Anda di halaman 1dari 6

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Padang

Epistaksis Berulang dengan Rinosinusitis Kronik, Spina pada


Septum dan Telangiektasis
Bestari Jaka Budiman, Yolazenia

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)


Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang

Abstrak
Epistaksis adalah perdarahan dari hidung. Epistaksis bukan suatu penyakit melainkan gejala suatu kelainan.
Penyebab epistaksis dapat dibedakan sebagai penyebab lokal, sistemik, dan idiopatik. Penyebab lokal yaitu : trauma,
infeksi hidung dan sinus paranasal, tumor pada hidung, sinus paranasal dan nasofaring, lingkungan, benda asing atau
rinolit, septum deviasi, dan terdapatnya telangiektasis. Sedangkan penyebab sistemik meliputi: penyakit kardiovaskular,
kelainan darah, infeksi sistemik, gangguan endokrin, dan kelainan kongenital. Prinsip utama penanggulangan epistaksis
meliputi : menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi, mencegah berulangnya epistaksis.
Dilaporkan satu kasus seorang perempuan berumur 40 tahun dengan epistaksis berulang pada hidung kiri
dengan rinosinusitis kronis, spina pada septum dan telangiektasis, yang dilakukan eksplorasi dengan bedah sinus
endoskopi.

Kata kunci: epistaksis, rinosinusitis, spina, telangiektasis,bedah sinus endoskopi

Abstract
Epistaxis means bleeding from the nose. Epistaxis is not a disease but a symptom of the disease. Causes of
epistaxis can be divided into local causes, systemic causes, and idiopathic causes. Local causes are: trauma, nose and
sinus infection, tumor, environment, foreign body or rhinolith, septal deviation, and telangiectasia. Systemic causes are:
cardiovascular disease, blood discrasia, systemic infection, endocrine abnormality, and congenital. The main principle to
threat epistaxis are: stop bleeding, prevent the complication, and prevent recurrent of epistaxis.
One case of a female, 40 years old with working diagnosis recurrent epistaxis from the left nose accompanied
with chronic rhinosinusitis, septal spur and telangiectasia was reported, which had been threated by endoscopic sinus
surgery.

Keywords: epistaxis, rhinosinusitis, septal spur, telangiectasia, endoscopic sinus surgery

Korespondensi: dr.Yolazenia; yolazenia@yahoo.com

Pendahuluan dari arteri etmoidalis anterior. Biasanya perdarahan


Epistaksis atau perdarahan dari hidung tidak begitu hebat dan bila pasien duduk, darah akan
merupakan kegawatdaruratan yang umum ditemukan keluar melalui lubang hidung. Seringkali dapat berhenti
di bagian telinga hidung dan tenggorokan. Epistaksis spontan dan mudah diatasi. Pada epistaksis posterior,
diperkirakan terjadi pada 7 14% populasi umum tiap perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri
1
tahun. Prevalensi sebenarnya tidak diketahui etmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi
disebabkan kebanyakan kasus adalah sembuh sendiri pada pasien usia lanjut yang menderita hipertensi,
dan tidak dilaporkan. Angka kejadian epistaksis arteriosklerosis, atau penyakit kardiovaskular.
meningkat pada anak-anak umur dibawah 10 tahun, Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti
1-6
dan dewasa di atas 50 tahun. Laki-laki lebih sering spontan.
1-5
mengalami epistaksis dibanding wanita. Dalam menangani pasien epistaksis penting
Epistaksis bukan suatu penyakit melainkan untuk menggali riwayat penyakit pasien. Riwayat
gejala suatu kelainan. Epistaksis dapat terjadi akibat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap
penyebab lokal, sistemik, atau idiopatik. Seringkali masalah kesehatan yang mendasari epistaksis.
epistaksis timbul spontan tanpa dapat diketahui Pemeriksaan fisik terutama difokuskan untuk mencari
penyebabnya. Penyebab lokal berupa: trauma, infeksi sumber perdarahan. Pemeriksaan yang diperlukan
hidung dan sinus paranasal, tumor, lingkungan, benda berupa: rinoskopi anterior, rinoskopi posterior, dan
asing atau rinolit, septum deviasi, atau terdapatnya nasoendoskopi. Penting juga untuk melakukan
1-6
pelebaran pembuluh darah (telangiektasis) pada pengukuran tekanan darah.
hidung. Penyebab sistemik yaitu: penyakit Prinsip utama penanggulangan
kardiovaskular, kelainan darah, infeksi sistemik, epistaksis meliputi : menghentikan perdarahan,
gangguan endokrin, dan kelainan kongenital, seperti mencegah komplikasi, mencegah berulangnya
penyakit Osler (hereditary hemorrhagic telangiectasia). epistaksis. Pengobatan disesuaikan dengan keadaan
1-6
penderita, apakah dalam keadaan akut atau tidak.
Pada umumnya terdapat dua sumber Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa
perdarahan dari hidung yaitu dari bagian anterior dan dalam posisi duduk kecuali bila penderita sangat lemah
bagian posterior. Pada epistaksis anterior, perdarahan atau keadaaan syok. Pada anak yang sering
berasal dari pleksus Kiesselbach (yang paling banyak mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat
terjadi dan sering ditemukan pada anak-anak), atau dihentikan dengan cara duduk dengan kepala

1
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang

ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan ke arah tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88 x/menit,
o
septum selama beberapa menit. Pada epistaksis frekuensi nafas 22 x/menit, suhu 36,5 C. Pada
anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan pemeriksaan telinga didapatkan kedua liang telinga
jelas, dilakukan kaustik dengan larutan nitras argenti lapang, membran timpani utuh dengan refleks cahaya
20%-30%, asam trikloroasetat 10%, elektrokauter, atau normal. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior
dengan laser. Bila dengan kaustik perdarahan anterior didapatkan kavum nasi dekstra dan sinistra sempit,
masih terus berlangsung, diperlukan pemasangan konka inferior dekstra hipertrofi dengan konka media
tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang sulit dinilai, konka inferior sinistra edema dan
diberi vaselin yang dicampur betadin atau zat hiperemis, konka media sinistra eutrofi, pada septum
antibiotika. Perdarahan posterior diatasi dengan sebelah kiri ditemukan spina pada 1/3 tengah, septum
pemasangan tampon posterior atau tampon Bellocq. hiperemis, ditemukan adanya clotting, dan tidak ada
Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai darah mengalir. Pada pemeriksaan rinoskopi posterior
kateter Foley dengan balon. Ligasi arteri dilakukan tidak ditemukan adanya massa, dan ditemukan post
pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat nasal discharge. Tidak didapatkan kelainan pada
1-10
diatasi dengan pemasangan tampon posterior. pemeriksaan tenggorok dan laringoskopi tidak
Setelah perdarahan untuk sementara dapat langsung, serta tidak teraba pembesaran kelenjar
diatasi, selanjutnya perlu dicari faktor penyebabnya getah bening pada leher.
terutama pada epistaksis yang berulang. Perlu Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan
3
dilakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap kadar hemoglobin (Hb) 11,4 g/dL, leukosit 5800/mm ,
3
(fungsi hemostasis, uji faal hati dan ginjal), dan hematokrit 35,8%, trombosit 244.000/mm , Activated
pemeriksaan tomografi computer sinus paranasal. Bila partial thromboplastin time (APTT) 28,3 detik,
terdapat septum deviasi dilakukan septoplasti. Bila Prothrombin time (PT) 12,2 detik. Kesimpulan hasil
ditemukan adanya sinusitis, dilakukan penatalaksanaan pemeriksaan laboratorium didapatkan dalam batas
untuk sinusitisnya, baik secara medikamentosa atau normal.
operasi. Bila dicurigai ada kelainan sistemik, konsul ke Pasien didiagnosis sementara sebagai post
2,10,11
Penyakit Dalam atau Kesehatan Anak. epistaksis disebabkan trauma dengan rinosinusitis
Komplikasi dapat terjadi langsung akibat kronis dan spina pada septum. Setelah diobservasi 1
epistaksis sendiri atau akibat usaha jam, tidak ada darah mengalir dari hidung, pasien
penanggulangannya. Akibat perdarahan hebat dapat diperbolehkan pulang dan dianjurkan untuk kontrol ke
terjadi syok dan anemia. Tekanan darah yang turun poliklinik THT 3 hari lagi. Sewaktu pasien bersiap-siap
mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, pulang, keluar dari kamar mandi, hidung sebelah kiri
insufisiensi pasien kembali mengeluarkan darah. Pasien dianjurkan
koroner, infark miokard dan akhirnya kematian. untuk memencet hidung selama 10 menit, darah
Pemberian infus atau transfusi darah harus segera berhenti. Dengan mempertimbangkan epistaksis yang
dilakukan pada keadaan tersebut. Akibat pemasangan berulang dan untuk mengeksplorasi penyebab
tampon dapat menimbulkan sinusitis, otitis media epistaksis, maka pasien dirawat di bangsal THT untuk
bahkan septikemia. Oleh karena itu pada setiap pemeriksaan dan tindakan lebih lanjut.
pemasangan tampon harus selalu diberikan antibiotik Setelah dirawat selama 2 jam sekitar pukul 5
dan setelah 2-3 hari harus dicabut meski akan sore, hidung sebelah kiri kembali mengeluarkan darah
dipasang tampon baru bila masih berdarah. Sebagai dan tidak berhenti setelah dipencet selama 10 menit,
akibat mengalirnya darah secara retrograd melalui tuba lalu dipasang tampon anterior pada hidung kiri.
Eustachius, dapat terjadi Pada tanggal 10 September dilakukan
hemotimpanum dan air mata yang berdarah. Pada pemeriksaan laboratorium lengkap, Elektrokardiografi
waktu pemasangan tampon Bellocq dapat terjadi (EKG), Rontgen foto thoraks, dan tomografi komputer
laserasi palatum mole dan sudut bibir karena benang sinus paranasal. Pada pemeriksaan laboratorium
11
terlalu kencang dilekatkan. didapatkan kadar Hb 8,5 g/dl, yang lain dalam batas
normal. Pemeriksaan EKG, dan Rontgen thoraks
Laporan Kasus didapatkan hasil dalam batas normal. Pemeriksaan
Seorang pasien perempuan umur 40 tahun tomografi komputer ditemukan perselubungan pada
datang ke IGD RS. Dr. M.Djamil Padang pada tanggal sinus maksilaris sinistra (Gambar 1 dan 2).
9 September 2011 dengan keluhan utama keluar darah Pasien didiagnosis dengan anemia et causa
dari hidung kiri 10 jam sebelum masuk rumah sakit. epistaksis dengan sinusitis maksilaris sinistra dan spina
Sebelumnya pasien sedang tidur tiba-tiba terbangun pada septum, lalu pasien mendapat tranfusi Pack Red
karena merasa darah mengalir dari hidung kiri, dan Cell (PRC) 2 unit. Kadar Hb setelah tranfusi adalah
sebelum tidur pasien ada mengorek hidung dengan jari. 10,6 g/dl
Riwayat hidung sering tersumbat sejak 4 tahun yang Pada tanggal 12 September 2011 pasien
lalu disertai ingus mengalir ke tenggorok. Nyeri pada mengeluh keluar darah dari mulut, dilakukan
pipi tidak ada, penciuman berkurang tidak ada. Riwayat pembukaan tampon anterior dan evaluasi ulang.
bersin-bersin disertai hidung gatal bila kena debu atau Setelah tampon anterior dibuka, perdarahan dari
udara dingin tidak ada. Telinga berdenging dan hidung tidak ada, dievaluasi ulang dengan pemeriksaan
pandangan ganda tidak ada. Demam, batuk, pilek tidak rinoskopi anterior sumber perdarahan tidak jelas
ada. Riwayat hipertensi, sakit gula tidak ada. Riwayat terlihat, darah mengalir ke tenggorok tidak ada.
luka lama berhenti tidak ada. Dua minggu yang lalu Pemeriksaan kedua telinga ditemukan dalam batas
pasien juga pernah mengeluarkan darah dari hidung normal.
dan dirawat oleh dokter penyakit dalam selama 4 hari
karena kadar trombosit rendah (trombositopenia).
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan
umum sedang, kesadaran komposmentis kooperatif,
2
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang

Dilakukan insisi horizontal pada mukosa septum


sebelah kiri superior dari spina, dilanjutkan insisi
vertikal pada anterior spina. Septum dibebaskan
dengan melakukan elevasi mukosa sebelah kiri dengan
menggunakan elevator cottle. Spina direseksi dengan
menggunakan pahat dan forsep. Mukosa yang
dielevasi dikembalikan ke tempat semula. Kemudian
dilakukan infiltrasi pada prosesus uncinatus dengan
larutan adrenalin 1:200.000. Ostium diidentifikasi
menggunakan osteum seeker. Prosesus uncinatus
diinsisi menggunakan sickle knife, dilakukan
uncinektomi. Ostium sinus diperlebar menggunakan
back biting dan forsep. Sinus diirigasi dengan NaCl
Gambar 1. Tomografi komputer sinus paranasal 0,9%. Bula ethmoid dikuret, dibersihkan dengan
potongan aksial, tampak perselubungan pada sinus forsep. Evaluasi ulang kavum nasi, ditemukan
maksilaris sinistra pelebaran pembuluh darah di bawah konka inferior.
Dilakukan koagulasi dengan laser. Perdarahan dirawat,
dipasang tampon anterior 1 -1. Pack di mulut diangkat,
evaluasi perdarahan dari tenggorok. Operasi selesai.
Pasien dirawat dengan diagnosis Post Bedah
Sinus Endoskopi (BSE) atas indikasi spina pada
septum, sinusitis maksilaris sinistra dan telangiektasis.
Terapi diberikan injeksi Ceftriakson 2 x 1 gr (iv),
transamin drip 1 ampul dalam 1 kolf ringer laktat (8
jam/kolf), ketoprofen 3 x 1 tablet (po).
Pada tanggal 16 September 2011 tampon
anterior dibuka. Evaluasi kavum nasi, kavum nasi
lapang, sekret ada, perdarahan tidak ada, septum
ditengah lurus, luka bekas septoplasti baik. Pasien
diperbolehkan pulang, diberi terapi levofloksasin 1 x
500 mg, Pseudoefedrin 60 mg + loratadin 5 mg 2 x 1
tablet, ambroxol 3 x 30 mg, dan dianjurkan untuk
Gambar 2. Tomografi komputer sinus paranasal
kontrol 3 hari lagi.
potongan koronal, tampak perselubungan pada sinus
Pada tanggal 19 September 2011, pasien
maksilaris sinistra
kontrol, pasien mengeluh sukar tidur dan sakit kepala,
hidung tersumbat kadang-kadang, perdarahan dari
Dilakukan pemeriksaan nasoendoskopi
hidung tidak ada. Dilakukan evaluasi dengan
didapatkan: kavum nasi sinistra sempit, terdapat
clotting, darah mengalir tidak ada, konka inferior nasoendoskopi, ditemukan kavum nasi sinistra lapang,
konka inferior dan konka media eutrofi, tidak ada
edema, hiperemis, konka media edema dan hiperemis,
sinekia, meatus media terbuka, sekret ada dan krusta
meatus media tertutup sekret, terdapat pelebaran
minimal, perdarahan tidak ada, septum di tengah lurus,
pembuluh darah di belakang konka inferior dan spina
mukosa septum kiri menempel pada septum, hiperemis
pada 1/3 tengah septum, pada nasofaring tidak
minimal pada bekas insisi pada septum. Sekret dan
ditemukan massa dan terdapat sekret di muara tuba
krusta dibersihkan. Pasien diberi terapi Kodein 30 mg +
eustachius. Pasien didiagnosis dengan epistaksis
Parasetamol 500 mg kapan perlu, levofloksasin 1 x
berulang dengan sinusitis maksilaris sinistra,spina pada
500 mg, ambroxol 3 x 30 mg, dan cuci hidung dengan
septum dan pelebaran pembuluh darah
NaCl 0,9% 2 x sehari. Pseudoefedrin-loratadin distop.
(telangiektasis).
Pada tanggal 23 September 2011, pasien
Pada pukul 17.00 WIB, pasien kembali
kembali kontrol, pasien mengeluh masih sukar tidur,
mengeluarkan darah dari hidung kiri, diputuskan untuk
kadang-kadang hidung terasa nyeri, hidung tersumbat
memasang tampon anterior kembali. Dilakukan
dan berair kadang-kadang, perdarahan tidak ada.
pemeriksaan Hb ulang didapatkan kadar Hb 8,7 g/dl.
Evaluasi dengan nasoendoskopi ditemukan kavum nasi
Pasien kembali mendapat tranfusi PRC 2 unit. Kadar
sinistra lapang, konka inferior dan konka media eutrofi,
Hb setelah tranfusi adalah 12 g/dl. Pasien
warna merah muda, tidak ada sinekia, meatus media
direncanakan untuk operasi eksplorasi dengan
terbuka, ditemukan sekret dan krusta minimal,
endoskopi pada tanggal 13 September 2011.
perdarahan tidak ada, septum di tengah lurus, mukosa
Operasi dimulai dengan Pasien tidur telentang
septum kiri menempel pada septum. Setelah sekret
di meja operasi dalam narkose umum. Dilakukan
dan krusta dibersihkan, pasien diberi terapi
tindakan asepsis dan antisepsis di lapangan operasi.
levofloksasin 1 x 500 mg, ambroxol 3 x 30 mg, Kodein
Dilakukan pembukaan tampon anterior dari hidung kiri,
30 mg + Parasetamol 500 mg kapan perlu.
lalu dilakukan pemasangan tampon hidung pada
Pada tanggal 30 September 2011, pasien
kavum nasi dekstra dan sinistra dengan
kontrol yang ketiga pasien mengeluh kadang-kadang
lidokain:epinefrin (4:1) dan ditunggu selama 10 menit.
hidung masih terasa nyeri, hidung tersumbat tidak ada,
Kavum nasi dievaluasi, pada kavum nasi sinistra
perdarahan dari hidung tidak ada. Evaluasi dengan
terdapat spina pada septum nasi sebelah kiri, prosesus
nasoendoskopi ditemukan kavum nasi sinistra lapang,
uncinatus hipertrofi, bulla ethmoid membesar, dan ada
konka inferior dan konka media eutrofi, tidak ada
sekret dari ostium maksila. Dilakukan infiltrasi pada
sinekia, meatus media terbuka, masih ditemukan sekret
kedua sisi septum dengan larutan adrenalin 1:200.000.
minimal, krusta tidak ada, perdarahan tidak ada,
3
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang

septum di tengah lurus, mukosa septum kiri menempel perdarahan berhenti, sehingga tidak diperlukan
pada septum. Pasien diberi terapi semprot hidung pemasangan tampon posterior.
flutikason furuoat 1 x 2 semprot. Sumber perdarahan sebenarnya sukar
diidentifikasi pada pasien ini karena sewaktu dilakukan
Diskusi evaluasi tampak hampir seluruh mukosa hidung
Telah dilaporkan satu kasus epistaksis hiperemis, terdapat spina di 1/3 tengah septum dan
berulang dengan rinosinusitis kronis, spina pada terdapat pelebaran pembuluh darah di belakang konka
septum dan telangiektasis pada seorang pasien wanita inferior. Mukosa hidung yang hiperemis pada pasien ini
umur 40 tahun. Terdapat dua puncak umur yang sering disebabkan karena pasien menderita rinosinusitis
terkena epistaksis yaitu pada anak-anak dibawah 10 kronis.
tahun dan dewasa tua diatas 50 tahun.
3 Rinosinusitis kronis dapat merusak mukosa
Bagaimanapun terdapat variasi umur angka kejadian yang menyebabkan meningkatnya bakteri virulen dan
5
epistaksis, studi di Nigeria menunjukkan kelompok terjadi epistaksis. Epistaksis pada penderita sinusitis
5
umur 21 30 tahun yang sering terkena. Terdapatnya kronis, bisa disebabkan karena meningkatnya proses
variasi umur dalam kejadian epistaksis ini tergantung inflamasi, menghembuskan hidung untuk
6
dari penyebabnya. Pada anak-anak perdarahan yang mengeluarkan ingus atau adanya trauma.
terjadi biasanya ringan, spontan, sering pada area Meskipun bukan sebagai penyebab epistaksis
pleksus Kiesselbach dan dipresipitasi oleh trauma yang terbanyak, beberapa institusi melaporkan adanya
ringan atau infeksi. Sedangkan pada orang yang lebih rinosinusitis kronis sebagai penyebab epistaksis. Data
tua perdarahan yang terjadi biasanya lebih berat, dari Sokoto, Nigeria menunjukkan dari 72 kasus pasien
sering dipresitasi dengan adanya hipertensi dan epistaksis, ditemukan 8 orang (11,1%) disebabkan oleh
13
memerlukan penanganan dokter THT.
7 rinosinusitis kronis. Studi di Tanzania menunjukkan
Pada pasien ini diduga sumber rinosinusitis kronis sebagai penyebab epistaksis
14
perdarahannya dari anterior karena dari pemeriksaan keempat setelah trauma, idiopatik, dan hipertensi.
rinoskopi anterior ditemukan septum bagian anterior Pada pasien ini ditemukan adanya spina pada
hiperemis, tapi sumber perdarahan yang sebenarnya septum sebelah kiri. Deviasi septum dapat
tidak jelas terlihat. Sebagian besar kasus epistaksis mengganggu aliran udara hidung normal (terjadi
adalah epistaksis anterior (90 95%). Epistaksis turbulensi udara) sehingga menyebabkan mukosa
anterior ini bisa terjadi spontan atau disebabkan trauma kering dan menyebabkan terbentuk krusta. Krusta yang
pada septum nasi.
1 terbentuk ini mendorong pasien untuk mencongkel atau
2,5
Penanganan epistaksis pada pasien ini menggosok hidungnya, sehingga terjadi epistaksis.
awalnya dengan memencet hidung (ala nasi ke Deviasi septum ini juga bisa menjadi predisposisi
septum) selama 10 menit, fungsinya sebagai tampon terjadinya sinusitis kronis.
pada pembuluh darah pada bagian anterior septum.
4 Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya
Usaha ini awalnya berhasil, tapi sekitar 2 jam kemudian epistaksis pada pasien perlu dilakukan pemeriksaan
pasien kembali mengeluarkan darah. Evaluasi sumber laboratorium lengkap mencakup fungsi ginjal, fungsi
11
perdarahan tidak jelas terlihat, dan pasien dipasang hati, gula darah, faktor hemostasis. Pada pasien
tampon anterior pada hidung kiri, perdarahan berhenti. ditemukan pemeriksaan laboratoriumnya dalam batas
Hal ini menunjukkan tampon anterior cukup efektif normal. Namun demikian pasien pernah mempunyai
untuk menghentikan perdarahan. Pemasangan tampon riwayat trombositopeni dengan kadar trombosit 119.000
3
anterior dapat menghentikan perdarahan hidung pada /mm sewaktu pasien mengalami epistaksis 2 minggu
60-80% kasus.
4
Hussain dkk menemukan tampon sebelumnya dan dirawat oleh bagian penyakit dalam,
anterior adalah prosedur yang efektif untuk tetapi setelah dirawat 2 hari dan dievaluasi ulang kadar
3
menghentikan perdarahan pada 98,2% kasus.
12 trombositnya sudah kembali normal yaitu 147.000 /mm
Tampon anterior harus dilapisi dengan antibiotika dan kadar trombosit sewaktu masuk sekarang adalah
3
topikal, dan pasien juga diberi antibiotika sistemik 244.00 /mm sehingga kemungkinan epistaksis
selain untuk mencegah infeksi juga untuk mencegah disebabkan trombositopeni pada pasien ini dapat
toxic shock syndrome.
4,6 disingkirkan.
Tampon anterior dipertahankan selama 2-3 Untuk mencegah terulangnya perdarahan
hari sebelum dibuka, tergantung dari pertimbangan pada pasien ini, dilakukan operasi eksplorasi dengan
dokter, respon pasien, faktor risiko, nilai koagulopati, endoskopi. Pada pasien ditemukan adanya sinusitis
6
dan beratnya perdarahan pada awalnya. Pada pasien maksilaris sinistra dengan prosesus uncinatus dan
ini pembukaan tampon dilakukan pada hari ketiga. bulla ethmoid yang membesar pada hidung kiri,
Sebelum pembukaan tampon pasien mengeluh adanya sehingga dilakukan uncinektomi dan ethmoidektomi.
perdarahan yang mengalir ke tenggorok, hal ini Mukosa hidung yang sudah rusak pada penderita
5
menunjukkan adanya kemungkinan sumber sinusitis dapat menyebabkan terjadinya epistaksis.
perdarahan di belakang tampon yang tidak tercapai Dengan dilakukannya bedah sinus endoskopi ini
oleh tampon tersebut, dimana kita temukan adanya diharapkan dapat memperbaiki fungsi mukosa hidung,
pelebaran pembuluh darah di belakang konka inferior. dan mencegah kambuhnya sinusitis dan epistaksis.
Sewaktu dievaluasi ulang, dan tampon anterior dibuka, Pada pasien juga terdapat spina pada septum
perdarahan sudah berhenti sendiri, baik dari hidung sebelah kiri sehingga dilakukan septoplasti dengan
atau yang mengalir ke tenggorok, sehingga tidak perlu metoda open book. Septoplasti pada pasien dengan
dipasang tampon. Setelah evaluasi 1 jam ternyata epistaksis disamping mengoreksi deformitas
pasien kembali mengeluarkan darah dari hidung, septumnya, juga dengan dilakukannya septoplasti akan
sehingga diputuskan untuk memasang tampon anterior meminimalisir turbulensi udara dan juga mengurangi
kembali. Setelah pemasangan tampon anterior kembali vaskularisasi septum nasi dengan terbentuknya
5
dengan tampon yang lebih panjang dari yang pertama, jaringan parut pada jaringan yang berdarah.

4
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang

Pada pasien ini juga dilakukan koagulasi sehingga terjadi peningkatkan kontraksi dan laju
pembuluh darah dengan laser karena ditemukan jantung. Efek samping yang bisa terjadi antara lain:
adanya pembuluh darah yang melebar (telangiektasis). takikardi, palpitasi, insomnia dan ansietas. Sedangkan
Telangiektasis adalah pelebaran pembuluh darah kecil loratadin merupakan antihistamin golongan
15
pada permukaan kulit dan mukosa. Pada penghambat reseptor H1(AH1) yang mempunyai efek
telangiektasis pembuluh darah menjadi rapuh dan perangsangan maupun penghambatan saraf pusat.
mudah berdarah. Telangiektasis bisa disebabkan oleh Efek perangsangan ini bisa menyebabkan timbulnya
18
berbagai faktor, seperti infeksi, trauma, bendungan insomnia, gelisah dan eksitasi. Disamping itu bisa
vena, hormonal, dan kongenital. Penyebab epistaksis juga disebabkan faktor psikis pada pasien yang selalu
berulang dengan adanya telangiektasis sering takut akan terjadi perdarahan kembali pada hidungnya.
ditemukan pada penderita hereditary haemorrhagic Epistaksis apalagi berulang bisa menimbulkan
telangiectasia (HHT) atau dikenal dengan Osler-Weber- kecemasan yang belebihan baik pada pasien maupun
12
Rendu syndrome. HHT adalah penyakit autosomal keluarganya.
dominan yang ditandai dengan terdapatnya malformasi Sistem pertahanan pertama terhadap
vaskuler pada beberapa jaringan, termasuk kulit, otak, gangguan biologis maupun fisik pada mukosa hidung
16
mukosa hidung, paru, saluran cerna dan hati. Pada adalah sistem mukosiliar. Adanya deviasi septum
pasien ini tidak terdapat riwayat keluarga menderita seperti spina pada septum pada pasien ini dapat
telangiektasis dan tidak terdapat kelainan di tempat menyebabkan sumbatan hidung, perubahan pola aliran
lain, sehingga belum dapat dikatakan menderita HHT. udara normal, terjadinya turbulensi udara, juga
19
Kauterisasi dengan laser, penggunaannya mengganggu kliren mukosiliar. Hal ini menyebabkan
masih terbatas dalam menangani epistaksis. mukosa menjadi kering dan terbentuk krusta sehingga
Penggunaannya terutama pada pasien dengan mendorong pasien untuk mencongkel atau menggosok
6 2,5
epistaksis berulang dan terdapat telangiektasis. hidung. Trauma pada mukosa hidung diperberat
Ada beberapa macam laser yang bisa dengan adanya infeksi (rinosinusitis) merangsang
17
digunakan untuk menangani epistaksis yaitu: respon inflamasi menyebabkan terbentuknya mediator
1. Laser Argon vasodilator yang didominasi oleh bradikinin sehingga
20
Penyerapannya tinggi oleh hemoglobin, terjadi vasodilatasi pembuluh darah. Dengan
penetrasi dalam minimal. Mode yang digunakan: non- dilakukannya septoplasti akan memperbaiki kliren
19
kontak atau kontak-dekatndengan parameter: daya 2 mukosiliar, meminimalisir turbulensi udara dan juga
6 W; waktu pemaparan 0,02-0,1 detik, angka repetisi mengurangi vaskularisasi septum nasi dengan
diatas 6 Hz, untuk lesi mukosa vaskuler. terbentuknya jaringan parut pada jaringan yang
5
2. Laser Neodymium: yttrium- berdarah.
aluminium-garnet (Nd: YAG)
Koagulasi jaringan dengan laser ini
menyebabkan terbentuknya jaringan parut terutama Daftar Pustaka
pada lapisan submukosa. Besarnya daya tergantung
mode yang digunakan kontak atau non-kontak. Pada 1. Wormald PJ. Epistaxis. In: Bailey BJ, Johnson,
mode kontak digunakan daya rendah ( 3-8 W), JT, Newlands SD, editors. Head & Neck
th
sedangkan pada non-kontak digunakan daya tinggi (15- Surgery Otolaryngology. 4 edition.
20 W) Philadelphia: Lipincott Williams & Wilkins;
2006.p.505-14.
3. Laser diode 2. Nguyen QA. Epistaxis. Available from:
Mode penggunaan yang dipakai bisa dengan http://www.emedicine.medscape.com. Accesed
th
mode non-kontak, tergantung dioda yang digunakan. August 10 , 2011.
Panjang gelombang yang diemisikan oleh laser ini 3. Kucik CJ, Clenney T. Management of epistaxis.
pada rentang 810-980 nm. Laser diode dapat Am Fam Phy 2005; 71(2):305-11.
menyebabkan koagulasi, tidak hanya lumen pembuluh 4. Schlosser RJ. Epistaxis. N Engl J Med
darah kecil yang terdapat pada permukaan mukosa, 2009;360(8):784-9.
tapi juga pada lapisan subepitel. 5. Nwaorgu OGB. Epistaxis: an overview. Annals of
Pada pasien ini digunakan laser diode dengan Ibadan Postgraduate Medicine 2004;
daya 6 watt, panjang gelombang 980 nm, mode non- 1(2):32-7.
kontak, selama 2 x 30 detik. Efek koagulasi dari laser 6. Gifford TO, Orlandi RR. Epistaxis. Otolaryngol
dapat digunakan untuk menghentikan berulangnya Clin N Am 2008;41:525-36.
perdarahan dan membatasi sumber perdarahan pada 7. Bull PD. Lecture notes on disease of
hidung. Pasien epistaksis berulang yang diterapi the ear, nose, and throat. Oxford: Blackwell
menggunakan laser bisa disebabkan oleh berbagai Science;2002. p.77-80.
faktor, seperti: epistaksis berulang idiopatik, adanya 8. Probst R, Grevers G, Iro H. Basic
telangiektasis, granuloma kavernosa atau piogenik, otorhinolaryngology. New York: Thieme;2006. p.
haemangioma kapiler septum, pelebaran pembuluh 32 5.
darah pada pleksus Kiesselbach uni atau bilateral, dan 9. Roland NJ, McRae RDR, McCombe
pada pasien hereditary haemorrhagic telangiectasia AW. Key topics in otolaryngology and head and
16 nd
(HHT). neck surgery. 2 edition. Oxford:Bios;2001.
Sewaktu kontrol, pasien mengeluh sukar tidur. p.72-4.
Hal ini bisa disebabkan oleh obat yang dikonsumsi oleh 10. Cumming CW, Flint PW, Haughey BH, Robbins
pasien berupa dekongestan dan antihistamin yaitu KT, Thomas JR, Harker LA, et al.
pseudoefedrin-loratadin. Pseudoefedrin menstimulasi Otolaryngology head & neck surgery. 4rd
reseptor adrenergik pada pembuluh darah mukosa edition. Philadelphia:Elsevier Mosby;2005.
saluran nafas menyebabkan terjadinya vasokontriksi p. 943-9.
5
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang

11. Mangunkusumo E, Wardani RS. Epistaksis. Dalam: 16. Sharatkumar AA, Shapiro A. Heridatary
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti hemorrhagic teleangiectasia. Haemophilia
RD, editors. Buku ajar telinga hidung tenggorok 2008;14:1269-80.
kepala & leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI;2007. 17. Hopf JUG, Hopf M, Scherer H. Laser
h.155-9. management of recurrent epistaxis. In: Oswal
12. Hussain G, Iqbal , Shah SA, Said M, V, Remacle M.
Sanaullah, Khan SA, et al. Principle and practice of lasers in
Evaluation of aetiology and efficacy otorhinolaryngology and head and neck
of management protocol of epistaxis. J Ayub surgery. Hague: Kugler; 2002. p.274-6.
Med Coll Abbottabad 2006;18(4):62-5. 18. Sjamsudin U, Dewoto HR. Histamin dan anti alergi.
13. Iseh KR, Muhammad Z. Pattern of epistaxis in Dalam: Ganiswarna SG, editor. Farmakologi dan
Sokoto, Nigeria: a review of 72 cases. Annals of terapi. Edisi 5. Jakarta: FKUI;2007.
Africans Medicine 2008;7(3):107-11. 19. Ulusoy B, Arbag H, Sari O, Yondemli F. Evaluation
14. Gilyoma JM, Chalya PL. Etiological profile of the effects of nasal septal deviation and its
and treatment outcome of epistaxis at a tertiary surgery on nasal mucociliary clearance in both
care hospital in Northwestern Tanzania: a nasal cavities. Am J Rhinol 2007;21:180-3.
prospective review of 104 cases. BMC 2011;11:1- 20. Eccles R. Nasal airflow in health and disease. Acta
6. otolaryngol 2000;120:580-95.
15. Green D. Generalized essential teleangiectasia
clinical presentation. Diakses dari:
http://www.emedicine.medscape.com.

Anda mungkin juga menyukai