INTERNASIONAL
MUHAMMAD SOOD
SILABUS
PENDAHULUAN /LATAR BELAKANG
KONTRAK
KONTRAK BISNIS
BISNIS INTERNASIONAL
INTERNASIONAL
PENGERTIAN, RUANG LINGKUP, SUMBER-
SUMBER KONTRAK BISNIS INTER
Rebert Owen: Mengusulkan agar Pem ikut serta dlm kegiatan ekonomi
• Timbulnya kebebasan dalam melaksanakan
perdagangan antar negara, atau disebut dengan
perdagangan internasional termotivasi oleh paham
atau teori yang dikemukakan oleh Adam Smith dalam
bukunya berjudul “The Wealth of Nations”, yang
menyatakan bahwa kesejahteraan masyarakat suatu
negara justru akan semakin meningkat, jika
perdagangan internasional dilakukan dalam pasar
bebas dan intervensi pemerintah dilakukan seminimal
mungkin.
• Teori yang dikemukakan oleh Adam Smith di atas disebut dengan ”teori
keunggulan absolut” adalah teori yang mendasarkan pada asumsi bahwa
setiap negara memiliki keunggulan absolut nyata terhadap mitra
dagannya.
• Menurut teori ini, suatu negara yang mempunyai keunggulan absolut
relatif terhadap negara mitra bisnisnya dalam memproduksi barang atau
komoditi tentu, akan mengekspor komoditi tersebut ke negara mitra
yang tidak memiliki keungulan absolut (absoluth disadventage).
• Dengan sistem perdagangan bebas, sumber daya yang akan digunaka
secara lebih efisien, sehingga kesejahteraan yang akan dicapai akan
lebih optimal. Namun dalam kenyataannya justru yang terjadi di Eropa
adalah ketidak adilan dan kesenjangan sosial antara para pengusaha
yang kaya raya dengan kaum buru atau petani yang miskin.
• Untuk mengurangi kesenjangan sosial dan ketidakadilan dalam
sistem industrialisasi di Inggris yang telah berlangsung selama
bertahun-tahun, seorang ekonom yang bernama Robert Owen
mengajukan protes kepada pemerintah, sehingga Sir Robert Peel
berupaya untuk mengurangi jam kerja anak-anak di sektor industri.
• Perjuangan tersebut menghasilkan beberapa norma hukum di sektor
industri yang disebut dengan “Factories Laws”. Peraturan ini
merupakan norma hukum ekonomi pertama yang memberikan hak
kepada pemerintah untuk ikut terlibat dalam kegiatan ekonomi
setelah periode Adam Smith.
• Dengan terbentuknya Undang-undang tentang Hak Pilih (Reform
Bill) pada tahun 1834, langkah-langkah menuju peraturan yang
melindungi buru (social legislation) dipercepat oleh wakil-wakil
rakyat dalam House of Commons
DI PRANCIS Revolusi Prancis 1830-1850
Semboyan :
Kemerdekaan, Persamaan hak dan
Persaudaraan (Liberte, Egalite, Fraternite)
Kodifikasi: 1828
- Burgrlijk Wetboek (BW)
-Wetboek van Kophandels (WvK)
-Wetboek va Straftrecht (WvS)
1. Hukum Nasional
Perjanjian jual beli yang diatur dalam Pasal 1457 hingga Pasal
1540 KUHPerdata, KUHD, norma-norma hukum nasional
Hal ini terjadi karena adanya pilhan hukum para pihak
2. Dokumen Kontrak
Dokumen kontrak adalah aturan lex specialist dari aturan atau
prinsip-prinsip hukum, terutama mengengenai hak dan kewajiban
para pihak adalah aturan-aturan esensial
Hal ini dapat berlaku berdasarkan pada prinsip kesepakatan yang
berlaku bagi para pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338
yang menyatakan bahwa, ”semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang bagi mereka yang
membuatnya........Akte Notaris
1. Identitas eksporter dan importer
2. Uraian jumlah dan mutu barang
3. Bill of lading (surat tanda terima barang /kepemilikan barang
4. Faktur Perdagangan (Trade Facture)
5. Daftar Pengepakan (Packing List)
6. Daftar Kubikasi (Meansurement List)
7. Daftar timbangan (Weight List)
8. Keterangan negara asal
9. Sertifikat Mutu (Quality Certificate)
10. Laporan Kebenaran Pemeriksaan
11. Polis Asuransi
12. Batas Waktu Pengapalan barang
13. Batas Waktu berlakunya L/C
14. Syarat pengapalan (partial shipment, transshipment)
15. Keterangan negosiasi dokumen pengapalan
16. Akta jual berli (ekspor – impor)
3. Kebiasan Perdagangan Internasional (Lex Mercatoroa)
Kebiasaan perdagangan internasional memiliki dua sifat
sebagai berikut:
1. Sumber hukum ini biasanya dirumuskan oleh lembaga-
lembaga internasional atau asosiasi-asosiasi bisnis; dan
2. Sumber hukum tersebut akan berlaku apabila para pihak
menyatakan atau memasukkan ke dalam kontrak mereka.
Contoh:
1. Uniform Custom for Documentary Credits (UCP)
500, merupakan dokumen kontrak yang memuat
aturan kebisaan bisnis di bidang perbankan
khususnya dalam hal pembayaran melalui kredit
berdokumen
2. Incoterms 2000 merupakan ketentuan internasional yang
mengatur syarat-syarat perdagangan yang terkait dengan
pengangkutan barang melalui kapal. Misalnya syarat FOB
atau CIF merupakan istilah secara umum dipahami oleh para
pelaku bisnis. Istilah ini kemudian dikodifikasi oleh ICC ke
dalam suatu dokumen yang disebut dengan Incoterms 2000
3. Bentuk-bentuk kontrak standar di bidang konstruksi yang
dikeluarkan oleh Organisasi Insinyur di dunia yaitu FIDIC
(Federation Internationale des Ingenieursndes Conseils).
Dokumen ini memuat bentuk-betuk kontrak standar yang
dikenal pula dengan Standard Form Contract (International
Construction Contract-FIDIC Condition).
3. Doktrin-Doktrin
Doktrin ini dapat berbentuk tertulis dalam berbagai
literatur seperti, buku referensi, artikel ilmiah dan
sebagainya. Selain itu juga dapat berwujud catatan-
catatan berupa pendapat dalam suatu proses
perancangan perjanjian internasional (travaux
preparatoire).
Bahkan doktrin juga dapat tercermin dari putusan-
putusan pengadilan internasional , baik arbitrase
maupun mahkamah atau pengadilan internasional
6. Perjanjian Internasional
1. UNIDROIT Principles of International Commercial Contract 2010
• UNIDROIT merupakan hasil harmonisasi di bidang Hukum Kontrak
dari berbagai Sistem Hukum : Civil Law; Common Law; Socialist
Legality; Shariah; maupun Canonic Law.
• Unidroit 2010 merupakan penyempurnaan dari Unidroit versi tahun
1994 dan 2004, yang meliputi 11 Bab, masing-masing tentang:
Ketentuan Umum (General Provisions); Pembentukan (Formation);
Kewenangan Agen (Authority of Agent); Illegality: Penafsiran
(Interpretation); Isi (Content); Prestasi (Performance); Wanprestasi
(Non-Performance); Set-off; Pengalihan hak, kewajiban dan kontrak
(Assignment of Rights, obligations and Contract); Pembatasan Waktu
(Limitation Period); the Plurality of Obligors and Oblige).
2. Uniform Rules Concerning the Contract of Inter-national
Carriage of Goods by Rail (CIM), 1999
• Uniform rules ini merupakan perat internasional berlaku
umum bagi pengangkutan barang dengan menggunakan kereta
api, baik diantara negara anggota, maupun antara negara
anggota dengan bukan negara anggota, sepanjang negara yang
bukan anggota menyatakan setuju untuk tunduk pada
ketentuan-ketentuan uniform rules ini.
• Ketentuan Uniform Rules ini juga berlaku bagi kontrak
pengangkutan tunggal yang sebagian kegiatannya melalui
perairan pedalaman atau melalui laut.
3. UNCITRAL Model Law on E-Commerce of 1996 with Guide to
Enactment, with Additional Article 5 bis as Adopted in 1998
• Peraturan ini berlaku bagi setiap informasi dalam bentuk pesan data
(data message) yang digunakan dalam konteks kegiatan komersia.
• Pesan data didefinisikan sebagai informasi yang dihasilkan, dikirim,
diterima atau dikumpulkan (stored) secara elektronis, secara optical
atau cara yang serupa, meliputi namun tidak terbatas pada:
electronic data interchange (EDI), surat elektronis, telegram, telex
atau tele copy.
• Selain hal tersebut, peraturan ini juga mengatur tentang kegiatan E-
Commerce pada bidang tertentu. Misalnya, terkait dengan kontrak
pengangkutan barang (carriage of goods), termasuk dalam
penggunaan data electronic pada dokumen-dokumen transportasi
4. United Nation Convention on Contract for the
International Sales of Goods (UNC-CISG) 1980
• Konvensi ini mengatur tentang Jual Beli Barang Internasional
yang cukup komprehensif dan menggambarkan hasil
harmonisasi dari berbagai sistem hukum yang berbeda.
• Konvensi mengatur hak dan kewajiban para pihak dalam jual
beli barang internasional secara transparan.
• Konvensi telah diratifikasi oleh 77 negara yang mencerminkan
dua pertiga dari volume perdagangan internasional
• Bagian III adalah mengatur tentang penjualan barang (sale of
goods) yang terdiri dari ketentuan umum, antara lain meliputi
ketentuan tentang:
1. Kewajiban penjual seperti: penyerahan barang dan dokumen,
kesesuaian barang dan terkait dengan tuntutan pihak ketiga,
upaya pemulihan atas wanprestasi oleh penjual.
2. Kewajiban-kewajiban pembeli, meliputi: pembayaran atas
harga yang disepakati, penambilan barang, serta upaya
pemulihan dalam halwanprestasi oleh pembeli.
3. Ketentuan lain menyangkut pengalihan risiko (passing of
risk); anticipatory breach and installment of contract;
kerugian; bunga; ketentuan pengecualian; efek penghindaran;
pemeliharaan barang; dan lain-lain.
5. Convention on the Law Applicable to Contract of
the International Sales of Goods 1986
• Ketentuan pokok dari Konvensi ini meliputi: ruang
lingkup berlakunya konvensi; hukum yang berlaku;
dan ketentuan umum.
• Hukum yang berlaku (applicable law), terdiri dari
ketentuan tentang cara penetapan hukum yang
berlaku (determination of the applicable law), serta
ruang lingkup hukum yang berlaku (scope of the
applicable law)
6. Convention Relating to a Uniform Law on the
International Sales of Goods
• Convensi ini meliputi 2 Konvensi, masing-masing:
a. Convention relating to a Uniform Law on the
International Sales of Goods (ULIS),
b. Convention in relating to a Uniform Law on the
Formation of Contract for International Sales of
Goods (ULF).
• ULIS dan ULF berupaya memperbaiki konvensi
sebelumnya, yaitu Convention on the Law
Applicable to International Sales of Goods 1955
ULIS terdiri dari 15 pasal yang mengatur, antara lain:
1. kewajiban masing-masing negara pihak dalam konvensi ini
untuk menginkorporasikan ketentuan konvensi ke dalam
sistem hukum nasional masing-masing;
2. memperlakukan negara anggota lainnya sama dalam kaitan
pelaksanaan ketentuan konvensi;
3. prosedur penarikan diri dari keanggotaan konvensi;
4. konvensi bersifat terbuka untuk diaksesi baik oleh negara-
negara anggota PBB maupun oleh badan-badan khusus PBB;
5. berlakunya konvensi 6 bulan setelah penyerahan dokumen
ratifikasi yang ke 5.
•
7. Convention on the Law Applicable to International Sales of
Goods 1955
• Konvensi ini mencakup ketentuan tentang: ruang lingkup berlakunya;
hukum yang berlaku bagi para pihak; dalam hal apa ketentuan Konvensi
tidak dapat diberlakukan; hubungan antara kebijakan publik dikaitkan
dengan keberlakuan Konvensi; serta inkorporasi atas ketentuan Konvensi
dalam hukum nasional masing-masing negara anggota.
• Ruang lingkupnya dalam konvensi ini “hanya berlaku untuk jual beli
barang” dan tidak dapat diterapkan untuk jual beli saham, jual beli kapal
laut atau pesawat udara, atau jual beli atas perintah pengadilan. Adapun
mengenai hukum yang berlaku adalah hukum nasional dari salah satu
pihak yang bertransaksi sebagai-mana disepakati dalam kontrak,
sedangkan mengenai pertimbankan kebijakan publik (public policy)
penerapan ketentuan hukum dapat dikecualikan
8. Convention for the Unification of Certain Rules for International
Carriage by Air, Montreal, 1999
• Konvensi Montreal tentang: Unifikasi ketentuan-ketentuan dlm
Pengangkutan Udara internasional bertujuan untuk melakukan modernisasi
dan konsolidasi terhadap Warsaw Convention 1929 beserta segenap
instrumennya (dikenal sebagai Warsaw System).
• Lebih jauh, untuk memberikan perlindungan yang lebih baik kepada
penumpang maupun cargo shippers. Sejauh ini Warsaw System dianggap
belum dapat memenuhi kebutuhan sistem pengangkutan udara
internasional modern yang semakin memperhatikan kepentingan
penumpang
• Keberhasilan (International Civil Aviation Organization (ICAO) dalam
merumuskan Konvensi Montreal 1999 merupakan suatu pencapaian yang
patut diapresiasi yaitu adanya “keseragaman secara global (global
uniformity); penerapan tanggung jawab yang tidak terbatas (unlimited
liability)”
9. United Nation Convention on the Use of E-Communication
in International Contract 2005
• Konvensi ini untuk mengantisipasi semakin bertambahnya
penggunaan komunikasi elektronik dalam meningkatkan
efisiensi kegiatan komersial, meningkatkan hubungan bisnis,
serta membuka kesempatan dan akses bagi pihak dan pasar
yang saling berjauhan, sehingga memainkan peranan yang
fundamental dalam meningkatkan perdagangan dan
pembangunan ekonomi, baik domestik maupun internasional.
• Pertimbankan lain adalah permasalahan yang ditimbulkan oleh
ketidakpastian aspek legal dari penggunaan komunikasi
elektronik pada kontrak-kontrak internasional merupakan
hambatan bagi perdagangan internasional
10. Convention on International Interest in Mobile
Equipment 2001
• Konvensi yang ditandatangani di Cape Town pada tahun
2001 ini mengatur ketentuan umum yang tentang pembuatan,
pendaftaran, penetapan prioritas dan penegakan jaminan
(security interest) dalam wujud benda bergerak uang bernilai
tinggi, seperti: air frames, engine and helicopter, railway
rolling stock, dan space asset.
• Ketentuan konvensi juga terkait dengan jaminan kepastian
hukum bagi pembiayaan peralatan bergerak bernilai tinggi;
memperjelas hukum yang berlaku; memberi pengakuan atas
eksistensi dan perlindungan terhadap hak-hak yang terkait
11. United Nation Convention on the Carriage of Goods by
Sea (The Hamburg Rules) 1978
• Konvensi ini terdiri dari beberapa bagian: ketentuan umum
(general provisions); tanggung jawab pengangkut (liability
of the carrier); tanggung jawab shipper (liability of the
shipper); dokumen transportasi (transport dokuments);
claims and actions; ketentuan pelengkap (supplement
provision). Ketentuan umum memuat aturan tentang
berbagai definisi yang diguna-kan (misalnya: carrier; actual
carrier; shipper; consignee; goods; contract of carriage by
sea; bill of lading; writing). Selain itu juga diatur tentang
ruang lingkup Konvensi serta penafsiran atas ketentuan
Konvensi
• United Nation Convention on Contract for the International
Carriage of Goods Wholly or Partly by Sea (the Roterdam
Rules) 2008
• Konvensi ini dibagi atas yaitu: ketentuan umum (general provisions); ruang
lingkup penerapan (scope of application); rekaman pengangkutan secara
elektronis (electronic transport records); kewajiban pengangkut (obligations of
the carrier); tanggung jawab pengangkut dalam hal kehilangan; kerusakan dan
keterlambatan (liability of the carrier for loss, damage or delay); ketentuan-
ketentuan tambahan tentang tahapan-tahapan khusus dalam pengangkutan;
tanggung jawab shipper terhadap carrier; dokumen transport dan rekaman
transport secara elektronis; penyerahan barang (delivery of goods); hak-hak
pihak pengendali (rights of the controlling party); pengalihan hak (transfer of
rights); batas pertanggung-jawaban (limits of liability); waktu mengajukan
gugatan (time for suit); jurisdiksi; arbitrase; keabsahan persyaratan-persyaratan
kontraktual; hal-hal yang tidak diatur oleh ketentuan Konvensi.
13 UCP 600 (Uniform Customs and Practice for
Documentary Credit 600)
• UCP merupakan sumber acuan utama bagi seluruh negara-
negara di dunia dalam pelaksanaan transaksi perdagangan
internasional, khususnya dalam peng-gunaan letter of credit
(L/C).
• UCP 600 merupakan revisi dari UCP 500. UCP 600 bersifat Lex
Spesialis, merupakan kebiasaan yang seragam dalam praktek
tentang kredit dokumenter, yang mampu memberikan rasa aman
bagi para pihak dalam perdagangan internasional.
• Karena bersumber dari kebiasaan yang digunakan dalam praktek
transaksi bisnis internasional, maka sudah menjadi hal yang
lazim bagi semua pihak yang terlibat sehingga lebih memper-
mudah transaksi
14. Incoterms (International commercial Terms) 2010
• Incoterms telah digunakan secara luas sejak tahun 1936 dalam
berbagai transaksi perdagangan internasional.
• Incoterms adalah istilah-istilah komersial internasional (international
commercial terms) yang digunakan dalam dunia usaha untuk
memperjelas pelaksanaan kewajiban dari masing-masing pihak pada
suatu kontrak.
• istilah-istilah baru sehubungan dengan perkembankan perdagangan
internasional dengan menggunakan sarana elektronis, termasuk data
elektronis.
• Cost and freight (CFR); cost, insurance and freight (CIF); carriage
paid to (CPT); carriage and insurance paid to (CIP); delivered at
frontier (DAF); delivered at ship (DES); delivered ex quay (DEQ);
delivered duty unpaid (DDU); delivered duty paid (DDP); ex works
(EXW); free carrier (FCA); free alongside ship (FAS); free on board
(FOB);
TAHAPAN DALAM KONTRAK INTERNASIONAL
NEGARA A NEGARA B
• Kewarganegaraan
• Bendera kapal
• Tempat/Domisili
• Objek/Benda
Penawaran
A (X) B (Y)
Penawaran
A (X) B (Y)
I. NEGOSIASI:
Negosiasi = perundinan ada;ah proses tawar-menawar
dengan jalan berunding untuk mencapai kesepakatan
bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi)
dan pihak (kelompok atau organisasi)
Negosiasi dilakukan karena adanya perbedaan
pendapat terhadap satu atau beberapa hal dalam
kontrak bisnis, Hal ini perlu melakukan
kompromi, sehingga dengan tawar menawar
tsb, para pihak akan mencapai kesepakatan
mengenai kerja sama yang para pihak saling
memberikan konsesi satu sama lain.
Beberapa hal yang harus diperhatikan sbb:
1. Para pihak mengkomunikasikan/mendiskusi-
kan suatu hal untuk mencapai konsensus
(kesepakatan) mengenai pokok-pokok
perjanjian.
2. Para pihak harus menentukan mengenai cara
pengiriman, penyerahan barang ; cara
pembayaran apakah secara langsung dengan
dana cash atau angsuran, atau melalui jasa
bank dengan menggunakan surat berharga
seperti cek (cheque) atau Letter of Credit
(L/C);
3. Apabila terjadi kegagalan (wanprestasi atau
overmacht), dalam pembayaran barang, pengiriman
dan penyerahan barang, harus ditentuka siapa yang
menanggung resiko dan kerugian. Kemungkinan
overmacht dapat terjadi kapan saja, misalnya,
kesulitan salah satu pihak memenuhi perjanjian, hal
ini dapat menimbulkan hak renegosiasi bagi para
pihak terhadap kontrak yang telah ditanda tangani.
4. Para pihak juga harus menentukan prosedur dan
mekanisme penyelesaian masalah kontrak apabila
terjadi wanprestasi, apakah memalui pengadilan
(litigation), melalui jalur di luar pengadilan (non
litigation), seperti mediasi, konsiliasi dan arbitrase.
II. MEMORARANDUM OF UNDERSTANDING
• MoU adalah suatu nota/surat peringatan tak
resmi yang merupakan suatu bentuk
komunikasi yang berisi antara lain mengenai
saran, arahan, dan penerangan.
• Menurut Erman Rajagukguk , MoU sebagai
"dokumen yang memuat saling pengertian di
antara para pihak sebelum perjanjian dibuat.
Isi dari Memorandum of Understanding harus
dimasukkan ke dalam kontrak, sehingga
mempunyai kekuatan mengikat".
Unsur-unsur yang menjadi ciri-ciri Memorandum of
Understanding (MoU) adalah sebagai berikut:
• Isinya ringkas, berisikan hal-hal yang pokok saja, yang
merupakan pendahuluan meliputi satu halaman saja,
• Ditentukan jangka waktu berlakunya, misalnya 1 bulan, 6 bulan
atau setahun.
• Apabila dalam jangka waktu tersebut tidak ditindaklanjuti
dengan penanda tanganan suatu perjanjian yang lebih rinci,
maka MoU tersebut akan batal, kecuali diperpanjang
berdasarkan kesepakatan para pihak.
• MoU biasanya dibuat dalam bentuk perjanjian di bawah tangan
saja tanpa adanya materai.
• Biasanya tidak ada kewajiban yang bersifat memaksa kepada
para pihak untuk membuat suatu perjanjian yang lebih detail
setelah penandatanganan MoU.
Substansi dari MoU, meliputi beberapa hal yaitu:
1. Judul MoU harus rancang secara singkat dan jelas;
2. Identitas subjek hukum atau para pihak termasuk
kedudukan, jabatan dan alamatnya para pihak.
3. Sebuntkan barang atau jasa yang menjadi obyek hukum
dalam MoU
4. Maksud dan tujuan serta prinsip pelaksanaan MoU bagi
para pihak.
5. Ruang lingkup yang disepakati para pihak dalam MoU
6. Pelaksanaan MoU oleh para pihak, dalam hal ini dapat
dibentuk yang ditunjuk oleh para pihak yang bertugas
menyiapkan seluruh aspek yang berhubungan dengan
kontrak kerja sama antara para pihak.
7. Evaluasi terhadap Mou yang umumnya berlaku untuk
jangka waktu 5 tahun sejak tanggal ditandatanganinya.
8. Pembiyaan yang harus menjadi kewajiban/tanggungan
para pihak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
9. Upaya penyelesaian sengketa jika terjadi perselisihan
di antara para pihak.
10. Apabila ada perubahan dan/atau yang belum cukup
diatur dalam Mou, maka dapat diatur kemudian dalam
Adendum yang merupakan satu kesatuan dan tidak
terpisah dari MoU.
11. Penutup, MoU ditandatangani oleh para pihak, dibuat
dalam rangkap 2 asli dan bermeterai yang masing-
masing mampunyai kekuatan hukum yang sama.
Ruang Lingkup Memorandun of Understanding (MoU):
1. Memorandum of Understanding berdasarkan kehendak para
pihaknya
• Para pihak yang membuat MoU dengan maksud untuk
membina ikatan moral saja diantara mereka, dan karena itu
tidak ada pengikatan secara yuridis diantara mereka.
• Para pihak memang ingin mengikatkan diri dalam suatu
kontrak, tetapi baru ingin mengatur kesepakatan yang umum
saja, dengan pengertian bahwa hal-hal yang mendetail akan
diatur kemudian dalam kontrak yang lengkap.
• Para pihak memang berniat untuk mengikatkan diri satu sama
lain dalam suatu konrak, tetapi hal tersebut belum dapat
dipastikan, mengingat adanya kondisi tertentu yang belum
dapat dipastikan.
2. Menurut negara para pihak, MoU dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu:
• Memorandum of Understanding yang bersifat
nasional, merupakan memorandum of
understanding yang kedua belah pihaknya adalah
warga negara atau badan hukum Indonesia.
• Memorandum of Understanding yang bersifat
internasional, merupakan nota kesepahaman yang
dibuat antara pemerintah Indonesia denga
pemerintahan asing dan/atau antara badan hukum
Indonesia dengan badan hukum asing.
• Tujuan dibuatnya MoU oleh para pihak
1. Untuk menghindari kesulitan pembatalan suatu
agreement nantinya, dalam hal prospek bisnisnya
belum jelas benar, atau belum bisa dipastikan
apakah kesepakatan kerja sama tersebut akan
ditindaklanjuti, sehingga dibuatlah MoU yang
pembatalannya lebih mudah dari pada perjanjian;
2. Penandatanganan kontrak masih lama karena masih
dilakukan negosiasi yang alot, karena itu daripada
tidak ada ikatan apa-apa sebelum ditandatangani
kontrak tersebut, dibuatlah MoU yang akan berlak
sementara waktu;
3. Adanya keraguan para pihak dan masih perlu
waktu untuk pikir-pikir dalam hal
penandatanganan suatu kontrak, sehingga
untuk sementara dibuatlah MoU
4. MoU dibuat dan ditandatangani oleh pihak
eksekutif dari suatu perusahaan, sehingga
untuk suatu perjanjian yang lebih rinci harus
dan semestinya dirancang dan dinegosiasi
khusus oleh staf – staf yang lebih rendah tetapi
lebih menguasai secara teknis contohnya jika
mengenai MoU ini adalah legal officer.
III. STUDI KELAYAKAN
Studi kelayakan (feasibility study, due diligent) untuk
melihat tingkat kelayakan dan prospek dari Kontrak
bisnis yang dibuat oleh para pihak dari berbagai sudut
pandang mengapa kontrak tersebut diperlukan,
misalnya: mengenai kontrak yang berkaitan dengan
kegiatan investasi, lingkungan hidup, ketenagakerjaan,
jual beli, pemasaran barang dan jasa, ekspor-impor,
pengiriman dan pengangkutan barang
Hasil studi kelayakan ini diperlukan dalam menilai
apakah perlu atau tidaknya dilanjuntukan kontrak atau
melakukan negosiasi lanjutan. apabila diperlukan,
akan diadakan negosiasi lanjutan dan hasilnya
dituangkan dalam kontrak
Berbagai aspek yang harus dikaji sebagai bagian studi
kelayakan dalam rangka mendukung pelaksanaan
kontrak bisnis:
1. Aspek hukum adalah menyangkut semua legalitas rencana
bisnis yang akan dilaksanakan oleh para pihak, meliputi :
ketentuan hukum mengenai:
• Prosedur perizinan (izin lokasi, izin lingkungan dan izin
usaha);
• akte pendirian perusahaan dari notaris setempat, apakah
berbentuk PT, CV atau berbentuk badan usaha lainnya;
• NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak);
• Surat tanda daftar perusahaan;
• Surat izin tempat usaha dari pemda setempat;
• Surat tanda rekanan dari pemda setempat; dan
• Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dsb..
2. Aspek sosial ekonomi dan budaya adalah menyangkut
dampak yang diberikan kepada masyarakat sekitar karena
adanya suatu kegiatan bisnis tersebut, diantaranya:
Aspek sosial: semakin ramai dan lancarnya lalu lintas
komunikasi, penerangan listrik , pendidikan masyarakat
setempat . Untuk melihat apakah suatu proyek layak atau
tidak dilakukan dgn membandingkan komitmen investor
atau pihak terkait dengan sumber data yang ada..
Aspek ekonomi: penyerapan tenaga kerja dan memberikan
kesempatan berusaha bagi masyarakat setempat; tingkat
pendapatan per kapita penduduk, apakah usaha tersebut
dapat mengubah atau justru mengurangi income per capita
penduduk setempat; mampu meningkatkan pendapatan
nasional, atau upah rata-rata tenaga kerja setempat, atau
upah minimum regional.
Aspek pasar dan pemasaran: peluang pasar untuk produk yang akan
dihasilkan oleh kegiatan usaha, dengan melihat hal-hal seperti:
a. Potensi pasar dan pemasaran, tentang starategi yang digunakan untuk
meraih sebagian pasar potensial atau pelung pasar atau seberapa besar
pengaruh strategi tersebut dalam meraih pasar.
b. Jumlah konsumen potensial yakni konsumen yang mempunyai
keinginan atau hasrat untuk membeli;
c. Daya beli dan kemampuan konsumen dalam rangka membeli barang
mencakup tentang perilaku,
d. Kebiasaan, preferensi konsumen, kecenderungan permintaan
konsumen;
Aspek lainya seperti: aspek teknis dan teknologi, menyangkut
pemilihan lokasi, alat-alat, yang sesuai dengan hasil yang diinginkan,
lay out, dan pemilihan teknologi yang sesuai; aspek manajemen
adalah menyangkut pembangunan dan operasional; dan aspek
keuangan menyangkut sumber dana yang diperoleh dan proyeksi
pengemba-liannya dengan tingkat biaya modal dan sumber dana tsb.
B. KONTRAKTUAL
Exporter Importer
Sales Contract
Borg 1792 BW
8 2
Perantara 6 4
L/C
3
Bank Devisa
7
Advising B / 1792 BW Issuing B
Corresponding B (Opening B)
Jenis-Jenis L/C
L/C Menurut Sifatnya
1. Revocable L/C :
L/C yang dapat dibatalkan kapan saja oleh importer tanpa
memerlukan persetujuan eksportir. L/C ini mengandung
risiko bagi eksportir, krn pelunasan atas barang yang
dikirim bisa mengalami kelambatan.
2. Irrevocable L/C :
L/C yg dibuka oleh Bank Devisa (Opening Bank) utk
eksportir, dimana opening bank mengikatkan diri utk
melunasi wesel-wesel yang ditarik dalam jangka waktu
berlakunya L/C. L/C ini tdk dpt dibatalkan selama jangka
waktu tsb, kecuali dengan persetujuan semua semua pihak
yg terlibat. Pd halaman muka L/C tercantum kata
revocable atau irrevocable. Jika tidak ada, maka L/C tsb
harus dianggap Irrevocable L/C (UCP 500 Pasal 6, c)
3. Irrevocable and Confirmed L/C :
– Tidak dapat dibatalkan atau diubah selama
jangka waktu berlaku, kecuali jika mendapat
persetujuan dari semua pihak yang terlibat
dgn L/C tsb.
– Mempunyai jaminan (confirmation)
pelunasan berganda atas wesel-wesel dan atau
penyerahan dokumen pengapalan yang
diberikan oleh Opening Bank bersama
Advising Bank.
– Merupakan cara pembayaran yang paling
aman dipandang dari sudut kepentingan
eksportir penerima L/C
4. Irrevocable and Unconfirmed L/C
• L/C ini sama dengan L/C Irrevocable biasa, L/C
ini hanya menyampaikan amanat pembuka L/C
kpd Advising Bank yang menyatakan dengan
tegas bahwa Advising Bank tidak ikut serta
memberikan konvirmasi (jaminan) atas L/C tsb.
Mengenai L/C ini kemudian disampaikan oleh
Advising Bank kpd Eksportir.
5. Confirmed L/C
• L/C yang pelunasannya dijamin oleh Advising
Bank bersama Opening Bank.
L/C Menurut Cara Pembayaran
1. Sight Letter of Credit
L/C yang pembayarannya dilakukan pada saat beneficiary
menyerahkan dokumen pengiriman kepada bank . Dengan
demikian, apabila semua dokumen yang dipersyaratkan
dipenuhi, maka negotiating bank wajib membayar nominal
Letter of Credit kepada eksportir paling lama 7 hari kerja.
2. Usance Letter of Credit yaitu L/C :
L/C yang pembayarannya baru dapat dilunasi jika Letter of
Credit tersebut sudah jatuh tempo sekian hari dari tanggal
pengapalan (tanggal Bill of Lading. Ini berarti bahwa
eksportir penerima L/C memberi kredit jangka pendek
kepada importir untuk jangka waktu antara 90 hari sampai
dengan 180 hari.
3. Red Clause L/C :
• Memberikan hak kpd Eksportir penerima L/C
utk mencairkan sebagian tertentu dana L/C tsb
sebagai uang panjar (misalnya 30 % dr jumlah
L/C) dengan menyerahkan kuaitansi biasa dan
surat pernyataan menehi janji.
• Mengambil sisa dana yg tersedia dengan
menyerahkan dokumen pengapalan yang
lengkap.
• Sangat menguntungkan eksportir penerima L/C,
karena memperoleh Buyer’s Credit tanpa bunga,
yg dpt dipakai untuk memulai produksi barang
yang dipesan.
L/C Menurut Syarat Pembayaran L/C
1. Partial Shipment L/C :
L/C ini memungkinkan eksportir
mengirim barang secara bertahap dan
menerima pembayarannya secara
bertahap pula.
2. Transipmen Allowed L/C :
L/C yang memungkinkan eksportir alih
kapal bila diperlukan.
3. Commercial Documentary L/C :
• L/C yang berdokumen niaga yang mewajibkan
Eksportir penerima L/C utk menyerahkan
dokumen pengapalan yg membuktikan
pemilikan barang serta dokumen penunjang
lainnya sbg syarat utk memperoleh pembayaran
dr dana yang tersedia pada L/C tersebut.
• Dokumen pembuktian pemilikan barang seperti
misalnya bill of lading, faktur perdagangan
wesel, surat keterangan asal negara, daftar
pengepakan, daftar kubikasi, daftar
timbangan,polis asuransi dll.
4. Open Letter Of Credit
L/C yang memberi hak kepada eksportir penerima
Letter of Credit untuk menegosiasikan dokumen
pengapalan melalui bank mana saja yang
diinginkan. Di dalam L/C tersebut biasanya
tercantum kalimat, “This Letter of Credit is
negotiable
5. Restricted L/C
L/C yg membatasi hak eksportir penerima L/C
untuk menegosiasikan dokumen pengapalan
pada bank tertentu yg disebut oleh Opening
Bank di dalam L/C tsb, dan biasanya terbatas
pada Advising Bank saja.
6. Straight L/C
L/C yang negosiasi atau pelunasan
dokumen pengapalan hanya dilakukan
di Kassa Opening Bank sendiri.
7. Clean L/C:
L/C yg dapat dicairkan dananya dengan
penyerahan wesel atau hanya kuitansi
biasa. L/C ini tdk membutuhkan
penyerahan dokumen pengapalan
seperti bill of lading dan sebagainya
8. Revolving L/C :
– Kredit yang tersedia dapat dipakai ulang tanpa perlu diadakan perubahan
lagi
– Pemakaian ulang dpt dilakukan utk waktu dan nilai, (misalnya kredit
tersedia US $. 15.000 sebulan dgn jangka waktu 6 bulan Ini berarti setiap
bulan tersedia kredit US $. 15.000 selama 6 bulan berturut-turut (6 x $
15.000 = $ 90.000), tidak peduli kredit tsb dipakai atau tidak. Kredit seperti
ini bersifat komulative atau non komulative.
- Jika kredit komulatif maka berarti setiap jumlah yang tidak terpakai
dlm bulan terdahulu masih dpt dipakai dalam bulan berikutnya
- Jika kredit non komulatif berarti setiap jumlah yang tidak terpakai
dalam bulan terdahulu otomatis menjadi batal
– Pemakaian ulang juga dapat dilakukan utk “nilai” saja, misalnya kredit
yang tersedia US $.100.000, nilai tsb akan diperbaharui secara otomatis
setiap kali jumlah itu dipakai asalkan masih dalam jangka waktu
berlakunya kredit. Kredit semacam ini memudahkan penerima kredit
(L/C), namun bagi Opener atau Opening Bank akan menimbulkan risiko
yang tidak terduga sebelunya. Misalnya kalau frekuensi pengambilan
kredit tinggi berarti jumlah yang diambil dr L/C juga semkin tinggi. Oleh
karena itu pada Revolving Credit biasanya ditetapkan batas maksimal nilai
yang ditarik.
9. Trasferable L/C (Assignable L/C)
• L/C yang memberikan hak kepada
Eksportir penerima utk mengoperkan atau
menguasakan haknya atas L/C itu kepada
pihak lain atau eksportir lain yang
menyanggupi. Hal ini terjadi misalnya
karena penerima L/C pertama bukan
produsen sendiri.
10. Back to Back L/C
• L/C yang terjadi apabila Eksportir penerima L/C
tidak sanggup melaksanakan pengiriman barang
karena tidak barang belum tersedia, mk transaksi
tsb masih dpt dilakukan melalui 2 cara:
• Eksportir melakukan pengoperan atas L/C kpd
eksporter atau produsen lain. Hal mungkin
dilakukan jika L/C bersifat transferable.
• Eksportir penerima L/C pertama membuka L/C
nya sendiri untuk eksportir atau produsen
kedua, dengan menjamin L/C yang
diterimanya. Cara ini disebut dengan back to
back L/C, dan biasanya dipakai dalam
perdagangan transito (segi tiga).
Misalnya :
Importir Indonesia membuka L/C utk
pengusaha di Singapura guna mengimpor
barang yang berasal dr Jepang.
Pengusaha Singapura kmd mebuka L/C
utk pengusaha Jepang dengan
menjaminkan L/C dari importer
Indonesia. Persyaratan L/C kedua ini
hampir seluruhnya sama dengan
persyaratan L/C pertama, kecuali
mungkin mengenai harga dan nama
Loading Port
11. Standby L/C
• L/C sesungguhnya semacam Bank Garansi yang dikeluar-kan
oleh mitra dagang asing, utk menjamin pinjaman yang
dilakukan perusahaan lokal yang bekerja sama dengan mitra
dagang asing.
Contoh:
• PT. Berdikari Kontraktor Indonesia (BKI) bekerja sama dgn
Doo Young Construction (DYC) Ltd., Korea mengerjakan jalan
layang di Jakarta. Utk keperluan ini PT Berdikari meminjam
uang sebesar Rp. 10 Milyar dr Bank Pasific Jakarta.
• Sebagai jaminan PT. BKI minta kpd mitranya DYC Ltd, utk
membuka stanby L/C senilai 10 milyar pada Issuing Bank.
Antara PT. BKI dan DYC Ltd. Dibuat suatu kontrak bantuan
dana bahwa DYC akan menyediakan dana sebesar 10 M.
apabila dana pinjaman ini belum dipenuhi oleh DYC maka
stanby L/C dapat dicairkan oleh PT BKI sebagai beneficiary
dari stanby L/C tersebut. Hasil pencairan ini dapat
dipergunakan untuk melunasi hutang PT. BKI pada Bank
Fasific Jakarta.
12. Usance L/C
• L/C yang mengharuskan eksportir penerima
L/C utk menarik wesel berjangka (Long Bill of
Exchange) dan bukan wesel unjuk (sight L/C).
Artinya eksportir penerima L/C memberikan
kredit kpd importir utk jangka waktu 90 hari -
180 hari.
• L/C ini dimaksudkan utk mempertinggi daya
saing guna meningkatkan ekspor. Eksportir
tetap dapat mencairkan wesel berjangka ini
dengan mendiskontokannya pada bank, Shg tdk
mengganggu likuiditas.
13. Merchant L/C
• L/C yang dibuka oleh importir utk eksportir penerima L/C
yang memberikan hak kpd eksportir penerima L/C untuk
menarik wesel terhadap importer. Pembukaan L/C tsb utk
menjamin pelunasan wesel tsb pada saat jatuh temponya.
Pembukaan L/C dilakukan melalui Bank Devisa dimana
importer menjadi nasabahnya. Bank ybs tidak ikut
bertanggungjawab utk mengakseptir wesel-wesel yang
ditarik oleh eksporter penerima L/C. Di sinilah letak
perbedaan dengan antara Merchant L/C dengan Banker’s
L/C biasa.
• Pada Merchant L/C : dengan tegas disebutkan bahwa Bank
tidak mengikatkan diri dan dan tidak bertanggng jawab atas
perlunasan L/C tsb
• Merchant bisanya dipergunankan antara eksportir dan
importir yang telah berlangganan lama, atau antara
perusahaan induk dengan anak perusahaan sendiri.
B. Pembayaran Non-L/C
ADVANCE PAYMENT (AP)
• AP = Pembayaran di muka, artinya importir (pembeli)
membayar terlebih dahuli kepada eksportir sebelum barang
diterima oleh importir
• Proses Pemayaran dgn AP
1. Ada kesepakatan antara importer dan eksporter : dengan AP ttg
transaksi export import : dalam sales contract
2. Atas dasar kesepakatan, importir menghubungi bank di
negaranya untuk mentransfer uang ke bank lain di neg eksportir
utk dimasukan ke rekening eksportir
3. Setelah eksportir menerima pembayaran, maka barang siap
dikirim melalui port of loading sesuai dengan kesepakatan
importir
4. Barang yg dikirim diterima oleh importir di port of destination
atas nama importir, maka transaksi selesai.
Tiga model pembayaran dgn AP
1. Payment with order
dalam model ini, semua biaya seperti: harga barang, ongkos angkut, ansuran dan
biaya lainnya sudah disepakati dalam kontrak. Merupakan tanggung jawab
importir, tanpa ada biaya tambahan lagi. Kepemilikan barang sudah atas nama
importir
2. Partial payment with order
importir hanya akan membayar harga barang saja terlebih dahulu, sedangkan
ongkos angkut, asuransi dan biaya lain akan ditagih setelah barang dikapalkan
3. Payment on dokument
importir akan mengirim uang terlebih dahulu ke negara eksportir melalui bank dg
syarat eksportir baru dapat mencair uang tsb apabila telah melaksanakan
pengapalan brg yang di perjanjikan. Utk mencairkan dana tsb di bank, eksportir
menyerahkan dokumen pengapalan dan bukti lain sesuai perjanjian
• Risiko bagi importir : AP : terjadi wanprestasi, Brg tdk sesuai kwalitas; barang
terlambat; jika berupa bahan baku penghambat produksi; barang rusak; atau
barang tidak terkirim sama sekali
OPEN ACCOUNT (OA)
• OA : pembayaran dibelakang, artinya setelah barang yg dipesan diterima oleh
importir, baru kemudian pembayaran dikirim
• Proses pembayaran dengan OA
1. Ada kesepakatan antara para pihak yang dituangkan dalam sales contract
2. Berdasarkan kesepakatan, eksportir segera mengirim barang melalui port of
loading, sesuai dengan kwalitas, kwantitas dan waktu
3. Barang tsb diterima oleh importir do port of destination
4. Setelah barang diterima, importir menghubungi bank untuk mentranfer uang
ke bank lain di negara eksportir dan dimasukan ke rekening eksportir.
5. Setelah uang diterima oleh eksportir maka transaksi selesai.
Harus diperjanjikan dalam sales contract.
• Risiko bagi eksportir: Pembayaran terlambat, pembayaran harga brg tdk
sesuai dengan kesepakatan, atau pembayaran tidak terkirim sama sekali.
CONSIGMENT (KONSINYASI) : CON
• CON: pembayaran yan dilakukan oleh importir setelah barang
yang diimpor tsb laku terjual. Artinya eksportir baru menerima
pembayaran harga barang yang diekspor dari pembeli setelah
barang tersebut laku terjual pd pihak ketiga
• Proses pembayaran dengan konsinyasi:
1. Ada kesepakatan antara para pihak yang dituangkan: sales
contract
2. Eksportir mengirim barang melalui port of loading
3. Barang tsb diterima importir di port of destination
4. Setelah barang laku terjual, kemudian importir mengirim uangan
harga barang tersebut ke rekening eksportir di bank neg
eksportir. Pembayarahn tersebut diterima oleh eksportir, maka
transaksi selesai.
* Risiko : risioko pada OA: beban bagi eksportir
Collection (Dokumentary Collection) : DC
• DC: pembayaran yang menggunakan dokumen yang
disebut dengan Bill of exchanges atau menggunakan
surat tagihan (BOE)
• Dalam DC, importir harus membayar harga barang
segera setelah shipping documents tiba di bank neg
importir. Setelah harga barang dibayar, maka importir
akan menerima shipping document untuk megambil
barang yang dipesan
• Risiko: baik bagi eksportir maupun importir
ORGANISASI INTERNASIONAL
DAN NASIONAL YANG TERLIBAT DALAM
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
A. ORGANISASI-ORGANISASI INTERNASIONAL
1. WTO (World Trade Organization) 1994
• WTO: organisasi perdag dunia yang lahir dari perundingan
Urugay Round (1986-1994)
• Badan ini dipimpin oleh Minister Conference, dibantu oleh
General Council, dan bersidang minimal 1 kali dlm dua
tahun.
• Tugasnya: selain sebagai badan penyelesaian sengketa
(Dispute Setlement Body), juga mengamati permasalah
perdag dunia di bawah WTO
Perjanjian di bawah Piagam WTO 1994 al:
1. Agreement on agreculture, textile and clothing,
technical barrier to trade,
2. Trade Related Inversment Measures (TRIMs), Trade
Related Aspect of Intelectual Property Rights (TRIPs),
Trade and Services (TS);
3. Antidumping, Subsidies and Countervailing
Measures, Safeguards)
4. Dispute Setlement Understanding, dll
2. UNIDROIT (The International Institute for the
Unification of Privat Law )
UNIDRIOT terbentuk tahun 1940 berdasarkan perj. multilateral
dan berkedudkan di Roma
Keanggotaan (59 Neg): Argentina, Australia, Austria, Belanda,
Belgia, Bolivia, Brasil, Bulgaria, Ceska, Chilie, Denmark,
Mesir, Estonia, Rusia, Finlandia, Tahta Suci Roma, Hungaria,
India, Iran, Irak, Irlandia, Israel, Italia, Jepang, Jerman,, Kanada,
Kolombo, Kroatia, Kuba , Luxemburg, Malta, Mexico,
Nikaragua, Nigeria, Norwegia, Pakistan, Paraguay, Polandia,
Portugal, Prancis, Rep. Korea, Rumania, San Marino, Siprus,
Slowakia, Slovenia, Afrika Selatan, Spanyol, Swedia, Swiss,
Tunisia, Turki, Inggris, Amerka Serikat, Uruguay, Venezuela,
Yugoslavia, Yunani.
Konvensi yg dihasilkan UNIDROIT yaitu: *
1. Convention on relating to uniform law on the International
Sale of Goods (The Haque 1964)
2. International Convention on the Travel Contract (Brussel,
1970)
3. Convention on Agency in the International Sale of Goods
(Geneva, 1983);
4. UNIDROIT Convention on International Financial Leasing
(Ottawa, 1988)
5. UNIDROIT Convention on stolen or Illegally Exported
Culture Objects (Rome, 1995)
6. Convention on International Interests in Mobile Equipment
(Cape Town, 2001)
* Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005), hal. 43
3. UNCITRAL (The United Nation Commission
on Inter national Trade Law)
UNCITRAL: Badan PBB terbantuk 17 Desember 1966 , adalah utk
melakukan harmonisasi dan unifikasi hukum di sektor perdagangan
antar negara.
Konvensi-Konvensi UNCITRAL antara lain:
1.Convention on Contract for the International Sale of Goods /CISG
(Vienna Convention1980),
2.United Convention on Independent Guarantiees and Stanby Letter
of Credits (New York Convention 1995),
3.United Convention on the Assignment of Receivable in
International Trade (2001)
Neg-neg Anggota UNCITRAL meliputi:
1. Negara Afrika: Benin, Burkina Faso, Kamerun, Kennya,
Maroko, Rwanda, Siera Leone, Sudan, dan Uganda.
2. Neg –neg Asia: China, Fiji, India, Iran, Jepang, Singapura,
dan Thailand..
3. Neg-neg Eropa Barat: Austria, Prancis, Jerman, Italia,
Spanyol, Swedia, dan Inggris
4. Neg-neg Eropa Timur: Hongaria, Lituania, Rusia, Yugoslavia.
5. Neg-neg Amerika : USA, Kanada, Karibia, Mexico, Brazil,
Kolombia, Honduras, Paraguay, Uruguay. Argentina,
IV. Kamar Dagang Internaional (The Internatio-
nal Chamber of Commerce / ICC)
ICC bertujuan utk melayani dunia usaha melayani
dengan memajukan perdagangan, penanaman modal,
membuka pasar utk barang dan jasa, serta
memperlancar aaliran modal antar negara.
Peran ICC meliputi:
1. Sebagai forum penyelesaian sengketa
2. sebagai forum penyebarluas info perdag
dan aturan hukum perdag antar neg
3. Memberikan pelatihan dan teknik dlm
merancang kontrak Internasional
Kebijakan ICC antara lain:
1. The Uniform Custon and Practice (UCP) 500,
1933 dan 1994
2. The International Commercial Term
(INCONTERM), 1936, 2000.
CONTON KONTRAK BISNIS (INVESTASI ASING); MNC
(2) Martin Khor Kok Peng, Imprialisme Ekonomi Baru, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
KONPHALINDO, 1993, hal. 67-68
• Dalam Pertemuan Uruguay Round, Sebenarnya ada 15 topik masalah yang
dibahas, yang diklasifikasikan menjadi 4 bagian yaitu: [3]
(3) HS. Kartajoemena, GATT dan WTO, Sistem Forum Dan Lembaga Internasional Di Bidang
Perdagangan, cet. Pertama (Jakarta: UI Press, 1996), hal, 36
• Dalam Sidang Punta del Este (Uruguay) 1968, Isu Investasi semakin
mendapat perhatian Internasional karena menjadi bagian dari isu baru (New
Isues)
• Pembahasan ttg Investasi dalam Sidang Punta del Este 1988 maupun
Pertemuan tingkat Menteri di Brusel 1990 tidak berhasil mencapai
kesepakatan antara Negara Maju dan Negara-negara Berkembang, terutama
menyankut : persyaratan-persyaratan penggunaan sumber daya lokal,
perdagangan berimbang, persyaratan ekspor, pembatasan impor, alih
teknologi dan penyerapan tenaga kerja lokal, divestasi saham, dll.
• Pembahasan tentang Investasi pd berbagai Petemuan GATT baik di
Punta del Este maupun Brusel, ada 2 pendapat yang berbeda) ant
negara Maju dan negara Berkembang (4):
• Negara Maju menghedaki agar negara-negara berkembang tidak
menerapkan kebijakan yang menentukan:
a. investor asing harus memberlakukan perdagangan berimbang sebagai
syarat memperoleh izin investasi.
b. Investor asing untuk mengunakan sebahagian produk lokal/domestik
dlm menunjang produksi atau kegiatan usahanya.
• Negara Berkembang menghendaki bahwa perdagangan internasional
termasuk kebijakan Investasi asing harus dapat memberikan
kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi, stabilitas nasional,
pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat
di negara berkembang.
• Bagi Neg Berkembang: kebijakan investasi yang diharapkan bukan
yang mengarah kepada prinsip prinsip perdagangan bebas melainkan
pada keadilan sosial.
(4) HS. Kartajoemena, GATT-WTO dan Hasi Uruguay Round, hal 220
• Dalam Perundingan TRIMS telah diidentifikasi beberapa
Aturan-aturan Investasi yang menjadi penghambat arus
perdaga-ngan bebas yaitu (5)
(6) Huala Adolf, Perjanjian Penanaman Modal dalam Hukum Perdagangan Internasional (WTO ), PT.
Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal 111
• Setelah melalui proses negosiasi dan konsultasi akhirnya
disepakati bahwa kebijakan yang dilarang meliputi:
persentasi ekspor tertentu berkaitan dgn hak utk
melakukan impor (trade balancing) dan kebijakan yang
mensyaratkan kandungan lokal dlm proses produksi
(Local content requirements)
[8] Frederic C Deyo, 1987. The Political Economy of the new ASEAN Industrialism, Cornell University Press, USA,
hal. 9.
[9] Bisri, Kompas, 25 April 1994.
• Dampak Negatif PMA: Hubungan yang tidak seimbang antara pemodal asing
dengan negara penerima modal dapat dilihat dalam masalah-masalah sebagai
berikut [10] :
1. Bahwa pemodal asing (swasta) selalu berorientasi untuk mencari keuntungan (profit
oriented), sedangkan negara penerima modal mengharapkan modal asing dapat membantu
mencapai tujuan pembangunan nasional.
2. Bahwa pemodal asing memiliki posisi yang lebih kuat, sehingga mereka mempunyai
kemampuan berusaha dan kemampuan berunding (bargaining posistion), dimana dalam
pelaksanaan usahanya seringkali bertentangan dengan kepentingan dengan negara
penerima modal (host country).
3. Bahwa pemodal asing biasanya memiliki jaringan usaha yg kuat dan luas yg berbentuk
Multinational corporation / Multi National Enterprise (MNE) yang tergabung dalam induk
perusahaan, melayani kepentingan negara dan pemilik saham di negara asal, shg sangat sulit
utk mampu melayani kepentingan negara penerima modal.
5. Perusahaan MNE dapat mengontrol atau mendomenasi perusahaan lokal, bahkan dapat
mempengaruhi kebijakan ekonomis dan politis dari negara penerima
[10] Paul Streeten, Cost and Benefits of MNE in Less Developed Countries, In Deming: The Multinational
Enterprise, George Allen and Union Ltd, hal. 240
• Dengan berlakunya TRIMS yg mrp bagian dr Isu baru dlm ketentuan
GATT-WTO 1994 diharapkan dapat memberikan peluang bagi negara
berkembang antara lain (11):
(11) Huala Adolf, Perjanjian Penanaman Modal dalam Hukum Perdagangan Interna-sional (WTO ), PT.
Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal 10 – 11.
• Perjanjian TRMS oleh negara maju masih dianggap sebagai suatu
kemunduran karena dapat menjadi penghambat dalam perdagangan
internasional, sebab neg-neg penerima investasi senantiasa mensyaratkan
penggunaan produk lokal sebagai persyaratan PMA
Tahun 1967 Indonesia membuka kesempatan seluasnya bagi investor asing utk
menanam modal di Indonesia dgn pemilikan saham 100 %
Utuk merealisasi kesempatan tsb, dikeluarkan UU No.1 Tahun 1967 tentang PMA
Dari tahun 1967 sampai dengan 1993 telah membuahkan hasil, yaitu masuknya 2537
proyek dengan jumlah investasi senilai US$ 66,3 milliard dan tenaga yang terserap
sebanyak 243.948 orang [12].
Selanjutnya dari tahun 1999 sampai dengan pertengahan 2001 telah membuahkan hasil,
yaitu masuknya 3202 proyek dari investasi asing dengan jumlah investasi senilai US$
30,9 milliard, dan tenaga yang terserap sebanyak 80.998 orang [13].
Data lima tahun terakhir: dari tahun 1999 s/d 2004 Izin Usaha Tetap PMA sebanyak
2935 buah dengan nilai investasi sebesar 33 Milyar US dollar[1]
dollar .
• [12]
[12 Newsletter PPH, Liputan khusus 1993
• [13] Sumber BKPM Pusat Jakarta, 2001
• [14] Sumber : Data BKPM Jakarta diolah
• Walaupun sebenarnya investasi asing diharapkan mampu memberikan
kontribusi terhadap pembangunan perekonomian Indonesia, namun tidak
dapat dipungkiri bahwa sampai dengan saat ini terutama pada bidang-bidang
usaha strategis dan merupakan kebutuhan sehari-hari bangsa Indonesia
dikuasai oleh perusahaan investasi asing
Bidang-bidang usaha tsb, (bid usaha otomatif, minuman, makanan,
telekomunikasi, elektronik, perlistrikan, obat-obatan, pertambangan
perhotelan, perbankan dll). Hal ini berarti bahwa sebagian besar yang
berperan dalam kegiatan ekonomi di Indonesia dgn permodalan yang
besar adalah perusahaan modal asing.
Dalam pelaksanaannya, untuk memperoleh kontribusi nasional dari
masuknya investasi asing yang bisa membuat bangsa Indonesia menjadi
bangsa yang berdikari memang belum terwujud dengan baik. Contoh-
contoh:
- Adanya usaha asing yang mengancam usaha domestik,
- Alih tehnologi yang tidak berjalan dengan baik,
• Divestasi yang kurang terlaksana bahkan pada akhir-akhir ini peme-rintah
telah banyak melakukan privatisasi terhadap Badan Usaha Milik Negara
dengan jalan menjual sebagian besar sahamnya kepada investor asing dan lain
sebagainya.
• Sebagai akibat dari kelemahan tsb, munculnya beberapa
tanggapan negatif dr para pengamat hukum dan ekonomi ttg
keberadaan investasi asing yang bisa mengancam kepentingan
nasional,
• Karena itu perlu diambil langkah-langkah yang tepat oleh
pemerintah untuk benar-benar melaksanakan ketentuan-
ketentuan regulasi di sektor PMA dalam mempercepat proses
pembangunan nasional di Indonesia antara lain:
– T. Mulya Lubis yang menyatakan bahwa tidak merupakan
keraguan lagi bagi kita untuk mengadakan perubahan-
perubahan dalam banyak hal menyangkut investasi asing di
Indonesia ini. Tanpa pengubahan maka kita tetap dalam
situasi seperti sekarang, dimana tangan-tangan PMA makin
membesar sementara investasi dalam negeri secara perlahan
porak poranda. Keadaan social politik juga akan terpengaruh
[14].
[14] T. Mulya Lubis dalam Sumantoro, 1986. Hukum Ekonomi, UI Press, Jakarta, hal. 99
• Sebagai akibat dari banyak protes dari masyarakat
(Peristiwa Malari 1974), pemerintah menerapkan
kebijakan yang restriktif thd modal asing (FDI), dan
mewajibkan dlm bentuk patungan (joint venture).
• Untuk itu dikeluarkan: SE-BKPM, 21 Pebruari 1974:
bahwa jangka waktu peningkatan saham nasional menjadi
mayoritas (minimal 51%) adalah hanya selama 10 tahun.
• SE-BKPM 1974, telah menutup kemungkinan investor
asing bisa memiliki saham sampai dengan 100% , hal ini
bertentangan dgn Psl 6 dan Psl. 7 UU No. 1 Tahun 1967.
Artinya dari segi sinkronitas peraturan perundangan secara
vertical tidak menunjukkan kesesuaiannya antara peraturan
tingkat bawah dengan peraturan yang kedudukan hirarkis
lebih tinggi.
• Perusahaan PMA hanya bisa melakukan aktifitasnya jika mereka mau
melakukan join venture dengan perusahaan lokal dengan komposisi
kepemilikan saham 75% asing dan 25% Indonesia, 10 tahun
kemudian komposisi kepemilikan saham harus berubah dengan
perbandingan 49% asing dan 51% Indonesia.
• Dalam Pasal 5 ayat (2) UU No. 25 tahun 2007, ditentukan bahwa perusahaan-
perusahaan PMA yang dijalankan untuk seluruhnya atau sebagian terbesar di
Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri harus berbentuk badan hukum
menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
• Konsekwensi dari yuridis penggunaan badan usaha bagi PMA harus berbadan
hukum Indonesia ialah bahwa perusahaan PMA tersebut akan terikat dengan
hukum Indonesia pada setiap perbuatannya, sedangkan jika menggunakan badan
hukum asing atau orang asing secara perorangan dalam menjalankan usaha maka
akan sulit untuk menetapkan hukum mana yang berlaku pada operasional ataupun
jika mereka mempunyai masalah-masalah hukum. [17]
[17] badan hukum mempunyai makna bahwa dia oleh hukum dianggap sebagai subyek hukum sama
seperti manusia yang bisa melakukan perikatan-perikatan atas namanya sendiri, mempunyai harta
kekayaan tersendiri, walaupun secara ekonomis sebenarnya harta kekayaan PT adalah milik
pemegang-pemegang sahamnya, dan bertanggung jawab sendiri atas akibat-akibat hukum dari
perikatan-perikatan yang dilakukannya dengan pihak ketiga .
• Bentuk badan usaha yang dimaksud oleh Pasal 5 ayat (2) UU No. 25/ 2007
tersebut adalah Perseroan Terbatas (PT).
• Ketentuan tersebut telah lama berlaku semenjak ditetapkan oleh pemerintah, yaitu
dengan adanya Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No.J.A. 5/3/2/1967 tentang
penegasan dari Pasal 3 UU No. 1 Tahun 1967, yang menyatakan bahwa
”perusahaan penanaman modal asing harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT) .
Selanjutnya penetapan tersebut diperkuat dengan PP No. 20 Tahun 1994 tentang
Pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka PMA, dan SK
Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/ Ketua BKPM No. 15 /SK/1994 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Yang didirikan Dalam
Rangka PMA.
• Menurut Rudi Prasetya ada tiga karakteristik dominan bahwa PT merupakan
bentuk usaha yang tepat digunakan dalam pengembangan modal yang merupakan
orientasi utama dari setiap pengusaha[18]
pengusaha yaitu :
1. pertanggungjawaban yang timbul semata-mata dibebankan kepada harta kekayaan
yang terhimpun dalam asosiasi
2. sifat mobilitas atas hak penyertaan
3. prinsip pengurusan melalui suatu organ
[18] Rudhi Prasetya, 1995, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Penerbit PT Citra Aditya
Bakti,.Bandung, hal. 12
KEBIJAKAN DASAR PENANAMAN MODAL (Psl 4)
Pengertian:
• Teknologi merupakan suatu pengetahuan yang sistematis tentang pemerosesan
suatu produk, penerapan proses atau memberikan pelayanan atau pemberian jasa
dan tidak meluas pada transaksi yang melibatkan penjualan dan barang. Teknologi
tidak hanya meliputi pengetahuan dan metode untuk mengembangkan, metode
produksi dan distribusi barang dan jasa tetapi juga kemampuan kewirausahaan dan
pengetahuan profesional (20).
• Alih teknologi adalah suatu proses alih pengetahuan secara sistematis utk
menghasilkan suatu produk, pemakaian suatu proses atau untuk pelayanan
jasa. Alih teknologi merupakan suatu cara yang efektif utk menguasai
teknologi dengan menggunakan metoda, melanjutkan dalam arti tidak dimulai
dari dasar lagi melainkan menggunakan teknologi yang sudah jadi untuk
dikembangkan lebih lanjut (inovasi) (21).
• Penerapan alih teknologi tidak hanya menyangkut aspek Hukum Investasi,
juga aspek lainnya (Hukum HKI , Hk. Perdag Inter, Hk Perlind Konsumen,
dll).
1. Penugasan (TA), penjualan dan perizinan dari semua bentuk kekayaan industri
kecuali: merek dagang, merek jasa, dan nama dagang yang tidak merupakan
bagian dari perjanjian teknologi.
2. Ketentuan untuk mengetahui alih teknologi dalam bentuk studi, rencana,
diagram, model, instruksi, bimbingan, formulasi, dasar atau detail desin
mesin, dan spisipikasi dan peralatan untuk latihan, pelayanan yang bimbingan
jasa teknik dan personal manejer, serta personal latihan.
3. Ketentuan tentang pengetahuan teknologi yang diperlukan bagi instalasi,
operasional dan fungsi perencana dan peralatan serta rencana projek.
4. Ketentuan tentang pengetahuan teknologi yang diperlukan untuk keperluan
instal, dan penggunaan mesin, peralatan, barang-barang an bahan baku yang
diperlukan dalam jual beli, sewa menyewa dan sebagainya.
5. Ketentuan mengenai isi teknologi dari persetujuan operasional teknik dan
industri.
• To day is the last meeting for us, but I expect that next time we will
meet again in another opportunity.
• Forgive me, I am aware that, maybe during the teaching and learning
activity there are many mistakes that I do, either my behavior that is
not so good to all of you, or perhaps about the method of presenting
the course material.
• I believe that, you will be successful people in the future. Therefore,
you have to study hard to achieve your destination. I also expect to all
of you, if you have obtained job, be an honest employee, don’t be
careless and be diligent to conduct your duty especially in
implementing the public services. And tray to master the foreign
language, including the English Language.
• Thanks very Much for your attention. See you next time