Anda di halaman 1dari 3

Kisah Sifat Pemaaf Nabi Muhammad

Sifat keras, kasar, dan kejam sangat dibenci oleh Nabi Muhammad. Beliau menganjurkan kita untuk mengajak
pada kebaikan dan mencegah kemungkaran dengan jalan yang baik dan lemah lembut. Sebab, dengan
berbuat baik kepada orang lain, kecil kemungkinannya orang berkeinginan untuk berbuat jahat kepada kita.
Kalau bisa, walaupun kita disakiti, jangan dibalas, bahkan balaslah dengan kebaikan. Inilah sifat hilm yang
dianjurkan Nabi Muhammad.
Nabi Muhammad tidak pernah membalas dendam pribadi, tidak pernah memukul kecuali dalam perang. (H.R.
Ahmad) Diriwayatkan dari Anas, Aku berjalan bersama Rasulullah, beliau memakai kain sorban tebal buatan
Najran yang beliau lilitkan di lehernya. Tiba-tiba ada orang desa menarik sorban tersebut dengan keras dan
kasar, sehingga aku melihat bekasnya di bahu beliau. Lalu orang itu berkata, Wahai Muhammad! Berilah
padaku harta Allah yang ada padamu! Rasulullah menoleh dan tertawa, kemudian menyuruh untuk memberi
uang pada orang tersebut. (Muttafaq alaih)
Sewaktu beliau pulang dari perang Hunain, orang-orang Badui desa mengikutinya dan meminta sesuatu dari
Nabi Muhammad, sampai-sampai beliau berkata, Demi Allah. Seandainya aku punya ternak sebanyak kayukayu kecil ini, aku bagikan semuanya kepada kalian, sehingga kalian tidak menemukan aku pelit, penakut,
dan pembohong. (H.R. al-Baghawi)
Nabi Muhammad tidak cepat marah dan memaklumi orang yang berbuat salah karena tidak tahu atau lupa.
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa suatu hari orang Badui desa datang ke masjid dan pipis di dalamnya.
Orang-orang yang melihatnya marah dan berhambur mau memukulnya, tetapi dicegah oleh Rasulullah yang
bersabda, Biarkan dia, dan siramlah air bekas pipisnya. Kita diutus bukan untuk memberatkan tapi untuk
mempermudah. Inilah contoh dari sifat rifq.
Kesabaran Nabi Muhammad dalam berjihad dan berdakwah sudah teruji dengan baik. Kita patut mencontoh
beliau untuk sabar tidak dalam kepentingan pribadi. Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah shalallahu alaihi
wassalam bersabda, Dia berkata, Apakah ada saat bagimu yang lebih keras dari Perang Uhud? Aku
menjawab, Ada. Yaitu permusuhan kaummu (Quraisy) di Aqabah. Ketika kutawarkan diriku pada Ibnu Abdi
Jalail bin Abdi Kilal, ia tidak menerima diriku. Lalu aku pergi dalam keadaan sedih, lalu aku melihat di atas
awan, Jibril memanggilku, Sesungguhnya Allah mendengar apa yang dikatakan kaummu kepadamu. Dan apa
yang telah mereka lakukan terhadapmu. Aku diutus kepadamu untuk memerintahkan malaikat penjaga
gunung untuk patuh pada perintahmu. Lalu malaikat penjaga gunung itu mengucap salam kepadaku dan
berkata, Wahai Muhammad. Allah telah mendengar apa yang dikatakan oleh kaummu kepadamu. Aku

ditugaskan oleh Allah untuk memenuhi perintahmu. Kalau engkau suka, dua gunung ini akan kubalikkan dan
kukubur mereka. Namun, Rasulullah menjawab, Jangan. Aku hanya berharap semoga di antara anak cucu
mereka ada yang mau menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya. (Muttafaq alaih)
Masya Allah! Betapa kasih sayang beliau begitu besar. Kadang-kadang para penyeru dakwah tergesa-gesa
dan tidak sabar dengan dakwah mereka. Karenanya, banyak dakwah yang gagal karena kurangnya
keteguhan hati dan kesabaran akan perintah Allah. Ingatlah, 13 tahun Nabi Muhammad menanggung beban
berat di Mekkah sampai akhirnya pindah ke Madinah.
Diriwayatkan dari Ibnu Masud, Aku melihat Rasulullah seakan-akan seperti seorang nabi yang dipukul oleh
kaumnya sampai berdarah, kemudian membersihkan darah dari wajahnya sambil berkata, Ya Allah,
ampunilah kaumku karena mereka tidak tahu.
Suatu hari seorang Yahudi datang kepada Nabi Muhammad, sedangkan beliau berada di tengah-tengah para
Sahabat. Yahudi itu bernama Zaid bin Sunah. Dia datang menagih hutang, lalu mencengkram kerah
Rasulullah dan selendangnya. Dia menatapnya dengan tajam dan kasar, Wahai Muhammad, apakah kamu
tidak mau membayar hakku? Umar marah dan matanya seperti bola api. Umar pun berkata dengan sengit,
Wahai musuh Allah, kamu berkata begitu kepada Rasulullah dan memperlakukannya seperti yang kulihat ini.
Demi Dia yang mengutus beliau dengan kebenaran, seandainya Rasulullah tidak melarangku, niscaya
kupenggal kepalamu dengan pedang ini.
Nabi Muhammad kemudian memandang Umar dengan tenang dan berkata, Wahai Umar, aku dan dia perlu
yang lebih dari ini, yaitu kau menyuruhku menepati pembayaran dan kau menyuruhnya menagih dengan baik.
Pergilah wahai Umar dan cukupilah (bayarlah) haknya dan tambahkanlah kepadanya 20 sha kurma.
Ketika tahu bahwa Umar melebihinya 20 sha, orang Yahudi itu berkata, Untuk apa tambahan ini wahai
Umar? Umar menjawab, Aku diperintahkan oleh Rasulullah untuk menambahkannya kepadamu karena
kecongkakanmu. Lalu orang Yahudi itu berkata, Apakah kamu mengenalku? Tidak. Siapa kamu?, tanya
Umar. Aku Zaid bin Sunah. Umar tercengang, Pendeta Yahudi?! Apa yang membuatmu berbuat seperti
ini? Zaid menjawab, Wahai Umar, aku memang sengaja berbuat begini untuk mengetahui kenabiannya. Aku
melihat dua hal, lalu aku tahu bahwa dia benar-benar seorang nabi. Pertama, beliau mengedepankan
sifat hilm-nya dari yang lain. Kedua, semakin aku kasar, beliau semakin sabar dan meladeni. Dan sekarang
wahai Umar, saksikanlah bahwa aku rela Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad
adalah nabi! Dan aku akan memberi separuh hartaku untuk kepentingan umat Islam. Umar berkata, Kepada

sebagian umat, karena kalau untuk seluruh umat Islam tidak mencukupi. Lalu Zaid menemui Rasulullah dan
mengucapkan dua kalimat syahadat. (H.R. Bukhari)
Inilah sifat-sifat beliau yang penuh dengan kesabaran, kerendahan hati, mengalah, dan bersahabat. Dalam
sebuah hadits, Aisyah meriwayatkan, Aku berumrah bersama Rasulullah dari Madinah ke Mekkah. Ketika
sampai di Mekkah, aku berkata, Dengan bapak ibuku sebagai tebusan wahai Rasulullah, aku
menggabungkan shalatku dan menyempurnakannya, aku berbuka dan aku puasa. Rasulullah hanya
mengomentari, Bagus, kalau begitu. Dan tidak melarang atau menegurku. (H.R. Nasai)

Memaafkan Adalah amalan yang sangat mulia ketika seseorang mampu bersabar terhadap gangguan yang
ditimpakan orang kepadanya serta memaafkan kesalahan orang padahal ia mampu untuk membalasnya.
Gangguan itu bermacam-macam bentuknya. Adakalanya berupa cercaan, pukulan, perampasan hak, dan
semisalnya. Memang sebuah kewajaran bila seseorang menuntut haknya dan membalas orang yang
menyakitinya. Dan dibolehkan seseorang membalas kejelekan orang lain dengan yang semisalnya. Namun
alangkah mulia dan baik akibatnya bila dia memaafkannya. Allah l berfirman:
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Barangsiapa memaafkan dan berbuat baik
maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. (AsySyura: 40)
Ayat ini menyebutkan bahwa tingkat pembalasan ada tiga:
Pertama: Adil, yaitu membalas kejelekan dengan kejelekan serupa, tanpa menambahi atau mengurangi.
Misalnya jiwa dibalas dengan jiwa, anggota tubuh dengan anggota tubuh yang sepadan, dan harta diganti
dengan yang sebanding.1
Kedua: Kemuliaan, yaitu memaafkan orang yang berbuat jelek kepadanya bila dirasa ada perbaikan bagi
orang yang berbuat jelek. Ditekankan dalam pemaafan, adanya perbaikan dan membuahkan maslahat yang
besar. Bila seorang tidak pantas untuk dimaafkan dan maslahat yang sesuai syariat menuntut untuk dihukum,
maka dalam kondisi seperti ini tidak dianjurkan untuk dimaafkan.
Ketiga: Zalim yaitu berbuat jahat kepada orang dan membalas orang yang berbuat jahat dengan pembalasan
yang melebihi kejahatannya. (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman hal. 760, cet. Ar-Risalah)

Anda mungkin juga menyukai