Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan merupakan kunci penting dalam proses pembangunan. Melalui

pendidikan diharapkan mampu menciptakan manusia yang cerdas, damai, dan

terbuka sehingga tujuan pembangunan nasional dapat tercapai. Kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang pesat menuntut sumber daya manusia yang

berkualitas.1

Salah satu fungsi pendidikan adalah untuk mencapai tujuan pembelajaran

sehingga tujuan dalam suatu pembelajaran sangat diperlukan. Suprijono

menyatakan bahwa, tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan

tindakan instruksionala yang dinamakan instrucsional effect, yang biasanya

berbentuk keterampilan dan pengetahuan. Sedangkan tujuan belajar sebagai hasil

yang menyertai tujuan belajar instruksional disebut nurturant effects. Bentuknya

berupa kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis,

menerima orang lain, dan sebagainya.2

Kimia adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan alam (IPA) yang

mempelajari tentang peristiwa atau fenomena yang terjadi di alam, lebih

spesifiknya lagi ilmu yang mempelajari tentang materi dan perubahan yang

1
Dinar Tiara Nadip Putri, Gatot Isnani, “Pengaruh Minat Dan Motivasi Terhadap Hasil
Belajar Pada Mata Pelajaran Pengantar Administrasi Perkantoran”, Jurnal Pendidikan Bisnis dan
Manajemen, Vol. 1, No. 2, September 2015, h. 118.
2
Suprijono, Agus, Cooperative Learning : Teori dan Aplikasi PIKEM, (Jogjakarta :
Pustaka Belajar, 2009), h. 05.

1
2

menyertainya. Namun selama ini masih banyak siswa yang mengalami kesulitan

dalam memahami dan mengikuti pelajaran kimia. Hal ini tidak terlepas dari materi

kimia yang membutuhkan penalaran, pengertian, pemahaman dan aplikasi yang

tinggi, sehingga banyak siswa yang berminat mempelajari kimia.3

Pengembangan ilmu pengetahuan di dalam pendidikan tentunya memiliki

tujuan dan banyak fungsi. Salah satu fungsi pendidikan adalah sebagai penyiapan

tenaga kerja. Fungsi ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja

menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia. Upaya peningkatan mutu

pendidikan di Indonesia telah lama dilakukan, namun sampai saat ini mutu

pendidikan masih jauh dari harapan. Hal ini terbukti dari tidak semua lulusan

Sekolah Menengah Umum dan Madrasah Aliyah melanjutkan ke Universitas dan

juga para lulusan Sekolah Menengah Umum dan Madrasah Aliyah belum

mempunyai bekal atau belum dipersiapkan untuk bekerja.

Mandrasah Aliyah Negeri (MAN) Sabang merupakan salah satu sekolah

menengah atas Negeri di Kota Sabang. Berdasarkan wawancara dengan guru

kimia, di sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Sabang pada tanggal 20

Oktober 2018 lalu, penulis dapat mengidentifikasi permasalahan yang ada, yaitu

kurangnya minat belajar siswa pada beberapa materi yang terdapat di dalam

pelajaran kimia, sehingga berakibat pada hasil belajar siswa. Salah satu materi

yang dianggap minat belajar siswanya masih kurang adalah materi Sistem Koloid,

3
Maryam Muhammad, “Pencapaian Hasil Belajar Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
Melalui Minat Belajar”, Lantanida Journal, Vol 1, 2015, h. 69.
3

hal ini terlihat dari sebagian siswa yang belum semua mencapai KKM yang telah

ditetapkan oleh guru bidang studi .4

Siswa-siswa MAN Sabang dianggap masih banyak yang kurang berminat

dalam mempelajari pelajaran Kimia. Terlebih pada materi yang kebanyakan teori

karena mereka menganggap bahwa materi tersebut kurang menarik, sehingga

mereka merasa cepat bosan. Salah satunya adalah materi Sitem Koloid yaitu

materi yang kebanyakan teori. Oleh karena itu diperlukan adanya pembelajaran

kimia yang menarik, memupuk daya kreasi dan inovasi siswa, serta tidak

monoton. Selain itu, diperlukan pula pembelajaran kimia yang mampu

memotivasi siswa untuk berwirausaha mengingat tingginya angka pengangguran.

Pembelajaran kimia yang demikian dapat disebut sebagai pembelajaran kimia

dengan pendekatan Chemo-Entrepreneurship(CEP).

Pendekatan pembelajaran Chemo-Entrepreneurship (CEP) merupakan

pendekatan pembelajaran kimia yang dikembangkan dengan mengkaitkan

langsung pada objek nyata atau fenomena disekitar kehidupan siswa, sehingga

selain mendidik, pendekatan Chemo-Entrepreneurship (CEP) juga

memungkinkan siswa dapat mempelajari proses pengolahan suatu bahan menjadi

produk bermanfaat, bernilai ekonomi, dan memotivasi siswa untuk berwirausaha.

Dengan pendekatan ini menjadikan pelajaran kimia lebih menarik, menyenangkan

dan lebih bermakna.5

4
Wawancara dengan Sumarni, Guru Kimia MAN Sabang pada tanggal 20 Oktober 2018 di
Sabang.
Supartono, Upaya Peningkatan Dan Kreativitas Siswa SMA Melalui Pembelajaran
5

Kimia Dengan Pendekatan Chemo-Entrepreneurship (CEP), Procedding Seminar Nasional Kimia


Dan Pendidikan Kimia,(Jawa Tengah : FMIPA UNNES, 2006), h. 9.
4

Dari latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian tentang kegiatan belajar mengajar yang dapat meningkatkan minat

dalam pembelajaran, yaitu dengan menggunakan pendekatan Chemo

Entrepreneurship (CEP) dengan judul “UPAYA MENINGKATKAN MINAT

BELAJAR SISWA MAN SABANG PADA MATERI SIATEM KOLOID

DENGAN MENERAPKAN PENDEKATAN CHEMO-

ENTREPRENEURSHIP (CEP)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan dalam

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah minat belajar siswa MAN Sabang meningkat dengan menerapkan

pendekatan Chemo-Entrepreneurship (CEP) pada materi sistem koloid?

2. Bagaimanakah respon siswa MAN Sabang dengan menerapkan

pendekatan Chemo-Entrepreneurship (CEP) pada materi sistem koloid?

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk meningkatkan minat belajar siswa MAN Sabang menggunakan

pendekatan Chemo-Entrepreneurship (CEP) pada materi sistem koloid

2. Untuk mengetahui respon siswa MAN Sabang menggunakan pendekatan

Chemo-Entrepreneurship (CEP) pada materi sistem koloid.


5

D. Hipotesis Tindakan

Adapun yang menjadi hipotesis tindakan dalam penelitian ini yaitu: Minat

belajar siswa MAN Sabang meningkat dengan menerapkan pendekatan Chemo-

Entrepreneurship (CEP) pada materi sistem koloid.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Manfaat secara teoritis, yaitu hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

bahan referensi bagi penelitian dalam rangka mengembangkan ilmu

pengetahuan, khususnya yang berkenaan dengan pendekatan Chemo-

Entrepreneurship (CEP) pada materi sistem koloid

2. Manfaat secara praktis

a. Manfaat bagi guru:

Memudahkan guru dalam mengajar materi koloid dengan menerapkan

pendekatan Chemo-Entrepreneurship (CEP).

b. Manfaat bagi siswa:

Memudahkan siswa dalam belajar materi koloid dengan menerapkan

pendekatan Chemo-Entrepreneurship (CEP).

c. Manfaat bagi sekolah:


6

Meningkatkan akreditasi MAN Sabang.

d. Manfaat bagi peneliti:

Mengetahui peningkatan minat belajar dan tambahan wawasan untuk

memecahkan masalah dalam dunia pendidikan.

F. Definisi Operasional

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini akan meliputi beberapa istilah

atau kata kunci yaitu akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Upaya meningkatkan adalah upaya kamus besar bahasa Indonesia

(KBBI) diartikan sebagai usaha kegiatan yang mengarahkan tentang

pikiran untuk mencapai suatu tujuan. Upaya juga berarti usaha, akal,

ikhtiar untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan mencari

jalan keluar. Sedangkan meningkatkan berasal dari kata tingkat yang

berarti lapis atau lapisan dari sesuatu yang kemudian membentuk

susunan. Tingkat juga dapat berarti, pangkat, taraf, dan kelas.

sedangkan peningkatan berarti kemajuan. Secara umum peningkatan

merupakan upaya untuk menambah derajat, tingkat, dan kualitas

maupun kuantitas.

2. Minat belajar adalah kecenderungan hati yang tinggi teradap sesuatu

yang timbul karena kebutuhan, yang dirasa atau tidak dirasakan atau

keinginan hal tertentu. Minat juga dapat diartikan kecenderungan


7

untuk dapat tertarik atau terdorong untuk memperhatikan seseorang

sesuatu barang atau kegiatan dalam bidang-bidang tertentu.6

3. Sistem koloid adalah suatu bentu campuran yang keadaanya terletak

antara larutan dan suspense (campuran kasar).7

4. Pendekatan pembelajaran adalah cara mengelola kegiatan belajar dan

perilaku siswa agar ia dapat aktif melakukan tugas belajar sehingga

dapat memperoleh hasil belajar secara optimal. Adapun pendekatan

pembelajaran yang dimaksudkan dalam proposal ini adalah pendekatan

pembelajaran Chemo-Entrepreneurship (CEP) yang digunakan dalam

proses belajar mengajar kimia pada materi sistem koloid.

5. Chemo-Entrepreneurship (CEP) adalah suatu pendekatan

pembelajaran kimia yang konstektual yaitu pendekatan pembelajaran

kimia yang dikaitkan dengan objek nyata sehingga selain mendidik,

dengan pendekatan CEP ini memungkinkan siswa dapat mempelajari

proses pengolahan suatu bahan menjadi produk yang bermanfaat,

bernilai ekonomi dan menumbuhkan semangat berwirausaha.8

6
Hardjana, Kiat Sukses di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta : Kanisius, 1994), h. 23
7
Supartono, Upaya Peningkatan…, h. 9
8
Purba, Michael, Kimia Untuk SMA Kelas XI, (Jakarta : Erlangga, 2006), h. 223
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Belajar, Pembelajaran dan Minat Belajar

1. Pengertian Belajar

Manusia membutuhkan pendidikan baik formal maupun tidak formal.

Dalam proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang

paling pokok. Berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan tergantung

kepada bagaimana proses belajar yang dialami siswa sebagai anak didik. Dengan

adanya proses belajar, maka akan membawa perubahan dan pengembangan

pribadi seorang siswa.

Hamalik menyatakan bahwa “Belajar adalah modifikasi atau memperteguh

kelakuan melalui pengalaman. Maksudnya belajar merupakan suatu proses, suatu

kegiatan dan bukan suatu hasil atau tingkah laku hanya mengingat, akan tetapi

luas dari itu, yakni mengalami hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan

melainkan pengubahan”.9

Wina Sanjaya menyatakan bahwa “Belajar itu adalah proses perubahan

melalui kegiatan atau prosedur latihan, baik latihan didalam laboratorium maupun

dalam lingkungan alamiah. Belajar bukan sekedar mengumpulkan pengetahuan.

Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga

9
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta : Bumi Aksara, 2002), h. 27.

8
9

menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Aktivitas mental itu terjadi

karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari”.10

Purwanto menyimpulkan bahwa, berhasil atau tidaknya perubahan tersebut

dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang dibedakan menjadi dua golongan

sebagai berikut.11

a. Faktor Individual

1) Faktor Kematangan atau Pertumbuhan

Faktor ini berhubungan erat dengan kematangan atau tingkat

pertumbuhan organ-organ manusia. Contohnya, siswa sekolah dasar

diajarkan ilmu filsafat. Pertumbuhan mental anak seusia mereka belum

matang untuk menerima pelajaran tersebut. Kegiatan mengajarkan sesuatu

yang baru dapat berhasil jika taraf pertumbuhan pribadi telah

memungkinkan, potensi-potensi jasmani, dan ruhaninya telah matang.

2) Faktor Kecerdasan atau Inteligensi

Faktor ini sangat berpengaruh karena tingkat kecerdasan seorang anak

berpengaruh terhadap hasil belajar yang akan dicapai.

10
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta :
Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 110.
11
Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2007), h. 102.
10

3) Faktor Latihan dan Ulangan

Rajin berlatih, dan sering melakukan hal yang berulang-ulang, kecakapan

dan pengetahuan yang dimiliki menjadi semakin dikuasai dan makin

mendalam.

4) Faktor Motivasi

Motif merupakan pendorong bagi suatu organisme untuk melakukan

sesuatu. Sesorang tidak akan mau berusaha mempelajaari sesuatu dengan

sebaik-baiknya jika ia tidak mengetahui pentingnya dan faedahnya dari hasil

yang akan dicapai dari belajar.

5) Faktor pribadi

Sifat-sifat kepribadian sangat berpengaruh dengan hasil belajar yang

dicapai. Yang termasuk kedalam sifat-sifat kepribadian ini adalah faktor

fisik kesehatan dan kondisi badan.12

b. Faktor Sosial

Faktor sosial diantaranya adalah faktor keluarga atau keadaan rumah tangga,

faktor guru dan cara mengajarnya, faktor alat-alat yang digunakan dalam

belajar mengajar, faktor lingkungan serta motivasi sosial.13

Belajar juga sering diartikan sebagai suatu rangkaian proses belajar

mengajar yang diakhiri dengan perubahan tingkah laku, karena hamper setiap

12
Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidika…, h. 103
13
Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan…, h. 104.
11

tingkah laku yang diperlihatkan adalah hasil pembelajaran. Proses aktivitas belajar

siswa akan terwujud apabila terjadi interaksi. Interaksi yang dilakukan siswa tidak

hanya sebatas antar siswa dengan siswa, tetapi juga mencakup aktivitas siswa

dengan guru, interaksi siswa dengan lingkungan, dan lain sebagainya.

Belajar mengajar membutuhkan sebuah proses yang disadari yang

cenderung bersifat permanen dan mengubah perilaku. Pada proses tersebut terjadi

pengingatan informasi yang kemudian disimpan dalam memori dan organisasi

kognitif, selanjutnya, keterampilan tersebut diwujudkan secara praktis pada

keaktifan siswa dalam merespon dan bereaksi terhadap peristiwa-peristiwa yang

terjadi pada diri siswa atau lingkungannya.14

Siswa harus berperan aktif dalam proses belajar mengajar sebagai

partisipan, keaktifan siswa dapat didorong oleh peran guru. Guru berupaya untuk

memberi kesempatan bagi siswa untuk aktif, baik aktif mencari, memproses dan

mengelola perolehan belajarnya. Oleh karenanya keaktifan siswa harus lebih

dominan dibandingkan guru, karena guru adalah seorang fasilitator. Salah satu

caranya guru dapat melakukan dengan keterlibatan siswa secara lansung baik

individual maupun kelompok.

Keterlibatan didalam proses belajar akan membawa suatu perubahan.

Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan juga dalam

bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian

diri, singkatnya mengenai segala aspek organism atau pribadi sesorang. Karena itu

seseorang yang belajar tidak sama saat sebelumnya, karena ia lebih sanggup
14
M. Thobroni, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta : Ar-Ruzz Media, 2015), h. 17.
12

menghadapi kesulitan memecahkan masalah atau menyesuaikan diri dengan

keadaan. Ia tidak hanya menambah pengetahuan, akan tetapi dapat pula

menerapkannya secara funsional dalam situai-situasi hidupnya.15

2. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran sering kali didefinisikan sebagai suatu perubahan diri individu

yang disebakan oleh pengalaman. Belajar adalah suatu kegiatan yang sengaja

dilakukan, melibatkan pikiran serta perubahan secara nyata untuk mencapai hasil

belajar yang baik.16

Pembelajaran juga merupakan upaya sengaja dan bertujuan yang berfokus

kepada kepentingan, karakteristik dan kondisi orang lain agar peserta didik dapat

belajar dengan efektif dan efisien. Dalam proses pembelajaran, kemampuan untuk

memahami suatu materi diantaranya dipengaruhi oleh metode yang digunakan.

Penggunaan metode yang sesuai untuk materi yang diajarkan akan lebih mudah

siswa dalam memahami bahan atau materi yang disampaikan guru.17

Tingkah laku dalam keseharian yang diperlihatkan merupakan hasi dari

pembejaran. Hal ini disebabkan karena setiap rangkaian proses belajar mengajar

diakhiri dengan perubahan tingkah laku. Dalam proses pembelajaran, kemampuan

untuk memahami suatu materi diantaranya dipengaruhi oleh metode yang

digunakan, penggunaan metode yang sesuia untuk materi yang diajarkan akan

15
Nasution, Didaktik Azas-Azas Mengajar, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), h. 35.
16
Hakim Thursan, Belajar Secara Efektif, (Jakarta : Rineka Cipta, 1998), h. 1.
17
Muhammad Thabroni, Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2011),
h. 41.
13

lebih memudahkan siswa dalam memahami bahan atau materi yang disampaikan

oleh guru.

3. Pengertian Minat Belajar

Dilihat dari pengertian Etimologi, minat berarti pean (kecenderungan) hati

kepada suatu kegiatan.18 Menurut arti Terminologi minat berarti:

a. Minat adalah keinginan yang terus menerus untuk memperhatikan

melakukan sesuatu. Minat dapat menimbulkan semangat melakukan

kegiatan agar tujuan dari pada kegiatan tersebut tercapai. Dan semangat

yang ada itu merupakan modal utama tiap individu untuk melakukan

suatu kegiatan.19

b. Minat adalah perhatian yang mengandung unsur-unsur perasaan. Minat

juga menetukan suatu sikap yang meyebabkan seseorang berbuat aktif

dalam suatu pekerjaan. Degan kata lain minat menjadi sebab dari suatu

kegiatan.20

c. Minat adalah kecenderungan jiwa yang relatif menetap kepada diri

seorang dan biasanya disertai dengan perasaan senang.21

Terkait dengan minat, Cut Aswar menyimpulkan bahwa minat itu bukanlah

sesuatu yang dibawa sejak lahir, tetapi lahir dari pengalaman belajr siswa, karena

18
WJS. Poerwodarminto,Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakart : Balai Pustaka, 1984),
h. 1134.
Depdikbud, Pembinaan Minat Baca, Materi Sajian, (Jakarta:Dirjen Dikdasmen
19

Depdikbud RI,1997), h. 6.
20
Mahfud S., PengantarPsikologi Pedidikan, (Surabaya : PT. Bina Ilmu, Cet. 4, 2001), h.
92.
21
Muhammad Fathurrohman, Sulistyorini, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta:
Teras, 2012), h. 173.
14

minat merupakan manifestasi dari hasil belajar yang lahir dari siswa akibat

interaksi minat yang ada dalam lingkungannya. Pada minat juga mengalami

perubahan sesuai dengan perubahan status, tanggung jawab, dan cara hidup

seorang siswa.22

Berdasarkan pengertian minat sebagaimana tersebut dapat disimpulkan

bahwa minat adalah perasaan yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu

kegiatan atau dorongan yang melatar belakangi seseorang melakukan sesuatu.

Oleh karena itu disimpulkan bahwa minat belajar adalah dorongan yang dimiliki

seseorang untuk melakukan kegiatan belajar. dengan kata lainminat belajar adalah

perhatian, rasa suka, ketertarikan seseorang (siswa) terhadap belajar yang

ditunjukkan melalui keantusiasan, partisipasi dan keaktifan dalam belajar.

B. Pendekatan Pembelajaran

Pendekatan pembelajaran merupakan suatu titik tolak atau sudut pandang

guru terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang

terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, dialamnya mewadahi,

menginspirasi, menguatkan dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan

teori tertentu.

Sedikitnya terdapat lima pendekatan pembelajaran yang dipahami guru

untuk dapat mengajar dengan baik, yaitu :

Cut Aswar, “ Pencapaian Hasil Belajar Melalui Penumbuhan Sikap Mahasiswa”,


22

Lantanida Journal, Vol. 2, No. 2, Desember 2014, h. 75.


15

1. Pendekatan kompetensi, dalam hubungannya dengan proses pembelajaran,

kompetensi menunjuk pada perbuatan (performance).

2. Pendekatan keterampilan proses, merupakan pendekatan pembelajaran

yang menekankan pada proses belajar, aktivitas dan kreativitas peserta

didik.

3. Pendekatan lingkungan, merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang

berusaha meningkatkan keterlibatan peserta didik melalui pendayagunaan

lingkungan sebagai sumber belajar.

4. Pendekatan konstektual, merupakan salah satu konsep pembelajaran yang

menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia

kehidupan peserta didik secara nyata.

5. Penedekatan tematik, merupakan pendekatan pembelajaran untuk

mengadakan hubungan yang erat dan serasi antara berbagai aspek yang

mempengaruhi peserta didik dalam proses belajar.23

C. Pendekatan Chemo-Entrepreneurship (CEP)

1. Pendekatan Konstektual

Constextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu pendekatan

pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh

untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan

E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan


23

Menyenangkan, (Bandung : Rosdakarya, 2005), h. 95.


16

situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya

dalam kehidupan mereka.24

Karakteristik dari pendekatan Constextual Teaching and Learning (CTL)

terbagi menjadi lima macam, yaitu :

a. Dalam Constextual Teaching and Learning (CTL) pembelajaran

merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (akctiving

Knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari

pengetahuan yang sudah dipelajari.

b. Pembelajaran yang konstektual adalah belajar dalam rangka

memperoleh dan menaambah pengetahuan baru (acquiring knowledge).

c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya

pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk dipahami

dan diyakini.

d. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying

knowledge).

e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi

pengembangan pengetahuan.25

Pendekatan pembelajaran konstektual memiliki tujuh komponen utama.

Yaitu :

a. Kontruktivisme (Contructivism), Kontruktivisme adalah pandangan yang

menyatakan bahwa pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit dari

24
Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi,
(Jakarta : Kencana, 2008), h. 109.
25
Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam…, h. 110.
17

konteks yang terbatas, siswa membangun sendiri pengetahuan belajar

yang bermakna.

b. Menemukan (Inquiry), Menemukan merupakan suatu rangkaian kegiatan

yang di mulai dari mengamati, bertanya, menganalisis, menemukan

konsep. Kegiatan ini mengembangkan dan menggunakan ketrampilan

berpikir kritis.

c. Bertanya (Questioning), Bertanya merupakan awal diperolehnya suatu

informasi / pengetahuan. dengan bertanya mulailah proses berpikir. Oleh

karena itu siswa harus dibiasakan bertanya maupun menjawab

pertanyaan.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community), Pada masyarakat belajar,

hasil belajar dapat di peroleh dari kerja sama dengan orang lain.

Masyarakat belajar mengandung arti adanya kelompok-kelompok belajar

yang berkomunikasi untuk berbagai pengalaman dan gagasan serta

bekerjasama untuk memecahkan masalah karena hasil kerja kelompok

lebih baik daripada kerja individual.

e. Pemodelan (Modelling), Pemodelan merupakan suatu cara menunjukkan

kepada siswa ”bagaimana cara belajar”. Guru harus menjadi model untuk

ditiru oleh siswa dalam melakukan sesuatu.

f. Refleksi (Reflection), Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru

saja dipelajari/dilakukan. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian,

aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima. Realisasi dari refleksi

dapat berupa jurnal/catatan, diskusi atau pertanyaan langsung.


18

g. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment), Penilaian yang

sebenarnya adalah penilaian yang mengukur semua aspek pembelajaran

baik proses, kinerja maupun hasil yang diperoleh, yang di laksanakan

selama dan sesudah pembelajaran berlangsung. Penilaian ditekankan

pada kedalaman pengetahuan dan keahlian bukan keluasannya.26

2. Pengertian Entrepreneursip

Kata “wirausaha” atau “wirawasta” dalam bahasa Indonesia adalah padanan

kata bahasa Prancis entrepreur yang sudah dikenal sejak abad 17. Kata

“wirausaha” merupakan gabungan kata wira (gagah, berani, perkasa) dan usaha.

Jadi wirausaha berarti orang yang gagah berani atau perkasa dalam usaha.27

Istilah keirausahaan dari terjemahan entrepreneursip, yang dapat sebagai

the backbone of economy, yaitu saraf pusat perekonomian atau sebagai tailbone

of economy, yaitu pengendali perekonomian suatu bangsa.28 Secara etimologi,

kewirausahaan merupakan nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha atau

proses dalam mengerjakan suatu yang baru dan suatu yang berbeda. Sebagaimana

firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 261.

26
Rahman Johar, Strategi Belajar Mengajar, (Banda Aceh : UNSYIAH, 2006), h. 72.
27
Benedicta Prihatin Dwi Riyanti, Kewirausahaan dari Sudut Pandang Psikologi
Kepribadian, (Jakarta : Grafsindo, 2003), h. 21.
28
Suryana, Kewirausahaan, Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses, (Jakarta :
Salemba Empat, 2003), h. 10.
19

“perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang

menafkahkanhartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang

menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat

gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dikehendaki. Dan Allah Maha luas

(karunia-Nya )lagi Maha Mengetahui”.29

Hisrich, Peters, dan Sheperd mendefinisikan “Kewirausahaan adalah

proses penciptaan sesuatu yang baru pada nilai menggunakan waktu dan upaya

yang diperlukan, menanggung resiko keuangan, fisik, serta risiko social yang

mengiringi, menerima imbalan moneter yang dihasilkan, serta kepuasan dan

kebebasn pribadi”.30

3. Pembelajaran Chemo-Entrepreneurship (CEP)

Menurut Supartono, konsep pendekatan Chemo-Entrepreneurship (CEP)

adalah suatu pendekatan pembelajatran kimia yang konstektual yaitu pendekatan

pembelajaran kimia dikaitkan dengan objek nyata sehingga selain mendidik,

dengan pendekatan CEP ini memungkinkan peserta didik dapat mempelajari

29
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 65.
30
Hisrich, Robert D., dkk, Kewirausahaan, (New York : Salemba Empat, 2008), h. 10
20

proses pengolahan suatu bahan menjadi produk yang bermanfaat, bernilai

ekonomi menumbuhkan semangat berwirausaha.31

Pendekatan Chemo-Entrepreneurship (CEP) akan membuat pelajaran kimia

menjadi lebih menyenagkan dan menarik serta memberi kesempatan peserta didik

untuk mengoptimalkan potensinya agar menghasilkan suatu produk. Apabila

peserta didik sudah terbiasa dengan kondisi belajar yang demikian, tidak menutup

kemungkinan peserta akan termotivasi untuk berwirausaha.

Hal ini berarti dengan adanya pendekatan Chemo-Entrepreneurship (CEP)

dalam pembelajaran, siswa akan lebih memahami pelajaran kimia secara riil.

Karena dalam proses belajar siswa banyak disuguhi teori yang dikaitkan dengan

peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, baik melalui inagurasi praktikum yang

bermuatan life skill maupun melalui diskusi-diskusi formal yang dapat memicu

daya pikir siswa.

Pendekatan Chemo-Entrepreneurship (CEP) termasuk salah satu

pembelajaran yang dapat membantu guru menggaitkan materi yang diajarkannya

dengan situasi nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka

sebagai anggota keluarga dan masyarakat.32

31
Supartono, Upaya Peningkatan Hasil Belajar dan Kreativitas Siswa SMA Melalui
Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Chemo-Entrepreneurship (CEP), Seminar Nasional
Kimia, Pendidikan Kimia 2006,(Semarang : FMIPA UNNES, 2006), H. 68
32
Suyanti, Retno Dwi, Strategi Pembelajaran Kimia, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010), h.
125.
21

D. Respon Siswa

1. Pengertian Respon

Djalaludin Rakhmat menyatakan bahewa, respon adalah suatu kegiatan

(activity) dari organisme itu bukanlah semata-mata suatu gerakan yang

positif, setiap jenis kegiatan (activity) yang ditimbulkan oleh suatu

perangsang dapat juga disebut respon. Secara umum respon atau tanggapan

dapat diartikan sebagai hasil atau kesan yang didapat (ditinggal) dari

pengamatan tentang subjek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang

diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan-pesan.33

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respon Siswa

Menurut Syah faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat

dibedakan menjadi tiga macam, yakni:

a. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni kondisi jasmani dan

rohani siswa.

b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di

sekitar siswa.

c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning) , yakni jenis upaya

belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa

untuk melakukan kegiatan pembelajaran.34

33
Rahmat Jalaludin, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), h. 51.
34
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2004), h. 144.
22

E. Materi Sistem Koloid

1. Sistem Koloid

Sumardjo menyatakan bahwa koloid adalah sistem dispersi. Sistem dispersi

adalah suatu sistem yang menunjukkan bahwa suatu zat terbagi halus dalam zat

lain. Berdasarkan perbedaan ukuran zat yang didispersikan, sistem dispersi

dibedakan atas dispersi kasar atau suspensi, dispersi halus atau koloid, dan

dispersi molekuler atau larutan.35

Macam-macam dispersi dapat dilihat pada table dibawah ini. 36

Fasa Medium Nama Contoh

terdispersi pendispersi
Gas Cair Buih Buih, busa sabun
Gas Padat Busa padat Batu apung, karet busa
Cair Gas Aerosol cair Kabut
Cair Cair Emulsi Susu, mayonnaise
Cair Padat Emulsi padat Mentega
Padat Gas Aerosol padat Asap
Padat Cair Sol Cat, belerang dalam air
Padat Padat Sol padat Kaca berwarna paduan

logam
Table 2.1

Menurut Purba, kita dapat menemukan campuran yang tergolong larutan,

koloid, atau suspensi dalam kehidupan sehari-hari. Contoh larutan : larutan gula,

larutan garam, alkohol 70%, dan air laut. Contoh koloid : susu cair, santan, jelli,

35
Sumardjo, Damin, Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran
dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta, Bab 13 Larutan dan Sistem Koloid (489-561), (Jakarta:
Buku Kedokteran EGC, 2009), h. 535.
36
Hiskia Ahmad, Kimia Larutan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001), h. 204.
23

selai, mentega, dan mayonaise. Contoh suspensi : air sungai yamg keruh,

campuran air dengan pasir, dan campuran kopi dengan air. 37

Partikel koloid tidak dapat diamati dengan mikroskop biasa, namun partikel

beberapa koloid dapat didedeksi dengan mikroskop electron. Partikel dengan

diameter 10-4 mm dapat diamati dengan miksrodkop optik sedangkan dengan

mikroskop electron dapat dideteksi partikel berdiameter 10-6 mm. suspense kasar,

koloid dan larutan sejati dapat dibedakan dari diameter partikelnya, yaitu suspensi

kasar diameter partikelnya lebih besar dari 10-1 m. Koloid diameter partikelnya

anatara 10-7 m dan 10-9 m.38

Campuran Contoh Ukuran partikel

Suspensi kasar Pasir dalam air Lebih besar dari 10-7 m

Dispersi koloid Tepung dalam air 10-9 m – 10-7 m

Larutan sejati Gula dalam air Lebih kecil dari 10-9 m

Table 2.2

2. Jenis dan Sifat Koloid

37
Purba, Michael. Kimia Jilid 2 untuk SMA Kelas XI, Bab 10 Koloid , (Jakarta: Erlangga,
2006 ), h. 284.
38
Hiskia Ahmad, Kimia Larutan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001), h. 203.
24

Suatu campuran digolongkan kedalam sistem koloid apabila memiliki sifat-

sifat-sifat yang berbeda dari larutan sejati . 39 Beberapa sifat fisik yang

membedakan sistem koloid dari larutan sejati yaitu :

a. Efek Tyndall

Pernahkah anda mengamati jalannya berkas sinar atau cahaya yang

dihamburkan oleh partikel-partikel debu? Jika cahaya matahari menembus

melalui celah-celah rumah kita, tampak sinar matahari dihamburkan oleh

partikel-partikel debu. Partikel debu terlalu kecil untuk dilihat, akan tampak

sebagai titik terang dalam suatu berkas cahaya. Oleh karena partikel debu

berukuran koloid, partikelnya sendiri tidak dapat dilihat oleh mata, yang

tampak adalah cahaya yang dihamburkan oleh debu. Hamburan cahaya ini

dinamakan efek tyndall.

Penghamburan cahaya oleh suatu campuran menunjukkan bahwa

campuran tersebut adalah suatu koloid, dimana ukuran partikel-partikelnya

lebih besar dari ukuran partkiel dalam larutan, sehingga dapat

menghamburkan cahaya.40

39
Yayan Sunarya, Kimia Dasar 2, (Bandung :Yrama Widya, 2016), h. 45.
40
Yayan Sunarya, Kimia Dasar 2…, h. 46.
25

Gambar 2.1 Model Efek Tyndall

b. Gerak Brown

Apabila mikroskop optik diarahkan pada suatu dispersi koloid dengan

arah tegak lurus terhadap berkas cahaya maka akan tampak partikel-partikel

koloid, tetapi bukan sebagai partikel dengan batas yang tegas melainkan

sebagai bintik-bintik berkilauan.

Apabila kita melihat bintik-bintik cahaya yang dipantulkan, maka kita

akan dapat melihat bahwa partikel-partikel koloid bergerak terus-menerus

secara acak menurut jalan yang berliku-liku. Gerakan acak partikel koloid

dalam suatu medium pendispersi ini disebut dengan gerak brown.41

Gambar 2.2 Gerak Brown

c. Adsorbsi

Atom, molekul atau ion yang berkerumun membentuk partikel koloid

yang memiliki sifat listrik pada permukaanya. Sifat ini menimbulkan gaya

Van der Waals, bahkan gaya valensi yang dapat menarik dan mengikat

atom-atom, molekul atau ion-ion dari zat asing.

41
Yayan Sunarya, Kimia Dasar 2…, h. 46.
26

Penempelan zat asing pada permukaan suatu partikel koloid disebut

adsorbsi. Zat-zat yang teradsorbsi dapat terikat kuat membentuk lapisan

yang tebalnya tidak lebih dari satu atau dua partikel. Banyaknya zat asing

yang dapat diadsorbsi bergantung pada luas permukaan partikel koloid.

Meskipun adsorbs merupakan gejala umum dari zat, efisiensi adsorbsi ini

bergantung pada luas permukaan partikel koloid. Meskipun adsorbsi

merupakan gejala umum dari zat, efisiensi adsorbsi ini bergantung pada

besarnya luas permukaan zat pengadsorbsi.42

Gambar 2.3 Adsorbsi

d. Kestabilan dan Koagulasi Koloid

Suatu sistem koloid dapat bersifat stabil. Kestabilan ini disebabkan oleh

adanya muatan listrik pada permukaan partikel koloid. Muatan listrik pada

partikel koloid berasal dari ion atau medium yang teradsorbsi pada

permukaan koloid.

42
Yayan Sunarya, Kimia Dasar 2…, h. 47.
27

Penetralan muatan partikel koloid menyebabkan terjadinya

penggabungan partikel-partikel koloid menjadi suatu agregat yang sangat

besar akibat gaya kohesi antar partikel koloid. Proses pembentukan agregat

partikel-partikel koloid hingga mencapai ukuran partikel suspensi kasar

dinamakan koagulasi atau pengumpalan dispersi koloid.

Penetralan muatan koloid pada prinsipnya dapat dilakukan dengan cara

menambahkan elektrolit pada larutan koloid. Ion-ion seperti Na+, Ca2+, atau

Al3+ dapat menetralkan muatan negatif pada partikel koloid seperti sol As 2S3

sehingga koloid tersebut terkoagulasi.43

Kecepatan koagulasi bergantung pada jumlah muatan elektrolit. Makin

besar muatan elektrolit yang ditambahkan ke dalam dispersi koloid, makin

cepat proses koagulasi terjadi. Karena itu, koagulasi sol As2S3 lebih cepat

jika ditambahkan larutan yang mengandung Al3+ daripada Mg2+ atau Na+.

Gejala koagulasi dispersi koloid dengan cara menetralkan muatannya

dapat dilihat dari pembentukan delta dimuara sungai yang menuju laut.

Sungai dengan cara menetralkan muatnnya dapat dilihat dari pembentukan

delta dimuara sungai yang menuju laut. Sungai-sungai yang bermuara di

laut akan membentuk delta. Pada dasarnya, pembentukan delta disebabkan

oleh koagulasi lumpur yang terbawa oleh air sungai akibat melimpahnya

elektrolit dalam air laut, seperti Na+ dan Mg2+.

43
Yayan Sunarya, Kimia Dasar 2…, h. 48.
28

Proses koagulasi dispersi koloid bermanfaat bagi manusia, terutama pada

proses penjernihan air dan penyaringan udara dari partikel debu. Jika

kedalam air sungai yang mengandung lumpur bermuatan negatif

ditambahkan zat elektrolit seperti tawas atau PAC (polialumunium klorida)

maka lumpur tersebut akan mengendap, yang selanjutnya dapat dipisahkan

melalui penyaringan untuk memperoleh air jernih.44

Gambar 2.4 Koagulasi Koloid yang Bermuatan

1) Elektroforesis

Sifat elektroforesis dari koloid dapat diterapkan untuk memisahkan

macam-macam protein dalam larutan. Muatan pada molekul protein berbeda

bergantung pada pH larutan. Dengan mengatur pH larutan, pemisahan

protein dapat dapat dilakukan. Dengan demikian, elektroforesis juga dapat

dipakai untuk memurnikan dispersi koloid dari pengotor.

44
Yayan Sunarya, Kimia Dasar 2…, h. 49.
29

Elektroforesis banyak digunakan dalam industri, misalnya untuk melapisi

lateks atau melapisi anti karat pada badan mobil. Partikel-partikel lateks

yang bermuatan seperti cat tertarik pada logam. Dengan mengalirkan

muatan listrik pada logam yang berlawanan dengan muatan cat, maka cat

akan menempel pada logam. Pelapisan logam oleh cat dengan cara ini lebih

kuat dibandingkan dengan cara konvensional seperti menggunakan kuas.45

2) Dialisis

Pemurnian koloid, selain dengan cara elektroforesis dapat juga dilakukan

dengan cara dialisis, yaitu suatu teknik pemurnian berdasrkan pada

perbedaan ukuran partikelnya. Dialisis dilakukan dengan cara menempatkan

dispersi koloid dalam kantung yang tebuat dari membran seperti selofan,

perkamen, dan mebran lain yang sejenis. Selanjutnya kantung tersebut

direndam dalam air yang mengalir atau air yang dialirkan.

Oleh karena ion-ion atau molekul memiliki ukuran lebih kecil daripada

koloid, maka ion-ion itu dapat berdifusi melalui membran lebih cepat

daripada partikel koloid, sehingga partikel koloid akan tetap berada didalam

kantung membran. Proses dialisis sering diterapkan untuk memurnikan

protein dari partikel lain yang ukurannya lebih kecil daripada protein.

Dalam industri, teknik dialisis biasa digunakan untuk memisahkan tepung

tapioka dari ion-ion sianida yang terkandung dalam singkong.46

45
Yayan Sunarya, Kimia Dasar 2…, h. 51.

46
Yayan Sunarya, Kimia Dasar 2…, h. 52.
30

Gambar 2.5 Dialisis

e. Jenis Koloid

Beberapa sistem koloid dikenal sebagai koloid reversible sedangkan

yang lainnya tak reversible. Susu bubuk yang diperoleh dari penguapan susu

setelah menghilangkan krim, dapat diubah kembali menjadi susu setelah

dicampur dengan air. Sistem semacam ini disebut koloid reversible. Plasma

darah kering juga termasuk koloid reversubel. Sedangkan koloid tak

reversible contohnya adalah seperti sol belerang dan emas. Berdasarkan

sifat ini, sistem koloid cairan dapat digolongkan dalam dua kelompok yaitu

sol liofil dan sol liofob.47

Contoh koloid hidrofil meliputi gelatin, albumin telur, dan gom arab.

Koloid hisrofil mudah terbentuk misalnya dengan cara pelarutan. Koloid

hidrofob pada umumnya kurang stabil dan cenderung mudah mengendap.

Waktu yang diperlukan untuk mengendap beragam, begantung pada

47
Hiskia Ahmad, Kimia Larutan…, h. 205.
31

kemampuan beragregat dari sol tersebut. Lumpur merupakan koloid jenis ini

dan dalam waktu tidak lama akan memisah. Berbeda dengan lumpur, sol

emas dalam medium air dapat bertahan sangat lama.

Sejumlah kecil gelatin atau koloid sering ditambahkan kedalam sol

logam, dengan tujuan agar melindungi atau menstabilkan koloid logam

tersebut. Koloid hidrofil yang dapat menstabilkan koloid hidrofob disebut

koloid pelindung. Koloid ini bertindak melindungi muatan fase dispersi oleh

semacam lapisan agar terhindar dari koagulasi. Protein kasein bertindak

sebagai koloid pelindung dalam air susu dengan cara menstabilkan emulsi

minyak dalam air. Gelatin digunakan sebagai koloid pelindung dalam es

krim untuk menjaga terbentuknya es batu.48

1. Sol Liofil

Sol yang stabil dan tidak mengalami koagulasi oleh larutan garam

(senang pada larutan). Larutan sabun, kanji, dan gelation yang didispersikan

dalam air termasul sol liofil. Jika air merupakan medium pendispersi, maka

sol ini disebut sol hidrofil. Sol semacam ini jika mengalami koagulasi, dapat

diubah kembali menjadi sol. Oleh karena itu, koloid yang reversible.

2. Sol Liofob

48
Yayan Sunarya, Kimia Dasar 2…, h. 53.
32

Jika medium pendispersinya air, sol ini disebut sol hidrofob. Contoh dari

sol ini adalah sol emas, besi (III) hidroksida, arsen (III) sulfide. Sol liofob

(tidak senang pada larutan), adalah koloid tak reversible.49

3. Pembuatan Koloid

Ukuran partikel koloid rentang berada pada larutan sejati dan suspensi

kasar, maka sistem koloid dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu pemecahan

partikel-partikel besar menjadi partikel-partikel berukuran koloid dan

pembentukan agregat dari molekul-molekul kecil pembentuk larutan menjadi

molekul beukuran koloid. Cara pembuatan koloid terbagi menjadi dua, yaitu :

a. Cara Dispersi

1) Dispersi Mekanik

Menurut cara ini, zat yang akan didispersikan dalam medium pendispersi

digiling sampai ukurannya berada pada rentang partikel-partikel koloid.

Dengan demikian, partikel zat terdispersi diperkecil hingga berukuran

koloid.

Contoh cara ini misalnya penggilingan kacang kedelai pada pembuatan

tahu. Pembuatan cat di industri juga menggunakan cara ini, dimana bahan

untuk membuat cat digiling sampai berukuran koloid, kemudian

didispersikan kedalam medium pendispersi seperti air atau terpentin.50

2) Dispersi Elektrolitik
49
Hiskia Ahmad, Kimia Larutan…, h. 205.

50
Yayan Sunarya, Kimia Dasar 2…, h. 53
33

Cara ini dikenal sebagai cara busur Bredig (1898). Sol platina, emas atau

perak dibuat dengan cara mencelupakan dua kawat ke dalam air, dan

diberikan potensial tinggi. Suhu yang tinggi menyebabkan uap logam

mengkondensasi dan membentuk partikel koloid. 51

3) Peptisasi

Partikel kasar diubah menjadi partikel koloid dengan penambahan zat

seperti air atau zat lain yang disebut zat untuk peptisasi. Peristiwa ini adalah

kebalikan dari koagulasi.52

4) Cara Homogenitas

Pembuatan koloid jenis emulsi tertentu dapat dilakukan dengan

menggunakan mesin penghomogen atau mesin untuk membuat zat menjadi

homogen dan berukuran koloid. Cara ini digunakan pada pembuatan susu.

Partikel lemak dari susu diperkecil sampai berukuran koloid dengan cara

melewatkan zat tersebut melalui lubang berpori dengan tekanan tinggi. Jika

ukuran partikel telah sesuia maka zat tersebut didispersikan ke dalam

medium pendispersinya.53

b. Cara Kondensasi

Menurut cara ini, ion-ion atau molekul yang berukuran sangat kecil

diperbesar menjadi partikel-partikel sebesar ukuran koloid. Dengan kata lain, zat

51
Hiskia Ahmad, Kimia Larutan…, h. 206.
52
Hiskia Ahmad, Kimia Larutan…, h. 206.
53
Yayan Sunarya, Kimia Dasar 2…, h. 54
34

terlarut sejati diubah menjadi dispersi koloid. Cara kondensasi umumnya

dilakukan melalui reaksi kimia. Reaksi yang dapat menghasilkan kondensasi yaitu

1) Reaksi Metatesis

Apabila kedalam larutan natrium tiosulfat ditambahkan larutan asam

klorida akan terbentuk partikel berukuran koloid. Persamaan kimianya :

Na2S2O3 + 2HCl → 2NaCl + H2SO3 + S

Terbentuknya partikel berukuran koloid karena belerang yang terbentuk

akan beragregat yang makin lama semakin besar sampai berukuran koloid.

Jika konsentrasi pereaksi dan suhu reaksi tidak dikendalikan, dispersi koloid

tidak akan terbentuk, sebab partikel belerang akan tumbuh terus menjadi

endapan ynag tidak larut dalam air.54

2) Reaksi Redoks

Sol emas dapat diperoleh melalui reduksi emas (III) klorida dengan

formalin. Persamaan kimianya :

2AuCl3 + CH4O + 3H2O → 2Au + 6HCl + CH4O2

Emas pertama-tama akan terbentuk dalam keadaan atom-atom bebasnya,

kemudian terbentuk agregat yang lebih besar menjadi berukuran partikel

koloid, dan distabilkan oleh adanya ion-ion OH- yang teradsorbsi pada

permukaan partikel koloid. Ion-ion OH- ini berasal dari air yang terurai.

54
Yayan Sunarya, Kimia Dasar 2…, h. 55.
35

3) Reaksi Hidrolisis

Besi(III) klorida yang berwarna cokelat tua jika dilarutkan kedalam air

membentuk ion OH- dan H+. ion OH- bereaksi dengan besi(III) klorida

membentuk besi(III) hidroksida. Persamaan kimianya :

FeCl3 + 3H2O → Fe(OH)3 + 3HCl

Ukuran partikel-partikel Fe(OH)3 yang terbentuk lebih besar daripada

ukuran larutan sejati, tetapi tidak cukup besar untuk mengendap. Selain itu,

koloid Fe(OH)3 yang terbentuk distabilkan dengan mengadsorbsi ion-ion

Fe3+.55

4) Pengubahan Medium Pendispersi

Kondensasi dapat terjadi jika kelarutan zat dikurangi dengan cara

mengganti pelarutnya. Contoh, jika larutan belerang jenuh dalam etanol

dituangkan kedalam air, maka akan terbentuk sol belerang karena terjadi

penurunan kelarutan belerang dalam pelarut campuran air dan etanol.

Pembentukan larutan koloid dengan cara mengurangi kelarutan dapat

diamati pada saat air ditambahkan kedalam larutan fenoftalein, yakni

munculnya larutan koloid yang berwarna putih seperti air susu.

5) Jelifikasi (Gelatinisasi)

Pada kondisi tertentu, sol dari berbagai koloid liofil dapat mengalami

koagulasi dan berubah menjadi material dengan massa lebih rapat, yang
55
Yayan Sunarya, Kimia Dasar 2…, h. 56.
36

disebut jeli. Proses pembentukan jeli seperti ini dinamakan jelifikasi atau

gelatinisasi.

Pembentukan jeli terjadi akibat molekul-molekul senyawa bergabung

membentuk rantai yang panjang. Jaringan rantai ini menyebabkan

terbentuknya ruang-ruang yang kosong yang dapat diisi oleh cairan atau

medium pendispersi sehingga cairan tersebut terjebak dalam jaringan

rantai.56

F. Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu kegiatan penelitian yang

berkonteks kelas yang dilaksanakan untuk memecahkan masalah-masalah

pembelajaran yang dihadapi oleh guru, memperbaiki mutu dan hasil

pembelajarandan mencobakan hal-hal baru dalam pembelajaran demi peningkatan

mutu dan hasil pembelajaran. Secara ringkas penelitian tindakan kelas adalah

bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek

pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri. Mereka dapat

mencoba suatu gagasan perbaikan dalam praktek pembelajaran mereka, dan

melihat pengaruh nyata dari upaya itu.57

56
Yayan Sunarya, Kimia Dasar 2…, h. 56.

Rochiati Wiriaatmaja, Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung : Remaja


57

Rosdakarya, 2009), h. 13.


37

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Sri Mursiti maka dapat

diambil simpulan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan CEP dan

penggunaan game simulation sebagai media CET dapat meningkatkan hasil

belajar, kreativitas, dan life skill mahasiswa pada pokok bahasan Terpenoid dan

Alkaloid dalam matakuliah Kimia Organik Bahan Alam, indikator-indikator yang

menunjukkan peningkatan kreativitas adalah meningkatnya kemampuan

mengajukan banyak pertanyaan, melihat masalah dari berbagai sudut pandang,

memberikan banyak gagasan atau usul terhadap suatu masalah, mengungkapkan

gagasan dalam penyelesaian masalah, menyatakan pendapat, mencari dan

menganalisis data yang diketahui dalam menyelesaikan masalah, daya imajinasi,

dan rasa humor.58

Penelitian yang dilakukan oleh Mukhlis Rohmadi menyimpulkan bahwa,

siswa mendapatkan berbagai hal baru dan dirasa bermanfaat dan memberikan

makna dalam belajar kimia, sehingga tidak hanya mempelajari ilmu pengetahuan

yang hanya untuk mencapai nilai terbaik dalam UN, namun juga untuk kehidupan

ke depan. Dalam pembelajarannya, siswa diajak berpikir untuk dapat

meningkatkan kreasi dan inovasi siswa serta berpikir mengenai kewirausahaan

dan menerapkan ilmu yang diperoleh untuk mengembangkan daya kreasi dan

usaha yang berhubungan. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian tindakan

kelas ini adalah:

1. Pendekatan CEP bervisi SETS dapat meningkatkan nilai kognitif siswa.


58
Sri Mursiti, Titi Wahyukaeni, dan Sudarmin, “Pembelajaran Dengan Pendekatan
Chemo-Entrepreneurship Dan Penggunaan Game Simulation Sebagai Media Chemo-Edutainment
Untuk Meningkatkan Hasil Belajar, Kreativitas, Dan Life Skil”, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia,
Vol. 2, No. 2, 2008, h. 280.
38

2. Pendekatan CEP bervisi SETS dapat meningkatkan nilai afektif.

3. Pendekatan CEP bervisi SETS dapat meningkatkan nilai psikomotor

siswa.

4. Pendekatan CEP bervisi SETS dapat meningkatkan keaktifan siswa.

5. Pendekatan CEP bervisi SETS dapat meningkatkan motivasi dan minat

siswa.59

dalam belajar.

Penelitian yang dilakukan oleh Sri Ismulyati dan Yudi Ikhwani

menyimpulkan bahwa, Pada siklus pertama nilai rata-rata siswa dapat dilihat dari

63,77 meningkat menjadi 82,7, persen ketuntasan dari siswa 36 % menjadi 84 %

berjumlah dari 9 siswa menjadi 21 siswa, persen ketidak tuntasan 64 % menurun

menjadi 16 %, jumlah siswa 16 siswa menurun menjadi 4 siswa.

1. Tanggapan guru diperoleh bahwa rata-rata 95 % guru memberikan

tanggapan yang positif terhadap bahan ajar CEP dan 4,4 % negativ.

2. Berdasarkan minat siswa diperoleh rata-rata 83 % siswa memberikan

tanggapan positif dan dan 16,8% yang menyatakan negative dengan

jumlah siswa sebanyak 25 siswa.

3. Hasil data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa bahan ajar CEP

yang disusun telah layak memenuhi aspek kelayakan baik dari segi

teoritis maupun dari segi empiris.60


59
Mukhlis Rohmadi, “Pembelajaran Dengan Pendekatan Cep(Chemoentrepreneurship)
Yang Bervisi Sets (Sceince, Environment, Technology And Society) Guna Meningkatkan Kualitas
Pembelajaran”, Jurnal Educatio, Vol. 6, No. 1, Juni 2011, h. 34.
60
Sri Ismulyati dan Rudi Ikhwani, “Pengaruh Pendekatan Chemo Entrepreneurship
( Cep) Terhadap Minat Dan Hasil Belajar Siswa Sma N 1 Bukit Kabupaten Bener Meriah Pada
39

Berdasarkan beberapa penelitian yang relefan diatas maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa dengan menggunakan pendekatan Chemo-Entrepreneurship

(CEP) dapat meningkatkan hasil belajar siswa, kreativitas siswa serta minat

belajar siswa. Sehingga pendekatan ini cocok digunakan dalam penelitian

tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan suatu pembelajaran.

Materi Perubahan Materi”, Lantanida Journal, Vol. 6, No. 1, 2018, h. 37.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian adalah semua rencana yang akan dilaksanakan oleh

seorang peneliti dalam penelitian untuk menyelesaikan suatu masalah yang sedang

diteliti. Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK)

yaitu yang menggunakan data pengamatan lansung terhadap jalannya proses

pembelajaran di kelas. Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan efektifitas

metode mengajar, pemberian tugas kepada siswa, penelitian siswa dan lainnya.61

Penelitian tindakan kelas (PTK) dilaksanakan melalui tiga siklusuntuk

melihat peningkatan hasil belajar dan minat belajar serta respon siswa dalam

mengikuti mata pelajaran kimia pada materi sistem Koloid dengan menggunakan

pendekatan CEP. Penelitian tindakan kelas terdiri atas rangkaian empat kegiatan

yang dilakukan dalam siklus berulang. Empat kegiatan utama yang ada pada

setiap siklus, yaitu (a) perencanaan, (b) tindakan, (c) pengamatan, (d) refleksi.

Peneliti juga menguraikan instrument yang diperlukan dalam penelitian tindakan

kelas yaitu lembar observasi, RPP, lembar evaluasi, LKPD, dan lain-lain.62

61
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta : Rineka
Cipta, 2002). H. 85.

62
Kusnandar, Langkah Metode Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan
Profesi Guru, (Jakarta ; Raja Grafindo Persada, 2011), h. 122.

40
41

Tahap-tahap peneelitian yang akan dilakukan digambarkan sebagai berikut63

:
Rencana Tindakan

Refleksi

Siklus

Pelaksanaan Tindakan
Observasi

Perbaikan Rencana Tindakan

Refleksi

Siklus

Observasi Pelaksanaan Tindakan

dst

Gambar 3. 1 Siklus Rencana Penelitian Tindakan Kelas (Hopkins, 1993)

63
Zainal Aqib, Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru, (Bandung : Yrama Widya, 2006),
h. 31.
42

Penelitian tindakan dari empat komponen pokok, yaitu :

1. Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut:

a. Menentukan materi yang diajarkan.

b. Menyusun silabus dan rencana pembelajaran.

c. Menyusun alat evaluasi atau tes.

d. Mempersiapkan lembar observasi aktivitas guru dan siswa.

2. Tahap Pelaksanaan/Tindakan

Pada tahap pelaksanaan yang dilakukan guru adalah melaksanakan proses

belajar mengajar sesuai dengan scenario dan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP), yaitu Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan dalam dua

siklus yang sesuai dengan perencanaan awal. Pada siklus I melaksanakan

pembelajaran tentang sistem dispersi dan jenis-jenis koloid.

3. Tahap Pengamatan

Pada tahap ini yang dilakukan adalah mengamati prosedur pelaksanaan

pembelajaran. Didalamnya terdapat pengamatan mengenai aktivitas guru dan

siswa serta mencatat semua hal-hal yang perlu, yang terjadi selama

pelaksanaan tindakan berlansung untuk dijadikan bahan masukan guna

penyempurnaan pada siklus-siklus selanjutnya.


43

4. Refleksi

Tahap ini dimaksudkan untuk mengkaji secara menyeluruh pelaksanaan

yang sesuai dengan perencanaan yang telah dilakukan, kemudian dilakukan

evaluasi guna menyempurnakan tindakan selanjutnya.64

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian pada pendekatan Chemo Entrepreneurship pada materi

sistem koloid adalah siswa kelas XI IPA1 MAN Sabang yang berjumlah 24 orang,

dengan rinciannya 14 orang perempuan dan 10 orang laki-laki. Alasan diambilnya

kelas XI IPA1 MAN Sabang karena keadaan siswa di kelas tersebut masih kurang

berminat di dalam pelajaran kimia yang berdampak pada pencapaian nilai KKM

yang telah ditetapkan oleh guru bidang studi.

C. Instrument Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang akan digunakan untuk

memperoleh data untuk menjawab dan memecahkan masalah yang berhubungan

dengan pertanyaan penelitian. Dalam penelitian ini instrumen pengumpulan data

yang digunakan adalah tes dan angket, sebelum digunakan instrumen harus

divalidasi terlebih dahulu.

64
Suharjo, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008), h. 80.
44

Validitas merupakan ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan

atau kesahihan suatu instrumen. Dengan kata lain validitas berhubungan dengan

sejauh mana suatu alat penilaian mampu mengukur apa yang sebenarnya diukur.65

1. Validitas Instrumen

Uji validitas instrumen dilakukan untuk menunjukkan keabsahan dari

instrumen yang akan dipakai pada penelitian. Validitas tersebut menunjukkan

ketepatan dan kesesuaian alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel.

a. Validitas Instrumen Tes

Validitas instrumen tes merupakan kegiatan validasi yang dilakukan oleh

validator instrumen, hal ini bertujuan untuk menilai kevalidan dari lembar

validasi ahli. Sebelum dilakukan validasi produk, lembar validasi ahli

diberikan ahli materi stoikiometri, ahli evaluasi, dan pengguna. Alasan

memilih validator tersebut karena mereka sudah ahli dalam menilai

instrumen penelitian.

Validitas uji coba berhubungan dengan sejauh mana suatu alat penilaian

mampu mengukur apa yang sebenarnya diukur. Cara yang digunakan untuk

menentukan validitas adalah dengan menggunakan indeks korelasi.66 Uji

coba ini dilakukan di sekolah lain yang bukan merupakan tempat penelitian,

hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pembocoran soal.

65
Sudaryono. Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h.
138.
66
Saifuddin Azwar. Reliabilitas dan Validitas Edisi 4, (Yogyakarta: Pustaka Belajar,
2013), h. 34.
45

b. Validitas Instrumen Angket

Validitas instrumen angket merupakan kegiatan validasi yang dilakukan

oleh validator instrumen yang bertujuan untuk menilai kevalidan sebuah

angket. Sebelum dilakukan uji lapangan, angket diberikan kepada ahli

evaluasi dan ahli bahasa. Alasan memilih validator tersebut karena mereka

sudah ahli dalam menilai instrumen.

2. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas berarti kepercayaan. Suatu instrumen dikatakan memenuhi

kriteria reliabilitas jika instrumen tersebut digunakan berulang-ulang pada

subjek dengan kondisi yang sama akan memberikan hasil yang relatif tidak

mengalami perubahan. Untuk menghitung koefisien reliabilitas tes, dalam

penelitian ini digunakan KR-20 dengan teknik belah dua yang dirumuskan

sebagai berikut:

n S 2−∑ pq
r 11 =
n−1 ( S2 )
Keterangan:

r 11 : reliabilitas tes secara keseluruhan

p : proporsi subjek yang menjawab benar item soal

q : proporsi subjek yang menjawab salah item soal (q = 1-p)

∑ pq :jumlah hasil perkalian antara p dan q

n : banyaknya item soal

S : standar deviasi dari tes


46

Kriteria dari uji reliabilitasnya, instrumen soal dikatakan reliabel apabila

r11 ≥ rtabel.67 Sedangkan kriteria reliabilitasnya menurut Masidjo (1995: 209)

adalah sebagai berikut:

0,90≤ r11≤ 1,00 : sangat tinggi (ST)

0,70 ≤ r11 < 0,90 : tinggi (S)

0,40 ≤ r11 < 0,70 : cukup (C)

0,20 ≤ r11 < 0,40 : rendah (R)

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan :

1. Tes

Tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau

mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah

ditentukan.68 Tes diberikan kepada siswa guna untuk melihat hasil belajar

siswa. Tes ini diberikan kepada siswa guna untuk melihat hasil belajar siswa.

Tes ini diberikan pada akhir pertemuan, yang disebut dengan tes bertahap,

yaitu tes I diberikan pada siklus I dan tes tahap II diberikan pada siklus II.

67
Suharsimi Arikunto, prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta :Rineka
Cipta, 2002), h. 100.
68
Suharsimi Arikunto, Dasar-DasarEvaluasiPendidikan, (Jakarta:BumiAksara, 2005),
Hal 53.
47

2. Lembar Observasi

Lembar observasi adalah format atau blangko pengamat yang disusun

berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan

terjadi. Observasi adalah teknik pengamat dan pencatatan sistematis dari

fenomena-fenomena yang diteliti. Observasi dilakukan untuk menemukan data

dan informasi.

3. Angket atau Kuisioner

Angket adalah teknik pengumpulan data dengan menyerahkan atau

mengirimkan daftar pertanyaan untuk diisi oleh responden. 69 Angket

digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran

dengan penerapan pendekatan Chemo Entrepeneurship (CEP). Angket yang di

berikan setelah semua kegiatan pembelajaran dan evaluasi dilakukan.

E. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini kemudian dianalisis. Analisis data

ini berguna untuk mengetahui perkembangan guru dan siswa. Data yang dianalisis

yaitu :

1. Data aktivitas siswa

Analisis data aktivitas siswa diperoleh dari lembar pengamatan yang diisi

selama proses pembelajaran berlangsung. Analisis aktivitas siwa dilakukan

dengan menggunakan rumus presentase:

69
Suharsimi Arikunto, Dasar-DasarEvaluasi…, h. 64.
48

skor yang diperoleh


Persentase = x 100%
skor maksimum

Menentukan predikat untuk aktivitas siswa dalam pembelajaran

mengunakan konversi lima.

81 – 100% = Baik sekali

61 – 80 % = Baik

41 – 60 % = Cukup

21 – 40 % = Kurang

0 – 20 % = Kurang Sekali70

2. Analisis Hasil Belajar Siswa

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan hasil

belajar melalui penerapan pendekatan Chemo Entrepreneurship. Berdasarkan

teori belajar tuntas, seorang peserta didik dipandang tuntas jika ia mampu

mencapai nilai KKM 70%. Sedangkan keberhasilan kelas dilihat dari jumlah

perserta didik yang mampu mencapai nilai KKM 70%, sekarang-kurangnya

70% dari 100% siswa yang ada didalam kelas. Selanjutnya ditentukan tingkat

penguasaan siswa tentang pokok bahasan Stoikiometri. Untuk menentukan

golongan tingkat penguasaan siswa, penulis menggunakan klasifikasi

penilaian yaitu :

80 – 100 baik sekali

66 – 79 baik

70
Suharsimi Arikunto, prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta :Rineka
Cipta, 2002), h. 180.
49

50 – 65 cukup

36 – 49 kurang

0 – 35 gagal

Rumus yang digunakan untuk melihat ketuntasan belajar siswa

secara individu adalah:

jumla h siswa yang tuntas


P= x 100%
Jumla h seluru h siswa

3. Analisis Data Respon siswa

Data respon siswa diperoleh dari angket yang diedarkan kepada seluruh

siswa setelah proses belajar mengajar selesai, tujuannya untuk mengetahui

bagaimana respon siswa terhadap model pembelajaran time token pada materi

Stoikiometri. Adapun kriteria menghitung persentase tanggapan siswa adalah

sebagai berikut:

0 – 10% Tidak Tertarik

11 – 40% Sedikit Tertarik

41 – 60% Cukup Tertarik

61 – 90% Tertarik

91 – 100% Sangat Tertarik

Pada respon siswa analisis data dilakukan dengan mengunakan

rumus persentase.

fN
Persentase respon siswa RS = x 100 %
N

Keterangan :
50

RS = Persentase siswa dengan kriteria tertentu

f = banyak siswa yang menjawab setuju (responden)

N= Jumlah siswa dalam kelas.


51

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Suprijono, (2009), Cooperative Learning : Teori dan Aplikasi PIKEM,

Jogjakarta : Pustaka Belajar.

Ahmad, Hiskia, (2001), Kimia Larutan, Bandung : Citra Aditya Bakti.

Aswar, Cut, (2014) “Pencapaian Hasil Belajar Melalui Penumbuhan Sikap

Mahasiswa”, Lantanida Journal, Vol. 2, No. 2.

Arikunto, Suharsimi, (2002), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,

Jakarta : Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi,(2005), Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan,

Jakarta:BumiAksara.

Aqib, Zainal, (2006), Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru, Bandung : Yrama

Widya.

Azwar, Saifuddin, (2013), Reliabilitas dan Validitas Edisi 4, Yogyakarta: Pustaka

Belajar.

Depdikbud, (1997), Pembinaan Minat Baca, Materi Sajian, Jakarta : Dirjen

Dikdasmen Depdikbud RI.

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya.

E. Mulyasa, (2005) Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran

Kreatif dan Menyenangkan, Bandung : Rosdakarya.


52

Fathurrohman, Muhammad, Sulistyorini, (2012), Belajar dan Pembelajaran,

Yogyakarta: Teras.

Hamalik, Oemar, (2002), Proses Belajar Mengajar, Jakarta : Bumi Aksara.

Hardjana, (1994), Kiat Sukses di Perguruan Tinggi, Yogyakarta : Kanisius.

Hisrich, Robert D., dkk, (2008), Kewirausahaan, New York : Salemba Empat.

Ismulyati, Sri dan Rudi Ikhwani, (2018), “Pengaruh Pendekatan Chemo

Entrepreneurship ( Cep) Terhadap Minat Dan Hasil Belajar Siswa Sma N

1 Bukit Kabupaten Bener Meriah Pada Materi Perubahan Materi”,

Lantanida Journal, Vol. 6, No. 1.

Jalaludin, Rahmat, (1999), Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Kusnandar, (2011), Langkah Metode Penelitian Tindakan Kelas Sebagai

Pengembangan Profesi Guru, Jakarta ; Raja Grafindo Persada.

Mahfud, S., (2001), PengantarPsikologi Pedidikan, Surabaya : Bina Ilmu.

Maryam, Muhammad, (2015), “Pencapaian Hasil Belajar Mata Pelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial Melalui Minat Belajar”, Lantanida Journal, Vol 1.

Mukhlis, Rohmadi, (2011), “Pembelajaran Dengan Pendekatan

Cep(Chemoentrepreneurship) Yang Bervisi Sets (Sceince, Environment,

Technology And Society) Guna Meningkatkan Kualitas Pembelajaran”,

Jurnal Educatio, Vol. 6, No. 1.

Mursiti, Sri, Titi Wahyukaeni, dan Sudarmin, (2008), “Pembelajaran Dengan

Pendekatan Chemo-Entrepreneurship Dan Penggunaan Game Simulation

Sebagai Media Chemo-Edutainment Untuk Meningkatkan Hasil Belajar,


53

Kreativitas, Dan Life Skil”, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol. 2, No. 2,

2008, h. 280.

Nasution, (2000), Didaktik Azas-Azas Mengajar, Jakarta : Bumi Aksara.

Poerwodarminto, WJS., (1984), Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai

Pustaka.

Purba, Michael, (2006), Kimia Untuk SMA Kelas XI, Jakarta : Erlangga.

Purwanto, M. Ngalim, (2007), Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung :

Remaja Rosdakarya.

Putri, Dinar Tiara Nadip, dan Gatot Isnani, (2015) “Pengaruh Minat Dan

Motivasi Terhadap Hasil Belajar Pada Mata Pelajaran Pengantar

Administrasi Perkantoran”, Jurnal Pendidikan Bisnis dan Manajemen, Vol.

1, No. 2.

Retno, Suyanti, Dwi, (2010), Strategi Pembelajaran Kimia, Yogyakarta : Graha

Ilmu.

Sanjaya, Wina, (2007), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Sanjaya, Wina, (2008), Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis

Kompetensi, Jakarta : Kencana.

Sudaryono, (2009), Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Suharjo, (2008), Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta : Bumi Aksara.


54

Sumardjo, Damin, (2009), Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa

Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta, Bab 13 Larutan dan

Sistem Koloid (489-561), Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Supartono, (2006), Upaya Peningkatan Dan Kreativitas Siswa SMA Melalui

Pembelajaran Kimia Dengan Pendekatan Chemo-Entrepreneurship (CEP),

Procedding Seminar Nasional Kimia Dan Pendidikan Kimia, Jawa Tengah :

FMIPA UNNES.

Sunarya, Yayan, (2016), Kimia Dasar 2, Bandung :Yrama Widya.

Syah, Muhibbin, (2004), Psikologi Belajar, Jakarta: Raja GrafindoPersada.

Thabroni, Muhammad, (2011), Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta : Ar-Ruzz

Media.

Thabroni, M., (2015) Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : Ar-Ruzz Media.

Thursan, Hakim, (1998), Belajar Secara Efektif, Jakarta : Rineka Cipta.

Wiriaatmaja, Rochiati, (2009), Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung :

Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai