Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beberapa penelitian terhadap pembelajaran kimia menunjukkan bahwa

sebagian besar siswa SMA mengalami kesulitan dalam memahami konsep-kosep

kimia. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Gustie (2009) menyebutkan

beberapa penyebab kesulitan belajar kimia yang dialami siswa, diantaranya: sifat

ilmu kimia yang abstrak, konsep kimia yang dipelajari sangat banyak dan

berurutan, serta rendahnya kemampuan siswa dalam operasi matematik.

Menurut Gustie (2009), pada umumnya siswa dalam memahami materi

pelajaran kimia cenderung belajar dengan menghafal dari pada memahami konsep

materi tersebut. Hal ini menyebabkan sebagian besar konsep-konsep pelajaran

kimia menjadi konsep yang abstrak bagi siswa, bahkan mereka tidak dapat

mengenali konsep-konsep kunci atau hubungan antar konsep yang diperlukan

untuk memahami konsep tersebut. Siswa tidak memiliki pemahaman konsep-

konsep kimia yang bersifat dasar pada awal mereka mempelajari ilmu kimia. Hal

ini mengakibatkan pemahaman siswa yang diperoleh di sekolah cenderung sebatas

pemahaman teori tanpa pemahaman dalam kehidupan nyata.

Salah satu materi pelajaran kimia yang konsepnya bersifat abstrak dan

berurutan adalah kelarutan dan tetapan hasil kali kelarutan. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Gustie (2009) dan Nisak (2010), menyebutkan bahwa siswa

mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep materi kelarutan dan

tetapan hasil kali kelarutan. Menurut Gustie (2009), siswa mengalami kesulitan

dalam memahami dan menentukan kelarutan, diantaranya siswa menganggap


1
2

bahwa kelarutan terjadi pada larutan lewat jenuh, siswa tidak dapat membedakan

larutan jenuh dan lewat jenuh, siswa tidak memahami makna harga Ksp. Di

samping itu, siswa mengalami kesulitan dalam memahami dan menentukan hasil

kali kelarutan, diantaranya siswa tidak dapat menyetarakan persamaan reaksi,

siswa tidak dapat menentukan jumlah zat yang membentuk larutan jenuh, siswa

tidak memangkatkan konsentrasi dengan koefisien. Tidak adanya pemahaman

yang utuh mengenai makna Ksp menyebabkan siswa kesulitan dalam meramalkan

reaksi pengendapan berdasarkan hasil kali kelarutan. Sejalan dengan penelitian

yang dilakukan Gustie (2009), Nisak (2010) menyebutkan bahwa siswa

mengalami kesulitan dalam memahami dan menentukan kelarutan zat di dalam

larutan yang mengandung ion senama. Hal ini disebabkan siswa tidak memahami

pengaruh ion senama terhadap sistem kesetimbangan larutan. Selain itu, siswa pun

tidak memahami hubungan pH dengan konsentrasi ion-ion di dalam larutan.

Johnstone (1982 dalam Chittleborough, 2004) mengungkapkan bahwa

ilmu kimia menyangkut tiga level representasi, yaitu level makroskopik,

submikroskopik dan simbolik. Pembelajaran kimia yang tidak mempertautkan

ketiga level representasi kimia menyebabkan konsep kimia menjadi sulit dipahami

oleh siswa Ketiga aspek representasi kimia mengandung informasi konsep-

konsep yang saling berhubungan. Menghubungkan ketiga representasi ini dalam

menjelaskan ilmu kimia akan memberikan kontribusi terhadap pemahaman siswa

yang tergambar dalam model mental individu mereka tentang fenomena kimia

yang terjadi. Menurut Wu (2000), hubungan antara aspek makroskopik,

mikroskopik, simbolik, interaksi di dalam kelas dan pengalaman sehari-hari dapat

membantu siswa dalam membangun pemahamannya terhadap suatu pengetahuan,


3

sehingga siswa dapat memahami fenomena-fenomena yang terjadi dalam

kehidupan sehari-hari.

Pada kenyataannya, pembelajaran kimia umumnya belum menghidupkan

ketiga level representasi kimia serta belum adanya keterkaitan antar aspek secara

utuh. Hal ini dibuktikan dengan data beberapa penelitian sebagai berikut: Aspek

simbolik lebih mendominasi di dalam pembelajaran, sehingga siswa cenderung

untuk menghafal rumus dan berhitung tanpa didukung pemahaman konsep yang

benar. Banyak siswa kesulitan untuk memahami reaksi kimia dan simbol kimia

(Dori, 2003). Akibatnya, banyak siswa yang mengalami kesulitan di dalam belajar

kimia.

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya siswa yang

performanya bagus dalam ujian mengalami kesulitan dalam ilmu kimia akibat

ketidakmampuan memvisualisasikan struktur dan proses pada level

submikroskopik dan tidak mampu menghubungkannya dengan level representasi

kimia yang lain. (Devetak, 2004; Chittleborough & Tregust, 2007; Orgill,

MaryKay & Sutherland, 2008).

Studi kasus yang dilakukan Sopandi (2007) terhadap siswa SMA

menunjukkan siswa sulit merepresentasikan level submikroskopik. Diduga

kesulitan tersebut akibat kurang dikembangkannya representasi level

submikroskopik melalui visualisasi yang tepat pada pembelajaran. Dugaan

tersebut diperkuat kenyataan pengamatan di lapangan dan kajian literatur bahwa

umumnya guru membatasi pada level representasi makroskopik dan simbolik

dalam pembelajaran dengan harapan siswa dapat mengembangkan model dunia

molekular dengan sendirinya.


4

Umumnya pembelajaran kimia hanya membatasi pada dua level

representasi, yaitu makroskopik dan simbolik. Level submikroskopik dipelajari

terpisah dari dua tingkat berpikir lainnya, siswa diharapkan dapat

mengintegrasikan sendiri dengan melihat gambar-gambar yang ada dalam buku

tanpa pengarahan dari guru. Siswa cenderung hanya menghafalkan representasi

sub mikroskopik dan simbolik yang bersifat abstrak (dalam bentuk deskripsi kata-

kata) akibatnya tidak mampu untuk membayangkan bagaimana proses dan

struktur dari suatu zat yang mengalami reaksi (Farida, 2009).

Berdasarkan masalah-masalah yang dipaparkan tersebut, pada penelitian

sebelumnya telah dibuat suatu strategi pembelajaran intertekstual yang

membangun ketiga representasi kimia yang utuh pada pokok bahasan kelarutan

dan tetapan hasil kali kelarutan. Untuk mengetahui implementasi strategi

pembelajaran tersebut, diperlukan penelitian untuk implementasi strategi

pembelajaran intertekstual pada pokok bahasan kelarutan dan tetapan hasil kali

kelarutan.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Bagaimana

implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada pokok bahasan kelarutan

dan tetapan hasil kali kelarutan dan bagaimana pengaruhnya terhadap peningkatan

penguasaan konsep dan motivasi belajar siswa?”

Berdasarkan masalah tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan

penelitian sebagai berikut:


5

1. Bagaimana implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada pokok

bahasan kelarutan dan tetapan hasil kali kelarutan?

2. Bagaimana peningkatan penguasaan konsep siswa melalui strategi

pembelajaran intertekstual pada pokok bahasan kelarutan dan tetapan hasil

kali kelarutan?

3. Bagaimana pengaruh strategi pembelajaran intertekstual pada pokok bahasan

kelarutan dan tetapan hasil kali kelarutan terhadap motivasi belajar siswa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah

mengimplementasikan strategi pembelajaran intertekstual pada pokok bahasan

kelarutan dan tetapan hasil kali kelarutan, serta mengetahui pengaruhnya terhadap

peningkatan penguasaan konsep dan motivasi belajar siswa. Adapun tujuan dari

penelitian secara khusus dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Mengimplementasikan strategi pembelajaran intertekstual pada pokok

bahasan kelarutan dan tetapan hasil kali kelarutan.

2. Mengetahui peningkatan penguasaan konsep siswa melalui strategi

pembelajaran intertekstual pada pokok bahasan kelarutan dan tetapan hasil

kali kelarutan.

3. Mengetahui pengaruh strategi pembelajaran intertekstual pada pokok bahasan

kelarutan dan tetapan hasil kali kelarutan terhadap motivasi belajar siswa.
6

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak

kalangan. Adapun manfaat dari peneltian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengalaman belajar dan

mengajar kimia, khususnya pada materi kelarutan dan tetapan hasil kali

kelarutan.

2. Penelitian ini memberikan pengalaman belajar intertekstual bagi siswa.

Di samping itu, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan

penguasaan konsep siswa, dan menumbuhkan motivasi belajar kimia.

3. Memberikan alternatif strategi pembelajaran kimia bagi guru, yaitu

dengan strategi pembelajaran intertekstual.

4. Memberikan informasi mengenai gambaran pembelajaran intertekstual

pada pokok bahasan Kelarutan dan Tetapan Hasil Kali Kelarutan bagi

peneliti selanjutnya.

E. Penjelasan Istilah

1. Strategi Pembelajaran adalah meliputi rencana, metode dan perangkat

kegiatan yang direncanakan untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu.

(David, 1976).

2. Strategi Pembelajaran Intertekstual adalah strategi pembelajaran kimia

yang memberikan pengalaman belajar siswa agar mampu mempertautkan

antara representasi kimia (makroskopik, sub-mikroskopik dan simbolik),

pengalaman hidup sehari-hari dan kejadian-kejadian di dalam kelas. (Wu,

2003).
7

3. Representasi kimia adalah suatu hal yang mengacu pada konten kimia.

kimia menyangkut tiga level, yaitu level makroskopik, sub-mikroskopik dan

simbolik. (Johnstone (1982) dalam Chittleborough (2004)).

4. Level makroskopik adalah fenomena yang berhubungan dengan kimia yang

benar-benar dapat diamati termasuk di dalamnya pengalaman setiap hari

(Johnstone (1982) dalam Chittleborough (2004)).

5. Level submikroskopik adalah suatu fenomena yang berhubungan dengan

kimia yang tidak dapat dilihat secara langsung seperti elektron, molekul, atom

(Johnstone (1982) dalam Chittleborough (2004)).

6. Level simbolik adalah suatu representasi dari fenomena yang berhubungan

dengan kimia menggunakan media yang bervariasi termasuk di dalamnya

model-model, gambar-gambar, aljabar dan bentuk komputansi (Johnstone

(1982) dalam Chittleborough (2004)).

Anda mungkin juga menyukai