Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Laos adalah negara yang terkurung daratan di Asia Tenggara, berbatasan dengan
Myanmar dan Republik Rakyat Tiongkok di sebelah barat laut, Vietnam di timur, Kamboja di
selatan, dan Thailand di sebelah barat.

Iklim Laos adalah tropis dan dipengaruhi oleh angin musim terletak 17°58' LU
102°36' BT . Musim penghujan berlangsung dari Mei hingga November, diikuti oleh musim
kemarau sejak December sampai April. Ibukota dan kota terbesar di Laos adalah Vientiane,
kota-kota besar lain meliputi Luang Prabang, Savannakhet, dan Pakse. Laos dikenal sebagai
negara yang damai dan ramah, walaupun laos pernah terlibat dalam perang Vietnam dan
perang saudara selama beberapa tahun. Kebudayaan Laos sendiri di tandai dengan adanya
Agama Theravada telah banyak mempengaruhi kebudayaan Laos. Pengaruhnya terlihat pada
bahasa, seni, sastra, Seni tari, dll. Musik Laos didominasi oleh alat musik nasionalnya,
disebut khaen (sejenis pipa bambu).
Awal sejarah Laos didominasi oleh Kerajaan Nanzhao, yang diteruskan pada abad ke-
14 oleh kerajaan lokal Lan Xang yang berlangsung hingga abad ke-18, setelah Thailand
menguasai kerajaan tersebut. Kemudian Perancis menguasai wilayah ini di abad ke-19 dan
menggabungkannya ke dalam Indochina Perancis pada 1893. Setelah penjajahan Jepang
selama Perang Dunia II, negara ini memerdekakan diri pada 1949 dengan nama Kerajaan
Laos di bawah pemerintahan Raja Sisavang Vong.
Berdasar atas permasalah di atas maka penulis ingin mengulas lebih rinci tentang sejarah
berdirinya Filipina, maka judul dari makalah ini adalah “Perjalanan Sejarah Laos”

B. Rumusan Masalah

a. Bagaimanakah zaman Prasejarah Laos?

b. Bagaimanakah Masa Sebelum Penjajahan?

c. Bagaimanakah Penjajahan Perancis ?

d. Bagaimanakah Pendudukan Jepang?

+1
E. Bagaimanakah Kemerdekaan Laos?

f. Bagaimanakah Kerajaan Laos 1519 - 1836

C. Tujuan dan Manfaat


a. Untuk mengetahui zaman Prasejarah Laos.

b. Untuk mengetahui Masa Sebelum Penjajahan

c. Untuk mengetahui Penjajahan Perancis

d. Untuk mengetahui Pendudukan Jepang

e. Untuk mengetahui Kemerdekaan Laos

f. Kerajaan Laos 1519 - 1836

+2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Zaman Prasejarah Laos

Lembah Sungai Mekong dan Dataran Tinggi Korat, yang mencakup bagian substansial Laos,
Kamboja dan Thailand, yang dihuni selama 10.000 tahun yang lalu. Walaupun data ini
terbatas budaya prasejarah, bukti-bukti menunjukkan bahwa produksi dan berlapis keramik
perunggu dimulai di sini lebih awal daripada di tempat lain di dunia. Lembah Sungai Mekong
dan Dataran Tinggi Korat, yang mencakup bagian substansial Laos, Kamboja dan Thailand,
yang dihuni selama 10.000 tahun yang lalu.Walaupun data ini terbatas budaya prasejarah,
bukti-bukti menunjukkan bahwa produksi dan berlapis keramik perunggu dimulai di sini
lebih awal daripada di tempat lain di dunia.
Banyak kelompok etnis di daerah-daerah, baik adat dan imigran milik Thailand linguistik
keluarga-Austro. Di Laos, sebagian besar sub kelompok diidentifikasi dengan Thai-Kadai dan
Hmong-Mien (Miao-Yao) keluarga linguistik. secara historis terdiri atas budaya Diaspora
paling signifikan dari Cina Selatan dan Timur Tibet untuk Asia Tenggara.
Pendahulu dari Laos saat ini datang ke selatan selama migrasi berkala sepanjang garis geo-
grafis beberapa. Peta linguistik di Cina selatan, barat India Utara dan Asia Tenggara
menunjukkan dengan jelas bahwa jalur akses utama dari sub kelompok Thailand (biasanya
disebut sebagai 'Tai' oleh para sarjana) ke dalam apa yang sekarang Laos dan Thailand,
adalah lembah-lembah sungai: dari Sungai Merah (Yuan Jiang) di Cina Selatan dan Vietnam
ke sungai Brahmaputra di Assam dan Timur Laut India. Daerah dataran antara poin zona
migrational menengah dan jauh lebih sedikit penduduknya.
Salah satu zona antara tersebut adalah The lembah Sungai Mekong membagi Thailand dan
Laos. Lainnya adalah Nam Ou, Nam Seriang dan lembah-lembah sungai lainnya di Laos
modern. Antropologi Bukti linguistik menunjukkan bahwa bangsa Austro-Thai di Cina
selatan dan Vietnam Utara mulai bermigrasi ke selatan dan ke barat di abad ke-8 Masehi.
Kelompok-kelompok ini dibentuk pemerintah daerah sesuai dengan sistem tradisional
mereka. Meuangs adalah kabupaten diperintah oleh seorang Meuang Jao, posisi turun
temurun. Orang-orang Tai yang disukai mendasarkan meuangs mereka di lembah-lembah

+3
sungai, kadang-kadang mengelompokkan menjadi aliansi longgar. Sekitar mereka, dalam
lingkaran konsentris sekitar, yang dikembangkan negara-negara bawahan kecil yang dikenal
sebagai monthon, dari Mandela Sansekerta. Salah satu yang terbesar dari aliansi awal
monthons dikembangkan di wilayah Dien Bien Phu di Vietnam. Sikhotabong, terletak di sisi
Lao dari Mekong dekat Tha kaek hari ini, adalah salah satu monthons pertama yang
diketahui.

B. MASA SEBELUM PENJAJAH

Pada awal abad ke-16 laos mengalami puncak kejayaannya di bawah pimpinan Raja Sai
Setthathirat. Pada waktu itu laos di kenal dengan nama kerajaan Lan Chang ( kerajaan sejuta
gajah). Pada tahun 1563 ibu kota kerajaan di pindahkan dari luang prabang ke vientiane.
Wilayahnya pada waktu itu meliputi laos, muangthai utara dan muangthai Timut laut.
Menjelang abad ke-17 kerajaan lan chang runtuh dan terpecah-pecah di bawah kekuasaan
Birma dan Vietnam.

Pada abad ke-17 kejayaan laos pulih kembali dibawah Raja Soulingavongsa. Mulai kira-
kita tahun 1710-an kerajaan itu berangsur-angsur pecah menjadi empat kerajaan-kerajaan
kecil yaitu kerajaan-kerajaan Luang Prabang, Xieng Khouang, Vietnam dan Champassat.

Sejak masa itu laos menjadi kancah anggeresi Muangthai dan Annam ( di Vietnam ).
Annam dapat menguasai bagian timur laut laos. Pada tahun 1882 Vientiane direbut oleh
Muangthai yang selanjutnya dapat menguasai seluruh laos tengah.

Pada tahun 1885 kemajuan-kemajuan Muangthai di laos dihentikan oleh perancis yang
pada waktu itu mulai meluaskan kekuasaannya di Semenanjung Indocina.

Dalam periode tahun-tahun 1893 sampai tahun 1907 antara perancis dan muangthai
ditandatangani persetujuan-persetujuan. Daerah-daerah laos di sebelah barat sungai mekong
dapat di kembalikan oleh perancis ke dalam wilayah laos.

+4
C. PEJAJAHAN PERANCIS

Jajahan-jajahan perancis di indonesia di satukan oleh perancis dalam suatu persekutuan


(feredasi) dengan hanoi sebagai ibu kotanya. Laos merupakan bagian dari persekutuan itu

Di vientiane di tempatkan seorang penjahat perancis dengan nama jabatan Residen-


Superieur. Pejabat inilah yang memerintah laos. Pemerintahan di propinsi-propinsi perancis.
Kerajaan Luang Prabang oleh perancis di beri wewenang dan kekuasaan untuk memerintah
daerah bagian utara di bawah pengawasan perancis. Selama menguasai laos, baik rakyatnya
maupun ekonominya.

D. PENDUDUK JEPANG

Selama perang Dunia Kedua seluruh Indocina termasuk Laos, dikuasai oleh jepang. Di Laos
selatan pangeran Boun Oum (dari kerajaan Champassak ) membentuk gerakan terhadap
jepang dengan bantuan perwira perwira perancis. Diluang prabang raja dipaksa oleh jepang
untuk menyatakan diri bebas dan merdeka dari perancis pangeran phetasarath, raja muda
Luang prabang yang anti-Perancis , oleh jepang diberi kekuasaan untuk memerintah daerah
Vietnane.

E. KEMERDEKAAN LAOS

Setelah Perang dunia Kedua berakhir, kerajaan luang prabang pada bulan agustus 1945
menyatakan kembali kesetiaaanya pada pemerintah prancis. Tetapi di Vietnane Pangeran
pethsarath pada tanggal 15 september 1945 mengumumkan kemerdekaan seluruh Laos .
Kemudian olehnya diadakan perundingan dengan Raja di Luang Prabang. Akhirnya Raja
menyetujui sbuah konstitusi sementara yang disusun oleh pangeran phetsarath. Berdasarkan
kontitusi itu pada tanggal 23 April 1946 Laos dinyatakan sebagai kerajaan konstitusional
yang merdeka dan berdaulat.

F. Kerajaan Laos 1519 – 1836

Semetara Kerajaan yang didirikan oleh keberanian pasukan Bayinnaung berada dalam
perpecahan dan puteranya Nanda Bayin secara dalam terlibat dalam perang dengan Naresuen

+5
dari Ayut’ia, Kerajaan Laos, jauh dihulu sungai Mekong, telah mendapatkan kembali
kemerdekaannya di bawah Nokeo Koumane. Ia diprokamirkan sebagai raja di Vientiane
tahun 1591, dalam tahun berikut pasukannya mengalahkan perlawanan Luang Prabang dan
menyatukan kembali keajaan itu. Juga Negara Tran Ninh, dengan ibu kotanya Chieng
Kouang dekat Plain des Jars, mengakui kebangkitan kembali kekuatan kerajaan Laos dengan
mengirim simbul tradisional ke istananya sebagai tanda kesetiaannya. Kebertulan, letaknya
terapit di antara dua Negara yang lebih berkuasa dari padanya, Laos dan Annam, upeti
dibayar untuk keduanya. Mungkin penting bahwa pengakuan kedaulatannya dar Vientiane
disetujui setiap 3 tahun, Annam menerimanya setiap tahun.

Nakeo Koumane memerintah hanya 5 tahun. Penggantinya adalah pernah sepupunya karena
perkawinannya, Vongsa, yang memakai gelar T’ammikarat dan memerintah sampai tahun
1622. Pemerintahannya tidak berakhir dengan menyenangkan. Puteranya, Oupagnouvarat
menjadi sangat populer dan mulai mendapatkan banyak kekuasaan atas pemerintahan hingga
ayahnya yang iri hati itu mendorongnya ke dalam pemberontakan. Angkatan Perang
membantu Pangeran mudah itu dan mengalahkan ayahnya dan membunuhnya. Setahun
kemudian beliau sendiri lenyap dan negeri jatuh ke dalam serangkaian peperangan dinasti
yang berlangsung sampai tahun 1637. Selama kurun waktu ini 5 orang memerintah, tetapi
sejarah dinasti itu demikian kaburnya hingga sedikit saja diketahui tentang mereka.
Persaingan perebutan tahta itu memuncak dalam tahun 1637, ketika Soulinga-Vongsa, salah
seorang daripada penuntut dalam peang itu, mengalahkan saingannya dan merebut
kekuasaan. Beliau membuktikan dirinya sebagai orang kuat yang diperlukan negeri yang
terpecah-pecah itu. Selama pemerintahannya yang 55 tahun lamanya itu, bukan saja
keamanan dalam negeri telah dipulihkan tetapi juga hubungan baik telah ditananamkan
dengan semua Negara-negara tetangganya. Pemerintahannya yang kuat dan memberikan
kerajaannya kehormatan karena kekuatannya cukup untuk melemahkan setiap yang akan
menjadi agressor menanggung resiko bila menyerangnya. Dengan demikian beliau mampu
merundingkan serangkaian pesetujuan dengan tetangganya mengenai penetapan pasti batas
kerajaannya.

Sebuah catatan yang jelas tentang suatu kunjungan ke Vientiane selama pemerintahannya
telah sampai pada kita dari pena seorang Belanda, van Vuysthof yang pergi ke sana tahun
1641 dari kantor dagang Belanda di Phnom Penh dengan dua orang pembantu. Gubernur

+6
Jenderal van Diemen di Batavia sangat ingin menguras sumber-sumber “negeri gulmac dan
kemenyang” itu. Kesulitan dan bahaya perjalanan ke Mekong terjadi dari tanggal 20 Juli
sampai 3 Nopember. Saudagar-saudagar diterima baik oleh raja di Pagoda That Luong dan
diadakan pertunjukan tari-tarian yang ramai, pertarungan memakai tombak sambil
menunggang kuda dan balapan perahu untuk menggebirakan mereka. Pengiriman sejumlah
besa “gulmac” dan kemenyang telah dijanjikan. Van Vuysthof terkesan, berangkat tanggal 24
Desember, meninggalkan kedua pembantunya untuk kemudian menyusul dengan seorang
utusan Laos dan hadiah-hadiah untuk van Diemen [D.GE Hall dalam terjemahan I.P
Soewarsha dalam buku Sajarah Asia Tenggara].

Melihat singkatnya waktu berada di situ sulit untuk mengetahui berapa besar nilainya
dikaitkan dengan pernyataannya tentang masalah Laos itu, khususnya karena catatannya
tentang kenaikan Soulinga Yongsa penuh dengan variasi keterangan yang diberikan dalam
catatan pribumi. Mengenai pemerintahan negeri itu, ia menyebut tiga orang menteri besar
yang memegang kekuasaan tertinggi dengan raja. Pertama kepala Staf Angkatan Bersenjata
dan Komandan Ibu Kota Vientiene. Van Vuysthof menyebutnya “Tevinia-Assean”, yang
rupanya menunjukkan Tian T’ala, puteri tiri raja, yang menjadi perdana menteri. Yang kedua
Gubernur dari Nakhone, yang menjadi wakil raja di bagian selatan kerajaan yang meluas
sampai keperbatasan Kamboja. Yang ketiga, menteri Istana, yang mengurusi utusan-utusan
asing. Ada juga Mahkamah Tinggi, yang terdiri dari 5 orang anggota keluarga kerajaan, yang
mengurusi masalah-masalah civil dan kriminil.

Van Vuysthof adalah orang Eropa pertama yang telah mengunjungi Vientiene.
Pengetahuannya tentang geography kerajaan itu tidak cermat dan tidak mengetahui tentang
Buddha secara mendalam, tetapi laporan hariannya itu rupanya melukiskan gambaran yang
dapat dipercaya mengenai kemakmuran kerajaan itu seperti juga jumlah dan indahnya
pagoda-pagoda dan bangunan –bangunan keagamaan lainnya. Seperti bangunan lorong
Buddha yang menarik peziarah-peziarah dari jauh dan luas.

Seorang Eropa lain, Piedmontese Jesuit Father Giovanni-Maria Leria, tiba di Vientiene
sesudah tahun kunjungan van Vuysthof. Ia mencoba, tetapi tanpa hasil, minta ijin membuka
misi Kristen di negeri itu. Pendeta-pendeta Buddha menentang keras ketika ia merencanakan

+7
tinggal di situ selama 5 tahun. Memoirnya dipakai oleh Jesuit lain, Father Merini, sebagai
dasar bagi bukunya, Relation nouvelle et curieuse des royaume de Tonquin et de Laos, yang
diterbitkan di Paris tahun 1666. Tak ada sesuatu yang terjadi dari selingan yang tiba-tiba ini
oleh orang Eropa ke dalam daerah yang tak dikenal di hulu Mekong itu. Sungai itu sendiri,
dengan riam-riamnya, bagian-bagian yang sempit di mana-mana, merupakan halangan yang
cukup untuk menegakkan perdagangan orang Eropa, dan Buddhisme bagi pemasukan missi
Kristen. Jelasnya sebelum sampai tahun 1861, seorang pedagang penyelidik Henri Mouhot,
telah menginjakkan kaki di kerajaan yang terpencil itu, dan ia pergi ke Luang Prabang
dengan gerobag yang ditarik oleh sapi jantan yang telah dikebiri.

Hanya satu peperangan yang mengganggu kedamaian yang dalam yang dipelihara oleh
tangan kuat Soulinga-Vongsa. Tahun 1651 Raja dari Tran Ninh menolak permintaannya
untuk menyerahkan puterinya Nang Ken Chan, untuk dikawin. Setelah permintaan diajukan
bekali-kali dengan hasil yang sama Soulinga-Vongsa mengirim satu detasmen pasukan, tetapi
dapat dipukul mundur. Kemudian sebuah expedisi yang lebih kuat dikirim yang merebut ibu
kota. Chieng Khouang, dan memaksa raja menyerah. Peristiwa yang tak menyenangkan ini
menyebabkan pertentangan yang lama dan mencelakakan antara kedua Negara itu yang
berlangsung sampai abad XIX. Lepas daripada ini pemeintahan raja-raja Laos terbesar
terutama dibedakan oleh hasil penting yang dicapai kebudayaan tradisional negeri itu. Musik,
arsitektur, patung, lukisan, kerajinan emas dan perak, kerajianan menganyam keranjang dan
pertenunan, semuanya berkembang.

Bahkan, tetapi seorang raja seperti Soulinga-Vongsa, tak dapat menjamin kelanjutan stabilitas
itu setelah mengkatnya. Satu-satunya puteranya, putera mahkota, menodai isteri Kepala
Persatuan Pelayan Istana, tindakan kriminil itu dihukum dengan hukuman mati. Ketika
Mahkamah Kerajaan menjatuhkan hukuman mati pada pemuda itu, ayahnya menolak
mencampuri jalannya persidangan. Hasilnya adalah bahwa ketika raja mangkat tahun 1694,
pewaris langsungnya, cucu-cucunya Raja Kitsarat dan Int’asom, terlalu muda untuk
memerintah, dan perdana menteri yang sudah tua, Tian T’ala merebut tahta. Enam tahun
kemudian, tahun 1700, ia diturunkan dan di bunuh oleh Nan-T’arat, Gubernur Nakhone yang
menggantinya jadi raja.

+8
Berita tentang perebutan ini sampai pada telinga seorang pangeran dari keluarga raja yang
menghabiskan seluruh waktu hidupnya dalam pembuangan di Hue, dan sejak tahun 1696
telah mengadakan agitasi untuk mendapatkan bantuan Vietnam bagi suatu serangan pada
kerajaan Laos. Ia adalah, Sai-Ong-Hue, putera saudara sulung Soulinga-Vongsa, Som-P’ou,
yang telah dikalahkan dalam peperangan perebutan tahta tahun 1637. Dalam tahun 1700 dan
suatu pasukan Vietnam, dan mendapat bantuan kuat dari para pengikut yang dikumpulkan di
Tran-Ninh, ia menyerbu Vientiane, merebut ibu kota itu, membunuh orang-orang tak berhak
atas tahta, Nan-P’arat, dan menyatakan dirinya sebagai raja.

Ketika Tian-T’ala diturunkan dari tahta tahun 1700 kedua cucu Soulinga-Vongsa, Raja
Kistarat dan Int’a Som, melarikan diri ke Luang Prabang. Sai-Ong-Hue, ketika mendapatkan
tahta dari Nan-Ta’arat, mengirim saudara tirinya T’ao-Nong, untuk merebut Luang Prabang
atas namanya. Kedua pangeran itu, karena tak mampu melawan, melarikan dirinya ke Sip-
Song-Panas, dimana sepupunya Khoumane-Noi, yang memerintah di sana, melindunginya.
Tahun 1707 dengan pasukan yang terdiri dari 6.000 orang, yang digerakkan oleh Khoumane
Noi, mereka mengusir Tao-Nong dari Luang Prabang. Raja Kitsarat kemudian

diproklamirkan sebagai raja dan mengirim ultimatum kepada Sai-Ong-Hue, bahwa waktu
mendatang propinsi-propinsi Utara Chieng-Khane akan merupakan kerajaan merdeka yang
terpisah. Dan Sai-Ong-Hue, yang sibuk memperbaiki tugas pemerintahannya atas propinsi-
propinsi di Selatan, tidak lama posisi mempersengketakan ultimatum itu. [D.GE Hall dalam
terjemahan I.P Soewarsha dalam buku Sajarah Asia Tenggara].

Kerajaan Soulinga-Vongsa yang duu kuat sudah tidak ada lagi. Dari tahun 1707 Luang
Prabang dan Vientiene adalah ibu kota dari dua Negara yang terpisah dan saling bermusuhan.
Masing-masing secara pasti diperlemah oleh kenyataan bahwa yang lain terus-menerus
mencai kesempatan untuk memulihkan pesatuan yang dulu, dan dengan tujuan ini mencari
perhatian pada tetangga-tetangga seperti Burma, Siam atau Annam, semuanya pada suatu saat
atau yang lain selama abad berikutnya atau telah menjalankan politik expansi sedemikian
rupa.

Vientiane di bawah Sai-Ong-Hue (1707-1735) dalam kesulitan dai semula. Tran-Ninh


menolak menyatakan bahkti. Karena itu sebuah pasukan dikirim untuk menduduki Chieng-

+9
Khoung. Raja melarikan diri dan adiknya diangkat keatas singgasana. Tetapi segera setelah
pasukan Vientiane ditarik, raja yang diturunkan itu mendapatkan kembali mahkotanya.
Beliau memutuskan kemudian untuk melaksanakan tindakan politik dan secara resmi
menyatakan tunduk kepada Sai-Ong-Hue. Dengan Bassak dan propinsi-propinsi yang jauh di
selatan, Sai-Ong-Hue, kurang berhasil. Chao-Soi-Sisamout, yang memerintah disana dari
tahun 1713 sampai 1747, berhubungan dekat dengan Siam dan Kamboja, dan Sai-Ong-Hue,
dengan perhatiannya yang terpusat pada kerusuhan dinasti di Luang Prabang,membiarkannya
dalam keadaan bebas yang menguntungkan.

Tahun 1735 Sai-Ong-Hue, secara damai digantikan oleh puteranya Ong-Long.


Pemerintahannya yang 25 tahun itu memperlihatkan kekacauan besar di Burma, Siam dan
Luang Prabang, tetapi beliau menjalankan politik “safety firs” dengan sukses. Ketika
Alaungpaya, si penakluk Burma itu, setelah menghancurkan keajaan Mon merdeka itu di
Pegu, menyerbu ke timur dalam usaha menghidupkan kembali politik Bayinnaung, Ong-Long
menyeamatkan kerajaannya dari serangan itu dengan membantu expedisi Burma itu yang
menyebabkan Luang Prabang Bertekuk lutut padanya.

Tetapi beliau rebut dengan Tran-Ninh. Ini adalah ceritera lama tentang penolakan membayar
upeti yang diikuti dengan serangan oleh pasukan Vientiane. Tetapi, kali ini, Annam campur
tangan agar yang bersengketa berdamai. Karena itu Ong-Long menarik pasukannya, yang
mengundang Raja Chom-P’ou menunggu tiga tahun sebelum menemui tiga tahun sebelum
menemui atasannya. Ketika akhirnya beliau pergi, beliau diculik dan dipenjarakan di
Vientiane. Tahun 1760 Annam campur tangan lagi, Ong-Long diperintahkan melepaskan
tawananya itu, dan dilepaskan. Selama sisa waktu pemeintahannya Chom-P’ou membayar
upetinya secara teratur dan datang secara pribadi setiap tahun ketiga untuk menyatan bhakti.
Ong-Long mangkat persis sebelum serangan Burma untuk menduduki Ayut’ia karena
Alaungpaya lukanya fatal. Puteranya Ong Boun meneruskan politik ayahnya membantu B
urma. Mula-mula semuanya berjalan baik. Raja Hsinbyushin menghancurkan usaha Luang
Prabang memberontak dan tahun 1767 menghancurkan Ayut’ia. Tetapi kerajaanya sendiri
diserang oleh Cina, dan beliau kehilangan kekuasaanya bukan saja atas Siam tetapi juga atas
Chiengmai dan Luang prabang. Sekarang Vientiane dalam bahaya yang luar biasa hebatnya.
Tahun 1771 diserang oleh Luang Prabang. Untungnya Hsinbyushin saat ini telah mendorong
ke luar penyerang-penyerang Cina itu dengan Perdamaian Kaungton (1770) dan dapat

+10
mengirimkan sebuah pasukan kuat yang mengalahkan Luang Prabang.

Tetapi gerakan P’ya Taksin untuk memulihkan kekuasaan Siam dan mengusir Burma dari
Negara-negara Laos berhasil dengan sukses yang makin bertambah, meskipun usaha-usaha
Hsinbyushin memulihkan negeri yang hilang selama peperangannya dengan Cian. Karena itu
ketika tahun 1774 Int’a Som dari Luang Prabang bersekutu dengan P’ya Taksin, jalan satu-
satunya untuk keselamatan Vientiane adalah meninggalkan persekutuannya dengan Burma
dan membuat perjanjian dengan Siam. Tetapi Ong-Boun secara bodoh memilih alternatif
yang menyimpang, dan sebagai akibatnya kehilangan segalanya. Tahun 1778 Siam
mendapatkan alasan yang meyakinkan untuk menyerang Vientiane. Setelah beberapa bulan
mengepungnya Jenderal Chulalok merebut ibu kota itu terus memusatkan negeri itu di bawah
penduduk militer. Ong Boun lolos dan masuk ke dalam pembangunan.

Tahun 1707, ketika T’ao-Nong, saudara tiri Sai-Ong-Hue, di usir dari Luang Prabang oleh
Raja Kitsarat dan Int’a-Som, beliau membawa ke Vientiane patung Prabang yang terkenal itu,
“Bhudda Zamrud” yang dibuat dai batu jasper hijau, kemudian kota itu dinamakan seperti
nama itu. Sekarang tahun 1778 Jenderal Chulalok membawanya ke ibu kota Siam.
Berhubung dengan itu, ketika istana kerajaan lama di bangun di Bangkok, candinya yang
sekarang di bangun untuknya dala tempat pemujaan istana. Itu bukan satu-satunya barang
rampasan yang diambil dari perampokan kota itu. Menurut Wood, pada kesempatan ini Siam
menandingi Burma yang “ketakutan”.

Tahun 1782, ketika P’ya Taksin lenyap dari percaturan, Jenderal Chakri merebut tahta Siam,
Ong-Boun yang terbuang itu membuat penyerahan resmi. Kemudian diijinkan kembali ke
Vientiane, dan anak sulungnya Chao-Nan telah ditunjuk oleh pemerintah kerajaan sebagai
vassal Siam. Tahun 1791 keributan dinasti di Luang Prabang memaksa anak muda itu
mencampurinya. Ia berhasil mendapatkan sukses gemilang merebut ibu kota dengan serangan
mendadak dan mngejutkan, dan menganeksir daerah kantong Houa-P’an. Tetapi atasannya,
Rama I, sangat tak menyetujui tindakannya. Karena itu, waktu pulangnya, ia diturunkan dan
diganti oleh adiknya Chao-In (1792-1805).

+11
Chao-In sepanjang pemerintahannya tetap seorang vassal kerajaan. Ia membantu Siam
mengusir Burma dari Chiengsen. Saudaranya Oupahat Chao-Anou menyamar dalam
peperangan dan mendapat ucapan selamat dari Istana Bangkok. Karena itu ketika Chao-In
mangkat tahun 1805, Oupahat Chao-Anou segera diakui sebagai raja Siam.
Chao-Anou adalah orang yang mempunyai kemampuan kuat, tetapi ambisinya yang keliru
menyebabkan negerinya paling buruk kehancurannya dalam sejarahnya. Kekuatan militernya
yang dipertontonkan di Chiengsen membuat ia disenangi oleh Siam, tetapi tujuannya yang
besar membebaskan negerinya dari ketundukan pada Bangkok. Selama beberapa tahun ia
dengan cerdik menutupinya sementara ia memperkuat posisinya dan mempeindah ibu
kotanya. Tahun 1819 ia memadamkan pemberontakan Khas di daerah Bassac dan menjadikan
anaknya Gubernur di daerah itu, yaitu Chao-Ngo. Ia kemudian mendorong Chao-Ngo untuk
memperkuat Ubon dengan alas an merupakan suatu cara yang dimaksudkan untuk pertahanan
Siam. Ia mengirim bukti tanda setia kepada Kaisar Gia Long di Annam, dan tahun 1820
menawarkan pada Luang Prabang persekutuan rahasia dengan menentang Siam. Pada
candinya yang baru dan indah, Sisaket, yang di bangun tahun 1824, dua kali setahun

diadakan rapat besar dari semua bawahannya untuk menyatakan bhaktinya.


Tahun 1825 ia pergi ke Bangkok untuk menghadiri upacara pemakaman Rama II. Di sana ia
minta secara resmi pemulangan kembali keluarga-keluarga Laos yang dipindah ke Siam
selama peperangan dari abad sebelumnya. Penolakan suatu permintaan yang demikian tak
masuk akal itu mendapatkan satu-satunya alasan yang berguna untuk langkah yang sangat
berbahaya dalam menyatakan kesetiaannya pada atasannya. Tahun berikutnya Kapten Henry
Burney datang ke Bangkok untuk merundingkan satu perjanjian. Sementara itu di sana desas-
desus tak berdasar sampai di Vientiane bahwa perundingan gagal dan armada Inggris sedang
mengancam Bangkok. Segera Anou memutuskan bahwa sekarang waktunya untuk
memaksakan kemerdekaannya dari Siam dengan ujung pedang.

Serangannya yang tiba-tiba sama sekali membuat Siam tidak siap. Tiga pasukan bersamaan
waktunya menuju Bangkok satu di bawah Chao-Ngo dari Ubon, yang kedua di bawah
Oupahat T’issa dari Roi-Et, dan yang ketiga di bawah Anou sendiri dari Vientiane. Anou
maju sampai sejauh Korat dengan alat sederhana menyatakan bahwa ia datang membantu
Raja Siam melawan serangan Britania. Pasukannya bahkan mengancam Saraburi, hanya
dalam 3 hari berjalan dari ibu kota.
Tetapi perlawanan Siam segera mulai menjadi tangguh dan loncatan monyetnya berakhir.

+12
Pasukannya diusir kembali ke Korat dan Siam menggunakan ruang bernafas yang telah
dicapai untuk menggerakkan pasukan besar, yang ditempatkan di bawah komando Jenderal
P’ya Bodin. Ketika pasukan ini maju ke Korat, tak menjupai perlawanan Anou telah sama
sekali mundu ke utara. Keputusannya rupanya diambil sebagai akibat kejutan dan kekalahan
salah sebuah detasmennya yang betugas merampok oleh pasukan Siam kecil di dataran
rendah Samrit.

P’ya Bodin, dengar insiatif di tangannya, melakukan serangan yang sistematis yang meliputi
pertama serbuan pada Ubon dan menangkap Chao-Ngo, dan akhirnya tahun 1827 perang
yang menentukan di Nong-Boua Lamp’on, di mana, setelah peperangan yang tanpa harapan
yang berlangsung 7 hari, pasukan Siam terpaksa menyeberang Mekong. Inilah merupakan
akhir peperangan itu. Anou melarikan diri ke dalam hutan lebat, mengirim pemintaan yang
sia-sia akan bantuan ke Chiengmai, Luang Prabang dan Chieng Khouang. Siam melakukan
kehancuran hebat sekali di Vientiane. Mereka kemudian meneruskan secara bertahap
menghancurkan seluruh kerajaan itu, menggiring rakyatnya untuk menghuni kembali daerah-
daerah negeri mereka sendiri sama seperti yang dilakukan oleh Burma dalam kurun waktu
sebelumnya.

Itulah akhir kerajaan V ientiane. Tahun 1828 Anou, diburu menyebrang Mata Rantai Annam
oleh Siam, muncul di Hue, dan Kaisa Minh-Mang berjanji membantunya mendapatkan
kembali kerajaannya. Tetapi hampir semua pasukan yang dibentuk dalam perjalanan
pulangnya melarikan diri di jalan. Dan segerah setelah ia tiba di ibu kotanya yang telah
runtuh, datangnya pasukan Siam menyebabkannya sekali lagi menghindar untuk berkelahi,
kali ini masuk ke daerah Tran-Ninh. Raja Chao-Noi harus memilih antara menyalahkan Siam
atau Annam karenanya, dank arena pasukan Siam sebenarnya mengancam negerinya, dan ia
sendiri mewarisi kebencian tradisional keluarganya terhadap raja-raja Vientiane, ia
menangkap pelarian itu dan menyerahkannya pada Siam.

Anou mati di Bangkok setelah 4 tahun tertangkap. Pallegoix mengatakan bahwa ia


dipertontonkan dalam kerangkeng besi dan kemudian mati karena pelakuan yang
diterimanya. Tetapi ada ceritera yang bertentangan, dan masalah itu tetap merupakan misteri
yang tak terpecahkan. Karena Chao-Noi dari Chieng-Khouang itu dendam, Annam cepat

+13
runtuh dan tanpa belas kasihan. Dipanggil ke Hue untuk menjelaskan tindakannya, ia
berusaha meredakan kemarahan Minh-Mang dengan mengirim utusan dengan hadiah-hadiah
mewah. Tetapi ada landasannya. Pasukan Vietnam menangkapnya dan membawahnya ke
Hue, di mana ia dibunuh di muka umum. Kerajaannya, Tran-Ninh menjadi daerah bagian
kerajaan Annam.

Sejarah kerajaan Luang Prabang dari tahun 1707 seterusnya dapat diceriterakan secara
singkat. Tahun-tahun pertamanya diributkan oleh perselisihan dinasti, melalui usaha Int’a-
Som untuk mengusir pertama dari singgasananya saudaranya Raja Kitsarat (1707-1726) dan
kemudian sepupunya Khamone-Noi (1726-1727). Khamone-Noi, pribadi yang menarik, yang
petualangannya penuh tada Tanya, masih merupakan pokok banyak pemutaran sejarah,
mempunyai nafsu untuk berburu. Dalam salah satu ketidak hadirannya pada expedisi
perburuan Int’a-Som, yang ia secara hati-hati dibiarkan hidup bebas sama sekali di ibu kota,
meskipun suatu usaha dijalankan untuk merebut tahta, mengobarkan pemberontakan istana
dan menjadikan dirinya raja. Khamone-Noi, setelah mengetahui apa yang tejadi, pergi
menyelamatkan diri ke Chiengma, yang 10 tahun sebelumnya telah memberontak melawan
Burma. Di sana ia dapat menguasai kerajaan itu, mengalahkan pasukan Burma yang dikirim
untuk melawannya tahun 1728, dan dinobatkan sebagai raja. Int’-Som pemeintahannya
pemerintahanya panjang yang berlangsung sampai tahun1776. Secara intern pemeintahannya
tenang sekali. Tetapi keluar ia behadapan dengan bahaya yang serius. Keterpencilannya
menyebabkan ia memasuki hubungan diplomatic dengan Cina. Babad pemerintahanya
banyak kaitan pentingnya dengan dua duta yang ia kirim ke Peking tahun 1729 dan 1734.
Tahun 1750 Annam menuntut upeti, dan di situ masalahnya selesai. Kerusuhan dinasti Le
telah kehilangan semua kekuasaannya atas masalah-masalah Negara, menjadi perhitungan
bagi pemeran kelemahannya ini.

Tetapi bahaya terbesar datang dari hidupnya kembali kekuasaan Burma di bawah Alaungpaya
(1752-1760) dan pengganti-penggantinya. Luang Prabang sebagaimana telah kita ketahui
telah berhenti untuk bertunduk pada tahun 1753 dan harus menghias banyak sekali rasa
bhakti, termasuk putera Int’a-Som, Tiao Vong. Ketika Alaungpaya mangkat, Int’a-Som tak
henti-hentinya mencoba mendapatkan kembali kemerdekaannya. Tetapi serangan-serangan
Cina pada Burma dan kemenangan-kemenangan P’ya Taksin di Siam membuat situasi lebih
menguntungkan dan ia bukan saja mengumumkan lepasnya dari keunggulan Burma tetapi

+14
tahun 1771 memberanikan diri menyerang Vientiane, sekutu Burma. Pasukan Burma
mengalahkannya di medan Muong-Kassy dan menyelamatkan kota tempat perang itu
berlangsing tetapi pulang kembali tanpa berbuat sesuatu untuk memulihkan kedaulatan
Burma atas Luang Prabang.

Karena itu Int’a-Som didorong meletakkan nasibnya pada P’ya Taksin, dan tahun 1774
masuk dalam pesekutuan pertahanan dengannya melawan Burma. Ia tanpa menunggu
mengambil langkah telalu jauh, karena ketika tahun 1778 Siam merebut Vientiane dan
menyapu kemerdekaannya mereka minta anaknya Sotika-Koumane (1776-1781) untuk
menerima syarat-syarat seperti menyerahkan Luang Prabang dan juga suatu posisi
ketergantungan.

Tahun 1781 adik Sotika-Koumane, Tiao-Vong, memaksanya melepaskan diri menurut


caranya sendiri. Enam tahun kemudian raja baru itu mangkat terlalu cepat tanpa sebab dan
selama 4 tahun negeri ditarik oleh serangkaian pertikaian antara saudara-saudaranya yang
ada. Ini, seperti telah kita lihat di atas, menyebabkan Chao-Nan dari Vientiane campur
tangan. Salah seorang dari saudara yang bertengkar itu, Anou-rout, anak kedua Int’a-Som,
menyusun perlawanan terhadap penyerbu, tetapi gagal menyelamatkan ibu kota. Waktu
jatuhnya ia melarikan diri ke Bangkok, di mana selama dua tahun (1791-1793) ia hidup
sebagai tawanan Negara.

Sementara itu Raja Chao-Nan, setelah menjalankan pembunuhan besar-besaran di Luang


Prabang, mamindahkan banyak kepala keluarga rakyat dan kembali pulang. Ia akan
mendoong penaklukkannya lebih lanjut, tetapi takut akan serangan kemarahan besar dari
rajanya yang berdaulatan. Tetapi dengan menyerang semua itu, ia telah berjalan terlalu jauh,
dan akibatnya diturunkan dan diperintahkan tinggal di Bangkok. Segera setelah
kedatangannya di sana Anourout yang terhukum itu dibebaskan atas pemintaan kekaisaran
Cina dan kembali memerintah Luang Prabang. Di sana ia sibuk memperbaiki kehancuran
kota dan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang diberkahi Buddha. Tahun 1817 dan ia
melepaskan menurut caranya dari anaknya, Mant’a-T’ourat.

+15
Raja baru ini yang tidak muda lagi itu, telah dilahirkan tahun 1775, telah puas mengikuti
jejak kaki ayahnya dan memerintah dengan tenang. Ia jauh berhati-hati sekali untuk masuk ke
dalam persekutuan anti-Siam yang diusulkan oleh Anou dari Vientiane. Tetapi kemenangan
Siam atas Anou dan jatuhnya Vientiane menyebabkan ia mencoba beberapa usaha
mengarahkan kembali politiknya. Sejak itu tahun 1831 dan lagi tahun 1833 ia mengirim
utusan-utusan ke Hue menawarkan bhakti dan upeti tradisional berupa bunga-bunga emas
dan perak yang kakeknya secara kasar menolaknya tahun 1750.
Tetapi ini tidak ada tujuannya. Pukulan Siam telah diletakkan di pundaknya, dan Minh-Mang
dari Hue dengan hati-hati melubangi surat yang dibawa oleh utusannya. Tetapi tahun-tahun
berikut mereka senang pada Perancis ketika mereka mencari alasan untuk meluaskan
kekuasaan dari Annam ke negeri Laos menyeberang Mekong.
Ketika Mant’a-T’ourat mangkat tahun 1836 seorang menteri Siam menghadiri pembakaran
mayatnya dan secara umum menyatakan hak kedaulatan Siam. Anaknya dan penggantinya
yang ditunjuk, kemudian tinggal di Bangkok sebagai jaminan. Ia dengan sabar menunggu
selama 3 tahun sebelum menerima pengakuan resmi dari Raja Siam dan ijin kembali ke
negerinya.

+16
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan:

+17
DAFTAR PUSTAKA

+18

Anda mungkin juga menyukai