan model pembelajaran cooperative tipe
jigsaw adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif, dimana siswa belajar dalam
kelompok kecil yang anggota nya 4-6 orang secara heterogen yang mendorong siswa
untuk aktif dan bekerja saling ketergantungan positif, serta bertanggung jawab atas
ketuntasan materi dan menyampaikan materi itu kepada kelompok yang lain.
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok ahli dan
kelompok asal. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari berapa kelompok
ahli yang terbentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang. Guru harus
terampil dan mengetahui latar belakang siswa agar terciptanya suasana yang baik bagi
setiap anggota kelompok. Sedangkan kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri
dari anggota kelompok lain (kelompok asal) yang ditugaskan untuk mendalami topik
tertentu untuk kemudian di jelaskan kepada anggota kelompok asal.
Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu pada topik yang sama
dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada
masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari
topik mereka tersebut. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian
kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah
mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli. Para kelompok ahli harus mampu
untuk membagi pengetahuan yang didapatkan saat melakukan diskusi di kelompok ahli,
sehingga pengetahuan tersebut diterima oleh setiap anggota kelompok asal. Selanjutnya
siswa diberi tes atau kuis, hal tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah siswa sudah
dapat memahami suatu materi. Dengan demikian, secara umum penyelenggaraan model
pembelajaran cooperative tipe jigsaw dalam peroses belajar mengajar dapat
menumbuhkan tanggung jawab siswa sehingga terlibat langsung secara aktif dalam
memahami sesuatu persoalan dan menyelesaikannya secara kelompok (Isjoni, 2010:81).

Pada kegiatan ini keterlibatan guru dalam proses belajar mengajar semakin berkurang
dalam arti guru menjadi pusat kegiatan kelas. Guru berperan sebagai fasilitator yang
mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri serta menumbuhkan rasa
tanggung jawab serta siswa akan merasa senang berdiskusi tentang fisika dalam
kelompoknya. Mereka dapat berinteraksi dengan teman sebayanya dan juga gurunya
sebagai pembimbing. Dalam pembelajaran model biasa atau tradisional guru menjadi
pusat kegiatan kelas. Sebaliknya pada model cooperative tipe jigsaw, meskipun guru tetap
mengendalikan aturan, dia tidak lagi menjadi pusat kegiatan kelas, tetapi siswalah yang
menjadi pusat kegiatan kelas. Kunci tipe jigsaw ini adalah setiap siswa terhadap anggota
tim memberikan informasi yang di perlukan. Artinya setiap siswa harus memiliki
tanggung jawab dan kerja sama yang positif dan saling ketergantungan untuk
mendapatkan informasi dan memecahkan masalah yang diberikan.
Berdasarkan pendapat di atas, disimpulkan model pembelajaran cooperative tipe
jigsaw yang dimaksud adalah belajar dengan cara mensegmentasikan atau membagi-bagi
materi pada beberapa kelompok-kelompok kecil.

SKEMATIS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW

2.6 Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

STAD (student teams achievement division) adalah teknik pembelajaran


kooperatif, di mana dalam pelaksanaannya siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas
empat orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang
etniknya, demikian menurut pendapat Slavin (2009:11). Menurut Suyatno (2009:52) “Tipe
STAD (student teams achievement division) adalah metode pembelajaran kooperatif untuk
pengelompokkan kemampuan campur yang melibatkan pengakuan tim dan tanggung
jawab kelompok untuk pembelajaran individu anggota”.  Sedangkan menurut Trianto
(2010:68) “Pembelajaran kooperatif tipe STAD (student teams achievement division)
merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan
kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4 – 5 orang siswa secara
heterogen.
Berdasarkan pendapat di atas, disimpulkan STAD (student teams achievement
division) merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang dilakukan dengan cara
pembentukkan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4 orang
siswa secara heterogen.
2.7  Kajian Terdahulu yang Relevan
Penelitian tentang Hasil belajar, model pembelajaran jigsaw dan STAD telah
dilakukan Aryani (2012) dan Kanada (2012).
Aryani  (2012) dengan judul “Perbedaan hasil belajar fisika Siswa yang
Menggunakan STAD  dengan kelompok Kooperatif tipe Jigsaw di kelas VII SMP YWKA
Palembang”. Simpulan yang diperoleh hasil t hitung> t table = 2,7>1,67 bahwa ada perbedaan
hasil belajar fisika siswa yang menggunakan model pembelajaran jigsaw dan STAD kelas
VII di SMP YKPP 3 Palembang. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa X STAD sebesar
47,07 > X JIGSAW sebesar 39.76 , ini berarti rata rata hasil belajar siswa yang diajarkan
dengan menggunakan model pembelajaran  STAD lebih berhasil dari pada yang diajarkan
dengan menggunakan model pembelajaran kooperastif Jigsaw.
Kanada  (2012) dengan judul “Perbedaan Hasil belajar Fisika antara siswa yang
diajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan tipe STAD”. Simpulan
yang diperoleh  bahwa pada perhitungan data siswa yang mana didapatkan t hitung>
t table =5,3>1,66. hal ini berarti ada perbedaan hasil belajar fisika yang menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan tipe STAD pada kelas X SMA Negeri
Bakongan.

PERBEDAAN JIGSAW DAN STAD

Kegiatan Jigsaw STAD

Tujuan Kognitif Informasi akademik sederhana Informasi akademik


sederhana

Tujuan Sosial Kerja kelompok dan kerjasama Kerja kelompok dan


kerjasama

Struktur Tim Kelompok belajar heterogen Kelompok belajar dengan


dengan 5-6 orang anggota 4-5 orang anggota
menggunakan pola kelompok
asal dan kelompok ahli

Pemilihan Topik Biasanya guru Biasanya guru

Tugas Utama Siswa mempelajari materi dalam Siswa dapat


kelompok ahli kemudian menggunakan lembar
membantu anggota kelomppok kegiatan dan saling
asal mempelajari materi itu membantu untuk
menuntaskan materi
belajarnya

Penilaian Bervariasi dapat berupa tes Tes mingguan


mingguan

Pengukuran Publikasi lain Lembar pengetahuan dan


publikasi lain

Anggapan Dasar

Yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian ini adalah dengan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan STAD adalah tipe dari model pembelajaran
kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap
kelompok yang telah ditentukan (Trianto,2010:68).

Hipotesis

Ho : m1 = m2     Tidak ada perbedaan hasil belajar dengan menggunakan model


pembelajaran kooperatif jigsaw dan STAD di Kelas X SMA Negeri Bakongan
Ha  : m1 ≠ m2    Ada perbedaan hasil belajar  dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif jigsaw dan STAD di Kelas X SMA Negeri Bakongan

Kriteria Pengujian Hipotesis

Kriteria pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah: Terima Ho : Jika -ttabel <


thitung  < ttabel   dengan dk = n1 + n2 – 2 dalam hal lain Ha diterima (Sudjana, 2005:380).
BAB III
Prosedur Penelitian

3.1     Variabel Penelitian
sesuai dengan pengertian nya maka variabel  yang menjadi titik dalam penelitian ini
adalah:
variabel bebas (X1) yaitu: model pembelalajaran kooperatif tipe jigsaw
variabel bebas (X2) yaitu :model pembelalajaran kooperatif STAD
variabel terikat (Y1) yaitu: Hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw di kelas X SMA Negeri 1 Bakongan variabel terikat (Y 2) yaitu:
Hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran STAD di kelas X SMA
Negeri 1 Bakongan
·         Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada kelas X.2 eksperimen pertama
·         model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas X.4 eksperimen kedua

3.2         Definisi Operasional Variabel


1.    Hasil belajar adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau
mengkategorikan sebagai objek, apakah objek tertentu merupakan contoh konsep atau
bukan. Hasil belajar ini diukur dengan tes yaitu berupa tes essai.
2.    STAD adalah pembelajaran dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan
jumlah anggota, tiap anggota 4 orang siswa secara heterogen.
3.    Jigsaw adalah pembelajaran dengan cara mensegmentasikan atau membagi-bagi materi
dan mengajarkannya secara berurutan.

Populasi dan Sampel

4.1 Populasi
Seluruh siswa kelas X SMA 1 Negeri Bakongan tahun pelajaran 2019/2020
dinyatakan dalam tabel 1 berikut:
POPULASI PENELITIAN

Jenis Kelamin
Kelas Jumlah
Perempuan Laki-laki

X.1 20 11 31
X.2 16 14 30
X.3 17 15 32
X.4 18 15 33
X.5 15 20 35

Jumlah 164

Sumber: Tata Usaha SMA Negeri 1 Bakongan Tahun Pelajaran 2019/2020

4.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini diambil menggunakan teknik Claster random
sampling (acak), Hasil pengundian diperoleh kelas X.2 sebagai kelas eksperimen pertama
dan X.4 sebagai kelas eksperimen kedua.

Metode Penelitian

5.1Teknik Pengumpulan Data


Untuk mendapatkan data yang akurat dalam penelitian ini, maka peneliti
mengumpulkan data dengan menggunakan teknik tes. Tes adalah serentetan pertanyaan
atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan
inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto,
2006:150). Tes dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data mengenai
pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal-soal. Sebelum tes diberikan, siswa terlebih
kooperatif tipe jigsaw (kelas X.2) dan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD (kelas X.4) selama tiga kali pertemuan dan 1 kali tes. Tes dalam penelitian ini
berjumlah 5 butir soal essai dengan kategori mudah (C 1), sedang (C2), dan sulit (C3)
dengan waktu 2 x 45 menit (Purwanto, 2009: 131)
5.2          Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan cara yang ditempuh guna memperoleh atau
menganalisis terhadap data-data yang diperoleh. Analisis tersebut bertujuan untuk
mengetahui normalitas data, homogenitas data, dan menguji hipotesis yang telah
dirumuskan.

5.3Uji Normalitas Data


Uji normalitas data digunakan untuk menguji apakah data kontinu berdistribusi
normal sehingga pengujian hipotesis dapat dilakukan. Uji normalitas data dalam penelitian
ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut.

1.      Rentang = data terbesar – data terkecil


2.      Banyak kelas = 1 + 3,3 log (n)

3.      
4.      Membuat distribusi frekuensi.
5.      Rata-rata

                 (Sudjana, 2009:70)


6.      Modus (Mo)

             (Sudjana, 2009:77)


7.      Simpangan baku

    (Sudjana, 2009:95)


8.      Kemiringan kurva

                       (Sudjana, 2009:109)


Kriteria nilai Km terletak antara (-1) dan (+1) maka data tersebut berdistribusi normal.

5.4   Uji Homogenitas Data


Uji homogenitas data digunakan untuk menguji apakah kedua data tersebut
homogen. Jika kedua varians sama besarnya, maka uji homogenitas tidak perlu dilakukan
lagi karena datanya sudah dapat dianggap homogen. Namun untuk varians yang tidak
sama besar perlu diadakan pengujian homogenitas melalui uji Bartlett.
Langkah-langkah Uji Homogenistas

1.

2. Harga satuan b

3. b = log Si2 (ni – 1)

3. Cari harga X2

c2         = ln 10 {(b - ∑(ni – 1)) log Si2


Syarat homogen c2hitung < c2tabel dari perhitungan di atas diperoleh dari daftar Chi Kuadrat
dengan dk = k – 1 dan a = 0,05.

5.5 Uji Hipotesis
Teknik uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan statistik uji t dengan rumus
sebagai berikut.  dengan   (Sudjana, 2009:239)
Keterangan:
t     : perbandingan dua sampel
n1   : jumlah siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
n2   : jumlah siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
s     : simpangan baku
s12  : nilai varians hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw
s22  : nilai varians hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD
  : rata-rata hitung hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw
  : rata-rata hitung hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Aryani,D.2012. Perbandingan Hasil Belajar  Fisika Siswa yang Menggunakan STAD dengan 
Kelompok Kooperatif Tipe Jigsaw di Kelas VII SMP YWKA
Palembang.Skripsi.Palembang: Universitas PGRI Palembang
Isjoni. 2010. Cootive Learning. Surabaya: Unesa Univercity
Kanada. R . 2012. Perbedaan Hasil belajar Fisika antara siswa yang diajar melalui model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan tipe STAD .skripsi.Palembang:Universitas
PGRI Palembang
Kanginan,M. 2007. Fisika Untuk SMA kelas X. Jakarta : Erlangga.
Santrock, H W. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Sudjana .  2009. Metode Statistika. Bandung: Tarsito
2010.Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Bandung:Remaja Rosdakarya
Sugiyono.
2008. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif R&D. Bandung:  Alfabeta
Suprijono,A.2010. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajar43eseeran Inovatif Progresif .Jakarta: Kencana

Anda mungkin juga menyukai