Oleh:
ANISA ZULFA FATIHAH
1 PROFIL PASIEN
TINJAUAN
2 PENYAKIT
3 ANALISIS TERAPI
PROFIL PASIEN
Nama/Umur Ny. SN / 60 tahun
BB/TB 40 kg / 150 cm
No. RM/ Ruang Asal 12.78.25.76/ PPJT Lt. 3
Tgl. MRS 16 November 2019
Tgl. KRS 20 November 2019
Lama rawat inap 5 hari
Riwayat Alergi Tidak ada
Sesak napas dirasakan sejak 4 hari sebelum MRS memberat dalam 1 hari ini, disertai kaki
membengkak. Tidak didapatkan keluhan nyeri dada maupun berdebar. Pasien riwayat sakit
Riwayat penyakit
jantung ASD sekundum telah dilakukan DXRL dengan hasil ASD bidirectional shunt
sekarang dominant R to L shunt.
Riwayat penyakit
-
keluarga
Riwayat alergi Tidak ada
• Furosemid 1 x 40 mg per oral
• Sildenafil 1 x 25 mg per oral
Riwayat penggunaan
• Ramipril 1 x 2.5 mg per oral
obat
• Digoxin 1 x 0,25 mg per oral
• Notisil 1 x 2 mg per oral
PERKEMBANGAN DIAGNOSA
Tanggal Diagnosis
17/11/2019 ASD sekundum bidirectional dominant R to L + MR berat + AF rapid + PHT berat +ADHF
18/11/2019
19/11/2019 ASD sekundum bidirectional shunt (dominant R to L) + MR berat + AF moderate + PHT berat + ADHF
20/11/2019 ASD sekundum bidirectional shunt (dominant R to L) + MR berat + AF moderate + PHT berat + ADHF
membaik
PEMERIKSAAN FISIK
TANGGAL
DATA KLINIK RUJUKAN
16/11 17/11 18/11 19/11 20/11
Suhu 36-37OC 36,4 36,3 36,3 36
Nadi 60-100x/menit 128 109 84 86 82
RR 20-24x/menit 28 20 20 18 23
Tekanan Darah ≤140/90 mmHg 100/60 100/70 90/60 90/50 80/60
SpO2 >95% 78 81 98 98 82
KU/GCS Lemah/456 Stabil/ 456 Cukup/ 456 Cukup/ 456 Cukup/456
Nyeri dada - -
Sesak ++ + + - +
Rhonki/wheezing 1/3 basal minimal Minimal di basal
bilateral / - paru kanan / -
Batuk Berdahak (+) Berdahak (+)
Hasil EKG Irama Atrial Fibrilasi respon ventrikel 60-150 bpm , axis frontal RAD horizontal CCWR + RVH
13
ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)
14
DEFEK SEPTUM ATRIUM
1. Septum primum (15%, disebut juga sebagai ASD ostrium primum, defek ini berada di
dekat kruks, dekat katup-katup atrioventricular dan sering disertai abnormalitas ataupun
regurgitasi katup tersebut.
2. Septum sekundum (80%), atau disebut ASD ostium sekundum merupakan bentuk
tersering ASD, terletak di mid-septum.
3. Defek sinus venosus superior
4. Defek sinus venosus inferior
5. Sinus koronarius tidak bertap.
Manifestasi klinis: besarnya pirau kiri ke kanan tergantung dari besarnya defek dan
perbedaan tekanan serta kelenturan (compliance) antara atrium kiri dengan kanan.
PATOFISIOLOGI
1. Elektrokardiografi (pada ASD ostium sekundum biasa memiliki deviasi aksis kanan, gambaran
blok berkas cabang kanan juga biasa ditemukan)
2. Rontgen dada: segmen pulmonalis akan tampak dilatasi, atrium kanan dan ventrikel kanan
mengalami perbesaran
3. Ekokardiografi: jantung kanan dan arteri pulmonalis tampak dilatasi. Lesi ASD dapat terlihat jelas
dengan aliran yang melewatinya. Regurgitasi mitral yang menyertai dapat terlihat.
4. Kateterisasi jantung:
5. MRI
MANAJEMEN
PASIEN DENGAN
ASD
Acute Heart Failure mengacu pada rapid onset atau memburuknya gejala dan/atau
tanda-tanda gagal jantung, merupakan kondisi medis yang mengancam jiwa yang
membutuhkan evaluasi dan perawatan segera, biasanya mengarah ke perawatan
darurat di rumah sakit. AHF dapat muncul sebagai kejadian pertama (de novo) atau,
lebih sering, sebagai konsekuensi dari dekompensasi akut gagal jantung kronis, dan
dapat disebabkan oleh disfungsi jantung primer atau dipicu oleh faktor ekstrinsik,
sering pada pasien dengan CHF (Ponikowski, 2016).
Subyektif : Sesak
Obyektif : Pemeriksaan fisik: adanya kongesti ditandai dengan adanya kesan JVP meningkat, Ronki (+)
TANGGAL
DATA
RUJUKAN 16/11 17/11 18/11 19/11 20/11
KLINIK
Nadi 60-100x/menit 128 109 84 86 82
Tekanan Darah ≤140/90 mmHg 100/60 100/70 90/60 90/50 80/60
RR 20-24x/menit 28 20 20 18 23
Balance cairan 1000/300 1000/400 1050/1500
(input/output)
Assessment : • Diuretik dapat diberikan segera mungkin pada pasien dengan ADHF untuk menghilangkan kongesti dan overload
cairan. Diberikan furosemide 40 mg intravena (ESC guideline, 2016)
ANALISA TERAPI ADHF
Assessment • Pada pasien dengan ADHF, pemberian beta blocker dikontraindikasikan. Jika pasien juga
(lanjut) memiliki AF rapid yang membutuhkan rate control, penggunaan digoxin lebih disarankan
(UptoDate, 2019)
• Pada pasien yang belum mendapatkan terapi ACEI, disarankan untuk tidak memulai terapi
pada episode ADHF, data keamanan efikasi mengenai terapi ACEI pada ADHF terbatas pada
fase awal terapi (fase awal yaitu 12-24 jam) (UpToDate, 2019)
- Pada pasien yang telah menggunakan ACEI disarankan untuk melanjutkan terapi dengan hati-
hati, dengan pengurangan dosis atau penghentian terapi jika terjadi hipotensi, perburukan
fungsi renal dan hiperkalemia (UpToDate, 2019)
Planning - Terapi furosemide dilanjutkan dengan pemberian secara intravena dosis 20 mg.
: - Terapi bisoprolol diberikan pada pasien, jika ADHF perbaikan, sebagai rate control
- Pertimbangkan untuk menghentikan terapi Ramipril.
Monitoring - Monitoring frekuensi sesak, udem pada ekstrimitas
:
UpToDate, 2019
UpToDate, 2019
ANALISA TERAPI AF
Nama Obat Regimen Dosis Indikasi
16/11 17/11 18/11 19/11 20/11
0,25 mg tiap 24 jam per
Digoxin v // Rate Control
oral pagi
1 mg/ 2 mg tiap 24 jam per
Warfarin v v v v Antitrombotik
oral malam selang seling
Subyektif : -
Obyektif : TANGGAL
DATA
RUJUKAN 16/11 17/11 18/11 19/11 20/11
KLINIK
Nadi 60- 128 109 84 86 82
100x/menit
Hasil EKG menunjukkan adanya gangguan irama atrial fibrilasi, RBBB.
Hasil EKG terlampir.
Assessment : • Pasien ADHF dan AF dengan rapid ventricular rate memerlukan pengobatan digoxin untuk memperlambat heart rate.
• Digoksin oral diberikan untuk memperbaiki profil hemodinamik dan gejala, dan jika ditambahkan pada diuretik dan
ACEI, dapat menurunkan angka perawatan rumah sakit. (UptoDate, 2019).
• Antithrombotic direkomendasikan pada pasien dengan AF. (IC) (ESC Guideline)
• Terapi antitrombotik untuk mencegah thromboemboli direkomendasikan pada semua pasien AF. Antitrombotik
diindikasikan pada AF dengan CHA2DS2VASc 1 (intermediate stroke risk).
• Antikoagulan diindikasikan pada pasien AF dan skor CHA 2DS2VASc 2 atau lebih, dengan regurgitasi mitral
(ACC/AHA valve, 2017).
ANALISA TERAPI AF
Assessment Ditemukan adanya T wave abnormality pada pembacaan EKG, menunjukkan adanya efek
(lanjut) samping digoxin aritmia.
Kondisi hipoalbuminemia (3,1) dapat meningkatkan fraksi bebas warfarin dan meningkatkan
risiko perdarahan
Planning : - Terapi digoxin dihentikan.
- Terapi warfarin dilanjutkan, dengan pengurangan dosis 10% (adjusting dose) dan
monitoring INR selanjutnya 7-14 hari.
Monitoring : - Monitoring heart rate pasien
- Monitoring efektivitas dan efek samping obat warfarin: PT-INR 2,5 (2-3)
T wave
abnormality
Akibat
penggunaan
digoxin
ANALISA TERAPI ASD AND HT PULMONAL
Nama Obat Regimen Dosis Indikasi
16/11 17/11 18/11 19/11 20/11
20 mcg tiap 8 jam per
Dorner (Na Beraprost) v v v v HT pulmonal
oral
25 mg tiap 8 jam per
Sildenafil v v v v HT pulmonal
oral
TANGGAL
DATA KLINIK
16/11 17/11 18/11 19/11 20/11
Balance cairan 1000/300 1000/400 1050/1500
(input/output)
Assessment : • Diuretik diberikan sebagai terapi retensi cairan disebabkan oleh hipertensi pulmonal dan untuk mengurangi
edema perifer. Clinical experience menunjukkan manfaat simptomatik pada pasien HT pulmonal dengan
ADHF. Namun diberikan hati-hati untuk menghindari penurunan CO (disebabkan penurunan preload ventrikel
kanan dan kiri), dan aritmia disebabkan hypokalemia. Dosis furosemide diberikan 20-40 mg/hari (Fuso, L.,
2011)
• Terapi pada PAH dapat diberikan kombinasi phosphodiesterase type 5 inhibitor dan prostacyclin analogue
(ESC Guideline 2015)
ANALISA TERAPI ASD DAN HT PULMONAL
Planning : - Terapi sildenafil dan dorner dilanjutkan