PROPOSAL
PENGARUH GAYA BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR
TERHADAP HASIL BELAJAR MAHASISWA SEMESTER VI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA UNIVERSITAS KATOLIK
WIDYA MANDIRA KUPANG
Oleh :
KELOMPOK 1:
1. GEMA GALGANI R. MORUK (15117002)
2. KRISTIANI MIRA (15117040)
3. KAROLINA S. TOLO (15117030)
4. LEONARDUS RIVANDRI KARTONO(15117029)
5. YULIANA KURNYATI (15117007)
PENDAHULUAN
Sebagian besar peserta didik termasuk mahasiswa menganggap ilmu kimia cukup sulit
dipelajari karena bersifat abstrak, kompleks, dan terlalu simbolik, sehingga muncul sikap
negatif bahwa pembelajaran kimia membosankan (Hilton, 2008; Sirhan, 2007; Wang, 2007;
Chittleborough, 2004; Pinarbasi & Canpolat, 2003; Stocklmayer & Gilbert, 2002; Marais &
Jordaan, 2000). Beberapa penelitian terkait pemahaman peserta didik terhadap beberapa
konsep inti kimia menunjukkan berkembangnya berbagai konsepsi alternatif. Konsep
struktur atom didominasi oleh model Bohr (Adbo & Taber, 2009) dan pemahaman mereka
tidak sampai kepada model mekanika kuantum karena terhambat oleh threshold concept
probabilitas dan kuantisasi energi (Park & Light, 2009). Dalam kimia karbon, muncul
kesulitan dalam mengartikulasikan konsepsi mereka tentang gugus fungsi dan tidak adanya
pemikiran yang berorientasi pada proses ketika membuat definisi (Strickland, et al., 2010).
31
Dalam ikatan kimia, lebih disukai konsep-konsep yang sederhana dan realistis, serta tidak
terbiasa menggunakan sejumlah model untuk menjelaskan suatu konsep tertentu pada saat
yang sama (Coll, 2008).
Berbagai upaya untuk mereduksi sifat abstrak dan kompleks ilmu kimia telah dilakukan,
diantaranya melalui penggunaan model, analogi dan metafora (Kermen & Méheut, 2009;
Clement & Ramirez, 2008; Reese, 2008; Chittleborough & Treagust, 2007). Namun,
kesulitan dalam memahami konsep kimia sampai sekarang belum dapat diatasi sepenuhnya.
Ketika pendidik berupaya menyederhanakan konsep melalui analogi, model, dan metafora,
seringkali tidak diikuti dengan penjelasan ruang lingkup dan keterbatasannya, sehingga
konsepsi yang dibangun oleh peserta didik berbeda dengan ilmuwan (Adbo & Taber, 2009).
Sebagai contoh, ketika dosen menggunakan analogi untuk memahamkan suatu konsep, tidak
diikuti dengan penjelasan bahwa perilaku benda besar sangat jauh berbeda dengan perilaku
benda kecil seperti atom atau molekul. Apabila hal ini tidak ditekankan maka penggunaan
analogi akan berpotensi memunculkan berbagai konsepsi alternatif pada mahasiswa.
Penggunaan model, analogi dan metafora harus memperhatikan fakta bahwa sebelumnya
setiap mahasiswa telah memiliki konsepsi alternatif yang beragam, sehingga harus ada
perlakuan yang bersifat individual disamping secara berkelompok dalam proses perkuliahan.
VanDriel, et al. (1998) menyatakan bahwa seorang pendidik harus memiliki pengetahuan
terhadap konsepsi alternatif peserta didik dan sumbernya, dan kemudian merancang
representasi dan pengalaman belajar berdasarkan konsepsi alternatif tersebut. Sirhan (2007)
menyatakan bahwa untuk menghindari kebingungan dan salah paham, pendidik harus
menghubungkan setiap topik baru dengan segala macam gagasan yang sudah tersimpan
dalam memori jangka panjang. Vosniadou & Ioannides (1998) juga berpendapat bahwa teori
belajar sains harus memperhitungkan perkembangan konsepsi alternatif individu serta
faktor-faktor situasional dan budaya yang memfasilitasi perkembangan tersebut.
Penelitian Lin & Chiu (2010) dengan jelas menyatakan kegagalan pendidik membuat
antisipasi yang baik terhadap peserta didik karena tidak memiliki pemahaman terhadap
konsepsi alternatif dan sumber-sumbernya, yang kemudian berpotensi menimbulkan
mismatch terhadap antisipasi yang dilakukannya selama perkuliahan. Oleh karena itu,
mereduksi sifat abstrak dan komplek ilmu kimia harus senantiasa memperhatikan konsepsi
alternatif yang dimiliki peserta didik sebelum proses perkuliahan dilakukan, sehingga
pendidik dapat memberikan pedoman yang lebih tepat untuk membantu peserta didik dalam
mengkonstruksi konsep baru berdasarkan kerangka konseptual yang sudah ada. Sirhan
(2007) menyarankan pentingnya memperjelas atau mengoreksi konsep yang sudah ada
32
dalam memori jangka panjang dengan melakukan pembelajaran yang mendasar sebelum
menambahkan pengalaman belajar yang baru, karena banyak peserta didik yang datang ke
dalam kelas dengan gagasan yang salah, membingungkan, bahkan tidak lengkap. Lebih
lanjut, Sirhan (2007) juga menyarankan pendidik harus menyajikan materi dalam cara-cara
yang konsisten dengan pola belajar manusia, terutama masalah keterbatasan memori kerja.
Proses belajar harus memungkinkan untuk pengembangan hubungan antara "puzzle"
pengetahuan. Pendidik harus menghubungkan antar konsep sehingga peserta didik dapat
membuat satu kesatuan yang utuh dari ide-ide kunci Konsepsi mahasiswa secara utuh
tentang kimia dan interkoneksi antar konsep dapat diketahui dengan cara mengeksplorasi
model mentalnya. Model mental merupakan representasi internal individu dari suatu objek,
gagasan, pengalaman, gambaran, model, dan sumber-sumber lain yang ada dalam pikiran
mahasiswa. Model mental peserta didik termasuk mahasiswa berperan penting dalam
memberi alasan, menjelaskan, memprediksi, menguji ide baru dan menyelesaikan suatu
masalah (Jansoon, 2009; Wang, 2007; Chittleborough, 2004; Bodner & Domin, 2000).
Pemahaman model mental mahasiswa sebelum proses perkuliahan sangat membantu dosen
dalam merancang metode perkuliahan yang akan diterapkan. Setiap mahasiswa telah
memiliki model mental awal yang berbeda-beda, namun dosen dapat mengelompokkan
mahasiswa tersebut ke dalam beberapa kelompok, berdasarkan kemiripan karakteristik dan
pola model mental awal. Cool & Treagust (2003) mengelompokkan model mental ke dalam
model mental target, model mental konsensus, dan model mental alternatif, sedangkan Adbo
& Taber (2009) mengelompokkan ke dalam model pembelajaran, model ilmiah dan model
alternatif. Lin & Chiu (2010) mengelompokkan model mental ke dalam model ilmiah, model
fenomena, model karakter simbol dan model inferensi. Jansoon, et al. (2009)
mengelompokkan model mental ke dalam model makroskopik, sub-mikroskopik dan
simbolik.
Selama ini, pemanfaatan hasil eksplorasi model mental masih sebatas pada alat untuk
mengevaluasi dan melihat konsistensi konsepsi mahasiswa serta mengidentifikasi threshold
concept dan menganalisis troublesomeness suatu konsep. Belum ditemukan penelitian yang
mengaitkan antara hasil eksplorasi model mental mahasiswa dengan proses perkuliahan
yang akan dilakukan oleh dosen. Oleh karena itu perlu dikembangkan model perkuliahan
berdasarkan model mental awal yang telah dimiliki oleh mahasiswa. Hasil kajian
pengalaman lapangan memunculkan dugaan kuat, bahwa model mental mahasiswa calon
guru kimia sangat dipengaruhi oleh motivasi belajar, gaya belajar dan kemampuan berpikir
logis. Menurut Franco & Colinvaux (2000) model mental bersifat dinamis dan
berkelanjutan, generatif, melibatkan pengetahuan tersembunyi, serta dibatasi oleh world-
33
view mahasiswa. Sifat dinamis dan berkelanjutan menyebabkan model mental akan
mengalami modifikasi bila ada informasi baru yang didapatkan. Model mental bersifat
generatif artinya dapat mengarahkan mahasiswa kepada informasi baru dan
memanfaatkannya untuk meramalkan dan memberikan penjelasan.
Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid dalam
menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berpikir, dan memecahkan soal. Tidak
semua orang mengikuti cara yang sama. Masing-masing menunjukkan perbedaan, namun
para peneliti dapat menggolong-golongkannya. Gaya belajar ini berkaitan erat dengan
pribadi seseorang, yang tentu dipengaruhi oleh pendidikan ddan riwayat perkembangannya
(Nasution, 2010:94). Bagaimana sebuah informasi dapat diterima dengan baik oleh anak
didiknya. Jadi antara gaya mengajar dosen dan gaya belajar anak didik adalah dua hal yang
sangat berkaitan, saling mendukung satu dengan yang lain. Berdasarkan teori belajar yang
dikemukan oleh Gagne (1970) bahwa keterampilan intelektual tingkat tinggi dapat
dikembangkan melaui pemecahan masalah yaitu tipe belajar paling tinggi.
Menurut DePorter dan Hernacki (1999), gaya belajar adalah kombinasi dari menyerap,
mengatur, dan mengolah informasi. Secara umum, gaya belajar dikelompokkan berdasarkan
kemudahan dalam menyerap informasi (perceptual modality), cara memproses informasi
(information processing), dan karakteristik dasar kepribadian (personality pattern).
Pengelompokan berdasarkan perceptual modality didasarkan pada reaksi individu terhadap
lingkungan fisik dan cara individu menyerap data secara lebih efisien. Pengelompokan
berdasarkan information processing didasarkan pada cara individu merasa, memikirkan,
memecahkan masalah, dan mengingat informasi. Sedangkan pengelompokan berdasarkan
personality pattern didasarkan pada perhatian, emosi, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh
individu.DePorter dan Hernacki (1999) mengemukakan tiga jenis gaya belajar berdasarkan
modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi (perceptual modality).
Ketiga gaya belajar tersebut adalah gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik. Orang
yang memiliki gaya belajar visual, belajar dengan menitikberatkan ketajaman penglihatan.
Artinya, bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar mereka paham. Orang
yang memiliki gaya belajar auditory, belajar dengan mengandalkan pendengaran untuk bisa
memahami sekaligus mengingatnya. Karakteristik model belajar ini benar-benar
menempatkan pendengaran sebagai alat utama untuk menyerap informasi atau pengetahuan.
Artinya, untuk bisa mengingat dan memahami informasi tertentu, yangbersangkutan
haruslah mendengarnya lebih dulu. Orang yang memiliki gaya belajar kinestetik,
mengharuskan individu yang bersangkutan menyentu sesuatu yang memberikan informasi
tertentu agar ia bisa mengingatnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi mahasiswa
Dengan gaya belajar dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar, Serta
meningkatkan kemampuan penalaran dibidang ilmu kimia
b. Bagi Pendidik
Dengan gaya belajar dapat meningkatkan kemampuan pendidik dalam memilih
gaya belajar yang sesuai, serta dapat memudahkan pendidik dalam proses
pembelajaran sehingga meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Belajar
2.1.1 Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan siswa baik dilembaga formal atupu
informal dengan tujuan memberikan pengetahuan dan perubahan tingkah laku kearah
yang lebih baik dari sebelumnya. Menurut Purwanto (2008:39) belajar adalah aktivitas
mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Menurut Ruminiati (2007: 1-18) belajar merupakan usaha aktif seseorang untuk
mengadakan perubahan tingkah laku akibat adanya rangsangan dari luar yang berupa
pengamatan atau informasi. Menurut Susanto (2013:4) belajar adalah suatu aktivitas
yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu
konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang
terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun
dalam bertindak.
Menurut Komalasari (2013: 2) belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku
dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh dalam jangka waktu yang
lama dan dengan syarat bahwa perubahan yang terjadi tidak disebabkan oleh adanya
kematangan ataupun perubahan sementara karena suatu hal. Berdasarkan pendapat
beberapa pendapat para ahli di atas, peneliti membuat kesimpulan mengenai pengertian
belajar. Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang dilakukan secara sadar dan
sengaja untuk memperoleh pengetahuan, konsep dan pemahaman baru yang
mengakibatkan adanya perubahan ke arah yang lebih positif baik pada aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor.
40
Hasil belajar adalah sesuatu yang didapatkan setelah adanya usaha, Keberhasilan
siswa tampak pada hasil belajarnya, sehingga tingkat intelektual setiap siswa dapat terukur
dengan hasil yang diraihnya. Proses pembelajaran pasti akan menghasilkan sesuatu sebagai
perolehan untuk mengukur ketercapaian belajar yang di sebut dengan hasil belajar. Menurut
Purwanto (2008:44) hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang
membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjukan pada
suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan
berubahnya input secara fungsional.
Menurut Susanto (2013:5) hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada
diri siswa, baik menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari
kegiatan pembelajaran. Secara sederhana, yang dimaksud dengan hasil belajar adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan pembelajaran. Menurut Suprijono
(2015: 7) hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu
aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran yang di kategorisasi oleh pakar
guruan sebagai mana tersebut diatas dapat dilihat secara fragmentaris atau terpisah
melainkan komprehensif. Berdasarkan pendapat teori di atas, peneliti menyimpulkan bahwa
hasil belajar adalah sutau perubahan kemampuan yang terjadi pada diri siswa baik
menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Tetapi dalam penelitian ini peneliti
hanya membatasi dalam ranah aspek kognitif saja.
Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan beberapa faktor yang
mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Sudjana (2014: 39) 24 mengemukakan faktor-faktor
yang menentukan pencapaian hasil belajar adalah sebagai berikut.
47
a. Faktor intern (yang berasal dari dalam diri) yaitu kemampuan yang
dimilikinya, motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan gaya belajar,
konsep diri, ketekunan, sosial ekonomi, serta fisik dan psikis.
b. Faktor ekstern (yang berasal dari luar diri) yaitu lingkungan (keluarga,
sekolah dan masyarakat) dan yang paling dominan adalah kualitas
pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah professional yang
dimiliki oleh guru, yaitu kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif
(intelektual), bidang sikap (afektif), dan bidang perilaku (psikomotorik)
Sejalan dengan pendapat di atas, dalam buku Aunurrahman (2014:
178
196), peneliti meringkas secara mendetail faktor yang mempengaruhi
hasil belajar, yaitu:
1) Faktor internal yaitu karakteristik siswa, sikap terhadap belajar, motivasi
belajar, konsentrasi belajar, mengolah bahan belajar, menggali hasil belajar,
rasa percaya diri, dan gaya belajar.
2) Faktor eksternal yaitu faktor guru, lingkungan sosial (termasuk teman
sebaya), dan kurikulum sekolah. Pendapat lain dikemukakan oleh Djaali
(2011: 101) bahwa kemampuan yang dimiliki siswa sangat menentukan
keberhasilannya dalam proses belajar. Adapun faktor yang
mempengaruhinya, antara lain motivasi, sikap, minat, gaya belajar, dan
konsep diri.
De Porter dan Hernacki (dalam Indarto, 2012:20) mengemukakan secara umum gaya
belajar terbagi menjadi tiga, yang biasa dikenal dengan VAK(Visual, Auditorial, dan
Kinestetik). Dengan demikian peserta didik harus mempunyai keinginan, dorongan yang
kuat untuk belajar dan mendapatkan apa yang menjadi tujuan mereka didalam proses
pembelajaran sesuai dengan kenyamanan cara mereka belajar. Faktor internal lain yang
memberikan pengaruh positif terhadap proses pembelajaran adalah adanya motivasi belajar
dari peserta didik. Menurut Clelland (dalam Surya, 2014:57) pada dasarnya dalam diri setiap
orang terdapat kebutuhan untuk melakukan perbuatan dalam memperoleh hasil yang sebaik-
baiknya, kebutuhan ini disebut sebagai kebutuhan untuk berprestasi (need for
achievement). Motivasi belajar memiliki peranan yang sangat besar dengan usaha yang terus
menerus untuk meraih prestasi. Motivasi dalam hubungannya dengan pembelajaran,
merupakan suatu dorongan, keinginan, maupun kebutuhan peserta didik yang diwujudkan
dalam bentuk usaha untuk mencapai atau memperoleh prestasi belajar yang setinggi-
tingginya (Surur & Tartilla 2019). Dalam hal ini, hasil dan prestasi yang diharapkan adalah
kemampuan penalaran matematis dalam proses berpikir untuk mencapai satu kesimpulan
yang logis pada gagasan objek dan pernyataan matematika. Oleh karena itu untuk
mendapatkan kemampuan penalaran matematis yang baik dan maksimal diperlukan
gaya belajar siswa dan motivasi belajar yang tepat serta mendukung dalam proses
pembelajaran Kimia. Pada pelaksanaan pembelajaran di lingkungan pendidikan di Program
Studi Pendidikan Kimia belum berhasil disebabkan ada beberapa faktor yang
mempengaruhinya. Keberhasilan dari pendidikan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
ekstern dan intern. Masih kurangnya sarana dan prasarana yang memadai, alat dan bahan
untuk praktikum, masih kurangnya bahan ajar, merupakan bagian dari faktor ektern. Yang
termasuk faktor intern adalah gaya belajar dari dalam diri peserta didik atau mahasiswa,
50
merupakan faktor penentu keberhasilan suatu proses pelaksanaan pembelajaran pengajar
dalam hal ini dosen belum mengenali atau mengetahui gaya belajar. Penalaran ilmiah
merupakan salah satu keterampilan abad 21 yang diharapkan dapat diajarkan di kelas sains
sebagai upaya untuk mempersiapkan siswa agar mereka berhasil dalam menghadapi
tantangan globalisasi. Penguasaan terhadap materi Kimia tidak hanya menguasai materi
yang diperlukan saja, namun harus dapat memahami, berkreasi dan memecahkan masalah
dengan benar melalui penalaran yang tepat. Kemampuan tersebut menuntut peserta didik
belajar memecahkan soal berdasarkan informasi yang disajikan. Ciri yang pertama adalah
adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika, dan tiap penalaran
mempunyai logika tersendiri atau dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran
merupakan suatu kegiatan berpikir logis, dimana berpikir logis disini harus diartikan sebagai
kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu atau logika tertentu. Ciri yang kedua dari
penalaran adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Penalaran merupakan suatu kegiatan
berpikir yang mengarahkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang digunakan
untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah
merupakan kegiatan analisis yang mempergunakan logika ilmiah, dan demikian juga
penalaran lainnya yang mempergunakan logikanya tersendiri. Sifat analitik ini merupakan
konsekuensi dari suatu pola berpikir tertentu. Selain berpikir logis dan berpikir dengan sifat
analitik, dalam memecahkan suatu permasalahan Kimia juga harus mampu menduga,
mengkonstruksi, dan menemukan informasi penting berdasarkan stimulus visual dalam
konteks ruang. Penalaran dalam sains dapat digunakan untuk memahami prinsip-prinsip
dasar dalam sistem kompleks yang dinamis. Penalaran juga merupakan kemampuan berfikir
cepat, tepat dan mantap. Selain itu penalaran merupakan proses berfikir dan menarik
kesimpulan berupa pengetahuan. Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari
pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan
pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi
yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang
menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang
disebut menalar.
1) mengumpulkan fakta,
2) membangun dan menetapkan asumsi,
3) menilai atau menguji asumsi,
4) menetapkan generalisasi,
5) membangun argumen yang mendukung,
6) memeriksa atau menguji kebenaran argumen, dan
7) menetapkan kesimpulan. Sopandi & Martoprawiro juga mengungkapkan bahwa tes
kemampuan berpikir logis meliputi lima skala: penalaran proporsional, variabelkontrol,
penalaran kombinasi, penalaran probabilistik, dan penalaran korelasional. Sedangkan
pada tes penalaran analitis ditujukan untuk mengetahui kemampuan kegiatan berpikir
52
yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangkar berpikir dengan logika
penalaran.
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian korelasi. Karena penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh/hubungan gaya belajar terhadap hasil belajar mahasiswa/I
semester 6, Program Studi Pendidikan Kimi UNWIRA Kupang. Penelitian korelasi
termasuk dalam penelitian yang bersifat non eksperimen. Dalam penelitian ini
peneliti tidak melakukan suatu perlakuan pada objek penelitian yang sifatnya
mengubah kondisi dari objek peneliti tersebut. Penelitian korelasi juga termasuk ke
dalam penelitian deskriptif, yang berusaha mengambarkan bagaimana
pengaruh/hubungan gaya belajar terhadap hasil belajar mahasiswa/I semester 6,
Program Studi Pendidikan Kimi UNWIRA Kupang.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2014: 81). Sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak
mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan
dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil
dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel, kesimpulannya akan dapat
diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus
betul-betul representatif atau mewakili (Sugiyono, 2014: 81).
Adapun teknik pengambilan sampel dalam peneliitian ini adalah teknik
sampling jenuh. Pengambilan teknik ini karena semua anggota populasi digunakan
sebagai sampel.
Sugiyono dalam skiripsi Amin Pujiarti (2013: 55) menyatakan bahwa variabel
bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen atau variabel terikat. Variabel bebas
sebagai variabel yang diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk
menentukan hubungannya dengan suatu gelaja yang diobservasi. Variabel bebas dari
penelitian ini adalah gaya belajar yang meliputi gaya belajar Visual, Audio, dan
Kinesthetic.
3. Menggerakkan 9 1
bibir/atau bersuara
ketika membaca
4. Aktivitas kreatif: 11 1
bernyanyi, bermain
selalu 4 selalu 1
sering 3 sering 2
Jarang 2 Jarang 3
Keterangan :
P = persentase
F = frekuensi yang dicari
persentasenya N = number of cases
(jumlah subjek)
Baik 61 % - 80 %
Cukup 41 % - 60 %
Kurang 21 % - 40 %
Uji linearitas adalah uji yang akan memastikan apakah data yang kita miliki
sesuai dengan garis linear atau tidak. Uji linearitas digunakan untuk
mengkonfirmasikan apakah sifat linear antara dua variabel yang diidentifikasikan
secara teori sesuai atau tidak dengan hasil observasi yang ada. Rumus uji linearitas
adalah sebagai berikut:
()
FHitung = ()
Dengan taraf signifikansi 0,05 dan derajat kebebasan pembilang n-1 serta
derajat kebebasan penyebut n-1, maka jika diperoleh FHitung ≤ Ftabel berarti data linear
(Hastin indrawaati, 47:2016)
c. Pengujian hipotesis
ada tidaknya korelasi antara kedua variabel setelah diketahui nilai korelasi maka
langkah selanjutnya adalah memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi atau
“r” Product Moment.
Misbahuddin dan Ikbal Hasan (2013: 66) mengemukakan bahwa rumus
koefisien Korelasi Person (r) digunakan pada analisis korelasi sederhana untuk
variabel interval/rasio. Koefisien korelasi Pearson dirumuskan:
∑( ∑ ) (∑ )
rxy = [ ∑(∑ ) ] [ ∑(∑ ) ]
Keterangan:
korelasi sebaliknya jika nilai signifikansi > 0,05 maka tidak terdapat korelasi. (Amin
Pujiarti, 2013: 69).
40
Tabel 3.5 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi
Interpretasi Koefisien Tingkat Hubungan
0,20-0,399 Rendah
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Kuat
regresi. Regresi ini dapat regresi linier, yaitu regresi yang memerlihatkan data yang
dapat dinyatakan berada pada satu garis lurus (linier) dan regresi nonlinier, yaitu
regresi yang memperlihatkan data yang ada tidak dapat dinyatakan pada suatu garis
lurus (nonliniear). Regresi linier dapat berupa regresi linear sederhana, yaitu regresi
linear yang hanya melibatkan dua variabel, yaitu satu variabel bebas X dan satu
variabel terikat Y (Misbahuddin, Ikbal Hasan, 2013:).
Regresi linear sederhana adalah regresi linear dimana variabel yang terlibat
41
didalamnya hanya dua, yaitu satu variabel terikat Y dan satu Variabel bebas X, serta
berpangkat satu.
Adapun rumus persamaan regresi sederhana (linier) adalah:
Y=a+bX
Keterangan:
ΣY − bΣX
=
42
DAFTAR PUSTAKA
Bancong, H. (2013). Profil Penalaran Logis Berdasarkan Gaya Berpikir Dalam Memecahkan
Masalah Fisika Peserta Didik. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia (Indonesian Journal of
Science Education)
Sopandi, W., & Martoprawiro, M. A. 2014. Kemampuan Berpikir Logis dan Model Mental
Kimia Sekolah Mahasiswa Calon Guru. Jurnal Cakrawala Pendidikan
Surur, M., & Tartilla, T. Pengaruh Problem Based Learning dan Motivasi Berprestasi
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah. Indonesian Journal of Learning Education and
Counseling
43
44