Penulis:
Dr. Aan Juhana Senjaya
Diterbitkan oleh:
Program Studi Pendidikan Matematika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Widalodra Indramayu
FKIP Press
ISBN ...............................
Kata Pengantar
Berdasarkan pengalaman memberi kuliah
Statistika Terapan di beberapa program studi di
lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(Metoda Statistika, Biostatistika, Statistika Dasar, dan
Statistics for Educational English Research) diperoleh
kesan bahwa para peserta kuliah merasa: (1) khawatir
tidak mampu mengikuti perkuliahan; (2) pesimis karena
menganggap statistika merupakan materi kuliah yang
terdiri dari rumus-rumus yang tidak mudah dimengerti; (3)
kesulitan menerapkan pada kasus-kasus riset yang akan
dilakukannya.
Walaupun nama mata kuliah berbeda-beda untuk
tiap program studi, namun tujuan utamanya sama yaitu
memberi bekal kepada para mahasiswa untuk
menganalisis data riset dengan menggunakan analisis
statistika. Di samping nama mata kuliah yang berbeda,
bobot sks-nya pun berbeda-beda. Ada yang memberi bobot
2 sks ada juga yang memberi bobot 3 sks. Ditambah
dengan latar belakang persepsi mereka terhadap
matematika dan statistika, maka beberapa kesulitan
memilih strategi, metode, dan pendekatan memberi kuliah
pun menjadi satu tantangan tersendiri.
Terdorong oleh keinginan membantu para
mahasiswa dan para periset pemula memahami konsep-
konsep dasar statistika untuk riset sekaligus untuk
membantu menyelesaikan tugas akhir berupa laporan hasil
risetnya yang memerlukan analisis statistik, maka
penyusun mencoba menyusun buku ini dengan judul
Statistika Terapan Untuk Riset Bidang Pendidikan dan
Pengajaran. Namun, karena masalah teknis tentang aturan
penerbitan, maka diputuskan buku tersebut dibagi menjadi
4 Buku, yaitu: Buku I diberi judul Statistika Deskriptif
Untuk Riset Bidang Pendidikan dan Pengajaran, Buku II
diberi judul Statistika Inferensi Untuk Riset
Eksperimental Satu dan Dua Perlakuan dalam Bidang
Pendidikan dan Pengajaran, Buku III diberi judul
Statistika Inferensi Untuk Riset Survey (Korelasional)
dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran, dan Buku IV
diberi judul: Statistika Inferensi dengan ANAVA dan
ANKOVA Untuk Riset Eksperimental dalam Bidang
Pendidikan dan Pengajaran. Walaupun latar belakang
penyusunan buku ini dari pengalaman memberi kuliah,
namun diharapkan buku ini juga bermanfaat bagi para
periset pemula sebagai acuan langkah-langkahnya.
Buku Statistika untuk analisis statistik yang dibuat
oleh para ahli atau profesional telah banyak beredar.
Namun, dari beberapa kasus, berdasarkan pengalaman,
para pembaca merasa kesulitan dengan alasan: (1) ditulis
dan disajikan terlalu teoretis; (2) contoh-contoh yang
dimunculkan langsung contoh-contoh perhitungan, tanpa
contoh kasus yang jelas; (3) contoh-contoh untuk bidang
pendidikan dan pengajaran masih belum banyak atau
paling tidak dirasa belum lengkap.
Berdasarkan alasan di atas, serta terdorong untuk
menciptakan strategi perkuliahan yang efisien (karena sks
cukup kecil), maka disusunlah buku ini. Buku ini belum
disertai soal-soal latihan. Maksudnya, agar para pembaca
mencoba dan simulasi dari data riil (dari laporan-laporan
riset (penelitian) seperti skripsi, tesis, bahkan desertasi
atau laporan riset (penelitian) lainnya.
Buku ini dapat terselesaikan berkat dorongan,
bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu,
penulis sampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ujang
Suratno, M.Si sebagai Rektor Universitas Wiralodra
periode tahun 2015-2018, atas dorongannya. Bapak Nasori
Effedi, M.Pd sebagai Dekan FKIP Universitas Wiralodra
periode 2016-2019, atas dukungannya. Teman sejawat
Dosen di FKIP, terutama Bapak Rosyadi, M.Pd dan Bapak
Farid Gunadi, M.Pd sebagai Ketua dan Sekretaris Program
Studi Pendidikan Matematika yang memberi kesempatan
untuk menuangkan berbagai ide. Pengelola Penerbitan atas
kesediaannya menerbitkan buku ini.
Selanjutnya, sebagai pelengkap secara terpisah,
buku ini dilengkapi dengan Program Edukasi Statistik
untuk Riset Ilmu Pendidikan dan Pengajaran (PESRIPP).
Program ini merupakan program paket dibuat dengan
Microsoft EXCEL dan Microsoft PowerPoint). PESRIPP
ini selain dapat membantu menganalisis data sesuai
dengan masalah dan tujuan riset (penelitian), juga dapat
digunakan sebagai alat bantu pembelajaran Statistik
Terapan berupa Lembar Kerja. Dengan demikian, bagi
para pembaca yang ingin memahami proses analisis
(inferensi) dapat berlatih secara manual dengan
menggunakan Lembar kerja dari program ini. Program
dapat diperoleh dengan cara menghubungi penulis
langsung melalui E-Mail: aanjsenjaya@yahoo.com.
1 PENDAHULUAN
1.1 Sejarah Singkat 1
1.2 Konsep Dasar dan Istilah yang Lazim
Digunakan dalam Statistika ........................... 4
1.3 Lambang atau Simbol yang Lazim
Digunakan dalam Statistika ........................... 31
2 PENGUMPULAN DATA
(INSTRUMENTASI)
2.1 Alat atau instrumen pengumpul data ............ 33
2.2 Kualitas data dan kualitas instrumen ............ 34
2.3 Analisis kualitas instrumen secara empiris ... 41
3 DESKRIPSI DATA
3.1 Diagram Batang-Daun (leaf-Diagram) ........ 60
3.2 Tabel Distribusi Frekuensi dan Diagram
Batang ........................................................... 62
3.3 Kecenderungan memusat (Central Tendency) 72
3.4 Sebaran (dispersi) ......................................... 81
3.5 Kategorisasi (Konversi data berskala interval
menjadi skala ordinal) .................................. 98
3.6 Tabulasi Silang (Cross Tabulation) ............... 105
Statistika Terapan
Statistika terapan adalah ilmu yang mempelajari tata
cara: (1) mengumpulkan, mengorganisasikan, dan
meringkas data menjadi statistik; (2) menyajikan statistik
sebagai karakteristik sekelompok data, serta (3) menaksir
karakteristik populasi (parameter) melalui karakteristik
sampel (statistik) secara praktis. Secara ringkas, statistika
terapan dapat dimaknai sebagai ilmu untuk menjawab
pertanyaan berdasarkan data empiris.
Statistika Deskriptif
Statistika deskriptif adalah ilmu yang mempelajari
tata cara meringkas karakteristik sekelompok data menjadi
statistik serta tata cara menyajikannya.
Statistika Inferensi
Statistika Inferensi adalah ilmu yang mempelajari tata
cara menaksir karakteristik populasi melalui karakteristik
sampel berdasarkan ilmu peluang (probabilitas). Secara
ringkas, statistik inferensi dapat dinyatakan sebagai ilmu
tentang tata cara menaksir parameter melalui statistik.
Statistika Parametris
Statistika parametris adalah ilmu yang mempelajari
tata cara menaksir karakteristik populasi melalui
karakteristik sampel berdasarkan distribusi peluang
(probabilitas) tertentu. Distribusi peluang yang banyak
digunakan adalah distribusi peluang Normal Standar (Z),
distribusi peluang Students (t), distribusi peluang Chi-
Square (), dan distribusi peluang Fisher (F).
Statistika Non-Parametris
Statistika non-parametris adalah ilmu yang
mempelajari tata cara menaksir karakteristik populasi
melalui karakteristik sampel berdasarkan ilmu peluang
(probabilitas) tetapi tidak berdasarkan distribusi peluang
tertentu.
I.2.2. Populasi
Populasi adalah seluruh objek dari subjek
karakteristik entitas yang menjadi fokus amatan dan
sebagai sasaran pemberlakuan hasil penarikan kesimpulan
atau inferensi. Istilah lain adalah semesta pembicaraan
atau himpunan semesta pembicaraan.
Contoh 1.2:
Jika fokus amatannya Hasil Belajar Trigonometri
siswa SMP kelas IX, maka populasinya adalah Hasil
Belajar Trigonometri Siswa SMP kelas IX. Jadi, bukan
siswanya. Siswa hanya merupakan tempat (subjek) Hasil
Belajar yang menjadi fokus amatan. Oleh karena itu, fokus
amatan ini harus diambil terlebih dahulu (melalui
instrumen tertentu) dari tempatnya, yaitu siswa SMP kelas
IX. Dapat juga dinyatakan secara lengkap, yaitu populasi
objek (karakteristik yang akan diamati) dan populasi
subjek (tempat atau pemilik karakteristik).
I.2.4. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi (anggota
ruang sampel) yang datanya diambil, diamati, dan
dianalisis untuk menaksir karakteristik populasi.
Contoh 1.4:
Populasi: Hasil Belajar Trigonometri (objek) Siswa
SMP kelas IX (subjek) yang terdiri dari 6 kelas.
Sampelnya adalah Hasil Belajar Trigonometri siswa kelas
IX C dan Kelas IX F. Karena Hasil Belajar Trigonometri
ini ada pada siswa (subjek), maka untuk keperluan
pengambilan sampel, yang diambil (dipilih atau diundi)
adalah siswanya (tempatnya). Kemudian, karena siswanya
dikelompokan ke dalam kelas-kelas, maka yang diundi
kelasnya. Adapun yang dianalisis tetap Hasil Belajar
Trigonometrinya.
I.2.5. Statistik
Statistik adalah ringkasan data dari sampel yang
menggambarkan karakteristik sampel tertentu. Statistik
dapat berupa, tabel, diagram, gambar, lokasi data,
pengelompokan data, nisbah atau proporsi, pemusatan
data, dan sebaran data.
I.2.6. Parameter
Parameter adalah karakteristik populasi.
Karakteristik populasi dapat merupakan hasil taksiran dari
karakteristik sampel, sehingga dapat berupa tabel,
diagram, gambar, lokasi data, pengelompokan data, nisbah
atau proporsi, pemusatan data, dan sebaran data. Pada
umumnya hanya berupa pemusatan data (Rerata, Median,
dan Modus), sebaran (simpangan baku dan
ragam/varians), serta proporsi.
I.2.7. Variabel
Variabel adalah sebutan/atribut/karakteristik fokus
amatan yang bersifat variatif. Jadi, ciri utama dari variabel
adalah memiliki kemungkinan berisi minimal dua datum
yang berbeda (variatif). Jika tidak memiliki variasi, berarti
bukan variabel.
Contoh 1.5:
Variabel dan variatifnya:
1) Jenis kelamin, variatifnya: Laki-laki dan Perempuan.
2) Jenis pekerjaan, variatifnya: Petani, Buruh tani,
Usahawan, PNS, ABRI, POLRI.
3) IQ, variatifnya: Skor tes IQ tiap individu.
4) Hasil Belajar siswa, variatifnya: Skor tes Hasil Belajar
tiap siswa.
5) Pemberian hadiah, variatifnya: diberi hadiah dan tidak
diberi hadiah.
6) Pemupukan, variatifnya: diberi pupuk dan tidak diberi
pupuk.
7) Kuantitas pupuk, variatifnya: 0,5 gr, 1 gr, 1,5 gr, dst.
8) Jenis pupuk, variatifnya: Urea, MPK, Kompos, dst.
9) Metode pembelajaran, variatifnya: Ceramah, Diskusi,
TTW, STAD, dst.
10) Teknik pengelompokan pada metode pembelajaran
STAD, variatifnya: ditentukan guru, ditentukan
siswa.
Metode pembelajaran tertentu, misal STAD, bukan
variabel, karena tidak variatif.
I.2.8. Variabel terikat
Variabel terikat adalah variabel yang isinya
(datanya) terikat/tergantung pada isi variabel bebas.
Dengan kata lain, variabel terikat adalah variabel yang
isinya (datanya) ditentukan oleh isi variabel bebas. Istilah
lain yang sering muncul adalah variabel gayut, variabel
bergayut, variabel kriterium, dan variabel bergantung.
I.2.10. Data
Data adalah isi (variatif) dari variabel sebagai
fakta yang dapat berupa kategori/kualitas maupun
kuantitas yang dilambangkan dengan huruf atau angka. Isi
variabel juga merupakan variatif dari variabel tersebut.
Secara umum data statistik selalu dinyatakan dalam
bentuk angka. Data merupakan kata majemuk. Artinya,
lebih dari satu entitas. Jika hanya satu entitas disebut
datum. Dengan kata lain, data adalah sekumpulan datum.
Contoh: Jenis kelamin dan Hasil Belajar matematika 5
orang siswa SD Nurul Ilmi seperti pada Tabel 1.
Tabel 1.1: Variabel dan data
I.2.11. Skala pengukuran
Skala pengukuran adalah angka atau bilangan
yang digunakan untuk mewakili karakteristik datum, data,
atau variabel. Angka/bilangan dimaksud dapat diperoleh
melalui kategorisasi atau penandaan atau melalui
pengukuran dengan sebuah instrumen/alat (observasi,
wawancara, angket, kuisener, alat rekam suara, alat rekam
gambar, timbangan, meteran, tes, dst.).
Agar jelas skala pengukurannya, maka datum atau
data yang bukan berupa angka (seperti jenis kelamin di
atas) maka diubah dulu ke dalam bentuk angka sebagai
simbol. Misal: 1. Laki-laki; 2. Perempuan. Angka yang
digunakan dapat berupa angka diskrit (bilangan bulat) dan
kontinu (berkelanjutan/bersambung).
I.2.12. Probabilitas
Probabilitas adalah peluang kejadian/peristiwa
tertentu terjadi dalam situasi dan kondisi tertentu. Besar
peluang (p) berada pada kisaran 0 hingga 1. Secara umum
peluang (p) merupakan perbandingan dari banyaknya
peristiwa/kejadian yang diharapkan (ditulis n(H)) dengan
seluruh kejadian yang mungkin terjadi ditulis (n(K)). Jadi,
p = n(H)/n(K). Peluang (p) memiliki ciri-ciri:
1) Selalu positif atau nol (p 0);
2) Ada pada kisaran 0 hingga 1 (0 p 1).
Peluang 0 (p = 0) berarti kejadian/peristiwa tidak mungkin
terjadi atau tidak diharapkan. Peluang 1 (p = 1) berarti
kejadian pasti terjadi atau sesuai harapan.
Contoh 1.8:
(1) Peristiwa: kelahiran anak dari seorang ibu hamil
ditinjau dari jenis kelaminnya. Kemungkinan
kejadiannya adalah anak yang lahir berjenis kelamin
Laki-laki atau perempuan. Ditulis K ={Laki-laki,
Perempuan}. Jadi, kemungkinannya terjadinya
peristiwa ada 2 kemungkinan ditulis n(K) = 2.
Andaikan berharap yang lahir berjenis kelamin
perempuan (ditulis n(H) = 1), maka peluangnya
menjadi atau 0,5.
(2) Peristiwa: Seorang mahasiswa mengikuti perkuliahan
Statistika. Jika ditinjau dari kategori nilai yang akan
diperolehnya, maka ada 5 kemungkinan atau n(K)=5),
yaitu K={A, B, C, D, E}. Jika ia berharap mendapat
kategori nilai A, maka yang diharapkan berarti hanya
1 kategori, yaitu A. Berarti, n(H)=1). Dengan
demikian peluang ia mendapatkan nilai A sebesar p =
n(H)/n(K) = 1/5 = 0,2. Andaikan ia berharap nilainya
kategori nilainya A atau B, maka yang diharapkan ada
2 kategori, yaitu A atau B. Berarti, n(H) = 2. Dengan
demikian, peluang ia mendapatkan kategori nilai A
atau B sebesar p = 2/5 = 0,4.
(3) Peristiwa: Nilai ulangan dinyatakan dalam bentuk
bilangan sampai ketelitian 1 desimal (per sepuluhan).
Rentang nilai menggunakan skala 11, yaitu dari 0
hingga 10 (dapat ditulis 0,0 Nilai 10,0).
Kemungkinan nilai ulangan siswa adalah K={0,0; 0,1;
0,2; 0,3, ...; 10,0}. Ada 101 kemungkinan atau ditulis
n(K) = 101. Jika seorang siswa berharap nilainya 6,5,
maka n(H) = 1, dan peluangnya sebesar p = 1/101.
Jika ia berharap nilainya antara 6,0 hingga 7,5, maka
n(H) = 16, dan peluangnya p = 16/101. Jika ia
berharap memperoleh nilai -5, maka n(H) = 0, dan
peluangnya p = 0/101 = 0,0. Namun, jika ia pasrah
nilainya berapapun akan ia terima, maka n(H) = 101,
dan peluangnya p = 101/101 = 1.
I.2.13. Sampling
Sampling merupakan salah satu istilah yang
digunakan dalam statistika. Sampling adalah suatu proses
pengambilan sampel (contoh) dari populasi untuk
kemudian dianalisis. Ada dua pendekatan untuk
mengambil sampel, yaitu pendekatan probabilistik
(Probability sampling) dan pendekatan non probabilistik
(Non Probability sampling).
a. Probabilistic Sampling
Probabilistic Sampling adalah suatu pendekatan
pengambilan sampel yang memperhitungkan peluang
keterambilan sampel. Pendekatan ini dilakukan apabila
periset akan membuat generalisasi dari karakteristik
sampel menjadi karakteristik populasi. Dengan kata lain,
periset akan menaksir karakteristik populasi berdasarkan
karakteristik sampel. Ada istilah yang penting dalam
pelaksanaan sampling dengan menggunakan probabilistic
sampling, yaitu random dan random sampling. Umumnya
kata random hanya diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia dengan kata acak. Namun, sesungguhnya kata
random memiliki arti yang bukan hanya berarti acak.
Random mengandung arti suatu kondisi bahwa setiap
anggota/kelompok populasi memiliki peluang/kesempatan
yang sama untuk mengalami satu peristiwa/kejadian
tertentu.
Adapun Random sampling adalah sampling
probabilistik yang mengkondisikan agar setiap anggota
populasi atau kelompok anggota populasi memiliki
peluang yang sama untuk terambil sebagai sampel. Inti
dari pengambilan sampel secara random adalah adanya
pengundian. Ada beberapa teknik random sampling
dengan pendekatan probabilistik. Masing-masing teknik
ini perbedaannya terletak pada apa yang diundi dan cara
mengundinya.
1) Simple Random Sampling
Penarikan/pengambilan sampel random secara
sederhana, yaitu penarikan sampel dengan
mengkondisikan agar setiap anggota populasi secara
individu memiliki peluang yang sama untuk terambil
sebagai sampel. Jadi, yang diundi adalah masing-
masing individu.
Contoh 1.9:
(a) Guru-guru di satu sekolah mengadakan arisan.
Andai pada satu penarikan arisan semua peserta
menginginkan memperoleh giliran mendapat
uang, maka agar terasa adil, dilakukan
pengundian. Cara pengundiannya adalah bahwa
setiap nama peserta ditulis dalam sepotong kertas.
Kemudian digulung dan dimasukan ke dalam
wadah (bisanya gelas). Setelah diaduk atau
dikocok, kemudian diambil/dikeluarkan satu
gulungan. Giliran yang memperoleh kesempatan
mendapatkan uang arisan pada saat itu adalah
nama yang tertulis pada gulungan kertas yang
terambil tersebut.
(b) Peristiwa sama dengan nomor (1) di atas. Namun,
para peserta diurutkan dan diberi nomor urut.
Kemudian nomor urut tersebut ditulis pada secarik
kertas seperti pada peristiwa nomor (1).
Selanjutnya, langkahnya sama seperti contoh
nomor (1).
(c) Seorang periset ingin mengetahui kemampuan
berpikir kritis siswa kelas VIII di satu sekolah
yang terdiri dari 180 siswa. Ia akan mengambil
sampel sebanyak 36 siswa. Apabila ia akan
menggunakan cara random sederhana (simple
random sampling), maka ia harus mengurutkan
seluruh siswa dan memberi nomor urut mulai dari
1 sampai dengan 180. Kemudian menuliskan
nomor urut tersebut pada secarik kertas dan
digulung. Langkah berikutnya sama dengan
contoh nomor (1) dan (2).
2) Sistematic Random Sampling
Sistematic random sampling adalah pengambilan
sampel secara sistematis. Cara ini dilakukan apabila
anggota populasi cukup banyak jumlahnya sehingga
jika dibuat gulungan kertas menjadi tidak efektif. Di
samping itu, jika jumlah sampel yang dikehendaki
cukup banyak, maka pengundian individu menjadi
tidak efisien.
Contoh 1.10:
Dari 360 siswa kelas X suatu SMA akan diambil
sampel sebanyak 40 orang. Jika menggunakan cara
simple random sampling, maka diperlukan 360
gulungan kertas dan 40 kali pengundian. Ini tidak
efektif dan tidak efisien. Untuk menangani hal
tersebut, maka diperlukan cara lain, yaitu dengan
sistematic random sampling. Langkahnya sebagai
berikut:
(1) Daftar dan urutkan seluruh anggota populasi serta
diberi nomor urut;
(2) Bagilah jumlah anggota populasi dengan jumlah
sampel yang diperlukan. Dalam contoh ini, 360/40
= 9;
(3) Buatlah gulungan kertas yang bertuliskan nomor 1
sampai dengan 9 (hasil pembagian jumlah anggota
populasi dengan jumlah sampel yang diperlukan);
(4) Undi dan keluarkan 1 gulungan, maka akan
diperoleh satu nomor tertentu (misal keluar nomor
3);
(5) Tetapkan anggota sampel, yaitu anggota dengan
nomor urut kelipatan dari 9 mulai dari nomor urut
3. Akan diperoleh himpunan nomor urut sampel S
= {3, 12, 21, 30, 39, ..., 354}. Jadi, sampelnya
adalah anggota populasi dengan nomor urut
tersebut pada S.
3) Cluster Random Sampling
Cluster memiliki makna seikat atau sekelompok
dalam satu tempat. Cluster random sampling adalah
pengambilan sampel berupa kelompok anggota
tertentu dari populasi yang anggota-anggotanya
merupakan kelompok-kelompok atau dapat
dikelompokan menjadi beberapa kelompok.
Contoh 1.11:
Seorang periset ingin melakukan percobaan untuk
mengetahui alat peraga yang lebih baik diantara dua
jenis alat peraga pembelajaran. Ia menetapkan
populasinya Hasil Belajar siswa kelas X di suatu
SMA. Untuk itu, ia memerlukan 2 kelompok sampel.
Apabila ia menggunakan simple random atau
sistematis random sampling, maka tentu akan
membuat kelas baru di sekolah tersebut. Hal
demikian, biasanya, tidak diizinkan oleh pihak
sekolah karena akan mengganggu sistem yang sedang
berjalan. Untuk mengatasi kendala seperti itu, ia
memandang bahwa populasi dapat dipandang sebagai
cluster-cluster, yaitu kelas-kelas. Dengan demikian, ia
tinggal mengundi kelas dan diambil dua kelas.
Pengundian bisa dilakukan satu-satu sebanyak dua
kali, atau satu kali dengan menetapkan pasangan kelas
yang mungkin sebagai ruang sampel.
Contoh 1.12:
Misal kelas X di satu SMA terdiri dari 6 kelas, yaitu
kelas XA, XB, XC, XD, XE, dan XF.
Akan diambil dua kelas sebagai sampel, maka:
Cara 1:
(1) Membuat gulungan kertas yang bertuliskan XA
sampai dengan XF;
(2) Mengaduk, kemudian memilih/mengeluarkan 1
untuk kelompok yang akan diajar dengan alat
peraga 1;
(3) Mengulang seperti nomor (2) untuk kelompok
yang akan diajar dengan alat peraga 2.
Cara 2:
(1) Menetapkan ruang sampel, yaitu kombinasi
pasangan-pasangan kelas yang masing-masing
terdiri 2 kelas yang mungkin terjadi. R =
{(XA,XB), (XA,XC), (XA,XD), (XA,XE),
(XA,XF), (XB,XC), ..., (XE,XF)} ada 15
pasangan;
(2) Menuliskan pasangan-pasangan tersebut pada
gulungan kertas. Kemudian diaduk dan
dikeluarkan satu gulungan.
(3) Kelas yang tertulis pada gulungan kertas yang
keluar/muncul itulah yang menjadi sampelnya.
4) Quota atau Proporsional Random Sampling
Quota berati jatah sedangkan proporsional berarti
perimbangan. Proporsional random sampling
adalah pengambilan sampel secara berimbang dari
populasi yang terdiri dari beberapa kelompok anggota
populasi dengan jumlah anggota masing-masing
kelompok relatif berbeda. Untuk cara ini diperlukan
proporsi dasarnya dulu, yaitu sebesar jumlah sampel
yang diperlukan dibagi jumlah populasi dikalikan
dengan 100%. Selanjutnya, tiap-tiap kelompok dijatah
sesuai prosentase tersebut. Setelah diperoleh jatah tiap
kelompok, kemudian pada asing-masing kelompok
dilakukan pengundian untuk anggota sampel dari
asing-masing kelompok.
Contoh 1.13:
Seorang periset akan mengetahui kecenderungan
minat siswa kelas XII di satu SMA untuk memilih
jurusan di perguruan Rendah yang akan mereka
masuki dengan mempertimbangkan gender. Untuk itu,
ia mengumpulkan informasi terlebih dahulu mengenai
jumlah siswa kelas XII (sebagai populasi) beserta
komposisinya dari segi gender. Misal, jumlah seluruh
siswa kelas XII di sekolah tersebut ada 180 orang
dengan komposisi gender: siswa laki-laki 98 orang
dan siswa perempuan 82 orang. Akan diambil sampel
sebanyak 45 orang. Proporsi sampel terhadap populasi
sebesar p = (45/180) x 100% = 25%. Kemudian, ia
menetapkan jumlah siswa laki-laki sebanyak 25% x
98 = 24,5 25 orang; siswa perempuan sebanyak
25% x 82 = 20,5 21 orang. Setelah diketahui asing-
masing jatahnya, kemudian mengundi masing-masing
anggota kelompoknya dengan simple atau sistematic
random sampling.
Catatan: Ada cara untuk menentukan jumlah sampel
(untuk riset (penelitian) survey) yang
diantaranya adalah dari Slovin atau dari
McKrejcki.
5) Stratified Random Sampling
Stratified random sampling adalah pengambilan
sampel berdasarkan strata dari populasi yang
anggotanya dapat dikelompokan berdasarkan
strata/tingkatan. Pada prakteknya cara ini
mempertimbangkan proporsi tiap strata. Bedanya
dengan quota atau proporsional terletak pada dasar
pengelompokan. Pada quota random sampling dasar
pengelompokannya wilayah atau tempat; sedangkan
pada stratified dasar pengelompokannya strata atau
tingkatan.
Contoh 1.14:
Seorang periset ingin mengetahui hasil ulangan
semester untuk materi pelajaran bahasa Inggris di
suatu SMP mulai kelas VII sampai dengan kelas IX.
Dengan demikian, ia harus mengambil sampel dari
tiap-tiap tingkatan (Strata), yaitu dari kelas VII, kelas
VIII, dan kelas IX. Untuk itu, ia mengundi beberapa
siswa (sesuai kebutuhan) di tiap tingkatan. Apabila
yang diundi kelasnya, maka jenis sampling-nya
menjadi Stratified cluster random sampling.
6) Multistage Random Sampling
Multistage random sampling cara pengambilan
sampel cluster secara bertahap (stage). Digunakan
apabila data menyebar begitu luas dan dapat
dipandang terdiri Berdasarkani beberapa tahapan
hierarki. Contoh yang sering terdengar adalah pada
proses pooling untuk mengetahui suara pemilih pada
pemilihan calon anggota legislatif, calon anggota
DPR baik pusat maupun daerah, pemilihan kepala
daerah, dan pemilihan presiden berupa hitung cepat
(Quick Count). Sampel diambil pertama kali dengan
cara mengundi Propinsi, dari tiap propinsi yang
terpilih diambil beberapa kabupaten, dari tiap
kabupaten terpilih diundi dan diambil beberapa
kecamatan, dari tiap kecamatan diundi dan dipilih
beberapa desa, akhirnya dari tiap desa yang terpilih
diundi dan dipilih beberapa TPS.
b. Non Probability Sampling
Non Probability Sampling adalah penarikan/
pengambilan sampel dari populasi dengan tidak
mempertimbangkan kesamaan peluang keterambilan bagi
setiap anggota populasi. Hasil analisis dari sampel non
probabilitas tidak baik untuk menaksir karakteristik
populasi. Oleh karena itu, umumnya digunakan dalam
riset (penelitian)-riset (penelitian) dengan pendekatan
kualitatif, naturalistik, etnografi, atau grounded yang
mengutamakan deskripsi mendalam daripada membuat
generalisasi.
1) Purposive Sampling
Purposive Sampling adalah teknik atau cara
pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan
keterkaitan dengan tujuan dan objek yang akan diteliti
tanpa mempertimbangkan kesamaan peluang setiap
anggota populasi lainnya untuk terambil sebagai
sampel.
Contoh1.15:
(a) Seorang guru akan mengetahui pola belajar siswa
yang memiliki kesulitan belajar pecahan. Untuk itu
ia melihat hasil ulangan pecahan. Kemudian
memilih siswa yang hasil ulangannya di bawah 5
(sebagai sampel) untuk diteliti.
(b) Seorang guru BP ingin mengetahui penyebab siswa
yang sering telat datang ke sekolah. Untuk itu, ia
mencari catatan di buku piket. Kemudian ia
memilih siswa yang dalam sebulat telat ke sekolah
lebih dari 5 kali sebagai sampel untuk diteliti.
2) Accidental sampling atau Convenient Sampling
Teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan
apa adanya atau kebetulan.
Contoh 1.16:
Seorang guru BP ingin mengetahui penyebab siswa
yang sering telat datang ke sekolah. Untuk itu, ia
menjadi guru piket pada hari tertentu. Kemudian ia
memilih siswa yang telat datang ke sekolah pada saat ia
piket untuk dijadikan sampel.
3) Quota Sampling
Quota sampling adalah teknik pengambilan sampel
yang banyaknya berdasarkan jatah. Biasanya subjek
populasi terdiri dari minimal dua kelompok.
Pertimbangan lain yang biasanya diperhitungkan adalah
proporsi atau prosentase.
Contoh 1.17:
Seorang guru matematika akan mengetahui
gambaran minat belajar matematika di satu sekolah
berdasarkan jenis kelamin. Di sekolah tersebut ada 200
orang laki-laki dan 150 siswa perempuan. Ia
menetapkan akan mengambil sampel sebanyak 30%.
Dengan demikian ia akan mengambil 60 orang siswa
laki-laki dan 45 orang siswa perempuan.
4) Snowball Sampling
Snowball Sampling teknik pengambilan sampel yang
bertahap dari sampel pertama menuju sampel
berikutnya berdasarkan hasil pengumpulan data dari
sampel pertama. Seolah-olah menggelinding seperti
bola-salju. Pertimbangan menentukan sampel
berikutnya adalah akurasi data. Artinya, sampel
berikutnya dipandang lebih mengetahui atau
memahami karakteristik yang sedang diteliti. Teknik
snowball ini biasa digunakan oleh para periset
berdasarkan pendekatan kualitatif. Subjek yang
dijadikan sampel biasa juga disebut Key informan.
I.2.14. Hipotesis
Hipotesis berasal dari bahasa Yunani kuno yang
terdiri dari dua suku kata, yaitu hypo dan these. Hypo
artinya bawah atau rendah, sedangkan these artinya
pernyataan. Jadi, secara harfiah, hipotesis berarti
pernyataan yang kadar kepercayaannya masih dianggap
rendah. Dalam riset dikenal beberapa jenis hipotesis, yaitu
hipotesis riset, hipotesis tindakan, dan hipotesis statistik.
a. Hipotesis riset (penelitian)
Hipotesis riset adalah pernyataan sementara sebagai
jawaban yang diharapkan dari rumusan masalah riset
kuantitatif inferensial.
Contoh 1.18:
Rumusan masalah Hipotesis
penelitian (Jawaban sementara)
Apakah media TORSO Media TORSO efektif
efektif untuk mengajarkan untuk mengajarkan organ
organ tubuh manusia? tubuh manusia
Apakah teradapat Terdapat perbedaan
perbedaan penguasaan penguasaan operasi
operasi hitung perkalian hitung perkalian bilangan
bilangan bulat antara siswa bulat antara siswa yang
yang diajar dengan metode diajar dengan metode dril
Rumusan masalah Hipotesis
penelitian (Jawaban sementara)
drill dan dengan metode dan dengan metode
AHA? AHA?
Manakah penguasaan Penguasaan materi siswa
operasi hitung perkalian yang diajar dengan
bilangan bulat yang lebih metode drill lebih baik
baik antara siswa yang daripada yang diajar
diajar dengan metode drill dengan metode AHA.
dan dengan metode AHA?
Apakah terdapat hubungan Terdapat hubungan
positif antara minat positif antara minat
membaca dengan membaca dengan
kemampuan menyusun kemampuan menyusun
kalimat? kalimat.
atau atau
Apakah minat membaca Minat membaca
berkorelasi secara positif berkorelasi secara positif
dengan kemampuan dengan kemampuan
menyusun kalimat? menyusun kalimat.
Apakah terdapat hubungan Terdapat hubungan
positif antara minat positif antara minat
membaca dan kuantitas membaca dan kuantitas
membaca secara bersama- membaca secara
sama dengan kemampuan bersama-sama dengan
menyusun kalimat? kemampuan menyusun
kalimat.
atau atau
Apakah minat membaca Minat membaca dan
dan kuantitas membaca kuantitas membaca secara
secara bersama-sama bersama-sama berkorelasi
berkorelasi secara positif secara positif dengan
dengan kemampuan kemampuan menyusun
menyusun kalimat? kalimat.
b. Hipotesis tindakan
Hipotesis tindakan adalah pernyataan yang
merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah
riset (penelitian) tindakan (Action Research). Bentuk
umum pernyataannya adalah jika tindakan tertentu
dilaksanakan/diberikan maka akan tampak
karakteristik variabel amatan yang diharapkan.
Hipotesis tindakan pada umumnya tidak dibuktikan
atau diverifikasi secara inferensi, karena tidak untuk
memprediksi/menaksir karakteristik populasi.
Pembuktian hanya bersifat deskripsi dan tidak
melakukan generalisasi. Dalam dunia pendidikan dan
pengajaran riset (penelitian)nya biasa disebut riset
(penelitian) tindakan kelas (Class Action Research).
Contoh 1.19:
Rumusan masalah Hipotesis
penelitian (Jawaban sementara)
Apakah penggunaan Jika siswa diajar dengan
media TORSO dapat media TORSO maka
meningkatkan penguasaan materi organ
penguasaan materi tubuh manusia-nya akan
organ tubuh manusia? meningkat.
Apakah media komik Jika siswa diajar dengan
dapat meningkatkan media komik maka
penguasaan kosa kata penguasaan kosa kata-nya
siswa? akan meningkat.
Apakah metode Jika siswa diajar dengan
permainan dapat metode permainan, maka
meningkatkan minat minat belajar-nya akan
belajar siswa? meningkat.
Apakah metoda drill Jika siswa diajar dengan
dapat meningkatkan metoda drill, maka
Rumusan masalah Hipotesis
penelitian (Jawaban sementara)
keterampilan membaca keterampilan membaca
puisi? puisinya meningkat.
c. Hipotesis statistik
Hipotesis statistik adalah jawaban sementara dari
jawaban rumusan masalah berupa taksiran
karakteristik populasi dari karakteristik sampel.
Karena sifatnya menaksir, maka diperhitungkan besar
peluang kekeliruan menaksir yang diperkenankan
(ditolelir). Hipotesis statistik disusun menjadi
sepasang hipotesis yang terdiri dari hipotesis nol (Null
hypothesis, disingkat Ho) dan Hipotesis alternatif
(alternative hypothesis, disingkat Ha atau H1).
Penulisan Ho maupun Ha lazimnya ditulis adalah
bentuk lambang karakteristik yang diamati, bukan
dalam bentuk kalimat pernyataan biasa. Ada dua
mazhab atau aliran dalam memaknai hipotesis nol
(Ho). Kelompok pertama, mendefinisikan bahwa yang
dimaksud Ho adalah hipotesis yang menyatakan
ketiadaan (nol) perbedaan, hubungan, atau pengaruh
antara dua atau lebih karakteristik populasi.
Kelompok kedua, mendefinisikan bahwa Ho
merupakan lawan dari Ha. Definisi yang berbeda ini
berpengaruh kepada cara penulisan Ho. Penulis
sendiri mengambil kedua-duanya. Dalam artian,
tergantung kepada pertanyaan atau rumusan masalah
riset (penelitian), hipotesis riset (penelitian), dan
karakteristik populasinya. Contoh-contohnya sebagai
berikut:
Contoh 1.20:
(1) Hipotesis riset (penelitian):
Penggunaan media gambar efektif untuk
mengajarkan materi bangun ruang.
Hipotesis statistik:
Madzhab 1 Madzhab 2 Penulis
Ho: = 75 Ho: 75 Ho: 75 = 0
Ha: > 75 Ha: > 75 Ha: 75 > 0
Keterangan :
: Rerata skor materi bangun ruang
Skor batas efektif: 75 (dari skor total 100) atau
75%.
(2) Hipotesis riset (penelitian):
Terdapat perbedaan Hasil Belajar materi identitas
Trigonometri antara siswa yang diajar dengan
menggunakan media gambar grafik fungsi
Trigonometri dengan media gambar koordinat
Cartesius.
Hipotesis statistik:
Madzhab 1 Madzhab 2 Penulis
Ho: 1 = 2 Ho: 1 2 = 0 Ho: 1 2 = 0
Ha: 1 2 Ha: 1 2 0 Ha: 1 2 0
Keterangan :
1: Rerata skor hasil belajar materi identitas
Trigonometri yang diajar dengan media
gambar grafik fungsi;
2: Rerata skor hasil belajar materi identitas
Trigonometri yang diajar dengan media
koordinat Cartesius.
(3) Hipotesis riset (penelitian):
Hasil Belajar materi identitas Trigonometri siswa
yang diajar dengan menggunakan media gambar
grafik fungsi Trigonometri lebih baik daripada
yang diajar dengan media gambar koordinat
Cartesius.
Hipotesis statistik:
Madzhab 1 Madzhab 2 Penulis
Ho: 1 = 2 Ho: 1 2 Ho: 1 2 = 0
Ha: 1 > 2 Ha: 1 > 2 Ha: 1 2 > 0
Keterangan :
1: Rerata skor hasil belajar materi identitas
Trigonometri yang diajar dengan media
gambar grafik fungsi;
2: Rerata skor hasil belajar materi identitas
Trigonometri yang diajar dengan media
koordinat Cartesius.
(4) Hipotesis riset (penelitian):
Terdapat hubungan positif antara skor butir
dengan skor total.
Hipotesis statistik:
Madzhab 1 Madzhab 2 Penulis
Ho: = 0 Ho: 0 Ho: = 0
Ha: > 0 Ha: > 0 Ha: > 0
Keterangan :
: Koefisien korelasi antara skor butir dengan
skor total.
(5) Hipotesis riset (penelitian):
Ada perbedaan frekuensi antara frekuensi
observasi (empiris) dengan frekuensi harapan
(ekspektasi) pada distribusi normal.
Hipotesis statistik:
Madzhab 1 Madzhab 2 Penulis
Ho: fo = fh Ho: fo - fh = 0 Ho: fo - fh = 0
Ha: fo fh Ha: fo fh 0 Ha: fo fh
0
Keterangan :
fo : Frekuensi observasi (empiris)
fh : Frekuensi harapan (Ekspektasi)
(6) Hipotesis riset (penelitian):
Terdapat perbedaan varian (ragam) skor diantara
n kelompok varian skor.
Hipotesis statistik:
Madzhab 1 Madzhab 2 Penulis
Ho: 1 = 2 = ...= n Ho: 1 = 2 = ...= n Ho: 1 = 2 = ...= n
Ha: bukan Ho Ha: bukan Ho Ha: bukan Ho
Keterangan:
1, 2, ..., n Varian kelompok 1 hingga kelompok n.
V=
f i|iS r|
F ( St 1 )
Keterangan:
V: Indeks Inter-rater Aiken
Sr: Skor butir terendah
St: Skor butir tertinggi
i : Bilangan bulat dari Sr + 1 hingga Sr+St-1
fi : Frekuensi Skor pada i
F : Jumlah fi atau fi
Beberapa literatur menunjukan bahwa kriteria validitas isi
ditetapkan dengan indek Aiken V 0.79. Artinya, butir
dipertahankan jika V 0,79, sebaliknya dikeluarkan jika V
< 0,79.
b. Validitas Empiris
Untuk menunjukan validitas empiris dilakukan uji
coba sebelum instrumen digunakan. Uji coba ini untuk
melihat konsistensi butir, yaitu apakah skor butir
berkorelasi secara positif dengan skor total (skor
responden/siswa). Dengan kata lain, dikatakan konsisten
apabila skor butir yang kecil bersesuaian dengan skor total
(skor responden/siswa) yang kecil pula. Demikian
sebaliknya, skor butir yang besar bersesuaian dengan skor
total (skor responden/siswa) yang besar pula. Oleh karena
itu, data hasil uji coba dianalisis dengan analisis korelasi.
Secara umum, langkah-langkahnya sebagai berikut:
(1) Memberikan instrumen kepada sejumlah
responden/siswa yang karakteristiknya relatif sama
dengan responden/siswa yang akan diukur (diambil
datanya). Dalam hal ini, makin banyak jumlah
responden, maka uji coba makin baik. Dianjurkan
responden uji coba minimal 30 orang. Namun, untuk
upaya pembakuan instrumen dianjurkan dimulai dari
100 orang atau 200 orang hingga ribuan bahkan puluh
ribuan responden.
(2) Menyusun atau mengorganisasikan data;
(3) Menetapkan rumus koefisien korelasi yang tepat
sesuai dengan jenis data jawaban instrumen (diskrit
atau kontinyu);
(4) Menghitung koefisien korelasi;
(5) Menetapkan kriteria keputusan valid tidaknya butir
instrumen. Ada 2 pilihan: (a) dengan r kriteria
(beberapa literatur paling rendah menetapkan r
0,20); (b) melalui uji signifikansi koefisien korelasi
(transformasi r ke distribusi peluang t).
(6) Memutuskan valid tidaknya butir instrumen.
(a) Jika menggunakan r kriteria berarti butir dikatakan
valid apabila nilai korelasi skor butir dengan skor
responden r 0,20. Sebaliknya, butir dinyatakan
tidak valid jika r < 0,20.
(b) Jika menggunakan uji signifikansi koefisien
korelasi (r), langkahnya setelah langkah (4)
adalah:
(b.1) Menetapkan hipotesis kebermaknaan
koefisien korelasi
Ho : = 0
Ha : > 0
Catatan: Ha menyatakah bahwa koefisien korelasi
skor butir dengan skor responden
signifikan jika > 0.
(b.2) Melakukan transformasi nilai koefisien
korelasi menjadi nilai t observasi atau to
(distribusi probabilitas t Students);
(b.3) Menetapkan taraf signifikansi (peluang
salah menolak Ho) yang umumnya untuk
riset (penelitian) pendidikan dan pengajaran
= 0,01 atau = 0,05);
(b.4) Melihat nilai t kritis atau tk yang bersesuaian
dengan taraf signifikan () dan derajat
bebas pada Tabel Distribusi Students atau
Distribusi t;
(b.5) Menguji signifikansi koefisien korelasi
dengan cara membandingkan nilai t
observasi (to) dengan t kriteria atau t kritis
(tk). Jika tk > to, keputusannya Ho ditolak.
Artinya, > 0 atau koefisien korelasi
signifikan. Sebaliknya, jika tk to,
keputusannya gagal menolak Ho atau Ho
diterima. Artinya, koefisien korelasi tidak
signifikan.
(b.6) Menyimpulkan validitas butir dengan
kriteria jika Ho ditolak berarti butir
instrumen valid, dan sebaliknya, jika gagal
menolak Ho atau menerima Ho berarti butir
instrumen tidak valid;
Selanjutnya, butir/item yang tidak valid di
keluarkan (di drop) dari instrumen sehingga tidak
digunakan dalam instrumen yang akan digunakan untuk
mengumpulkan data. Apabila di drop akan mengganggu
terpenuhinya kelengkapan indikator variabel, maka
sebaiknya butir diganti dan diuji coba kembali hingga
menemukan butir yang valid.
Dalam kasus tertentu, yaitu populasi riset yang
terbatas (tidak ada sampel untuk uji coba), biasanya
analisis kualitas instrumen (validitas dan reliabilitas)
dilakukan dengan menggunakan data hasil instrumentasi
saat riset. Dari data hasil instrumentasi, sebelum dianalisis
lebih lanjut, dianalisis terlebih dahulu validitas (disebut
Concurent Validity) dan reliabilitasnya. Data yang
digunakan, selanjutnya, adalah data dari skor butir-butir
yang valid saja.
Penjelasan:
Taraf sukar (pi) diperoleh dari Jumlah butir yang
dijawab benar dibagi jumlah seluruh butir. Contoh
untuk butir nomor 1, p1 = 9/12 = 0,75; untuk butir
nomor 5 p5 = 8/12 = 0,67. Adapun q i diperoleh dari 1
pi (proporsi butir yang dijawab salah. Adapun i 1
diperoleh dari jumlah skor responden yang menjawab
benar pada butir ke i dibagi jumlah responden yang
menjawab benar. Contoh untuk butir nomor 7: 71 =
(9+10+9+8+10)/5 = 9,2. Dengan MS-EXCEL dapat
dicari dengan syntax =SUMIF(range butir 7;1;range
skor responden)/COUNTIF(range butir 7;1). Rerata
skor responden total (t) diperoleh dari rerata skor
responden. Jika menggunakan MS-EXCEL syntax-
nya adalah =AVERAGE(range skor responden).
Menghitung simpangan baku total (st) dengan MS-
EXCEL menggunakan syntax =STDEV(range skor
responden). Statistik tersebut selanjutnya dimasukan
ke dalam Rumus untuk menghitung rpb.
5) Menetapkan kriteria keputusan valid tidaknya butir
instrumen. Ada 2 pilihan: (a) dengan r kriteria
(beberapa literatur paling rendah menetapkan r
0,20); (b) melalui uji signifikansi koefisien korelasi
(transformasi r ke t).
6) Memutuskan valid tidaknya butir instrumen.
(a) Jika menggunakan r kriteria berarti butir dikatakan
valid apabila nilai korelasi skor butir dengan skor
responden r 0,20. Sebaliknya, butir dinyatakan
tidak valid jika r < 0,20. Berdasarkan hasil
perhitungan di atas, maka keputusannya adalah
ada satu butir yang tidak valid, yaitu butir nomor 8
(karena -0,22 < 0,20). Butir-butir nomor 1, 2, 3, 4,
5, 6, 7, 9, dan 10 semuanya valid (karena r pb >
0,20.
(b) Jika menggunakan uji signifikansi koefisien
korelasi (r), langkahnya setelah langkah (4)
adalah:
(b.1) Menetapkan hipotesis kebermaknaan koefisien
korelasi
Ho : = 0
Ha : > 0
Catatan: Ha menyatakah bahwa koefisien
korelasi skor butir-skor responden
signifikan jika > 0.
(b.2) Melakukan transformasi nilai koefisien korelasi
menjadi nilai t observasi atau to (distribusi t
Students). Dalam contoh ini, transformasi
korelasi (rpb) ke t (distibusi Student's) menjadi t
observasi (to) dengan rumus transformasi:
t o =r pb
i i
n2
1r 2pb
Contoh untuk butir nomor 2:
i
t o =r pb
2
n2
1r 2pb
2
2
t o =0,56
2
122
1( 0,56 )
2
=2,14
Kriteria keputusan:
Tolak Ho: = 0, jika to2 > 1,81. Sebaliknya,
Gagal menolak atau terima Ho: = 0, jika to2
1,81.
(b.5) Menguji signifikansi koefisien korelasi dengan
cara membandingkan nilai t observasi (to)
dengan t kriteria atau t kritis (tk). Jika tk > to,
keputusannya Ho ditolak. Artinya, > 0 atau
koefisien korelasi signifikan. Sebaliknya, jika tk
> to, keputusannya gagal menolak Ho atau Ho
diterima. Artinya, koefisien korelasi tidak
signifikan. Dalam contoh ini, Dalam contoh ini,
ternyata to2 = 2,14 > 1,81, berati tolak H o: = 0.
Alternatifnya, Ha : > 0 yang berarti butir
instrumen nomor 2 valid.
(b.6) Menyimpulkan validitas butir dengan kriteria
jika Ho ditolak berarti butir instrumen valid, dan
sebaliknya, jika gagal menolak Ho atau
menerima Ho berarti butir instrumen tidak valid.
Karena Ho: = 0 ditolak, maka alternatifnya,
Ha: > 0 yang berarti butir instrumen nomor 2
valid.
Silahkan coba untuk butir-butir lainnya sebagai
latihan. Kemudian, hasilnya cocokan dengan Tabel
2.2 yang menyajikan data lengkap pengujian validitas
butir dari contoh kasus di atas.
Tabel 2.2
Data simulasi uji coba instrumen butir objektif
n X i Y ( X i ) ( Y )
rX Y=
( n X ( X ) ) ( n Y ( Y ) )
2 2
i
2 2
i i
Keterangan:
r : Koefisien korelasi Product Moment
X: Skor butir nomor i
Y: Skor responden
Berikut adalah contoh kasus pengujian validitas
instrumen (validitas empiris) dari instrumen berupa berupa
tes uraian (essay) dan skor butir angket/kuisener skala
sikap.
Contoh 2.2:
Seorang penyusun instrumen ingin mengetahui validitas
butir-butir instrumennya yang terdiri dari 5 butir soal
uraian (essay). Untuk itu, ia melakukan uji coba dengan
sampel sebanyak 10 orang. Langkah-langkahnya adalah:
1) Memberikan instrumen kepada sejumlah
responden/siswa yang karakteristiknya relatif sama
dengan responden/siswa yang akan diukur (diambil
datanya). Dalam contoh ini, instrumen berupa tes
objektif yang terdiri dari 5 butir diberikan kepada 10
orang respoden/siswa.
2) Menyusun atau mengorganisasikan data;
Hasil langkah 1) disusun (sebaiknya menggunakan
MS-EXCEL) sebagai berikut:
Tabel 2.3
Data simulasi uji coba instrumen butir essay
)
n X 2i ( X i ) ( n Y 2( Y ) )
Keterangan:
r : Koefisien korelasi Product moment
X: Skor butir nomor i
Y: Skor responden
4) Menghitung koefisien korelasi
Berdasarkan susunan data pada langkah 2) dibuat
tabel ringkasan statistik sebagai berikut:
Kriteria keputusan:
Tolak Ho: = 0, jika to1 > 1,86. Sebaliknya,
Gagal menolak atau terima Ho: = 0, jika to1
1,86.
(b.5) Menguji signifikansi koefisien korelasi dengan
cara membandingkan nilai t observasi (to)
dengan t kriteria atau t kritis (tk). Jika tk > to,
keputusannya Ho ditolak. Artinya, > 0 atau
koefisien korelasi signifikan. Sebaliknya, jika tk
> to, keputusannya gagal menolak Ho atau Ho
diterima. Artinya, koefisien korelasi tidak
signifikan. Dalam contoh ini, Dalam contoh ini,
ternyata to1 = 4,38 > 1,86, berati tolak H o: = 0.
Alternatifnya, Ha : > 0 yang berarti butir
instrumen nomor 1 valid.
(b.6) Menyimpulkan validitas butir dengan kriteria
jika Ho ditolak berarti butir instrumen valid, dan
sebaliknya, jika gagal menolak Ho atau
menerima Ho berarti butir instrumen tidak valid.
Karena Ho: = 0 ditolak, maka alternatifnya,
Ha: > 0 yang berarti butir instrumen nomor 1
valid.
Silahkan coba untuk butir-butir lainnya sebagai
latihan. Kemudian, hasilnya cocokan denganTabel 2.4
yang menyajikan data lengkap pengujian validitas
butir dari contoh kasus di atas.
pq
r KR20=
k
(
( k 1 )
1 2
sy )
Keterangan:
rKR20: Koefisien korelasi KR20
k : Jumlah butir (yang valid)
s : Varians skor responden
p : Proporsi responden yang menjawab benar (skor 1)
q : Proporsi responden yang menjawab salah (skor 0)
Langkah-langkah pengujiannya adalah:
1) Mengumpulkan data (observasi/tes)
2) Menguji validitas butir-butir instrumen
3) Membuang butir intrumen yang tidak valid dan
membuat tabel ulang
4) Menghitung koefisien korelasi KR20
5) Menentukan Kriteria keputusan
6) Mengambil keputusan.
Contoh 2.4:
Contoh kasus lanjutan dari contoh 2.1.
Jika menggunakan MS-EXCEL Syntax-nya adalah
=VAR(range skor Y).
Langkah-langkahnya adalah:
1) Mengumpulkan data (observasi/tes). Lihat contoh 2.1
2) Menguji validitas butir-butir instrumen. Lihat contoh
2.1
3) Membuang butir intrumen yang tidak valid dan
membuat tabel ulang. Berdasarkan data hasil uji
validitas butir sebagaimana Tabel 2.1 di atas, maka
setelah butir yang tidak valid dikeluarkan (di drop),
dapat disusun tabel 2.5 sebagaimana berikut:
4) Menghitung koefisien korelasi KR20
5) Menentukan Kriteria keputusan
(a) Jika menggunakan kriteria r kritik berdasarkan
nilai r tertentu.
Misal, ditetapkan r kritis-nya adalah r = 0,60.
Kriteria keputusannya adalah: instrumen reliabel
jika rKR20 > 0,60, sebaliknya instrumen tidak
reliabel jika rKR20 0,60.
(b) Jika menggunakan r kritis berdasarkan taraf
signifikan () tertentu dan banyak sampel uji coba.
Misal, taraf signifikan diambil = 0,05. Banyak
sampel uji coba n = 12. Nilai r kritis dapat
diperoleh dari Tabel Koefisien Korelasi (Product
moment?). Caranya: tandai pada kolom n angka 12
(jumlah sampel), kemudian lihat pada kolom taraf
signifikan 0,05 sel yang terletak pada baris n=12.
Akan diketemukan angka 0,576. Artinya, r kritir
untuk = 0,05 dan n = 12 atau r(0,05;12)=0,576.
Dengan demikian, kriteria keputusannya adalah:
instrumen reliabel jika rKR20 > 0,576, sebaliknya
instrumen tidak reliabel jika rKR20 0,576.
6) Mengambil keputusan
Dalam contoh ini, berdasarkan kedua cara menentukan
r kritis, 0,89 > 0,60 dan 0, 89 > 0,576. Keputusannya
adalah instrumen (setelah butir yang tidak valid di
drop) reliabel.
Tabel 2.6
Data Hasil Uji Coba Instrumen Untuk Menguji
Reliabilitas Instrumen Butir Essay Atau Skala Sikap
Keputusan:
Baik menggunakan r kritis berdasarkan nilai r tetap
(r > 0,60) maupun menggunakan r kritis berdasarkan taraf
signifikan dengan jumah sampel uji coba n,
keputusannya sama-sama memutuskan bahwa instrumen
reliabel. Hal ini didasarkan pada 0,81 > 0,60 dan 0,81 >
0,576.
Analisis butir sebagaimana hasilnya pada Tabel
2.1, 2.5, dan 2.6 tersedia pada Program Edukasi Statistik
Riset Ilmu Pendidikan dan Pengajaran (PESRIPP).
3 DESKRIPSI DATA
Tahap kedua untuk bekerja dengan statistika
adalah tahap deskripsi data yang gunanya untuk menjawab
pertanyaan bagaimana gambaran (data) variabel yang akan
diteliti. Bentuk deskripsi data, secara umum, dapat berupa:
(1) Diagram batang, diagram Batang-daun (leaf diagram),
tabel distribusi frekuensi, histogram dari tabel distribusi
frekuensi, dll; (2) Kecenderungan memusat (central
tendency) yang dapat berupa: Rerata (umumnya
mengatakan rata-rata) atau Mean, Median, dan Modus; (3)
Sebaran (dispersi) yang dapat berupa range, kuartil,
simpangan antara kuartil, simpangan baku, dan ragam
(varian). Adapun bentuk deskripsi yang pas/tepat
tergantung kepada jenis datanya (nominal, ordinal, interval
atau rasio).
Persyaratan (asumsi) analisis dengan statistika
parametrik yang paling penting adalah bahwa populasi
dari karakteristik (variabel) yang akan dianalisis
berdistribusi normal dan sampel diambil secara
random/acak. Inti dari random adalah suatu kondisi yang
menunjukan bahwa seluruh anggota populasi memiliki
peluang yang sama untuk terambil sebagai sampel. Intinya
adalah dengan melakukan pengundian dengan berbagai
teknik. Persyaratan berikutnya tergantung kepada analisis
apa yang akan digunakan: korelasional/ regresi atau uji
beda.
Tabel 3.1
Bentuk Deskripsi Data Yang Tepat Berdasarkan
Jenis Data
Contoh 3.3:
Untuk data variabel nominal (Buku Paket)
Tabel distribusi frekuensi di atas dapat divisualisasikan
dengan diagram batang sebagai berikut:
Contoh 3.4:
Untuk data variabel nominal (Jumlah siswa)
Misalkan akan mendeskripsikan jumlah siswa
berdasarkan tingkatan kelas di suatu SMP. Misal, setelah
dibuat Tabel distribusi frekuensinya diperoleh data sebagai
berikut:
Visualisasi dari Tabel 3.3 di atas adalah diagram
batang seperti berikut.
Xi
X = i=1
n
Keterangan:
X : Rerata skor/nilai (untuk data kontinyu/rasio)
xi: skor/nilai data ke i, dimana i = {1, 2, 3, 4, ...n}
n: Banyak data (anggota himpunan data)
Tidak semua kelompok data deskripsi-nya dapat
secara tepat diseskripsikan oleh Rerata. Kelompok data
yang tepat dideskripsikan oleh Rerata adalah kelompok
data kontinyu (interval atau rasio) yang tidak memiliki
anggota atau sub kelompok data ekstrim, baik ekstrim ke
atas maupun ekstrim ke bawah. Untuk data variabel diskrit
(nominal atau ordinal) penggunaan Rerata sebagai
deskripsi tidaklah tepat.
Contoh 3.6: (Data yang memiliki nilai ekstrim)
Misal, dari 10 KK di suatu RT, penghasilan
masing-masing KK per bulan (dalam rupiah) adalah
1.800.000, 2.500.000, 3.000.000, 3.000.000, 3.100.000,
3.100.000, 3.100.000, 3.500.000, 4.200.000, dan
25.000.000. Jika dihitung Reratanya, maka akan diperoleh
5.230.000 yang tidak pas untuk menggambarkan Rerata
penghasilan tersebut.
Contoh 3.7: (Data yang tidak memiliki nilai ekstrim)
Misal, dari data pada contoh 3.6, data ekstrim
dikeluarkan sehingga tinggal 9 KK. Setelah data ekstrim
tidak dilbatkan dalam analisis, maka akan diperoleh Rerata
sebesar 3.033.333. Bandingkan dengan Rerata dari contoh
3.6, maka Rerata yang dapat dipandang mewakili Rerata
kelompoknya adalah Rerata pada contoh 3.7. Skor atau
nilai-nilai ekstrim, dalam analisis statistik, biasa disebut
data outlier. Jika banyak data ekstrim dalam suatu
kelompok data tidak terlalu banyak maka, dalam suatu
analisis statistika, biasanya dikeluarkan.
Contoh 3.8: (Kelompok data bukan data kontinyu)
Misal, dari 10 KK contoh 3.6 di atas yang
diamati adalah jumlah anggota KK pada setiap KK, yaitu:
2, 5, 3, 4, 3, 3, 3, 6, 2, 4. Jika dihitung Reratanya akan
diperoleh Rerata = 3,5. Artinya, Rerata jumlah KK di RT
tersebut sebanyak 3,5 orang. Ini sesuatu yang tidak lazim.
Tidak mungkin jumlah orang dinyatakan dalam bentuk
desimal. Demikian juga untuk data diskrit lainnya, seperti
jumlah buku paket, banyak telor asin, dsb. Tidaklahlah
tepat mendeskripsikannya dengan Rerata.
Contoh 3.9: (Data dalam bentuk distribusi frekuensi titik
atau tunggal)
Ada kalanya data yang akan dihitung Reratanya
sudah dalam bentuk tabel distribusi frekuensi data tunggal
(bukan dalam bentuk kelas interval). Apabila data pada
contoh 3.6 di atas disusun dalam bentuk tabel distribusi
frkuensinya, maka akan diperoleh tabel distribusi
frekuensi sebagai berikut.
Tabel 3.5
Distibusi frekuensi penghasilan per bulan (Xi) dari 10 KK
Xi fi Xi.fi
1.800.000 1 1.800.000
2.500.000 1 2.500.000
3.000.000 2 6.000.000
3.100.000 3 9.300.000
3.500.000 1 3.500.000
4.200.000 1 4.200.000
JUMLAH 9 27.300.000
Sumber: Data rekaan
Berdasarkan Tabel 3.5, dengan mudah, tampak
bahwa nilai Rerata dapat diperoleh dari hasil bagi jumlah
pada kolom ke 3 (kolom Xi.fi) dengan jumlah pada kolom
2 (kolom fi). Apabila ditulis dalam bentuk rumus menjadi:
X =
Xi. f i
fi
Keterangan:
X : Rerata skor/nilai (untuk data kontinyu/rasio)
Xi: Skor/nilai (untuk data kontinyu/rasio)
Dengan demikian, pada contoh 3.9 ini nilai Reratanya
adalah:
3.3.2 Median
Median mempunyai arti menengah atau (kalau
dalam data terurut) datum yang letaknya di tengah-tengah.
Dalam kasus lain, Median dapat berarti sedang atau cukup
(biasanya untuk ukuran). Berkaitan dengan data statistik
berupa bilangan, maka Median diartikan sebagai anggota
kelompok data (datum) yang terletak di tengah-tengah
apabila data dalam kelompok tersebut diurutkan terlebih
dahulu. Jika banyak data ganjil, maka letak Median akan
persis menunjukan datum sebagai Median. Jika banyak
data genap, maka letak Median berada diantara dua datum.
Oleh karena itu, Mediannya adalah jumlah kedua datum
tersebut dibagi dua. Median dapat digunakan untuk
medeskripsikan kelompok data variabel diskrit maupun
kontinyu. Median juga dapat mendeskripsikan pembatas
dari kelompok bawah dan kelompok atas, yaitu 50%
kelompok bawah dan 50% kelompok atas. Dengan kata
lain, Median membatasi (membagi) dua kelompok data
secara seimbang, yaitu 50% di bawah Median dan 50% di
atas Median. Perlu diperhatikan bahwa untuk data variabel
diskrit jumlah variatifnya (kategori) minimal 3 kategori.
Berbeda dengan Rerata, Median tidak
terpengaruh oleh data ekstrim. Oleh karena itu, jika dalam
sekelompok data terdapat data ekstrim, maka salah satu
cara deskripsinya adalah dengan Median. Karena jumlah
data dapat ganjil atau genap maka cara menentukan
Median juga ada dua cara, yaitu cara jika banyak data
ganjil dan genap. Namun demikian, secara rumus sama
yaitu data ke (n+1)/2. Untuk banyak data ganjil, maka
(n+1) menjadi genap. Bilangan genap dibagi dua pasti
bilangan bulat. Jika banyak data ganjil
Contoh 3.11: (Banyak data ganjil dan data tidak
dikelompokan)
Diketahui data sebagai berikut:
3, 4, 4, 5, , 8, 8, 9, 10.
Karena banyak data n = 9 adalah ganjil, maka mediannya
adalah nilai yang terletak di urutan (n+1)/2. Untuk contoh
rangkaian data di atas, Median adalah nilai yang terletak di
urutan ke (9+1)/2, yaitu urutan ke 5. Nilai yang terletak di
urutan ke-5, dari kiri, adalah 6 (ditulis Med = 6).
Contoh 3.12: (Banyak data genap dan data tidak
dikelompokan)
Data skor ujian statistik dari 8 mahasiswa adalah:
20, 45, 50, 60, 75, 80, 85, 90. Mediannya adalah skor/nilai
yang terletak di urutan ke (8+1)/2 = 4,5. Tidak ada datum
yang terletak di urutan ke 4,5. Oleh karena itu, nilai
Median diambil dari datum yang terletak di urutan ke 4
dan ke 5 (karena 4,5 terletak antara 4 dan 5). Data di
urutan ke 4 adalah 60, sedangkan data di urutan ke 5
adalah 75. Dengan demikian, Mediannya adalah Med =
(60+75)/2 = 67,5.
Contoh 3.13: (Banyak data genap dan data dikelompokan
menjadi beberapa kelas interval atau
kelompok)
Untuk data berkelompok yang dinyatakan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi kelas interval seperti Tabel 3.4 di
atas, nilai Median dihitung mengikuti langkah-langkah
berikut:
1) Tandai kelas interval dimana Median berada (Median
taksiran). Pada umumnya adalah kelas interval yang
frekuensinya terRendah (ingat pengertian
kecenderungan memusat). Jika tiap kelas interval
frekuensinya relatif sama, maka yang ditandai adalah
kelas interval yang apabila frekuensi sebelumnya
dijumlahkan, jumlahnya setengah atau lebih dari
jumlah data (n). Dari tabel di atas frekuensi terRendah
bersesuaian dengan kelas interval 33-36.
2) Tandai frekuensi interval tersebut (dari Tabel 3.4 adalah
fmed = 11)
3) Tentukan Batas bawah (Bb) interval tersebut (dari tabel
di atas, Bb = 32,5)
4) Tentukan panjang kelas interval (lihat tabel, p=4).
5) Jumlahkan frekuensi semua kelas interval sebelum
kelas interval Median (dari tabel di atas, fs=6 + 2= 8).
6) Masukan ke dalam rumus (lihat halaman berikut).
7) Berdasarkan tersebut akan diperoleh:
n f s
Med=Bb + p ( f med )
Med=32,5+ 4 ( 148
11 )
=32,5+2,18=34,68
n f s
Med=Bb + p ( f med )
Keterangan:
Med: nilai/skor Median
Bb : Batas bawah kelas interval yang bersesuaian
dengan Median taksiran
p : Panjang kelas interval
n : Banyak data atau fi.
fs : Frekuensi sebelum kelas interval Median taksiran
fmed: Frekuensi kelas interval Median taksiran
3.3.3 Modus
Dalam keseharian mungkin pernah mendengar
istilah modus operandi. Misal, untuk kejadian kejahatan
perampokan di rumah-rumah, pihak kepolisian
mengatakan bahwa modus operandinya adalah si
perampok pura-pura bertamu. Artinya, kejadian
perampokan di rumah-rumah yang sering (modus)
dilakukan perampok (operandi) adalah berpura-pura
bertamu. Secara sederhana Modus (Mod) dapat
didefinisikan sebagai fakta atau data yang paling sering
terjadi/muncul. Dalam istilah statistik modus adatah data
yang frekuensinya paling besar.
Contoh 3.14: (Data tidak dikelompokan)
1) Kelompok data: 3, 4, 4, 5, 6, 8, 8, 8, 9 mempunyai satu
modus yaitu Mod = 8
2) Kelompok data: 3, 4, 4, 6, 8, 8, 9, 10 mempunyai 2
modus (bimodus) yaitu Mod = 4 dan Mod = 8
3) Kelompok data: 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10 tidak mempunyai
modus.
Contoh 3.15: (Data dikelompokan atau dari tabel distribusi
frekuensi)
Cara menentukan modus dari data yang sudah
berbentuk statistik berupa Tabel distribusi kelas interval
seperti Tabel 3.4 di atas.
Langkah-langkahnya adalah:
1) Tandai kelas interval dimana modus akan berada
(modus taksiran). Sesuai dengan definisi, berarti kelas
interval yang memiliki frekuensi (f) terRendah. (dari
Tabel 3.4 adalah kelas interval 33-36)
2) Lihat frekuensi kelas interval tersebut. (dari Tabel 3.4,
fmod = 11)
3) Tentukan Batas bawah kelas interval (bo) tempat modus
berada (dari Tabel 3.4, Bb = 32,5)
4) Tentukan panjang kelas interval p (dari Tabel 3.4, p =
4).
5) Hitung f1, yaitu selisih antara frekuensi kelas modus
dengan frekuensi kelas interval sebelum kelas modus
(dari Tabel 3.4, f1= 11- 6 = 5).
6) Hitung f2, yaitu selisih frekuensi kelas modus dengan
frekuensi kelas interval sesudah kelas modus (dari
Tabel 3.4, f2 = 11 5 = 6).
7) Masukan ke dalam:
f1
Mod=Bb + p ( )
f 1+ f 2
Keterangan:
Mod: datum modus
Bb: Batas bawah kelas interval modus taksiran
p : panjang kelas interval
f1: selisih antara frekuensi kelas interval modus taksiran
dengan frekuensi kelas interval sebelumnya.
f2: selisih antara frekuensi kelas interval modus taksiran
dengan frekuensi kelas interval sesudahnya.
f1
Mod=Bb + p ( )f 1+ f 2
Mod=32,5+ 4 ( 5+65 )
Mod=32,5+1,182=34,52 34
L2 f s
K 2=Bb + p ( f K2 )
K 2=32,5+ 4 ( 148
11 )
=32,5+2,18=34,68
L3 f s
K 3=Bb + p ( fK3 )
K 3=36,5+ 4 ( 2119
5 )
=36,5+1,6=38,1
{ x ,x 0
|x|=f ( x )= x ,x <0
d=
|di|
n
Katerangan:
d : Simpangan (Rerata simpangan)
di: Selisih data ke i (Xi) dengan Rerata data ( X )
n: banyak data
atau
n
( X i X )
2
d= i=1
n
Katerangan:
d : Simpangan (Rerata simpangan)
Xi: data ke i
X : Rerata data
n: banyak data
Seperti halnya Rerata, simpangan Rerata akan
tepat jika digunakan untuk mendeskripsikan sebaran data
yang tidak memiliki datum yang ekstrim. Jika sebaliknya,
maka deskripsi sebaran data dengan simpangan akan
kurang tepat. Sebagai ilustrasi, dapat disimak
Berdasarkani beberapa contoh berikut:
Contoh 3.21:
(1) Data 1: 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Rerata : X = 45/9 = 5
Simpangan titik atau di: 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah simpangan titik/datum : di = 0
Simpangan Rerata: d = 0/9 = 0
(2) Data 2: 4 5 5 5 5 5 5 5 6
Rerata : X = 45/9 = 5
Simpangan titik atau di: 1 0 0 0 0 0 0 0 1
Jumlah simpangan titik/datum atau di= 2
Simpangan Rerata: d = 2/9 = 0,22
(3) Data 3: 3 4 5 5 5 5 5 6 7
Rerata : X = 45/9 = 5
Simpangan titik atau di: 2 1 0 0 0 0 0 1 2
Jumlah simpangan titik/datum atau di= 6
Simpangan Rerata: d = 6/9 = 0,67
(4) Data 4: 2 3 4 5 5 5 6 7 8
Rerata : X = 45/9 = 5
Simpangan titik atau di: 3 2 1 0 0 0 1 2 3
Jumlah simpangan titik/datum atau di= 12
Simpangan Rerata: d = 12/9 = 1,5
(5) Data 1: 3 3 3 3 4 4 5 10 10
Rerata : X = 45/9 = 5
Simpangan titik atau di: 2 2 2 2 1 1 0 5 5
Jumlah simpangan titik/datum atau di= 20
Simpangan Rerata: d = 20/9 = 2,22
Berdasarkan kelima contoh di atas, tampak bahwa
simpangan Rerata, dari contoh data 1 hingga 5, makin
meningkat. Hal tersebut, seiring dengan sebaran datanya
kecuali untuk data 5. Untuk data 5, walaupun simpangan
Rerata-nya lebih besar daripada data 3 da 4, namun
ternyata sebarannya tidak lebih menyebar daripada data 3
maupun data 4. Hal ini dikarenakan pada data 5 terdapat
datum ekstrim (disebut outlier). Oleh karena itu, deskripsi
sebaran data untuk data 5 menjadi kurang tepat.
|X i X| atau
i=1
s=
n1
n
2
( X i X ) untuk data sampel
i=1
s=
n1
n
f i|X i X|
s=
i=1 atau
k
f i1
i=1
k
2
f i ( X i X )
s= i=1 untuk data sampel
k
f i1
i=1
f i ( X i ) 2
= i=1 untuk data populasi
k
fi
i =1
Keterangan:
Xi: kelompok datum ke i atau titik tengah kelas intrval
ke i dimana i={1, ..., k}
k : banyak kelompok data atau banyak kelas interval
X : Rerata data sampel
: Rerata data Populasi
f i : frekuensi kelompok datum ke i atau frekuensi
kelas intrval ke i dimana i={1, ..., k}
3.4.3.3 Varians (s ) 2
( X i )2
2 = i=1
N
Keterangan:
s: Simpangan baku untuk data sampel
: Simpangan baku untuk data populasi
Xi: Datum ke i dimana i={1, 2, 3, 4, ..., n}
X : Rerata data sampel
: Rerata data populasi
n: banyak data sampel
N: Banyak data Populasi
Contoh 3.21c:
Contoh 3.21d:
Contoh 3.21e:
Contoh 3.22: Untuk data yang dikelompokan menurut titik
(kelompok datum)
Contoh-contoh berikut diambil dari data pada
contoh di atas yang kemudian dikelompokan.
Contoh 3.22a:
Contoh 3.22b:
Contoh 3.22c:
Contoh 3.22d:
Kategori 1 (Tinggi):
< Skor Skor maksimum
12 < Skor 24
Kategori 2 (Rendah):
Skor minimum Skor
0 Skor 12
(a.2) Untuk kepentingan deskripsi data empiris
X =16 dan s = 2,1
Kategori 1 (Tinggi):
X < Skor Skor maksimum
16 < Skor < 22
Kategori 2 (Rendah):
Skor minimum Skor
0 Skor 16
(b) Tiga kategori, penguasaan materi: (1) Tinggi, (2)
Sedang, dan (3) Rendah.
Berdasarkan gambar kurva normal, nampak bahwa
batas-batas kategori masing-masing berjarak
(6)=2 atau (6s)=2s. Dengan demikian,
kategorisasinya adalah:
(b.1) Untuk kepentingan analisis inferensi
Kategori 1 (Tinggi):
+1 < Skor Skor maksimum
16 < Skor 24
Kategori 2 (Sedang):
-1 Skor +1
8 < Skor 16
Kategori 3 (Rendah):
Skor minimum Skor -1
0 < Skor 8
(b.2) Untuk kepentingan deskripsi data empiris
X =16 dan s = 2,1
Kategori 1 (Tinggi):
X +1 s < Skor Skor maksimum
18,1 < Skor < 22
Kategori 2 (Sedang):
X 1 s Skor X +1 s
13,9 Skor 18,1
Kategori 3 (Rendah):
Skor minimum Skor X 1 s
9 Skor 13,9
(c) Empat kategori, penguasaan materi: (1) Sangat
Tinggi, (2) Tinggi, (3) Rendah, dan (4) Sangat
Rendah.
Contoh 3.25:
Seseorang guru olahraga ingin mengetahui
gambaran keterkaitan antara Jenis kelamin (1. Pria; 2
Wanita) dengan rutinitas olahraga (1. Rutin atau terjadwal;
2. Tidak rutin atau tidak terjadwal). Tabulasi Silang untuk
mendeskripsikan keterkaitan dimaksud dapat disusun
sebagaimana Tabel 3.7 berikut.
DAFTAR PUSTAKA