Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang Hukum Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan
bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat.

Hukum perdagangan internasional merupakan bagian dari hukum bisnis atau hukum ekonomi.
Istilah hukum ekonomi pertama kali dikenal di Eropa Barat terutama di Inggris dan Prancis
sekitar abad ke-18. Sebelum terjadinya revolusi industry di inggris, peraturan-peraturan yang
menjadi landasan dari kebijakan ekonomi adalah hukum feudal yang lahir dari pemerintahan
yang bersifat absolut.

Untuk meningkatkan kegiatan perdagangan pemerintah pusat (raja) mempunyai kekuasaan yang
bersifat absolut yang menghendaki agar Negara kebangsaan atau nasional state menjadi kuat,
baik dalam bidang politik,ekonomi, maupun militer. Dalam hubungan dagang baik antar Negara
eropa maupun dengan Negara-negara lain di luar eropa senantiasa diberlakukan politik dagang
yang bersifat protektif yang membatasi masuknya produk-produk impor guna melindungi produk
dalam negeri mereka.

Sebagai akibat dari kebijakan yang bersifat restriktif dan protektif tersebut menimbulkan
hambatan dalam lalu lintas barang,jasa, maupun modal antar Negara di eropa. Mereka berusaha
menguasai Negara-negara di asia dan afrika dengan cara menerapkan paham merkantilisme
(merchantilism).1

1
Paham merkantilisme (mercantilism) dikemukan oleh kaum merkantilistis yang menyatakan bahwa dalam
melakukan perdagangan internasional,suatu Negara harus lebih banyak melakukan ekspor daripada mengimpor
barang surplus perdagangan yang dialami oleh suatu Negara akan meningkatkan cadangan emas yang dimiliki
Negara tersebut. Pada masa itu alat tukar yang digunakan adalah emas dan perak. Agar surplus perdagangan terjadi,
maka Negara harus membatasi impor dan mendorong ekspor. Untuk memberlakukan impor Negara,memberlakukan
berbagai hambatan perdagangan yang dikenakan pada barang dari luar negeri. (Lihat Hadi Prayitno dan Budi
Santoso, Ekonomi Pembangunan,Cet.Pertama,Jakarta : Ghalia Indonesia.1996,hlm.260).
Adanya revolusi industri di inggris yang didukung oleh norma-norma hukum yang baru bersifat
Kebebasan pribadi dan kemerdekaan berkontrak merupakan asas liberal akan menggeser
kedudukan hukum feudal yang absolut. Norma hukum baru tersebut mendasari semua kegiatan
yang mengarah pada peningkatan industrialisasi dan perdagangan akan semakin terbuka. Oleh
karena itu setiap penggunaan modal dan tenaga dengan maksud untuk memperoleh keuntungan
yang sebesar-besarnya dianggap sebagai perbuatan terpuji demi kemajuan industry dan
perdagangan. Kebebasan pribadi dan kemerdekaan berkontrak merupakan asas yang secara
mutlak di junjung tinggi eropa.2

Dengan semakin kuatnya upaya pembebasan dari kaidah hukum feodal yang dianut di eropa,
maka dengan sendirinya akan menentang segala campur tangan pemerintah yang terlalu kuat
dibidang ekonomi. Dengan demikian pemerintah atau Negara hanya boleh berperan sebagai
polisi yang pasif. Hal ini sesuai dengan paham bahwa peranan hukum yang berasaskan liberalism
khususnya kebebasan berkontrak antara buru dan majikan harus dijunjung tinggi. Adanya norma
hukum yang memberikan kebebasan kepada para pelaku ekonomi dalam melaksanakan kontrak
termasuk mengejar keuntungan sebesar-besarnya telah berlangsung selama puluhan tahun
semenjak 1760. Sebagai akibat dari program industrialisasi dan kegiatan perdagangan yang
semakin terbuka, inggris mengalami masa kejayaan dibidang ekonomi. Namun demikian
landasan hukum yang memberikan kebebasan kepada pengusaha untuk mengejar keuntungan
ekonomi, bukan saja mempekerjakan para petani tetapi juga para wanita dan anak-anak yang
akhirnya menimbulkan kesenjangan sosial antara orang kaya dan kaum miskin3

Untuk mengurangi kesenjangan sosial dan ketidakadilan dalam sistem industrialisasi di inggris
yang telah berlangsung selama bertahun-tahun,seorang ekonom yang bernama Robert Owen
mengajukan protes kepada pemerinta, sehingga Sir Robert Peel berupaya untuk mengurangi jam
kerja anak-anak di sector industri. perjuangan tersebut menghasilkan beberapa norma hukum di
sektor industi yang disebut Factories Laws. Peraturan ini merupakan norma hukum ekonomi
pertama yang memberikan hak kepada pemerintah untuk ikut terlibat dalam kegiatan ekonomi
setelah periode Adam Smith. Dengan terbentuknya Undang-Undang tentang Hak Pilih (Reform
Bill) pada 1834, langkah-langkah menuju peraturan yang melindungi buru ( social legislation)
dipercepat oleh wakil-wakil rakyat dalam House Of Commons.4

2
Lihat Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Cet.Pertama, (Bandung : Bina
Cipta,1982),hlm.1.
3
Ibid.

4
Ibid,hlm.2.
Berdasarkan uraian diatas, maka keberadaan kaidah hukum tersebut pada fase pertama
diperlukan untuk menunjang program industrialisasi dan perdagangan, sedangkan pada fase
kedua kaidah hukum dibutuhkan untuk memperbaiki kepincangan/ kesenjangan dalam
masyarakat, dan kemudian mencegah terjadinya kepincangan yang serupa dalam masyarakat
seperti sebelum revolusi industri.

Sejalan dengan sejarah berkembangnya hukum ekonomi di inggris, keadaan yang hampir sama
juga terjadi di prancis, Revoulsi Industri Prancis yang dimulai sekitar 1830-1840 telah didahului
oleh : 5

1. Revolusi Prancis dengan semboyan Kemerdekaan, Persamaan Hak dan Persaudaraan


(Liberte, Fraternite)
2. Adanya unifikasi hukum dan kdofikasi hukum dagang prancis kedalam Code Civil dan
Code Du Commerce, juga dibidang hukum pidana kedalam Code Penal.

Dengan terjadinya revolusi prancis yang diikuti oleh revolusi industri dan dilaksanakannya
unifikasi dan kodifikasi dibidang hukum perdata dan hukum dagang, maka paham mengenai
hak milik yang mutlak dan kebebasan berkontrak juga merupakan jaminan bagi suksesnya
perkembangan perekonomian di Prancis. Adanya kepastian hukum di negara tersebut juga
membantu kemajuan industri dan perdagangan di negara tersebut. Demikian pula paham
legisme yang menganggap bahwa norma hukum di luar kodifikasi adalah bukan hukum,
sehingga menyebabkan para pengusaha bebas berkembang tanpa dipersulit atau dihambat
oleh tuntunan kaum buruh.

Pengembangan terhadap hukum perdata dan hukum dagang melahirkan apa yang disebut
dengan hukum ekonomi (economi law) atau lebih spesifik dikenal dengan hukum bisnis
(business law). Menurut Sunarti Hartono dalam T.Mulya Lubis, hukum ekonomi (droit
economique) adalah pembatasan kaidah-kaidah hukum perdata dan hukum dagang oleh
kaidah hukum administrasi Negara (droit administratif), berpangkal pada konsepsi negara
dkesejahteraan (welfare state),yang mewajibkan negara secara aktif menyelenggarakan
kepentingan umum, dan tidak ( sebagaimana menjadi pendirian paham liberal) hanya
menyerahkan kepada warga negara sendiri saja untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan
kepentingan saja.6

5
Ibid, hlm 3.
6
T. Mulya Lubis, Hukum dan Ekonomi, Cet.2, ( Jakarta : Pustaka Sinar Harapan),hlm.10
Selanjutnya Sunarti Hartono menyatakan bahwa, kaidah-kaidah hukum baru yang
merupakan hukum ekonomi untuk sebagian besarnya tidak lagi berpegang pada asas-asas
hukum perdata maupun hukum publik yang konvensional. Akan tetapi, dengan timbulnya
kebutuhan-kebutuhan baru timbul pula kaidah kaidah baru dan pranata-pranata baru yang
sulit sekali dikategorikan ke dalam sistem hukum perdata maupun sistem hukum public
konvensional. 7. Hukum ekonomi,terbagi lagi kedalam ekonomi pembangunan dan hukum
ekonomi sosial,8 dalam hal ini perdagangan internasional (ekspor-impor) merupakan salah
satu objek kajian dari hukum ekonomi pembangunan.

Aspek hukum ekonomi pembangunan, selain dikenal dalam hubungan yang bersifat nasional
juga timbul dalam hubungan antar negara ( internasional), misalnya dalam perjanjian
perdagangan internasional. Adanya hubungan perdagangan antar negara atau perdagangan
internasional, adalah sebagai akibat dari adanya saling ketergantungan antar negara,baik
ditingkat global seperti, General Agreement on Tariff and Trade ( GATT) dan World Trade
Organization ( WTO) maupun pada tingkat regional seperti ASEAN Free Trade Area
(AFTA), Asia and Pacific Economic Cooperation ( APEC), dan China dan ASEAN Free
Trade Area ( CAFTA)

Hubungan ini berkembang dengan pesat sehingga melahirkan suatu norma-norma hukum
yang disebut dengan hukum perdagangan internasional (international trade law). Kaidah-
kaidah hukum perdagangan internasional dapat dijumpai dalam berbagai perjanjian/kontrak
internasional baik dalam konvensi- konvensi perdagangan internasional, maupun dalam
persetujuan perdagangan internasional yang diatur dalam ketentuan GATT-WTO.

7
Sunaryati Hartono, Op.cit,hlm,38.
8
Hukum Ekonomi pembangunan adalah kaidah hukum yang menyangkut pengaturan dan pemikiran hukum
mengenai cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia ( peningkatan produksi secara
nasional),sedangkan Hukum Ekonomi Sosial adalah kaidah hukum yang menyangkut cara pengaturan dan pemikiran
hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata,sesuai dengan martabat
kemanusiaan ( hak asasi) manusia Indonesia ( distribusi yang adil dan merata). Ibid hlm.41.
B Dasar Pengaturan Perdagangan Internasional

Menurut T. Mulya Lubis, perubahan dibidang hukum mutlak dilakukan terutama


pengembangan dibidang hukum perdata dan hukum dagang. Hendaknya dalam perubahan
hukum yang akan dilakukan, arah perubahan tersebut dipertimbangkan, jangan sampai
perubahan tersebut justru merugikan kepentingan umum dan menguntungkan segolongan
orang. Prinsip keadilan sosia bagi seluruh rakyat Indonesia haruslah dijadikan landasan dari
perubahan KUHD ini. Perlindungan terhadap pengusaha kecil haruslah tetap dijamin,jangan
mereka jadi korban persaingan tidak sehat dari pengusaha besar,nasional,maupun asing.
Agaknya suatu perubahan yang memberikan kemudahan bagi pengusaha kecil memang
sudah pada tempatnya. Apalagi jika kita mau menyetujui pendapat Rouscoe Pound yang
menganggap hukum sebagai alat kontrol sosial ( social engineering) dari interaksi
pembangunan hukum dan pembangunan ekonomi.9

Dalam pelaksaanaan pembangunan termasuk pembangunan di bidang ekonomi, hukum


bukan saja dipandang sebagai salah satu objek atau sarana dari pembangunan, akan tetapi
juga berfungsi sebagai suatu penunjang bagi kelangsungan pembangunan, baik dalam
memberikan dasar kepastian,alat pengaman, maupun sebagai alat untuk mempercepat proses
pembangunan. Jelasnya bahwa hukum merupakan alat untuk menentukan berhasil tidaknya
pembangunan itu sendiri, lebih-lebih Indonesia akan menghadapi globalisasi dibidang
perdagangan internasional baik pada tataran global (GATT-WTO) maupun regional
(AFTA,APEC,dan CAFTA).

Dalam kaitannya dengan berfungsinya hukum sebagai alat perubahan masyarakat,


selanjutnya Mochtar Atmadja yang diilhami oleh Rousco Pound dengan teorinya yang
dikenal dengan The Law Of Social Engineering memperkenalkan konsep hukum sebagai
sarana pembaruan masyarakat di Indonesia. Fungsi hukum dalam pembangunan Indonesia
adalah sebagai sarana pembaruan masyarakat. Hal ini iddasari anggapan bahwa adanya
ketertiban didalam pembangunan merupakan suatu yang dipandang penting dan sangat
diperlukan. Disamping itu, hukum sebagai tata kaidah dapat berfungsi sebagai sarana untuk
menyalurkan arah kegiatan warga masyarakat ketujuan yang dikehendaki oleh perubahan
terencana tersebut. Sudah tentu fungsi tersebut diatas seyogianya dilakukan disamping
hukum sebagai sarana sistem pengadilan sosial.10

9
T.Mulya Lubis,Op.cit, hlm 15-16.
10
Mochtar Kusuma Atmadja, Hukum Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, (Bandung : Bina Cipta,
1976),hlm.9.

Anda mungkin juga menyukai