Anda di halaman 1dari 26

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PBL (PROBLEM BASED


LEARNING) TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR

KIMIA SISWA

Diajukan Untuk Seminar Proposal Penelitian Dalam

Penyusunan Skripsi

Oleh

Nama : Rayi Sekar Sari

NIM : 4153131027

Program Studi : Pendidikan Kimia

JURUSAAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan proses yang sangat menentukan untuk


perkembangan individu dan perkembangan masyarakat. Di dalam undang –
undang nomor 20 tahun 2003 di sebutkan bahwa, Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual, agama, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
Negara (Hasbullah,2006).
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah salah satu disiplin ilmu yang
memiliki dan menunjukkan karakteristik tertentu yang berbeda dengan bidang
atau disiplin ilmu lainnya. IPA itu sendiri terdiri dari berbagai rumpun ilmu di
dalamnya. Salah satunya adalah kimia yang mengkhususkan bahasannya pada
struktur dan komposisi zat, perubahan, dan energi yang menyertai perubahan
tersebut. (Handayanti.dkk, 2016).
Menurut Wulandari dan Rohaeti (2017), kimia sebagai salah satu mata
pelajaran yang ada di tingkat SMP (dalam IPA Terpadu) dan di tingkat SMA
dalam proses pembelajarannya masih didominasi dengan kegiatan menghafal dan
mengingat. Proses pembelajaran kimia seharusnya dapat memberikan kesempatan
bagi peserta didik untuk mengembangkan potensi dalam bidang sikap,
pengetahuan maupun keterampilan.
Mata pelajaran kimia menjadi sangat penting kedudukannya dalam
masyarakat karena kimia selalu berada di sekitar kita dalam kehidupan sehari-hari.
Kimia adalah salah satu mata pelajaran yang mempelajari mengenai materi dan
perubahan yang terjadi di dalamnya. Namun selama ini masih banyak siswa yang
mendapat nilai kimia rendah, karena mengalami kesulitan dalam memahami dan
mengikuti pelajaran kimia. Hal ini tidak terlepas dari materi yang dipelajari dalam
kimia lebih bersifat abstrak.
Selain itu proses pembelajaran yang selama ini masih didominasi oleh guru
belum memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang secara mandiri
melalui penemuan dan proses berpikir. Cara guru mengajar yang hanya satu arah
(teacher centered) menyebabkan penumpukan informasi atau konsep saja yang
kurang bermanfaat bagi siswa. Guru selalu menuntut siswa untuk belajar, tetapi
tidak mengajarkan bagaimana siswa seharusnya belajar dan menyelesaikan
masalah (Setyorini.dkk, 2011).
Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan melakukan terobosan dalam
pembelajaran kimia sehingga tidak menyajikan materi yang bersifat abstrak, tetapi
juga harus melibatkan siswa secara aktif di dalam pembelajaran. Salah satunya
adalah dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).
Pembelajaran ini diharapkan dapat menarik minat dan keaktifan siswa untuk
belajar kimia sehingga diharapkan hasil belajarnya akan meningkat, karena siswa
diajak untuk mencari informasi, untuk mengembangkan keterampilan pemecahan
masalah, melakukan penyelidikan atau percobaan untuk menemukan konsep
tentang materi pelajaran. Dengan kegiatan ini diharapkan pemahaman siswa akan
meningkat yang berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa.
Penggunaan model pembelajaran PBL ini juga pernah di terapkan oleh
seorang peneliti bernama Titin Khurotul Aeni (2008), program studi Pendidikan
Kimia, jurusan Ilmu Pengetahuan Alam Universiatas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan judul ”Pendekatan Konstruktivisme Berdasarkan
Masalah (Problem Based Learning) Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa
Pada Konsep Laju Reaksi” menyatakan bahwa siswa yang di ajar dengan model
pembelajaran PBL mengalami peningkatan dalam nilai rata-ratanya. Sementara
Wasonowati dkk (2014) dalam jurnal Penerapan Model Problem Based Learning
(PBL) Pada Pembelajaran Hukum - Hukum Dasar Kimia Ditinjau Dari Aktivitas
Dan Hasil Belajar Siswa Kelas X Ipa Sma Negeri 2 Surakarta Tahun Pelajaran
2013/2014 juga mendapatkan hasil yang sama, yaitu dimana dengan penggunaan
model pembelajaran PBL mendapatkan hasil yang lebih baik.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul “PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PBL
(PROBLEM BASED LEARNING) TERHADAP PENINGKATAN HASIL
BELAJAR KIMIA SISWA”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas masalah yang teridentifikasi adalah
sebagai berikut:
1. Masih banyak siswa beranggapan bahwa kimia merupakan pelajaran yang
sulit.
2. Proses belajar yang masih didominasi oleh guru.
3. Hasil belajar kimia siswa yang rendah.

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI semester I SMA Negeri 1
Sidamanik T.P 2017/2018.
2. Materi pelajaran kimia pada penelitian ini adalah kesetimbangan kimia.
3. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran Problem
Based Learning.

1.4 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Apakah ada pengaruh yang signifikan pada hasil belajar kimia siswa dengan
menggunakan model pembelajaran problem based learning pada materi
kesetimbangan kimia di kelas XI semester I?

1.5 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui hasil belajar kimia siswa setelah menggunakan model
pembelajaran problem based learning pada materi kesetimbangan kimia di
kelas XI semester I.
2. Mengetahui ada tidaknya pengaruh model pembelajaran problem based
learning terhadap hasil belajar kimia siswa pada materi kesetimbangan
kimia di kelas XI semester I.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini antara lain adalah:
1. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat menjadi acuan guru untuk menerapkan
model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam belajar kimia
serta dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar kimiasiswa.
2. Bagi siswanya sendiri, diharapkan nilai-nilai hasil belajar dalam
pembelajaran kimia dapat meningkat, khususnya pada konsep
kesetimbangan kimia.
3. Bagi para peneliti lain, sebagai masukan atau bahan pertimbangan dalam
pengembangan penelitian yang sejenis di dunia pendidikan.

1.7 Definisi Operasional


1. Model Pembelajaran PBL (Problem Based Learning)
PBL merupakan suatu model pembelajaran yang digunakan untuk
mendukung pola brfikir tingkat tinggi. Esensi dari PBL, adalah menyajikan
suatu masalah yang sesuai dengan kenyataan dan bermakna kepada siswa
untuk diselidiki secara terbuka dan ditemukan solusi penyelesaiannya.
2. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah hasil akhir yang diperoleh siswa SMA Negeri 1
Sidamanik kelas XI dari proses belajar yang ia lakukan, dimana hasil belajar
ini adalah angka yang dierikan guru mata pelajaran pada mateeri
kesetimbangan kimia di kelas XI SMA Negeri 1 Sidamanik kepada siswanya
sebagai bentuk apresiasi guru terhadap hasil kerja siswa tersebut. Dimana
penilaian ini dilakukan dalam aspek kognitif.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka


A. BELAJAR DAN HASIL BELAJAR
1) PengertianBelajar

“Belajar adalah proses aktif siswa untuk mempelajari dan memahami


konsep-konsep yang dikembangkan sendiri atau kelompok, baik mandiri maupun
dibimbing”.Belajar merupakan kegiatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang,
mulai dari lahir sampai ke liang lahat tidak terkecuali baik pria maupun wanita
(Feronika,2008).

Belajar merupakan tindakan dan prilaku individu yang kompleks,


kompleksitas belajar tersebut dapat dilihat dari dua subyek, yaitu dari siswa dan
guru. Menurut pendapat Chaplin menyatakan bahwa : Belajar adalah perolehan
perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan
pengalaman.Belajar dalam pengertian ini di dapat dari adanya proses latihan dan
pengalaman yang telah dilakukan, sehingga terjadi perubahan tingkah laku yang
relatif menetap pada diri siswa. Pengertian belajar tersebut tidak selalu perubahan
tingkah laku siswa menunjukkan perubahan dalam artibelajar (Syah, 2004).

Menurut Tohirin (2005) perubahan berarti belajar apabila : (1)


perubahan yang terjadi secara sadar, (2) bersifat kontinu dan fungsioanal, (3)
perubahan bersifat positif dan aktif, (4) perubahan tidak bersifat sementara, (5)
bertujuan dan terarah, (6) perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Belajar merupakan kegiatan berproses, sudah tentu di dalamnya terjadi
perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor. Pembelajaran yang
menimbulkan interaksi belajar-mengajar antara guru dengan siswa mendorong
perilaku belajar siswa. Perilaku belajar merupakan proses belajar yang dialami
siswa. Bagi siswa, dalam kegiatan belajar ada tiga tahap, yaitu tahap sebelum
belajar, tahap selama belajar dan tahap sesudah belajar. Keberhasilan dalam
belajar yang dicapai merupakan akibat adanyainteraksi dari berbagai faktor.
Menurut pendapat A. Tabrani Rusyan, Atang Kusdinar dan Zainal Arifin (1992)
faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam belajar yaitu : Dari dalam diri
(faktor internal) maupun luar diri (faktor eksternal) individu. Tergolong faktor
internal adalah faktor jasmani, faktor psikologi (kecerdasan, minat, sikap,
motivasi, dll) dan faktor kematangan (fisik maupun psikis). Tergolong faktor
eksternal adalah faktor lingkungan social (keluarga, sekolah, masyarakat,
kelompok), faktor budaya (adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian),
lingkungan fisik (fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim) dan faktor lingkungan
spritual ataukeagamaan.
Menurut teori condisionig dari Watson disebutkan bahwa faktor yang
terpenting dalam belajar adalah adanya latihan-latihan yang kontinu.4 Latihan
yang dilakukan secara terus-menerus dan teratur dapat membentuk keterampilan
berpikir dalam pemecahan masalah dan kebiasaan secara otomatis dalam
penguasaan bahan pelajaran (Purwanto, 1987).
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan
belajar adalah sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang
relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang
melibatkan proses kognitif.

2) Prinsip – Prinsip Belajar

Menurut Slameto (2003) prinsip-prinsip belajar meliputi:

a. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untukbelajar.

1) Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif,


meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional.

2) Belajar dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada


siswa untuk mencapai tujuan instruksional.
b. Sesuai hakikatbelajar

1) Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap


menurutperkembangannya.
2) Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi
dandiscovery.
3) Belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian
yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan
pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan
respon yang diharapkan.
c. Sesuai materi yang harus dipelajari.

1) Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur,


penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap
pengertiannya.
2) Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai
dengan tujuan instruksioanl yang harusdicapainya.
d. Syarat keberhasilan belajar.

1) Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar


dengantenang.
2) repetisi dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar
pengertian/ketrampilan/sikap itu mendalam pada siswa.

3) Hasil Belajar

Pembelajaran yang menimbulkan interaksi belajar-mengajar antara guru-


siswa mendorong perilaku belajar siswa. Proses belajar-mengajar sangat
diperlukan hubungan aktif antara guru dan siswa. Hubungan aktif itu bukan
merupakan hubungan aktif tanpa tujuan melainkan hubungan aktif yang diikat
oleh tujuan pengajaran. Tujuan ini pada dasarnya merupakan rumusan tingkah
laku dan kemampuan-kemampuan yangharusdicapai dan dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya. Isi tujuan pengajaran pada hakekatnya adalah
hasil belajar yang diharapkan.

Hasil belajar sering kali dikaitkan dengan perubahan tingkah laku.


Perkataan tingkah laku dapat diartikan secara harfiah, dapat juga diartikan dengan
makna konotasinya. Tingkah laku diartikan secara harfiah berarti bahwa setelah
proses belajar mengajar selesai, siswa mempunyai tingkah laku yang lebih baik
atau yang berbeda daripada tingkah laku sebelumnya. Sedangkan, tingkah laku
yang dapat diamati dan segera nampak perubahan tingkah laku sebagai hasil
proses belajar mengajar. Perubahan tingkah laku tersebut dalam arti konotasinya
(Waluyo, 1987).
Hasil belajar menurut Sudiyarto menyebutkan bahwa hasil belajar adalah
tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti program belajar
mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Keterampilan atau
penguasaan yang diperoleh siswa tersebut dapat dikatakan hasil belajar.

Benyamin Bloom dalam buku karya Sudjana secara garis besar


membaginya menjadi tiga kategori yaitu : (a) ranah kognitif berkenaan dengan
hasil belajar intelektual, (b) ranah afektif berkenaan dengan sikap, (c) ranah
psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan
bertindak.

Diantara ketiga ranah tersebut ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai
oleh para guru di sekolah. Karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam
menguasai isi atau materi bahan pengajaran. Proses belajar-mengajar di sekolah
guru harus mengetahui hasil belajar yang telah dicapai atau dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajar. Dengan mengetahui hasil belajar yang telah
dicapai siswa,dapatdiambil tindakan perbaikan pengajaran dan perbaikan terhadap
siswa yang mengalami kesulitan. Misalnya dengan melakukan perubahan strategi
pengajaran dan memberikan bantuan belajar dan bimbingan kepada siswa.
Untuk mengetahui hasil belajar siswa biasanya guru memberikan tes hasil
belajar kepada siswa. Hasil tes inilah guru melakukan tindakan- tindakan yang
dianggap perlu, guna pencapaian hasil belajar siswa secara optimal.
Berdasakan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan yang dimaksud
dengan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melakukan
kegiatanbelajar (Sudjana, 1990).

4) Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya tetapi


secara umum dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu faktor intern dan
faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang
sedang belajar sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luarindividu.
a. Faktor intern meliputi faktor jasmaniah dan faktor psikologis (intelegensi,
perhatian,minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan).
b. Faktor ekstern meliputi faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi
antar anggota keluarga, keadaan ekonomi keluarga, suasana rumah,
pengertian orang tua), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi
guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat
pelajaran, waktu sekolah, standar belajar diatas ukuran, keadaan gedung,
metode belajar, tugas rumah) dan faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam
masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat).

B. Pembelajaran Berdasarkan Masalah atau Problem BasedLearning(PBL)


1) Pengertian Problem Based Learning(PBL)
PBL (Problem Based Learning) dapat didefinisikan sebagai “Proses
inquiri yang mengutamakan pertanyaan, keingintahuan, keraguan, dan
ketidakpastian tentang fenomena kompleks dalam kehidupan sehari-hari”
(Barell,2007).
Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivis, sebab disini guru berperan sebagai penyaji masalah,
penanya, mengadakan dialog, pemberi fasilitas penelitian, menyiapkan dukungan
dan dorongan yang dapat meningkatkan inkuiri dan intelektual peserta didik
(Abbas, 2004).
Problem based learning menurut Pujiriyatno (2005) merupakan
pelaksanaan pembelajaran yang berangkat dari sebuah kasus tertentu dan
kemudian dianalisis lebih lanjut guna ditemukan pemecahan masalahnya.
Rasional Problem based learning adalah menghadapkan peserta didik kepada
sebuah persoalan yang menantang, dan dari persoalan tersebut secara aktif
dituntut untuk mencoba alternative penyelesaian masalahnya.
PBL merupakan suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah
dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berfikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan
konsep yang esensi dari materi pelajaran (Abbas, 2004).
Model pembelajaran berbasis masalah akan memberikan wahana bagi
tumbuh dan berkembangnya keterampilan pemecahan masalah berdasarkan pola-
pola penalaran yang rasional, analitis, sintesis, dan reflektif. Disamping itu juga
memberi peluang kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir
hipotetik, berpikir komoinatoral, berpikir divergen, serta latihan metakognisi
(Sadia, 2007).
Menurut Arends dalam Nurhayati pembelajaran seperti ini hanya dapat
terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan
membimbing pertukaran gagasan. Untuk itu perlu didukung oleh sumber belajar
yang memadai bagi peserta didik, alat-alat untuk menguji jawaban atau dugaan,
perlengkapan kurikulum, tersedianya waktu yang cukup, serta kemampuan guru
dalam mengangkat dan merumuskanmasalah agar tujuan tercapai, dan secara
umum selama pembelajaran PBL guru bertindak sebagai fasilitator atau pelatih
metakognitif (Abbas, 2004).
Dalam model PBL, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih
sehingga siswa tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan
masalah tetapi juga metode ilmiah untuk memecahan masalah tersebut. Oleh
sebab itu, siswa tidak saja harus memahami konsep yang relevan dengan masalah
yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang
berhubungan dengan keterampilan menerapkan metode ilmiah dalam pemecahan
masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis.
Maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah adalah
pembelajaran yang berpusat pada siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui
tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
2) Manfaat pembelajaran Problem Based Learning(PBL)
Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran
berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan
kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual, belajar
berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata
atau simulasi, dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri. Menurut
Sudjana manfaat khusus yang diperoleh dari metode Dewey adalah metode
pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas-
tugas, danbukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak
dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya.
3) Ciri-Ciri Pembelajaran Problem Based Learning(PBL)
Nurhadi (2004) mengemukakan bahwa PBL memiliki ciri-ciri sabagai
berikut:
b. Mengajukan pertanyaan atau masalah.
c. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.
d. Penyelidikkan autentik.
e. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya.
f. Kerja sama.

4) Langkah – Langkah Pembelajaran Problem Based Learning(PBL)

Pelaksanaan model PBL terdiri dari lima langkah utama yaitu:

1. Orientasi siswa pada masalah,


2. Pengorganisasian siswa untuk belajar,
3. Penyelidikan individu maupun kelompok,
4. pengembangan dan penyajian hasil,
5. kegiatan analisis dan evaluasi
Model PBL diawali dengan penyajian masalah, kemudian siswa mencari
dan menganalisis masalah tersebut melalui percobaan langsung atau kajian ilmiah.
Melalui kegiatan tersebut aktivitas dan proses berpikir ilmiah siswa menjadi lebih
logis, teratur, dan teliti sehingga mempermudah pemahaman konsep
(Wasonowati, 2014).
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam merancang program
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sehingga proses pembelajaran
benar-benar menjadi berpusat pada siswa (student center) adalah sebagai berikut:
a. Fokuskan permasalahan, sekitar pembelajaran konsep-konsep sains yang
esensial danstrategis.
b. Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi gagasannya melalui
eksperimen atau studi lapangan. Siswa akan menggali data-data yang
diperlukan untuk memecahkan masalah yangdihadapinya.
c. Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengelola data yang mereka miliki
yang merupakan proses latihanmetakognisi.
d. Berikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan solusi- solusi
yang mereka kemukakan. Penyajiannya dapat dilakukan dalam bentuk
seminar atau publikasi atau dalam bentuk penyajianposter (Sadia,2007).
5. Karakteristik pembelajaran Problem Based Learning(PBL)
PBL memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
• Belajar dimulai dengan suatumasalah.
• Memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia
nyata siswa.
• Mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar
disiplinilmu.

• Memberikan tanggung jawab yang besar kepada pembelajar dalam


membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka
sendiri.
• Menggunakan kelompokkecil.
• Menuntut siswa untuk mendemostrasikan apa yang telah mereka
pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja.
Sedangkan menurut Barrows karakteristik pembelajaranProblem Based
Learning (PBL) meliputi:
a. Metode pengajaran yang lebih berbasis siswa dibanding dengan
pengajaran tradisional satuarah.
b. Pembelajaran dilakukan dalam kelompok-kelompokkecil.
c. Guru berfungsi sebagai pengarah ataufasilitator.
d. Persoalan yang diberikan menjadi fokus dan stimuluspembelajaran.
e. Permasalahan yang diberikan menjadi sarana membangun kemampuan
pemecahanmasalah.
f. Informasi baru diperoleh melalui belajarmandiri (Polatdemir, 2008).
6. Kelebihan Pembelajaran Problem based learning (PBL)
Kelebihan penggunaan pembelajaran berdasarkan masalah adalah:
a. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri
menemukan konseptersebut.
b. Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut
keterampilan berpikir siswa yang lebihtinggi.
c. Pengetahuan tertanam berdasarkan skema yang dimiliki siswa sehingga
pembelajaran lebihbermakna.
d. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah-masalah
yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini
dapat meningkatkan motivasi dan keterkaitan pembelajar terhadap bahan
yang dipelajari.
e. Menjadikan siswa lebih mandiri dan lebih dewasa, mampu memberi
aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menenamkan sikap sosial
yang positif diantara pembelajar.
f. Pengkondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi
terhadap pembelajar dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan
belajar pembelajar dapatdiharapkan (Mustaji dan Ketut, 2005).
7. Kelemahan Pembelajaran Problem based learning (PBL)

Kekurangan penggunaan model pembelajaran berdasarkan masalah adalah:


a. Untuk siswa yang malas tujuan dari motede tersebut tidak dapat tercapai.
b. Membutuhkan banyak waktu dandana.
c. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metodeini.
C. Kesetimbangan Kimia
1. Pengertian KesetimbanganKimia
Reaksi kimia dapat berlangsung dalam dua jenis. Ada yang berlangsung
satu arah (irreversibel) dan dua arah (reversibel). Reaksi irreversible merupakan
reaksi yang tidak dapat balik, sedangkan reaksi reversibel terjadi jika produk
suatu sistem kimia bereaksi membentuk zat- zat asli. Dalam reaksi kimia yang
reversibel terdapat suatu kondisi kesetimbangan kimia karena terdapat sepasang
reaksi yang berlawanan yakni reaksi maju dan reaksi yang berlangsung mundur.
Pada saat setimbang terdapat campuran zat reaktan dan zat produk dalam
perbandingan.

2. Reaksi Setimbang

Berikut ini contoh reaksi reversibel dari awal reaksi sampai dengan
tercapainya kondisi reaksi seimbang. Reaksi antara gas N 2 dan gas H2 yang arah
reaksinya ke kanan membentuk gas NH3.
N2(g)+ 3H2(g)→ 2NH3(g)

Ketika bereaksi, konsentrasi N2 dan gas H2 semakin lama semakin


berkurang. Sebaliknya konsentrasi NH3 semakin lama semakin bertambah. Pada
reaksi penguraian penguraian gas NH3 menjadi N2 dan H2,persamaan reaksinya
ditulis sebagai berikut:
2NH3(g)→ N2(g) + 3H2(g)

Pada suatu saat, pembentukan NH3 dan penguraian NH3 memilikilaju yang
sama. Saat itulah suatu keadaan yang dinamakan kesetimbangan. Persamaan

reaksi kesetimbangan ditulis dengan tanda panah bolak-balik (⇌). Jadi,


persamaan reaksi kesetimbangan NH3 ditulis sebagai berikut:

N2(g) + 3H2(g) ⇌2NH3(g)

Jika laju reaksi ke kanan dimisalkan V1 dan laju reaksi ke kiri adalah V2,
pada saat tertentu laju reaksi ke kanan akan tepat sama dengan laju reaksi ke kiri
atau V1 = V2. Pada saat tersebut dikatakan reaksi dalam keadaan setimbang atau
reaksi setimbang.
Kesetimbangan reaksi itu disebut kesetimbangan dinamis dimana dalam
keadaan setimbang reaksi tidak diam (statis), tetai terjadi dua reaksi berlawanan
arah yang memepunyai laju reaksi yang sama.

3. Kesetimbangan Homogen Dan Heterogen

Menurut fase zatnya reaksi kesetimbangan dibagi menjadi dua, yaitu


kesetimbangan homogen dan kesetimbangan heterogen. Kesetimbangan yang
semua komponennya satu fase/sama disebut kesetimbangan homogen, sedangkan
kesetimbangan yang terdiri dari dua fase atau lebih dan tidak sama disebut
kesetimbangan heterogen. Kesetimbangan homogen dapat berupa sistem gas (g)
atau larutan (aq),sedangkan kesetimbangan heterogen umumnya melibatkan
komponen padat-gas atau cair-gas.
Contoh kesetimbangan hmogen antara lain:

N2(g) + 3H2(g)⇌ 2NH3(g)

+
H2O(aq)⇌ H (aq) + OH-(aq)
- +
CH3COOH(aq)⇌ CH3COO (aq) + H (aq)

Contoh kesetimbangan heterogen antara lain:

CaCO3(s)⇌ CaO(s) + CO4(aq)

Ag2CrO4(s)⇌ 2Ag+(aq) + CrO2-(aq)


Adapun ketika tercapai suatu kesetimbangan, dapat dirumuskan suatu
tetapan yang disebut dengan tetapan kesetimbangan (K). Penentuan tetapan
kesetimbangan bergantung pada jenis reaksinya, homogen atau heterogen. Pada
tahun 1864, dua orang ilmuwan berkebangsaan Norwegia, Cato Guldberg dan
Peter Wage berhasil merumuskan hubungan antar konsentrasi zat-zat yang berada
dalam kesetimbangan. Hubungan ini dikenal dengan hukum kesetimbangan atau
hukum aksi massa.
Untuk reaksi kimia pada suhu tertentu, perbandingan hasil kali konsentrasi
zat-zat hasil reaksi (produk) dengan hasil kali konsentrasi zat- zat pereaksi
(reaktan), yang masing-masing dipangkatkan dengan koefisien reaksinya akan
menghasilkan suatu bilangan yang tetap (konstan).
Misalkan reaksi kesetimbangan:

pA + qB ⇌ rC + sD
Maka tetapan kesetimbangan berdasarkan konsentrasi (Kc) untuk reaksi
di atas adalah:

Kc =¿ ¿

Sedangkan tetapan kesetimbangan berdasarkan tekanan (Kp)


untuk reaksi kesetimbangan di atas adalah:

Kp =¿ ¿

4. Pergeseran Kesetimbangan
Keadaan setimbang pada suatu sistem merupakan keadaan yang stabil jika
tidak ada pengaruh dari luar sistem. Jika diberikan suatu pengaruh (aksi) terhadap
kesetimbangan, sistem tersebut akan bergeser menuju kesetimbangan baru. Pada
kesetimbangan baru ini, komponen zat- zat yang terlibat dalam kesetimbangan
berubah dari komposisi semula.
Henry Louis Le Chatelier (1850-1936) seorang ahli kimia berkebangsaan
Prancis mengemukakan hukum pergeseran kesetimbangan yang dikenal dengan
Asas Le Chatelier yang menyatakan bahwa: ”Bila terhadap suatu kesetimbangan
dilakukan tindakan (aksi), maka sistem itu akan mengadakan reaksi yang
cenderung mengurangi pengaruh aksi tersebut”.
a. Pengaruh PerubahanKonsentrasi
Pada suatu sistem kesetimbangan, jika konsentrasi salah satu zat ditambah
maka kesetimbangan akan bergeser dari arah zat yang konsentrasinya ditambah.
Sebaliknya, jika konsentrasi salah satu zat dikurangi maka kesetimbangan akan
bergeser ke arah zat yang konsentrasinya dikurangi.

b. Pengaruh PerubahanVolume

Pada suatu kesetimbangan, jika volume diperbesar maka konsentrasi setiap


zat dalam sistem itu akan berkurang. Sehingga, sistem akan mengadakan reaksi
dengan menggeser kesetimbangan ke arah zat jumlah koefisiennya lebih besar.

c. Pengaruh Perubahan Tekanan.

Pada suatu sistem kesetimbangan, jika tekanan diperbesar maka volume


menjadi lebih kecil. Dengan demikian, konsentrasi setiap zat pada kesetimbangan
itu akan bertambah. Hal itu akan mengakibatkan kesetimbangan bergeser ke arah
zat yang jumlah koefisiennya lebihkecil.

d. Pengaruh Perubahan Temperatur


Setiap perubahan temperatur akan mengakibatkan perubahan kalor. Pada
reaksi kesetimbangan, apabila temperatur diubah makaakanterjadi pergeseran
kesetimbangan. Untuk itu, selalu ditetapkan ∆H agar diketahui apakah reaksi itu
eksoterm atau endoterm. Pada suatu sistem kesetimbangan, jika temperatur
dinaikkan maka sistem akan mengadakan reaksi dengan cara menyerap
kalor, sehingga kesetimbangan bergeser ke arah reaksi eksoterm. Sebaliknya,
jika temperatur diturunkan maka sistem akan melepaskan kalor dan
kesetimbangan bergeser ke arah reaki eksoterm.
e. Pengaruh Katalis.
Katalis tidak menyebabkan kesetimbangan bergeser, melainkan hanya
mempercepat tercapainya kesetimbangan. Hal itu karena katalis mempercepat laju
reaksi, baik ke kiri maupun ke kanan dengan pengaruh yang sama (Purba, 2000).

2.2 Kerangka Berfikir


Pembelajaran di kelas merupakan suatu kegiatan yang diharapkan dapat
melibatkan peran kedua belah pihak. Dalam hal ini melibatkan peranserta antara
guru dan siswa. Guru sebagai pengajar dan siswa sebagai subjekbelajar, dituntut
adanya profil kualifikasi tertentu dalam hal pengetahuan,kemampuan, sikap, dan
tata nilai agar proses itu dapat berlangsung dengan efektif dan efisien. Sehingga
dalam proses belajar mengajar terjadi interaksidari kedua belah pihak yang
menjadikan kondisi belajar menjadi kondusif.Tetapi pada praktiknya dilapangan
tidak terjadi hal yang demikian, karenakebanyakan dari guru hanya menjadikan
siswa sebagai objek pada saatpembelajaran. Halinilah yang menyebabkan
kurangnya motivasi dan rendahnya prestasi belajaryang dihasilkan siswa.
Perlu adanya penggunaan metode pembelajaran yang tepat dalam
meningkatkan hasil belajar siswa. Guru hendaknya dapatmelakukan berbagai
metode pembelajaran yang dapat menarik minat siswadalam proses pembelajaran.
Metode tersebut dapat disesuaikan dengankeadaan dan kemampuan individual
dari setiap siswa. Salah satu metodeyang dapat digunakan agar dapat
meningkatkan minat siswa dalam mengikutipembelajaran yaitu metode
pembelajaran problem based learning. Dalam metode ini guru hanya menjadi
fasilitator dan motivator, sehingga siswa akanikut terlibat dalam proses
pembelajaran. Seperti dalam kegiatan diskusi kelompok dan presentasi, hal
tersebut tentu akan menarik minat siswa karena siswa tidak akan merasa jenuh
ketika melakukan pelajaran di dalam kelas.Pada kegiatan tersebut akan terjadi
interaksi antar siswa yang dapat membuatsiswa semakin termotivasi dalam
melakukan pembelajaran yang tentunyaakan berimbas pula terhadap hasil belajar
siswa. Penerapan metode pembelajaran problem based learning diharapkan dapat
meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa.

2.3 HIPOTESIS
a. Hipotesis Verbal
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan pada hasil belajar siswa menggunakan
model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) terhadap hasil belajar
siswa pada materi Kesetimbangan Kimia di kelas XI Semester I SMA
Negeri 1 Sidamanik T.P 2017/2018.
Ha : Ada pengaruh yang signifikan pada hasil belajar siswa menggunakan model
pembelajaran PBL (Problem Based Learning) terhadap hasil belajar siswa
pada materi Kesetimbangan Kimia di kelas XI Semester I SMA Negeri 1
Sidamanik T.P 2017/2018.
b. Hipotesis Statistik
Ha : μ1≠ μ2
Ho : μ1= μ2

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Sidamanik, yang beralamat di Jl.
Besar Sidamanik, Kec. Sidamanik, Kab. Simalungun. Penelitian ini akan
dilaksanakan pada bulan November 2018 sampai Desember 2018 semester ganjil.
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalahseluruh siswa kelas XI IPA semester I
SMA Negeri 1 Sidamanik yang berjumlah 4 kelas sebanyak 140 orang siswa.
Pengambilan sampel dilakukan secara cluster random sampling dimana setiap
kelas memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian. Sampel
yang diambil sebanyak dua kelas dan yang terpilih yakni kelas XI IPA-1 (kelas
eksperimen) dan kelas XI IPA-2 (kelas kontrol) dengan jumlah siswa 35 orang
tiap kelas.

3.3 Variabel Penelitian


Variabel dalam penelitian ini ditinjau dari peranannya, terdiri atas variabel
bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah pembelajaran menggunakan
model pembelajaran PBL (Problem Based Learning). Sedangkan variabel terikat
dalam penelitian ini adalah hasil belajar kimia siswa.

3.4 Instrumen Penelitian


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar dan
lembar observasi hasil belajar.
a. Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa
terhadap pelajaran kimia. Tes hasil belajar ini berupa soal essay sebanyak 10 soal.
Tes ini diberikan sebelum dan setelah proses pembelajaran.
b. Observasi
Observasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana
tingkat ketercapaian proses pembelajaran siswa dengan menggunakan model
pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) dalam hal ini yang
diobservasi adalah siswa dan guru.

3.5 Uji Coba Instrumen


Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini sebelumnya diuji
cobakan terlebih dahulu kepada responden di luar kelas eksperimen dan kelas
kontrol untuk mengetahui syarat-syarat suatu tes yang baik seperti daya pembeda,
tingkat kesukaran, validitas, dan reliabilitas.
Uji Validitas Isi (Content Validity)
Menurut Silitonga (2011) content validity adalah menelaah instrumen tes
dari segi teknis, isi, dan editorial. Menelaah dari segi teknis dimaksudkan sebagai
penelaahan instrumen berdasarkan prinsip-prinsip pengukuran dan format
penulisan. Menelaah dari segi isi dimaksudkan sebagai penelaahan terhadap
kelayakan pengetahuan yang dinyatakan. Dan yang terakhir yaitu menelaah dari
segi editorial adalah penelaahan yang berkaitan dengan penggunaan Bahasa
Indonesia yang baik dan benar menurut Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
N ∑ XY −( ∑ X )( ∑ Y )
r XY =
2
√ { N ∑ X −( ∑ X ) } ¿ ¿ ¿
2

Dalam penelitian ini, untuk validasi instrumen tes hasil belajar cukup dengan
validitas isi (content validity) yang dilakukan dengan cara expert judgement
(pertimbangan dan saranpara ahli). Peneliti menyiapkan kisi-kisi instrumen tes
hasil belajar sesuai dengan tujuan instruksional khusus. Kemudian peneliti
memilih validator ahli untuk selanjutnya akan di analisis per butir soal oleh
validator ahli.
Reliabilitas Tes
Uji realibilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah
alat ukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsistensi jika pengukuran
tersebut diulang. Reabilitas soal dapat dicari dengan rumus yang ditemukan oleh
Kuder dan Rhicoderson yaitu: KR-21.

K S2 −∑ pq 2
r 11= ( K−1 )( S2 ) dan
2
∑X 2

(∑ X )
N
S=
N

Dimana :
r11 = Reabilitas soal secara keseluruhan
K = Banyaknya butir soal atau item dalam tes
X́ = Skor rata-rata
S2 = Varians semua tes
N = Banyaknya sampel
Jika rhitung> rtabel untuk taraf nyata α = 0,05 dapat disimpulkan bahwa tes
tersebut reliabel.
Daya Pembeda Soal
Daya pembeda soal dimaksudkan untuk membedakan antara siswa yang
berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang
menunjukkan besarnya daya pembeda soal disebut indeks diskriminasi, disingkat
dengan D, dimana rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
B A BB
D= −
J A JB
Dimana :
D =Indeksdiskriminasi
JA = Banyaknya peserta kelompok atas
JB = Banyaknya peserta kelompok bawah
BA = Banyak kelompok atas yang menjawab benar
BB = Banyaknya kelompok bawah yang menjawab benar

Dengan klasifikasi daya pembeda soal sebagai berikut :


D = 0,00 sampai 0,20 dikategorikan jelek.
D = 0,21 sampai 0,40 dikategorikan cukup.
D = 0,41 sampai 0,70 dikategorikan baik.
D = 0,71 sampai 1,00 dikategorikan sangat baik. (Arikunto, 2012)
3.6 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara tes dan nontes. Tes berupa
pretest dan postest dengan menggunakan soal essay untuk mengetahui penguasaan
konsep siswa. Non tes berupa lembar observasi, untuk mengamati aktivitas siswa
dan guru ketika proses pembelajaran berlangsung. Data observasi aktifitas siswa
digunakan untuk menganalisis keterlaksanaan model pembelajaran berdasarkan
masalah (Problem Based Learning) yang diterapkan. Data observasi aktifitas guru
untuk melihat cara mengajar guru ketika proses pembelajaran dengan menerapan
model pembelajaran PBL.

3.7 Teknik Analisis Data

Menganalisis data merupakan suatu cara yang digunakan untuk


menguraikan data yang diperoleh agar dapat dipahami bukan hanya oleh orang
yang meneliti, tetapi juga oleh orang lain yang ingin mengetahui hasil penelitian.

Uji Normalitas

Uji normalitas (Arikunto, 2012) bertujuan untuk melihat apakah sampel


berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Untuk uji normalitas
digunakan Chi Kuadrta (x2). Adapun Langkah-langkah yang harus dilakukan
dalam menggunakan uji normalitas Chi Kuadrta (x2) sebagai berikut:
1. Menentukan jumlah kelas interval
2. Menentukan panjang kelas interval (PK) dengan rumus:
dataterbesar−data terkecil
panjang kelas=
6
3. Menyusun data kedalam table penolong untuk menentukan harga chi
kuadrat hitung.

Tabel 3.2 Tabel Penolong Uji Normalitas (Arikunto, 2012)


Inteval Fo Fh Fo – Fh (Fo-Fh)2 (Fo−Fh)2
(dibulatkan) Fh

Jumlah X2= …?

4. Membandingkan harga chi kuadrat hitung (X2) dengan harga chi kuadrat
table maka pada ɑ = 0,05 dengan db = 5. Jika uji chi kuadrat hitung (X2) <
harga chi kuadrat table maka data tersbut berdistribusi normal.

Uji Homogenitas
Jika dalam uji normalitas diperoleh data berdistribusi normal, maka
selanjutnya dilakukan uji homogenitas. Uji Homogenitas pada prinsipnya ingin
menguji apakah sebuah grup (data kategori) mempunyai varians yang sama
diantara anggota grup tersebut (Silitonga, 2011). Jika varians sama, dikatakan ada
homogenitas. Sedangkan varians tidak sama, dikatakan terjadi heterogenitas.
Kesamaan varians diuji dengan hipotesis sebagai berikut:
varians terbesar
F=
varians terkecil
Dengan kriteria pengujian sebagai berikut:
 Jika Fhitung< Ftabel maka Ho diterima
 Jika Fhitung ≥ Ftabel maka Ho ditolak
Uji Hipotesis
Uji Hipotesis (Silitonga, 2011)digunakan untuk menguji apakah
kebenarannya dapat diterima atau ditolak dengan menggunakan uji t pihak kanan
sebagai berikut:
( X 1− X 2 )
t hitung =
S 21 S 22
√ +
n1 n2
Dimana: X 1 = nili rata-rata gain ternormalisasi kelas eksperimne
X 2 = nilai rat-rata gain ternormalisasi kelas kontorl
n1 = jumlah anggota sampel kelas eksperimen
n2 = jumlah anggota sampel kelas control
S1 = standar deviasi kelas eksperimen
S2= standar deviasi kelompok kelas control
Uji t dilakukan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar kelas eksperimen
dan kelas control.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Nurhayati. (2004)Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem


Based Instruction) dalam Pembelajaran Matematika di SMU. Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, Vol 10 (5).

Arikunto, Suharsimi, dkk. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Barell, John. (2007). Problem Based Learning An Inquiry Approach. California: Corwin
press.

Feronika, Tonih, dkk. (2008). Strategi Pembelajaran Kimia, Jakarta: FITK UIN.

Handayanti,Yuli, Wahyu Sopandi, dan Asep Kadarohman. (2016). Profil Kemampuan


Berinkuiri Siswa SMA Pada Topik Pengaruh Perubahan Suru Terhadap
Kesetimbangan Kimia. Jurnal Tadris Kimiya. Vol 1 (2) : 38-46.
Hasbullah. (2006). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Bandung: Raja Gravindo persada.

Mustaji dan Ketut Arthana. (2005). Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah untuk
Mengembangkan Kemampuan Mahasiswa dalam Memecahkan Masalah. Laporan
Penelitian Surabaya: Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Universitas Negeri Surabaya.

Nurhadi. (2004). Kurikulum 2004 (Pertanyaan dan Jawaban). Jakarta: PT Gramedia


Widiasarana Indonesia.

Polatdemir, Erkan. Pembelajaran dengan Permasalahan (Problem Based Learning) dan Fisika
Kuantum. Jurnal Republik Pusat Sain dan Matematika, Kharismabangsa.

Pujiriyanto. (2005). Pembelajaran Animasi Komputer Menggunakan Metode Experiental


Learning, Problem Based Solving dan Goal Scenario Based Learning. Majalah
Ilmiah Pembelajaran, Vol 1 (1).

Purba, Michael. (2000). Kimia Untuk SMU Kelas 2 Jilid 2A, Jakarta: Erlangga,

Purwanto, Ngalim. (1987). Pengantar Psikologi. Bandung : Remaja Karya.


Rusyan, Tabrani, Atang Kusdinar, dan Zainal Arifin. (1992). Pendekatan Dalam Proses
Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Karya,
Sadia, I Wayan,.dkk., (2007) Pengembangan Model dan Perangkat Pembelajaran Untuk
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis (Critical Thinking Skills) Siswa Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Buleleng: Lembaga
Penelitian Universitas Pendidikan Ganesha.

Sadia, I Wayan. (2007) Pengembangan Kemampuan Berpikir Formal Siswa SMA Melalui
Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Cycle Learning dalam
Pembelajaran Fisika. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Jakarta, No. 1
Th.XXXX .

Setyorini,U., S.E. Sukiswo., B. Subali. (2011). Penerapan Model Problem Based Learning
untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa SMP. Jurnal Pendidikan
Fisika Indonesia 7: 52-56.
Silitonga, P.M. (2011). Metodologi Penelitian Pendidikan. Medan: Unimed Press.

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka
Cipta

Sudjana, Nana. (1990). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosda
Karya.

Syah , Muhibbin. (2004). Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Tohirin. (2005). Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta : PT.Raja Grafindo
Persada.

Waluyo, H.Y., Baderi, H. Warkitri, Eddy Legowo, Sutarno. (1987). Penilaian Pencapaian
Hasil Belajar Jakarta : Karunika UnivesitasTerbuka.

Wasonowati, R.R.T.,dkk.(2014). Penerapan Model Problem Based Learning(PBL)


PadaPembelajaran Hukum-Hukum Dasar Kimia Ditinjau dari Aktivitas dan Hasil
Belajar SiswaKelas X IPA SMA NEGERI 2 SURAKARTA Tahun Pelajaran
2013/2014. Jurnal Pendidikan Kimia, Vol 3 (3) : 66-75.
Wulandari, A.dan Eli R. (2017). Pengaruh Penerapan Metode Eksperimen Berbasis Problem
Based Learning terhadap Sikap Ilmiah dan Prestasi Belajar Kimia. Jurnal
Pembelajaran Kimia, Vol. 6 (1).

Anda mungkin juga menyukai