1
TIM PENYUSUN
2
DAFTAR ISI
1. Pendahuluan
2. Metodologi
3. Hasil dan pembahasan
A. Alat Bantu Diagnostik Sebagi Pemandu Revaskularisasi Miokard
1. Alat Bantu Diagnostik Non-invasif
2. Alat Bantu Diagnostik Invasif
1. FFR
2. IFR
3. IVUS
4. OCT
B. Modalitas Intervensi Perkutan Koroner
1. Baloon angioplasty
2. Pilihan sten
3. Bioreabsorbable scaffold
4. Drug eluting/eluting balloon
5. Modalitas preparasi lesi
C. Intervensi Koroner Perkutan pada Angina Pektoris Stabil
1. Indikasi
2. Intervensi koroner perkutan vs bedah pintas arteri koroner
1. Kriteria dalam menentukan keputusan
3. Kelengkapan revaskularisasi
4. Penyakit arteri koroner left anterior descending proksimal terisolir
5. Penyakit arteri koroner left main
6. Penyakit arteri koroner multivessel
D. Intervensi Koroner Perkutan pada Sindroma koroner akut
1. Intervensi koroner perkutan pada pasien IMA-NEST
1. Strategi revaskularisasi pada pasien IMA-NEST
2. Aspek teknis dan srategi intervensi koroner perkutan pada pasien
IMA-NEST
2. Intervensi koroner perkutan pada IMA-EST
1. Keterlambatan Waktu
2. Pemilihan dari strategi reperfusi
3. Intervensi koroner perkutan primer pada pasien IMA-EST
4. Intervensi koroner perkutan primer setelah trombolisis dan pada
pasien dengan keterlambatan diagnosis
E. Intervensi Koroner Perkutan pada Gagal Jantung
1. Gagal jantung kronik
2. Gagal jantung akut dan syok kardiogenik
3
1. Revaskularisasi
2. Bantuan sirkulasi mekanik
3. Intra-aortic balloon pump
F. Intervensi Koroner Perkutan pada Diabetes Melitus
1. Pemilihan strategi revaskularisasi
2. Pemberian metformin
G. Intervensi Koroner Perkutan pada Penyakit Ginjal Kronik
H. Intervensi Koroner Perkutan pada Aritmia
1. Aritmia ventrikel
2. Aritmia atrium
4
DAFTAR SINGKATAN
5
PGK penyakit ginjal kronis
PJK penyakit jantung koroner
RBBB right bundle branch block
Riskesdas riset kesehatan dasar
SHOCK SHould we emergently revascularize Occluded coronaries for Cardiogenic
shoCK
Sk streptokinase
SKA sindroma koroner akut
STEMI ST segment elevation myocardial infarction
S3 suara jantung tiga
STS Society of Thoracic Surgery
TIA transient ischaemic attack
TIMI thrombolysis in myocardial infarction
TLC therapeutic lifestyle changes
tPA Alteplase
UAP unstable angina pectoris
ULN upper limit of normal
WHO World Health Organization
6
DAFTAR TABEL
7
DAFTAR GAMBAR
8
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2 Permasalahan
1. Tersedianya pelayanan tindakan berteknologi canggih di Kateterisasi jantung dapat
mendatangkan manfaat besar bagi masyarakat terutama di bidang jantung dan pembuluh
darah, namun apabila tidak dikelola dengan baik maka berpotensi mengakibatkan risiko
dan kerugian yang serius.
2. Semakin tingginya jumlah laboratorium kateterisasi di Indonesia saat ini yang sudah
mencapai lebih dari 200 unit.
9
3. Sebagian besar pelayanan di Kateterisasi jantung berhubungan dengan teknologi yang
canggih dan pasien dengan risiko tinggi sehingga tentu saja memiliki risiko tindakan
yang tinggi pula.
4. Untuk menjamin kualitas pelayanan di Kateterisasi jantung, diperlukan adanya suatu
regulasi yang baik, meliputi aspek mutu pelayanan, sumber daya manusia, fasilitas sarana
dan prasarana, pembiayaan, administrasi manajemen, dan etik medikolegal.
5. Promosi yang berlebihan dari pihak Rumah Sakit berpotensi menimbulkan kerugian pada
masyarakat.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Terwujudnya pelayanan intervensi koroner perkutan yang bermutu baik dan berorientasi
pada keselamatan / keamanan pasien di Indonesia.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Terbentuk peraturan dan pedoman mengenai kegiatan pelayanan intervensi koroner
perkutan.
2. Terbentuk pedoman untuk menjamin mutu penyelenggaraan pelayanan nintervensi
koroner perkutan.
3. Terbentuk pedoman untuk melakukan pembinaan dan pengawasan sistem
penyelenggaraan pelayanan intervensi koroner perkutan.
1.4 Sasaran
1. Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular dan/atau SMF Jantung dan Pembuluh
Darah di Rumah Sakit.
2. Anggota organisasi profesi yang terkait dengan pelayanan Kateterisasi jantung (PERKI).
3. Profesi Kedokteran dan Kesehatan.
4. Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota.
5. Unit Pelayanan Kateterisasi jantung di Rumah Sakit.
6. Lembaga Pendidikan dan Penelitian yang berhubungan dengan penyakit jantung dan
pembuluh darah.
7. Institusi/RS yang ingin membuka Kateterisasi jantung.
8. Masyarakat yang ingin menggunakan fasilitas pelayanan Kateterisasi jantung untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan kardiovaskuler.
10
BAB 2
METODOLOGI
11
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.1.2.Penilaian viablitias miokard pada pasien gagal jantung karena penyakit jantung koroner
Penilaian viabilitas miokard bertujuan untuk melihat pasien mana yang memiliki manfaat
dari revaskularisasi dengan beberapa modalitas pencitraan yaitu: ekokardiografi dengan kontras,
single photon emission CT (SPECT), dan late gadolinium enhancement cardiac magnetic
resonance (LGE-CMR) dengan tujuan menilia integritas seluar, lalu positron emission
tomography (PET) dengan tujuan menilai metabolisme seluler dan dobutamin test untuk menilai
contractile reserve.
Penilaian area iskemia secara speisifik pada lesi koroner ringan-sedang, lebih bermanfaat
dari uji viabilitas secara menyeluruh, sedangkan pada PJK berat dan luas, maka cukup dengan uji
viabilitas. Substudi dari penelitian STICH (Surgical Treatment for Ischemic Heart Failure)
menemukan ada hubungan yang signifikan antara viabilitas miokard dengan hasil operasi dari
hasil analisis univariat, tetapi tidak pada analisis multivariat, sehingga menunjukkan bahwa
strategi ini tidak boleh menjadi satu-satunya pemeriksaan penunjang dalam menentukan strategi
revaskularisasi.3
12
Tabel 2.Rekomendasi pencitraan non invasif pada pasien gagal jantung karena PJK
Rekomendasi Kelas Level
Pencitraan uji latih non invasif (CMR, uji latih ekokardiografi, SPECT
atau PET) perlu dipertimbangkan untuk menilai area iskemia dan
viabilitas miokard pada pasien gagal jantung karena PJK sebelum IIb B
menentukan srategi revaskularisasi (dianggap memiliki manfaat dari
revaskularisasi)
A.2.2.IFR
Pemeriksaan FFR membutuhkan keadaan hiperemia maksimal dan stabil, yang biasanya
dicapai dengan pemberian adenosin intravena, namun belakangan ini telah ada perkembangan
pemeriksaan resting indices baru menggunakan gelombang( tanpa keadaan hyperemia) yaitu
instantaneous wave-free ratio (iFR). Dua RCT skala besar menunjukkan hasil yang sebanding
antara strategi revaskularisasi yang dipandu FFR dengan iFR pada pasien dengan penyempitan
derajat sedang dengan indikasikan revaskularisasi yaitu FFR ≤0.80 atau iFR ≤0. 89. Studi
pertama DEFINEFLAIR menunjukan MACE dalam 1 tahun pada iFR vs FFR adalah 6.8% vs
7.0%, sedangkan studi kedua iFR-SWEDEHEART dengan luaran klinis yaitu kematian karena
penyebab apapun, IM non-fatal, atau kejadian revaskularisasi ulang, pada iFR vs FFR adalah
6.7% vs 6.1%.7,8
Studi dari Synergy between Percutaneous Coronary Intervention with TAXUS and
Cardiac Surgery (SYNTAX II), pada pasien dengan penyakit multivessel menggunakan strategi
13
pemanduan revaskularsiasi dengan iFR / FFR untuk menilai derajat keparahan sebagai tambahan
stent yang dipandu intravascular ultrasound (IVUS) dan terapi medis, menunjukkan hasil yang
lebih baik.9 Penggunaan iFR pada penyempitan osteal atau proskimal left main stem (LMS)
belum tervalidasi.
Tabel 3. Rekomendasi untuk uji fungsi dan pencitraan intravascular untuk penilaian lesi
Rekomendasi Kelas Level
Ketika bukti iskemia tidak tersedia, FFR atau iFR direkomendasikan untuk
14
menilai relevansi hemodinamik dari penyempitan derajat sedang (40-90%) I A
IKP dengan panduan FFR harus dipertimbangkan pada pasien PJK IIa B
multivessel
IVUS harus dipertimbangkan untuk menilai derajat penyempitan lesi IIa B
unprotected left main
Indikasi untuk revaskularisasi pada pasien PJK stabil adalah pasien yang telah mendapat
terapi sesuai rekomendasi dengan gejala yang masih persisten dan / atau untuk peningkatan
prognosis. Dengan pengecualian pada kasus stenosis subtotal pada pembuluh darah utama,
gambaran angiografi saja tidak cukup untuk menentukan indikasi IKP, butuh adanya bukti
iskemia. Tabel 5 memuat indikasi revaskularisasi pada pasien PJK stabil. Ada dua strategi
revaskularisasi yang dapat dipilih dalam menangani PJK stabil, yaitu Intervensi Koroner
Perkutan (IKP) atau Bedah Pintas Arteri Koroner (BPAK). Pemilihan strategi tersebut dilakukan
dengan mempertimbangkan skor SYNTAX .1,28
16
2 atau 3 sumbatan pembuluh darah >50% a dengan penurunan fungsi
I
jantung (LVEF ≤35%)
Area iskemia luas (>10%) yang dideteksi oleh tes fungsional, atau hasil
I
FFR abnormal b
Satu satunya arteri koroner yang paten dengan stenosis >50% a I
Setiap stenosis koroner yang signifikana dengan adanya angina berat atau
angina equivalent yang tidak mendapat respon adekuat dengan terapi I
medikamentosa optimal
Sesak nafas / gejala gagal jantung dengan bukti iskemik > 10% pada area
II
dengan stenosis koroner >50%
stenosis >70% di pembuluh non - LM atau ≥50% di pembuluh LM dengan
bukti iskemia signifikan pada pemeriksaan non invasif; apabila FFR tidak II
tersedia c
Pasien yang stabil dengan terapi optimal dengan lesi pembuluh selain: (1)
Lesi LM atau proksimal LAD (2) Satu satunya arteri koroner paten (3) III
Penyumbatan dengan bukti iskemik miokardium >10%
Penyumbatan dengan FFR ≥0.8 III
a
Dengan bukti iskemia yang didefinisikan dengan FFR < 0.8 atau IFR < 0.89, atau > 90% stenosis di
pembuluh darah utama
b
FFR < 0.75 di pembuluh darah yang stenosis
c
> 10% pada SPECT, atau > 2/16 segment pada CMR, atau > 3 segmen pada dobutamin stress echo atau
pasien dengan resiko tinggi (LVEF< 50% pada pemeriksaan ekokardiografi, mortalitas KV > 3%/tahun
berdasarkan Uji-latih EKG)
Skor SYNTAX (Synergy between Percutaneous Coronary Intervention with TAXUS and
Cardiac Surgery) adalah sistem penghitungan yang dikembangkan dalam studi SYNTAX untuk
menilai kompleksitas anatomi dari penyakit jantung koroner pada pasien dengan lesi arteri Left
Main (LM) atau lesi ketiga pembuluh darah koroner (Three vessel disease / TVD).28,29 Pada studi
SYNTAX, populasi terbagi menjadi kelompok skor rendah (0-22), skor menengah (23-32) dan
skor tinggi (≥33) berdasarkan kompleksitas anatomi koroner. Populasi dengan kelompok skor
SYNTAX rendah (0-22) dan menengah (23-32) memiliki luaran klinis sama apabila dilakukan
IKP atau BPAK. Namun, kelompok dengan skor SYNTAX tinggi (≥33) memiliki luaran klinis
yang lebih baik apabila dilakukan BPAK, jika dibandingkan dengan IKP.29 Skor SYNTAX dapat
dihitung secara manual melalui petunjuk yang disediakan di Tabel 6 atau secara online
menggunakan kalkulator yang disediakan di www.syntaxscore.com.1
17
Langkah 1 Dominansi Poin dari masing-masing segmen pada arteri koroner
bervariasi tergantung dari dominansi arteri koroner
tersebut (kiri atau kanan-dominan). Tidak ada ko-
dominansi pada Skor SYNTAX. Contoh: lesi pada arteri
LM memiliki nilai 6 pada kiri-dominan dan 5 pada
kanan-dominan.
Langkah 2 Segmen Masing-masing segmen arteri koroner memiliki poin
Koroner yang bervariasi, tergantung pada lokasinya, dengan
rentang dari 0.5 (contoh: cabang posterolateral) hingga 6
(contoh: LM pada kiri-dominan).
Kanan-Dominan:
Poin:
Kiri-Dominan:
Pada studi SYNTAX, pasien dikelompokan menjadi dua kelompok untuk membedakan
mana kelompok yang (1) mendapatkan manfaat yang besar dari IKP dan BPAK, serta (2)
19
mendapatkan manfaat yang lebih besar dari BPAK.29 Dengan kata lain, salah satu tujuan dari
Skor SYNTAX adalah untuk memilih strategi revaskularisasi terbaik antara IKP dan BPAK.
20
Gambar 1. Panduan pemilihan strategi revaskularisasi untuk PJK dengan LM
Untuk menggabungkan prediksi risiko berdasarkan kompleksitas anatomi PJK dan klinis,
dikembangkanlah Skor SYNTAX II. Lebih lanjut lagi, studi lain yang dilakukan oleh Ying et.al
juga menemukan bahwa Skor SYNTAX II lebih unggul dibandingkan Skor SYNTAX dalam hal
memprediksi risiko mortalitas pada pasien dengan PJK berat yang menjalani IKP.30 Namun, Skor
SYNTAX II kurang bermanfaat dalam hal menentukan strategi revaskularisasi terbaik, apabila
21
dibandingkan dengan Skor SYNTAX. Maka dari itu, Guidelines Myocardial Revascularization
European Society of Cardiology (ESC) menyarankan untuk menggunakan Skor SYNTAX
sebagai panduan untuk pemilihan strategi revaskularisasi pada PJK antara IKP dan BPAK. Lebih
lanjut lagi, ada beberapa aspek klinis dan juga tampilan anatomis lainnya yang bisa dijadikan
pertimbangan dalam menentukan strategi revaskularisasi antara IKP atau BPAK dalam
menangani pasien dengan PJK stabil, seperti ditampilkan di tabel 8.1
Tabel 8. Karakteristik Klinis, Anatomi, dan Teknis untuk Pertimbangan Pemilihan Strategi
Revaskularisasi.
IKP Lebih Dianjurkan BPAK Lebih Dianjurkan
Karakteristik Klinis Karakteristik Klinis
- Terdapat komorbiditas yang berat - Diabetes
- Usia sangat lanjut - Fungsi ventrikel kiri menurun (EF <35%)
- Terbatasnya mobilitas dan kondisi yang - Kontraindikasi obat antiplatelet
mempengaruhi proses rehabilitasi - Diffuse in-stent restenosis yang berulang
Aspek Anatomi Dan Teknis Aspek Anatomi Dan Teknis
- 3 lesi pembuluh darah dengan skor - 3 lesi pembuluh darah dengan skor SYNTAX
SYNTAX 0–22 > 23
- Terdapat anatomi yang membuat - Terdapat anatomi yang membuat
revaskularisasi tidak komplit dengan revaskularisasi tidak komplit dengan IKP
BPAK karena kualitas yang buruk atau - Lesi arteri koroner dengan kalsifikasi berat
saluran pembuluh darah yang hilang
- Deformitas dinding dada yang berat atau Perlu intervensi bersamaan
skoliosis Terdapat penyakit aorta asenden dengan indikasi
- Kalsifikasi Aorta (Porcelain Aorta) untuk operasi bedah jantung secara bersamaan
Gambar 3: Pemilihan strategi terapi dan waktu berdasarkan stratifikasi risiko pada IMA –NEST
23
D.1.2.Aspek teknis dan srategi intervensi koroner perkutan pada pasien IMA-NEST
Penggunaan DES generasi baru dan pendekatan radialis adalah standar pelayanan saat ini.
DAPT. Pemberian terapi antiplatelet ganda direkomendasikan selama 12 bulan terlepas dari jenis
sten, sementara pada pasien dengan risiko iskemik tinggi yang tidak mengalami perdarahan,
durasi pemberian dapat diperpanjang. Tidak ada bukti untuk manfaat tambahan dari trombektomi
pada pasien yang menjalani IKP pada IMA-NEST. Walaupun FFR dianggap sebagai standar
baku emas invasif untuk penilaian fungsional keparahan lesi pada PJK stabil, penggunaannya
pada pasien IMA-NEST multivessel telah terbukti layak, dapat diandalkan, aman, dan efektif,
meskipun nilai prognostiknya belum jelas. Revaskularisasi lengkap dari lesi yang signifikan
harus dicoba pada pasien IMA-NEST multivessel mengingat prognosis yang lebih buruk pada
pasien dengan revaskularisasi yang tidak komplit. Selain itu, revaskularisasi komplit yang
dilakukan satu tahap memiliki hasil klinis yang lebih baik daripada yang dilakukan secara
bertahap. Penatalaksanaan secara rutin lesi non-culprit selama IKP, berbahaya pada pasien IMA-
NEST dengan syok kardiogenik, hal ini ditunjukan dari studi Culprit Lesion Only PCI versus
Multivessel PCI in Cardiogenic Shock (CULPRIT-SHOCK).
Tabel 10. Rekomendasi untuk evaluasi invasif dan revaskularisasi pada pasien IMA-NEST
Rekomendasi Kelas Level
Strategi invasif segera (<2 jam) direkomendasikan pada pasien dengan I C
risiko iskemik yang sangat tinggi
Strategi invasif dini (<24 jam) direkomendasikan pada pasien dengan
I A
setidaknya satu kriteria risiko tinggi
Strategi invasif (<72 jam setelah awitan) diindikasikan pada pasien I A
dengan setidaknya satu kriteria risiko sedang atau gejala berulang
24
Direkomendasikan untuk mendasarkan strategi revaskularisasi (IKP lesi I B
tersangka ad hoc, IKP / BPAK multivessel) berdasarkan status klinis dan
komorbiditas, serta derajat keparahan penyakit. ( distribusi dan
karakteristik lesi secara angiografis, misalnya menggunakan skor
SYNTAX), sesuai dengan prinsip revaskularisasi pada PJK stabil
Strategi invasif selektif, yaitu pada pasien tanpa gejala rekuren dan tidak I A
memiliki kriteria pada tabel 1, dianggap memiliki risiko rendah kejadian
iskemik. Direkomendasikan untuk dilakukan tes stress non-invasif
(dengan pencitraan) untuk identifikasi inducible ischemia
Pada syok kardiogenik, revaskularisasi rutin lesi non-IRA tidak III B
dianjurkan selama IKP primer
25
Gambar 4:Alur pemilihan strategi reperfusi untuk pasien IMA-EST
26
stroke ditunjukan dalam studi TOTAL (Trial of Routine Aspiration Thrombectomy with PCI
versus PCI Alone in Patients with STEMI), sehingga tindakan aspirasi trombus secara rutin tidak
diindikasikan.1,32
D.2.4.Intervensi Koroner Perkutan primer setelah trombolisis dan pada pasien dengan
keterlambatan diagnosis
Manfaat dari IKP dini secara rutin setelah trombolisis yaitu tidak adanya peningkatan
risiko efek samping seperti stroke atau perdarahan hebat. Berdasarkan data dari empat penelitian
terbaru, yang semuanya memiliki median keterlambatan antara awal trombolisis dan angiografi
2–6 jam, dalam rentang waktu 2–24 jam, setelah terapi lisis yang berhasil, revaskularisasi dengan
IKP dapat direkomendasikan. Pada kasus fibrinolisis yang gagal, atau jika ada bukti re-oklusi
atau re-infark dengan peningkatan segmen ST rekuren, pasien harus segera menjalani angiografi
koroner dan IKP rescue. Pasien yang datang antara 12 - 48 jam setelah timbulnya gejala,
meskipun sudah bebas nyeri dan dengan kondisi hemodinamik yang stabil, masih mungkin
mendapatkan manfaat dari angiografi koroner dan IKP.32 Pada pasien yang datang beberapa hari
27
setelah kejadian IMA, hanya pasien dengan angina berulang atau iskemia residual dan dengan
area miokard yang viabel luas dari hasil pencitraan non-invasif, dapat dipertimbangkan untuk
revaskularisasi ketika arteri yang infark oklusi. IKP akhir secara rutin dari infarct related artery
IRA yang oklusi setelah IMA pada pasien yang stabil , tidak memiliki tambahan manfaat
dibandingkan terapi medis.1
Tabel 12. Rekomendasi aspek prosedural IKP primer pada pasien IMA-EST
Rekomendasi Kelas Level
IKP primer dilakukan pada lesi IRA I A
Pemasangan stent direkomendasikan untuk IKP primer I A
Akses radial merupakan pendekatan IKP yang dipilih I A
Revaskularisasi rutin lesi non-IRA harus dipertimbangkan pada pasien IIa A
dengan penyakit multivessel sebelum pulang dari rumah sakit.
BPAK harus dipertimbangkan pada pasien dengan iskemia yang sedang IIa C
berlangsung dan area yang luas dari miokardium yang terancam jika IKP
dari IRA tidak dapat dilakukan.
Pada syok kardiogenik, revaskularisasi rutin lesi non-IRA tidak dianjurkan III B
selama IKP primer.
Penggunaan rutin dari aspirasi thrombus tidak direkomendasikan III A
Tabel 13. Rekomendasi Revaskularisasi pada Pasien dengan Gagal Jantung Kronik dan
Disfungsi Sistolik Ventrikel Kiri (Fraksi Ejeksi ≤35%)
Rekomendasi Kelas Level
Revaskularisasi miokard direkomendasikan pada pasien dengan I B
disfungsi sistolik ventrikel kiri berat dan penyakit jantung koroner
yang memenuhi kriteria intervensi
BPAK direkomendasikan sebagai strategi revaskularisasi utama pada I B
pasien multivessel disease dengan risiko operasi yang dapat diterima
28
Pada pasien dengan satu atau dua lesi arteri koroner, IKP dapat IIa C
dipertimbangkan sebagai alternatif dari BPAK apabila revaskulariasi
komplit dapat dicapai
Pada pasien dengan tiga lesi arteri koroner, IKP harus IIa C
dipertimbangkan berdasarkan evaluasi tim dokter, anatomi koroner,
kemungkinan revaskularisasi secara komplit, status diabetes, dan
komorbiditas lain.
29
Pada pasien SKA tertentu dan syok kardiogenik, MCS jangka IIb C
pendek dapat dipertimbangkan berdasarkan umur pasien,
komorbiditas, fungsi neurologis, dan kesintasan jangka panjang
serta kualitas hidup.
Penggunaan IABP secara rutin pada pasien syok kardiogenik akibat III B
SKA tidak direkomendasikan.
Tabel 15. Rekomendasi intervensi koroner pada pasien dalam konsumsi metformin
Rekomendasi Kelas Level
Direkomendasikan untuk mengecek fungsi ginjal jika pasien telah
mengonsumsi menformin sebelum angiografi dan pemberian I C
30
metforim ditunda jika fungsi ginjal memburuk
Pasien dengan gangguan ginjal sedang atau berat (National Kidney Foundation stadium 3b
dan 4)
Direkomendasikan untuk menggunakan zat I A
kontras hipo-osmolar atau iso-osmolar
Direkomendasikan untuk menggunakan volume (Total volume I B
media kontras seminimal mungkin kontras/GFR <3.7)
Pada pasien dalam pengobatan statin, pemberian Dosis Rosuvastatin IIa A
dosis tinggi sebelum tindakan harus 40/20 mg atau
dipertimbangkan atorvastatin 80 mg
Tabel 18. Rekomendasi untuk pencegahan dan tata laksana fibrilasi atrium dalam kasus
revaskularisasi miokard
Rekomendasi Kelas Level
Pemberian antikoagulan jangka panjang pada pasien AF pasca IKP diberikan IIa B
dengan pertimbangan risiko stroke dan risiko perdarahan
Obat antiaritmia harus diberikan pada pasien simtomatik AF pasca IKP dengan IIa C
tujuan untuk mengembalikan irama sinus
33
BAB 4
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Demikian pedoman ini dibuat dengan harapan dapat dijadikan penuntun dalam praktek
klinik sehari-hari. Hal-hal yang masih memerlukan perbaikan atau pemutakhiran berdasarkan
hasil penelitian yang terbaru akan terus dilakukan. Konsultasi di antara teman sejawat akan lebih
mempermudah penerapan pedoman ini.
34
DAFTAR PUSTAKA
2. Douglas PS, Pontone G, Hlatky MA, et al: PLATFORM Investigators. Clinical outcomes of
fractional flow reserve by computed tomographic angiography-guided diagnostic strategies vs.
usual care in patients with suspected coronary artery disease: The prospective longitudinal trial
of FFR(CT): Outcome and resource impacts study. Eur Heart J 2015;36:3359–3367
3. Bonow RO, Maurer G, Lee KL, Holly TA, et al ; STICH Trial Investigators. Myocardial
viability and survival in ischemic left ventricular dysfunction. N Engl J Med 2011;364: 1617–
1625.
4.Davies JE, Sen S, Dehbi HM, Al-Lamee R, et al. Use of the instantaneous wave-free ratio or
fractional flow reserve in PCI. N Engl J Med 2017;376:1824–1834.
6.Tonino PA, De Bruyne B, Pijls NH, et al ; FAME Study Investigators. Fractional flow reserve
versus angiography for guiding percutaneous coronary intervention. N Engl J Med 2009;
360:213–224.
7.Davies JE, Sen S, Dehbi HM, et al. Use of the instantaneous wave-free ratio or fractional flow
reserve in PCI. N Engl J Med 2017;376:1824–1834.
9.Waksman R, Legutko J, Singh J, et al. FIRST: Fractional Flow Reserve and Intravascular
Ultrasound Relationship Study. J Am Coll Cardiol 2013;61:917–923.
10. Nerlekar N, Cheshire CJ, Verma KP,et al. Intravascular ultrasound guidance improves
clinical outcomes during implantation of both first- and second-generation drug-eluting stents: A
meta-analysis. EuroIntervention 2017;12:1632–1642.
35
11. Buccheri S, Franchina G, Romano S, et al. Clinical outcomes following intravascular
imaging-guided versus coronary angiography-guided percutaneous coronary intervention with
stent implantation: A systematic review and Bayesian network meta-analysis of 31 studies and
17,882 patients. JACC Cardiovasc Interv 2017;10:2488–2498.
12.Park SJ, Kim YH, Park DW, Lee SW,et al; MAIN-COMPARE Investigators. Impact of
intravascular ultrasound guidance on long-term mortality in stenting for unprotected left main
coronary artery stenosis. Circ Cardiovasc Interv 2009;2:167–177.
13. Fassa AA, Wagatsuma K, Higano ST, et al. Intravascular ultrasound-guided treatment for
angiographically indeterminate left main coronary artery disease: A long-term followup study. J
Am Coll Cardiol 2005;45:204–211.
14. de la Torre Hernandez JM, Hernandez Hernandez F, Alfonso F, et al. LITRO Study Group.
Prospective application of pre-defined intravascular ultrasound criteria for assessment of
intermediate left main coronary artery lesions results from the multicenter LITRO study. J Am
Coll Cardiol 2011; 58:351–358.
15. Park SJ, Ahn JM, Kang SJ, et al. Intravascular ultrasound-derived minimal lumen area
criteria for functionally significant left main coronary artery stenosis. JACC Cardiovasc Interv
2014;7:868–874.
16. Alfonso F, Dutary J, Paulo M, et al. Combined use of optical coherence tomography and
intravascular ultrasound imaging in patients undergoing coronary interventions for stent
thrombosis. Heart 2012;98: 1213–1220.
17. Kang SJ, Mintz GS, Akasaka T, et al. Optical coherence tomographic analysis of instent
neoatherosclerosis after drug-eluting stent implantation. Circulation 2011;123:2954–2963.
18. Malle C, Tada T, Steigerwald K, et al. Tissue characterization after drug-eluting stent
implantation using optical coherence tomography. Arterioscler Thromb Vasc Biol
2013;33:1376–1383.
19. Brophy JM, Belisle P, Joseph L. Evidence for use of coronary stents. A hierarchical bayesian
meta-analysis. Ann Intern Med 2003;138:7777–7786.
20. Tada T, Byrne RA, Simunovic I, et al. Risk of stent thrombosis among bare-metal stents,
first-generation drug-eluting stents, and second-generation drug-eluting stents: Results from a
registry of 18,334 patients. JACC Cardiovasc Interv 2013;6:1267–1274.
36
21. Raber L, Magro M, Stefanini GG, et al. Very late coronary stent thrombosis of a newer-
generation everolimus-eluting stent compared with early-generation drug-eluting stents: A
prospective cohort study. Circulation 2012;125:1110–1121.
22 .Byrne RA, Serruys PW, Baumbach A, et al. Report of a European Society of Cardiology
European Association of Percutaneous Cardiovascular Interventions task force on the evaluation
of coronary stents in Europe: Executive summary. Eur Heart J 2015;36:2608–2620.
23. Sorrentino S, Giustino G, Mehran R, Kini AS, Sharma SK, Faggioni M, Farhan S, Vogel B,
Indolfi C, Dangas GD. Everolimus-eluting bioresorbable scaffolds versus everolimus-eluting
metallic stents. J Am Coll Cardiol 2017;69:3055–3066.
24. Montone RA, Niccoli G, De Marco F, Minelli S, D’Ascenzo F, Testa L, Bedogni F, Crea F.
Temporal trends in adverse events after everolimus-eluting bioresorbablem vascular scaffold
versus everolimus-eluting metallic stent implantation: A meta-analysis of randomized controlled
trials. Circulation 2017;135: 2145–2154.
25. Latib A, Colombo A, Castriota F,et al. A randomized multicenter study comparing a
paclitaxel drug-eluting balloon with a paclitaxel-eluting stent in small coronary vessels: The
BELLO (Balloon Elution and Late Loss Optimization) study. J Am Coll Cardiol 2012;60:2473 -
80.
28. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. Panduan Evaluasi dan Kriteria
Revaskularisasi pada Angina Pektoralis Stabil.2018
29.Sianos G, Morel M-A, Kappetein AP, et al. The SYNTAX Score: an angiographic tool
grading the complexity of coronary artery disease. EuroIntervention. 2005.
30.Song Y, Gao Z, Tang X, et al. Usefulness of the SYNTAX score II to validate 2-year
outcomes in patients with complex coronary artery disease undergoing percutaneous coronary
intervention: A large single-center study. Catheter Cardiovasc Interv. 2017;(July 2017):40-47.
37
31. Scholz KH, Maier SKG, Maier LS, et al. Impact of treatment delay on mortality in ST-
segment elevation myocardial infarction (STEMI) patients presenting with and without
haemodynamic instability: Results from the German prospective, multicentre FITT-STEMI trial.
Eur Heart J 2018;39:1065–1074.
33. Velazquez EJ, Lee KL, Jones RH, et al; STICHES Investigators. Coronary-artery bypass
surgery in patients with ischemic cardiomyopathy. N Engl J Med 2016;374:1511–20.
35. Wrobel K, Stevens SR, Jones RH. Influence of baseline characteristics, operative conduct,
and postoperative course on 30-day outcomes of coronary artery bypass grafting among patients
with left ventricular dysfunction: Results from the Surgical Treatment for Ischemic Heart Failure
(STICH) Trial. Circulation 2015;132:720–730.
37. Hochman JS, Sleeper LA, Webb JG. Early revascularization in acute myocardial infarction
complicated by cardiogenic shock. SHOCK Investigators. Should We Emergently Revascularize
Occluded Coronaries for Cardiogenic Shock. N Engl J Med 1999;341:625–634.
38. White HD, Assmann SF, Sanborn TA, et al. Comparison of percutaneous coronary
intervention and coronary artery bypass grafting after acute myocardial infarction complicated
by cardiogenic shock: Results from the Should We Emergently Revascularize Occluded
Coronaries for Cardiogenic Shock (SHOCK) trial. Circulation 2005;112:1992–2001
38
41. Kappetein AP, Head SJ, Morice MC, Banning AP, Serruys PW, Mohr FW, Dawkins KD,
Mack MJ, Investigators S. Treatment of complex coronary artery disease in patients with
diabetes: 5-year results comparing outcomes of bypass surgery and percutaneous coronary
intervention in the SYNTAX trial. Eur J Cardiothorac Surg 2013;43:1006–1013.
43. Goergen SK, Rumbold G, Compton G, Harris C. Systematic review of current guidelines,
and their evidence base, on risk of lactic acidosis after administration of contrast medium for
patients receiving metformin. Radiology 2010;254:261–269.
44. Mehran R, Aymong ED, Nikolsky E, et al. A simple risk score for prediction of contrast-
induced nephropathy after percutaneous coronary intervention: Development and initial
validation. J Am Coll Cardiol 2004;44:1393–1399.
46. Aspelin P, Aubry P, Fransson SG, Strasser R, Willenbrock R, Berg KJ, Nephrotoxicity in
High-Risk Patients Study of I-O, Low-Osmolar Non-Ionic Contrast Media Study Investigators.
Nephrotoxic effects in high-risk patients undergoing angiography. N Engl J Med 2003;348:491–
499
47. Jo SH, Youn TJ, Koo BK. Renal toxicity evaluation and comparison between visipaque
(iodixanol) and hexabrix (ioxaglate) in patients with renal insufficiency undergoing coronary
angiography: The RECOVER study: A randomized controlled trial. J Am Coll Cardiol
2006;48:924–930.
48. Solomon RJ, Natarajan MK, Doucet S, et al; Investigators of the CARE Study. Cardiac
Angiography in Renally Impaired Patients (CARE) study: A randomized doubleblind trial of
contrast-induced nephropathy in patients with chronic kidney disease. Circulation
2007;115:3189–3196.
49. Marenzi G, Assanelli E, Campodonico J, et al. Contrast volume during primary percutaneous
coronary intervention and subsequent contrast-induced nephropathy and mortality. Ann Intern
Med 2009;150:170–177.
39
50. Laskey WK, Jenkins C, Selzer F, et al. Investigators NDR. Volume-to-creatinine clearance
ratio: A pharmacokinetically based risk factor for prediction of early creatinine increase after
percutaneous coronary intervention. J Am Coll Cardiol 2007;50:584–590.
51. Moss AJ, Zareba W, Hall WJ, Klein H, Wilber DJ, Cannom DS, Daubert JP, Higgins SL,
Brown MW, Andrews ML; Multicenter Automatic Defibrillator Implantation Trial II
Investigators. Prophylactic implantation of a defibrillator in patients with myocardial infarction
and reduced ejection fraction. N Engl J Med 2002;346:877–883.
52.Al-Khatib SM, Hellkamp AS, Lee KL, Anderson J, Poole JE, Mark DB, Bardy GH; SCD-
HeFT Investigators. Implantable cardioverter defibrillator therapy in patients with prior coronary
revascularization in the Sudden Cardiac Death in Heart Failure Trial (SCD-HeFT). J Cardiovasc
Electrophysiol 2008;19:1059–106
53.Sesselberg HW, Moss AJ, McNitt S, Zareba W, Daubert JP, Andrews ML, Hall
WJ, McClinitic B, Huang DT; MADIT II Research Group. Ventricular arrhythmia
storms in postinfarction patients with implantable defibrillators for primary prevention
indications: A MADIT-II substudy. Heart Rhythm 2007;4:1395–1402.
54. Spaulding CM, Joly LM, Rosenberg A, Monchi M, Weber SN, Dhainaut JF, Carli
P. Immediate coronary angiography in survivors of out-of-hospital cardiac
arrest. N Engl J Med 1997;336:1629–1633
55. Noc M, Fajadet J, Lassen JF, Kala P, MacCarthy P, Olivecrona GK, Windecker S,
Spaulding C. Invasive coronary treatment strategies for out-of-hospital cardiac
arrest: A consensus statement from the European Association for
Percutaneous Cardiovascular Interventions (EAPCI)/Stent for Life (SFL) groups.
EuroIntervention 2014;10:31–37.
56. Vyas A, Chan PS, Cram P, Nallamothu BK, McNally B, Girotra S. Early coronary
angiography and survival after out-of-hospital cardiac arrest. Circ Cardiovasc Interv
2015;8:e002321.
57. Chan W, Ajani AE, Clark DJ, Stub D. Melbourne Interventional Group Investigators. Impact
of periprocedural atrial fibrillation on short-term clinical outcomes following percutaneous
coronary intervention. Am J Cardiol 2012;109:471–477.
40