Johari1
Email: johari25@gmail.com
Guru SMA Negeri 1 Parepare
ABSTRAK
ABSTRACT
pengajuan soal dapat memantapkan pemikiran ide secara lebih jauh antara
kemampuan belajar siswa. satu anggota didalam kelompok.
Dengan demikian, pengajuan masalah
Pengajuan masalah atau soal
secara kelompok dapat menggali
dapat dilakukan secara kelompok atau
pengetahuan, alasan, serta pandangan
individu. Secara umum, pengajuan
antara satu siswa dan siswa yang lain.
masalah oleh siswa dalam pembelajaran,
baik secara kelompok maupun individu b. Pengajuan masalah secara
merupakan aspek yang penting. Tingkat individu
pemahaman dan penguasaan siswa Pengajuan masalah secara
terhadap materi yang dipelajari akan individu yang dimaksud dalam tulisan
dilihat melalui pertanyaan yang diajukan. ini adalah proses pembelajaran yang
berlangsung didalam kelas, dengan
a. Pengajuan masalah secara seorang guru sebagai fasilitator dan
kelompok
diikuti oleh semua siswa didalam kelas.
Pengajuan masalah secara
Selannjutnya, secara perorangan atau
kelompok merupakan salah satu cara
individu, siswa pengajukan dan
untuk membangun kerja sama yang
menjawab pertanyaan tersebut, baik
saling menguntungkan. Dimyati dan
secara verbal maupun tertulis
Mudjiono mengumukakan bahwa
berdasarkan situasi/informasi yang telah
tujuan utama pembelajaran dengan cara
diberikan oleh guru.
berkelompok adalah untuk:
Sama halnya dengan pengajuan
1)
Memberikan kesempatan
kepada setiap siswa untuk masalah (soal) secara berkelompok.
mengembangkan Pengajuan masalah secara individu juga
kemampuan memecahkan memiliki kelebihan. Pertanyaan yang
masalah secara rasional. diajukan secara individu berpeluang
2) Mengembanngkan sikap untuk dapat diselesaikan (solvable ) dari
sosial dan semangat dan pada terlebih dahulu difikirkan secara
semangat bergotong royong matang, sungguh-sungguh, dan tanta
dalam kehidupan intervensi pikiran dari siswa lainnya,
3) Mendinamiskan kegiatan
kelompok dalam belajar dapat menjadi lebih berbobot. Selain
sehingga tiap anggota itu, aktivitas siswa berupa pertanyaan,
merasa diri sebagai bagian tanggapan, saran, atau kritikan dapat
yang bertanggungjawab membantu siswa untuk lebih mandiri
4) Mengembanngkan dalam belajar.
kemampuan
kepemimpinan- Menurut pendapat beberapa
kepemimpinan pada setiap ahli, yang dikutip dari Tatag,
anggota kelompok dalam mengatakan bahwa model pengajuan
pemecahan masalah soal (problem posing) dapat:
kelompok.
Pengajuan masalah melalui a. Membantu siswa dalam
kelompok dapat membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan
Penerapan Model Problem Posing dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
149
pada Materi Termokimia di Kelas XI MIPA 3 SMA Negeri 1 Parepare
4Yusnaini,
(2014). Peningkatan Hasil
Belajar Pada Materi Himpunan Melalui Model
Problem Posing Pada Siswa Kelas VII Mtss
Syamsuddhuha Aceh Utara. Sikripsi. Banda Aceh: 5Sanjawa, (2008). Strategi Pembelajaran
Siswa mengerjakan soal tes yang Hasil belajar siswa dapat diukur
diberikan olehguru. Siswa dengan menggunakan instrumen
mengumpulkan lembar soal tes tes dalam bentuk soal pilihan
yang sudah dijawab. Siswa (Choice). Hasil belajar ini dianalisis
mendengarkan informasi untuk dengan menggunakan rumus
pertemuan berikutnya. Guru persentase. Pembelajaran
memberisalam. Siswa menjawab dianggap telah lulus/tuntas
salam dari guru apabila skor/nilai hasil belajar
c. Observasi siswa telah memenuhi Kriteria
1) Aktivitas Siswa Ketuntasan Belajar (KKM) yang
telah ditentukan di SMA Negeri 1
Berdasarkan tabel 4.1 dan tabel Parepare pada mata pelajaran
4.3 bahwa dapat diketahui Kimia yaitu 60. Adapun hasil tes
persentase aktivitas siswa pada dari siklus II dapat dilihat di
pembelajaran Termokimia dengan bawah ini:
penerapan model Problem Posing Tabel 4.4 Hasil tes belajar siswa dengan
(pengajuan soal) siklus I adalah penerapan Problem Posing pada
materi Termokimia di kelas XI
70% sedangkan pada siklus II MIPA 3 SMA Negeri 1 Parepare
adalah 91,67%. Berdasarkan siklus II
kedua siklus diatas, hal ini No Nama Siklus Ketuntasan
menandakan adanya peningkatan Siswa II (KKM≥60)
aktivitas belajar siswa menjadi 1 AS 80 Tuntas
lebih baik pada siklus II 2 FA 70 Tuntas
dibandingkan dengan siklus I. 3 GF 70 Tuntas
4 HJ 100 Tuntas
Peningkatan aktivitas 5 HI 70 Tuntas
siswa pada materi Termokimia 6 HN 50 Tidak
dengan penerapan model Problem Tuntas
Posing (pengajuan soal) dari siklus 7 IA 70 Tuntas
I hingga siklus II dapat dilihat 8 IHF 80 Tuntas
melalui nilai rata-rata aktivitas 9 IM 80 Tuntas
siswa pada setiap siklus. 10 JPS 80 Tuntas
Berdasarkan tabel 4.1 dan 4.2 11 KK 70 Tuntas
12 NF 50 Tidak
diatas, dapat diketahui bahwa
Tuntas
telah terjadi peningkatan aktivitas 13 MS 80 Tuntas
siswa pada siklus II dibandingkan 14 MYN 70 Tuntas
dengan siklus I. 15 MW 50 Tidak
tuntas
2) Hasil Belajar Siswa
16 RF 80 Tuntas
Hasil belajar siswa diukur
setiap siklus, yaitu setelah proses 17 RA 100 Tuntas
belajar berakhir. Sehingga 18 RAK 70 Tuntas
kemampuan belajar siswa dapat 19 RAF 50 Tidak
diketahui apakah suatu siklus Tuntas
telah berhasil ataupun belum. 20 RP 80 Tuntas
Penerapan Model Problem Posing dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
163
pada Materi Termokimia di Kelas XI MIPA 3 SMA Negeri 1 Parepare
untuk melihat aktivitas siswa, mulai dari dengan model yang diterapkan yaitu
pembukaan sampai penutupan proses model Problem Posing (pengajuan soal),
belajar mengajar. dapat diketahui (2) Guru belum sepenuhnya
persentasenya adalah 70%. Persentase menerapkan model Problem Posing. Maka
ini tergolong baik karena berada pada peneliti melanjutkan siklus selanjutnya
range 61-81%. Ada bebera siswa yang yaitu siklus II.
kurang aktif tapi Sebagian besar siswa Pembelajaran pada siklus
mulai terlihat aktif di dalam kelas, hal ini selanjutnya yaitu siklus II siswa
karena siswa mulai merasakan dirangsang untuk lebih aktif, guru
pembelajaran yang bermakna karena meransang pertanyaan-pertanyaan yang
guru mengaitkan materi dengan menarik supaya terciptanya suasana
kehidupan sehari-hari, siswa juga mulai belajar yang baik. Dan setiap paparan
berpikir kritis dan bisa merasakan materi yang diberikan oleh guru siswa
pentingnya materi yang dipelajari dituntut harus bisa memahaminya, dan
dengan kehidupannya. jika masih ada siswa yang kurang
Siswa duduk dalam tim mengerti, guru tidak akan lanjut ke
kelompok, guru membagi dalam 5 materi berikutnya, Siswa kualahan di
kelompok, dan siswa mulai melihat dan bagian menghitung harga ∆H reaksi dan
mendengarkan paparan materi dari menghitung hukum Hess. Siswa yang
guru, Suasana belajar dalam kelompok kurang mengerti guru memberikan satu
masing-masing saat mengerjakan LKK soal untuk dikerjakan kedepan kelas.
(Lembar Kerja Kelompok) terlihat sehingga bisa merasakan pengalaman
menyenangkan, tetapi ada beberapa langsung. Ketika mempresentasikan
siswa yang tidak bisa diatur oleh guru. hasil diskusi di depan kelas, siswa
Kemudian setiap siswa dituntut untuk terlihat mempunyai wawasan yang lebih
membuat satu atau lebih pertanyaan luas dari sebelumnya dan mulai bisa
yang sesuai dengan contoh yang telah membuat pertanyaan-pertanyaan yang
dipaparkan oleh guru dilembar LKK menantang untuk diberikan
dan lembaran LKK tersebut ditukarkan kekelompok lain. Selain itu siswa juga
dengan kelompok lain untuk mencari aktif berdiskusi untuk menyelesaikan
jawaban dari setiap pertanyaan. Setiap LKK (Lembar Kerja Kelompok).
kelompok saling bekerja sama dalam Aktivitas siswa menjadi
tim kelompoknya, dan selanjutnya akan meningkat dari sebelumnya 70%
dipersentasikan kedepan kelas. Akan menjadi 91,67%, persentase ini
tetapi masih ada beberapa orang siswa tergolong kedalam kriteria baik sekali.
yang kurang aktif dalam bertanya, Berdasarkan peningkatan yang terjadi
menjawab pertanyaan, berdiskusi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
maupun presentasi dibagianmenjelaskan model Problem Posing (pengajuan soal)
tentang perbedaan reaksi eksoterm dan
dapat memacu siswa untuk lebih aktif
endoterm. Hal ini di karenakan (1) dan semangat dalam belajar.
Siswa masih merasa belum terbiasa
Penerapan Model Problem Posing dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
165
pada Materi Termokimia di Kelas XI MIPA 3 SMA Negeri 1 Parepare
yaitu siswa hanya lulus KKM hanya 85,71% pada siklus II. Sedangkan
30,25 %, setelah diterapkan model persentase yang tidak tuntas
problem posing pada siklus I persentase sebelumnya di siklus I sebanyak
46,42% menurun pada siklus II
siswa yang lulus KKM meningkat
menjadi 14,29%. Kriteria
menjadi 53,58%, siklus I terdapat 13 keberhasilan proses pembelajaran
orang siswa yang tidak lulus KKM. Pada siswa 71-85% maka predikat
siklus II peneliti memperoleh hasil keberhasilannya tinggi.
belajar siswa meningkat menjadi SARAN
85,71%. Maka peneliti hanya Berdasarkan hasil penelitian
menerapkan model problem posing ini yang telah dilakukan oleh peneliti, maka
berhenti pada siklus II tidak untuk meningkatkan mutu pendidikan
melanjutkan kesiklus berikutnya, karena di masa yang akan datang, peneliti
pada siklus II hanya 4 orang siswa yang memberikan saran-saran sebagai
tidak lulus KKM. berikut: