DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
DAFTAR GAMBAR iv
I. PENDAHULUAN 1
2.3.1Disinkroni Atrioventikular 7
2.3.2Disinkroni Interventrikular 7
2.3.3Disinkroni Intraventrikular 7
4.1 CRT pada Pasien Sinus Ritme dengan Gagal Jantung Kelas Fungsional NYHA
kelas III-IV 18
4.2 CRT pada Pasien Sinus Ritme dengan Gagal Jantung Kelas Fungsional NYHA
kelas II 19
4.4.2Pemilihan Posisi Lead di Ventrikel Kiri dan Lead Ventrikel Kiri Tunggal versus
Lead Multipel 25
4.5 CRT pada Pasien dengan Laju Denyut Jantung Tidak Terkontrol yang
Merupakan Kandidat Ablasi AV Junction 29
4.6 CRT pada Pasien Gagal Jantung dengan Indikasi Pemasangan Pacu Jantung
29
VI. KESIMPULAN 38
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2 Skematik arus ion masuk dan keluar, pompa, dan
exchanger, pada ventrikel5
Gambar 4.1 Indikasi Ablasi AV pada Pasien AF Permanen yang
Simptomatik dan mendapat Terapi Farmakologis
Optimal24
Gambar 5.1 Faktor Klinis yang Mempengaruhi Respon terhadap
CRT...35
1
I. PENDAHULUAN
terhadap CRT. Populasi pasien yang tidak memiliki keuntungan dari pemasangan
CRT ini disebut non-responder. Populasi non-responder ini disebabkan
multifaktorial. Beberapa studi menyebutkan luasnya disinkroni mekanik sebelum
pemasangan, lokasi pemicuan pada ventrikel kiri, dan penyebab terjadinya gagal
jantung merupakan faktor penentu.4
3
Pola normal aktivasi listrik dari miokardium ventrikel yaitu impuls yang
telah melewati nodus atrioventrikular (AV) akan menuju bundle Hiss, diikuti oleh
aktivasi simultan sistem purkinje berkas kanan dan kiri, yang diikuti oleh
depolarisasi miokard. Sistem purkinje merupakan daerah yang terisolasi secara
elektrik dari seluruh miokardium kecuali pada ujung pertemuan antara serabut
purkinje dengan sel miokard. Akibat hal tersebut, aktivasi miokard ventrikel kiri
akan dimulai dari arah apeks ke base jantung, secara serentak di septum maupun
dinding bebas ventrikel kiri. Aktivasi normal seperti ini yang digambarkan
sebagai aktivasi yang sinkron. Aktivasi ventrikel yang sinkron diikuti oleh
kontraksi ventrikel yang sinkron.2
Bila terjadi perlambatan konduksi, proses kopling elektromekanis jantung
terganggu sehingga menyebabkan disinkroni. Seiring waktu, hal ini akan
menyebabkan gangguan stroke volume, perburukan mitral regurgitasi,
pemanjangan fase isovolumetrik ventrikel kiri, dan gangguan pengisian diastolik.
Efek ini menyebabkan remodeling lebih lanjut pada jantung sudah terganggu dan
menciptakan lingkaran setan yang memperberat gagal jantung. Oleh karena itu
pasien gagal jantung dengan perlambatan konduksi ventrikel memiliki prognosis
yang lebih buruk secara keseluruhan. CRT telah terbukti dapat membalikkan
proses yang merusak ini. CRT terbukti dapat meningkatkan fungsi ventrikel kiri
tanpa meningkatkan kebutuhan oksigen. Peningkatan fungsi ventrikel kiri tersebut
dikaitkan dengan efisiensi ventrikel kiri yang lebih baik.2
Menariknya, aktivasi dan kontraksi yang disinkroni memiliki efek yang
buruk pada pasien tanpa disfungsi sistolik ventrikel kiri juga. Bila dibandingkan
dengan orang normal, pasien dengan LBBB memiliki fraksi ejeksi lebih rendah,
lebih mudah terjadi gagal jantung, dan memiliki risiko morbiditas dan mortalitas
akibat kardiovaskular sepuluh kali lipat lebih besar. Pada beberapa pasien (pasien
dengan LBBB kronis, kontraksi ventrikel prematur yang sering atau pacu
4
kiri. Regio yang yang terakhir teraktivasi, yang paling hipertrofi menunjukkan
kekacauan selular yang paling menonjol, seperti down-regulation protein
yang terlibat dalam hemostasis kalsium dan konduksi impuls.5
- Perubahan selular
Remodeling juga terlihat pada level selular, yakni pada miosit dan matriks
ekstraseluler, dan adanya pemanjangan potensial aksi (AP). AP mencerminkan
keseimbangan antara arus ion depolarisasi dan repolarisasi, transporter, dan
exchanger, yang tidak seragam terekspresi pada dinding ventrikel.6
Gambar 2.2. Skematik arus ion masuk dan keluar, pompa, dan exchanger, pada
ventrikel.
Dikutip dari: 6
-
Remodeling arus K+
Downregulation arus K+ sering terjadi pada gagal jantung. Perubahan
ini terjadi pada arus kalium keluar (Ito) dan arus kalium masuk (IK1).
Karena Ito merupakan arus cepat sementara, maka durasi AP tidak secara
langsung dipengaruhi. Perubahan durasi AP lebih dipengaruhi oleh I K1 dan
akan meningkatkan kerentanan depolarisasi membran spontan termasuk
delayed after depolarization (DADs). Perubahan lain terjadi pada arus K+
lambat yang memiliki peranan utama pada fase repolarisasi lambat, yang
mengakibatkan perubahan pada komponen lambat (IKs) atau cepat (IKs)
yang mengakibatkan pemanjangan AP yang signifikan.6
-
Remodeling arus Ca2+
6
atrium saat diasolik ventrikel terjadi terlalu dini. Sistolik atrium yang terlalu dini
akan menyebabkan peningkatan tekanan diastolik ventrikel yang dini sehingga
terjadi regurgitasi mitral. Gangguan pengisian ventrikel kiri dan regurgitasi mitral
menurunkan cardiac output. Sinkronisasi AV dapat meningkatkan cardiac output
pasien gagal jantung hingga 20%.2
Aktivasi ventrikel kanan yang dini terjadi pada pasien LBBB, IVCD, atau
pacu jantung ventrikel kanan akan menyebabkan kontraksi ventrikel kanan yang
terlalu dini. Hal ini akan meningkatkan perbedaan tekanan antara ventrikel kanan
dan ventrikel kiri yang berefek negatif terhadap pengisian ventrikel kiri dimana
preload dan cardiac output ventrikel kiri akan menurun. Pada fase awal
perkembangan CRT, disinkroni interventrikel disangka merupakan kontributor
utama dalam perburukan pasien gagal jantung. Penelitian lebh lanjut
menunjukkan bahwa resinkroni interventrikel tidak menunjukkan manfaat yang
signifikan sehingga peran disinkroni interventrikel pada gagal jantung
dipertanyakan.2
Pada keadaan konduksi yang lambat, beberapa segmen ventrikel kiri akan
teraktivasi dengan lambat dibandingkan daerah lain yang menyebabkan kontraksi
miokard yang tidak efisien. Sebagai contoh, pada pasien dengan LBBB, aktivasi
septum dan aktivasi dinding postetolateral akan terlambat yang sering
menyebabkan perlambatan aktivasi antar segmen. Saat ini mitigasi disinkroni
interventrikel dipikirkan sebagai mekanisme utama yang akan meningkatkan
performa miokard pada CRT.2
MRI merupakan alat yang ideal untuk pengukuran strain, tetapi oleh
karena harganya yang mahal. kompleksitas yang tinggi, dan kontraindikasi pada
pasien-pasien dengan pacu jantung atau ICD, pemakaian MRI untuk menilai
disinkroni masih terbatas.2
11
12
depan
Dikutip dari: Daubert dkk.9
Tidak seperti implantasi alat pacu jantung konvensional atau ICD yang
hanya memerlukan pemasangan lead di atrium kanan atau ventrikel kanan saja,
CRT memerlukan implantasi lead di ventrikel kiri. Dahulu hal ini dicapai lewat
prosedur torakotomi. Saat ini hampir 98% implantasi alat CRT dilakukan secara
transvena. Walaupun jarang lagi dipergunakan, beberapa pasien dirujuk untuk
dilakukan torakotomi bila pemasangan secara transvena gagal. Alat-alat CRT saat
ini banyak yang telah dikombinasikan dengan ICD atau alat pacu jantung
dikarenakan banyak pasien kandidat CRT juga merupakan kandidat untuk
pemasangan ICD. Hibridisasi CRT dan ICD meningkatkan kompleksitas
pemrograman, follow-up, dan troubleshooting pada alat-alat tersebut.9
Prosedur implantasi dilakukan di laboratorium elektrofisiologi dalam
keadaan steril. Semua pasien diberikan antibiotika profilaksis setidaknya 30 menit
sebelum prosedur. AHA/ACC/HRS merekomendasikan penggunaan antibiotika
yang memiliki efek anti stafilokokus. Cefazolin intravena harus diberikan dalam 1
jam sebelum insisi dilakukan, sedangkan vancomycin harus diberikan dalam
waktu 2 jam sebelum insisi. Setelah itu, insisi dilakukan untuk membuat kantung
subkutan.9
Biasanya, pendekatan akses vena yang dipakai saat implantasi yaitu lewat
vena sefalika atau vena aksilaris. Lead atrium kanan dan lead ventrikel kanan
diimplantasikan dengan cara yang sama dengan pemasangan alat pacu jantung
atau ICD. Lead ventrikel kiri ditempatkan melalui sinus koronarius sampai cabang
sinus koronarius di dinding bebas ventrikel kiri. Identifikasi vena yang tepat untuk
implantasi dapat dibantu dengan melakukan occlusive sinus coronaries venogram.
Berbagai macam sheats, kateter, dan kawat penuntun tersedia untuk mengkanulasi
sinus koronarius dan menempatkan lead di tempat yang tepat. Walaupun lokasi
optimal penempatan lead ventrikel kiri masih kontroversial, kebanyakan ahli
setuju bahwa posisi lead di anterior dan apical adalah suboptimal. Setelah masuk
16
4.1 CRT pada Pasien Sinus Ritme dengan Gagal Jantung Kelas
Fungsional NYHA kelas III-IV
Ada banyak bukti yang kuat mengenai manfaat CRT pada pasien gagal
jantung dengan kelas fungsional NYHA kelas III yang didapat dari RCT
(randomized controlled trial). Penelitian acak telah mendemonstrasikan manfaat
CRT terhadap gejala, kapasitas latihan, fungsi dan struktur ventrikel kiri. Studi
CARE-HF dan Comparison of Medical Therapy, Pacing, and Defibrillation in
Heart Failure (COMPANION) mengevaluasi CRT-P terhadap hospitalisasi gagal
jantung dan semua penyebab kematian. Meta analisis terbaru memperlihatkan
CRT memperbaiki gejala dan mengurangi semua penyebab kematian sampai 22%
(rasio resiko 0.78, interval kepercayaan 95% 0.67-0.91) dan angka hospitalisasi
sekitar 35% (rasio resiko 0.65, interval kepercayaan 95% 0.50-0.86). Bukti pada
pasien gagal jantung dengan kelas fungsional NYHA kelas IV masih terbatas oleh
karena sedikitnya jumlah pasien yang ikut dalam CRT (sekitar 7-15%). Pada
sebuah substudi COMPANION, pasien kelas IV yang tidak sedang dirawat pada
sebulan terakhir menunjukkan reduksi signifikan pada kombinasi endpoint primer
pada semua jenis mortalitas dan hospitalisasi, tetapi hanya menunjukkan tren
untuk semua jenis mortalitas dan kematian akibat gagal jantung.10-11
Durasi kompleks QRS > 120 milidetik merupakan kriteria inklusi yang
digunakan pada kebanyakan studi acak terkontrol. Analisis subgrup dari meta
analisis yang mengevaluasi pengaruh durasi QRS terhadap efikasi CRT, telah
memperlihatkan pada pasien gagal jantung kelas fungsional NYHA III-IV, CRT
menurunkan secara signikan semua penyebab mortatilas atau perawatan pada
pasien dengan durasi QRS 150 milidetik. Lebih jauh lagi, kebanyakan pasien
CRT mempunyai EKG morfologi LBBB, yang dikaitkan dengan manfaat yang
lebih besar dibandingkan dengan pasien non LBBB. Hubungan antara durasi dan
morfologi QRS masih memerlukan eksplorasi lebih jauh.10
19
4.2 CRT pada Pasien Sinus Ritme dengan Gagal Jantung Kelas
Fungsional NYHA kelas II
milidetik dan gambaran morfologi LBBB mendapatkan hasil yang lebih besar
dengan terapi CRT-D dibandingkan terapi ICD saja. Pada pasien dengan non
LBBB, studi tidak menunjukkan bukti manfaat klinis CRT-D. Hasil serupa didapat
dari studi RAFT dan REVERSE. Berdasarkan bukti ini, rekomendasi kelas I saat
ini hanya dibatasi pada pasien dengn LBBB komplit.10,13
Pasien dengan RBBB biasanya dikaitkan dengan keadaan klinis yang lebih
buruk dibandingkan pasien LBBB dan secara umum diprediksi tidak akan
mendapat manfaat dari CRT. Untuk pasien ini, keputusan penggunaan CRT harus
diindividualisasi berdasarkan data klinis maupun pencitraan yang lain. Studi-studi
menunjukkan tidak adanya manfaat CRT pada pasien dengan durasi QRS < 120
milidetik.10
Tabel 4.2. Endpoint, Desain, dan Temuan Utama Studi Acak Terkontrol yang
Mengevaluasi CRT pada Gagal Jantung
diasosiasikan dengan peningkatan lebih rendah dalam kualitas hidup, tes jalan 6
menit, dan volume akhir sistolik ventrikel kiri.10
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya determinan utama keberhasilan
CRT adalah efektifnya pemacuan biventrikular, sedangkan AF merupakan
determinan utama dalam kegagalan pemacuan biventrikular.10
Pada kebanyakan pasien AF dengan konduksi AV yang intak, pemacuan
biventrikular hanya dapat dicapai dengan melakukan ablasi AV junction, dan
beberapa penulis memerlukan ablasi AV junction yang sistematis. Perlu diingat,
penggunaan ablasi AV junction sangat bervariasi dalam berbagai studi, berkisar
antara 15% sampai dengan 100%. 10
Keputusan untuk melakukan ablasi AV junction masih merupakan
perdebatan, namun kebanyakan studi memperlihatkan peningkatan hasil CRT
dengan ablasi. Sebagai kesimpulan, ablasi AV junction yang rutin memastikan
pemacuan biventrikular yang adekuat tercapai pada pasien AF. Potensi manfaat
tersebut harus seimbang dengan resiko perlunya pacu jantung. Ablasi AV junction
dapat dilakukan saat implantasi CRT atau beberapa minggu setelah implantasi.10
Walaupun buktinya lemah karena sedikitnya studi acak yang besar, para
ahli berpendapat bahwa implantasi CRT pada pasien AF memiliki indikasi yang
sama dengan pasien sinus ritme, dimana ablasi AV junction dapat dilakukan pada
pasien dengan biventricular capture yang inkomplit.10
Gambar 4.1. Indikasi Ablasi AV pada Pasien AF Permanen yang Simptomatik dan
mendapat Terapi Farmakologis Optimal
Dikutip dari: Brignole dkk.10
Modalitas pacu standar CRT yaitu terdiri dari pacu simultan kedua
ventrikel dengan perlambatan AV yang terprogram sekitar 100-120 milidetik,
disertai penempatan lead ventrikel kiri di vena lateral atau posterolateral. Praktik
seperti ini kebanyakan didapat secara empiris berdasarkan alasan patofisiologi dan
bukti dari studi-studi klinis awal. Optimalisasi CRT bertujuan untuk mengurangi
persentase pasien yang nonresponder. Untuk kepentingan ini, ada empat area
mayor yang menjadi subjek penelitian:
Bagaimana untuk mencapai biventricular pacing hingga mendekati
100%
Bagaimana memilih lokasi implantasi lead ventrikel kiri yang terbaik
Bagaimana pemrograman interval AV agar tercapai kontribusi
kontraksi atrium kiri yang maksimal saat pengisian ventrikel kiri
(resinkronisasi AV), dan
25
4.4.2 Pemilihan Posisi Lead di Ventrikel Kiri dan Lead Ventrikel Kiri
Tunggal versus Lead Multipel
dengan penurunan resinkronisasi akibat jarak lead di ventrikel kiri yang dekat
dengan lead ventrikel kanan.10
Bagaimanapun, beberapa studi memperlihatkan posisi lead ventrikel kiri
di daerah dengan aktivasi mekanikal yang paling lambat menunjukkan luaran
yang lebih baik dibandingkan posisi yang diskordan. Variasi individual dalam
perlambatan konduksi yang mungkin akan merubah daerah aktivasi ventrikel kiri
yang paling lambat dan adanya parut miokardium transmural pada daerah yang
menjadi target lead ventrikel kiri dapat mempengaruhi hasil CRT. Studi Targeted
Left Ventricular Lead Placement to Guide Cardiac Resyncronization Therapy
(TARGET) yang membandingkan pemasangan lead ventrikel kiri non apical di
daerah dengan aktivasi paling lambat (yang dinilai dengan metoda speckle
tracking echocardiography) dengan pemasangan ventrikel kiri yang konvensional
menunjukkan bahwa pasien dengan lead ventrikel kiri di daerah yang paling
lambat teraktivasi memperlihatkan proporsi responder secara ekhokardiografi dan
secara klinis yang lebih besar, serta angka kematian dan hospitalisasi yang lebih
rendah.10
Studi kecil yang mengikutsertakan pasien gagal jantung kelas
fungsional NYHA kelas III-IV dengan sinus ritme dan LBBB menunjukkan
bahwa pemacuan ventrikel kiri pada dua tempat menghasilkan perbaikan
hemodinamik dibandingkan dengan pemacuan pada satu tempat. Begitu juga,
pemasangan lead ventrikel kiri di endocardial memperlihatkan hasil yang lebih
baik dengan menghasilkan sinkronisasi yang lebih homogen. Untuk membuktikan
konfigurasi CRT mana yang terbaik masih diperlukan studi yang lebih besar.10
4.5 CRT pada Pasien dengan Laju Denyut Jantung Tidak Terkontrol
yang Merupakan Kandidat Ablasi AV Junction
4.6 CRT pada Pasien Gagal Jantung dengan Indikasi Pemasangan Pacu
Jantung
Tabel 4.7. Indikasi Upgrading atau De Novo CRT pada Pasien CRT dengan Indikasi
Pacu Jantung Konvensional dan Gagal Jantung
Rekomendasi Kelas Level
1) Upgrade from conventional PM or ICD.
CRT is indicated in HF patients with LVEF <35% and high I B
percentage of ventricular pacing who remain in NYHA class III
and ambulatory IV despite adequate medical treatment
2) De novo cardiac resynchronization therapy. II a B
CRT should be considered in HF patients, reduced EF and
expected high percentage of ventricular pacing in order to
decrease the risk of worsening HF.
Dikutip dari: Brignole dkk.10
Lima studi acak yang besar telah membandingkan efek CRT-D dengan
pemasangan ICD saja. Pasien dengan CRT-D menunjukkan manfaat dalam hal
angka kesintasan, morbiditas, dan perbaikan gejala. Oleh karena itu, pada pasien
dengan indikasi ICD untuk prevensi primer atau sekunder untuk mencegah mati
mendadak, penambahan CRT direkomendasikan pada pasien dengan gagal
jantung kronik bergejala yang telah mendapat terapi medikamentosa yang
optimal. fraksi ejeksi kurang dari 35% dan LBBB komplit.10
Walaupun alasan teoritis penambahan ICD pada CRT jelas yaitu untuk
mengurangi resiko kematian akibat aritmia, akan terapi manfaat kesintasan CRT-
31
D terhadap CRT-P masih menjadi perdebatan, karena tidak ada studi acak
terkontrol yang didesain untuk membandingkan hal tersebut.10
Studi COMPANION mempunyai 3 kelompok pasien yaitu kelompok
terapi medikamentosa yang optimal, kelompok CRT-P, dan kelompok CRT-D.
Akan tetapi, penelitian ini tidak didesain untuk membandingkan CRT-D dengan
CRT-P. Hasil penelitian ini yaitu hanya CRT-D yang diasosiasikan dengan
penurunan mortalitas total yang signifikan dalam tahun pertama dibandingkan
terapi medikamentosa optimal, sedangkan pasien dengan CRT-P didapatkan hasil
sedikit signifikan. Sudden cardiac death hanya menurun secara signifikan pada
CRT-D dibandingkan terapi medikamentosa optimal. Tetapi, studi yang
membandingkan CRT-P saja dengan terapi medikamentosa optimal tidak
menunjukkan penurunan resiko sudden cardiac death pada pasien dengan CRT.10
Studi CARE-HF adalah studi pertama yang menunjukkan penurunan
mortalitas total dengan CRT dibandingkan dengan kontrol, tetapi tidak
menurunkan angka sudden cardiac death secara signifikan. Hal ini mungkin
terjadi karena penurunan resiko sudden cardiac death berhubungan dengan derajat
reverse remodeling yang terjadi lebih lambat. Sebuah meta analisis terbaru juga
menunjukkan hal serupa. Sebagai kesimpulan, bukti yang ada dari studi acak
terkontrol tidak cukup untuk menunjukkan superioritas kombinasi CRT dan ICD
dibandingkan CRT saja. Akan tetapi, menurut analisis Bayesian, berdasarkan
analisis ekstrapolasi, menyimpulkan mungkin terapi kombinasi merupakan pilihan
yang terbaik.10,14
Oleh karena tidak adanya bukti yang kuat mengenai superioritas CRT-D
dibandingkan CRT saja dari studi-studi yang ada, ESC berpendapat bahwa tidak
ada rekomendasi yang baku yang dapat dibuat mengenai hal ini, dan keputusan
mengenai pilihan terapi CRT-D atau CRT-P dapat dibuat dengan
mempertimbangkan kondisi klinis secara keseluruhan, komplikasi yang berkaitan
dengan alat, dan faktor pembiayaan.10,15
Tabel 4.9. Pedoman Klinis Pemilihan antara CRT-P atau CRT-D pada Prevensi Primer
CRT-P lebih terpilih CRT-D lebih terpilih
Gagal ginjal yang berat atau dalam dialisi Gagal jantung stabil (NYHA II)
Kaheksia
-
Negatif responder didefinisikan sebagai adanya peningkatan volume
sistolik akhir dari ventrikel kiri.4
Reprogramming
Pemrograman kembali, baik dengan modifikasi perlambatan AV/VV atau
laju jantung, dapat dilakukan setelah evaluasi alat yang menyeluruh.9-10
Optimalisasi terapi medikamentosa
Optimalisasi terapi medikamentosa harus merupakan tujuan pada semua
pasien gagal jantung. Ciri khusus CRT ialah peningkatan tekanan sistolik
36
VI. KESIMPULAN
Saat ini CRT telah menjadi suatu terapi yang efektif pada pasien-pasien
dengan disfungsi ventrikel kiri yang refrakter terhadap obat-obatan gagal jantung
dan mempunyai durasi QRS yang lebar. Studi-studi klinis yang besar telah
membuktikan bahwa CRT mengurangi morbiditas dan mortalitas secara signifikan
pada pasien-pasien gagal jantung.
Adanya pasien-pasien yang nonresponder terhadap CRT sampai saat ini
masih menjadi masalah yang utama dalam terapi CRT. Para peneliti masih
berusaha untuk memprediksi respon seseorang terhadap CRT. Penelitian-
penelitian yang ada saat ini yang memfokuskan penggunaan alat pencitraan
sebagai prediktor keberhasilan CRT belum berhasil menemukan prediktor yang
reliable dan dapat dipergunakan di senter-senter yang berbeda.
Selain itu, beberapa pasien yang tidak terpilih untuk menjalani CRT
berdasarkan pedoman yang ada saat ini mungkin sebenarnya akan mendapat
manfaat dari terapi ini. Salah satu tantangan utama pada aplikasi CRT adalah
definisi yang optimal akan penggunaan yang tepat dan hemat dari teknologi yang
berbiaya mahal ini.
v