Anda di halaman 1dari 283

KONTRAK BISNIS

INTERNASIONAL

MUHAMMAD SOOD
SILABUS
PENDAHULUAN /LATAR BELAKANG
KONTRAK
KONTRAK BISNIS
BISNIS INTERNASIONAL
INTERNASIONAL
PENGERTIAN, RUANG LINGKUP, SUMBER-
SUMBER KONTRAK BISNIS INTER

KLUSUL (PRINSIP, SYARAT SAHNYA, SUBYEK-


OBYEK, KONTRAK BISNIS INTERNASIONAL
PROSEDUR KONTRAK BISNIS
INTERNASIONAL
PERANAN BANK, HUBUNGAN PARA PIHAK
DALAM KONTRAK BISNIS INTERNASIONAL

PENGIRIMAN, PENGANGKUTAN DAN


PENYERAHAN BARANG
PENYELESAIAN SENGKETA DAN ORGANISASI
KONTRAK BISNIS
INTERNASIONAL

BISNIS KEGIATAN DI ISTRUMEN HUKUM


(WIRA USAHA)
BID EKONOMI BIDANG EKONOMI

kegiatan ekspor impor, investasi, perdagangan jasa,


lisensi dan waralaba (license and franchise), hak atas
kekayaan intelektual; atau kegiatan-kegiatan bisnis
lainnya yang terkait, seperti perbankan, asuransi,
perpajakan dan sebagainya.
PENGERTIAN KONTRAK BISNIS

• Kontrak Bisnis Internasional adalah: Kesepakatan


yang dilakukan oleh para pihak untuk melakukan
kegiatan bisnis (komersial), antar perorangan atau
badan usaha yang berada pada negara berbeda,
seperti: kegiatan ekspor-impor (jual-beli barang),
perdagaangaan jasa, investasi, franchise (waralaba)
Hak atas Intelektual, dan kegiatan bisnis lainnya*
• *Karla C. Shippey, J.D, Kontrak Bisnis Internasional, Penerbit
2004
• Kontrak bisnis merupakan perjanjian tertulis untuk tujuan bisnis
antara para pihak yaitu antara pihak yg menawarkan barang atau
jasa dengan pihak yang menerima penewaran.
• Dengan diterimanya penawar tersebut, maka telah terjadinya
hubungan hukum atau kesepakatan antara para pihak, artinya para
pihak telah terikat untuk memenuhi prestasi dan kontra prestasi,
atau secara hukum telah menimbulkan hak dan kewajiban bagi
para pihak.
• Perkembangan Kontrak bisnis sangat cepat, hal ini sejalan pula
dengan semakin lancarnya arus peredaran barang dan jasa, yang
didukung oleh kemampuan teknologi informasi, dan transportasi
baik dalam lingkup nasional maupun internasional.
• Menurut Caterin Elliott and Frances Quinn, dalam bukunya
Contract Law, menyatakan bahwa:
”In order to understand the law in offer and acceptance, you
need to understand the concept of unilateral and bilateral
contract. Most contracts are bilateral. This mean that each
parties take on an obligation usually by promising the other
something, for example Ann promises to sell something and
Ben to buy it (Although contract where these are mutual
obligation are always called bilateral, there may in fact be
more the two parties to such a contract)”.
• Pengaturan kontrak bisnis Internasional pertama kali di
kenal di Eropa Barat terutama di Inggris dan Prancis sekitar
abat ke 18.
• Peraturan-peraturan yang menjadi landasan hukum dari
kebijakan ekonomi sebelum terjadinya revolusi industri di
Inggris, adalah hukum feodal yang lahir dari pemerintahan
yang bersifat absolut.
• Selain itu, negara-negara Eropa Barat terutama Inggris dan
Prancis juga mengutamakan kepentingan politik melalui
kekuatan militer untuk menguasai ekonomi yang lebih luas.
DI INGGRIS Charles A. Berg: The Economic Bases of Policy

Campur Tangan Pem dlm bidang ekonomi sangat kuat shg


HUKUM FEODAL dapat menghambat kegiatan perdag dan industri

HUKUM: Penunjang Pemb Campur Tangan Pemerintah mulai berkurang

Sejak 1760 (50 th) - Kemajuan di bid


Revolusi Industri Ekonomi

Para Pengusaha berlomba-lomba mencari keuntungan:


• Terjadi Penguasaan modal, lahan dan kekayaan utk menunjang
kegiatan Industri
• Terjadi Kesenjangan Sosial antara Majikan dan Buruh

Adam Smith : - Menentang pembatasan thd kegiatan ekonomi dan


Menganjurkan pasar bebas: Liberalisasi Perdagangan

HUKUM: Mencegah Kesenjangan Sos - Factary Laws and Social Legislation

Rebert Owen: Mengusulkan agar Pem ikut serta dlm kegiatan ekonomi
• Timbulnya kebebasan dalam melaksanakan
perdagangan antar negara, atau disebut dengan
perdagangan internasional termotivasi oleh paham
atau teori yang dikemukakan oleh Adam Smith dalam
bukunya berjudul “The Wealth of Nations”, yang
menyatakan bahwa kesejahteraan masyarakat suatu
negara justru akan semakin meningkat, jika
perdagangan internasional dilakukan dalam pasar
bebas dan intervensi pemerintah dilakukan seminimal
mungkin.
• Teori yang dikemukakan oleh Adam Smith di atas disebut dengan ”teori
keunggulan absolut” adalah teori yang mendasarkan pada asumsi bahwa
setiap negara memiliki keunggulan absolut nyata terhadap mitra
dagannya.
• Menurut teori ini, suatu negara yang mempunyai keunggulan absolut
relatif terhadap negara mitra bisnisnya dalam memproduksi barang atau
komoditi tentu, akan mengekspor komoditi tersebut ke negara mitra
yang tidak memiliki keungulan absolut (absoluth disadventage).
• Dengan sistem perdagangan bebas, sumber daya yang akan digunaka
secara lebih efisien, sehingga kesejahteraan yang akan dicapai akan
lebih optimal. Namun dalam kenyataannya justru yang terjadi di Eropa
adalah ketidak adilan dan kesenjangan sosial antara para pengusaha
yang kaya raya dengan kaum buru atau petani yang miskin.
• Untuk mengurangi kesenjangan sosial dan ketidakadilan dalam
sistem industrialisasi di Inggris yang telah berlangsung selama
bertahun-tahun, seorang ekonom yang bernama Robert Owen
mengajukan protes kepada pemerintah, sehingga Sir Robert Peel
berupaya untuk mengurangi jam kerja anak-anak di sektor industri.
• Perjuangan tersebut menghasilkan beberapa norma hukum di sektor
industri yang disebut dengan “Factories Laws”. Peraturan ini
merupakan norma hukum ekonomi pertama yang memberikan hak
kepada pemerintah untuk ikut terlibat dalam kegiatan ekonomi
setelah periode Adam Smith.
• Dengan terbentuknya Undang-undang tentang Hak Pilih (Reform
Bill) pada tahun 1834, langkah-langkah menuju peraturan yang
melindungi buru (social legislation) dipercepat oleh wakil-wakil
rakyat dalam House of Commons
DI PRANCIS Revolusi Prancis 1830-1850

Semboyan :
Kemerdekaan, Persamaan hak dan
Persaudaraan (Liberte, Egalite, Fraternite)

Unifikasi dan Kodifikasi Hukum - Code Civil


(CODE NAPOLEON) - Code du Commerce
- Code Penal
• Kepastian Hukum
• Faham Hak Milik Mutlak
• Faham Legisme

Bertujuan untuk mendukung kepentingan para pengusaha dlm


kegiatan ekonomi, sedangkan di sisi lain faham tsb sangat
merugikan hak kaum buruh dam masyarakat kecil.
• Sejalan dengan sejarah berkembangnya hukum ekonomi di
Inggris, keadan yang hampir sama juga terjadi di Prancis.
Revolusi industri di Prancis yang dimuali sekitar tahun 1830-
1840 telah didahului oleh:
1. Revolusi Prancis dengan semboyan “Kemerdekaan, Persamaan
Hak dan Persaudaraan (Liberte, Egalite, Fraternite).
2. Adanya unifikasi hukum dan kodifikasi hukum bisnis Prancis ke
dalam Code Civil dan Code du Commerce, juga di bidang hukum
Pidana ke dalam Code Penal.
DI BELANDA Code Civil dan Code du Commerce

Kodifikasi: 1828
- Burgrlijk Wetboek (BW)
-Wetboek van Kophandels (WvK)
-Wetboek va Straftrecht (WvS)

Hindia Belanda / Indonesia • Gol. Eropa


• Gol Timur Asing
•Kodifikasi 1838 – Asas Konkordansi
• Gol. Pribumi
• Kitab Undang-Undang Hukum perdata
• Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
• Keadan seperti ini juga tidak jauh berbeda dengan di Negeri
Belanda yang mengambil alih Code Napoleon (Code Civil,
Code du Commerce dan Code Penal) kemudian dikodifikasi
menjadi Burgelijk Wetboek (BW), Wertboek van Kophandel
(WvK) dan Wetboek van Straftrecht (WvS) pada tahun 1828,
• Perubahan ini membawa ke puncak kemakmuran di Negeri
Belanda pada tahun 1870. Kaidah-kadah hukum tersebut
merupakan instumen hukum yang digunakan dalam
melaksanakan kontrak atau hubungan bisnis baik secara
nasional maupun antar negara, demikian pula dalam
melakukan penguasaan terhadap sumber daya alam dari
negara jajahan
Perkembangan H. Kontrak Di Indonesia

Prinsip H. Kontrak Bisnis


1838 (Pasal 1320 & 1338 KUH Perd)
- HUKUM PERDATA H. Liberal
• Consensual Principle
- HUKUM DAGANG • Freedom of Contract Principle
• Pacta Sunt Servanda Principle
• Obligation Principle
• Good behavior Principle

1. Hukum Perorangan (Persoon Recht)


KUH PERDATA
2. Hukum Keluarga (Familie Recht)
3. Hukum waris (Erf Recht)
4. Hukum Harta Kekayaan (Vermogen Recht)
a. Hukum Benda (Zaken Recht)
b. Hukum Perikatan (Verbintenissen Recht)

HUKUM DAGANG - KUHD


• Sebagai bekas negara jajahan Belanda, ketiga bidang hukum
ini : Burgelijk Wetboek (BW), Wertboek van Kophandel
(WvK) dan Wetboek van Straftrecht (WvS) berdasarkan asas
konkordansi juga berlaku di Indonesia, dan dikodifikasi pada
tahun 1838 menjadi Kitab Undang Hukum Perdata (KUH
Perdata), Kitab Undang Hukum Bisnis (KUHD), dan Kitab
Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).
• Dengan berlakunya kaidah hukum Perdata dan Hukum Bisnis
Barat di Indonesia maka prinsip hak milik dan kebebasan
sebagai hak asasi harus dimaknai sebagai hak yang tidak dapat
diganggu gugat.
• Dalam Kontrak Bisnis, salah satu asas hukum : Asas kebebasan
kontrak merupakan prinsip hukum yang mendorong terjadinya
liberalisasi di sektor industri dan perdagangan.
• Liberalisasi perdagangan internasional mengalami pertumbuhan
yang sangat pesat pada abad ke 19, sehingga memberikan
keuntungan dalam bidang ekonomi di Eropa.
• Kebebasan perdagangan tersebut belum dapat dinikmati oleh
bangsa lainnya di luar Eropa, terutama di Asia dan Afrika. Hal
ini karena Asia dan Afrika merupakan wilayah kolonial negara-
negara Eropa, sehingga dalam sektor perdagangan, banksa Asia
dan Afrika tidak mendapatkan kesempatan dan kebebasan yang
sama seperti banksa Eropa
• Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota organisasi
perdagangan internasional, Indonesia telah menganut sistem
perdagangan bebas dan terikat untuk mematuhi ketentuan-
ketentuan perdagangan internasional baik yang disepakati dalam
perundingan GATT-WTO, maupun dalam konvensi-konvensi
Internasional.
• Ketentuan-ketentuan tsb memberikan pengaruh terhadap sistem
dan pranata hukum nasional di sektor perdagangan, termasuk
pada kegiatan industri kecil. Pengaruh tersebut tidak dapat
dihindari terutama dalam pembangunan ekonomi nasional.
• Sebagai tindak lanjut dari dukungan Indonesia terhadap
perdagangan bebas, Pemerintah Indonesia telah menentukan
arah kebijaksanaan di bidang hukum yang mendukung
kegiatan ekonomi sebagaimana dituangkan dalam Garis-Garis
Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004, Tap MPR
No.IV/MPR/1999.
• Hal ini telah dinyatakan dalam butir 7, bahwa Indonesia harus
mengembankkan peraturan perundang-undangan yang
mendukung kegiatan perekonomian dalam menghadapi era
perdagangan bebas tanpa merugikan kepentingan nasional.
• Selanjutnya dalam rangka pengembankan ekonomi nasional guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pada tahun 2007
Pemerintah Indonesia kemudian menentukan ”arah kebijaksanaan di
bidang hukum” dalam mendukung kegiatan ekonomi sebagai bagian
dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).
• Hal ini diatur dalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-
2025. Dalam Lampiran Bab IV. 1.2 Huruf A, tentang Reformasi Hukum
dan Birokrasi”, khususnya pada angka 1 dinyatakan bahwa:
”Pembangunan hukum diarahkan untuk mendukung terwujudnya
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan; mengatur permasalahan
yang berkaitan dengan ekonomi, terutama dunia usaha dan dunia
industri; serta menciptakan kepastian investasi, terutama penegakan
dan perlindungan hukum.
KODIFIKASI
HUKUM PERDATA dan HUKUM DAGANG

PRANCIS (1808) BELANDA (1828)


INDONESIA (1838)
Code Civil & Code du Burgelijk Wetboek
(BW), & Wetboek van KUH Perdata
Commerce dan KUHD
Kophandel (WvK)

Sebagai konsekuensi logis menghadapi liberalisasi perdagangan internasional,


perubahan di bidang hukum mutlak dilakukan:
• Sesuai dengan prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang
memberikan
• Perlindungan terhadap pengusaha kecil, mencegah persaingan yang tidak
sehat dari pengusaha besar, nasional maupun asing
SUMBER-SUMBER HUKUM
KONTRAK BISNIS INTERNASIONAL

1. Hukum Nasional
 Perjanjian jual beli yang diatur dalam Pasal 1457 hingga Pasal
1540 KUHPerdata, KUHD, norma-norma hukum nasional
 Hal ini terjadi karena adanya pilhan hukum para pihak
2. Dokumen Kontrak
 Dokumen kontrak adalah aturan lex specialist dari aturan atau
prinsip-prinsip hukum, terutama mengengenai hak dan kewajiban
para pihak adalah aturan-aturan esensial
 Hal ini dapat berlaku berdasarkan pada prinsip kesepakatan yang
berlaku bagi para pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338
yang menyatakan bahwa, ”semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang bagi mereka yang
membuatnya........Akte Notaris
1. Identitas eksporter dan importer
2. Uraian jumlah dan mutu barang
3. Bill of lading (surat tanda terima barang /kepemilikan barang
4. Faktur Perdagangan (Trade Facture)
5. Daftar Pengepakan (Packing List)
6. Daftar Kubikasi (Meansurement List)
7. Daftar timbangan (Weight List)
8. Keterangan negara asal
9. Sertifikat Mutu (Quality Certificate)
10. Laporan Kebenaran Pemeriksaan
11. Polis Asuransi
12. Batas Waktu Pengapalan barang
13. Batas Waktu berlakunya L/C
14. Syarat pengapalan (partial shipment, transshipment)
15. Keterangan negosiasi dokumen pengapalan
16. Akta jual berli (ekspor – impor)
3. Kebiasan Perdagangan Internasional (Lex Mercatoroa)
 Kebiasaan perdagangan internasional memiliki dua sifat
sebagai berikut:
1. Sumber hukum ini biasanya dirumuskan oleh lembaga-
lembaga internasional atau asosiasi-asosiasi bisnis; dan
2. Sumber hukum tersebut akan berlaku apabila para pihak
menyatakan atau memasukkan ke dalam kontrak mereka.
 Contoh:
1. Uniform Custom for Documentary Credits (UCP)
500, merupakan dokumen kontrak yang memuat
aturan kebisaan bisnis di bidang perbankan
khususnya dalam hal pembayaran melalui kredit
berdokumen
2. Incoterms 2000 merupakan ketentuan internasional yang
mengatur syarat-syarat perdagangan yang terkait dengan
pengangkutan barang melalui kapal. Misalnya syarat FOB
atau CIF merupakan istilah secara umum dipahami oleh para
pelaku bisnis. Istilah ini kemudian dikodifikasi oleh ICC ke
dalam suatu dokumen yang disebut dengan Incoterms 2000
3. Bentuk-bentuk kontrak standar di bidang konstruksi yang
dikeluarkan oleh Organisasi Insinyur di dunia yaitu FIDIC
(Federation Internationale des Ingenieursndes Conseils).
Dokumen ini memuat bentuk-betuk kontrak standar yang
dikenal pula dengan Standard Form Contract (International
Construction Contract-FIDIC Condition).
3. Doktrin-Doktrin
 Doktrin ini dapat berbentuk tertulis dalam berbagai
literatur seperti, buku referensi, artikel ilmiah dan
sebagainya. Selain itu juga dapat berwujud catatan-
catatan berupa pendapat dalam suatu proses
perancangan perjanjian internasional (travaux
preparatoire).
 Bahkan doktrin juga dapat tercermin dari putusan-
putusan pengadilan internasional , baik arbitrase
maupun mahkamah atau pengadilan internasional
6. Perjanjian Internasional
1. UNIDROIT Principles of International Commercial Contract 2010
• UNIDROIT merupakan hasil harmonisasi di bidang Hukum Kontrak
dari berbagai Sistem Hukum : Civil Law; Common Law; Socialist
Legality; Shariah; maupun Canonic Law.
• Unidroit 2010 merupakan penyempurnaan dari Unidroit versi tahun
1994 dan 2004, yang meliputi 11 Bab, masing-masing tentang:
Ketentuan Umum (General Provisions); Pembentukan (Formation);
Kewenangan Agen (Authority of Agent); Illegality: Penafsiran
(Interpretation); Isi (Content); Prestasi (Performance); Wanprestasi
(Non-Performance); Set-off; Pengalihan hak, kewajiban dan kontrak
(Assignment of Rights, obligations and Contract); Pembatasan Waktu
(Limitation Period); the Plurality of Obligors and Oblige).
2. Uniform Rules Concerning the Contract of Inter-national
Carriage of Goods by Rail (CIM), 1999
• Uniform rules ini merupakan perat internasional berlaku
umum bagi pengangkutan barang dengan menggunakan kereta
api, baik diantara negara anggota, maupun antara negara
anggota dengan bukan negara anggota, sepanjang negara yang
bukan anggota menyatakan setuju untuk tunduk pada
ketentuan-ketentuan uniform rules ini.
• Ketentuan Uniform Rules ini juga berlaku bagi kontrak
pengangkutan tunggal yang sebagian kegiatannya melalui
perairan pedalaman atau melalui laut.
3. UNCITRAL Model Law on E-Commerce of 1996 with Guide to
Enactment, with Additional Article 5 bis as Adopted in 1998
• Peraturan ini berlaku bagi setiap informasi dalam bentuk pesan data
(data message) yang digunakan dalam konteks kegiatan komersia.
• Pesan data didefinisikan sebagai informasi yang dihasilkan, dikirim,
diterima atau dikumpulkan (stored) secara elektronis, secara optical
atau cara yang serupa, meliputi namun tidak terbatas pada:
electronic data interchange (EDI), surat elektronis, telegram, telex
atau tele copy.
• Selain hal tersebut, peraturan ini juga mengatur tentang kegiatan E-
Commerce pada bidang tertentu. Misalnya, terkait dengan kontrak
pengangkutan barang (carriage of goods), termasuk dalam
penggunaan data electronic pada dokumen-dokumen transportasi
4. United Nation Convention on Contract for the
International Sales of Goods (UNC-CISG) 1980
• Konvensi ini mengatur tentang Jual Beli Barang Internasional
yang cukup komprehensif dan menggambarkan hasil
harmonisasi dari berbagai sistem hukum yang berbeda.
• Konvensi mengatur hak dan kewajiban para pihak dalam jual
beli barang internasional secara transparan.
• Konvensi telah diratifikasi oleh 77 negara yang mencerminkan
dua pertiga dari volume perdagangan internasional
• Bagian III adalah mengatur tentang penjualan barang (sale of
goods) yang terdiri dari ketentuan umum, antara lain meliputi
ketentuan tentang:
1. Kewajiban penjual seperti: penyerahan barang dan dokumen,
kesesuaian barang dan terkait dengan tuntutan pihak ketiga,
upaya pemulihan atas wanprestasi oleh penjual.
2. Kewajiban-kewajiban pembeli, meliputi: pembayaran atas
harga yang disepakati, penambilan barang, serta upaya
pemulihan dalam halwanprestasi oleh pembeli.
3. Ketentuan lain menyangkut pengalihan risiko (passing of
risk); anticipatory breach and installment of contract;
kerugian; bunga; ketentuan pengecualian; efek penghindaran;
pemeliharaan barang; dan lain-lain.
5. Convention on the Law Applicable to Contract of
the International Sales of Goods 1986
• Ketentuan pokok dari Konvensi ini meliputi: ruang
lingkup berlakunya konvensi; hukum yang berlaku;
dan ketentuan umum.
• Hukum yang berlaku (applicable law), terdiri dari
ketentuan tentang cara penetapan hukum yang
berlaku (determination of the applicable law), serta
ruang lingkup hukum yang berlaku (scope of the
applicable law)
6. Convention Relating to a Uniform Law on the
International Sales of Goods
• Convensi ini meliputi 2 Konvensi, masing-masing:
a. Convention relating to a Uniform Law on the
International Sales of Goods (ULIS),
b. Convention in relating to a Uniform Law on the
Formation of Contract for International Sales of
Goods (ULF).
• ULIS dan ULF berupaya memperbaiki konvensi
sebelumnya, yaitu Convention on the Law
Applicable to International Sales of Goods 1955
ULIS terdiri dari 15 pasal yang mengatur, antara lain:
1. kewajiban masing-masing negara pihak dalam konvensi ini
untuk menginkorporasikan ketentuan konvensi ke dalam
sistem hukum nasional masing-masing;
2. memperlakukan negara anggota lainnya sama dalam kaitan
pelaksanaan ketentuan konvensi;
3. prosedur penarikan diri dari keanggotaan konvensi;
4. konvensi bersifat terbuka untuk diaksesi baik oleh negara-
negara anggota PBB maupun oleh badan-badan khusus PBB;
5. berlakunya konvensi 6 bulan setelah penyerahan dokumen
ratifikasi yang ke 5.

7. Convention on the Law Applicable to International Sales of
Goods 1955
• Konvensi ini mencakup ketentuan tentang: ruang lingkup berlakunya;
hukum yang berlaku bagi para pihak; dalam hal apa ketentuan Konvensi
tidak dapat diberlakukan; hubungan antara kebijakan publik dikaitkan
dengan keberlakuan Konvensi; serta inkorporasi atas ketentuan Konvensi
dalam hukum nasional masing-masing negara anggota.
• Ruang lingkupnya dalam konvensi ini “hanya berlaku untuk jual beli
barang” dan tidak dapat diterapkan untuk jual beli saham, jual beli kapal
laut atau pesawat udara, atau jual beli atas perintah pengadilan. Adapun
mengenai hukum yang berlaku adalah hukum nasional dari salah satu
pihak yang bertransaksi sebagai-mana disepakati dalam kontrak,
sedangkan mengenai pertimbankan kebijakan publik (public policy)
penerapan ketentuan hukum dapat dikecualikan
8. Convention for the Unification of Certain Rules for International
Carriage by Air, Montreal, 1999
• Konvensi Montreal tentang: Unifikasi ketentuan-ketentuan dlm
Pengangkutan Udara internasional bertujuan untuk melakukan modernisasi
dan konsolidasi terhadap Warsaw Convention 1929 beserta segenap
instrumennya (dikenal sebagai Warsaw System).
• Lebih jauh, untuk memberikan perlindungan yang lebih baik kepada
penumpang maupun cargo shippers. Sejauh ini Warsaw System dianggap
belum dapat memenuhi kebutuhan sistem pengangkutan udara
internasional modern yang semakin memperhatikan kepentingan
penumpang
• Keberhasilan (International Civil Aviation Organization (ICAO) dalam
merumuskan Konvensi Montreal 1999 merupakan suatu pencapaian yang
patut diapresiasi yaitu adanya “keseragaman secara global (global
uniformity); penerapan tanggung jawab yang tidak terbatas (unlimited
liability)”
9. United Nation Convention on the Use of E-Communication
in International Contract 2005
• Konvensi ini untuk mengantisipasi semakin bertambahnya
penggunaan komunikasi elektronik dalam meningkatkan
efisiensi kegiatan komersial, meningkatkan hubungan bisnis,
serta membuka kesempatan dan akses bagi pihak dan pasar
yang saling berjauhan, sehingga memainkan peranan yang
fundamental dalam meningkatkan perdagangan dan
pembangunan ekonomi, baik domestik maupun internasional.
• Pertimbankan lain adalah permasalahan yang ditimbulkan oleh
ketidakpastian aspek legal dari penggunaan komunikasi
elektronik pada kontrak-kontrak internasional merupakan
hambatan bagi perdagangan internasional
10. Convention on International Interest in Mobile
Equipment 2001
• Konvensi yang ditandatangani di Cape Town pada tahun
2001 ini mengatur ketentuan umum yang tentang pembuatan,
pendaftaran, penetapan prioritas dan penegakan jaminan
(security interest) dalam wujud benda bergerak uang bernilai
tinggi, seperti: air frames, engine and helicopter, railway
rolling stock, dan space asset.
• Ketentuan konvensi juga terkait dengan jaminan kepastian
hukum bagi pembiayaan peralatan bergerak bernilai tinggi;
memperjelas hukum yang berlaku; memberi pengakuan atas
eksistensi dan perlindungan terhadap hak-hak yang terkait
11. United Nation Convention on the Carriage of Goods by
Sea (The Hamburg Rules) 1978
• Konvensi ini terdiri dari beberapa bagian: ketentuan umum
(general provisions); tanggung jawab pengangkut (liability
of the carrier); tanggung jawab shipper (liability of the
shipper); dokumen transportasi (transport dokuments);
claims and actions; ketentuan pelengkap (supplement
provision). Ketentuan umum memuat aturan tentang
berbagai definisi yang diguna-kan (misalnya: carrier; actual
carrier; shipper; consignee; goods; contract of carriage by
sea; bill of lading; writing). Selain itu juga diatur tentang
ruang lingkup Konvensi serta penafsiran atas ketentuan
Konvensi
• United Nation Convention on Contract for the International
Carriage of Goods Wholly or Partly by Sea (the Roterdam
Rules) 2008
• Konvensi ini dibagi atas yaitu: ketentuan umum (general provisions); ruang
lingkup penerapan (scope of application); rekaman pengangkutan secara
elektronis (electronic transport records); kewajiban pengangkut (obligations of
the carrier); tanggung jawab pengangkut dalam hal kehilangan; kerusakan dan
keterlambatan (liability of the carrier for loss, damage or delay); ketentuan-
ketentuan tambahan tentang tahapan-tahapan khusus dalam pengangkutan;
tanggung jawab shipper terhadap carrier; dokumen transport dan rekaman
transport secara elektronis; penyerahan barang (delivery of goods); hak-hak
pihak pengendali (rights of the controlling party); pengalihan hak (transfer of
rights); batas pertanggung-jawaban (limits of liability); waktu mengajukan
gugatan (time for suit); jurisdiksi; arbitrase; keabsahan persyaratan-persyaratan
kontraktual; hal-hal yang tidak diatur oleh ketentuan Konvensi.
13 UCP 600 (Uniform Customs and Practice for
Documentary Credit 600)
• UCP merupakan sumber acuan utama bagi seluruh negara-
negara di dunia dalam pelaksanaan transaksi perdagangan
internasional, khususnya dalam peng-gunaan letter of credit
(L/C).
• UCP 600 merupakan revisi dari UCP 500. UCP 600 bersifat Lex
Spesialis, merupakan kebiasaan yang seragam dalam praktek
tentang kredit dokumenter, yang mampu memberikan rasa aman
bagi para pihak dalam perdagangan internasional.
• Karena bersumber dari kebiasaan yang digunakan dalam praktek
transaksi bisnis internasional, maka sudah menjadi hal yang
lazim bagi semua pihak yang terlibat sehingga lebih memper-
mudah transaksi
14. Incoterms (International commercial Terms) 2010
• Incoterms telah digunakan secara luas sejak tahun 1936 dalam
berbagai transaksi perdagangan internasional.
• Incoterms adalah istilah-istilah komersial internasional (international
commercial terms) yang digunakan dalam dunia usaha untuk
memperjelas pelaksanaan kewajiban dari masing-masing pihak pada
suatu kontrak.
• istilah-istilah baru sehubungan dengan perkembankan perdagangan
internasional dengan menggunakan sarana elektronis, termasuk data
elektronis.
• Cost and freight (CFR); cost, insurance and freight (CIF); carriage
paid to (CPT); carriage and insurance paid to (CIP); delivered at
frontier (DAF); delivered at ship (DES); delivered ex quay (DEQ);
delivered duty unpaid (DDU); delivered duty paid (DDP); ex works
(EXW); free carrier (FCA); free alongside ship (FAS); free on board
(FOB);
TAHAPAN DALAM KONTRAK INTERNASIONAL

Tahap Tahap Tahap


Aspek Persiapan Pelaksanaan Penegakan

- Budaya Hukum - Lawyer Proaktif Menghadapi Konflik


Budaya - Peranan lawyer - Aspek Tradisi.. - Litigasi
- Pola Negosiasi - Faktor Bahasa - Non Litigasi

- Pilihan Hukum Mematuhi isi Independensi


Hukum - Persyaratan hk perundingan utk Pengadilan di masing
mengubah kontrak negara
atau HK
Strategi ber-negosiasi Kontrol mutu Efesiensi, dan
draf peraturan Sertifikasi (jika ada) efektifitas (Prosedur
dan waktu)
Praktik
CLAUSUL DALAM KONTRAL
BISNIS INTERNASIONAL
 Prinsip-prinsip Hukum:
1. Prinsip tetang Status Personal
2. Prinsip-Prinsip Dasar Kontrak
3. Prinsip Harmonisasi Hukum
 Syarat Sahnya Kontrak
1. Menurut Hukum Civil Law
2. Menurut Hukum Common Law
 Subjek kontrak bisnis Inter (Para Pihak)
• Individu (persoon)
• Badan Usaha (BUMN, BUMD, BUMS)
• Organisasi Non Pemerintah (LSM, yayasan)
• Institusi Pemerintah (Nasional dan Internasional
• Objek kontrak bisnis Inter
• Barang (Benda Bergerak dan Benda Tetap)
• Jasa (Keuangan, Tenaga kerja, Akomodasi,
Transportasi)
 Kegiatan terkait dengan KBI:
• Perdagangan, Investasi, Join Veture,
• Francise (waralaba), HKI (Trip’s)
• Penyertaan Modal Asing,
 Hubungan Hukum Para Pihak --- Perb. Hukum
• Hub Keluaga (Perkawinan, Warisan)
• Hub Bisnis (kontrak dagang, Investasi, Teknical
Assistance, Frachise, IPR/HKI, dll)
• Hub Kerjasama (ekonomi, politik, hukum,
keamanan, Perbatasan negara dll)
 Hak dan Kewajiban Para pihak
• Kewajiban memenuhi Prestasi (pembayaran)
• Hak atas presestasi (barang atau Jasa)
 Tanggung Jawab Pera Pihak ------ Jaminan /
Garansi, Asuransi
 Kapan dan dimana : -waktu, -tempat
 Pilihan Hukum :
• Hukum para pihak (Lex causae)
• Hukum hakim (Lex fory)
• Jika tdk ada pilihan Hukum (gunakan teori
HPI)
 Draft Kontrak: - Bahasa yg digunakan.
• Salah satu pihak menyiapkan draft
• Tukar-menukar draft
 Jenis-Jenis Kontrak Internasional:
– Perdagangan barang (ekspor-Impor)
– Perdagangan Jasa (TS)
– Investment (TRIMs)
– Keagenan dan distribusi (TS)
– Franchise /waralaba (TRIPs)
– Hak atas Kekayaan Intelektual
– Technical Assistance (TS)
– Joint venture (TRIMs)

 Selain mengacu pada prinsip-prinsip HPI, juga


tunduk pada prinsip-prinsip GATT-WTO5
 Tahapan dalam kontrak Bisnis
a. Pra contractual (Negosiasi)
b. Contractual (penadatangani Konrak)
c. Post Contractual (Pelaksanaan Proyek)
 Dasar Hukum Kontrak Bisnis
a. Contract Provision – Freedom of Contract Principle
b. General Contract of Law (Syarat sahnya Kontrak)
c. Specific Contract Law (1457-1540 KUH Perd)
d. Trade Usage/Custom (Kebiasaan Bisnis) – UCP 500
e. Jurisprudence (Putusan Hakim)
f. International Private Norm (Kaidah Hk Perd. Int).
g. International Convention – UNCITRAL 1980
PRINSIP-PRINSIP KONTRAK BISNIS INTERNNASIONAL

 Prinsip adalah asas kebenaran yang menjadi pokok


dasar orang berfikir bertindak dan sebagainya. Prinsip-
prinsip hukum atau disebut pula dengan asas-asas
hukum merupakan dasar pembentukan hukum yang
secara filosofis mempunyai atau memiliki peranan yang
sangat penting dalam pelaksanaan hukum.
 suatu prinsip hukum adalah “norma yang sangat abstrak,
dan jika tidak dituangkan lebih lanjut ke dalam norma
lain, hanya akan berfungsi sebagai petunjuk bagi para
pembentuk peraturan atau pelaksananya atau subjek
hukum pada umumnya, dan bukan sebagai aturan yang
meletakkan hak dan kewajiban secara konkrit.
PERBEDAAN SISTEM HUKUM DALAM
KONTRAK BISNIIS INTERNASIONAL

NEGARA A NEGARA B
• Kewarganegaraan
• Bendera kapal
• Tempat/Domisili
• Objek/Benda

• CONTINENTAL STATES • ANGLO SAXON STATES


• CIVIL LAW SYSTEM • COMMON LAW SYSTEM
• NASIONALITIES PRINCIPLE • DOMICILE PRINCIPLE
PRINSIP STATUS PERSONAL
BAGI PARA PIHAK
– PRINSIP NASIONALITAS / KWN : Prinsip HPI yang
menitik beratkan pada kewarganegaraan seseorang.
Artinya hukum personal yang berlaku pd seseorang
adalah hukum nasionalnya, jadi setiap WN tetap takluk
pd hukum nasional negaranya dimanapun ia berada.
– PRINSIP DOMISILI : Prinsip HPI yg menitik beratkan
pd tempat domisili, artinya hukum yang berlaku pd
seseoramg adalah hukum negara secara toritorial
tempat ia berdomisili. Jadi setiap pendatang atau
imigran yang masuk atau tinggal di suatu negara,
maka ia harus tunduk pd hukum negara tempat
domisilinya.
NEGARA YANG MENGANUT PRINSIP
NASIONALITAS: NEGARA KONTINENTAL
Perancis, Italia, Belgia, Luxemburg, Monaco,
Belanda, Belgia, Rumania, Bulgaria, Polandia,
Portugal, Spanyol, Swedia, Turky, China,
Indonesia, Costa Rica, Cuba, Dominica, Haiti,
Honduras, Mexico, Panama, Venezuela,
Columbia dan Ecuador, dan Negara-negara
France Union

– Berlaku Sistem Hukum Civil Law (Code Civil)


dalam berbagai perjanjian di bidang HPI
(Contralk Bisnis Internasional)
NEGARA-NEGARA YANG MENGANUT
P. DOMISILI : NEGARA ANGLO SAXON
– Inggris, Jerman, Scotlandia, Afrika Selatan,
Denmark, Norwegia, Icelandia, USA,
Argentina, Brazil, Guatemala, Nicaragua,
Paraguay, Peru, Montevideo, Uruguay, dan
Negara-negara common Wealth

– Berlaku Sistem Hukum Common Law dalam


berbagai perjanjian di bidang HPI (Contrak
Bisnis Internasional)
Pendapat Prof. Dr. Sudargo Gautama

• Untuk Indonesia sebaiknya berlaku prinsip Domisili,


alasannya karena:
1. P. Domisili memperkecil berlaku hk asing shg hk
nasional lebih banyak digunakan.
2. Dpt menggunakan asas hk dlm BW (KUH perdata) dlm
memutuskan parkara bagi WNI atau asing.
3. Dlm praktik hk sejalan dg administrasi hk prinsip
domisili dianggap menentukan hk yg berlaku tanpa
menghiraukan status WN atau asing.
4. Indo masih belum mempunyai bahan bacaan
utk mengetahui sec baik ttg hk asing sbg bahan
masukan dlm menyele-saikan masalah HPI bagi
org asing
5. Indo masih terdpt pluralisme hukum.
6. Indo sejak dahulu mrp negara imigran dari
berbagai bangsa
7. Indonesia terletak dalam lingkungan negara
tetangga kelompok negara Common wealth dgn
Sist hk Common law
• Prinsip yang berlaku bagi Indonesia
adalah: Prinsip Nasionalitas. Hal ini
berdasarkan Pasal 16 AB: yg menyatakan
bahwa “prinsip Nasionalitas merupakan asas
HPI untuk menentukan status personil
seseorang, bukan Prinsip Domisili”.
1. PRINSIP STATUS PERSONAL
(NASIONALITAS DAN DOMISILI)

– PRINSIP NASIONALITAS / KWN : Prinsip HPI yang


menitik beratkan pada kewarganegaraan seseorang.
Artinya hukum personal yang berlaku pd seseorang
adalah hukum nasionalnya, jadi setiap WN tetap takluk
pd hukum nasional negaranya dimanapun ia berada.
– PRINSIP DOMISILI : Prinsip HPI yg menitik beratkan
pd tempat domisili, artinya hukum yang berlaku pd
seseoramg adalah hukum negara secara toritorial
tempat ia berdomisili. Jadi setiap pendatang atau
imigran yang masuk atau tinggal di suatu negara,
maka ia harus tunduk pd hukum negara tempat
domisilinya.
NEGARA YANG MENGANUT PRINSIP
NASIONALITAS: NEGARA KONTINENTAL

Perancis, Italia, Belgia, Luxemburg, Monaco,


Belanda, Belgia, Rumania, Bulgaria, Polandia,
Portugal, Spanyol, Swedia, Turky, China,
Indonesia, Costa Rica, Cuba, Dominica, Haiti,
Honduras, Mexico, Panama, Venezuela,
Columbia dan Ecuador, dan Negara-negara
France Union

– Berlaku Sistem Hukum Civil Law (Code Civil)


dalam berbagai perjanjian di bidang HPI
(Contralk Bisnis Internasional)
NEGARA-NEGARA YANG MENGANUT
P. DOMISILI : NEGARA ANGLO SAXON
– Inggris, Jerman, Scotlandia, Afrika Selatan,
Denmark, Norwegia, Icelandia, USA,
Argentina, Brazil, Guatemala, Nicaragua,
Paraguay, Peru, Montevideo, Uruguay, dan
Negara-negara common Wealth

– Berlaku Sistem Hukum Common Law dalam


berbagai perjanjian di bidang HPI (Contrak
Bisnis Internasional)
Alasan Neg-Neg yg Pro Prinsip Nasionalitas
1. Prinsip ini cocok utk perasaan hukum seseorang
krn hk nasional sesuai dgn kepribadian dan
kebutuhan WN sendiri serta memp hub psycologis.
Menurut pihak yg tdk menyetujui: hal ini tdk
selamanya benar, Contoh para imigran selalu
beradaptasi dgn kebiasaan dan hukum negara
setempat (proses receptie hukum)
2. Lebih permanen dari hukum domisili, Prinsip
Nasionalitas lebih tetap, tidak mudah berubah dan
status personal hubungan keluarga stabil.
3. Prinsip Nasionalitas membawa kepastian hukum,
krn pengertian kwn lebih mudah diketahui dp
domisili, dan makna domisili tdk sama utk setiap
negara.
Alasan Neg-Neg yang Pro Domisili
1. Hk domisili: hukum dimana ybs sesungguhnya
hidup, mrk dpt menyesuaikan diri dgn kebiasaan,
bahasa, pandangan sosial, pola kehidupan dr
negara tempat domsili, shg mrk memperoleh
kepastan dlm melakukan hub hukum, dan lebih
terpelihara dlm kepastian dan tata tertib keamanan.
2. P. Domisili sering membantu P. Nas, krn P. Nas
sering tdk dpt dilaksanakan dgn baik. Misal;
terdapat perbedaan kwn ant suami isteri, dan para
pihak sering mendpt status kwn melalui P Domisili.
3. H. Domisili sama dgn hukum sang hakim. Misal:
kalau ada sengketa maka hakim lebih mudah
menyelesaikan sengketa para pihak krn hakim
lebih mengenal hukum nasionalnya (lex fory)
4. P. Domisili utk negara pluralisme hukum, spt:
Uni Soviet, USA, Indonesia, sebab masing-
masing negara bagian atau daerah memp hukum
yang berbeda.
5. P, Domisili menolong org yg berkwn lebih dari
satu kwn utk memperoleh WN tempat ybs
berdomisili.
6. Untuk kepentingan adaptasi dan assimilasi dr para
imigran shg diterima menjadi wn tenpat mrk
berdomisili.
Pendapat Prof. Dr. Sudargo Gautama

• Untuk Indonesia sebaiknya berlaku prinsip Domisili,


alasannya karena:
1. P. Domisili memperkecil berlaku hk asing shg hk
nasional lebih banyak digunakan.
2. Dpt menggunakan asas hk dlm BW (KUH perdata) dlm
memutuskan parkara bagi WNI atau asing.
3. Dlm praktik hk sejalan dg administrasi hk prinsip
domisili dianggap menentukan hk yg berlaku tanpa
menghiraukan status WN atau asing.
4. Indo masih belum mempunyai bahan bacaan
utk mengetahui sec baik ttg hk asing sbg bahan
masukan dlm menyele-saikan masalah HPI bagi
org asing
5. Indo masih terdpt pluralisme hukum.
6. Indo sejak dahulu mrp negara imigran dari
berbagai bangsa
7. Indonesia terletak dalam lingkungan negara
tetangga kelompok negara Common wealth dgn
Sist hk Common law
• Prinsip yang berlaku bagi Indonesia
adalah: Prinsip Nasionalitas.
Hal ini berdasarkan Pasal 16 AB: yg menyatakan
bahwa “prinsip Nasionalitas merupakan asas
HPI untuk menentukan status personil seseorang,
bukan Prinsip Domisili”.
2. PRINSIP – PRINSIP DASAR
KONTRAK BISNIS INTERNASIONAL

Prinsip-Prinsip Kontrak Bisnis dalam


KUHPerdata (Psl. 1320 –1338)
• Consensual Principle
• Freedom of Contract Principle
• Pacta sunt servanda Principle
• Good Faith Principle
• Obligation Principle
• Prinsip Fundamental Supremasi Hukum
1. Consensual Principle: adalah prinsip kontrak yang menyatakan,
apabila kontrak / perjanjian telah disepakati, maka kontrak tersebut
dianggap telah terjadi, meskipun belum ada prestasi dan kontra
prestasi (Uang dan barang).
2. Freedom of Contract Principle adalah prinsip kontrak yang
menyatakan bahwa para pihak bebas untuk menentukan subyek
dan obyek kontrak, bentuk kontrak, isi kontrak, sifat kontrak,
dimana dan kapan kontrak tersebut dilaksanakan: (Pilihan Hukum,
Pilihan Forum, Pilihan Domisili)
3. Pacta sunt servanda Principle: adalah prinsip kontrak, yang
menyatakan bahwa perjanjian atau kontrak yang dibuat oleh para
pihak merupakan undang undang yang harus ditaati (perjajian
tersebut mengikat para pihak (1338 ayat 1 KUHPerd)
4. Good Faith Principle: adalah prinsip kontrak yang menyatakan
bahwa para pihak harus beretikat baik dalam pelaksanaan
kontrak. (Psl 1338 ayat 3 KUHPerd)
5. Obligation Principle adalah prinsip konntrak yang menyatakan
bahwa para pihak wajib memenuhi prestasi dan konra prestasi
dalam kontrak
6. Prinsip Fundamental Supremasi Hukum (prinsip kedaulatan
hukum) adalah prinsip yang mensyaratkan bahwa hukum
nasional bersifat mutlak yang tidak dapat diganggu gugat
keberadannya, artinya, bahwa setiap benda, subyek hukum,
perbuatan atau peristiwa hukum, termasuk transaksi bisnis
yang dituangkan di dalam kontrak, yang terjadi di dalam
wilayah suatu negara tunduk pada hukum nasional secara
mutlak pelaksanaan kontrak (tidak boleh ada unsur-usur
penipuan, hilaf dan paksaan)
3. PRINSIP HARMONISASI DAN
UNIFIKASI HUKUM
A. Prinsip Harmonisasi Hukum (penyesuai hk)
 LEX MERCATORIA : merupakan prinsip harmonisasi
hukum yang berlaku umum dalam kontrak bisnis
internasional sesuai dengan norma-norma yang diterapkan di
Eropa. (harmonisasi hukum = penyesuaian hukum), Lex
Mercatoria meliputi:
1. UNIDROIT (Principles on International Commercial
Contract / ICC) – Prinsip Kontrak Bisnis Yang bersifat
Umum
2. CISG (United Nation Convention on Contract for the
International Sale of Goods) - Prinsip Kontrak yg berkaitan
dgn Jual beli barang, - UNCITRAL (Konvensi Wina 1980)
 Menurut Martin Shapiro, harmonisasi hukum diperlukan
karena:
1. Perbedaan kemampuan ekonomi antar negara maju dan negara
berkembang, yg menimbulkan ketidakadilan bagi neg berkembang.
2. Perkembangan teknologi dan informasi yang dapat menimbulkan
ketidak seimbangan antar para pihak, shg diperlukan prinsip
harmonisasi hukum
3. Kendala tradisi hukum yang berbeda ant neg-neg Common Law,
Civil law, dan neg.Sosialis shg diperlukan prinsip harmonisasi
hukum.
4. Akibat kebijakan nilai tukar mengambang (floating exchange rate)
dan perubahan sossial politik yang mempengaruhi perubahan
kontrak.
* Taryana Sunandar, Prinsip-Prinsip UNIDROIT sbg Sumber Hukum Kontrak dan
Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional, (Sinar Grafika 2004), hal. 21
 Menurut Michael Medwig ada dua alasan Prinsip UNIDROIT
dan CISG sbg Sumber Hukum Sekunder :
1. Lex mercatoria sbg pilihan hukum apabila kontrak dibuat ant
pihak swasta asing dgn pihak yang mewakili lembaga
pemerintah, hal ini terjadi dalam hal adanya permasalahan
yang bersifat lintas batas, dan sulit diselesaiakan dengan
hukum nasional karena itu para hakim akan merujuk kepada
hukum perdata internasional.
2. Untuk menghindari penggunaan hukum perdata internasional
yang tidak sesuai dengan kontrak tersebut, sehingga timbul
renvoi, karena itu diperlukan penerapan prinsip Lex
merkatoria (harmonisasi hukum kontrak)
B. Pinsip Unifikasi Hukum (Penyeragaman hk)
 Unifikasi Hukum (UH): pemberlakuan hukum secara
seragam bagi setiap warga negara, bangsa atau
negara.
 UH secara internasional diperlukan agar setiap
negara mempunyai aturan yang seragam dalam
menyalesaiakan masalah keperdataan/bisnis. Hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi terjadinya konflik
hukum karena adanya perbedaan prinsip, sistem,
dan status personal para pihak atau belum ada aturan
hukum yang mengaturnya.
1. Pemberlakukan “United Nation Convention on Contract for
the International Sale of Goods (CISG). Konvensi ini
menyediakan ketentuan yang seragam (uniform of law)
tentang perdagangan Internasional yang merupakan hasil
kreasi dari United Nation Commission on Trade Law
(UNCITRAL).
2. Pemberlakukan ketentuan tentang Kamar Bisnis
Internasional (The Interna-tional Chamber of Commerce
/ICC) sebagai salah satu sumber hukum dalam kontrak
bisnis internasional, untuk mempermudah pelaku bisnis di
seluruh dunia untuk bertransaksi bisnis atau membuat
kontrak bisnis.
 Permasalahan yg timbul dalam penyelesaian masalah
bisnis adalah adanya perbedaan norma hukum privat yg
berlaku di berbagai negara di dunia.
 Untuk mengatasi permasalah tsb ada tiga pilihan yang dpt
ditempuh:
1. Negara-negara sepakat utk menerapkan norma hukum
perdag internasional utk mengatur hub hukum antara para
pihak.
2. Menerapkan Choice of law (pilihan hukum) yg diterapkan
dlm kontrak internasional
3. Melakukan unifikasi dan harmonisasi hukum sesuai
dengan aturan / hasil perjanjian atau konvensi yang
diberlaku secara internasional
SYARAT-SYARAT SAHNYA KONTRAK
BISNIS BISNIS INTERNASIONAL

A. Menurut Sistem Hukum Civil Law (BW) Pasal 1320.


1. Kesepakatan (Toesteming) : Para pihak sepakat mengenai objek dan
harga objek yang diperjanjikan, hal ini melahirkan hakdan kewajiban.
Perjanjian menjadi cacat apabila: mengandung paksaan, penipuan dan
kehilafan
2. Kecakapan bertindak: para pihak dalam keadaan sehat rohani (tidak
dibawah pengampuan) dan cukup umur (dewasa) untuk melaksanakan
perjanjian
3. Objek tertentu : barang/jasa yang diperjanjikan dibolehkan oleh UU, tidak
melanggar kesusilaan dan ketertiban umum.
4. Kausa / Sebab yang halal: dalam kotrak bisnis tidak mengandung unsur
penipuan, hilaf dan paksaan.
 Syarat 1 dan 2 (Syarat Subyektif): apabila dilanggar maka kontrak
tersebut dapat dibatalkan.
 Syarat 2 dan 3 (Syarat Objektif) : apabila dilanggar maka kontrak tersebut
batal demi hukum.
B. Menurut Hukum Commom Law (Inggris, AS)
1. Offer and Acceptance (penawaran dan penerimaan)
 Offer : penawaran yang dilakukan oleh pihak penawar untuk mengadakan
kontrak bisnis Internasional. Penawaran pada prinsipnya terbuka sepanjang
belum berakhir waktu atau belum dicabut.
 Aceptance: Kesepakatan dari pihak penerima utk menerima persyaratan
yang diajukan oleh pihak penawar. Penerimaan tsb dapat bersifat absolut
(tanpa syarat) atau relatif (dengan syarat).
2. Meeting of mind (Persesuaian kehendak)
 Perersesuaian kehendak antara para pihak ttg obyek kontrak, isi kontrak
kontrak, kapan dan dimana kontrak dilaksanakan.
 Kontrak harus dilakukan secara jujur, tidak boleh ada unsur-unsur penipuan
(fraud), kesalahan (mistake), paksaan (duress), dan penyalahgunaan
keadaan (undo influence). Pelanggaran terhadap unsur-unsur tsb
mengakibatkan kontrak menjadi tidak sah dan batal demi hukum (Jesse S
Rafhael, 1962:15).
3. Consideration (Konsiderasi) = Prestasi dan kontra prestasi.
Konsiderasi dimaksudkan agar kontrak mempunyai kekuatan
mengikat, Artinya sdh menimbulkan hak dan Kewajiban
4. Competent Parties and Legal Subject Matter.
– Competent parties : Kemampuan dan kecakapan para pihak
melakukan perb. hukum (membuat kontrak): dewasa (cukup
umur, max. 18 / 21), waras (tidak gila).
– Legal Subject Matter: Keabsahan pokok permasalah-an,
dalam hukum Civil Law (BW) disebut dengan kausa yang
halal.
SUBYEK DAN OBJEK KONTRAK
BISNIS ITERNASIONAL
 Subjek kontrak bisnis Inter (Para Pihak)
• Individu (persoon)
• Badan Usaha : BUMN, BUMD, BUMS (CV, Firma, UMKM,
MNC)
• Asosiasi/Organisasi Non Pemerintah (Asosiasi
Produsen/eksortir, Asosiasi Importer)
• Institusi Pemerintah (Nasional dan Internasional
• Organisasi Internasional (,PBB, WTO, AFTA, ACFTA,
UNCITRAL, UNTAD, NGO)
 Objek kontrak bisnis Inter
• Barang (Benda Bergerak dan Benda Tetap)
• Jasa (Keuangan, Tenaga kerja, Akomodasi, Transportasi)
Jenis-Jenis Badan Usaha
Berdasarkan Kepemilikan Perum Damri,
Peruri, Perum
Bulog, Perum BH
P. Umum
Perumnas,
(Perum)

P. Negara (BUMN) Bank Pem, PLN,


P. Perseroan Telekom, KAI,
Pelindo, Pelni,
(PT Persero)
ASDP, Pusri,
Angkasa Pura, BH
Pertamina, Pupuk
Bank NTB, Kaltim, Pos,
Jenis - Jenis
PDAM, PT. Unit Taspen, Jasa
P. Daerah (BUMD) Logam
Badan Usaha Marga,
Koperasi, dll
P. Tambang
P. Swasta P. Kehutanan BH
Asing P. Otomotif
P. Swasta (BUMS) • PT / NV BH
P. Swasta • CV
Nasional • Firma Non
• UKM BH
• Koperasi
PERUSAHAAN ASING (MNC)
Jenis Usaha Perusahaan Asing di Indonesia
 Sektor Pertambangan
a. PT Newmont (Kanada, Jepang): Emas
b. PT. Preeport (US): Emas
c. PT Chevron (US) : Energi panas bum
d. Petro China (Tiongkok): Minyak dan gas alam.
e. Conoco Phillips (US): Energi dan Minyak Bumi
f. Niko Resources (India) Minyak dan gas alam
 Karet dan Ban Mobil
a. PT Goodyear Indonesia ; Ban Mobil
b. PT International Timber Corporation Indonesia
 Elektronik
a. PT Georgia Pacific, (US): Electronic
b. PT Maspion, dll
 Otomotif:
• Yamaha, Toyota, Honda, Suzuki, Isuzu, dll
 Sektor Ritel (Pertokoan Modern) seperti:
hypermarket, supermarket, dan minimarket.
• Walt-Mart, IKEA, Courts, Mammont, Carrefourt, Tesco,
Ahold, McKinsey Quarterly, Currah, KFC, Dunkin Donut,
Wrighly, Kearnely , Wrighly, Kaliappan, Alfamart, dan
Indomaret, dll. Sebahagian besar merupakaan Waralaba
/Frenchise,, dll
 Sektor Obat-Obatan/Farmasi:
• PT Bodrex, PT. Tonikumbayer, PT Bode
• PT B Braun Medical Indonesia, PT CKD Otto, PT Ethica,
PT Kalbio, PT Kimia Farma Sungwun, PT YSP Industries
Indonesia, PT Lloyd Pharma dan PT Amarox.
 Bentuk badan usaha Perusahaan Asing adalah Perse-roan
Terbatas (PT): Pasal 5 ayat (2) UU No. 25/ 2007:
• Ketentuan tsb telah berlaku sejak ditetapkan oleh pemerintah,
yaitu dengan adanya Surat Edaran Menteri Kehakiman RI
No.J.A. 5/3/2/1967 tentang penegasan dari Pasal 3 UU No. 1
Tahun 1967, yang menyatakan bahwa ”perusahaan
penanaman modal asing harus berbentuk Perseroan Terbatas
(PT).
• Selanjutnya penetapan tersebut diperkuat dengan PP No. 20
Tahun 1994 tentang Pemilikan saham dalam perusahaan yang
didirikan dalam rangka PMA, dan SK Menteri Negara
Penggerak Dana Investasi/ Ketua BKPM No. 15 /SK/1994
tentang Ketentuan Pelaksanaan Pemilikan Saham Dalam
Perusahaan Yang didirikan Dalam Rangka PMA.
PILIHAN HUKUM
• Sejalan dengan dengan perkembangan Iptek
(informasi dan trasportasi), arus globalisasi di
bidang ekononomi, terutama di sektor industri
dan pardagangan,
• Didukung oleh kemajuan di bidang hukum
(Kontrak Bisnis Internasiona)l .
• Hubungan hukum para pihak dalam
perdagangan lintas batas antar negara
menimbulkan hak dan kewajiban para pihak
secara internasional
• Berbagai jenisnya kontrak internasional,
- bentuk kontrak yang sederhana seperti barter,
dan jual-beli barang, misalnya terhadap
produk-produk pertanian, perkebunan dan
sejenisnya,
- hubungan atau transaksi-transaksi dagang
yang lebih kompleks yang dipengaruhi oleh
semakin berkembangnya teknologi informasi
dan transfortasi seperti electronic commercial
dll, pembayarannya menggunakan L/C
• Untuk menentukan hukum mana yang digunakan
maka perlu pilihan hukum
PH : Choice of Law (Intention of the parties),
Partij Authonomie, Loi d’ Autonomie
PH memberikan kebebasan pada para pihak utk
menentukan hukum (dlm pelaksanaan perjanjian/
kontrak dan penyelesaian konflik).
PH. tdk boleh melanggar ketertiban umum dan
tdk boleh mengarah pada penyeludupan hukum .
• Dalam menyelesaikan masalah HPI/ Kontrak Bisnis
Intern Hakim harus menghormati Pilihan Hukum,
artinya hukum yang digunakan dalam transaksi bisnis
Internasional / penyelesaian konflik adalah hukum
yang dipilih oleh para pihak.
• Macam-Macam Pilihan Hukum.
1. PH. Sec.tegas: Klausula dalam kontrak jelas.
2. PH. Sec. diam-diam: dilihat pd domisili dan sikap para
pihak
3. PH. yang dianggap/Dugaan (presumptio iuris)
penundundukan hukum sukarela,
4. PH. Sec. Hypothetic: menyerahkan pada Pilihan
Hakim
Pro dan Kontra Pilihan Hukum

Alasan pihak yang Pro Pilihan Hukum


1. Alasan filsafah : utk menentukan jalannya
hukum shg dapat mengurangi penggunaan “rem
darurat”
2. Alasan praktis : Hukum mana yang dianggap
paling berguna.
3. Alasan Kepastian hukum: utk memastikan
hukum mana yang berlaku
4. Alasan Kebutuhan Internasional : Kelancaran
kontrak Inter.
Alasan Kontra Pilihan Hukum
1. PH merupakan lingkaran vitourous,
artinya pilihan para pihak masih
diragukan.
2. PH bersifat memaksa thd hukum intern
dari suatu negara.
3. PH adalah perbutan a-sosial : PH berada
di luar dan di atas peraturan-peraturan
hukum yang berlaku di suatu negara.
TEORI HPI UNTUK MENENTUKAN HUKUM JIKA
PARA PIHAK TDK MENENTUKAN P H

1. Lex Loci Contractus: (Hk tempat kontrak


dilaksanakan)
Teori ini digunakan jika para pihak tidak
bertemu/tdk berada di tempat yang sama
(Contract between absent persons):
a. Post Box/Mail Box Theory
b. Arrival Theory / Declaration Theory
a. Post Box / Mail Box Theory / Theory of
Expedition:
Tempat Kontrak dilakukan di negara tempat
seseorang penerima penawaran (offerte)
memasukkan surat penerimaan ke kotak pos
pengiriman surat (mail box).

Penawaran

A (X) B (Y)

Civil Law Common Law


Continental System Anglo Saxon System

Tempat Kontrak Ditandatangani


b. Arrival Theory / Declaration Theory
Tempat Kontrak adalah tempat penawaran kontrak
krn Surat penerimaan penawaran diterima oleh
pihak yang melakukan penawaran (offerte)

Penawaran

A (X) B (Y)

Civil Law Common Law


Continental System Anglo Saxon System

Tempat Kontrak Ditandatangani


2. Teori Lex Loci Solutionis
• Teori yang menitikberatkan pada tempat
perjanjian/ kontrak dilaksanakan, bukan
tempat kontrak ditanda-tangani,
misalnya:
Tempat penyerahan barang atau jasa
diberikan atau tempat pelaksanaan
proyek.
• Permasalahan : Jika pelaksanaan kontrak
dilakukan di beberapa tempat, hal ini
berkaitan dengan hak dan kewajiban para
pihak.
3.Teori” The Proper Law of The
Contract:
Teori ini menekankankan pada titik taut
yang paling berat/penentu untuk kontrak-
kontrak internasional sbg tempat kontrak
dilakasanakan.
4. The Most Characteristic Connection Theory
• Teori ini melihat pada titik taut yang
paling karakterik, artinya pihak mana
yang paling banyak melakukan prestasi
dalam kontrak, maka hukum negara dari
pihak yg bersangkutan sebagai tempat
kontrak dilaksanakan.
• Misalmya antara:
Penjual ---------------------- Pembeli
Pemborong----------------- Order
Foreign Investor ----------Host Country
Bank -------------------------Debitor
• Menurut Prof. Soedargo Gautama:
The Most Characteristic Connection
Theory adalah teori yang terbaik dan
paling cocok diterapkan dalam kontrak
karena dapat membawa kepastian hukum
bagi para pihak.
• Kontrak Bisnis Internasional menganut sistem terbuka yang
melahirkan prinsip kebebasan berkontrak (freedom of contract)
yang membuka kesempatan kepada para pihak yang membuat
perjanjian untuk menentukan hal-hal berikut ini.
1. Pilihan hukum (choice of law), dalam hal ini para pihak
menentukan sendiri dalam kontrak tentang hukum mana yang
berlaku terhadap interpretasi kontrak tersebut.
2. Pilihan forum (choice of jurisdiction), yakni para pihak
menentukan sendiri dalam kontrak tentang pengadilan atau forum
mana yang berlaku jika terjadi sengketa di antara para pihak dalam
kontrak tersebut.
3. Pilihan domisili (choice of domicile), dalam hal ini masing-masing
pihak melakukan penunjukan di manakah domisili hukum dari para
pihak tersebut.
 Hubungan Hukum Para Pihak --- Perb. Hukum
• Hub Keluaga (Perkawinan, Warisan)
• Hub Bisnis (kontrak dagang, Investasi, Teknical
Assistance, Frachise, IPR/HKI, dll)
• Hub Kerjasama (ekonomi, politik, hukum,
keamanan, Perbatasan negara dll)
 Hak dan Kewajiban Para pihak
• Kewajiban memenuhi Prestasi (pembayaran)
• Hak atas presestasi (barang atau Jasa)
 Tanggung Jawab Pera Pihak ------ Jaminan /
Garansi, Asuransi
 Kapan dan dimana : -waktu, -tempat
 Pilihan Hukum :
• Hukum para pihak (Lex causae)
• Hukum hakim (Lex fory)
• Jika tdk ada pilihan Hukum (gunakan teori
HPI)
 Draft Kontrak: - Bahasa yg digunakan.
• Salah satu pihak menyiapkan draft
• Tukar-menukar draft
 Jenis-Jenis Kontrak Internasional:
– Perdagangan barang (ekspor-Impor)
– Perdagangan Jasa (TS)
– Investment (TRIMs)
– Keagenan dan distribusi (TS)
– Franchise /waralaba (TRIPs)
– Hak atas Kekayaan Intelektual
– Technical Assistance (TS)
– Joint venture (TRIMs)

 Selain mengacu pada prinsip-prinsip HPI, juga


tunduk pada prinsip-prinsip GATT-WTO5
 Tahapan dalam kontrak Bisnis
a. Pra contractual (Negosiasi)
b. Contractual (penadatangani Konrak)
c. Post Contractual (Pelaksanaan Proyek)
 Dasar Hukum Kontrak Bisnis
a. Contract Provision – Freedom of Contract Principle
b. General Contract of Law (Syarat sahnya Kontrak)
c. Specific Contract Law (1457-1540 KUH Perd)
d. Trade Usage/Custom (Kebiasaan Bisnis) – UCP 500
e. Jurisprudence (Putusan Hakim)
f. International Private Norm (Kaidah Hk Perd. Int).
g. International Convention – UNCITRAL 1980
PROSEDUR / TAHAPAN
PERANCANGAN KONTRAK

• Ketentuan Umum Kontrak Bisnis Inter.


1. Menyelidiki informasi tentang calon rekan dagang sebelum
membuat kesepakatan tentang sebuah Kontrak Bisnis Internasional.
2. Perhatikan naskah kontrak spt: judul, subyek, obyek kontrak, isi
kontrak, syarat sahnya kontrak, dan ketentuan lainnya.
3. Cermati bahasa Kontrak ------Bahasa hukum (Inggris, Indo, dll)
4. Tanya calon rekan dagang dengan mendetail, hal ini sangat
penting
5. Panduan tentang prosedur kontrak secara jelas dan mendetai
6. Libatkan parpenandatangan kontraka saksi
7. Dengan, mengikat para pihak
 Ketentuan Kuhusus Kontrak Bisnis Inter.
1. Waktu Pembuatan dan Persetujuan Kontrak. Para pihak
hendaknya memperhatikan tanggal pembuatan dan
persetujuan kontrak (this agreement is made) dan waktu
pelaksanaan kontrak, hal ini sangat penting terkait dengan
waktu pembayaran dan pengiriman barang.
2. Identifikasi Nama, Alamat dan Kebangsaan para Pihak, serta
diskripsi kebangsaan para pihak harus dilakukan dgn cermat
3. Persyaratan Pembayaran (Term of Payment) harus
dijelaskan, misalnya: tanggal pembayaran, harga atau nilai
barang, mata uang yang digunakan/yang disepakati kuat dan
stabil (biasanya Dolar US),
4. Biaya dan beban tambahan (cost and charge) yang harus
ditanggung oleh para pihak harus dijelaskan dalam Kontrak
bisnis
5. Pengaturan pengemasan barang (package arrangement) harus sesuai
dengan persyaratan transportasi, navigasi, dan peraturan ekspor-
impor, misalnya: barang yang dikemas harus transparan,
mencantumkan kualitas, keaslian dan spsifikasi barang/produk,
mencantumkan peringatan mengenai kondisi barang.
6. Transportasi dan penyerahan barang mengacu pada ketentuan
persyaratan dalam Incoterms, yang ditetapkan oleh International
Chamber of Commerce (ICC) di Paris. Hal ini untuk memberikan
tanggun jawab terhadap risiko dan biaya tansportasi.
7. Untuk dokumen ekspor-impor merupakan tanggung jawab dari
masing-masing pihak sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak,
seperti persyaratan kontrak, dokumen kepabeanan, dokumen
pengapalan/ pengangkutan barang, perizinan/lisensi, sertfikat inspeksi
8. Dokumen asuransi dalam Kontrak bisnis internasional sangat
diperlukan untuk melindungi para pihak dan menjamin keamanan
terhadap risiko .
 Tahapan-Tahapan Kontrak Bisnis......
1.Pre Contractual
• Negosiasi
• Memorandum of Understending (MoU)
• Studi kelayakan
2.Contractual
• Penulisan Naskah Awal Kontrak
• Tukar-Menukar Draf Kontrak
• Perbaikan naskah dan Penulisan Naskah Akhir
• Penandatangan Kontrak........Notaris
3.Post Contractual
• Tahapan penyelesaian kontrak para pihak bertanggungjawab
memberikan jaminan /garansi bahwa kontrak terlaksana dan
selesai dengan baik.
• Kemungkinan ada sengketa: Penyelesaian Litigasi, non litigasi
(Mediasi, Konsiliasi, Arbitrase)
A. PRA KONTRAKTUAL

I. NEGOSIASI:
 Negosiasi = perundinan ada;ah proses tawar-menawar
dengan jalan berunding untuk mencapai kesepakatan
bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi)
dan pihak (kelompok atau organisasi)
 Negosiasi dilakukan karena adanya perbedaan
pendapat terhadap satu atau beberapa hal dalam
kontrak bisnis, Hal ini perlu melakukan
kompromi, sehingga dengan tawar menawar
tsb, para pihak akan mencapai kesepakatan
mengenai kerja sama yang para pihak saling
memberikan konsesi satu sama lain.
 Beberapa hal yang harus diperhatikan sbb:
1. Para pihak mengkomunikasikan/mendiskusi-
kan suatu hal untuk mencapai konsensus
(kesepakatan) mengenai pokok-pokok
perjanjian.
2. Para pihak harus menentukan mengenai cara
pengiriman, penyerahan barang ; cara
pembayaran apakah secara langsung dengan
dana cash atau angsuran, atau melalui jasa
bank dengan menggunakan surat berharga
seperti cek (cheque) atau Letter of Credit
(L/C);
3. Apabila terjadi kegagalan (wanprestasi atau
overmacht), dalam pembayaran barang, pengiriman
dan penyerahan barang, harus ditentuka siapa yang
menanggung resiko dan kerugian. Kemungkinan
overmacht dapat terjadi kapan saja, misalnya,
kesulitan salah satu pihak memenuhi perjanjian, hal
ini dapat menimbulkan hak renegosiasi bagi para
pihak terhadap kontrak yang telah ditanda tangani.
4. Para pihak juga harus menentukan prosedur dan
mekanisme penyelesaian masalah kontrak apabila
terjadi wanprestasi, apakah memalui pengadilan
(litigation), melalui jalur di luar pengadilan (non
litigation), seperti mediasi, konsiliasi dan arbitrase.
II. MEMORARANDUM OF UNDERSTANDING
• MoU adalah suatu nota/surat peringatan tak
resmi yang merupakan suatu bentuk
komunikasi yang berisi antara lain mengenai
saran, arahan, dan penerangan.
• Menurut Erman Rajagukguk , MoU sebagai
"dokumen yang memuat saling pengertian di
antara para pihak sebelum perjanjian dibuat.
Isi dari Memorandum of Understanding harus
dimasukkan ke dalam kontrak, sehingga
mempunyai kekuatan mengikat".
 Unsur-unsur yang menjadi ciri-ciri Memorandum of
Understanding (MoU) adalah sebagai berikut:
• Isinya ringkas, berisikan hal-hal yang pokok saja, yang
merupakan pendahuluan meliputi satu halaman saja,
• Ditentukan jangka waktu berlakunya, misalnya 1 bulan, 6 bulan
atau setahun.
• Apabila dalam jangka waktu tersebut tidak ditindaklanjuti
dengan penanda tanganan suatu perjanjian yang lebih rinci,
maka MoU tersebut akan batal, kecuali diperpanjang
berdasarkan kesepakatan para pihak.
• MoU biasanya dibuat dalam bentuk perjanjian di bawah tangan
saja tanpa adanya materai.
• Biasanya tidak ada kewajiban yang bersifat memaksa kepada
para pihak untuk membuat suatu perjanjian yang lebih detail
setelah penandatanganan MoU.
 Substansi dari MoU, meliputi beberapa hal yaitu:
1. Judul MoU harus rancang secara singkat dan jelas;
2. Identitas subjek hukum atau para pihak termasuk
kedudukan, jabatan dan alamatnya para pihak.
3. Sebuntkan barang atau jasa yang menjadi obyek hukum
dalam MoU
4. Maksud dan tujuan serta prinsip pelaksanaan MoU bagi
para pihak.
5. Ruang lingkup yang disepakati para pihak dalam MoU
6. Pelaksanaan MoU oleh para pihak, dalam hal ini dapat
dibentuk yang ditunjuk oleh para pihak yang bertugas
menyiapkan seluruh aspek yang berhubungan dengan
kontrak kerja sama antara para pihak.
7. Evaluasi terhadap Mou yang umumnya berlaku untuk
jangka waktu 5 tahun sejak tanggal ditandatanganinya.
8. Pembiyaan yang harus menjadi kewajiban/tanggungan
para pihak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
9. Upaya penyelesaian sengketa jika terjadi perselisihan
di antara para pihak.
10. Apabila ada perubahan dan/atau yang belum cukup
diatur dalam Mou, maka dapat diatur kemudian dalam
Adendum yang merupakan satu kesatuan dan tidak
terpisah dari MoU.
11. Penutup, MoU ditandatangani oleh para pihak, dibuat
dalam rangkap 2 asli dan bermeterai yang masing-
masing mampunyai kekuatan hukum yang sama.
 Ruang Lingkup Memorandun of Understanding (MoU):
1. Memorandum of Understanding berdasarkan kehendak para
pihaknya
• Para pihak yang membuat MoU dengan maksud untuk
membina ikatan moral saja diantara mereka, dan karena itu
tidak ada pengikatan secara yuridis diantara mereka.
• Para pihak memang ingin mengikatkan diri dalam suatu
kontrak, tetapi baru ingin mengatur kesepakatan yang umum
saja, dengan pengertian bahwa hal-hal yang mendetail akan
diatur kemudian dalam kontrak yang lengkap.
• Para pihak memang berniat untuk mengikatkan diri satu sama
lain dalam suatu konrak, tetapi hal tersebut belum dapat
dipastikan, mengingat adanya kondisi tertentu yang belum
dapat dipastikan.
2. Menurut negara para pihak, MoU dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu:
• Memorandum of Understanding yang bersifat
nasional, merupakan memorandum of
understanding yang kedua belah pihaknya adalah
warga negara atau badan hukum Indonesia.
• Memorandum of Understanding yang bersifat
internasional, merupakan nota kesepahaman yang
dibuat antara pemerintah Indonesia denga
pemerintahan asing dan/atau antara badan hukum
Indonesia dengan badan hukum asing.
• Tujuan dibuatnya MoU oleh para pihak
1. Untuk menghindari kesulitan pembatalan suatu
agreement nantinya, dalam hal prospek bisnisnya
belum jelas benar, atau belum bisa dipastikan
apakah kesepakatan kerja sama tersebut akan
ditindaklanjuti, sehingga dibuatlah MoU yang
pembatalannya lebih mudah dari pada perjanjian;
2. Penandatanganan kontrak masih lama karena masih
dilakukan negosiasi yang alot, karena itu daripada
tidak ada ikatan apa-apa sebelum ditandatangani
kontrak tersebut, dibuatlah MoU yang akan berlak
sementara waktu;
3. Adanya keraguan para pihak dan masih perlu
waktu untuk pikir-pikir dalam hal
penandatanganan suatu kontrak, sehingga
untuk sementara dibuatlah MoU
4. MoU dibuat dan ditandatangani oleh pihak
eksekutif dari suatu perusahaan, sehingga
untuk suatu perjanjian yang lebih rinci harus
dan semestinya dirancang dan dinegosiasi
khusus oleh staf – staf yang lebih rendah tetapi
lebih menguasai secara teknis contohnya jika
mengenai MoU ini adalah legal officer.
III. STUDI KELAYAKAN
 Studi kelayakan (feasibility study, due diligent) untuk
melihat tingkat kelayakan dan prospek dari Kontrak
bisnis yang dibuat oleh para pihak dari berbagai sudut
pandang mengapa kontrak tersebut diperlukan,
misalnya: mengenai kontrak yang berkaitan dengan
kegiatan investasi, lingkungan hidup, ketenagakerjaan,
jual beli, pemasaran barang dan jasa, ekspor-impor,
pengiriman dan pengangkutan barang
 Hasil studi kelayakan ini diperlukan dalam menilai
apakah perlu atau tidaknya dilanjuntukan kontrak atau
melakukan negosiasi lanjutan. apabila diperlukan,
akan diadakan negosiasi lanjutan dan hasilnya
dituangkan dalam kontrak
 Berbagai aspek yang harus dikaji sebagai bagian studi
kelayakan dalam rangka mendukung pelaksanaan
kontrak bisnis:
1. Aspek hukum adalah menyangkut semua legalitas rencana
bisnis yang akan dilaksanakan oleh para pihak, meliputi :
ketentuan hukum mengenai:
• Prosedur perizinan (izin lokasi, izin lingkungan dan izin
usaha);
• akte pendirian perusahaan dari notaris setempat, apakah
berbentuk PT, CV atau berbentuk badan usaha lainnya;
• NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak);
• Surat tanda daftar perusahaan;
• Surat izin tempat usaha dari pemda setempat;
• Surat tanda rekanan dari pemda setempat; dan
• Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dsb..
2. Aspek sosial ekonomi dan budaya adalah menyangkut
dampak yang diberikan kepada masyarakat sekitar karena
adanya suatu kegiatan bisnis tersebut, diantaranya:
 Aspek sosial: semakin ramai dan lancarnya lalu lintas
komunikasi, penerangan listrik , pendidikan masyarakat
setempat . Untuk melihat apakah suatu proyek layak atau
tidak dilakukan dgn membandingkan komitmen investor
atau pihak terkait dengan sumber data yang ada..
 Aspek ekonomi: penyerapan tenaga kerja dan memberikan
kesempatan berusaha bagi masyarakat setempat; tingkat
pendapatan per kapita penduduk, apakah usaha tersebut
dapat mengubah atau justru mengurangi income per capita
penduduk setempat; mampu meningkatkan pendapatan
nasional, atau upah rata-rata tenaga kerja setempat, atau
upah minimum regional.
 Aspek pasar dan pemasaran: peluang pasar untuk produk yang akan
dihasilkan oleh kegiatan usaha, dengan melihat hal-hal seperti:
a. Potensi pasar dan pemasaran, tentang starategi yang digunakan untuk
meraih sebagian pasar potensial atau pelung pasar atau seberapa besar
pengaruh strategi tersebut dalam meraih pasar.
b. Jumlah konsumen potensial yakni konsumen yang mempunyai
keinginan atau hasrat untuk membeli;
c. Daya beli dan kemampuan konsumen dalam rangka membeli barang
mencakup tentang perilaku,
d. Kebiasaan, preferensi konsumen, kecenderungan permintaan
konsumen;
 Aspek lainya seperti: aspek teknis dan teknologi, menyangkut
pemilihan lokasi, alat-alat, yang sesuai dengan hasil yang diinginkan,
lay out, dan pemilihan teknologi yang sesuai; aspek manajemen
adalah menyangkut pembangunan dan operasional; dan aspek
keuangan menyangkut sumber dana yang diperoleh dan proyeksi
pengemba-liannya dengan tingkat biaya modal dan sumber dana tsb.
B. KONTRAKTUAL

 Tahap kontraktual adalah tahap yang paling


menentukan dalam pembuatan kontrak, karena
itu, perlu ketelitian dan kejelian dari para pihak,
apabila ada kekeliruan dalam tahap ini akan
menimbulkan persoalan di dalam pelaksanaanya .
 Ada beberapa tahapan dlm penyusunan Kontrak,
• penulisan naskah awal,
• perbaikan naskah,
• tukar menukar draf kontrak,
• perbaikan dan penulisan naskah akhir, dan
• penandatanganan kontrak,
1. Penulisan Naskah Awal Kontrak bisnis internasional
Penulisan naskah awal kharus memperhatikan:
• Judul Kontrak bisnis: harus jelas, ringkas dan disuaikan
dengan isi kontrak dan ketentuan hukum yang mengaturnya.
• Pendahuluan dari kontrak bisnis, termuat maksud dan tujuan
dibuat kontrak bisnis, baik secara ekonomi maupun sosial,
dengan memperhatikan hal hal sebagai berikut:
a. Pembukaan/awal kontrak, biasanya berisi hari dan tanggal
pembuatan kontrak.
b. Identitas para pihak dalam kontrak harus jelas, dan
memperhatikan kapasitas dan kewenangan para pihak
c. Racita/penjelasan atau latar belakang dibuatnya suatu
kontrak
c. Isi kontrak merupakan inti dari kontrak, di dalamnya merupakan
klausula-klausula yang memuat apa yang dikehendaki meliputi,
1) Obyek kontrak (barang atau jasa), dan harga atau nilai barang
atau jasa yang diperjanjikan dalam kontrak;
2) hak dan kewajiban para pihak dalam kontrak harus jelas
disebuntukan dalam kontrak
3) Pilihan pilihan hukum dan pilihan forum dalam penyelesaian
sengketa apakah melalui jalur litigasi (pengadilan) atau diluar
pengadilan (alternatif dispute resolution) seperti mediasi,
konsiliasi, negosiasi, maupun arbitrase.
 Bagian Penutup memuat tata cara pengesahan kontrak.
Penadatanganan kontrak dilakukan diatas kertas bermaterai,
disaksikan oleh saksi masing-masing pihak. Apabila kontrak
tersebut disertai lampiran maka lampiran tsb dapat berisi
dokumen pendukung, seperti format kontrak yang menyertai
kontrak utama, format legal opinion, dan sebagainya.
2. Tukar-Menukar Draf Kontrak
• Tukar-menukar draf kontrak yang telah
bertujuan untuk memberikan kesempatan
kepada para pihak untuk mempelajari isi draf
kontrak yang telah disusunya.
• Apabila salah satu pihak tidak menyetujui
tentang draf kontrak tersebut, maka pihak yang
lainnya dapat mengusulkan atau merundingkan
tentang apa-apa yang tidak disetujuinya.
• Apabila dari hasil perundingan itu telah
tercapai kesepakatan, maka usulan tadi
dimasukkan dalam draf kontrak.
3. Perbaikan dan Penulisan Naskah Akhir
• Perbaikan dan penulisan naskah akhir
merupa-kan tahap revisi draft kontrak yang
sudah disepakati untuk terakhir kali,
• Revisi tersebut baik terhadap tata tulis seperti
huruf-huruf/ejaan yang salah dalam
penulisan, maupun terhadap substansi atau isi
dalam kontrak sudah sesuai yang disepakati.
• Penulisan naskah akhir ini adalah penulisan
final dari kontrak yang dibuat dan disetujui
oleh para pihak.
4. Penandatangan Kontrak.
• Tahap penandatanganan kontrak yang dilakukan oleh para
pihak merupakan bagian akhir dari tahap prakontraktual.
• Tahap ini merupakan wujud dari kesepakatan dan
persetujuan thd kontrak yang telah dibuat oleh para pihak .
• Dengan ditandatangani kontrak oleh para pihak, hal ini
merupakan alat bukti bahwa para pihak terikat untuk
melaksanakan kontrak yang telah disepakatinya.
• Hal ini merupakan alat bukti yang sempurna di pengadilan
apabila muncul suatu sengketa. Oleh karena itu, para pihak
hendaknya meneliti setiap konsekuensi hukum yang akan
terjadi sebelum ditandatangani suatu Kontrak bisnis agar
para pihak tidak merugi di kemudian hari.
POST CONTRACTUAL

• Tahap post kontraktual adalah tahapan penyelesaian


kontrak, para pihak bertanggung-jawab untuk
memberikan jaminan atau garansi atas risiko yag
akan terjadi, shg kontrak yang disepakati terlaksana
dan selesai dengan baik. Jaminan dapat dalam
bentuk bbank garansi atau asuransi/surity bond
• Dlm jual beli, barang yang dibeli sesuai dengan
kualitas dan kuantitas, tidak cacat tersembunyi;
• Dlm investasi real estate: pihak investor wajib
bertanggung jawab untuk memberikan jaminan
akan keamanan gedung, meskipun pembangunan
gedung telah selesai
 Apabila terjadi suatu sengketa dalam pelaksa-
naan suatu kontrak yang sulit dihindari, para
pihak bebas menentukan cara penyelesaian.
 Cara penyelesaian sengketa tersebut harus
secara tegas dituangkan dalam isi kontrak.
Apakah para pihak memilih penyelesaian
sengketa melalui jalur Litigasi (pengadilan) atau
Non Litigasi (diluar pengadilan ), yang disebut
dengan alternatif dispute resolution spt:
negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau arbitrase.
PERANAN PERBANKAN DALAM
TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL

• Pembayaran barang/jasa dalam kotrak bisnis


Internasional dilakukan secara langsung dengan uang,
atau secara tidak langsung mengunakan menggunakan
Surat Berharga
• Pembayaran yang menggunakan Surat berharga
dilakukan dalam bentuk pembayaran dengan (L/C atau
Non L/C).
1. Pengertian Letter of Credit
 L/C : Surat utang yg dikeluarkan oleh Bank Devisa (Issuing
Bank) atas permintaan importir nasabah bank tsb yang
ditujukan kpd eksportir di luar negeri yang menjadi relasi
dari importer tsb. Isi surat itu menyatakan bahwa eksporter
penerima L/C diberi hak oleh importir utk menarik wesel
(surat perintah pelunasan utang) atas Bank Pembuka
(Opening Bank) sejumlah uang yg disebut dalam surat tsb.
Bank yg bersangkutan menjamin utk mengakseptir wesel yg
ditarik tsb asal sesuai dan memenuhi semua syarat yang
tercantum dlm surat itu. (Amir M.S, Letter of Credit, 200 : 1)
 L/C : Surat Kredit yang merupakan surat jaminan
pembayaran bersyarat yg diterbitkan oleh Bank (Issuing
Bank) atas permintaan Importir yang ditujukan ke Bank lain
(Advising Bank/Corresponding Bank) di negara Eksportir
untuk kepen-tingan Eksportir guna mendapatkan
pembayaran sejumlah yang disebutkan di dalam surat
tersebut. (Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani, Transaksi
Bisnis Internasional, 2000 : 24)
• Para Pihak dalam Transaksi Perdag Internasional yang
menggunakan L/C sebagai sarana pembayaran
1. Eksportir (Pihak penjual barang/hasil produksi) atau disebut pula
dengan beneficiary yaitu yang diberihak untuk menarik dana dari
L/C yang tersedia tersebut
2. Importir (Pihak pembeli barang atau hasil produksi dari negara
lain) atau disebut pula dengan opener/ applicant yaitu pihak yang
mebuka L/C melalui opening bank;
3. Pihak Opening Bank/Issuing Bank yaitu bank yang membuka atau
menerbitkan L/C yang disebut bank devisa, dan
4. Pihak Advising Bank/Correspondent bank yaitu bank
menyampaikan amanat yang terkandung dalam L/C kepada
eksportir
2. Fungsi L/C Dalam Perdag Internasional

 Salah satu permasalahan yang kerap kali muncul dalam


kontrak Bisnis Internasional, adalah berkenaan dengan cara
pembayaran dan pengiriman barang.
 Bagi penjual atau pengirim barang harus terlebih dahulu
ada jaminan pembayaran terhadap barang yang dijualnya.
Tanpa jaminan dari pihak pembeli tidak mungkin penjual
berani melepas barang dagangannya
 Begitu pula bagi pihak pembeli perlu ada jaminan untuk
memperoleh barang dengan disertai jumlah dan kualitas yang
diinginkannya
 Permasalahan lain dalam perdagangan Internasional tidak hanya
berasal dari segi pengiriman dan pembayaran tetapi juga dari
segi letak geografis, hukum dan politik, bahasa, mata uang, dan
risiko pengiriman barang yang hampir semuanya berbeda antara
satu negara dengan negara lain.
 Selain itu, para pihak harus mampu mengidentifikasi semua
permasalahan tersebut, sehingga dapat dirumuskan mekanisme
yang relatif efektif, efisien dan aman dalam keterlibatannya
dalam kegiatan perdagangan International.
 Hal ini disepakati dalam kontrak dagang (Sales Contract) bahwa
bank devisa (Opening Bank/Issuing Bank) akan mengeluarkan
suatu surat jaminan pembayaran yang dikenal dengan istilah
Letter of Credit (L/C).
• Beberapa hal yang mendasari bank penerbit (opening bank)
mau menerbitkan Letter of Credit untuk importir yaitu karena
1. Adanya kesepakatan antara eksportir dan importir yang
dituangkan dalam sale’s of contract, bahwa Importir harus
membuka L/C melalui bank pembuka (opening bank)
2. Merupakan salah satu tugas perbankan, (khususnya bank umum
(Pasal 6 ayat (4) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan),
bahwa “bank memberikan jaminan atas risiko sendiri maupun
untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya”. Salah satu
bentuk jaminan tersebut adalah mengeluarkan surat-surat
berharga berupa L/C sebagai alat pembayaran dalam transasksi
Bisnis Internasional
3. Pasal 2 Uniform Customs and Practice (UCP) for
Documentary Credit 600 menyatakan bahwa L/C merupakan
perjanjian dengan nama dan rumusan apapun yang menuntut
suatu bank bertindak atas permintaan dan instruksi seorang
nasabah untuk
a. Melakukan pembayaran kepada pihak ketiga (beneficiary)
atau mengaksep draft yang ditarik oleh pihak ketiga tersebut,
atau
b. Memberikan kuasa kepada bank lain untuk melakukan
pembayaran, mengaksep, atau menegosiasi draft atas
penyerahan dokumen-dokumen yang ditentukan sesuai
dengan persyaratan kredit.
4. Karena fungsi dari bank itu sendiri selain sebagai tempat
menyimpan uang, juga berfungsi sebagai media dalam
melakukan transaksi perdagangan.
HUB HUKUM PARA PIHAK DLM PENGGUNAAN L/C
SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN BISNIS INTERN
1. Para Pihak dalam Transaksi Perdag Internasional yang
menggunakan L/C sebagai sarana pembayaran
a. Eksportir (Pihak penjual barang/hasil produksi) atau disebut pula dengan
beneficiary yaitu yang diberihak untuk menarik dana dari L/C yang tersedia
tersebut
b. Importir (Pihak pembeli barang atau hasil produksi dari negara lain) atau
disebut pula dengan opener/ applicant yaitu pihak yang mebuka L/C melalui
opening bank;
c. Pihak Opening Bank/Issuing Bank yaitu bank yang membuka atau
menerbitkan L/C yang disebut bank devisa, dan
d. Pihak Advising Bank/Correspondent bank yaitu bank menyampaikan amanat
yang terkandung dalam L/C kepada eksportir
e. Negotiating Bank adalah bank yang berfungsi untuk menguangkan
(menegosiasikan shipping document) Letter of Credit sesuai dengan
permintaan Beneficiary,
2. Hubungan para Pihak Dlm Kontrak Bisnis
a. Hubungan Hukum antara Pembeli
(Importir) dengan Penjual (Eksportir)
b. Hubungan Hukum antara Pembeli
(Importir) dengan Bank penerbit
(Issuing Bank/Opening bank)
c. Hubungan Hukum antara Bank Penerbit
L/C dengan Penjual (Penerima)
d. Hubungan Hukum Antara Bank Penerbit
Letter of Credit (Issuing Bank) dengan
Bank Penerus (Advising Bank)
3. Tanggung Jawab Hukum Para Pihak dalam
Penggunaan Letter of Credit
 Risiko mungkin dapat terjadi dlm Kontrak bisnis Intern
1. Risiko transportasi: risiko dapat terjadi karena : jauhnya jarak
tempuh pengangkutan barang, penggantian alat/moda
transportasi, bongkar muat dan penyimpanan barang sebelum
sampai ke pembeli (eksportir), kerusakan dan kehilangan barang.
2. Risiko Kredit non payment; hal ini terjadi karena sulit sekali
bagi eksportir untuk menulusuri bonafiditas atau reputasi calon
pembeli (importir) di luar negari, misalnya risiko tidak dibayar,
terlambat pembayaran, bahkan risiko terkena penipuan. Karena
itu eksportir sering kali menuntut syarat pembayaran dengan
Irrevocable and Confirmed Letter of Credit Document
3. Risiko Kualitas dan Kuantitas Barang; bagi importir sangat sulit
menelusuri barang yang menjadi obyek transaksi seperti, barang
yang diperjanjikaan tidak sesuai dengan mutu dan jumlah yang
diharapkan, atau terdapat cacat tersembunyi pada barang yang
dipesan, barang tersebut terlambat datang padahal sangat
dibutuhkan sebagai barang modal.
4. Risiko Nilai Tukar: hal ini terjadi karena apabila harga barang
telah ditetapkan dalam mata uang dari negara salah satu pihak
dalam kontrak Internasional, maka jika terjadi fluktuasi nilai
tukar yang tidak dapat dihindari sehingga menguntung salah
satu pihak dan merugikaan pihak lain. Untuk menghindari hal
tersebut biasanya para pihak menyepakati penggunaan mata
uang yang stabil digunakan dalam transaksi bisnis, misalnya
menggunakan mata uang dolar Amerika serikat.
5. Risiko peristiwa tak terduga (overmach): peristiwa yang tak terduga adalah
suatu keadaan memaksa yang tidak dapat dihindari seperti; terjadinya bencana
alam, peperangan, pemogokan dan sebagainya. Hal ini merupakan faktor
utama kegagalan dalam pengiriman barang. Peristiwa ini dapat mengubah
secara dramatis biaya transportasi karena kenaikan bahan bakar, alat
transportasi, atau tertutupnya jalur pelayaran.
6. Risiko Investasi: risiko yang lazim dalam pemasaran suatu komoditas menjadi
bertambah dalam hal ekspor karena adanya tambahan investasi untuk
melancarkan program ekspor karena ketidakstabilan nilai tukar sebelum
eksportir mampu menebus investasi itu pada distribusi setempat. Oleh karena
itu perusahaan haruslah secara sungguh-sungguh mempertim-bangkan apakah
akan mengekspor atau tidak. Beberapa perusaahan kurang siap untuk ekspor
dan sebagian mungkin sekali tidak akan mampu bersaing secara Internasional
dan harus berkonsentrasi di pasar domestik. Dalam hal ini diperlukan ada
jaminan (bank garansi atau surety bond)
7. Risiko Hukum: peraturan dan hukum negara asing bisa saja berubah
atau diterapkan berbeda dengan masa sebelumnya yang dapat
merintangi atau mengecewakan transaksi. Peraturan perdagangan
dan Izin pabean, tarif dan kuota impor bisa berubah. Selain itu, bila
suatu kontrak bersyarat pada pengadilan negara asing, atau tunduk
pada hukum asing, dapat menimbulkan kemungkinan tak dapat
diselenggarakan pengadilan yang cepat bila tejadi sengketa. Hal ini
menjadi salah satu sebab mengapa eksportir atau importir sering
memaksakan syarat “pilihan hukum” dan “pilihan forum” yang
menjelaskan bahwa sengketa akan diselesaikan sesuai dengan
hukum dan pengadilan nasional mereka. Salah satu jalan keluar
untuk mengatasinya adalah dengan menerapkan cara “Arbitrase
internasional” (International Commercial Arbitration) seperti yang
diatur oleh Pengadilan Arbitrasi Internasional dari Kamar Dagang
Internasional.
 Tanggung Jawab Para Pihak:
a. Tanggung Jawab Pihak Ekportir (beneficiary: selain
mengirim barang ke pihak importer (pembeli), juga
bertanggung jawab untuk menjamin standar kualitas
dan kuantitas, serta wajib mengasuransikan barang
yang dikirim
b. Tanggung jawab pihak Importer : membayar harga
barang memastikan dana pembayaran dapat
diterima dengan aman oleh importir. Bentuk
tanggung jawab importer: melakukan pembukaan
L/C untuk kepentingan Eksportir melalui bank
devisa di negaranya (Issuing/Opening Bank).
d. Tanggung jawab Opening Bank adalah menerbitkan
L/C untuk menjamin pembayaran harga barang yang
diimpor. Untuk itu Opening Bank tidak bekerja
sendiri melainkan berhubungan dengan bank lain
yang ada di negara penjual (ekporter) yaitu Advising
Bank/Corespondeng Bank yang selanjutnya akan
meneruskan Letter of Credit kepada eksportir
e. Tanggung jawab Advissing (Corresponding Bank),
meneruskan L/C ke eksportir, melakukan
konfirmasi atas L/C (Comfirmend L/C) sesuai
dengan harga barang dan mata uang yang disepakati.
Pembayaran harga barang akan dilaksanakan apabila
barang tersebut telah sesuai dengan dokumen barang
yang sudah diterima.
Peranan L/C dlm Transasksi Bisnis Inter:
• Memudahkan pelunasan pembayaran transaksi ekspor.
• Mengamankan dana yang disediakan importir utk membayar
barang yang diimpor
• Menjamin kelengkapan dokumen pengapalan

Isi Pokok L/C memuat:


1. Nomor dan tanggal L/C
2. Jenis dan Sifat L/C
3. Nama dan Alamat eksporter (penerima L/C) yang disebut
“Beneficiary”
4. Jumlah dana yang tersedia
5. Uraian barang dan jumlahnya
6. Perincian dokumen pengapalan yang disyaratkan:
– Bill of lading
– Faktur Perdagangan (Trade Facture)
– Daftar Pengepakan (Packing List)
– Daftar Kubikasi (Meansurement List)
– Daftar timbangan (Weight List)
– Keterangan negara asal
– Sertifikat Mutu (Quality Certificate)
– Laporan Kebenaran Pemeriksaan
– Polis Asuransi
7. Batas Waktu Pengapalan barang
8. Batas Waktu berlakunya L/C
9. Syarat pengapalan (partial shipment,
transshipment)
10. Keterangan negosiasi dokumen pengapalan
Pihak-Pihak Yg terlibat dlm L/C
• Importir (Opener / Aplican)
• Opening Bank / Issuing Bank (Bank Devisa)
• Advising Bank / Corresponding Bank
• Eksportir / Beneficiary
• Negotiating Bank (Bank tt yg menego.
Shipping Document).
D. TAHAPAN PEMBUKAAN L/C DALAM
KONTRAK BISNIS INTERNASIONAL

1. Ekportir mempromosikan barang yang akan diekspor melalui berbagai


cara seperti:
• Pameran dagang, iklan di koran, majalah, radio, televisi, atau media lain,
baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
• Promosi ekspor dapat dilakukan sendiri melalui badan-badan khusus
seperti Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN), Dewan
Penunjang Ekspor (DPE), Kamar Dagang dan Industri Indonesia
(KADIN).
• Peranan Atase Perdagangan Kedutaan Besar RI di luar negeri, atase
perdagangan Kedutaan Besar negara-negara asing di Jakarta;
• Perwakilan dagang asing seperti American Chamber of Commerce
(AMCHAM), China External Trade Association (CETRA), Japan
External Trade Organization (JETRO), Korean Trade Agency (KOTRA),
dan lain-lain.
2. Tahap Inquiry : Importir yang berminat terhadap
promosi yang dilakukan eksportir kemudian
mengirimkan surat permintaan harga atau Letter of
Inquiry kepada eksportir. Letter of Inquiry ini
berisi permintaan penawaran harga disertai
keterangan mengenai mutu barang yang diinginkan,
kuantum yang ingin dibeli, harga satuan dan total
harga dalam valuta asing (US$ atau mata uang lain),
waktu pengiriman (shipment date) serta nama
pelabuhan tujuan yang diingini.
3. Tahap Offersheet (Surat Penawaran Harga ): Eksportir
memenuhi permintaan importir dengan mengirimkan
surat penawaran harga atau offersheet yang berisi
keterangan berdasarkan permintaan importir, seperti:
uraian barang, mutu, kuantum, waktu penyerahan,
harga dan tempat penyerahan barang, syarat
pembayaran, waktu pengapalan, cara pengepakan
barang, brosur, dan bila perlu contoh barang yang
ditawarkan. Penawaran itu juga menyebutkan apakah
penawaran bersifat free offer atau firms offer.
4. Tahap Ordersheet (Daftar Pesanan): Setelah mempelajari
dengan seksama offersheet dari eksportir, kemudian importir
membuat surat pesanan dalam bentuk ordersheet atau
purchase order kepada eksportir.
5. Tahap Sales Contract (Kontral Dagang): Eksportir menyiapkan
kontrak jual beli ekspor (sales contract) sesuai dengan data
dari offersheet dan ordersheet ditambah dengan keterangan
seperti force majeure clause, klaim, syarat pengapalan seperti
partial shipment, transshipment, vessel age dan lain-lain.
Kontrak tersebut ditandatangani oleh eksportir dan dikirimkan
kepada importir untuk ditandatangani pula sebagai tanda
persetujuan atas sale’s contract itu. Lazimnya sale’s contract
dibuatkan dalam rangkap dua (two original).
6. Tahap Sale’s Confirmation (Konfirmasi
Kontrak): Importir mempelajari sale’s contract
dengan seksama, dan bila dapat menyetujuinya
kemudia ia menandatangani dan mengembalikannya
kepada eksportir. Satu original copy ditahan oleh
importir sebagai dokumen asli transaksi yang lazim
disebut sebagai sale’s confirmation. Kedua sale’s
confirmation copy yang asli ini mempunyai kekuatan
hukum yang sama.
Proses Pembayaran dengan L/C
1. Ada Kesepakatan Para pihak ---------------- Sales Contract
2. Importir mengajukan aplikasi pembukaan L/C kpd Bank Devisa yg berperan
sebagai Issuing Bank di negaranya utk kepentingan penjual.
3. Bank menerbitkan L/C dan mengirim ke Eksportir (Meneficiary) melalui bank
di Negara Eksportir (Advising Bank / Corresponding Bank)
4. Advising / Corresponden Bank menginformasikan eksportir bahwa telah dibuka
L/C atas namanya.
5. Setelah menerima L/C tsb, Eksportir kmd mengirim barang kpd Importer,
selanjutnya dokumen asli diserahkan kpd Advising Bang, dan duplikatnya
dikirim pd Importer.
6. Setelah meneliti kelengkapan dokumen tsb, Advising Bank kmd melakukan
pembayaran. Dokumen tsb selanjutnya dikirim ke Issuing Bank, dan Issuing
Bank membayar kpd Advising Bank.
7. Pembuka kredit (Importir) membayar semua kewajiban kpd Issuing Bank
setelah dinotifikasi oleh Issuing Bank bahwa semua dokumen telah datang dan
dan memberikan yang asli kpd Importir sbg dasar utk meminta barang dari
pihak pengangkut.
MEKANIS PEMBAYARAN DGN L / C

Exporter Importer

Sales Contract

Borg 1792 BW
8 2
Perantara 6 4
L/C

3
Bank Devisa

7
Advising B / 1792 BW Issuing B
Corresponding B (Opening B)
Jenis-Jenis L/C
L/C Menurut Sifatnya
1. Revocable L/C :
L/C yang dapat dibatalkan kapan saja oleh importer tanpa
memerlukan persetujuan eksportir. L/C ini mengandung
risiko bagi eksportir, krn pelunasan atas barang yang
dikirim bisa mengalami kelambatan.
2. Irrevocable L/C :
L/C yg dibuka oleh Bank Devisa (Opening Bank) utk
eksportir, dimana opening bank mengikatkan diri utk
melunasi wesel-wesel yang ditarik dalam jangka waktu
berlakunya L/C. L/C ini tdk dpt dibatalkan selama jangka
waktu tsb, kecuali dengan persetujuan semua semua pihak
yg terlibat. Pd halaman muka L/C tercantum kata
revocable atau irrevocable. Jika tidak ada, maka L/C tsb
harus dianggap Irrevocable L/C (UCP 500 Pasal 6, c)
3. Irrevocable and Confirmed L/C :
– Tidak dapat dibatalkan atau diubah selama
jangka waktu berlaku, kecuali jika mendapat
persetujuan dari semua pihak yang terlibat
dgn L/C tsb.
– Mempunyai jaminan (confirmation)
pelunasan berganda atas wesel-wesel dan atau
penyerahan dokumen pengapalan yang
diberikan oleh Opening Bank bersama
Advising Bank.
– Merupakan cara pembayaran yang paling
aman dipandang dari sudut kepentingan
eksportir penerima L/C
4. Irrevocable and Unconfirmed L/C
• L/C ini sama dengan L/C Irrevocable biasa, L/C
ini hanya menyampaikan amanat pembuka L/C
kpd Advising Bank yang menyatakan dengan
tegas bahwa Advising Bank tidak ikut serta
memberikan konvirmasi (jaminan) atas L/C tsb.
Mengenai L/C ini kemudian disampaikan oleh
Advising Bank kpd Eksportir.
5. Confirmed L/C
• L/C yang pelunasannya dijamin oleh Advising
Bank bersama Opening Bank.
 L/C Menurut Cara Pembayaran
1. Sight Letter of Credit
L/C yang pembayarannya dilakukan pada saat beneficiary
menyerahkan dokumen pengiriman kepada bank . Dengan
demikian, apabila semua dokumen yang dipersyaratkan
dipenuhi, maka negotiating bank wajib membayar nominal
Letter of Credit kepada eksportir paling lama 7 hari kerja.
2. Usance Letter of Credit yaitu L/C :
L/C yang pembayarannya baru dapat dilunasi jika Letter of
Credit tersebut sudah jatuh tempo sekian hari dari tanggal
pengapalan (tanggal Bill of Lading. Ini berarti bahwa
eksportir penerima L/C memberi kredit jangka pendek
kepada importir untuk jangka waktu antara 90 hari sampai
dengan 180 hari.
3. Red Clause L/C :
• Memberikan hak kpd Eksportir penerima L/C
utk mencairkan sebagian tertentu dana L/C tsb
sebagai uang panjar (misalnya 30 % dr jumlah
L/C) dengan menyerahkan kuaitansi biasa dan
surat pernyataan menehi janji.
• Mengambil sisa dana yg tersedia dengan
menyerahkan dokumen pengapalan yang
lengkap.
• Sangat menguntungkan eksportir penerima L/C,
karena memperoleh Buyer’s Credit tanpa bunga,
yg dpt dipakai untuk memulai produksi barang
yang dipesan.
 L/C Menurut Syarat Pembayaran L/C
1. Partial Shipment L/C :
L/C ini memungkinkan eksportir
mengirim barang secara bertahap dan
menerima pembayarannya secara
bertahap pula.
2. Transipmen Allowed L/C :
L/C yang memungkinkan eksportir alih
kapal bila diperlukan.
3. Commercial Documentary L/C :
• L/C yang berdokumen niaga yang mewajibkan
Eksportir penerima L/C utk menyerahkan
dokumen pengapalan yg membuktikan
pemilikan barang serta dokumen penunjang
lainnya sbg syarat utk memperoleh pembayaran
dr dana yang tersedia pada L/C tersebut.
• Dokumen pembuktian pemilikan barang seperti
misalnya bill of lading, faktur perdagangan
wesel, surat keterangan asal negara, daftar
pengepakan, daftar kubikasi, daftar
timbangan,polis asuransi dll.
4. Open Letter Of Credit
L/C yang memberi hak kepada eksportir penerima
Letter of Credit untuk menegosiasikan dokumen
pengapalan melalui bank mana saja yang
diinginkan. Di dalam L/C tersebut biasanya
tercantum kalimat, “This Letter of Credit is
negotiable
5. Restricted L/C
L/C yg membatasi hak eksportir penerima L/C
untuk menegosiasikan dokumen pengapalan
pada bank tertentu yg disebut oleh Opening
Bank di dalam L/C tsb, dan biasanya terbatas
pada Advising Bank saja.
6. Straight L/C
L/C yang negosiasi atau pelunasan
dokumen pengapalan hanya dilakukan
di Kassa Opening Bank sendiri.
7. Clean L/C:
L/C yg dapat dicairkan dananya dengan
penyerahan wesel atau hanya kuitansi
biasa. L/C ini tdk membutuhkan
penyerahan dokumen pengapalan
seperti bill of lading dan sebagainya
8. Revolving L/C :
– Kredit yang tersedia dapat dipakai ulang tanpa perlu diadakan perubahan
lagi
– Pemakaian ulang dpt dilakukan utk waktu dan nilai, (misalnya kredit
tersedia US $. 15.000 sebulan dgn jangka waktu 6 bulan Ini berarti setiap
bulan tersedia kredit US $. 15.000 selama 6 bulan berturut-turut (6 x $
15.000 = $ 90.000), tidak peduli kredit tsb dipakai atau tidak. Kredit seperti
ini bersifat komulative atau non komulative.
- Jika kredit komulatif maka berarti setiap jumlah yang tidak terpakai
dlm bulan terdahulu masih dpt dipakai dalam bulan berikutnya
- Jika kredit non komulatif berarti setiap jumlah yang tidak terpakai
dalam bulan terdahulu otomatis menjadi batal
– Pemakaian ulang juga dapat dilakukan utk “nilai” saja, misalnya kredit
yang tersedia US $.100.000, nilai tsb akan diperbaharui secara otomatis
setiap kali jumlah itu dipakai asalkan masih dalam jangka waktu
berlakunya kredit. Kredit semacam ini memudahkan penerima kredit
(L/C), namun bagi Opener atau Opening Bank akan menimbulkan risiko
yang tidak terduga sebelunya. Misalnya kalau frekuensi pengambilan
kredit tinggi berarti jumlah yang diambil dr L/C juga semkin tinggi. Oleh
karena itu pada Revolving Credit biasanya ditetapkan batas maksimal nilai
yang ditarik.
9. Trasferable L/C (Assignable L/C)
• L/C yang memberikan hak kepada
Eksportir penerima utk mengoperkan atau
menguasakan haknya atas L/C itu kepada
pihak lain atau eksportir lain yang
menyanggupi. Hal ini terjadi misalnya
karena penerima L/C pertama bukan
produsen sendiri.
10. Back to Back L/C
• L/C yang terjadi apabila Eksportir penerima L/C
tidak sanggup melaksanakan pengiriman barang
karena tidak barang belum tersedia, mk transaksi
tsb masih dpt dilakukan melalui 2 cara:
• Eksportir melakukan pengoperan atas L/C kpd
eksporter atau produsen lain. Hal mungkin
dilakukan jika L/C bersifat transferable.
• Eksportir penerima L/C pertama membuka L/C
nya sendiri untuk eksportir atau produsen
kedua, dengan menjamin L/C yang
diterimanya. Cara ini disebut dengan back to
back L/C, dan biasanya dipakai dalam
perdagangan transito (segi tiga).
Misalnya :
Importir Indonesia membuka L/C utk
pengusaha di Singapura guna mengimpor
barang yang berasal dr Jepang.
Pengusaha Singapura kmd mebuka L/C
utk pengusaha Jepang dengan
menjaminkan L/C dari importer
Indonesia. Persyaratan L/C kedua ini
hampir seluruhnya sama dengan
persyaratan L/C pertama, kecuali
mungkin mengenai harga dan nama
Loading Port
11. Standby L/C
• L/C sesungguhnya semacam Bank Garansi yang dikeluar-kan
oleh mitra dagang asing, utk menjamin pinjaman yang
dilakukan perusahaan lokal yang bekerja sama dengan mitra
dagang asing.
Contoh:
• PT. Berdikari Kontraktor Indonesia (BKI) bekerja sama dgn
Doo Young Construction (DYC) Ltd., Korea mengerjakan jalan
layang di Jakarta. Utk keperluan ini PT Berdikari meminjam
uang sebesar Rp. 10 Milyar dr Bank Pasific Jakarta.
• Sebagai jaminan PT. BKI minta kpd mitranya DYC Ltd, utk
membuka stanby L/C senilai 10 milyar pada Issuing Bank.
Antara PT. BKI dan DYC Ltd. Dibuat suatu kontrak bantuan
dana bahwa DYC akan menyediakan dana sebesar 10 M.
apabila dana pinjaman ini belum dipenuhi oleh DYC maka
stanby L/C dapat dicairkan oleh PT BKI sebagai beneficiary
dari stanby L/C tersebut. Hasil pencairan ini dapat
dipergunakan untuk melunasi hutang PT. BKI pada Bank
Fasific Jakarta.
12. Usance L/C
• L/C yang mengharuskan eksportir penerima
L/C utk menarik wesel berjangka (Long Bill of
Exchange) dan bukan wesel unjuk (sight L/C).
Artinya eksportir penerima L/C memberikan
kredit kpd importir utk jangka waktu 90 hari -
180 hari.
• L/C ini dimaksudkan utk mempertinggi daya
saing guna meningkatkan ekspor. Eksportir
tetap dapat mencairkan wesel berjangka ini
dengan mendiskontokannya pada bank, Shg tdk
mengganggu likuiditas.
13. Merchant L/C
• L/C yang dibuka oleh importir utk eksportir penerima L/C
yang memberikan hak kpd eksportir penerima L/C untuk
menarik wesel terhadap importer. Pembukaan L/C tsb utk
menjamin pelunasan wesel tsb pada saat jatuh temponya.
Pembukaan L/C dilakukan melalui Bank Devisa dimana
importer menjadi nasabahnya. Bank ybs tidak ikut
bertanggungjawab utk mengakseptir wesel-wesel yang
ditarik oleh eksporter penerima L/C. Di sinilah letak
perbedaan dengan antara Merchant L/C dengan Banker’s
L/C biasa.
• Pada Merchant L/C : dengan tegas disebutkan bahwa Bank
tidak mengikatkan diri dan dan tidak bertanggng jawab atas
perlunasan L/C tsb
• Merchant bisanya dipergunankan antara eksportir dan
importir yang telah berlangganan lama, atau antara
perusahaan induk dengan anak perusahaan sendiri.
B. Pembayaran Non-L/C
ADVANCE PAYMENT (AP)
• AP = Pembayaran di muka, artinya importir (pembeli)
membayar terlebih dahuli kepada eksportir sebelum barang
diterima oleh importir
• Proses Pemayaran dgn AP
1. Ada kesepakatan antara importer dan eksporter : dengan AP ttg
transaksi export import : dalam sales contract
2. Atas dasar kesepakatan, importir menghubungi bank di
negaranya untuk mentransfer uang ke bank lain di neg eksportir
utk dimasukan ke rekening eksportir
3. Setelah eksportir menerima pembayaran, maka barang siap
dikirim melalui port of loading sesuai dengan kesepakatan
importir
4. Barang yg dikirim diterima oleh importir di port of destination
atas nama importir, maka transaksi selesai.
Tiga model pembayaran dgn AP
1. Payment with order
dalam model ini, semua biaya seperti: harga barang, ongkos angkut, ansuran dan
biaya lainnya sudah disepakati dalam kontrak. Merupakan tanggung jawab
importir, tanpa ada biaya tambahan lagi. Kepemilikan barang sudah atas nama
importir
2. Partial payment with order
importir hanya akan membayar harga barang saja terlebih dahulu, sedangkan
ongkos angkut, asuransi dan biaya lain akan ditagih setelah barang dikapalkan
3. Payment on dokument
importir akan mengirim uang terlebih dahulu ke negara eksportir melalui bank dg
syarat eksportir baru dapat mencair uang tsb apabila telah melaksanakan
pengapalan brg yang di perjanjikan. Utk mencairkan dana tsb di bank, eksportir
menyerahkan dokumen pengapalan dan bukti lain sesuai perjanjian

• Risiko bagi importir : AP : terjadi wanprestasi, Brg tdk sesuai kwalitas; barang
terlambat; jika berupa bahan baku penghambat produksi; barang rusak; atau
barang tidak terkirim sama sekali
OPEN ACCOUNT (OA)
• OA : pembayaran dibelakang, artinya setelah barang yg dipesan diterima oleh
importir, baru kemudian pembayaran dikirim
• Proses pembayaran dengan OA
1. Ada kesepakatan antara para pihak yang dituangkan dalam sales contract
2. Berdasarkan kesepakatan, eksportir segera mengirim barang melalui port of
loading, sesuai dengan kwalitas, kwantitas dan waktu
3. Barang tsb diterima oleh importir do port of destination
4. Setelah barang diterima, importir menghubungi bank untuk mentranfer uang
ke bank lain di negara eksportir dan dimasukan ke rekening eksportir.
5. Setelah uang diterima oleh eksportir maka transaksi selesai.
Harus diperjanjikan dalam sales contract.
• Risiko bagi eksportir: Pembayaran terlambat, pembayaran harga brg tdk
sesuai dengan kesepakatan, atau pembayaran tidak terkirim sama sekali.
CONSIGMENT (KONSINYASI) : CON
• CON: pembayaran yan dilakukan oleh importir setelah barang
yang diimpor tsb laku terjual. Artinya eksportir baru menerima
pembayaran harga barang yang diekspor dari pembeli setelah
barang tersebut laku terjual pd pihak ketiga
• Proses pembayaran dengan konsinyasi:
1. Ada kesepakatan antara para pihak yang dituangkan: sales
contract
2. Eksportir mengirim barang melalui port of loading
3. Barang tsb diterima importir di port of destination
4. Setelah barang laku terjual, kemudian importir mengirim uangan
harga barang tersebut ke rekening eksportir di bank neg
eksportir. Pembayarahn tersebut diterima oleh eksportir, maka
transaksi selesai.
* Risiko : risioko pada OA: beban bagi eksportir
Collection (Dokumentary Collection) : DC
• DC: pembayaran yang menggunakan dokumen yang
disebut dengan Bill of exchanges atau menggunakan
surat tagihan (BOE)
• Dalam DC, importir harus membayar harga barang
segera setelah shipping documents tiba di bank neg
importir. Setelah harga barang dibayar, maka importir
akan menerima shipping document untuk megambil
barang yang dipesan
• Risiko: baik bagi eksportir maupun importir
ORGANISASI INTERNASIONAL
DAN NASIONAL YANG TERLIBAT DALAM
PERDAGANGAN INTERNASIONAL

A. ORGANISASI-ORGANISASI INTERNASIONAL
1. WTO (World Trade Organization) 1994
• WTO: organisasi perdag dunia yang lahir dari perundingan
Urugay Round (1986-1994)
• Badan ini dipimpin oleh Minister Conference, dibantu oleh
General Council, dan bersidang minimal 1 kali dlm dua
tahun.
• Tugasnya: selain sebagai badan penyelesaian sengketa
(Dispute Setlement Body), juga mengamati permasalah
perdag dunia di bawah WTO
 Perjanjian di bawah Piagam WTO 1994 al:
1. Agreement on agreculture, textile and clothing,
technical barrier to trade,
2. Trade Related Inversment Measures (TRIMs), Trade
Related Aspect of Intelectual Property Rights (TRIPs),
Trade and Services (TS);
3. Antidumping, Subsidies and Countervailing
Measures, Safeguards)
4. Dispute Setlement Understanding, dll
2. UNIDROIT (The International Institute for the
Unification of Privat Law )
 UNIDRIOT terbentuk tahun 1940 berdasarkan perj. multilateral
dan berkedudkan di Roma
 Keanggotaan (59 Neg): Argentina, Australia, Austria, Belanda,
Belgia, Bolivia, Brasil, Bulgaria, Ceska, Chilie, Denmark,
Mesir, Estonia, Rusia, Finlandia, Tahta Suci Roma, Hungaria,
India, Iran, Irak, Irlandia, Israel, Italia, Jepang, Jerman,, Kanada,
Kolombo, Kroatia, Kuba , Luxemburg, Malta, Mexico,
Nikaragua, Nigeria, Norwegia, Pakistan, Paraguay, Polandia,
Portugal, Prancis, Rep. Korea, Rumania, San Marino, Siprus,
Slowakia, Slovenia, Afrika Selatan, Spanyol, Swedia, Swiss,
Tunisia, Turki, Inggris, Amerka Serikat, Uruguay, Venezuela,
Yugoslavia, Yunani.
 Konvensi yg dihasilkan UNIDROIT yaitu: *
1. Convention on relating to uniform law on the International
Sale of Goods (The Haque 1964)
2. International Convention on the Travel Contract (Brussel,
1970)
3. Convention on Agency in the International Sale of Goods
(Geneva, 1983);
4. UNIDROIT Convention on International Financial Leasing
(Ottawa, 1988)
5. UNIDROIT Convention on stolen or Illegally Exported
Culture Objects (Rome, 1995)
6. Convention on International Interests in Mobile Equipment
(Cape Town, 2001)
* Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005), hal. 43
3. UNCITRAL (The United Nation Commission
on Inter national Trade Law)
UNCITRAL: Badan PBB terbantuk 17 Desember 1966 , adalah utk
melakukan harmonisasi dan unifikasi hukum di sektor perdagangan
antar negara.
Konvensi-Konvensi UNCITRAL antara lain:
1.Convention on Contract for the International Sale of Goods /CISG
(Vienna Convention1980),
2.United Convention on Independent Guarantiees and Stanby Letter
of Credits (New York Convention 1995),
3.United Convention on the Assignment of Receivable in
International Trade (2001)
 Neg-neg Anggota UNCITRAL meliputi:
1. Negara Afrika: Benin, Burkina Faso, Kamerun, Kennya,
Maroko, Rwanda, Siera Leone, Sudan, dan Uganda.
2. Neg –neg Asia: China, Fiji, India, Iran, Jepang, Singapura,
dan Thailand..
3. Neg-neg Eropa Barat: Austria, Prancis, Jerman, Italia,
Spanyol, Swedia, dan Inggris
4. Neg-neg Eropa Timur: Hongaria, Lituania, Rusia, Yugoslavia.
5. Neg-neg Amerika : USA, Kanada, Karibia, Mexico, Brazil,
Kolombia, Honduras, Paraguay, Uruguay. Argentina,
IV. Kamar Dagang Internaional (The Internatio-
nal Chamber of Commerce / ICC)
 ICC bertujuan utk melayani dunia usaha melayani
dengan memajukan perdagangan, penanaman modal,
membuka pasar utk barang dan jasa, serta
memperlancar aaliran modal antar negara.
 Peran ICC meliputi:
1. Sebagai forum penyelesaian sengketa
2. sebagai forum penyebarluas info perdag
dan aturan hukum perdag antar neg
3. Memberikan pelatihan dan teknik dlm
merancang kontrak Internasional
 Kebijakan ICC antara lain:
1. The Uniform Custon and Practice (UCP) 500,
1933 dan 1994
2. The International Commercial Term
(INCONTERM), 1936, 2000.
CONTON KONTRAK BISNIS (INVESTASI ASING); MNC

• Contoh Perusahan asing (MNC) yang berinvestasi di Indo: yang melibatkan


partnen lokal, antara lain:
• PT Goodyear Indonesia (Ban Mobil), PT Regnis Indonesia, PT Semen
Cibinong, PT Goergia Pacific, PT International Timber Corporation Indonesia
(ITCI), PT Newmont, PT. Freeport
• Kontrak Karya PT NNT dgn Pem Indonesia terkait dengan divestasi saham
(Psl 24 ayat 3):
1. Bahwa Perusahan akan menawarkan (menjual) saham kpd Pemerintah
2. Jika Pem tdk menyetujui penawaran tsb dlm waktu 30 hari, maka pemerintah
dpt mengawasi penawaran tsb kpd warga atau perush Indonesia.
3. Jumlah saham yang ditawarkan adalah sbb:
- Akhir tahun ke 5 minimal 15 %
- Akhir tahun ke 6 minimal 23 %
- Akhir tahun ke 7 minimal 30 %
- Akhir tahun ke 8 minimal 37 %
- Akhir tahun ke 9 minimal 44 %
- Akhir tahun ke 10 minimal 51 %
• Kepemilikan saham pada PT Newmont NTB (patungan) yang melibatkan
partner local sebagai pemilik saham, dengan komposisi saham sbb:
1. Newmont Kanada memegang saham : 45%,
2. Perusahaan Jepang (Sumitomo) : 35% dan
3. Perusahaan Indonesia (PT. Pukuafu Indah) : 20%.
• Perkembangannya setelah 10 tahun, seharusnya Pemerintah RI telah
menguasai hingga 51 persen, realitanya :
1. Canada + Jepang : 56 %
2. PT. Pukuafu Indah : 20 %
3. PT Multi Daerah Bersaing (MDB) : 24 % (Kab Sumbawa, KSB, NTB)
• Sisa : 7 % diperebutkan ant. Pem.Pusat dan Pem Daerah (PT. MDB)
• PT Freeport Indonesia yang dulunya 100% modalnya milik asing , telah
terjadi divestasi (alih saham), sehingga sekarang komposisi kepemilikan
saham:
- Indonesia : 9,34 % dan
- Freeport Amerika Serikat 90, 64 %.
• Produsen produk dapat berupa orang perorangan
dan/atau badan usaha yang membuat, mengelola,
mengubah bentuk, mengawetkan, mengemas
kembali, produk di dalam wilayah Indonesia.
• Kelompok produsen produk ekspor merupakan
kelompok pelaku usaha yang memproduksi dan
mengekspor (menjual) ke negara lain, atau dengan
kata lain pihak produsen atau eksportir adalah pihak
yang melakukan kegiatan produksi dan mengeluarkan
produk dari negaranya untuk di ekspor, baik barang
yang diproduksi sendiri maupun diambil dari
produsen lainnya
• Importir Produsen adalah (IP)” yaitu
perusahan dalam bidang produksi yang
secara umum mengimpor produk untuk
kebutuhan proses produksi, selain produk
yang masih bahan mentah, juga produk jadi
untuk bahan baku dalam proses produksi.
• Importir Terdaftar adalah perusahaan
yang melakukan kegiatan mengimpor
barang jadi untuk diperdagangkan atau
dipindahtangan kepada pihak lain baik
kepada produsen maupun konsumen.
• Kement Perdagangan berperan dalam memutuskan
pengenaan bea masuk anti dumping terhadap produk
impor yang dipasarkan secara dumping seperti:
a. Memutuskan besarnya nilai tertentu untuk pengenaan
tindakan sementara.
b. Memutuskan menerima atau menolak tindakan
penyesuaian.
c. Memutuskan besarnya nilai tertentu untuk pengenaan
bea masuk antidumping.
d. Memutuskan untuk menghentikan atau melanjutkan
pengenaan bea masuk antidumping.
e. Memutuskan untuk menghentikan atau melanjutkan
pengenaan bea masuk antidumping dalam hal
dilakukannya review atas bea masuk antidumping.
• Pengawasan yang dilakukan oleh
kementerian ini, dilakukan oleh Badan
Karantina, baik terhadap pangan olah yang
berasal dari produk hortikultura dan hewan
maupun hasil perikanan yang masuk dan
beredar di Indonesia, hal ini dimaksudkan
untuk melindungai produsen (peternak dan
Petani) dalam negeri, juga dalam upaya
melindungi konsumen di dalam Negeri.
KEBIJAKAN PEMERINTAH
DLM KEGIATAN EKSPOR-IMPOR
PSL. 38-54 ,UU NO. 7/2014 (UU PERDAG)
KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI

 Upaya Pemerintah Indo dlm kegiatan Perdag LN


melalui Kebijakan Ekspor - Impor diarahkan untuk
(Pasal 36) :
a. Peningkatan daya saing produk Ekspor Indonesia
(kualitas dan desain produk);
b. Peningkatan dan perluasan akses Pasar di luar
negeri; dan
c. Peningkatan kemampuan Eksportir dan Importir
sehingga menjadi Pelaku Usaha yang andal.
Kebijakan Perdagangan Luar Negeri meliputi:
a. Peningkatan jumlah dan jenis serta nilai tambah produk
ekspor (kuantitas produk);
b. Pengharmonisasian Standar dan prosedur kegiatan
Perdagangan dengan negara mitra dagang (kualitas
produk);
c. Penguatan kelembagaan di sektor Perdagangan Luar
Negeri;
d. Pengembangan sarana dan prasarana penunjang
Perdagangan Luar Negeri; dan
e. Pelindungan dan pengamanan kepen-tingan nasional dari
dampak negatif Perdagangan Luar Negeri (safeguard).
 Upaya Pengendalian Perdagangan Luar Negeri :
1. Perizinan dan Rekomendasi
• Izin Ekspor-Impor : Kmt. Perdagangan (DJPLN)
• R. Quota Pangan : Kmt. Pertanaian/Perikanan
• R. Q. Non Pangan : Kmt. Perindustrian
• R. Pangan olahan/Obat-obatan/Kosmetik: BPOM
• R. Keluar-Masuk : Kmt. Keuangan (DJBC)
2. Standar Produk
• Standardisasi Mutu : (BSN) untuk SNI (ISO 9000)
• Kehalalan : MUI (Label Halal)
3. Pelarangan dan pembatasan Kuota
4. Pengamanan Perdagangan Luar Negeri
• Dirjen Pengamanan Perdagangan (DPP)
• Perdagangan melintasi batas wilayah negara (Pasal
39), meliputi:
1) Bisnis lintas batas (cross border Business): adalah
penyediaan Jasa dari wil suatu neg ke wil neg lain,
seperti: pembelian online, call center, internet,
International expedition, international transportation.
2) Konsumsi luar negeri (consumption abroad) adalah
memperoleh jasa atau sebagai konsumen di neg lain,
seperti, kuliah di LN, rawat di rumah sakit LN.
3) Kegiatan komersial Asing di Indo (commercial Activity)”
adalah membuka usaha jasa asing (bank asing membuka
cabang di Indo, atau hotel asing yang membuat usaha
patungan dengan Pelaku Usaha Indo untuk membuka hotel
di Indo).
4) Perpindahan manusia (movement of persons)” adalah
penyediaan Jasa oleh perseorangan warga negara yang
masuk ke wilayah negara lain untuk sementara waktu,
seperti WNI yg menjadi, Technical Assistance, TKI
(petugas keamanan, perawat, atau pekerja di bidang
konstruksi ) di LN
• Dalam meningkatkan nilai tambah bagi perekonomian
nasional, Pemerintah dapat mengatur carapembayaran dan cara
penyerahan Barang dalam kegiatan Ekspor dan Impor.
Ketentuan Eksporter (Psl. 42 - 44)
 Eksporter harus terdaftar sebagai eksporter
 Eksportir bertanggung jawab thd Barang yang diekspor
(segala akibat yang timbul atas barang yang diekspor.
• Kelengkapan dokumen
• Asuransi.
 Apabila melanggar, maka akan dikenai sanksi administratif:

- Pencabutan perizinan ekspor,


- Pencabutan persetujuan, pengakuan;
- Pencabutan izin penetapan Perdagangan atau
- Pembatalan penetapan sebagai Eksportir
 Ekspor tidak bertanggung jawab mengirim barang jika yang
tidak sesuai dengan kontrak
Ketentuan Importer (Pasal 47 )
• Setiap Importir wajib mengimpor Barang dalam keadaan baru.
• Dalam hal tertentu Menteri Perdagangan dapat menetapkan
Barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru apabila
dibutuhkan oleh Pelaku Usaha sebagai barang modal dalam
proses produksi, jika belum dapat dipenuhi di dlm negeri utk
tujuan:
- pengembangan ekspor,
- peningkatan daya saing,
- efisiensi usaha,
- investasi dan relokasi industri,
- pembangunan infrastruktur,
- membantu bencana alam
- pemulihan dan pembangunan kembali
 Persyaratan produk Impor
• Setiap impor produk wajib memperhatikan aspek:
– Keamanan produk yang diimpor.......(SNI, Ment Kes)
– Ketersediaan produk dalam negeri (Kemt Pertanian)
– Penetapan sasaran produksi dan konsumsi Produk di dalam
negeri...... (Ment. Perind, Ment. Pert)
– persyaratan kemasan dan pelabelan;
– Standar mutu........ BSN, BPOM
– Ketentuan keamanan dan perlindungan terhadap kesehatan
manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan.......(Ment.
Kesehatan)
• Impor Produk Hortikultura hanya dapat dilakukan apabila
produksi dan pasokan Produk Hortikultura di dalam negeri belum
mencukupi kebutuhan.
 Persyaratan Importer
– Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
– Surat Izin Usaha Industri atau izin usaha lain yang sejenis
yang menggunakan bahan baku utk industri yang diterbitkan
oleh instansi teknis yang berwenang;
– Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
– Angka Pengenal Importir Produsen (API-P);
– Bukti penguasaan tempat penyimpanan sesuai dengan
karakteristik produk......(Gudang)
– Bukti penguasaan alat transportasi sesuai dengan
karakteristik produk;
– Rekomendasi Impor Produk (RIP) dari Menteri terkait atau
pejabat yang ditunjuk sebagai persyaratan diterbitkan
persetujuan Impor.
Perizinan Ekspor dan Impor (Pasal 49)
• Untuk kegiatan Ekspor dan Impor, Eksportir dan Importir
wajib memiliki perizinan, (persetujuan, pendaftaran,
penetapan, dan/atau pengakuan).
• Menteri dapat melimpahkan atau mendelegasi-kan
pemberian perizinan kepada Pemerintah Daerah atau
instansi teknis tertentu.
• Dalam rangka peningkatan daya saing nasional Menteri
dapat mengusulkan keringanan atau penambahan
pembebanan bea masuk terhadap Barang Impor sementara.
Larangan dan Pembatasan Ekspor dan Impor
 Bisnis Inter selalu mengacu pada prinsip pasar bebas (free trade)
dalam GATT/WTO, salah satunya adalah Prinsip Penghapusan
Hambatan Kuantitatif (Prohibition of Quantitative
Restriction/PQR),
 Pengecualian:
a. Negara yang mengalami kesulitan neraca pembayaran diizinkan untuk
membatasi impor dengan cara kuota (Pasal XII - XIV GATT 1947).......
Negara
b. Karena industri domestik negara pengimpor mengalami kerugian yang
serius akibat meningkatnya impor produk sejenis, maka negara itu boleh
tidak tunduk pada prinsip ini (Pasal XIX GATT
1947)......Industri/Produsen
c. Demi kepentingan kesehatan publik, keselamatan dan keamanan nasional
negara pengimpor, negara tersebut diizinkan untuk membebaskan diri dari
kewajiban tunduk pada prinsip ini (pasal XX dan XXI GATT
1947)...Konsumen
• Semua Barang dapat diekspor atau diimpor, kecuali yang
dilarang, dibatasi, oleh undang-undang dengan alasan:
(Psl 50)
1. Untuk melindungi keamanan nasional atau kepentingan
umum, termasuk sosial, budaya, dan moral masyarakat;
2. Untuk melindungi kesehatan dan keselamatan manusia,
hewan, ikan, tumbuhan, dan lingkungan hidup.
3. Untuk melindungi hak kekayaan intelektual; dan/atau
• Tindakan Pengamanan (safeguard) adalah
Tindakan yang diambil pemerintah untuk
memulihkan kerugian serius atau mencegah
ancaman kerugian serius industri dalam
negeri sebagai akibat dari lonjakan impor
barang sejenis atau barang yang secara
langsung merupakan saingan hasil industri
dalam negeri dengan tujuan agar industri
dalam negeri yang mengalami kerugian
serius atau ancaman kerugian serius tersebut
dapat melakukan penyesuaian struktural.
• Prinsip PQR, dituangkan dlm Psl 50 UUPerdag
menyatakan:
 Semua barang dapat diekspor atau diimpor. Pengecualian barang
yang dilarang, dibatasi oleh UU untuk kepentingan nasional
dengan alasan:
1. Untuk melindungi keamanan nasional atau kepen-tingan umum,
termasuk sosial, budaya, dan moral masyarakat;
2. Untuk melindungi hak kekayaan intelektual ?
3. Untuk melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, hewan,
ikan, tumbuhan, dan lingk. hidup.
4. Untuk membangun, mempercepat, dan melindungi industri
tertentu di dalam negeri; dan/atau
5. Untuk menjaga neraca pembayaran dan/atau neraca Perdagangan
 Barang atau Jasa yang dilarang oleh Undang-
undang, dan melanggar moral ketertiban umum,
seperti:
- Senjata api, kecuali utk kepentingan militer dan
keamanan negara
- Narkotika, kecuali utk kepentingan kesehatan
- Satwa yang dilindungi
- Jasa Prostitusi
- Jasa kasino, perjudian
- Jasa lain yang melanggar etika moral
Pembatasan Ekspor Barang untuk
kepentingan nasional dengan alasan:
a. Menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri;
b. Menjamin ketersediaan bahan baku yang dibutuhkan oleh
industri pengolahan di dalam negeri;
c. melindungi kelestarian sumber daya alam;
d. meningkatkan nilai tambah ekonomi bahan mentah dan/atau
sumber daya alam;
e. Mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari
komoditas Ekspor tertentu di pasaran internasional; dan/atau
f. Menjaga stabilitas harga komoditas tertentu di dalam negeri.
PERDAGAANGAN PERBATASAN ; Psl 55

 Setiap WNI yang berdomisili di wilayah yang


berbatasan langsung dgn negara lain dapat melakukan
Perdagangan Perbatasan dengan WN lain yang
bertempat tinggal di wilayah perbatasan.
 Perdagangan Perbatasan tsb hanya dapat dilakukan di
wilayah perbatasan darat dan laut yg dilakukan
berdasarkan perjanjian bilateral sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
• Perjanjian bilateral tersebut memuat:
1) tempat pemasukan atau pengeluaran lintas batas yang ditetapkan;
2) jenis Barang yang diperdagangkan;
3) Nilai maksimal transaksi pembelian Barang di luar Daerah Pabean
untuk dibawa ke dalamDaerah Pabean;
4) W ilayah tertentu yang dapat dilakukan Perdagangan Perbatasan; dan
5) Kepemilikan identitas orang yang melakukan Perdagangan Perbatasan.
 Dalam pelaksanaan perjajian, Pem melakukan penga-wasan dan
pelayanan kepabeanan dan cukai, imigrasi, serta karantina di pos lintas
batas keluar, atau di pos lintas batas masuk dan di tempat atau di
wilayah tertentu.
PELINDUNGAN DAN PENGAMANAN PERDAG PRODUK INDO DI LN
(DIRJEN PENGAMANAN PERDAGANGAN / DPP)

 Penenetapkan kebijakan pelindungan dan pengamanan Perdagangan yang


dilakukan oleh Menteri: (Psl. 67) meliputi:
1. Pembelaan atas tuduhan dumping dan/atau subsidi terhadap Ekspor Barang
nasional;
2. Pembelaan terhadap Eksportir yang Barang Ekspornya dinilai oleh negara mitra
dagang telah menimbulkan lonjakan Impor di negara tersebut;
3. Pembelaan terhadap Ekspor Barang nasional yang dirugikan akibat penerapan
kebijakan dan/atau regulasi negara lain;
4. Pengenaan tindakan antidumping atau tindakan imbalan untuk mengatasi praktik
Perdagangan yang tidak sehat;
5. Pengenaan tindakan pengamanan Perdagangan untuk mengatasi lonjakan Impor;
dan
6. Pembelaan terhadap kebijakan nasional terkait Perdagangan yang ditentang oleh
negara lain.
• Dalam hal adanya ancaman dari kebijakan, regulasi, tuduhan
praktik Perdagangan tidak sehat, dan/atau tuduhan lonjakan
Impor dari negara mitra dagang atas Ekspor Barang nasional,
Menteri berkewajiban mengambil langkah pembelaan: (Psl
68).
1) Eksportir yang berkepentingan berkewajiban mendukung dan
memberikan informasi dan data yang dibutuhkan; dan
2) Kementerian dan lembaga Pemerintah terkait berkewajiban
mendukung dan memberikan informasi dan data yang
dibutuhkan.
PERLINDUNGAN PRODUSEN DALAM NEGERI DARI PRODUK IMPOR

 Dalam hal terjadi lonjakan jumlah barang Impor yang


menyebabkan produsen dalam negeri dari barang sejenis menderita
kerugian serius atau ancaman kerugian serius, maka:
• Pemerintah berkewajiban mengambil tindakan pengamanan
Perdagangan (safeguard) untuk mengatasi kerugian serius atau
ancaman kerugian serius dimaksud berupa:
1. Pengenaan bea masuk tindakan pengamanan dan/atau
2. Pengenaan kuota impor.
 Pengenaan Bea masuk dan Kuota tsb ditetapkan oleh Menteri
Keuangan (DJPLN)
 Bea masuk tindakan pengamanan Perdagangan tsb ditetapkan oleh
Menteri Keuangan (DJBC) berdasarkan usulan Menteri
Perdagangan (DJPLN)
 Dalam hal terdapat produk Impor dumping (yang
penjualannya dgn harga lebih rendah dari nilai normal), yang
menyebabkan kerugian atau ancaman kerugian pada industri
dalam negeri (menghambat berkembangnya industri dalam
negeri yang terkait) Psl 70,
• Pemerintah berkewajiban mengambil tindakan antidumping
untuk mengasi kerugian atau ancaman kerugian tsb berupa
pengenaan bea masuk antidumping.
• Bea masuk antidumping tsb ditetapkan oleh menteri Keuangan
(DJBC) berdasarkan usulan dari Menteri Pardagangan
(DJPLN)
• Dalam hal produk Impor yang subsidi oleh negara
pengekspor yang menyebabkan kerugian atau
ancaman kerugian industri dalam negeri (meng-
hambat perkembangan industri dalam negeri),
• Pemerintah berkewajiban mengambil tindakan
imbalan untuk mengatasi ancaman kerugian atau
hambatan berupa pengenaan bea masuk imbalan yang
ditetapkan oleh menteri keuangan (DJBC)
berdasarkan usulan yang telah diputuskan oleh
Menteri Perdagangan (DJPLN)
KONRAK BISNIS
INTERNASIONAL
DI SEKTOR INVESTASI
KESEPAKATAN TRIMS
DALAM GATT-WTO

• Investasi asing pada awalnya dilakukan oleh neg-


neg penjajah (Eropa) thd negara-negara jajahannya
(Asia dan Afrika) dengan tujuan politik bukan
membantu ekonomi negara jajahan.
• Setelah PD II Isu investasi mulai mendapat
perhatian melalui Havana Charter 1948, hal ini
sejalan dengan meningkatnya peranan GATT yang
disamakan dengan WTO karena ITO gagal
terbentuk.
• Sebelum Investasi masuk menjadi bagian dari
Persetujuan GATT-WTO, Neg-neg berkembang
berusaha memberlakukan beberapa persyaratan
terhadap investasi asing (2) :
1. Dalam proses produksi, perusahaan asing harus meman-faatkan
sumber daya lokal (SDM, SDA, SDB)
2. Investor asing harus melakukan ekspor produksinya dalam jumlah
tertentu (production limitation)
3. Melarang investor asing mengimpor brg melebihi porsi ekspornya
(import limitation).
4. Saham perusahaan dalam persentase tertentu harus dikuasai oleh
investor lokal (local investment divestatition).
5. Pembatasan keuntungan dan perdagangan luar negeri.
6. Dalam usaha manufacture, perusahaan lokal harus mendapat
kesempatan untuk memperoleh akses pasar baik dalam maupun luar
negeri.

(2) Martin Khor Kok Peng, Imprialisme Ekonomi Baru, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
KONPHALINDO, 1993, hal. 67-68
• Dalam Pertemuan Uruguay Round, Sebenarnya ada 15 topik masalah yang
dibahas, yang diklasifikasikan menjadi 4 bagian yaitu: [3]

1. Masalah Tradisional (Traditional Issues), yang merupakan bidang akses ke


pasar (market acces), seperti tariff and non tariff measures, agreculture,
tropical products, textiles and clothings serta natural resource-besed
products;
2. Masalah Penyempurnaan Intitusi, tertuma menyangkut functional of the
GATT system agar GATT sebagai lembaga dapat diperkuat sehingga dapat
menunjang perdagangan dunia, dan terbentuknya WTO
3. Masalah Penyempurnaan Aturan dalam kerangka GATT seperti masalah
GATT articles, anti dumping, safeguard, subsidies and countervaling
measures, balance and paymen, dispute settlement dan bidang-bidang teknis;
dan
4. Masalah baru yakni bidang perdagangan jasa atau Trade and services,
masalah yang berkaitan dengan kebijakan investasi yang mempunyai dampak
terhadap perdagangan atau Trade-Related Investment Measures (TRIMs) dan
Trade-Related Aspect of Intelectual Property Rights (TRIPs).

(3) HS. Kartajoemena, GATT dan WTO, Sistem Forum Dan Lembaga Internasional Di Bidang
Perdagangan, cet. Pertama (Jakarta: UI Press, 1996), hal, 36
• Dalam Sidang Punta del Este (Uruguay) 1968, Isu Investasi semakin
mendapat perhatian Internasional karena menjadi bagian dari isu baru (New
Isues)

• Isue baru dalam perdagangan Internasional meliputi:


1. Bidang perdagangan jasa atau trade and services (TS),
2. Masalah yang berkaitan dengan kebijakan investasi (trade-related
investment measures / TRIMs)
3. Masalah yang berkaitan dengan kebijakan HaKI (trade-related aspect of
intelectual property rights / TRIPs).

• Pembahasan ttg Investasi dalam Sidang Punta del Este 1988 maupun
Pertemuan tingkat Menteri di Brusel 1990 tidak berhasil mencapai
kesepakatan antara Negara Maju dan Negara-negara Berkembang, terutama
menyankut : persyaratan-persyaratan penggunaan sumber daya lokal,
perdagangan berimbang, persyaratan ekspor, pembatasan impor, alih
teknologi dan penyerapan tenaga kerja lokal, divestasi saham, dll.
• Pembahasan tentang Investasi pd berbagai Petemuan GATT baik di
Punta del Este maupun Brusel, ada 2 pendapat yang berbeda) ant
negara Maju dan negara Berkembang (4):
• Negara Maju menghedaki agar negara-negara berkembang tidak
menerapkan kebijakan yang menentukan:
a. investor asing harus memberlakukan perdagangan berimbang sebagai
syarat memperoleh izin investasi.
b. Investor asing untuk mengunakan sebahagian produk lokal/domestik
dlm menunjang produksi atau kegiatan usahanya.
• Negara Berkembang menghendaki bahwa perdagangan internasional
termasuk kebijakan Investasi asing harus dapat memberikan
kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi, stabilitas nasional,
pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat
di negara berkembang.
• Bagi Neg Berkembang: kebijakan investasi yang diharapkan bukan
yang mengarah kepada prinsip prinsip perdagangan bebas melainkan
pada keadilan sosial.

(4) HS. Kartajoemena, GATT-WTO dan Hasi Uruguay Round, hal 220
• Dalam Perundingan TRIMS telah diidentifikasi beberapa
Aturan-aturan Investasi yang menjadi penghambat arus
perdaga-ngan bebas yaitu (5)

1. Persyaratan: penggunaan bahan baku, bahan jadi, bahan setengah


jadi dan komponen buatan dalam negeri.
2. Persyaratan ekspor melibatkan negara penerima
3. Persyaratan keseimbangan perdagangan,
4. Pembatasan kapasitas produksi
5. Penentuan jenis produksi
6. Keharusan membuat produk tertentu
7. Pembatasan trasfer devisa
8. Persyaratan alih teknologi
9. Keharusan menggunakan lisensi dalam produksi
10. Persyaratan pemilikan saham lokal (divestasi saham).
11. Insentif.
(5) Subijanto, Pembaharuan Undang Undang Pasar Modal sebagai langkah straregis Pasca
GATT 1994 dan APEC Bogor dalam Hukum Investasi (Bahan Kuliah) Universitas
Indonesia, Jakarta 1995, hal 226
• Karena belum adanya suatu kesepakatan ttg bentuk pasti dari
persyaratan Investasi yang dianggap tidak konsisten dgn Article
III (4) GATT (National Treatment) dan Article XI (Prohibition
of Quantitative Restriction), maka
• Dirjen GATT memberikan illustrative list yg memberikan
gambaran ttg Persyaratan Investasi (PMA) yg dilarang sebagai
berikut (6):
1. Persyaratan untuk membeli atau kewajiban untuk meng-gunakan
produk lokal oleh perusahaan Investment (Local content
requirements) sebagai penunjang investasi.
2. Pembelian atau penggunaan produk impor yang dikaitkan
dengan jumlah atau nilai produk lokal yang diekspor (trade
balancing requirements).

(6) Huala Adolf, Perjanjian Penanaman Modal dalam Hukum Perdagangan Internasional (WTO ), PT.
Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal 111
• Setelah melalui proses negosiasi dan konsultasi akhirnya
disepakati bahwa kebijakan yang dilarang meliputi:
persentasi ekspor tertentu berkaitan dgn hak utk
melakukan impor (trade balancing) dan kebijakan yang
mensyaratkan kandungan lokal dlm proses produksi
(Local content requirements)

• Akhirnya Tgl 15 Desember 1994, Draft Agreement


on TRIMS dimasukka dalam final Act Uruguay
Round (di Marrakech Morocco), sehingga neg-neg
anggota tdk diperkenankan menerapkan aturan yang
bertetangan dgn Article III (4) ttg National
Treatment dan Article XI ttg Prohibition of
Quantitative Restriction
• Ringkasan Hasil Perungan Uruguay Round 1994 mengenai
TRIMS yaitu (7):
1. Dalam perjanjian TRIMS ditentutan bahwa Trade Balancing Policy dan
Local Content Requirement akan dihapus secara bertahap dalam waktu 5
tahun bagi negara berkembang.
2. Setiap negara anggota tidak boleh menerapka kebijakan TRIMS yang
bertentangan dgn GATT
3. Setiap negara anggota harus memberitahukan kebijakan invetasi yang
bertentangan dengan GATT.
4. Negara-negara anggota akan membentuk suatu komite yang bertugas utk
mengawasi pelaksanaan dan operasional TRIMS.
5. Badan penyelesaian sengketa GATT berlaku utk setiap sengketa yg timbul
dalam operasional dan penapsiran TRIMS.
6. Negara-negara anggota dapat merivisi ketentuan dalam janga waktu 5
tahun.
7. Setelah perjanjian berlaku 5 tahun, proses review dan revisi dimungkinkan
untuk dipertibangkan perumusan baru mengenai investasi dankebijakan
kompetisi

(7) HS Kartadjoemena, Op.cit, hal 227


TRIMS DI NEGARA BERKEMBANG
• Dampak Positf PMA: Beberapa tujuan/harapan yang ingin dicapai dengan
masuknya modal asing ke negara-negara berkembang :

1. Meningkatkan devisa dan penghematan devisa dengan jalan meningkatkan


potensi ekspor dan mengurangi impor
2. Terjadi transfer tehnologi guna mempercepat proses pembangunan nasional,
sehingga nantinya bangsa Indonesia akan bisa menguasai dan menerapkan
tehnologi dari negara lain.
3. Meningkatkan pendapatan Negara melalui pajak
4. Membuka peluang kerja dan pengalaman yang luas bagi masyarakat Indonesia
5. Meratanya distribusi penduduk ke seluruh wilayah Indonesia
6. Membantu kegiatan eksploitasi sumber daya alam yang dimiliki oleh Negara
utk kepentingan pembangunan
• Menurut Frederic C Deyo, secara umum modal asing akan memper-lancar
keseimbangan neraca pembayaran, menyediakan tehnologi dan tenaga ahli
dan membuka hubungan-hubungan pasar (market channel) yang diperlukan
dalam rangka pembangunan ekonomi yang berorientasi keluar [8].

• Menurut Chatib Bisri (9): perlunya investasi asing bagi pembangunan


perekonomian nasional yang dikaitkan dengan isu global, yaitu [9] :
1. Keunggulan komparatif (comparative advantage) dari suatu negara akan sia-
sia apabila tidak didukung oleh modal yang memadai,
2. karena kebanyakan korporasi bisnis telah meningkat dalam skala global, maka
beberapa negara dunia ke tiga harus mengubah kebijaksanaannya kepada
sikap bersahabat kepada modal asing,
3. Adanya tindakan tertentu dari suatu negara untuk melindungi tujuan nasional
dengan cara menutup modal asing, walaupun memberikan manfaat bagi
ekonomi domestik, justru akan mengakibatkan menurunnya kesejahteraan
secara global.

[8] Frederic C Deyo, 1987. The Political Economy of the new ASEAN Industrialism, Cornell University Press, USA,
hal. 9.
[9] Bisri, Kompas, 25 April 1994.
• Dampak Negatif PMA: Hubungan yang tidak seimbang antara pemodal asing
dengan negara penerima modal dapat dilihat dalam masalah-masalah sebagai
berikut [10] :

1. Bahwa pemodal asing (swasta) selalu berorientasi untuk mencari keuntungan (profit
oriented), sedangkan negara penerima modal mengharapkan modal asing dapat membantu
mencapai tujuan pembangunan nasional.
2. Bahwa pemodal asing memiliki posisi yang lebih kuat, sehingga mereka mempunyai
kemampuan berusaha dan kemampuan berunding (bargaining posistion), dimana dalam
pelaksanaan usahanya seringkali bertentangan dengan kepentingan dengan negara
penerima modal (host country).
3. Bahwa pemodal asing biasanya memiliki jaringan usaha yg kuat dan luas yg berbentuk
Multinational corporation / Multi National Enterprise (MNE) yang tergabung dalam induk
perusahaan, melayani kepentingan negara dan pemilik saham di negara asal, shg sangat sulit
utk mampu melayani kepentingan negara penerima modal.
5. Perusahaan MNE dapat mengontrol atau mendomenasi perusahaan lokal, bahkan dapat
mempengaruhi kebijakan ekonomis dan politis dari negara penerima

[10] Paul Streeten, Cost and Benefits of MNE in Less Developed Countries, In Deming: The Multinational
Enterprise, George Allen and Union Ltd, hal. 240
• Dengan berlakunya TRIMS yg mrp bagian dr Isu baru dlm ketentuan
GATT-WTO 1994 diharapkan dapat memberikan peluang bagi negara
berkembang antara lain (11):

1. Neg-neg penerima dapat menerapkan persyaratan PMA, baik persyaratan


masuk (entry requirement) misalnya usulan proposalnya harus sesuai dengan
tujuan pembangunan, maupun persyaratan operasional (performance
requirements), misalnya persyaratan penggunaan kandugan lokal, persyaratan
perdagangan berimbang, persyaratan ekspor, pembatasan impor, peryaratan
alih teknologi dan penyerapan tenaga kerja lokal, persyaratan lisensi produk
dll.
2. Neg-neg berkembang dapat mengontrol aktivitas PMA dan aliran dana dari
perusahaan MNE agar memebuhi tujuan pembangunan.
3. Neg-neg berkembangan dpt membatasi kegiatan investasi Perush MNE,
mereka tidak boleh berinvestasi disegala sektor guna menghindari timbulnya
dampak negatif.
4. Mencegah perush PMA untuk membuat keputusan dan kebijakan sendiri yang
bersifat lintas batas sehingga dapat mempengaruhi perekonomian negara tuan
rumah.

(11) Huala Adolf, Perjanjian Penanaman Modal dalam Hukum Perdagangan Interna-sional (WTO ), PT.
Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal 10 – 11.
• Perjanjian TRMS oleh negara maju masih dianggap sebagai suatu
kemunduran karena dapat menjadi penghambat dalam perdagangan
internasional, sebab neg-neg penerima investasi senantiasa mensyaratkan
penggunaan produk lokal sebagai persyaratan PMA

• Sementara bagi negara-negara berkembang, bahwa dgn berlakunya


Persetujuan TRIMS, ternyata tidak banyak memberikan harapan dalam
mendorong perkembangan ekonomi mereka.

• Hal ini terlihat dalam Article 5 Agreement on TRIMS yg mewajibkan negara-


negara anggota termasuk Indonesia untuk:
1. Dalam waktu 90 hari sejak berlakunya Perjanjian WTO, setiap negara
anggota wajib menginformasikan kpd Council For Trade in Goods ttg
kebijakan TRIMS yang tidak sesuai dengan ketentuan GATT.
2. Negara anggota wajib menghapus semua kebijakan TRIMS yang dinotifikasi
tersebut dalam waktu 5 tahun.
3. Selama masa transisi tidak diperkenankan mengubah atau menambah
aturan-aturan investasi yang dapat menghambat arus perdaganan bebas.

• Article 5 Article on Trims (Uruguay Round 1994)


• Memang tidak mudah menarik investor asing utk meng-
investasikan modalnya ke suatu negara. Umumnya investor asing
mengharapkan adanya :

1. Peraturan dan kebijaksanaan yang tetap/konsiten yg tidak terlalu


cepat berubah dan dapat menjamin adanya suatu kepastian
hukum, karena ketiadaan kepastian hukum akan menyulitkan
perencanaan jangka panjang usaha mereka.
2. Prosedur perijinan yang tidak berbelit-belit dan tidak me-
merlukan biaya yang tinggi.
3. Jaminan terhadap investasi mereka serta proteksi hukum hak
atas kekayaan intelektual.
4. Sarana dan prasarana yang dapat menunjang terlaksana-nya
investasi mereka dengan baik, antara lain meliputi komunikasi,
pengangkutan, perbankan dan perasuransian.
KEPEMILIKAN SAHAM
PERUSAHAAN ASING (DIVESTASI)

Dengan berkuasanya Rezim Orde baru 1965,


Beberapa Peraturan PerUU membuka kesem-patan
seluasnya kpd Investasi asing di Indonesia antara
lain:
- UU. No. 1 Tahun 1967 (PMA)
- UU No. 4 Tahun 1967 (Kehutanan)
- UU No. 5 Tahun 1968 (Pertambangan)
Kebijakan tsb dimaksudkan utk mendukung
pertumbuhan ekonomi (economic growth),
sementara masalah LH maupun sosial budaya
diabaikan.
• UUPMA telah memberikan kebebasan pada investor asing
memiliki saham sampai dengan 100%. Apakah hal ini tidak
bertentangan dengan prinsip pengutamaan kepentingan nasional ?
• UUPMA tetap mengutamaan kepentingan nasional, hal ini dapat
dilihat dalam ketentuan Pasal 5, 6, 7, 23 UUPMA, yang
menunjukkan besarnya kewenangan pemerintah untuk menentukan
bidang-bidang usaha mana yang bisa 100% sahamnya dimiliki oleh
asing, dan harus melalui proses joint venture , dimana penentuan-
penentuan itu bisa dilakukan dengan tetap mengkaitkan dengan
skala pembangunan jangka pendek, menengah dan panjang
• Pasal 27 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1967 yang mengatakan bahwa
perusahaan yang seluruh modalnya adalah modal asing wajib
memberi kesempatan partisipasi bagi modal nasional secara efektif
setelah jangka waktu tertentu dan menurut pertimbangan yang
ditetapkan oleh pemerintah.
• Kebijakan Pem. Indonesia untuk membuka pintu seluas-luasnya melalui
perangkat hukum dapat mempermudah masuknya investasi asing di Indonesia

 Tahun 1967 Indonesia membuka kesempatan seluasnya bagi investor asing utk
menanam modal di Indonesia dgn pemilikan saham 100 %
 Utuk merealisasi kesempatan tsb, dikeluarkan UU No.1 Tahun 1967 tentang PMA
 Dari tahun 1967 sampai dengan 1993 telah membuahkan hasil, yaitu masuknya 2537
proyek dengan jumlah investasi senilai US$ 66,3 milliard dan tenaga yang terserap
sebanyak 243.948 orang [12].
 Selanjutnya dari tahun 1999 sampai dengan pertengahan 2001 telah membuahkan hasil,
yaitu masuknya 3202 proyek dari investasi asing dengan jumlah investasi senilai US$
30,9 milliard, dan tenaga yang terserap sebanyak 80.998 orang [13].
 Data lima tahun terakhir: dari tahun 1999 s/d 2004 Izin Usaha Tetap PMA sebanyak
2935 buah dengan nilai investasi sebesar 33 Milyar US dollar[1]
dollar .

• [12]
[12 Newsletter PPH, Liputan khusus 1993
• [13] Sumber BKPM Pusat Jakarta, 2001
• [14] Sumber : Data BKPM Jakarta diolah
• Walaupun sebenarnya investasi asing diharapkan mampu memberikan
kontribusi terhadap pembangunan perekonomian Indonesia, namun tidak
dapat dipungkiri bahwa sampai dengan saat ini terutama pada bidang-bidang
usaha strategis dan merupakan kebutuhan sehari-hari bangsa Indonesia
dikuasai oleh perusahaan investasi asing
 Bidang-bidang usaha tsb, (bid usaha otomatif, minuman, makanan,
telekomunikasi, elektronik, perlistrikan, obat-obatan, pertambangan
perhotelan, perbankan dll). Hal ini berarti bahwa sebagian besar yang
berperan dalam kegiatan ekonomi di Indonesia dgn permodalan yang
besar adalah perusahaan modal asing.
 Dalam pelaksanaannya, untuk memperoleh kontribusi nasional dari
masuknya investasi asing yang bisa membuat bangsa Indonesia menjadi
bangsa yang berdikari memang belum terwujud dengan baik. Contoh-
contoh:
- Adanya usaha asing yang mengancam usaha domestik,
- Alih tehnologi yang tidak berjalan dengan baik,
• Divestasi yang kurang terlaksana bahkan pada akhir-akhir ini peme-rintah
telah banyak melakukan privatisasi terhadap Badan Usaha Milik Negara
dengan jalan menjual sebagian besar sahamnya kepada investor asing dan lain
sebagainya.
• Sebagai akibat dari kelemahan tsb, munculnya beberapa
tanggapan negatif dr para pengamat hukum dan ekonomi ttg
keberadaan investasi asing yang bisa mengancam kepentingan
nasional,
• Karena itu perlu diambil langkah-langkah yang tepat oleh
pemerintah untuk benar-benar melaksanakan ketentuan-
ketentuan regulasi di sektor PMA dalam mempercepat proses
pembangunan nasional di Indonesia antara lain:
– T. Mulya Lubis yang menyatakan bahwa tidak merupakan
keraguan lagi bagi kita untuk mengadakan perubahan-
perubahan dalam banyak hal menyangkut investasi asing di
Indonesia ini. Tanpa pengubahan maka kita tetap dalam
situasi seperti sekarang, dimana tangan-tangan PMA makin
membesar sementara investasi dalam negeri secara perlahan
porak poranda. Keadaan social politik juga akan terpengaruh
[14].

[14] T. Mulya Lubis dalam Sumantoro, 1986. Hukum Ekonomi, UI Press, Jakarta, hal. 99
• Sebagai akibat dari banyak protes dari masyarakat
(Peristiwa Malari 1974), pemerintah menerapkan
kebijakan yang restriktif thd modal asing (FDI), dan
mewajibkan dlm bentuk patungan (joint venture).
• Untuk itu dikeluarkan: SE-BKPM, 21 Pebruari 1974:
bahwa jangka waktu peningkatan saham nasional menjadi
mayoritas (minimal 51%) adalah hanya selama 10 tahun.
• SE-BKPM 1974, telah menutup kemungkinan investor
asing bisa memiliki saham sampai dengan 100% , hal ini
bertentangan dgn Psl 6 dan Psl. 7 UU No. 1 Tahun 1967.
Artinya dari segi sinkronitas peraturan perundangan secara
vertical tidak menunjukkan kesesuaiannya antara peraturan
tingkat bawah dengan peraturan yang kedudukan hirarkis
lebih tinggi.
• Perusahaan PMA hanya bisa melakukan aktifitasnya jika mereka mau
melakukan join venture dengan perusahaan lokal dengan komposisi
kepemilikan saham 75% asing dan 25% Indonesia, 10 tahun
kemudian komposisi kepemilikan saham harus berubah dengan
perbandingan 49% asing dan 51% Indonesia.

• Keadaan demikian berlanjut dengan diperkuat adanya Keppres No 17


Tahun 1986, selanjutnya dikeluarkan Paket Deregulasi bulan Juli
melalui PP No. 17 Tahun 1992 walaupun adanya pengecualian
dimungkinkannya penanaman modal asing bisa 100% untuk kawasan
berikat serta dilanjutkan dengan dikeluarkannya Paket Deregulasi
bulan Oktober melalui PP No. 50 Tahun 1993 dimana dengan
persyaratan-persyaratan tertentu penanam modal asing bisa
menanamkan modalnya sampai dengan 100%.
• Dalam perkembangnya Th 1994, dengan keluarnya PP No. 20 Tahun 1994 ttg:
Pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka PMA
sebagaimana diubah dgn PP. No 83 Tahun 2001, kebijakan ini hampir sama dgn
UU No. 1 Tahun 1967, namun perbedaannya mengenai kebijakan divestasi.
- pemilikan saham PMA sampai dgn 100%:
- berbentuk join venture
- harus dalam kontrol pemerintah

• Inti dari PP No. 20 Tahun 1994 adalah bahwa :


1. PMA dapat dilakukan dalam bentuk patungan atau seluruh sahamnya (100%)
dimiliki oleh warga negara dan atau badan hukum asing
2. Izin usaha selama 30 tahun terhitung sejak perusahaan berproduksi komersiil dan
dapat diperpanjang lagi dengan syarat-syarat tertentu
3. Kegiatan usaha dapat dilakukan diseluruh wilayah RI kegiatan usaha yang penting
dan menguasai hajat hidup orang banyak dapat dilakukan dengan PMA patungan.
4. Tidak adanya kewajiban untuk melakukan divestasi bagi perusahaan PMA
• Berkaitan dengan divestasi (alih saham) yang perlu
mendapat perhatian, PP No. 20 Tahun 1994
meniadakan persyaratan divestasi atau melibatkan
partner lokal dalam kepemilikan saham.
• PP tsb menyimpang dari peraturan yang lebih tinggi
yaitu yang termuat dalam pasal 27 UUPMA
mensyaratkan perusahaan PMA yang seluruh
sahamnya dimiliki oleh asing dipersyaratkan untuk
melakukan divestasi, sehingga dalam hal ini dapat
dikatakan bahwa secara vertical tidak adanya
sinkronitas dari kedua peraturan perundangan t sb.
• Persoalan yang muncul dengan adanya Investasi Asing.
– Apakah investasi asing masih relevan diterapkan jika
diharapkan akan memberikan kontribusinya thd pemba-
ngunan perekonomian Indonesia,
– Atau demi kepentingan nasional akan semakin mengemuka
ketika Neg-neg berkembang dihadapkan dgn persetujuan
(TRIMs) dlm GATT-WTO Putaran Uruguay 1994, di lain
pihak ketentuan ini bertentangan dengan prinsip ”National
treadment” yang mendorong pada globalisasi investasi dengan
menghilangkan aturan-aturan investasi dibanyak negara-
negara anggota penanda-tangan GATT (termasuk Indonesia).
– Aturan investasi nasional dianggap dapat menggangu dan
menghambat arus investasi asing yang berkaitan dengan
perdagangan. Artinya persyaratan yang biasanya digunakan
oleh banyak negara penerima investasi asing yg diharapkan
memberikan kontribusi perekonomian nasional tidak
diperbolehkan lagi untuk diterapkan karena dianggap
menghambat arus investasi itu sendiri.
• Berkaitan dengan pasal 27 UUPMA seperti telah dikemukakan di
atas, pemerintah diberi kewenangan utk mengontrol agar agar para
investor asing secara bertahap meningkatkan rasio andil modal
Indonesia kedalam perusahaan mereka.
• Charles Himawan, menyebut mekanisme ini dengan istilah “equity
participation” (partisipasi modal) karena mekanisme ini berusaha
memaksimalkan keikutsertaan modal Indonesia kepada perusahaan
PMA [15].
• Mekanisme yang juga disebut oleh Erman Rajagukguk sebagai
“Indonesianisasi saham” ini merupakan suatu hal yang logis bagi
negara berkembang seperti Indonesia yang memandang pentingnya
modal asing dan teknologi asing untuk pembangunan ekonomi
nasional, namun secara bersamaan berusaha untuk menghindarkan
dominasi asing atas perekonomiannya[16]
perekonomiannya .

[15] Charles Himawan, 1980, hal. 278


[16] Erman Radjagukguk, 1985. Indonesianisasi Saham, Penerbit Bina Aksara, Jakarta, hal. 6
• Menurut Charles Himawan, Pendapat bahwa proses
Indonesianisasi saham dapat dengan mudah ditafsirkan
oleh para investor asing sebagai kamuflase proses
nasionalisasi. Oleh karena itu, perlu ada peraturan yang
dapat menetralisir hal ini.
• Pernyataan Charles yang terakhir ini memang benar.
Barangkali pemerintah telah menyadari hal ini; terbukti
dengan telah berubahnya jangka waktu divestasi bagi para
investor asing setelah keluarnya PP No. 20 tahun 1994
adalah 15 tahun.
• Kalau dulu, dgn Surat Edaran Badan Koordinasi Penanaman
Modal (SE-BKPM), 21 Pebruari 1974: bahwa jangka waktu
peningkatan saham nasional menjadi mayoritas (sekurang-
kurangnya 51%) adalah hanya selama 10 tahun, sekarang
dengan PP tersebut jangka waktunya diperpanjang menjadi
15 tahun.
• Menyikapi persoalan seperti tersebut di atas, upaya yang dapat
dilakukan untuk mengantisipasinya adalah
1. Bagaimana negara penerima modal (host country) mampu
mengakomodir motif mencari keuntungan (profit oriented) dari
pemodal asing dengan sebaik-sebaiknya, sehingga falsafah
kebijakan mengundang modal asing hanya bersifat sebagai
pelengkap dan tidak menimbulkan keter-gantungan dapat
terlaksana;
2. Bagaimana mengupayakan agar hubungan antara pemodal asing
dengan negara penerima modal tidak berorientasi pada
pertentangan tetapi diarahkan pada kerjasama yang saling
membangun, sehingga sumber luar negeri dan pinjaman luar
negeri dapat dimanfaatkaan bagi pemba-ngunan negara
penerima modal guna mengembangkan potensi ekonomi secara
mantap dan mampu menjaring informasi yang seluas-luasnya
mengenai kegiatan usaha pemodal asing. Hal ini akan
meningkatkan kemampuan dan posisi berundingnya.
• Salah satu upaya-upaya penyeimbangan kepentingan tsb,
adalah dalam bentuk pengaturan hukum dan
deregulasinya. Artinya disamping kepentingan nasional
terakomodir dengan hadirnya investor asing, namun juga
mempertimbangkan kepentingan-kepentingan investor itu
sendiri yang profit oriented, sehingga investor asing akan
semakin tertarik untuk menginvestasikan modalnya ke
Indonesia.
• Memang tidak mudah untuk memformat produk hukum
seperti itu, belum lagi dalam pelaksanaannya masih
dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar hukum, sehingga
tujuan-tujuan hukum itu sendiri bisa mengalami
hambatan-hambatan atau tidak tercapai
Kontrak Karya PT NNT dgn Pem Indonesia terkait
dengan divestasi saham (Psl 24 ayat 3):
1. Bahwa Perusahan akan menawarkan (menjual) saham
kpd Pemerintah
2. Jika Pem tdk menyetujui penawaran tsb dlm waktu 30
hari, maka pemerintah dpt mengawasi penawaran tsb
kpd warga atau perush Indonesia.

Jumlah saham yang ditawarkan adalah sbb:


- Akhir tahun ke 5 minimal 15 %
- Akhir tahun ke 6 minimal 23 %
- Akhir tahun ke 7 minimal 30 %
- Akhir tahun ke 8 minimal 37 %
- Akhir tahun ke 9 minimal 44 %
- Akhir tahun ke 10 minimal 51 %
• Sebagai contoh hal ini bisa terlihat dari kepemilikan saham pada PT Newmont NTB
(patungan) yang melibatkan partner local sebagai pemilik saham, dengan komposisi
saham sbb:
1. Newmont Kanada memegang saham : 45%,
2. Perusahaan Jepang (Sumitomo) : 35% dan
3. Perusahaan Indonesia (PT. Pukuafu Indah) : 20%.
• Perkembangannya Kepemilikan saham PT Newmont: setelah 10 tahun, seharusnya
Pemerintah RI telah menguasai hingga 51 persen, realitanya :
1. Canada + Jepang : 56 %
2. PT. Pukuafu Indah : 20 %
3. PT Multi Daerah Bersaing (MDB) : 24 % (Kab Sumbawa, KSB, NTB)
- Sisa : 7 % diperebutkan ant. Pem.Pusat dan Pem Daerah (PT. MDB)
• PT Freeport Indonesia yang dulunya 100% modalnya milik asing , telah terjadi
divestasi (alih saham), sehingga sekarang komposisi kepemilikan saham:
- Indonesia : 9,34 % dan
- Freeport Amerika Serikat 90, 64 %.
• Contoh-contoh lain dari perusahaan investasi asing yang pada akhirnya melibatkan
partnen local PT Goodyear Indonesia, PT Regnis Indonesia, PT Semen Cibinong,
PT Goergia Pacific, PT International Timber Corporation Indonesia (ITCI) dll.
• Adapun bidang-bidang yang tertutup bagi modal asing adalah bidang-bidang
yg penting bagi negara dan menguasai hidup rakyat banyak yaitu (Pasal 6):
- pelabuhan-pelabuhan
- produksi, transmisi, dan distribusi tenaga listrik utk umum,
- telekomunikasi
- pelayaran,
- penerbangan,
- air minum,
- kereta api umum
- pembangkitan tenaga atom
- mass media.

• Bidang-bidang lain yang menduduki peranan penting dalam negara dilarang


sama sekali bagi modal asing seperti: produksi senjata, mesiu, bahan peledak,
dan paralatan perang.

• Investasi/PMA di Sektor Pertambangan didasarkan pada suatu kerja sama


dengan Pemeritah atas dasar kontrak karya, atau bentuk lain sesuai dgn
paraturan yang berlaku. Sistem kerja sama tsb dapat dilaksanakan dlm
bidang lain yang ditentukan oleh pemerintah (Psl 8)
PENANAMAN MODAL
(INVESTASI)
UU. NO. 25 TAHUN 2007
Pengertian Pengertian
• Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam
modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam
modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik
Indonesia.
• Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam
modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik
Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri
dengan menggunakan modal dalam negeri.
• Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang
dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan
modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan
penanam modal dalam negeri.
• Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang
melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam
modal dalam negeri dan penanam modal asing.
• Modal adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain
yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang
mempunyai nilai ekonomis.
• Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing,
perseorangan warga negara asing, badan usaha asing,
badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia
yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh piha
aksing.
• Modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh
negara Republik Indonesia, perseorangan warga negara
Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan
hukum atau tidak berbadan hukum.
ASAS DAN TUJUAN
PENANAMAN MODAL DI INDO

Asas Penaman Modal di Indonesia (UU No. 25/2008)


Penanaman modal diselenggarakan berdasarkan asas (Psl 3):
• a. kepastian hukum;
• b. keterbukaan;
• c. Akuntabilitas (tanggung jawab);---- SCR
• d. perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara; (MFN)
• e. kebersamaan;
• f. efisiensi berkeadilan;
• g. berkelanjutan;
• h. berwawasan lingkungan;---- SCR
• i. kemandirian; dan
• j. keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Tujuan penyelenggaraan penanaman modal adalah utk:

a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;


b. menciptakan lapangan kerja;
c. meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;
d. meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional;
e. meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional;
f. mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;
g. mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil
dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri
maupun dari luar negeri; dan
h. meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
PRINSIP PEMBATASAN PENGGUNAAN
BENTUK PERUSAHAAN

• Dalam Pasal 5 ayat (2) UU No. 25 tahun 2007, ditentukan bahwa perusahaan-
perusahaan PMA yang dijalankan untuk seluruhnya atau sebagian terbesar di
Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri harus berbentuk badan hukum
menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

• Konsekwensi dari yuridis penggunaan badan usaha bagi PMA harus berbadan
hukum Indonesia ialah bahwa perusahaan PMA tersebut akan terikat dengan
hukum Indonesia pada setiap perbuatannya, sedangkan jika menggunakan badan
hukum asing atau orang asing secara perorangan dalam menjalankan usaha maka
akan sulit untuk menetapkan hukum mana yang berlaku pada operasional ataupun
jika mereka mempunyai masalah-masalah hukum. [17]

[17] badan hukum mempunyai makna bahwa dia oleh hukum dianggap sebagai subyek hukum sama
seperti manusia yang bisa melakukan perikatan-perikatan atas namanya sendiri, mempunyai harta
kekayaan tersendiri, walaupun secara ekonomis sebenarnya harta kekayaan PT adalah milik
pemegang-pemegang sahamnya, dan bertanggung jawab sendiri atas akibat-akibat hukum dari
perikatan-perikatan yang dilakukannya dengan pihak ketiga .
• Bentuk badan usaha yang dimaksud oleh Pasal 5 ayat (2) UU No. 25/ 2007
tersebut adalah Perseroan Terbatas (PT).
• Ketentuan tersebut telah lama berlaku semenjak ditetapkan oleh pemerintah, yaitu
dengan adanya Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No.J.A. 5/3/2/1967 tentang
penegasan dari Pasal 3 UU No. 1 Tahun 1967, yang menyatakan bahwa
”perusahaan penanaman modal asing harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT) .
Selanjutnya penetapan tersebut diperkuat dengan PP No. 20 Tahun 1994 tentang
Pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka PMA, dan SK
Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/ Ketua BKPM No. 15 /SK/1994 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Yang didirikan Dalam
Rangka PMA.
• Menurut Rudi Prasetya ada tiga karakteristik dominan bahwa PT merupakan
bentuk usaha yang tepat digunakan dalam pengembangan modal yang merupakan
orientasi utama dari setiap pengusaha[18]
pengusaha yaitu :
1. pertanggungjawaban yang timbul semata-mata dibebankan kepada harta kekayaan
yang terhimpun dalam asosiasi
2. sifat mobilitas atas hak penyertaan
3. prinsip pengurusan melalui suatu organ

[18] Rudhi Prasetya, 1995, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Penerbit PT Citra Aditya
Bakti,.Bandung, hal. 12
KEBIJAKAN DASAR PENANAMAN MODAL (Psl 4)

Kebijakan Dasar Penanaman Modal yang ditetapkan oleh Pemerintah, untuk:


a. mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk
penguatan daya saing perekonomian nasional; dan
b. mempercepat peningkatan penanaman modal.

Dalam menetapkan kebijakan dasar tsb Pemerintah:


a. memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal
asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional;.... (NT)
b. menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam
modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan
penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan
c. membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha
mikro, kecil, menengah, dan koperasi.
Kebijakan dasar tsb diwujudkan dlm bentuk Rencana Umum Penanaman Modal.
PERLAKUAN TERHADAP
PENANAMAN MODAL ASING

• Menurut Pasal 6 UUPM No 25/2007: Pemerintah memberikan


perlakuan yg sama kpd semua penanam modal yang berasal dari
negara manapun yang melakukan kegiatan penanaman modal di
Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Perlakuan tersebut tidak berlaku bagi investor dari suatu negara
yang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan
Indonesia....... (MFN)
Hak istimewa” adalah antara lain hak yang berkaitan dgn kesatuan
kepabeanan, wilayah perdag bebas, pasar ber-sama (common
market), kesatuan moneter, kelemba-gaan yang sejenis, dan
perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah asing yang
bersifat bilateral, regional, atau multilateral yang berkaitan dengan
hak istimewa tertentu dalam penyelenggaraan penanaman modal.
• Pemerintah tidak akan melakukan tindakan
nasionalisasi / pengambilalihan hak kepemilikan
penanam modal, kecuali dengan undang-undang
(Pasal 7).
Apabila tindakan nasionalisasi dilakukan,
Pemerintah akan memberikan kompensasi yg
jumlahnya ditetapkan berdasarkan harga pasar.
Namun apabila tdk tercapai kesepakatan ant Pem
Indo dgn Investor asing ttg kompensasi atau ganti
rugi maka penyelesaiannya dilaku-kan melalui
arbitrase.
KETENAGAKERJAAN (Psl 10-11)

• Perusahaan penanaman modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga


kerja harus mengutamakan tenaga kerja warga negara Indonesia.
• Perusahaan penanaman modal berhak menggunakan tenaga ahli
warga negara asing untuk jabatan dan keahlian tertentu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Perusahaan penanaman modal wajib meningkatkan kompetensi tenaga
kerja warga negara Indonesia melalui pelatihan kerja sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Perusahaan penanaman modal yang mempekerjakan tenaga kerja
asing diwajibkan menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih
teknologi kepada tenaga kerja warga negara Indonesia sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib
diupayakan untuk diselesaikan secara musyawarah
antara perusahaan penanaman modal dan tenaga kerja.
• Jika penyelesaian tsb tidak mencapai hasil,
penyelesaiannya dilakukan melalui upaya mekanisme
tripartit.
• Jika penyelesaian tripartit tsb tidak mencapai hasil,
prerusahaan penanaman modal dan tenaga kerja
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial
melalui pengadilan hubungan industrial
BIDANG USAHA (Pasal 1)
• Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali
bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan
persyaratan.
Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah:
a. produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan
b. bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.

• Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup


untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan
kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan ,dan keamanan
nasional, serta kepentingan nasional lainnya.
• Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan
kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan,
pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan
distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja
sama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah.
PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL
BAGI USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH,
DAN KOPERASI (Pasal 13)

• Pemerintah wajib menetapkan bidang usaha yang


dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah; dan
koperasi serta bidang usaha yang terbuka untuk usaha besar
dengan syarat harus bekerja sama dengan usaha mikro,
kecil, menengah, dan koperasi.
• Pemerintah melakukan pembinaan dan pengem-bangan
usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi melalui
program kemitraan, peningkatan daya saing, pemberian
dorongan inovas dan perluasan pasar; serta penyebaran
informasi yang seluas-luasnya,
HAK, KEWAJIBAN, DAN TANGGUNG
JAWAB PENANAM MODAL (Psl 14-17)
Setiap penanam modal berhak mendapat:
a. kepastian hak, hukum, dan perlindungan;
b. informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya;
c. hak pelayanan; dan
d. berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.

Setiap penanam modal berkewajiban:


a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (SCR);
c. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya
kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;
d. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman
modal; dan
e. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap penanam modal bertanggung jawab:
a. menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika
penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan
kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik
monopoli, dan hal lain yang merugikan negara;
d. menjaga kelestarian lingkungan hidup;
e. menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan
pekerja; dan
f. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.

• Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak


terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan
lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup, yang
pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
ALIH TEKNOLOGI DALAM
PENANAMAN MODAL ASING

Pengertian:
• Teknologi merupakan suatu pengetahuan yang sistematis tentang pemerosesan
suatu produk, penerapan proses atau memberikan pelayanan atau pemberian jasa
dan tidak meluas pada transaksi yang melibatkan penjualan dan barang. Teknologi
tidak hanya meliputi pengetahuan dan metode untuk mengembangkan, metode
produksi dan distribusi barang dan jasa tetapi juga kemampuan kewirausahaan dan
pengetahuan profesional (20).

• Teknologi adalah pengetahuan tentang pemakaian alat dlm proses pembuatan /


produksi barang yang diperoleh seseorang dari pengalaman kerja dalalam
pelaksanaan tenologi tersebut (21).

(20) Peter Munchlinsky - Multinational Interprise and Law, hal 20.


(21) N. Rosyidah Rahmawati, Hukum Penanaman Modal Indonesia dalam Menghadapi Era
Global, Malang: Bayumedya Publishing, 2003, hal 79
 Alih teknologi (Technology Transfer) adalah proses pengalihan pengetahuan
teknologi terkait dengan perdagangan dan atau investasi. Hal ini terjadi
melalui pengambilalihan bentuk perjanjian teknologi, apakah kontrak tersebut
mengikat secara hukum atau tidak, akan tetapi melibatkan komunikasi antara
pihak yang mengalihkan teknologi dan penerima teknologi dengan
pengetahuan yang relevan (20).

• Alih teknologi adalah suatu proses alih pengetahuan secara sistematis utk
menghasilkan suatu produk, pemakaian suatu proses atau untuk pelayanan
jasa. Alih teknologi merupakan suatu cara yang efektif utk menguasai
teknologi dengan menggunakan metoda, melanjutkan dalam arti tidak dimulai
dari dasar lagi melainkan menggunakan teknologi yang sudah jadi untuk
dikembangkan lebih lanjut (inovasi) (21).
• Penerapan alih teknologi tidak hanya menyangkut aspek Hukum Investasi,
juga aspek lainnya (Hukum HKI , Hk. Perdag Inter, Hk Perlind Konsumen,
dll).

(20) Peter Munchlinsky - Multinational Interprise and Law, hal 20.


(21) N. Rosyidah Rahmawati, Hukum Penanaman Modal Indonesia dalam Menghadapi Era Global, Malang: Bayumedya
Publishing, 2003, hal 79
Keuntungan Alih Teknologi melalui prog investasi
1. memberikan kesempatan mengikuti perkembangan
teknologi mutakhir
2. Dapat memilih teknologi yang paling tepat untuk kondisi
lokal.
3. Mengurangi risiko kegagalan usaha yg mungkin terjadi
menggunakan biaya besar.
4. Mendorong kemajuan teknologi domestik dgn
menggunakan teknologi up to date yg terjadi melalui usaha
cross licensing atas penjualan lisensinya.
5. Dapat mendorong perkembangan hukum di bidang ekonomi
seperti : HaKI, Investasi, stadardisasi mutu produk,
perdagangan jasa, perlindungan kosumen, dll.
Model transper teknologi adalah sebagai berikut (24):

1. Penugasan (TA), penjualan dan perizinan dari semua bentuk kekayaan industri
kecuali: merek dagang, merek jasa, dan nama dagang yang tidak merupakan
bagian dari perjanjian teknologi.
2. Ketentuan untuk mengetahui alih teknologi dalam bentuk studi, rencana,
diagram, model, instruksi, bimbingan, formulasi, dasar atau detail desin
mesin, dan spisipikasi dan peralatan untuk latihan, pelayanan yang bimbingan
jasa teknik dan personal manejer, serta personal latihan.
3. Ketentuan tentang pengetahuan teknologi yang diperlukan bagi instalasi,
operasional dan fungsi perencana dan peralatan serta rencana projek.
4. Ketentuan tentang pengetahuan teknologi yang diperlukan untuk keperluan
instal, dan penggunaan mesin, peralatan, barang-barang an bahan baku yang
diperlukan dalam jual beli, sewa menyewa dan sebagainya.
5. Ketentuan mengenai isi teknologi dari persetujuan operasional teknik dan
industri.

(24) Peter Munchlinsky Op.Cip, hal 21


 Bentuk / cara pengalihan alih Tenologi:
1. Mempekerjakan tenaga asing secara perorangan/kelompok
2. Menyelenggarakan suplai mesin atau equipment.
3. Alih Model/pola (Design Transfer)
4. Perjanjian lisensi (license)
5. Kontrak keahlian (expertise contract)
6. Technical Assistant
7. Pengiriman tenaga ahli ke luar negeri utk training
8. Project aid program antar negara.

 Saluran terjadinya alih teknologi


1. kerja sama antar negara
2. kerja sama antar perusahaan
3. kerja sama antar departemen/instansi
4. Penelitian dan pengembangan
• Proses Alih Teknologi
1. Suatu industri membeli mesin, desain produksi dan cara
penggunaannya dari luar negeri. Mesin atau desain
tersebut dapat dijalankan sesuai dengan pedoman yang
diberikan.
2. Industri tersebut berhasil mengembanganteknologinya
baik dari segi proses maupun produksinya.
3. Industri tersebut berhasil mendesain sendiri dan
membuat mesin di dalam negeri serta mampu
mengembangkan teknologi dalam negeri baik dalam
bentuk pemerosesan bahan baku, bahan setengah jadi
maupun bahan jadi
• Strategi Pengembangan trasformasi teknologi meliputi
4 fase (tahapan)

1. Tahapan penguasaan teknologi: memahami rancang


bangun dan, rekayasa dan cara produksi.
2. Tahap integrasi: pengembangan keahlian desain
3. Pengembangan teknologi: Melakukan inovasi
4. Penelitian Dasar: untuk mengembangkan teori baru
yang mendukun dalam pengembangan teknologi.
• Setiap proses alih teknologi dari fase ke fase
senantiasa dilakukan melalui proses kontrak lisensi
teknologi dgn negera maju (multi enterprise) .
• Agar suatu industri dapat masuk dalam fase/tahapan
pertama ke fase ke dua dan selanjutnya ke fase ke tiga
dari proses alih teknologi, cara terefektif adalah
melalui kontrak lisensi teknologi disertai dengan
penelitia dan pengembangan (Reseach and
Development) *.
• Industri neg berkrembang membeli yg teknologi dari
negara maju teruma dr perusahaan multi nasional, tdk
hanya memahami teknologi yang dibeli melainkan
harus mengikuti perkembangan teknologi tersebut
agar dapat bersaing dgn barang impor sejenis tanpa
proteksi.

* N. Rosyidah Rahmawati, op.cit, hal. 82


Mekanisme Lisensi Teknologi:
• Cara atau sistem pembelian teknologi yang dianjurkan antara lain *:
1. Sistem join venture dgn minoritas modal asing, partner nasional
mengadakan persetujuan investasi penetrapan teknologi, misalnya di sektor
industri (otomotif) dengan partner mitra (asing) pemegang lisensi.
2. Industri dibangun berdasarkan kontrak antara pengusaha nasional dan
kontraktor asing, tetapi dilengkapi dgn persetujuan lisensi teknologi ant
pengusaha nasional dgn pemegang lisensi melaui kontraktraktor asing.
3. Industri dibangun oleh pengusaha nasional berdasarkan lsensi teknologi
yang dibeli langsung dari pihak luar negeri yang memegang lisensinya,
4. Industri dibangun oleh pengusaha nasional dgn bantuan lembaga penelitian
riset nasional yg membeli lisensi dan atau paten asing yang masih dalam
taraf laboratorium atau pilot scale.
5. Industri dibangun dengan desain dari biro teknik nasional sebagai licensing
agency dari pemegang lisensi.
• Perjanjian Alih Tenologi
- Alih teknologi didasarkan pada perjanjian/kontrak ant para
pihak berhub dg suatu penemuan Intelectual Property
Rights (IPR) baik produk/hasil maupun proses produnsi.
- Ruang lingkup perjanjian tergantung dari negosiasi para
pihak karena tidak ada standar perjanjian, seperti perjanjian
lisensi, paten merek, dan bantuan teknis.
- Pemberi bantuan teknik senantiasa mensyaratkan royalty
setiap tahap/proses alih teknologi.
• Tahapan Perjanjian Alih Teknologi
1. Pra contaktual--- Syarat-syarat dan Prinsip kontrak dlm HPI
2. Kontraktual (penandatangan kontrak) melahirkan hak dan kewajiban
3. Post/Pasca Kontraktual Pelaksanaan proyek

* Lihat Transparan Kontrak Bisnis Internasional !!!


FORGIVE AND EXPECTATION

• To day is the last meeting for us, but I expect that next time we will
meet again in another opportunity.
• Forgive me, I am aware that, maybe during the teaching and learning
activity there are many mistakes that I do, either my behavior that is
not so good to all of you, or perhaps about the method of presenting
the course material.
• I believe that, you will be successful people in the future. Therefore,
you have to study hard to achieve your destination. I also expect to all
of you, if you have obtained job, be an honest employee, don’t be
careless and be diligent to conduct your duty especially in
implementing the public services. And tray to master the foreign
language, including the English Language.
• Thanks very Much for your attention. See you next time

Anda mungkin juga menyukai