Anda di halaman 1dari 17

RESPONSI

HERPES ZOSTER

Oleh:
Adhe Marlin Sanyoto
G99161009

Pembimbing:
dr. Triasari Oktavriana, M.Sc., Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA

1
2017

STATUS RESPONSI
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing : dr. Triasari Oktavriana, M.Sc., Sp.KK

Nama Mahasiswa : Adhe Marlin Sanyoto


NIM : G99161009

HERPES ZOSTER

I. PENDAHULUAN
Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
Varisela Zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini terjadi akibat
reaktivasi yang terjadi setelah infeksi primer. Di kalangan umum sering kali
orang menyebutnya dengan dampa atau cacar ular. 1

Tingkat kejadian dan penyebarannya sama seperti varicela. Penyakit


ini seperti yang diterangkan diatas bahwa merupakan reaktivasi virus yang
terjadi setelah penderita menderita varicela. Tidak jarang penyakit varicela
sebelumnya berlangsung subklinis sehingga tidak nampak tanda dan gejala
sebelumnya. Tetapi ada pendapat yang menyatakan kemungkinan transmisi
virus secara aerogen dari pasien yang sedang menderita varisela atau herpes
zoster. 1
Infeksi herpes zoster ini cukup sering terjadi di daerah tropis dan
tingkat kejadiannya pun meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini diakibatkan
oleh adanya reaktivasi dari seseorang yang terkena varisela sebelumnya yang
kemudian daya tahan tubuhnya menurun sehingga virus kembali aktif.

2
II. BATASAN
Herpes Zoster (HZ) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
Varisela Zoster yang sifatnya localized, terutama menyerang orang dewasa. 14
Ciri khas berupa nyeri unilateral, vesikel atau bula yang terbatas pada
dermatom sesuai yang dipersarafi oleh ganglion sensorik.6
Nyeri pada HZ diperkirakan terjadi akibat kerusakan saraf akibat
penyebaran virus ke kulit melalui saraf perifer. Terjadi reaksi peradangan
yang menyebabkan pembentukan jaringan parut disaraf perifer dan ganglion
radiks dorsalis.15 HZ adalah reaktivasi dari virus varisela zoster yang
menyebar dari satu ganglion saraf yang terkena. 3
III. EPIDEMIOLOGI
A. Insiden dan Prevalensi Penyakit
Herpes Zoster mempengaruhi sekitar 1 juta orang di Amerika
Serikat per tahun .dengan kebanyakan pasien adalah di atas usia 60 atau
immunocompromised. Kejadian tahunan zoster adalah sekitar 5-6,5 per
1000 individu pada usia 60 , meningkat menjadi 8-11 per 1000 pada usia
70. 4
Tidak seperti varicella , yang terjadi terutama di musim semi , tidak
ada predileksi musiman untuk zoster . Perkembangan zoster dapat dilihat
pada individu imunodefisiensi , mulai dari penurunan alami kekebalan
tubuh sel spesifik dipengaruhi oleh usia , defisit kekebalan tubuh yang
lebih serius terlihat pada pasien kanker dan penerima transplantasi, dan
akhirnya pada pasien dengan AIDS . Tidak mengherankan , jika di zoster
muda , orang yang sehat mungkin merupakan manifestasi pertama infeksi
HIV . 4
Di Amerika Serikat hampir 100% positif untuk antibodi VZV
sehingga berisiko untuk reaktivasi VZV laten. HZ berulang lebih sering
terjadi pada individu imunocompromise dan imunisasi untuk VZV di
masa kecil akan mengubah epidemiologi HZ. 5

B. Usia

3
Diperkirakan seumur hidup risiko HZ pada populasi umum adalah
sekitar 30% , dengan risiko meningkatnya tajam setelah usia 50 tahun. 2.
Selama 50 tahun terakhir ini, resiko terjadinya herpes zoster pada pasien
usia >60 tahun lebih berisiko 20% dibanding populasi total lainnya.2
Risiko lebih dari 66% pada usia > 50 tahun dan tingkat kejadian
pada anak < 15 tahun hanya 5 %. 5
C. Faktor Risiko
Sebagian besar faktor yang menyebabkan terjadinya HZ
adalah faktor usia dimana kekebalan tubuh berkurang yang terjadi pada
sebagian besar kasus usia > 55 tahun. Dalam banyak kasus faktor pencetus
tidak terlalu diketahui. Imunocompromised seperti pada kasus : keganasan,
imunosupresi , terutama dari gangguan limfoproliferatif dan kemoterapi,
radioterapi serta HIV / AIDS : kejadian meningkat delapan kali lipat .5

IV. ETIOLOGI
Virus V-Z, kelompok virus herpes termasuk virus sedang
berukuran 140-200 m dan berinti DNA. 12

V. PATOGENESIS
Transmisi dari penyebaran virus ini melalui airborne droplet/ kontak
langsung dengan lesi infeksi dengan kemungkinan masuk melalui saluran
pernafasan.10
Virus varisela zoster yang masuk akan berdiam di ganglion posterior
susunan saraf tepi dan ganglion kranialis. Kelainan kulit yang timbul
memberikan lokasi setingkat dengan daerah persarafan ganglion tersebut.
Kadang-kadang virus ini juga menyerang ganglion anterior, bagian
motorik kranialis sehingga memberi gejala gangguan motorik. 1.
Virus varisela zoster yang masuk lewat lesi pada kulit ataupun mukosa
melalui serabut saraf sensorik secara sentripetal menuju ganglion sensoris.
Di dalam ganglion sensoris, virus akan dorman menyebabkan infeksi laten
seumur hidup. Reaktivasi dari virus varisela zoster terjadi pada ganglia
dimana virus varisela zoster mencapai jumlah yang tertinggi dan dapat
dipicu oleh imunosupresi, trauma, tumor ataupun radiasi. Virus yang

4
tereaktivasi tidak dapat ditampung, kemudian virus bereplikasi dan
menyebar menyusuri serabut saraf sensorik pada kulit/ mukosa sehingga
membentuk vesikel ataupun bula. Tahapan patogenesis ini terdiri dari
tahap prodromal, infeksi aktif serta kronis (Post herpetic neuralgia). 5

VI. MANIFESTASI KLINIK


Manifestasi klinik dari herpes zoster ini tergantung pada fase-fasenya.
1. Fase prodromal : mirip gejala flu pada umumnya. Namun lebih
didominasi rasa nyeri ataupun rasa terbakar yang terasa dalam jangka
waktu 2-3 minggu (86% kasus). Nyeri yang dirasakan seperti terbakar,
tertusuk, tajam, disertai dengan rasa terbakar pada area dermatom dari
erupsi disertai hipersensitivitas rangsangan sensoris.
2. Fase infeksi akut : muncul lesi berupa vesikel atau bula disertai
gatal namun nyeri sedikit berkurang. Fase ini sekitar 3-5 hari. Setelah
terbentuk vesikel, akan terbentuk krusta dalam jangka waktu sekitar 2-3
minggu.

5
3. Fase kronis : rasa nyeri yang muncul setelah 4 minggu, berbulan-
bulan, bahkan bertahun-tahun setelah lesi di kulit pecah atau mengering
ataupun setelah penyembuhan lesi atau sering disebut dengan Post
Herpetic Neuralgia (PHN) 5
Nyeri pada HZ merupakan suatu bentuk dari nyeri neuropati yang
dihasilkan dari kerusakan pada sistem saraf.8

VII. DIAGNOSA
A. Riwayat Penyakit
Pada pasien herpes zoster, karena merupakan reaktivasi dari virus
varisela zoster, maka perlu digali riwayat dari varisela sebelumnya. Namun
perlu diingat bahwa tidak selalu paparan dari virus varisela zoster akan
menyebabkan gejala klinis. Beberapa individu justru tidak menunjukkan
gejala klinis maupun telah terpapar oleh virus varisela zoster. Tahapan
inilah yang disebut dengan varisela subklinik.1
Dari anamnesis juga akan didapatkan riwayat kontak dengan
penderita varisella yang masih tampak vesikel bergerombol. Penularan
sangat tinggi terjadi selama fase adanya ruam vesikel yang merupakan
transmisi terbanyak dari virus Varizella-Zoster yang didapat dari lesi kulit
penderita.11

B. Pemeriksaan Fisik

6
Dari pemeriksaan fisik akan didapatkan pada 24 jam pertama akan
muncul papul, kemudian akan terbentuk vesikel dan bula pada 48 jam
berikutnya. Setelah itu akan muncul pustul dalam 96 jam kemudian, dan
diakhiri dengan krusta 7-10 hari berikutnya.
Lesi baru akan hilang dalam waktu sampai 1 minggu . Vesikel dan
bula yang muncul berdasar eritem dan edematous, dan kadang disertai
perdarahan. 5
Vesikel yang mengalami erosi kemudian akan membentuk krusta.
Jaringan nekrotik kadang terbentuk, dan setelah penyembuhan akan
muncul skar.
Lesi terdistribusi unilateral dan sesuai dermatom, 2 atau lebih
dermatom yang berdekatan mungkin dapat terlibat. Jarang pada dermatom
yang tidak berhubungan ataupun menyebar secara hematogen ke kulit
lainnya. (10% kasus) 5
Predileksi herpes zoster terutama pada dermatom torakal (>50%),
trigeminal (10-20%), lumbosakral dan cervikal (10-20%) 5
Membran mukosa yang dapat terserang yakni pada mulut, vagina,
maupun kandung kemih tergantung pada dermatom yang terkena.

7
Pemeriksaan fisik lainnya yang diperlukan yakni kadang disertai
pula dengan pembesaran limfonodi regional. Pemeriksaan neurologi baik
sensorik maupun motorik yakni dengan pemeriksaan suhu, rangsang nyeri,
nervus fasialis, serta gerak bola mata. 5
Pada herpes zoster oftalmika, dapat terlibat nervus oftalmikus atau
cabangdari nervus trigemus 1 yang terjadi pada 1/3 kasus. 5

8
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG (HISTOPATOLOGI)
Tampak vesikula bersifat unilokular, biasanya pada stratum
granulosum, kadang-kadang subepidermal. Yang penting adalah temuan
sel balon yaitu sel stratum spinosum yang mengalami degenerasi dan
membesar, juga badan inklusi (lipschutz) yang tersebar dalam inti sel
epidermis, dalam jaringan ikat dan endotel pembuluh darah. Dermis:
dilatasi pembuluh darah dan sebukan limfosit.12
IX. KOMPLIKASI
Neuralgia pasca herpetik dapat timbul di atas usia 40 tahun,
presentasenya 10-15%. Makin tua makin tinggi presentasenya. Pada
penderita tanpa disertai defisiensi imunitas, biasanya tanpa komplikasi.
Sebaliknya pada pasien dengan imunodefisiensi, infeksi HIV, keganasan
atau pasien lanjut usia dapat disertai dengan komplikasi yakni vesikel
sering menjadi ulkus dengan jaringan nekrotik. 1
Pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi berbagai komplikasi
yakni diantaranya keratitis, konjungtivitis, uveitis, retinitis dan glaukoma.9
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat
penjalaran virus secara perkontinuatum dari ganglion saraf sensorik ke
sistem saraf motorik yang berdekatan. Biasanya muncul dalam 2 minggu
sejak munculnnya lesi. Paralisis dapat terjadi di muka, ekstremitas,
maupun vesika urinaria. Infeksi yang lebih parah lagi dapat menjalar ke
paru, hepar maupun otak. 1

X. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada herpes zoster dapat dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu
Tzanck tes atau Tzanck smear untuk melihat adanya struktur
multinucleated giant cell. Kemudian untuk lebih lagi dapat dilakukan
pemeriksaan serologi VZV maupun kultur virus.

XI. DIAGNOSA BANDING


Pada fase prodromal sering terjadi kekeliruan diagnosis dengan
penyakit reumatik maupun dengan angina pektoris jika herpes zoster setinggi
jantung.

9
Diagnosis banding lainnya dapat berupa herpes simplek, dan juga
impetigo bullosa.13

XII. PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan
Imunisasi : imunisasi vaksin VZV dapat meningkatkan imunitas humoral
dan seluler sehingga mengurangi insidensi kejadian varisela di dalam populasi
masyarakat
2. Tujuan penatalaksanaan : untuk mengurangi gejala konstitusional,
meminimalisir nyeri, mengurangi penyebaran virus, mencegah infeksi bakteri,
mempercepat terbentuknya krusta dan penyembuhan, mencegah terjadinya
komplikasi salah satunya PHN.
3. Antivirus : untuk pasien dengan resiko tinggi reaktivasi VZV, antivirus
oral dapat mengurangi insidensi dari HZ. Dalam fase prodromal, pengobatan
antivirus sudah dapat dimulai jika diagnosis sudah mendekati, analgetik. Pada
saat vesikel aktif, antiviral terapi dimulai <72 jam dapat mempercepat
penyembuhan, mengurangi durasi nyeri akut, mengurangi tingkat kejadian
PHN jika diberikan dengan dosis adekuat.
a. Asiklovir : 800 mg PO 5 kali sehari untuk 7-10 hari. Konsentrasi
penghambat virus asiklovir tiga sampai lima kali lebih tinggi pada VZV
daripada pada HSV. Pada herpes zoster oftalmica dan herpes zoster pada
immunocompromised, aciklovir sebaiknya diberikan secara intravena.
Aciklovir dapat mengurangi nyeri akut jika diberikan <48 jam dari munculnya
kemerahan.
b. Valasiklovir : 1000mg PO 3 kali sehari, selama 7 hari
c. Famsiklovir : 500 mg PO 3 kali sehari selama 7 hari
4. Tatalaksana nyeri : Gabapentin 300 mg 3 kali sehari, Antidepresan trisiklik
: Doxepin 10-100mg PO sebelum tidur, topikal anestetik maupun dengan
analgesik.5
5. Topikal:

Stadium vesikular: bedak salisil 2 % atau bedak kocok kalamin untuk
mencegah vesikel pecah

Bila vesikel pecah dan basah dapat diberikan kompres terbuka dengan
larutan antiseptik dan krim antiseptik/ antibiotik

10

Jika agak basah atau berkrusta dapat diberikan antibiotik untuk
mencegah infeksi sekunder.13

XIII. PROGNOSIS
.Pada umumnya baik pada penderita dengan imunokompeten. Lesi
erupsi akan menghilang dalam jangka waktu 2-3 minggu. 5

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko R. 2011. Penyakit virus dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi 6. Jakarta: FKUI, hlm: 110-
112
2. Kawai K. Systematic review of incidence and complications of herpes zoster:
towards a global perspective. BMJ Open. 2014;4:e004833.
doi:10.1136/bmjopen-2014-004833
3. Dworkin, H.R. et al. 2007. Recommendations for the Management of Herpes
Zoster. Clinical Infectious Diseases. p; 44:S126
4. Mueller, H.N. et al. 2008. Varicella Zoster Virus Infection: Clinical Features,
Molecular Pathogenesis of Disease, and Latency. Neurol Clin. 2008 August ;
26(3): 675viii. doi:10.1016/j.ncl.2008.03.011
5. Wolf K, Johnson R. A. 2009. Viral infections of skin and mucosa in:
Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis Clinical of Dermatology. Ed. 6. New
York: McGraw-Hill; h.837-845.
6. Gerberding, J.L. Prevention of Herpes Zoster. www.cdc.gov/mmwr. June 6,
2008 / Vol. 57 / RR-5
7. Steain, M. Analysis of T Cell Responses during Active Varicella-Zoster Virus
Reactivation in Human Ganglia. Journal of Virology. p: 27042716. March
2014 Volume 88 Number 5
8. Wood M. Understanding Pain in Herpes Zoster: An Essential for Optimizing
Treatment. The Journal of Infectious Disease. 2002;186(Suppl 1):878-82
9. Wehrhahn MC, Dwyer DE. Herpes zoster: epidemiology, clinical features,
treatment and prevention. Aust Prescr 2012;35:143-7
10. Kumar SP. et al. Varicella zooster virus-its pathogenesis, latency & cell-
mediated immunity. Oral & Maxillofacial Pathology Journal. Vol. 4. No.2.
July- Dec. 2013
11. Gershon AA, Gershon MD. Pathogenesis and current approaches to control of
varicella-zoster virus infections. Clinical Microbiology Reviews. Vol. 26. No.
4. p. 728-743. October 2013
12. Siregar RS. 2004. Herpes zoster dalam: Atlas berwarna saripati penyakit
kulit. Ed. 2. Jakarta: EGC, p: 84-86

12
13. PERDOSKI. 2014. Herpes zoster dalam: Panduan layanan klinis dokter
spesialis dermatologi dan venereologi. Jakarta, p: 38-40
14. Barakbah J, dkk. Herpes zoster dalam: Atlas Penyakit Kulit & Kelamin.
Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga
University Press, p:14-19
15. Goodheart HP. 2013. Herpes zoster dalam: Diagnosis Fotografik &
Penatalaksanaan Penyakit Kulit. Ed. 3. Jakarta:EGC, p: 162-166

LAPORAN KASUS
HERPES ZOSTER

13
A. ANAMNESIS
1. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Madiun
Tanggal Periksa : 4 Oktober 2017
No. RM : 01313xxx

2. KELUHAN UTAMA
Timbul plenting-plenting pada perut kanan
3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang dengan keluhan timbul plenting-plenting sejak 1
minggu yang lalu. Awalnya, muncul plenting kecil berair di bagian perut
kanan disertai rasa nyeri dan panas. Lalu plenting muncul lagi di
sebelahnya dan menyebar di sekitarnya hingga di pinggang kanan. Pasien
kemudian memeriksakan diri ke puskesmas dan mendapat salep serta obat
minum, namun tidak kunjung sembuh. Pasien juga merasakan badannya
pegal-pegal sejak timbul plenting-plenting tersebut.
Pasien juga mengatakan di lingkungan sekitar rumahnya ada 4
orang yang mengalami keluhan serupa, namun rumah mereka saling
berjauhan.
4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat atopik : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat alergi makanan : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal

14
Riwayat Cacar air : (+)
Riwayat Keganasan : (+) riwayat Ca servix sejak tahun 2015
dan kemoterapi rutin 3 bulan di RSDM
5. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat atopik : disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
Riwayat DM : disangkal
6. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Pasien seorang ibu rumah tangga. Pasien tinggal bersama seorang anak,
menantu, dan 2 orang cucu. Pasien berobat dengan fasilitas BPJS
7. RIWAYAT GIZI DAN KEBIASAAN
Pasien makan tiga kali sehari dengan nasi, sayur, dan lauk pauk seperti
tahu dan tempe. Pasien sehari-hari hanya di rumah saja dan sedikit
melakukan pekerjaan rumah tangga. Pasien mandi dua kali sehari dan rutin
ganti baju serta handuk. Lingkungan rumah pasien adalah di pemukiman
yang cukup padat.

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : baik, kompos mentis, gizi kesan cukup
Vital Sign :T : 110/70 mmHg Rr : 20 x/menit
N : 82 x/menit T : 36.3o C
Pain score: 5
Kepala : dalam batas normal
Wajah : dalam batas normal
Leher : dalam batas normal
Mata : dalam batas normal
Telinga : dalam batas normal
Axilla : dalam batas normal
Truncus anterior : lihat status dermatologis

15
Abdomen : dalam batas normal
Truncus posterior : lihat status dermatologis
Inguinal : dalam batas normal
Ekstremitas Atas : dalam batas normal
Ekstremitas Bawah : dalam batas normal

2. STATUS DERMATOLOGIS
Regio truncus anterior et posterior dextra
Vesikel bergerombol dengan dasar eritem mengikuti dermatom thorakal
11-12 disertai beberapa lesi yang erosi.

C. DIAGNOSIS BANDING
Herpes Zoster
Varisela
Dermatitis Venenata
Herpes simpleks

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Tzanck Test: (+) ditemukan multinucleated giant cell

16
E. DIAGNOSIS
Herpes zoster setinggi dermatom torakal 11-12

F. TERAPI
1. NON MEDIKAMENTOSA
a. Minum obat rutin
b. Menjaga daya tahan tubuh
c. Tidak menggaruk atau muncul plenting yang ada
d. Menjaga kebersihan diri dengan mandi dua kali sehari dan rutin
2. MEDIKAMENTOSA
a. Acyclovir 5x800 mg selama 7 hari
b. Bedak salicyl 2% oles setelah mandi
c. Mupirocin oint oles pada lesi yang erosi
d. Gabapentin 1x300 mg selama 4 minggu
G. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam
Ad fungsionam : bonam

17

Anda mungkin juga menyukai