Anda di halaman 1dari 7

MAKNA LAGU TOMBO ATI

"Tombo ati iku ana lima perkarane


Kaping pisan moco Quran sak maknane ....."

Sebuah senandung yang sudah akrab di telinga kita. Sebuah senandung klasik yang saat ini
dipopulerkan oleh (aunurofiq lil firdaus ) Opick. Sebelumnya, dibawakan oleh Emha Ainun
Nadjib dengan iringan gamelan Kyai Kanjeng. Tidak banyak yang menetahui bahwa syair ini
digubah oleh Sunan Bonang (1465-1525). Salah satu Wali Songo yang banyak berdakwah
melaui kebudayaan. Seorang guru yang telah menginsyafkan dan mendidik seorang 'perampok
budiman' bergelar Brandal Lokajaya yang kemudian terkenal dengan nama Sunan Kalijaga,
anggota Wali Songo yang paling banyak disebut-sebut dalam sejarah kerajaan-kerajaan Islam di
tanah Jawa.

"Tombo Ati" atau "Obat Hati", sebuah syair sederhana tetapi sungguh berat maknanya. Bahkan
hampir menjadi sebuah utopia untuk bisa mewujudkannya dalam kehidupan kita di jaman ini.
Bahkan disebutkan di penghujung syair, "Salah sawijine sopo bisa ngelakoni, InsyaAllah Gusti
Pangeran ngijabahi.." Cukup amalkan salah satunya, InsyaAllah Tuhan akan mengijabah.
Mengapa utopia? Mari kita perhatikan apa sajakah lima perkara yang menjadi obat hati itu.

1. Moco Quran sak maknane (membaca Al Quran dengan maknanya)

Membaca Quran tentu tidakcukupdengan melafadzkannya. Jika sekedar melafadzkannya saja,


maka kita tidak akan dapat maknanya. Salah-salah Al Quran justru mengutuki kita ketika kita
membaca ayat yang menceritakan tentang penghuni neraka sebagai ancaman tapi kita tidak
merasa ancman itu untuk kita, merasa diri aman. Padahal kita tidak pernah tahu bagaiamana
kesudahan hidup kita nanti.

Ilmu Al Quran ini sebenarnya khazanah ilmu. Ilmunya berlapis lapis. Dari ilmu tentang Al Quran
itu sendiri, kemudian ilmu tentang pembagian ayat-ayat dan sejarah diturunkannya, lalu tentang
perintah dan larangan Allah, ilmu-ilmu mengenai sejarah umat yang lalu, khabar masa depan,
sampai ke perkara yang ghaib seperti malaikat,jin,surga neraka,dan tentu saja tentang Allah itu
sendiri. Dari ilmu-ilmu seperti fisika, biologi, sejarah, geografi, politik, ekonomi sampai ke
formulasi-formulasi khusus untuk menyelesaikan permasalahan umat di suatu jaman.

Belum lagi ilmu-ilmu implisit seperti hukum-hukum yang hanya bisa tergali oleh seorang
mujtahid. Seorang mujtahid adalah seseorang yang memenuhi kriteria untuk dapat dengan sah
menarik hukum langsung dari Al Quran dan Hadits. Imam Suyuti menyaratkan 15 kriteria, di
antaranya adalah menguasai 80 cabang ilmu Al Quran seperi Nasikh-Mansukh (dalil penghapus-
dalil terhapus), 'Aam Khas(umum-khusus) dsb, 100 cabang ilmu Sunnah, Ushul Fiqh
(metodologi perumusan hukum), bahasa Arab, Nahu dan Sharaf (tata bahasa), Ma'ni (makna
huruf), serta Ijma dan Khilaf (kesepakatan dan perbedaan rumusan hukum yang telah ada).
Begitu sulitnya memenuhi kriteria ini sehingga sepanjang sejarah Islam hanya ada 11 mujtahid
mutlak yang kemudian diakui sebagai imam mahzab.

Begitu juga juga ilmu-ilmu implisit yang jika diekplisitkan menjadi seperti ilmu yang dimiliki
oleh seorang wali Allah bernama Asif Barkhaya di jaman Nabi Sulaiman. Dengan izin ALlah,
beliau mampu mengungguli kemampuan bangsa jin dalam memindahkan singgasana Ratu Balqis
dari Yaman ke tempat Nabi Sulaiman di Palestina yang jaraknya hampir 5000 km.

"Berkatalah seseorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab, "Aku akan membawa singgasana itu
sebelum matamu berkedip" [An Naml: 27]

Ternyata membaca makna Al Quran bukan perkara yang mudah. Tidak sembarang orang mampu
menggali mutiara-mutiara Al Quran yang berharga. Mutiara adalah sesuatu yang tersembunyi
yang tidak mudah diperoleh. Oleh karena itu, jika kita ingin mencari solusi paling tepat bagi
permasalahan umat di suatu jaman, setidaknya kita harus mencari ulama bertaraf mujaddid di
jaman itu yang benar-benar bisa dengan tepat moco Quran sak maknane.

2. Sholat wengi lakonono (sholat malam dirikanlah)

Sholat adalah suatu ibadah yang sangat berat. Berat untuk melaksanakannya, berat ketika
melaksanakannya, berat dalam memenuhi tuntutannya. Ketika kita sedang sibuk dengan dunia,
mudahkah kita meninggalkannya untuk mendirikan sholat di atas waktunya? Begitu juga dengan
sholat malam yang sunnat saja hukumnya. Tentu bukan perkara yang mudah untuk
menjalankannya,apalagi untuk bisa konsisten/ istiqamah.

Sholat juga berat dalam pelaksanaanya. Berakhlak dengan Allah ketika menghadap-Nya?
Sedangkan menghadap raja saja sesorang akan begitu bersungguh-sungguh, berakhlak, penuh
hormat, disertai rasa harap dan cemas. Menghadap Raja Segala raja, tentunya lebih-lebih lagi.
Ketika bertakbir, terasakah Tuhan adalah segala-galanya? Ketika tubuh kita ruku, apakah hati
kita ikut ruku? Ketika tubuh kita sujud, apakah hati kita ikut sujud? Merendahkan diri serendah-
rendahnya, menghina diri di hadapan-Nya, merasa diri lemah dan kerdil selayaknya seorang
hamba, membuang semua mazmumah (sifat jahat) dan kesombongan?

Karena itulah dari sholat yang dihayati dan tepat lahir batinnya akan muncul sebuah pribadi
agung. Pribadi yang subur dengan mahmudah (sifat terpuji), ikhlas, tawadhu', merendah diri,
berakhlak dan berkasih sayang sesama manusia. Itulah beratnya tuntutan sholat. Karena itulah
dikatakan sholat yang benar mampu mencegah manusia dari berbuat kejahatan.

Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya
mengingat Allah (sholat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain).
[Al Ankabut: 45]

Jika sholat kita belum mengubah perangai kita, belum mencegah kita dari melakukan kejahatan,
korupsi, penipuan, menyakiti sesama, tentu sholat-sholat kita belum menjadi tombo ati.

3. Wong kang sholeh kumpulono (berkumpullah dengan orang sholeh)

Siapakah yang dikatakan orang sholeh? Predikat sholeh ternyata tidak bisa dinilai dari lahiriyah
semata. Terlihat lebih taat bukan ukuran untuk menilai kesholehan seseorang. Untuk dapat
memahami predikat sholeh ini kita perlu mengetahui peringkat-peringkat iman dan peringkat-
peringkat nafsu.

Di dalam Islam dikenal ada lima peringkat iman,yaitu:

a.Iman Taqlid. yaitu sekedar mengakui keberadaan Tuhan tetapi tidak memiliki dasar ilmu atau
argumentasi. Mungkin ikut kata orang tua, mereka katakan ada Tuhan, ya Tuhan adalah kalau
begitu. Jika ditanyakan apa buktinya Tuhan itu ada, tidak bisa menjawab.

b. Iman Ilmu. Di peringkat ini iman seseorang baru dapat dikatakan sah. Iman yang dimiliki
sudah berdasrkan pada ilmu. Salah satu kaedah/ metode untuk mengesahkan iman adalah dengan
Kaedah Sifat 20. Sebuah formulasi untuk membantu kita mengenal Allah yang disusun oleh Abu
Hassan Al Asy'ari, mujaddid di abad ke-4 Hijriyah. Dengan demikian orang yang mengerti
tentang 20 sifat wajib bagi Allah (beserta 20 sifat mustahil dan 1 sifat mubah) dapat dikatakan
tahu tentang Allah.

c. Iman Ayan. Sekedar tahu tentang Allah saja belum mampu menjaga seseorang dari bebuat
dosa dan kejahatan karena ilmu itu masih berada di akal. Belum jatuh ke hati. Tahu Tuhan
berbeda dengan kenal Tuhan. Seseorang yang kenal Tuhan sudah hidupdalam hatinya rasa cinta
dan takut Tuhan. Senantiasa merasa dalam penglihatan, pendengaran dan pengetahuan-Nya.
Terasa peranan dan kerja-kerja Tuhan. Jiwanya hidup denga rasa ber-Tuhan dan rasa kehambaan.
Iman di akal telah dihayati oleh hati. Di peringkat inilah, seseorang akan terpelihara dari berbuat
dosa dan kesalahan.

Sesungguhnya orang beriman melihat dosa seperti ia berada di lereng gunung dan takut kalau-
kalau gunung itu menimpanya. [H.R Bukhari]

d. Iman Haq. Inilah peringkat iman para Auliya (wali Allah). Perkara dunia ini tidak lagi menipu
mereka dan tidak menghalangi 'penglihatan' mereka kepada Tuhan. Mereka selalu merasakan
peranan dan kerja Tuhan dalam setiap perkara. Dunia ibarat najis bagi mereka, walaupun dunia
berada tangan mereka. Bahkan mereka menghidari perkara yang mubah karena hanya akan
memperlama perhitungan/ hisab di akhirat. Para sahabat Rasulullah umumnya berada di
peringkat ini.

e. Iman Hakikat. Peringkat iman tertinggi, peringat para Nabi, Rasul dan wali-wali besar
termasuk diantaranya Khulafaur Rasyidin. Mereka senantiasa tenggelam dalam kerinduan dan
cinta kepada Allah setiap saat. Mereka inilah golongan super-scale di akhirat, yang dijanjikan
Syurga tanpa hisab.

Sedangkan tujuh peringkat nafsu:

a. Nafsu Ammarah. Keadaan nafsu seseorang yang senantiasa mengajak berbuat kejahatan.
Bahkan bangga dengan kejahatan itu. Misalkan setelah memukul orang, diceritakannya pula
dengan bangga kepada orang lain. Jika berhasil menipu orang, terasa hebat dan bangga dengan
perbuatan itu. Jika mendapat perlakuan jahat, maka hal itu akan menjadi pembenaran untuk
menyakiti orang lain atau diri sendiri.

"Sesungguhnya nafsu itu sangat mengajak kepada kejahatan" [Yusuf: 25]

b. Nafsu Lawammah. Nafsu yang ketika berbuat dosa atau kejahatan maka akan terasa berdosa
dan sedih. Meskipun begitu masih akan dilakukannya lagi perbuatan itu karena lemah
bermujahadah (berjuang) melawan nafsu.
c. Nafsu Mulhamah. Di peringkat ini nafsu seseorang sudah tunduk kepada apa yang
dikehendaki Tuhan. Hanya saja jika keadaan lingkungan berubah, masih bisa terpengaruh. Jika
terbuat dosa, akan hilang kebahagiaan. Ia akan sangat menyesal dan segera bertaubat.

d. Nafsu Mutmainnah. Nafsu mutmainnah adalah nafsu yang tenang. Tidak lagi terpengaruh oleh
kesenangan atau kesedihan, pujian maupun hinaan. Inilah nafsu wali-wali kecil.

"Hai jiwa yang tenang (mutmainah). Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhoi-Nya" [Al Fajr 27-28]

e. Nafsu Radhiah. Nafsu yang telah ridho dengan segala ketentuan Tuhan.

f. Nafsu Mardhiah. Nafsu yang Tuhan pun redho dengannya. Jika ia menghendaki sesuatu maka
Allah akan mewujudkannya.

g. Nafsu Kamillah. Peringkat nafsu para Rasul dan Nabi. Nafsu mereka senantiasa terpimpin
oleh wahyu.

Dengan mengacu pada peringkat-peringkat iman dan nafsu di atas, sebenarnya yang dimaksud
dengan predikat sholeh adalah mereka yang setidaknya memiliki peringkat iman Ayan dan nafsu
Mulhammah. Lebih tinggi dari peringkat itu tentu lebih dari sekedar sholeh, mereka adalah
orang-orang bertaqwa yaitu para Muqarabin (orang dekat/karib dengan Allah) dan para
Shadiqqin (orang yang sangat membenarkan). Lalu pertanyaan selanjutnya, saat ini di manakah
kita bisa jumpai orang-orang seperti ini?

4. Weteng iro ingkang luwe (perut yang berlapar-lapar/perbanyaklah berpuasa)

Berpuasa tentu bukan sekedar berlapar-lapar. Puasa yang berkesan kepada akhlak, tentu tidak
hanya lahiriahnya saja yang berpuasa. Tetapi juga penglihatan, pendengaran, perilakunya ikut
terkawal. Disertai ruh ibadah berupa rasa ber-Tuhan dan rasa kehambaan yang tajam. Ibadah
tanpa ruh akan menjadi ibadah 'bangkai'. Bangkai, kita pun tidak mau menyentuhnya. Ibadah
'bangkai', akankah Tuhan menerimanya? Karena itulah Rasulullah mengingatkan bahwa betapa
banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan
dahaga.

5. Dzikir wengi ingkang suwe (dzikir malam perpanjanglah)


Dzikir sulit istiqamah kalau tidak dalam disiplin tertentu. Dzikir yang didisiplinkan ini disebut
wirid. Wirid ini bermanfaat dalam tumbuhnya kekuatan ruhani. Oleh karena itu, dalam sebuah
perjuangan biasanya ada wirid-wirid yang diamalkan. Rangkaian wirid sebaiknya terhubung
Rasulullah. Artinya, wirid tersebut disusun oleh Rasulullah dan diberakan kepada seseorang
untuk kemudian diberikan kepada orang lain lagi dengan silsilah yang jelas. Wirid yang
terhubung dengan Rasulullah inilah yang menjadi asas sebuah tarekat. Ahli tarekat pula yang
lazim mengamalkan dzikir wingi ingkang suwe.

Tapi di tengah zaman yang super sibuk ini tidak sempat lagi jika kita berwirid seperti misalnya
wirid jaman Iman Ghazali. Tuntutan jaman ini sudah berbeda dengan jaman-jaman sebelumnya.
Kita dituntut berjuang di tengah-tengah masyarakat global untuk memperbaiki semua aspek
dalam masyarakat. Oleh karena itu, sebagaimana lazimnya muncul sebuah wirid dan tarekat di
suatu jaman sebagai motor ruhani bagi perjuangan di jaman tersebut, maka sudah seharusnya ada
satu rangkaian wirid yang sesuai dengan tuntutan dunia hi-tech yang super sibuk ini. Sebagai
sebuah dzikir yang akan mengobati hati dan menjadi kekuatan ruhani bagi perjuangan Islam di
akhir jaman.

Jika kita pahami, ternyata mengobati penyakit hati masyarakat akhir zaman adalah sesuatu hal
yang sangat sulit karena setiap permasalahan berkaitan satu sama lain. Sebagai contoh, baik
buruknya akhlak seseorang ditentukan oleh hatinya. Hati adalah raja dalam diri. Sedangkan hati
ini ditempa oleh makanan. Makanan yang haram akan mengotori hati. Hati yang kotor sulit
menerima kebenaran. Artinya, jika kita ingin memperbaiki akhlak kita tentulah kita harus
menjaga apa yang kita makan. Begitu juga jika kita ingin memperbaiki masyarakat. Di jaman ini
adakah jaminan bahwa makanan yang kita makan kita bebas dari unsur-unsur yang haram? Baik
secara zatnya maupun secara maknawi. Misalnya, adakah yang bisa memastikan bahwa uang
yang kita pergunakan untuk memperolehnya bebas dari unsur riba? Tentu sulit untuk
memastikannya.

Bahkan tanpa kita sadari uang kertas yang kita miliki pun adalah sebuah simbol riba yang
sitematis. Karena nilai nominalnya yang berbeda dengan nilai intrinsik (nilai bahan) maka daya
tukarnya sangat bergantung kepada pihak yang menerbitkannya. Dalam hal ini adalah
pemerintah. Jika terjadi inflasi maupun deflasi maka terjadi perubahan daya tukar uang terhadap
barang. Ada selisih antara usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu nilai nominal uang
sebelum inflasi/deflasi dengan hasil tukar uang tersebut setelahnya. Riba? Wajarlah jika
masyarakat kita sulit keluar dari kerusakan akhak dan moral.
Oleh karena itu, untuk bisa mengobati hati masyarakat perlu adanya sebuah solusi yang
menyeluruh di semua bidang kehidupan. Dari sistem ekonomi, pendidikan, kebudayaan, politik,
dst. Yang mampu menghadirkan satu sistem yang benar di antara sistem yang telah rusak dan
menjadi sumber permasalahan. Mungkin hanya orang-orang khusus yang dipilih Allah saja yang
mampu menghadirkan formulasi yang tepat untuk penyelesaikan seluruh permasalahan di jaman
ini. Jika tidak maka maka "Tombo Ati" memang hanya tinggal syair legendaris berusia setengah
millenium.

Anda mungkin juga menyukai