Anda di halaman 1dari 24

TUGAS KARYA ILMIAH

MATA KULIAH
TEORI PEMBANGUNAN DALAM PEMERINTAHAN

PERAN INSPEKTORAT SEBAGAI PENGAWAS INTERNAL


SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) DI
PROVINSI BANTEN

OLEH
RUDY SASMITA, S.Sos
NPM : 143131350102025

DOSEN PENGAJAR
Dr. BUDI SUPRIYANTO,MM.,M.Si

PASCA SARJANA UNIVERSITAS SATYAGAMA


JAKARTA
2015
KATA PENGANTAR

Puji dan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah teori pembangunan dalam pemerintahan ini sesuai dengan batas waktu
yang telah ditentukan. Tak lupa pula, penulis kirimkan salam dan salawat kepada
junjungan kita semua, Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, dan seluruh
sahabatnya.
Makalah teori pembangunan dalam pemerintahan yang penulis susun ini
berjudul Peran Inspektorat sebagai pengawas internal Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) di Provinsi Banten. Makalah ini hadir untuk
memenuhi tugas yang diberikan oleh Desen Pengajar. Selain itu, sebagai salah
satu syarat untuk mengikuti ujian akhir semester. Banyak pihak yang telah
membantu dalam proses penyelesaian makalah ini. Olehnya itu, kami ucapkan
banyak terimakasih. Kami menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, olehnya itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca sekalian.
Besar harapan kami, dengan hadirnya makalah ini dapat memberikan
sumbangsih yang berarti demi kemajuan ilmu pengetahuan bangsa.

Jakarta, Desember 2015

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 3
1.3 Tujuan Pemecahan Masalah .................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 4
2.1 Pengawasan ........................................................................... 4
2.2 Konsep Inspektorat ............................................................... 6
2.3 Konsep Pemerintahan ........................................................... 7
BAB III PEMBAHASAN ......................................................................... 8
3.1 Inspektorat Provinsi Banten .................................................. 8
3.2 Peran Inspektorat Banten ...................................................... 9
3.3 Sistem Pengendalian Intern ................................................... 10
3.4 Komponen Pokok Organisasi Satuan Kerja .......................... 11
3.5 Cara Pemilihan Penyedia Barang/Jasa .................................. 13
3.6 Dokumen Dasar Belanja ....................................................... 13
3.7 Cara Pembayaran .................................................................. 14
3.8 Perpajakan atas belanja Negara ............................................. 15
3.9 Pelaporan ............................................................................... 16
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 17
4.1 Kesimpulan ............................................................................ 17
4.2 Saran ...................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 21
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perkembangan otonomi daerah yang sangat pesat dan signifikan telah
menyebabkan adanya perubahan dalam hubungan keuangan pusat dan daerah.
Otonomi daerah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab
kepada daerah. Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah sangat ditentukan
oleh kesiapan dan kemampuan daerah itu sendiri dalam mengelola dan
memberdayakan seluruh potensi dan sumberdaya yang tersedia.
Masa transisi sistem pemerintahan daerah yang ditandai dengan keluarnya
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah membawa beberapa perubahan
yang mendasar. Pertama, daerah yang sebelum berlakunya Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2004 berubah menjadi daerah yang memiliki otonomi luas, nyata
dan bertanggung jawab. Kedua, sejalan dengan semakin besarnya wewenang dan
tanggung jawab yang dimiliki oleh pemerintah daerah perlu adanya aparat
birokrasi yang semakin bertanggung jawab pula.
Selanjutnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan,
ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga
diganti dengan diundangkannya UU No. 23 Tahun 2014;
Mardiasmo (2002) menyatakan untuk mendukung terciptanya
pemerintahan yang baik (good governance) terdapat tiga aspek utama yang perlu
diperhatikan, yaitu: pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan. Ketiga unsur
tersebut tentunya memiliki fungsi dan implikasi yang berbeda pula.
Tajuddin dalam Kiki Wardani (2008) menyatakan bahwa terdapat faktor-faktor
lain yang mempengaruhi good governance antara lain faktor manusia pelaksana
yang terdiri dari unsur pimpinan daerah, DPRD dan pegawai daerah itu sendiri,
faktor partisipasi masyarakat, faktor keuangan daerah, peralatan daerah serta
faktor organisasi dan manajemen.
Semangat reformasi telah mewarnai pendayagunaan aparatur negara
dengan tuntutan untuk mewujudkan administrasi negara yang mampu mendukung
kelancaran tugas, keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan
pemerintah negara dan pembangunan dengan menerapkan prinsip-prinsip good
governance. Good governance akan tercapai jika lembaga pengawas dan
pemeriksa (audit internal) berfungsi secara baik (Mardiasmo:2002). Beberapa hal
yang terkait dengan kebijakan untuk mewujudkan good governance pada sektor
publik antara lain meliputi penetapan standar etika dan perilaku aparatur
pemerintah, penetapan struktur organisasi dan proses pengorganisasian yang
secara jelas mengatur tentang peran dan tanggung jawab serta akuntabilitas
organisasi kepada publik, pengaturan sistem pengendalian organisasi yang
memadai, dan pelaporan eksternal yang disusun berdasarkan sistem akuntansi
yang sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
Selanjutnya, berkaitan dengan pengaturan sistem pengendalian organisasi
yang memadai, hal ini menyangkut permasalahan tentang manajemen risiko, audit
internal, pengendalian internal, penganggaran, manajemen keuangan dan
pelatihan untuk staf keuangan. Secara umum, permasalahan-permasalahan
tersebut telah diakomodasi dalam paket undang-undang di bidang pengelolaan
keuangan negara yang baru-baru ini telah diterbitkan oleh pemerintah. Inspektorat
daerah merupakan audit internal yang mana aktivitasnya berupa memberikan
konsultasi dan keyakinan objektif yang dikelola secara independen didalam
organisasi dan diarahkan oleh filosofi penambahan nilai untuk meningkatkan
operasional organisasi.
Perubahan paradigma telah terjadi dalam manajemen keuangan daerah.
Perubahan itu semakin diperjelas oleh lahirnya perundang-undangan (Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004, dan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004) yang kemudian disusun dengan lahirnya
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah dan dilanjutkan dengan adanya Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 dengan disahkannya Peraturan
Menteri Dalam Negeri (Permendagri) tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dibantu oleh Inspektorat Jendral
Kemendagri dan Inspektorat Daerah mulai tahun 2006 telah memeriksa
penggunaan semua APBD di seluruh provinsi, kabupaten dan kota. Inspektorat
pengawas daerah memiliki peran untuk memastikan bahwa sistem akuntansi
keuangan daerah telah berjalan dengan baik dan laporan keuangan daerah
disajikan dengan wajar, di luar tugas-tugas awal inspektorat daerah sebelumnya
sebagai aparat pengawas. Peranan dari inspektorat daerah diantaranya untuk
membantu kepala daerah dalam menyajikan laporan keuangan yang akuntabel dan
dapat diterima secara umum dan peran audit internal memegang peranan yang
sangat penting dalam proses terciptanya akuntabilitas dan transparansi atas
pengelolaan keuangan daerah yang mana itu merupakan salah satu bagian untuk
tercapainya penerapan good governance pada pemerintah daerah.
Audit yang dilakukan oleh inspektorat daerah tersebut membantu
organisasi dalam pencapaian tujuannya dengan menerapkan pendekatan yang
sistematis dan berdisiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas
proses pengelolaan risiko, kecukupan kontrol dan pengelolaan organisasi
pemerintah daerah. Good governance akan tercapai jika peran dari inspektorat
daerah (auditor internal) berjalan secara baik.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana Peran Inspektorat dalam melakukan pengawasan Internal

1.3. Tujuan Pemecahan Masalah


Untuk mengetahui Peran Inspektorat dalam melakukan pengawasan
Internal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengawasan
a. Pengertian Pengawasan
Adanya berbagai jenis kegiatan pembangunan di lingkungan
pemerintah menurut penanganan yang lebih serius agar tidak terjadi
pemborosan dan penyelewengan yang dapat mengakibatkan kerugian
keuangan pada Negara. Untuk menghindari hal tersebut maka diperlukan
suatu sistem pengawasan yang tepat. Ini bertujuan untuk menjaga
kemungkinan agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik.

b. Maksud dan Tujuan Pengawasan


Pengawasan pada hakekatnya merupakan fungsi yang melekat pada
seorang leader atau top manajement dalam setiap organisasi, sejalan
dengan fungs-fungsii dasar manajemen lainnya yaitu perencanaan dan
pelaksanaan. Demikian halnya dalam organisasi pemerintah, fungsi
pengawasan merupakan tugas dan tanggung jawab seorang kepala
pemerintahan, seperti di lingkup pemerintah provinsi merupakan tugas dan
tanggung jawab gubernur sedangkan di pemerintah kabupaten dan kota
merupakan tugas dan tanggung jawab bupati dan walikota.
Namun karena katerbatasan kemampuan seseorang, mengikuti
prinsip-prinsip organisasi, maka tugas dan tanggung jawab pimpinan
tersebut diserahkan kepada pembantunya yang mengikuti alur distribution
of power sebagaimana yang diajarkan dalam teori-teori organisasi modern.

c. Pentingnya Pengawasan
Seseorang berhasil atau berprestasi, biasanya adalah mereka yang
telah memiliki disiplin tinggi. Begitu pula dengan keadaan lingkungan
tertib, aman, teratur diperoleh dengan penerapan disiplin secara baik.
Disiplin yang dari rasa sadar dan insaf akan membuat seseorang
melaksanakan sesuatu secara tertib, lancar dan teratur tanpa harus
diarahkan oleh orang lain. Bahkan lebih dari itu yang bersangkutan akan
merasa malu atau risih jika melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan
ketentuan-ketentuan organisasi yang berlaku. Hal ini ialah yang
diharapkan pada diri setiap pegawai melalui pengawasan dan pembinaan
pegawai.

d. Pengawasan Yang Efektif


Pengawasan yang efektif menurut Sarwoto (2010 : 28) yaitu :
1. Ada unsur keakuratan, dimana data harus dapat dijadikan pedoman dan
valid
2. Tepat-waktu, yaitu dikumpulkan, disampaikan dan dievaluasikan
secara cepat dan tepat dimana kegiatan perbaikan perlu dilaksanakan
3. Objektif dan menyeluruh, dalam arti mudah dipahami
4. Terpusat, dengan memutuskan pada bidang-bidang penyimpangan
yang paling sering terjadi
5. Realistis secara ekonomis, dimana biaya sistem pengawasan harus
lebih rendah atau sama dengan kegunaan yang didapat
6. Realistis secara organisasional, yaitu cocok dengan kenyataan yang ada
di organisasi
7. Terkoordinasi dengan aliran kerja, karena dapat menimbulkan sukses
atau gagal operasi serta harus sampai pada karyawan yang
memerlukannya
8. Fleksibel, harus dapat menyesuaikan dengan situasi yang dihadapi,
sehingga tidak harus buat sistem baru bila terjadi perubahan kondisi
9. Sebagai petunjuk dan operasional, dimana harus dapat menunjukan
deviasi standar sehingga dapat menentukan koreksi yang akan diambil
10. Diterima para anggota organisasi, maupun mengarahkan pelaksanaan
kerja anggota organisasi dengan mendorong peranan otonomi, tangung
jawab dan prestasi
2.2. Konsep Inspektorat
Inspektorat mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional
terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Pengelolaan Badan Usaha
Milik Daerah serta Usaha Daerah lainnya. Disamping itu Inspektorat mempunyai
fungsi yaitu:
1. Perumusan kebijakan teknis di bidang pengawasan fungsional;
2. Pelaksanaan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
oleh Perangkat Daerah dan pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah dan Usaha
Daerah lainnya,
3. Pelaksanaan pemeriksaan, pengujian dan penilaian atas kinerja Perangkat
Daerah dan Badan Usaha Milik Daerah serta Usaha Daerah lainnya;
4. Pelaksanaan pengusutan dan penyelidikan terhadap dugaan penyimpangan
atau penyalahgunaan wewenang baik berdasarkan temuan hasil pemeriksaan
maupun pengaduan atau informasi dari berbagai pihak;
5. Pelaksanaan pemeriksaan, pengujian dan penilaian atas kinerja Perangkat
Daerah dan Badan Usaha Milik Daerah serta Usaha Daerah lainnya;
6. Pelaksanaan pengusutan dan penyelidikan terhadap dugaan penyimpangan
atau penyalahgunaan wewenang baik berdasarkan temuan hasil pemeriksaan
maupun pengaduan atau informasi dari berbagai pihak;
7. Pelaksanaan tindakan awal sebagai pengamanan diri terhadap dugaan
penyimpangan yang dapat merugikan daerah;
8. Pelaksanaan fasilitasi dalam penyelenggaraan otonomi daerah melalui
pemberian konsultasi;
9. Pelaksanaan koordinasi tindak lanjut hasil pemeriksaan. Aparat Pengawasan
Fungsional Pemerintah (APFP);
10. Pelaksanaan pelayanan informasi pengawasan kepada semua pihak;
11. Pelaksanaan koordinasi dan kerja sama dengan pihak yang berkompeten
dalam rangka menunjang kelancaran tugas pengawasan;
12. Pelaporan hasil pengawasan disampaikan kepada Gubernur dengan tembusan
kepada DPRD;
13. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diperintahkan oleh Gubernur;
2.3. Konsep Pemerintahan
Menurut Marjun, (1989) istilah pemerintahan menunjuk kepada bidang
tugas, pekerjaan atau fungsi, sedangkan istilah pemerintah menunjuk kepada
badan organ atau alat perlengkapan yang menjalankan fungsi atau bidang tugas
pekerjaan itu. Dapat dikatakan kalau pemerintahan menunjuk pada proyek
sedangkan istilah pemerintah menunjuk pada subyek.
Kelemahan isnpektorat yang pertama yaitu tidak tersedianya indikator
kinerja (performance indikator) yang memadai sebagai dasar untuk mengukur
kinerja pemerintahan daerah dan kelemahan yang kedua yaitu terkait dengan
masalah struktur lembaga pemeriksa pemerintah pusat dan daerah di Indonesia.
Permasalahan yang ada adalah banyaknya lembaga pemeriksa fungsional yang
overlapping satu dengan yang lainnya yang menyebabkan pelaksanaan
pengauditan tidak efesien dan tidak efektif.
Jika dilihat dari kaca mata akuntansi sektor publik menurut Mardiasmo
(2002) terdapat tiga permasalahan dalam penerapan good governance yang masih
jauh dari kenyataan. Pertama, belum adanya sistem akuntansi pemerintah daerah
yang baik yang dapat mendukung pelaksanaan pencatatan dan pelaporan yang
handal. Kedua, sangat terbatasnya jumlah personel pemerintah daerah yang
berlatar belakang pendidikan akuntansi dan yang ketiga yaitu belum adanya
standar akuntansi keuangan sektor publik yang baku. Menurut Mardismo tersebut
juga ditemukan dilapangan, yang mana terbatasnya latar belakang pendidikan
akuntansi personel pemerintah daerah yang ditemukan kebanyakan personel
pemerintah daerah pada umumnya memiliki latar belakang pendidikan ilmu
pemerintahan.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Inspektorat Provinsi Banten


Audit internal memegang peranan yang sangat penting dalam aktivitas
organisasi. Aktivitas audit internal dilakukan dalam kondisi hukum dan budaya
yang beragam, dalam organisasi-organisai yang bervariasi baik dalam tujuan,
ukuran maupun struktur dan oleh orang di dalam ataupun di luar organisasi.
Abdul (2002) menyatakan bahwa tujuan pelaksanaan pemeriksaan keuangan pada
suatu lembaga atau instansi sangat tergantung pada jenis pemeriksaan keuangan
yang dilakukan. Sehubungan dengan itu, ada baiknya bila dipahami pula
perbedaan antara pemeriksaan keuangan secara internal maupun secara eksternal.
Pemeriksaan keuangan secara internal, seperti yang dilakukan oleh Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam lingkungan pemerintah
secara keseluruhan atau inspektorat wilayah (itwil) dalam lingkungan pemerintah
daerah adalah dalam pelaksanaan fungsi pengawasan Presiden atau Kepala
Daerah.
Menurut Peraturan Pemerintah No.79 tahun 2005 Inspektorat daerah
melakukan pengawasan sesuai dengan fungsi dan kewenangannya melalui :
a. Pemeriksaan dalam rangka berakhirnya masa jabatan kepala daerah.
Pemeriksaan akhir masa jabatan Kepala Daerah dilakukan oleh Inspektorat
Jenderal Departemen Dalam Negeri terhadap Gubernur dan oleh Inspektorat
Provinsi terhadap Bupati/Walikota 2 (dua) minggu sebelum dan/atau sesudah
berakhirnya masa bakti .
b. Pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu maupun pemeriksaan terpadu.
Pemeriksaan berkala dilaksanakan berdasarkan rencana kerja pengawasan
tahunan yang ditetapkan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota.
Pemeriksaan sewaktu-waktu dilakukan oleh Inspektorat Jenderal
Departemen/Unit Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Departemen,
Inspektorat Provinsi, Inspektorat Kabupaten/Kota atas adanya surat
pengaduan masyarakat, perintah khusus untuk tujuan tertentu sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
c. Pengujian terhadap laporan berkala atau sewaktu-waktu dari unit satuan kerja.
d. Pengusutan atas kebenaran laporan mengenai adanya indikasi terjadinya
penyimpangan, korupsi, kolusi dan nepotisme.
e. Penilain atas manfaat dan keberhasilan kebijakan, pelaksanaan program dan
kegiatan.
f. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintah di daerah dan
pemerintah desa.
Fungsi dari auditor internal (inspektorat) yang berjalan dengan baik akan
menghasilkan pengeluaran yang berharga yang akan menjadi masukan bagi pihak
eksternal, seperti auditor ekstern, eksekutif dan legislatif dalam memperbaiki
pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara pada waktu pelaporan.
Oleh karena itu fungsi dari auditor internal (inspektorat) perlu diberdayakan demi
tercapainya tujuan dari penerapan sistem pemerintahan yang transparan,
akuntabilitas, ekonomi, efektif, efesien dan berkeadilan.

3.2. Peran Inspektorat Banten


Berdasarkan Peraturan Gubernur Banten Nomor 24 Tahun 2011 Tentang
Standar Operasional Prosedur Pengawasan Bagi Inspektorat Provinsi Banten,
bahwa:
a. Kedudukan
1. Inspektorat Provinsi merupakan unsur pengawas penyelenggaraan
Pemerintah Provinsi;
2. Inspektorat Provinsi dipimpin oleh seorang Inspektur yang bertanggung
jawab langsung kepada Gubernur dan secara teknis administrasi mendapat
pembinaan dari Sekretaris Daerah.
b. Tugas Pokok
Inspektorat Provinsi mempunyai tugas pokok melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan Provinsi Banten, pelaksanaan dan
pembinaan atas penyelenggaraan pemerintah daerah kabupaten/kota dan
pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota.

Sehubungan dengan Peraturan Gubernur Banten Nomor 24 Tahun 2011


Tentang Standar Operasional Prosedur Pengawasan Bagi Inspektorat Provinsi
Banten bahwa untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas bagi aparat
pengawas intern pemerintah di lingkungan pemerintah Provinsi Banten,
diperlukan suatu acuan yang dibakukan secara menyeluruh guna mengakomodasi
dan mengantisipasi dinamika tugas pelayanan Gubernur memandang perlunya
disusun Standar Operasional Prosedur Pengawasan Bagi Inspektorat Provinsi
Banten.
Adapun tahapan SOP yang dimaksud adalah:
1. Pemeriksaan/Audit Reguler Pada Pemerintah Provinsi Banten,
2. Pemeriksaan/Audit Reguler Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Se-
Provinsi Banten
3. SOP Monitoring Dan Evaluasi
4. SOP Penyelesaian TLHP/TLHA
5. SOP Reviu Dan Monitoring Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
6. SOP Pemeriksaan/Audit Khusus
7. SOP Pemeriksaan Dalam Rangka Berakhirnya Masa Jabatan Kepala
Daerah (Bupati/Walikota)
8. SOP Pemeriksaan Bantuan Keuangan Provinsi Banten Kepada
Kabupaten/Kota Se-Provinsi Banten
9. SOP Pemeriksaan Bantuan Keuangan Provinsi Banten Kepada
Desa/Kelurahan Se-Provinsi Banten

3.3. Sistem Pengendalian Intern


Sistem Pengendalian Intern Pemerintah diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 80 Tahun 2008 sebagai pelaksanaan dari pasal 58 Undang-undang 17
tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pada tingkat Satuan Kerja, pengensalian
intern dilaksanakan dalam bentuk:
a. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian pada Satuan Kerja sekurang-kurangnya
dilaksanakan dalam bentuk penetapan Struktur Organisasi yang tepat sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing berdasarkan ketentuan
yang berlaku.
b. Penilaian resiko
Penilaian resiko pada tingkat Satuan Kerja sekurang-kurangnya
dilaksanakan dalam bentuk pemahaman resiko yang mungkin mengganggu
proses pengadaan barang/jasa.
c. Kegiatan pengendalian
Kegiatan pengendalian pada tingkat Satuan Kerja sekurang-kurangnya
dilaksanakan dalam pengamanan atas asset-asset (termasuk dokumen) yang
melekat dan yang akan dihasilkan oleh Satuan Kerja.
d. Informasi dan Komunikasi
Informasi dan komunikasi pada tingkat Satuan Kerja sekurang-kurangnya
dilaksanakan dalam bentuk penyusunan Laporan Keuangan Satuan Kerja.
e. Pemantauan
Pemantauan pada tingkat Satuan Kerja sekurang-kurangnya dilaksanakan
dalam bentuk pemantauan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan oleh penyedia
barang/jasa.

3.4. Komponen Pokok Organisasi Satuan Kerja


Melanjutkan pembahasan tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah,
pengelola Keuangan Negara harus memahami komponen pokok organisasi Satuan
Kerja. Satuan Kerja dipimpin oleh Kepala Satuan Kerja/Kuasa Pengguna
Anggaran dan sekurang-kurangnya harus terdiri dari tiga unit yang terpisah yaitu :
a. Pejabat Pembuat Komitmen
Pejabat Pembuat Komitmen yang diberi wewenang untuk melakukan
tindakan yang mengakibatkan pengeluaran negara. Karena jenis belanja yang
berbeda, pada prinsipnya Pejabat Pembuat Komitmen bekerja sesuai karakteristik
jenis belanja masing-masing. Tindakan yang mengakibatkan pengeluaran belanja
negara bisa dalam bentuk Surat Keputusan atau Kontrak Perikatan dengan
Penyedia Barang/Jasa. Khusus untuk Pejabat Pembuat Komitmen Belanja
Barang/Jasa sekurang-kurang nya harus dibantu oleh :
1) Pejabat Pengadaan /Panitia Pengadaan/Unit Layanan Pengadaan
Unit ini membantu Pejabat Pembuat Komitmen mulai dari
perencanaan pengadaan sampai dengan ditandatanganinya kontrak
perikatan dengan penyedia barang/jasa
2) Panitia Pemeriksa Barang/Pekerjaan
Panitia bekerja sejak ditandatanganinya kontrak perikatan dengan
penyedia barang/jasa, bertugas melakukan pemeriksaan atas
barang/hasil pekerjaan guna menjamin bahwa barang/jasa yang
dihasilkan sesuai dengan kontraknya. Panitia bekerja serah terima
barang/pekerjaan.
b. Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar
Undang-undang Keuangan Negara telah mengamanatkan bahwa tanggung
jawab pengeluaran negara ada pada Satuan Kerja melalui penerbitan Surat
Perintah Membayar. Pembayaran melalui Surat Perintah Membayar dapat
ditujukan ke rekening Bendaharawan maupun rekening pihak ke 3.
c. Bendaharawan
Bendaharawan bertugas melaksanakan pembayaran tunai kepada pihak ke-
3 atau penerima pembayaran yang telah ditunjuk. Meskipun ketentuan
pengelolaan keuangan negara sudah mengalami perubahan, kewajiban pembuatan
Buku Kas Umum oleh Bendaharawan masih berlaku.
d. Unit Perencanaan dan Pelaporan
Unit ini tidak disyaratkan oleh ketentuan atau peraturan manapun. Namun
dalam pelaksanaannya, Organisasi Kepala Satuan Kerja perlu dilengkapi dengan :
1) Sub unit yang bertugas membuat rencana kerja, mempersiapkan data
pendukung, mempersiapkan bahan revisi DIPA;
2) Sub unit yang bertugas menyusun Laporan Keuangan dan
melaksanakan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara pada tingkat
Satuan Kerja.
3.5. Cara Pemilihan Penyedia Barang/Jasa
Ketentuan tentang cara pemilihan penyedia barang/jasa telah diwajibkan
adanya Sertifikasi Ahli Pengadaan. Pengadaan barang/jasa dilakukan dalam dua
sistem yaitu :
a. Pengadaan Barang/Jasa Pemborongan/Jasa Lainnya dilakukan dengan cara
lelang;
b. Pengadaan Jasa Konsultansi dilakukan dengan cara seleksi.
Penyedia barang/jasa yang dipilih berdasarkan lelang atau seleksi adalah
penyedia barang/jasa yang :
a. Memenuhi syarat kualifikasi; DAN
b. Termurah dari segi harga ATAU terbaik dari segi teknis ATAU memiliki nilai
terbaik dari segi teknis dan harga.

3.6. Dokumen Dasar Belanja


Dokumen dasar yang terkait dengan belanja berbeda tergantung pada jenis
belanjanya, yaitu :
a. Belanja Pegawai
Belanja pegawai adalah pembayaran kepada pegawai di lingkungan Satuan
Kerja bersangkutan dilaksanakan dengan menebitkan Surat Keputusan.
b. Belanja Barang/Jasa dan Belanja Modal
Belanja barang/jasa adalah pembayaran kepada pihak ke 3 atas dasar kontrak
perikatan yang dapat berupa :
- Kwitansi, untuk belanja sampai dengan Rp 5 juta;
- Surat Perintah Kerja, untuk belanja sampai dengan Rp 50 juta;
- Kontrak Pengadaan Barang/Jasa, untuk belanja di atas Rp 50 juta;
- Kontrak Pengadaan Barang/Jasa dengan pendapat ahli hukum, untuk belanja
di atas Rp 50 milyar
c. Belanja Langgaran Daya dan Jasa
Belanja langganan daya dan jasa berupa listrik, telepon, gas dan air
dilaksanakan berdasakan tagihan langganan yang diterbitkan oleh penyedia
daya dan jasa kepada Satuan Kerja.
d. Belanja Perjalanan
Belanja perjalanan dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Perjalanan Dinas.
Komponen belanja perjalanan adalah :
- Biaya transportasi yang harus dibuktikan dengan tiket dari perusahaan
angkutan dan boarding pass (untuk angkutan udara);
- Biaya akomodasi yang harus dibuktikan dengan kwitansi dari penyedia jasa
akomodasi;
- Uang harian yang dibayarkan lumpsum
e. Belanja Bantuan Sosial
Belanja bantuan sosial dilaksanakan berjanjian perjanjian kerjasama antara
Satuan Kerja dengan lembaga penerima bantuan sosial.

3.7. Cara Pembayaran


Pembayaran atas beban APBN/D dilaksanakan atas dasar :
- Ada permintaan pembayaran;
- Ada dokumen dasar belanja (lihat angka 7);
- Pembayaran dilaksanakan setelah serah terima barang atau setelah
pekerjaan selesai dilaksanakan.
Pembayaran dilaksanakan dengan 3 macam cara, yaitu :
a. Pembayaran secara langsung ke rekening pihak ke 3
- Satuan Kerja menerbitkan Surat Perintah Membayar LS kepada
Instansi Perbendaharaan dengan menunjuk nama dan nomor rekening
Pihak ke ;
- Instansi Perbendaharaan melakukan transfer dana langsung ke
rekening penerima pembayaran;
b. Pembayaran menggunakan uang persediaa
- Satuan Kerja menerbitkan Surat Perintah Membayar Uang Persediaan
kepada Instansi Perbendaharaan dengan menunjuk nama dan nomor
rekening Bendaharawan;
- Instansi Perbendaharaan melakukan transfer dana ke rekening
Bendaharawan;
- Bendaharawan melakukan pembayaran tunai kepada pihak ke 3;
c. Pembayaran secara langsung melalui bendahara
- Satuan Kerja menerbitkan Surat Perintah Membayar LS kepada
Instansi Perbendaharaan dengan menunjuk nama dan nomor rekening
Bendaharawan dilampiri Daftar Nominatif penerima pembayaran;
- Instansi Perbendaharaan melakukan transfer dana ke rekening
Bendaharawan;
- Bendaharawan melakukan pembayaran tunai kepada penerima yang
namanya tercantum dalam Daftar Nominatif.
3.8. Perpajakan atas belanja negara
Pembayaran belanja negara/daerah melalui APBN/D sudah termasuk
segala pajak dan bea yang terutang. Ada 3 macam perlakuan pajak dan bea atas
belanja yaitu :
a. Pajak disetor oleh penerima pembayaran, yaitu:
Bea Materai: PPN untuk pembelian kurang dari Rp 1 juta dan PPN untuk
langgaranan daya dan jasa.
b. Pajak yang dipungut oleh Satuan Kerja, yaitu :
- Pajak Penghasilan pasal 21, 22 & 23
- Pajak Pertambahan Nilai untuk pembelian di atas Rp 1 juta;
- Penjualan atas Barang Mewah.
c. Tidak dikenakan pajak
Belanja perjalanan dan belanja bantuan sosial tidak dikenakan pajak.

Pemungutan pajak oleh Satuan Kerja berdasarkan jenis belanja sebagai berikut:
a. Belanja Pegawai
Belanja Pegawai dikenakan pajak dengan 2 cara :
- Untuk penghasilan tetap berupa gaji yang rutin diterima setiap bulan
dikenakan PPh pasal 21 sesuai ketentuan tatacara perhitungan yang berlaku;
- Untuk penghasilan tidak tetap berupa honorarium dikenakan pajak 15%
final dari jumlah honorarium yang dibayarkan.
b. Belanja Barang/Jasa
Belanja barang/jasa dikenakan:
- PPN sebesar (10/110) dikalikan nilai pembayaran;
- PPh pasal 22 sebesar 1,5% dari harga jual untuk belanja barang;
- PPh pasal 23 sebesar tarif efektif dikalikan harga jual untuk belanja jasa.
- PPnBM sebesar tarif yang berlaku dikalikan harga jual untuk belanja barang
yang terutang PPnBM.

Sejak tanggal 1 Januari 2009, kepada penerima pembayaran yang tidak


memiliki NPWP dikenakan tarif pajak sebesar 200% dari tarif yang berlaku.
3.9. Pelaporan
Satuan Kerja mempunyai kewajiban menyelenggarakan pelaporan dalam
bentuk:
- Penyusunan Laporan Keuangan yang terdiri dari Neraca, Laporan Realisasi
Anggaran dan Catatan atas Laporan Keuangan;
- Pelaksanaan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara;
- Pembuatan Buku Kas Umum Bendaharawan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari Peran Inspektorat di Pemerintah
Provinsi Banten adalah:
Bahwa pemerintah Provinsi Banten tekah memiliki Peraturan Gubernur
Banten Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Piagam Audit Intern Di Lingkungan
Pemerintah Provinsi Banten dinyatakan bahwa dalam rangka peningkatan kualitas
pelaksanaan pengawasan di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten, perlu adanya
penegasan komitmen bagi para Aparat Pengawas Intern Pemerintah terhadap arti
pentingnya fungsi pengawasan intern atas penyelenggaraan Pemeritahan Daerah;
Dalam Peraturan Gubernur Banten Nomor 87 Tahun 2014 Tentang
Piagam Audit Intern Di Lingkungan Pemerintah Provinsi Banten beberapa definisi
yang perlu dikaji ulang baik jumlah atau kualitas adalah :
1. Auditor adalah Aparatur Sipil Negara di lingkungan Inspektorat yang
mempunyai jabatan fungsional di bidang pengawasan dan/atau PNS yang
diberi tugas, wewenang, tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat
yang berwenang melaksanakan pengawasan pada instansi pemerintah untuk
dan atas nama APIP. Pengertian Auditor sebagaimana dimaksud mencakup
Jabatan Fungsional Auditor (JFA), Jabatan Fungsional Pengawas
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Daerah (JF-P2UPD) dan Jabatan
Fungsional Auditor Kepegawaian yang berkedudukan sebagai pelaksana
teknis fungsional bidang pengawasan di lingkungan APIP.
2. Auditi adalah orang/instansi pemerintah yang diaudit oleh APIP.
3. Piagam Audit Intern (Internal Audit Charter) adalah dokumen formal yang
menegaskan komitmen Gubernur terhadap arti pentingnya fungsi pengawasan
intern atas penyelenggaraan pemerintahan di lingkungan Pemerintah Daerah
dan memuat tujuan, wewenang, dan tanggung jawab kegiatan pengawasan
intern oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah.
4. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah selanjutnya disebut APIP adalah
instansi pemerintah yang dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan
intern di lingkungan Pemerintah Daerah.
5. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah adalah proses yang integral pada
tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan
seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya
tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan.
6. Program Kerja Pengawasan Tahunan selanjutnya disingkat PKPT adalah
rencana pengawasan tahunan berisi rencana kegiatan audit dalam tahun yang
bersangkutan serta sumber daya yang diperlukan.
7. Laporan Hasil Pengawasan selanjutnya disingkat LHP adalah media yang
digunakan oleh APIP untuk mengomunikasikan hasil audit, reviu, pemantauan
dan evaluasi serta pengawasan lainnya berupa data temuan, simpulan hasil
pengawasan, dan saran/rekomendasi yang bersifat formal, lengkap, dan final
setelah ditanggapi pimpinan organisasi, unit-unit kerja, serta pihak lain yang
berkepentingan.
8. Tindak Lanjut Hasil Pengawasan selanjutnya disingkat TLHP adalah tindakan
yang dilakukan oleh Auditi dalam rangka melaksanakan saran atau
rekomendasi hasil pengawasan fungsional.

Demikian halnya dengan Peraturan Gubernur Banten Nomor 24 Tahun


2011 Tentang Standar Operasional Prosedur Pengawasan perlu dikaji ulang
apakah SOP tersebut perlu ada perbaikan atau un penguatan karena Bagi
Inspektorat Provinsi Banten Standar Operating Prosedur (SOP) memiliki peranan
yang besar untuk menciptakan pemerintahan yang efisien, efektif dan konsisten
dalam melaksanakan pengawasan pembangunan Pemerintah Provinsi Banten, oleh
karena itu menjadi instrument yang penting untuk mendorong setiap instansi
pemerintah dalam memperbaiki proses internal sehingga dapat meningkatkan
kualitas pelayanan kepada masyarakat. Pada giliriannya, peningkatan kualitas
pelayanan dan akuntabilitas akan tercapai, yang pada akhirnya meningkatkan
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

4.2. Saran
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat
dipertimbangkan oleh beberapa pihak, yaitu :
1. Bagi pemerintah provinsi Banten agar dapat meningkatkan kinerja inspektorat
daerah sehingga pemerintahan yang baik dapat terlaksana. Untuk itu
menentukan indikator kinerja yang memadai sebagai dasar untuk mengukur
kinerja pemerintah dan memperbaiki lembaga pemeriksa daerah agar
pelaksanaan pengauditan berjalan secara efektif dan efesien.
2. Untuk pada tiap-tiap SKPD diharapkan untuk dapat bekerjasama dengan
inspektorat dan berkonsultasi dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintah
daerah sesuai dengan pengganggaran dan pelaporan yang sesuai peraturan dan
perundang-undangan
3. Mereview jumlah dan kualitas auditor di Insektorat Provinsi Banten dimana
faktor yang menunjang pengawasan Inspektorat dalam penyelenggaraan
pemerintahan adalah meliputi aparatur petugas yang memiliki skill,
pengetahuan di bidang pekerjaan yang ditangani dan selain itu tersedianya
sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan pengawasan yang
dilakukan oleh Kantor Inspektorat.
4. Menambah jumlah anggaran peningkatan kapasitas auditor secara berkala dan
berjenjang
5. Mereview ulang SOP dan peraturan daerah lainnya terkait pengawasan
internal
6. Perlunya diterapkan fungsi perencanaan program pengawasan, yang bertujuan
untuk dapat menunjang kecepatan dalam memperoleh data dan selain itu
penyajian data/ informasi yang akurat selama ini akan menunjang pelaporan
terhadap penyimpangan yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
7. Disarankan pula, agar terselenggaranya aparatur pengawas yang bersih dan
memiliki rasa tanggungjawab dalam menangani setiap pekerjaan yang
berhubungan dengan fungsi pengawasan penyelenggaraan pemerintahan
daerah Provinsi Banten
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim. 2002. Akuntansi Pengendalian Keungan Daerah. Yogyakarta: UPP


AMP YKPN.
Kiki Wardani. 2008. Pengaruh Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah dan
Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Penerapan Good
Governance. Skripsi.UNP.
Kurnia Wahyudi. 2009. Pengaruh Sistem Pengendalian Intern, Peran Auditor
Intern dan Pengawasan Dari Masyarakat Terhadap Pelaksanaan
Good Governance. Skripsi. UNP.
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Pablik. Yogykarta : Andi
Polidano dalam Wiranto. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah.
Yogyakarta: Andi.
Toni Syamsir, 2014. Pengaruh Peran Inspektorat Daerah dan Budaya Organisasi
Daerah Terhadap Penerapan Good Governance (Studi Empiris Pada
Pemerintah Kota Bukittinggi)
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan
atas Penyelenggaraan Pemerintahan daerah
Keputusan Presiden No. 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Keputusan Menteri No. 41 Tahun 2001 tentang Pengawasan Represif Kebijakan
Daerah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2005 tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah.
Peraturan Gubernur Banten Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Standar Operasional
Prosedur Pengawasan
Peraturan Gubernur Banten Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Piagam Audit Intern
Di Lingkungan Pemerintah Provinsi Banten

Anda mungkin juga menyukai