Anda di halaman 1dari 10

Thailand merupakan satu-satunya negara di wilayah Asia Tenggara yang memiliki catatan khusus

dalam sejarahnya: ia tidak pernah berhasil ditundukkan oleh bangsa Eropa. Dalam kata lain, bebas
dari penajajahan. Diketahui, masyarakat Thailand pada awalnya menetap di daerah Yunan, China.
Namun pada abd ke-8 M mereka mulai membangun kerajaan yang dinamai Nanchoa di bagian
baratdaya Yunan, lalu pindah, dan memulai hidup baru di daerah bagian utara Khmer secara illegal.
Mereka membangun ibu kota di Sukhothai atau dikenal juga dengan Sukhodaya. Tidak seperti orang
Khmer yang merupakan warga asli Asia Tenggara, orang Thailand adalah warga emigran China.
Mereka adalah salah satu suku yang berasal dari Sungai Yangtse , dan akhirnya berhasil pindah ke
daerah utara Khmer lalu secara perlahan berhasil menggerogoti wilayah tersebut. Hingga akhirnya
pada pertengahan abad ke-13, Thailand berhasil menguasai dua kota utama yaitu Sukhodaya dan
Shri Sajjanalaya.

Mengenai gaya hidup masyarakatnya sendiri dapat dikatakan cukup unik. Seperti halnya negeri-
negeri lain di kawasan Asia Tenggara, Thailand mendapatkan pengaruh budaya dari banyak bangsa
seperti China, India, Khmer, Mon, dan Burma. Pengaruh yang sangat kuat dari Khmer (Kamboja) yang
berkaitan erat dengan pendudukan ilegal mereka di wilayah tersebut. Masyarakat Thailand meniru
hampir seluruh aspek kehidupan bangsa Khmer, mulai dari bahasa, tradisi, budaya, sampai musik.
Dari negeri tetangga sendiri seperti Burma dan Mon, Thailand meniru gaya arsitektur kerajaan dan
tempat ibadah. Meski begitu, dalam hal seni ukir patung Buddha, didapati perbedaan antara Thailand
dengan Mon, Khmer, dan Burma. Patung Buddha di Thailand seringkali di ukir dan di representasikan
dalam posisi berjalan, sedangkan di wilayah lain umumnya berada dalam tiga posisi tradisional:
duduk, berdiri, dan berbaring. Seperti juga negeri-negeri tetangganya, pengaruh India sangat kuat,
terutama dalam hal keagamaan. Banyak teori yang mendasari mengapa pengaruh India bisa begitu
kuat dan mudah menyebar di wilayah Asia Tenggara, namun satu hal yang perlu diingat
adalah bahwa India sejak dahulu telah melakukan aktivitas perdagangan dan banyak bangsa Arya
yang menyebar ke wilayah di Asia Tenggara, mereka hidup dengan damai. Mereka menikah dan
bersosialisasi dengan warga setempat dan akhirnya menyebarkan agama. Buddha Theravada
merupakan agama yang paling banyak dianut oleh Thailand dan negeri-negeri tetangganya karena
ajarannya tidak terlalu terikat dan kaku seperti Hindu yang

terdiri atas kasta-kasta, sehingga ajaran Buddha lebi1h mudah diterima secara universal. Namun di
Thailand, berbeda dengan Khmer, penguasa memiliki gaya yang berbeda dalam menjalankan
pemerintahannya. Pemerintahan yang dijalankan sangat menuruti ajaran Buddha yang damai,
seperti yang sejarah catat pada pemerintahan Rama Khamheng di stupa nya pada tahun 1292:
selama pemerintahan raja Rama Khamheng, Sukhodaya akan selalu ada dalam keadaan makmur.
Akan selalu ada ikan di air dan beras di sawah. Barangsiapa yang ingin berdagang kuda dan gajah
diperbolehkan. Barangsiapa yang ingin berdagang emas dan perak diperbolehkan. Ketika terdapat
rakyat bi1asa atau bangsawan atau pemimpin apapun jatuh sakit dan meninggal, atau hilang, maka
seluruh kekayaannya termasuk rumah, pakaian, gajah, keluarga, beras, budak, dan yang lainnya
menjadi hak milik anaknya. Jika ada persengketaan diantara keluarga, maka raja dengan sewajarnya
akan melakukan penyelidikan dan memutuskan dengan seadil-adilnya dan bersikap netral. [1]

Jika dibandingkan dengan gaya pemerintahan Khmer, maka kita akan menemukan perbedaan dalam
hampir setiap poinnya. Raja Khmer dihormati sebagai manusia yang sangat agung dimana semua
orang biasa dirancang untuk tunduk kepadanya dan seringkali dijuliki dengan sebutan debu di bawah
kaki sang Kudus. Raja Khmer, selalu bertemu dengan rakyatnya lewat jendela kerajaan yang besar
dan berlapis emas, sedangkan raja Sukhodaya, Rama Khamheng, selalu berdiri di atas sebuah
mimb1ar batu di taman ketika b1ertemu dengan rakyatnya. Pada perkembangan selanjutnya,
Thailand juga berhubungan dengan Eropa dan banyak menerima bantuan dalam menghadapi Burma.

2. Myanmar

Burma (nama lama Myanmar) adalah salah satu negeri di wilayah Asia Tenggara yng terdiri dari
berbagai kerajaan didalamnya: Arakanese, Burman, Chin, Karen, Karenni, Kachin, Mon, Shan, dan
banyak suku kecil lain. Masyarakat Burma datang dari berbagai latar belakang dan etnis yang sangat
berbeda, karena banyak dari masyarakatnya yang datang dari berbagai wilayah Asia sehingga pada
perkembangan selanjutnya mereka sangat sulit untuk disatukan. Buddha Theravada adalah agama
yang palng banyak dianut di wllayah Burma, hal ini menunjukkan bahwa seperti Thailand dan Khmer,
India juga memberikan pengaruh yang sangat kuat di Burma. Hal ini juga berpengaruh pada
penggunaan nama seperti Shrikshetra, Bayinnaung, dan masih banyak yang lainnya. Wilayah Burma
adalah wilayah yang paling terpengaruh India dibandingkan dengan seluruh negara yang ada di Asia,
dan daera yang paling kuat pengaruhnya adalah Mon. hal tersebut dikarenakan kedekatan keduanya
baik lewat darat dan laut sehingga memudahkan komunikasi. Pengaruh India yang kuat dapat dilihat
dari seni pahat patung dan lukisan dinding yang terdapat di bagian dalam tempat makam keluarga
Pagan yang mulia, yang gaya lukisannya hampir sama dengan gaya lukis yang ditemukan di Bengal
dan Nepal.

Perkembangan politik Burma dari masa kedatangan bangsa Eropa hingga akhir masa kolonial Inggris.
Salah satu kerajaan di wilayah burma sangat berpengaruh di masa awal kedatangan bangsa Eropa
adalah kerajaan Ava (1364-1555). Bangsa Ava melakukan banyak hubungan dagang dengan negara-
negara di luar Burma. Dari perdagangan itu kerajaan ava sadar bahwa untuk menguasai wilayah
burma lainya dibutuhkan kekuatan asing yang sanggup membantu mewujudkan keinginan kerajaan
tersebut.

Ava, berasal dari kata In-wa,jalan masuk ke danau, didirikan pada tahun 1364-1365. Sebagai
kerajaan besar di Burma yang memulai eksis pada tahun 1364,merupakan ibu kota dari Burma. Nama
kerajaan tersebut memiliki sebutan atau istilah yang di pakai oleh bangsa Eropa dan menyamakan
dengan istilah nama negeri Ava. pada Istana pemerintahan memiliki nama Istana Ava, bahkan
ketika ibu kota sudah berpindah ke Amarapura. Yang terpenting bagi Ava adalah masalah identitas
bahwa orang Burma bukan orang-orang Shan[2].

Dalam tahun-tahun pertama keberadaannya, Ava memandang dirinya sebagai penerus sah ke
Kekaisaran Pagan , mencoba untuk menyatukan kembali kerajaan-kerajaan yang terpecah. Meskipun
mampu menyatukan Toungoo dan negara Shan perifer ( Kale , Mohnyin , Mogaung , Thibaw ) ke
dalam bagian kekuasaanya hingga pada puncak kekuasaan, kerajaan Ava gagal untuk menyatukan
kembali sisanya. Para Empat Tahun Perang (1385-1424) dengan Hanthawaddy kiri Ava mulai
mengalami kekalahan, dan kekuatannya mulai berkurang. Raja berikutnya dihadapkan pada
pemberontakan dari bawahan-bawahan yang telah di satukan hingga tahun 1480. Pada akhir abad
ke-15, Prome dan negara Shan yang berhasil memisahkan diri, dan pada abad 16 awal, Ava sendiri
berada di bawah serangan bekas negara yang dulu pernah di satukan. Pada 1510, Toungoo juga
memisahkan diri. Pada 1527, dalam Konfederasi Serikat Shan yang di pimpin oleh Mohnyin ditangkap
pihak Ava. ,meskipun berlangsung sampai 1555, hal itu dirusak oleh pertempuran internal antara
bangsawan Mohnyin dan Hsipaw. Kerajaan ini digulingkan oleh pasukan Toungoo pada tahun 1555.

2.1. Hanthawaddy Pegu (1287-1539)

kerajaan Pegu didirikan Ramannadesa tepat setelah itu Pagan runtuh di tahun 1287. Pada awalnya,
Kerajaan ini memiliki posisi lebih rendah dari kerajaan pusat, artinya harus memberikan upeti kepada
raja penguasa di wilayah di Martaban (Mottama), Pegu (Gratis) dan delta sungai Irrawaddy .
Pemerintahan Razadarit (1384-1422) raja yang memiliki kekuasaan cukup tegas dan berhasil
menyatukan tiga daerah Mon bersama-sama, dan berhasil menahan Ava di masa Empat Puluh Tahun
Perang (1385-1424). Setelah perang, Hanthawaddy memasuki masa kejayaanya, sedangkan yang Ava
yang merupakan saingan Pegu, secara bertahap memasuki masa keruntuhan Dari 1420 hingga 1530-
an. Hanthawaddy adalah kerajaan yang paling kuat dan makmur dari semua kerajaan setelah
kerajaan Pagan. Di .bawah para raja yang memiliki raja yang hebat, kerajaan tersebut mengalami
zaman keemasan yang cukup panjang. hal itu bisa di lihat dengan keuntungan yang di peroleh dari
perdagangan asing. Kerajaan, dengan bahasa Mon berkembang sekaligus dengan kebudayaan yang
mereka pergunakan hingga menjadi menjadi pusat perdagangan dan penyebaran aliran Theravada.
Namun, karena kurangnya pengalaman penguasa terakhir, kerajaan besar itu ditaklukkan oleh
kerajaan kaya baru dari Toungoo di tahun 1539.

2.2 Shan (1287-1557)

Para Shans , mereka yang bersekutu dengan Mongol, dengan serangan cepat mereka datang untuk
mendominasi sebagian besar bagian utara untuk mengambil alih wilayah timur Burma. serangan
tersebut dari Divisi Sagaing barat laut untuk wilayah Kachin atau sebutan untuk sekarang adalah
wilayah lembah shan. Negara kuat Shan di pegang oleh negara adalah Mohnyin dan Mogaung,
kemudian Negara Kachin , Theinni , Thibaw dan Momeik termasuk negeri di sebelah utara Shan selain
itu Negara kecil termasuk termasuk Kalay , Bhamo , Nyaungshwe dan Kengtung . Mohnyin,
pada khususnya, terus-menerus melakukan menyerang ke wilayah Ava di awal abad ke-16. Monhyin
dipimpin Shan Konfederasi Serikat , yang bersekutu dengan Kerajaan Prome , ia ditangkap Ava
sendiri pada tahun 1527. Konfederasi berhasil mengalahkan mantan sekutunya Prome tahun 1533,
dan memerintah semua wilayah Burma kecuali Toungoo. Namun Konfederasi itu dirusak oleh
pertikaian internal, dan tidak bisa berhenti hingga akhirnya Toungoo, yang menaklukkan Ava pada
tahun 1555 dan semua Shan Negara pada 1557.

2.3 Arakan (1287-1784)

Meskipun Arakan secara de facto merdeka pada masa akhir periode Pagan, dinasti Laungkyet Arakan
itu tidak terlalu berkuasa. Sampai berdirinya Kerajaan-U Mrauk di 1430, Arakan sering terjebak di
antara kerajaan tetangga yang lebih besar, dan menunjukan dirinya di medan perang selama Empat
Tahun Perang antara Ava dan Pegu. Mrauk-U melanjutkan menjadi salah satu kerajaan terkuat di
masa ke-15 dan 17, termasuk menguasai wilayah Benggala Timur pada tahun 1459 dan 1666. Arakan
adalah kerajaan pasca-Pagan yang tidak di kuasai oleh dinasti Toungoo.
2.4 Kerajaan Bayinnaung

Mulai tahun 1480, Ava harus menghadapi pemberontakan internal yang terjadi terus - menerus
sekaligus dari serangan eksternal Serikat Shan, dan mulai mengalami keruntuhan. Pada 1510,
Toungoo, terletak di sudut tenggara terpencil kerajaan Ava, juga menyatakan kemerdekaan. Ketika
Konfederasi Serikat Shan menaklukkan Ava pada tahun 1527, banyak orang-orang Burma melarikan
diri tenggara ke Toungoo, satu-satunya kerajaan yang tersisa di bawah pemerintahan bangsa Burman
dimana satu kerajaan dikelilingi oleh kerajaan -kerajaan yang bermusuhan dalam lebih besar.

Toungoo, dipimpin oleh raja ambisius Tabinshwehti dan wakilnya Jenderal Bayinnaung , berniat
untuk untuk menyatukan kembali kerajaan kecil yang telah ada sejak jatuhnya Kekaisaran Pagan. hal
itu di lakukan untuk kerajaan terbesar dalam sejarah Asia Tenggara . Pertama, kerajaan besar baru
mengalahkan yang kuat sebelumnya Hanthawaddy pada Perang Toungoo (1535-1541). Tabinshwehti
memindahkan ibukota lama ke ibu kota baru yang diambil Pegu di tahun 1539. Toungoo
memperluas kewenangannya sampai dengan Pagan pada 1544. akan tetapi mulai menaklukkan
Arakan pada tahun 1546 dan Siam pada 1548. Tabinshwehti's penerus Bayinnaung melanjutkan
kebijakan ekspansi, menaklukkan Ava pada tahun 1555, Serikat Shan (1557), Lan Na (1558), Manipur
(1559), Serikat Cina Shan (1562), Siam (1564, 1569), dan Lan Xang (1574 ), dan menguasai sebagian
besar wilayah barat laut Asia Tenggara daratan di bawah pemerintahannya.

Bayinnaung menempatkan sebuah sistem pemerintahan yang berfungsi mengurangi kekuatan


pemimpin Shan secara turun-temurun, dan membawa kebiasaan Shan sejalan dengan kasta rendah.
Tapi kerajaan tersebut tidak bisa meniru sistem administrasi yang efektif di mana-mana di jauh
melemparkan kerajaannya. kerajaan-Nya adalah kumpulan bekas kerajaan berdaulat, yang raja-raja
yang setia kepadanya sebagai Cakravartin (Universal Ruler).

Kerajaan terpecah belah semakin parah, segera setelah kemunduran Bayinnaung di 1581. Siam
menyatakan kemerdekaan tahun 1584 dan berperang dengan Burma sampai 1605. Pada 1593,
kerajaan telah kehilangan banyak amunisi di Siam, Lang Xang dan Manipur. Pada 1597, semua
wilayah internal, termasuk kota Toungoo, rumah mantan dinasti, telah melakukan pemberontakan.
Pada 1599, pasukan Arakan dibantu oleh tentara bayaran Portugis, dan aliansi dengan kekuatan-
kekuatan Toungoo pemberontak, yang di keluarkan dari Pegu. Negara ini benar-benar jatuh ke
dalam kekacauan, dengan masing-masing daerah mengklaim raja. tentara bayaran Portugis Filipe de
Brito e Nicote segera memberontak terhadap penguasa Arakan, dan mendirikan kekuasaan Portugis
di Goa yang didukungdi Thanlyin pada tahun 1603.

2.5 Toungoo Dinasti (1486-1752)

Bangsa Mongol ke luar dari Myanmar pada awal bad ke 14, dengan kerajaan Ava
kemudiandicapainnya perdamaian. Namun ternyata kerajaan Ava malah tenggelam ke dalam
kekacauan. Sementara itu kerajaan Toungoo bertambah kuat. Pada tahun 1531, pada masa raja
Tabinswethi (1531-1550) kerajaan tounggoo berhasil meluaskan daerah kekuasaaanya ke seluruh
Myanmar taabinswenthi mendapat julukan Raja Myanmar. wilayah Mon dapat didudukinya,
selanjutnya bergerak ke selatan,pecahan Pagan dapat dikuasainya, Penggantinya, Bayinaurg (1551-
1581) hingga mendapatkan banyak kemenangan. Kerajaan Toungoo menaklukan Ava dan mencapai
kesatuan seluruh Myanmar, pada tahun 1555.
di sisi lain, bangsa Myanmar terlibat perang dengan bangsa Thai. Di daerah-daerah berlangsung
terus melakukan perlawanan terhadap pemberontakan. Perang yang berlangsung terus menerus
menyebabkan kerajaan Tounggoo pecah. Baru pada masa pemerintahan Anaukpetlun (1605-1628)
Myanmar dapat dipersatukan lagi . dalam jangka waktu seratus tahun lamanya bangsa Myanmar
dapat dipersatukan kembali. Bersamaan dengan itu bangsa barat mulai masuk di kawasan ini. Bangsa
portugis mempunyai wilayah pendudukan di Arakan. Mereka berkesempatan melusakan pengaruh
kekuasaaannya di bidang perdagangan antara pesisir Myanmar hingga Siam, pemimpinya adalah
Phillip de Britto. Raja-raja terakhir kerajaan tounggoo Thalu (1629-1648), Pindale (1648-1661) dan
akhirnya Dapati (1735-1752) tidak berhasil mempertahankan kebesaran tounggoo. Kelemahan
Tounggoo diprgunakan oleh bangsa Mon untuk memberontak. Namun mereka tidak berhasil. Dalam
keadaan kritis itu muncul tokoh baru Alaungpya yang mengaku dirinya pewaris kerajaan Pagan. Ia
dapat mengalahkan bangsa Mon, selanjutnya Dagon, yang berubah menjadi Ranggoon, artinya
Berakhirnya Perang. Pegu dikuasainya pda tahun 1757. pada tahun1760 kerajaan itu telah dapat
menaklukan seluruh Myanmar.

2.6 Konbaung Burma pada awal 1824

Segera setelah jatuhnya Ava, sebuah dinasti baru muncul di Shwebo untuk menantang otoritas
Hanthawaddy. Selama bertahun-tahun berikutnya , Konbaung dinasti militeristik dan sangat
melanjutkan untuk menciptakan kerajaan terbesar Burma, kedua setelah kekaisaran Bayinnaung .
Pada 1759, Raja Alaungpaya 's Konbaung pasukan telah kembali ke Burma (dan Manipur),
menundukan Hanthawaddy yang mana pada waktu itu di pegang oleh dinasti-Mon, dan untuk
melakukan semua itu, salah st kekuatan ngan memanggilmnya deEropa yang memberikan senjata
untuk Hanthawaddy-orang Prancis dari Thanlyin dan Inggris dari Negrais.

Perang dengan Siam dan China

Kerajaan ini kemudian pergi berperang dengan Siam , yang telah menduduki wilayah Tenasserim
pantai .Martaban selama perang sipil Burma (1740-1757), dan telah menyediakan tempat
penampungan untuk para pengungsi yang berasal dariMon. Pada 1767, tentara Konbaung telah
menundukkan Laos dan mengalahkan Siam, dan meruntuhkan Ayutthaya . Tapi mereka tidak bisa
menyelesaikan perlawanan Siam yang tersisa, sebagian dari mereka dipaksa untuk membela
melawan empat invasi besar oleh Qing Cina (1765-1769). Sedangkan pertahanan Burma "perang
perbatasan merupakan perang paling besar untuk melawan dinasti Qing yang pernah dilancarkan ",
Burma disibukkan dengan yang lain invasi oleh kerajaan terbesar di dunia selama bertahun-tahun.
Qing dengan barisan militer dan pasukan berat di daerah perbatasan selama sekitar satu dekade,
melakukan upaya mencari dana untuk perang, sementara lain di berlakukan larangan perdagangan
antar-perbatasan selama dua dekade.

Siam menggunakan pertempuran Burma dengan Cina untuk memulihkan wikayah yang hilang
mereka pada 1770. di samping itu, melanjutkan untuk menangkap banyak Lan Na pada tahun 1776,
mengakhiri lebih dari dua abad kekuasaan raja Burma atas wilayah tersebut. Burma dan Siam
melakukan perang lagi perang lagi pada tahun 1785-1787, 1792-1793, 1804, 1808-1811 dan 1852-
1854, tetapi semua menghasilkan jalan buntu. Setelah puluhan tahun perang, kedua negara pada
dasarnya ditukar Tenasserim (ke Burma) dan Lan Na (ke Siam).
Ekspansi ke arah barat dan perang dengan British Empire

Dihadapkan dengan negeri Cina yang kuat di timur laut dan Siam yang mulai bangkit kembali di
tenggara, Raja Bodawpaya berbalik ke barat untuk ekspansi. Ia menaklukkan Arakan pada tahun
1784, kemudian Manipur tahun 1813, dan menangkap Assam di 1817-1819, dengan menjadikan
wilayah kekuasaanya sebagai perbatasan Inggris dan India. Raja penerus Bodawpaya Bagyidaw yang
terakhir untuk mengalahkan Inggris menghasut pemberontakan di Manipur tahun 1819 dan Assam di
1821-1822. wilayah perbatasan melakukan penggerebekan oleh pemberontak di wilayah yang
dilindungi Inggris dan menyebabkan serangan balik oleh Burma sehingga menyebabkan perang
Pertama Anglo-Burma War (1824-1826).

Perang Anglo-Burma Pertama. Sumber


Gambar: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/2/23/British_attack_in_Burma_1824.png

2.1.1 Hanthawaddy Pegu (1287-1539)

Tentara Inggris melakukan pembongkaran meriam milik pasukan Raja Thibaw's, Ketiga Perang Anglo-
Burma, Ava, 27 November 1885.

Dengan perang paling mahal dan waktu terpanjang dalam sejarah India- Inggris berakhir dengan
kemenangan Inggris yang menentukan. Burma menyerahkan semua akuisisi barat Bodawpaya's
(Arakan, Manipur dan Assam)dengan Tenasserim. Burma dihancurkan selama bertahun-tahun dan
harus membayar kembali ganti rugi akibat perang yang besar satu juta pound (kemudian US $ 5 juta).
Pada tahun 1852, Inggris secara sepihak dan dengan mudah merebut provinsi Pegu di Kedua perang
Anglo-Burma . Setelah perang , Raja Mindon mencoba memodernisasi negara Burma dalam hal
ekonomi. perdagangan dibuat dan konsesi teritorial untuk mencegah gangguan-ganggguan Inggris
lebih lanjut, termasuk ceding di Amerika Karenni ke Inggris tahun 1875. Meskipun demikian, Inggris,
khawatir dengan mulai masuknya Perancis Indo-China , menganeksasi sisa negeri dalam Ketiga
Perang Anglo-Burma pada 1885, dan dikirim raja terakhir Burma Thibaw dan keluarganya ke
pengasingan di India.
Perebutan Hegemoni di Myanmar: Mitra & Musuh

Seperti yang telah diketahui sebelumnya, Masyarakat Burma terdiri dari berbagai macam etnis dan
latar belakang yang berbeda. Satu hal yang masih menjadi kontroversi adalah etnis manakah yang
pertama datang ke Burma? Hal ini memiliki banyak jawaban. Bukti pertama kerajaan di Burma
datang dari orang-orang Pyu, yang membangun sebuah pemukiman pada abad ke-1 M. Etnis lain
seperti Kerajaan Mon, Shan, dan Arakanase membantah hal tersebut. Meski begitu, brdasarkan
perspektif Burman, sebagai sebuah negara, sejarah mereka dimulai dengan kekuasaan Raja
Anawrahta (1044 1077), pendiri Dinasti Pagan. Ia menyatukan Upper dan Lower Burma dengan
penaklukan kerajaan Mon pada 1057. Salah satu keberhasilan raja Anawrhata pada masa itu adalah
mengembangkan wilayah kerajaan, membuat Buddha Theravada sebagai agama kerajaan, dan
membangun hingga seribu kuil Buddha (pagoda).

Memasuki perkiraan abad ke-14, kekuasaan Pagan berakhir karena dorongan dari invasi yang
dilakukan oleh Mongol pada 1287. Abad yang dipenuhi oleh kebingungan dan kerusuhan ini diikuti
oleh wilayah di Upper Burma, meskipun pemerintahan baru telah didirikan di Ava pada 1364. Selama
pemerintahan Raja Tabinswehti (1531-1550) dan Bayinnaung dari Dinasti Toungoo (1551-1581)
negeri ini telah berhasil disatukan. Proses penyatuan dimulai oleh pemerintahan Tabinswehti dan
memakan waktu yang panjang dan usaha yang keras. Penyatuan ini dimulai dengan menyerang
daerah-daerah dekat delta yang sering dilalui sebagai lalu lintas perdagangan internasional. Setelah
berhasil memiliki Bassein dan Myaung tanpa kesulitan, ia lalu menyerang Pegu dan berhasil
memasuki kawasan tersebut pada 1539. Di sini ia mengalami kekalahan saat menghadapi pasukan
Ava. Kematian Takayutpi, raja terakhir Pegu membawa banyak bangsa Mon disisinya, selain itu ia
juga sukses memperoleh bantuan pasukan dari Portugis. Hingga akhirnya ia juga berhasil menaklukan
Martaban, Moulmein, dan menjadi penguasa Upper Burma, serta menjaidkan Pegu sebagai ibukota
negara.

Dibawah pemerintahan Bayinnaung, proses penaklukan dilanjutkan. Untuk memperbesar


kekuatannya dan mengalahkan Siam yang mulai kuat, ia terpaksa harus menaklukkan kerajaan Prome
dan Toungoo yang sejak dulu merupakan kerajaan independen saudaranya sendiri. Dibantu oleh
Portugis, ia berhasil merebut Toungoo dari tangan saudaranya, lalu disusul dengan kejatuhan
kerajaan Pegu.

Permusuhan dengan Siam (Thailand)

Permusuhan ini dimulai pada tahun 1563 ketika muncul penolakan dari Raja Mahachakrabarti untuk
mengirimkan gajah putih. Maka dibawah pemerintahan Bayinaung, wilayah Kamphaeng Phet,
Sukhodaya, dan Ayudhya berhasil ditaklukkan. Hal ini menyebabkan raja Ayudhya yang baru yaitu
Mahindra atau Mahadammaraja, pengganti raja Mahachakrabarti, tunduk pada Burma. Namun
setelah kematian Bayinnaung dan kemunculan Naresvhara yang hebat, Raja Nandabayin yang
merupakan penerus kerajaan Burma mulai melemah. Anak dari raja Nandabayin mati di tangan
Naresvhara dalam arena pertarungan.
Konflik yang panjang terus terjadi antara Burma dan Siam (Thailand), meski penguasanya telah
berganti beberapa generasi. Sejarah mencatat, tahun-tahun antara 1764-1767 merupakan fase
terakhir dari konflik yang panjang antara Burma dan Siam. Burma berhasil merebut dan merampas
Siam di bawah pimpinan Hsinbyushin yang merupakan anak raja Alaungpaya dari Dinasti Konbaung
(1763-1776) dan sukses melakukan ekspedisi melawan China agar tunduk pada kekuasaan raja di
negeri Shan. Namun pada masa akhir pemerintahannya, Siam berhasil kembali melepaskan diri.
Setelah kematiannya pada tahun berikutnya , Anak raja yang lainnya, Bodawpaya, menggantikan
kedudukan saudaranya tersebut. Ia berhasil menaklukkan Arakan. Namun upayanya untuk kembali
menaklukkan Siam pada 1785-86 mengalami kegagalan. Kekalahannya ini bukan berarti akhir dari
permusuhan kedua negeri. Bodawpaya membangun candi yang sangat banyak dan
menyelesaikannya sebelum ia meninggal untuk memulai penaklukan atas Assam pada 1816.

Perebutan Hegemoni di Thailand: Mitra & Musuh

Awal mula terbentuknya negara Thailand adalah dimulai dari adanya kerajaan Sukhotai pada tahun
1238. Sukhotai mempunyai raja yang terkenal bernama Ramkhamhaeng. Dalam sebuah batu tahun
1292 dikatakan bahwa Ramkhamhaeng telah berhasil meraih semacam hegemoni atas sejumlah
besar suku Thai[3]. Akan tetapi, kerajaan ini tak hidup lama dan digantikan oleh kerajaan Ayutthaya
pada abad ke-14. Kerajaan Ayutthaya berkembang menjadi kerajaan yang besar mengalahkan
kerajaan sebelumnya. Ayutthaya terkenal aktif melakukan perdagangan dengan berbagai bangsa
Asing, seperti China, India, Jepang, Persia, dan beberapa negara Eropa.

Kerajaan Ayutthaya ini menjadi salah satu kekuatan yang besar pada masa itu bersama dengan
Majapahit. Dampak dari dua kekuasaan ini adalah kerajaan-kerajaan kecil dibawahnya sering
tumpang tindih karena saling mengklaim wilayahnya.

Kerajaan Ayutthaya runtuh pada tahun 1767 oleh serangan Burma. Serangan ini telah berhasil
membawa Burma untuk menduduki ibu kota Ayutthaya. Hasil-hasil kebudayaan Ayutthaya pun ikut
lenyap, seperti hasil-hasil kesenian dan kesusastraan.

Kerajaan Ayutthaya runtuh dan munculah Siam yang dibangun oleh Jenderal Taksin. Siam dapat juga
disebut dengan Thai yang artinya bebas. Dalam perkembangannya, Taksin juga membuka hubungan
perdagangan dengan China dan berhasil menaklukan beberapa wilayah, seperti Semenanjung Siam,
Chiang Mei, dan Luang Prabang. Keterbukaan inilah yang membuat orang-orang China datang ke
Siam, dan tentu saja ada alasan ekonomi di sana. Sehingga pada awal tahun 1800-an, orang-orang
China mulai menguasai perekonomian Siam. Tidak hanya dalam segi ekonomi, dari segi politik pun
juga ada kaitannya dengan China, ini terlihat ketika raja Taksin meminta pengakuan bahwa kerajaan
Siam berniaga dengan China semasa berperang dengan Myanmar.

Dari abad ke-14 hingga abad 16, Siam dan Myanmar menjadi dua pusat kekuasaan besar di Tanah
besar[4]. Karena inilah kedua negara ini sering melakukan peperangan dalam usaha
mempertahankan kekuasaan. Tidak hanya perang yang mereka lakukan sebagai usaha Tak jarang
wilayah-wilayah kecil seperti negeri-negeri melayu utara menjadi rebutan di antara peperangan ini.
Ekspansi ini dilakukan atas dasar beberapa motif, yaitu Pertama, sebagai usaha dalam memperluas
mandalanya yang mana ketika luas cakupan wilayah kerajaan semakin besar dan juga pengaruh
yang kuat tentu saja akan mendapatkan penghargaan dari bangsa lain,
kedua, motif sosio ekonomi yang mana kebutuhan akan sumber daya manusia yang murah
menjadi salah satu hal yang harus dipenuhi. Ketiga, motif strategi dalam hal
ekonomi untuk menguasai wilayah strategis Segenting Kra yang menghubungkan
Teluk Benggala dengan Teluk Siam.

Pada abad ke-16 bangsa barat sudah mulai masuk ke daerah asia tenggara, termasuk ke daerah
Thailand. Thailand adalah satu-satunya negara yang tidak pernah dijajah oleh bangsa barat. Hal ini
terjadi karena keterbukaan mereka dan baiknya diplomasi yang dilakukan oleh Thailand, dan hasil
dari diplomasi tersebut adalah perjanjian-perjanjian yang dilakukan antara raja dengan bangsa barat.

Dampak penetrasi bangsa Asing ke dalam wilayah Thailand dan Myanmar adalah hancurnya
kerajaan-kerajaan besar. Hancurnya suatu kerajaan pasti membawa perubahan bagi kerajaan yang
bernaung dibawahnya. Perubahan ini menjadikan suatu kerajaan berkembang dan berkiprah dalam
hubungan antar kerajaan. Jika melihat ke datangnya bangsa Barat ke Asia Tenggara, khususnya ke
dalam wilayah Thailand, tidaklah menjadi suatu yang dipermasalahkan. Karena, Thailand adalah
bangsa yang terbuka dan konsep persahabatan telah mendarah daging dalam diri mereka.

Daftar Pustaka

1. Coedes, G. 1969. The Making of South East Asia. California: University of California Press

2. Journal The True History of Siam (pdf)

3. History of Burma from a Multi Etnic Perspective (pdf)

4. Seekins, Donald. M. Journal Historical Dictionary of Burma (Myanmar) (pdf)

5. http://digilib.uin-
suka.ac.id/8439/1/P.%20RUDOLF%20YUNIARTO%20INTEGRASI%20MUSLIM%20PATANI%20REIDENTI
TAS%20SOSIAL%20ATAS%20DOMINASI%20%E2%80%9CNASIONAL%E2%80%9D%20THAILAND.pdf

6. Skripsi Megi Rizki, 2010. Hubungan Siam Inggris ditinjau dari kasus perjanjian Bowring pada
masa Raja Mongkut (1851-1868).

7. P. RUDOLF YUNIARTO, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. INTEGRASI MUSLIM PATANI:


Reidentitas Sosial atas Dominasi Nasional Thailand.

8. Kobkua Suwannathat~Pian, 2003. Asia Tenggara : Hubungan Tradisional Serantau. Kuala


Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka.

9. George Cds. 2010. Asia tenggara Masa Hindu Budha. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer
Gramedia).
[1] Coedes, G. The Making of South East Asia. University of California, 1969 hal: 144

[2] D.GE Hall dalam terjemahan I.P Soewarsha dalam buku Sajarah Asia Tenggara.hal.138

[3] George Cds. 2010. Asia tenggara Masa Hindu Budha. Jakarta. KPG (Kepustakaan Populer
Gramedia). Hlm 279

[4] Kobkua Suwannathat~Pian, 2003. Asia Tenggara : Hubungan Tradisional Serantau. Kuala Lumpur
: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai