Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Dalam makalah ini saya membahas tentang Prinsip
Yuridis Kontrak Konstruksi di Indonesia.

Makalah ini dibuat untuk memperdalam pengetahuan tentang memahami Prinsip


Yuridis Kontrak Konstruksi di Indonesia dan sekaligus sebagai tugas yang harus dipenuhi
oleh mahasiswa dalam mata kuliah Aspek Hukum Dalam Pembangunan.

Saya menyadari sungguh bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab
itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan
makalah ini.

Banjarbaru, April 2017

Pemakalah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... 1


DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... 1

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1

1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................................................. 2


1.2 TUJUAN PENULISAN ............................................................................................................... 2
1.3 RUMUSAN MASALAH ............................................................................................................. 2
1.4 MANFAAT PENULISAN ........................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................................... 1

2.1 PENGERTIAN KONTRAK KONTRUKSI ................................................................................ 2


2.2 PENGATURAN HUKUM KONTRAK KONTRUKSI .............................................................. 2
2.3 PESERTA KONTRAK KONTRUKSI ........................................................................................ 2
2.4 HAK DAN KEWAJIBAN KONTRAK KONTRUKSI ............................................................... 2
2.5 TERJADINYA KONSTRUKSI ................................................................................................... 2

BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 4


3.1 STUDI KASUS ............................................................................................................................ 5

BAB IV PENUTUP .............................................................................................................................. 1


4.1 KESIMPULAN ........................................................................................................................... 2
5.2 SARAN ........................................................................................................................................ 2
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan dan merupakan Negara
kepulauan terbesar di dunia. Oleh karena itu, diperlukan sarana infrastruktur dan
transportasi yang memadai untuk dapat menjangkau pulau-pulau yang diseluruh
pelosok Indonesia. Pembangunan infrastruktur sangat berperan penting dalam
mendukung pembangunan ekonomi secara merata di setiap daerah yang ada di
Indonesia. Pembangunan infrastruktur menjadi kewajiban pemerintah daerah
maupun pemerintahan pusat. Dewasa ini, pembangunan yang dilakukan
diharapkan dapat meningkatkan produktivitas serta perekonomian suatu daerah,
sehingga pada giliranya akan meningkatkan perekonomian nasional. Pasal 33
ayat (4) UUD 1945 menyebutkan bahwa; perekonomian nasional tersebut
diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisien berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional.
Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran rakyat dan
kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati
seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan
merata, sebaliknya berhasilnya pembangunan tergantung partisipasi seluruh,
rakyat dan pemerintah. Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 25 tahun 2004 menyebutkan
bahwa: Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa dalam Universitas Lambung Mangkurat.
Dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Perencanaan Pembangunan
Nasional menjadi satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk
menghasilkan rencana rencana pembangunan dalam jangka panjang,
menengah , dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelanggara negara
dan masyarakat tingkat pusat dan daerah sehingga konstruksi mempunyai
peranan yang cukup penting dan strategis, dikarenakan jasa konstruksi
menghasilkan produk akhir berupa bangunan atau bentukfisik lainnya, baik
yang berupa prasarana maupun sarana yang berfungsi guna mendukung
pertumbuhan dan perkembangan berbagai bidang pembangunan.
Disamping itu, penyelenggaraan jasa konstruksi juga berperan untuk
mendukung tumbuh dan berkembangnya berbagai industri barang dan jasa yang
diperlukan dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Faktor kunci dalam
pengembangan jasa konstruksi nasional adalah peningkatan kemampuan usaha,
terwujudnya tertib penyelenggaran pekerjaan konstruksi, serta peningkatan
peran masyarakat secara aktif dan mandiri dalam melaksanakan kedua upaya-
upaya tersebut. Peningkatan kemampuan usaha ditopang oleh peningkatan
profesionalisme dan peningkatan efisiensi usaha. Sedangkan terwujudnya tertib
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dapat dicapai melalui pemenuhan hak
dan kewajiban dan adanya kesetaraan kedudukan para pihak yang terkait.
Sistem perencanaan, pengawasaan serta pelaksanaan di dalam suatu kontrak
konstruksi harus mengikuti prosedur teknis konstruksi secara benar, terutama
kesadaran dari masing-masing pihak dalam melaksanakan suatu pembangunan
guna tercapainya tujuan dari pelaksanaan kontrak konstruksi tersebut baik bagi
masyarakat, bangsa maupun negara. Sekilas apabila kita mendengar kata
kontrak, kita langsung berpikir bahwa yang dimaksudkan adalah suatu
perjanjian tertulis yang artinya kontrak sudah dianggap sebagai suatu pengertian
yang lebih sempit dari perjanjian.
Kontrak menguasai begitu banyak bagian kehidupan sosial kita, sampai
kita tidak tahu berapa banyak kontrak yang telah kita buat setiap harinya.
Kontrak tidak lain adalah perjanjian yang mengikat para pihak sehingga
didalam Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum perdata disebutkan bahwa
tiap-tiap perikatan dilahirkan dari perjanjian dan undang-undang,menurut
pendapat Subekti, kontrak atau perjanjian adalah suatu peristiwa di mana
seorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji
untuk melaksanakan suatu hal1. Dewasa ini, jasa konstruksi merupakan bidang
usaha yang banyak diminati oleh anggota masyarakat di berbagai tingkatan
sebagaimana terkihat dari makin besarnya jumlah perusahaan yang bergerak
dibidang usaha jasa konstruksi. Dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
diperlukannya kesadaran hukum, termasuk kepatuhan para pihak, yakni
pengguna jasa dan penyedia jasa, dalam pemenuhan kewajibannya serta
pemenuhan terhadap ketentuan yang terkait dengan aspek keamanan,
keselamatan, kesehatan, dan lingkungan agar dapat menwujudkan bagunan
yang berkualitas.
Adanya beberapa indikasi kecurangan dalam proses pengadaan jasa
konstruksi sudah bukan menjadi rahasia umum, beberapa sumber yang didapat
dari internet mengatakan bahwa lebih dari 20 tahun yang lalu, Begawan
Ekonomi Indonesia, Profesor Soemitro Djojohadikusumo, sudah mensinyalir 30
- 50 persen kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara akibat praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan
barang dan jasa pemerintah.2 Terhadap adanya indikasi kecurangan yang paling
sering dilakukan dalam setiap tahapan pengadaan jasa konstruksi terjadi pada
tahap:

a) Tahap Pengumuman pelelangan dimana perusahaan-perusahaan tertentu yang


menjadi pemenang dari tender untuk mengerjakan proyek tersebut.
b) Tahap pemasukan dokumen penawaran secara umum rata-rata pengguna jasa,
konsultan dan kontraktor
c) Tahap penggunaan kualitas dari barang yang digunakan dalam melakukan
pengerjaan proyek tersebut seharusnya kualitas yang super menjadi tidak
super.Masyarakat diminta turut serta melihat dan mengawasi proses
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah terutama berlaku untuk 15
tahapan proses pengadaan yang dinilai rawan dengan penyelewengan. Kelima
belas tahap pengadaan barang dan jasa pemerintah tersebut meliputi perencana
pengadaan barang dan jasa, pembentukan panitia lelang, prakualifikasi
perusahaan, penyusunan dokumen lelang, pengumuman pelelangan,
pengambilan dokumen lelang, dan penentuan harga perkiraan sendiri.
Selanjutnya tahapan penjelasan lelang, pemasukan penawaran harga dan
pembukaan penawaran, evaluasi penawaran, pengumuman calon pemenang,
sanggahan peserta lelang, penunjukan pemenang lelang, penandatanganan
kontrak perjanjian, serta penyerahan barang dan jasa kepada pengguna barang
atau jasa (owner/user).
Lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
(selanjutnya disebut dengan UUJK) kiranya mampu mewujudkan jalannya suatu
proses konstruksi berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini
guna untuk mencegah adanya faktor kecurangan maupun faktor kepentingan
pribadi dalam penyedia jasa konstruksi. Sehingga tujuan dari dibentuknya
undang-undang tersebut dapat tercapai dan terlaksana. Serta terwujudnya cita-
cita negara sebagai Negara hukum.
Peningkatan jumlah perusahaan ini ternyata belum diikuti dengan
peningkatan kualifikasi dan kinerjanya, yang tercermin pada kenyataan bahwa
mutu produk, ketepatan waktu pelaksanaan, dan efisiensi pemanfaatan sumber
daya manusia, modal dan teknologi dalam penyelenggaraan jasa konstruksi
belum sebagaimana yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh karena
persyaratan usaha serta persyaratan keahlian dan keterampilan belum diarahkan
untuk mewujudkan kehandalan usaha yang profesional.
Pada praktiknya saat ini, lemahnya pelaksanaan hukum yang mengatur
tentang pelaksanaan dan pengawasan pembangunan terjadi juga di bidang
teknologi/konstruksi pembuatan jembatan. Dampak dan kekeliruan
implementasi kebijakan pembangunan tersebut mulai dirasakan rakyat
Indonesia beberapa tahun belakangan ini berbagai bencana terjadi silih berganti.
Ada satu asas di dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi yang menjiwai Peraturan Pemerintah ini adalah asas kemitraan yang
saling menguntungkan. Dengan asas tersebut dapat diwujudkan keterkaitan
yang semakin erat dalam satu kesatuan yang efisien dan efektif antar penyedia
jasa.
Kemitraan tersebut sekaligus memberikan peluang usaha yang semakin besar
tanpa mengabaikan kaidah efisiensi dan efektivitas serta kemanfaatan. Tetapi
sering kali penyedia jasa konstruksi lepas tangan atas runtuhnya suatu proyek
pembangunan yang di kelola baik setelah masa pemeliharaan dan sesudah masa
pemeliharaan. Pasal 1 Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 menjelaskan
bahwa Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan
usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi sedangkan pengguna jasa adalah
orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik
pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi.
Di dalam konsep jasa konstruksi dikenal adanya kontrak kerja konstruksi
yang merupakan landasan bagi penyelenggaraan jasa konstruksi di Indonesia.
Kontrak kerja ini menjadi fokus dalam mengadakan suatu kegiatan jasa
konstruksi, dikarenakan substansi kontrak yang memuat kepentingan hak dan
kewajiban para pihak dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberi gambaran tentang prinsip
yuridis kontrak diindonesia.

1.3 Permasalahan
Adapun permasalahan yang diangkat pada makalah ini yaitu mengetahui
secara mendalam tentang apa itu prinsip yuridis kontrak diindonesia dan
bagaimana penerapan prinsip yuridis kontrak diindonesia itu sendiri.

1.4 Manfaat Penulisan


Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kalangan
akademik (teoritis) untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
prinsip yuridis kontrak diindonesia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kontrak Konstruksi
Istilah kontrak kerja konstruksi merupakan terjemahan dari construction
contract. Kontrak kerja konstruksi merupakan kontrak yang dikenal dalam
pelaksanaan konstruksi bangunan, baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah
maupun pihak swasta. 42 Menurut Pasal 1 Ayat (5) UUJK, Kontrak kerja
kostruksi merupakan: Keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum
antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi.
Dalam kenyataan sehari-hari, istilah kontrak konstruksi sering juga
disebut dengan perjanjian pemborongan. Istilah pemborongan dan konstruksi
mempunyai keterikatan satu sama lain. Istilah pemborongan memiliki cakupan
yang lebih luas dari istilah konstruksi. Hal ini disebabkan karena istilah
pemborongan dapat saja berarti bahwa yang dibangun tersebut bukan hanya
konstruksinya, melainkan dapat juga berupa pengadaan barang saja, tetapi
dalam teori dan praktek hukum kedua istilah tersebut dianggap sama terutama
jika terkait dengan istilah hukum/kontrak konstruksi atau hukum/kontrak
pemborongan. Jadi dalam hal ini istilah konstruksi dianggap sama, karena
mencakup keduanya yaitu ada konstruksi (pembangunannya) dan ada
pengadaan barangnya dalam pelaksanaan pembangunan.
Menurut R. Subekti perjanjian pemborongan adalah perjanjian dimana
pihak yang satu, si pemborong mengikatkan diriuntuk menyelenggarakan suatu
pekerjaan bagi pihak yang memborongkan denganmenerima suatu harga yang
ditentukan. 44 Dalam KUH Perdata , perjanjian pemborongan disebut dengan
istilah pemborongan pekerjaan, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1601
(b) KUH Perdata bahwa : Perjanjian peborongan adalah perjanjian dengan
mana pihak satu (sipemborong) mengikatkan diri untuk menyelenggarakan
suatu pekerjaan bagi pihak lain (pihak yang memborongkan) dengan menerima
suatu harga yang ditentukan Menurut Mariam Darus Badrulzaman, dilihat dari
sistem hukum maka kontrak bangunan merupakan salah satu komponen dari
hukum bangunan (construction law, bouwrecht). Istilah construction law biasa
dipakai dalam kepustakaan anglo saxon, sedangkan bouwrecht lazim
dipergunakan dalam kepustakaan Hukum Belanda. Dengan demikian, yang
dinamakan hukum bangunan adalah seluruh perangkat peraturan perundang-
undangan yang bertalian dengan bangunan meliputi pendirian, perawatan,
pembongkaran, penyerahan, baik bersifat perdata maupun publik/administratif.
Dalam kontrak konstruksi, sebagaimana kontrak pada umumnya akan
menimbulkan hubungan hukum maupun akibat hukum antara para pihak yang
membuat perjanjian. Hubungan hukum merupakan hubungan antara pengguna
jasa dan penyedia jasa yang menimbulkan akibat hukum dalam bidang
konstruksi. Akibat hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban diantara para
pihak. Momentum timbulnya akibat itu adalah sejak ditandatanganinya kontrak
konstruksi oleh pengguna jasa dan penyedia jasa. Dengan demikian dapat
disimpulkan, bahwa unsur-unsur yang harus ada dalam kontrak konstruksi
adalah:46
Adanya subjek, yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa; 2. Adanya objek, yaitu
konstruksi; 3. Adanya dokumen yang mengatur hubungan antara pengguna jasa
dan penyedia jasa.

H. Pengaturan Hukum Tentang Kontrak Konstruksi


Penyelengaraan pengadaan bidang konstruksi di Indonesia telah diatur
secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi. Dari segi substansinya, kecuali mengenai segi-segi hukum kontrak,
undang-undang ini cukup lengkap mangatur pengadaan jasa konstruksi.47
Undang-undang ini dibuat pada masa reformasi. Latar belakang lahirnya
undang-undang ini karena berbagai peraturan perunang-undangan yang berlaku
belum berorientasi pada pengembangan jasa konstruksi yang sesuai dengan
karakteristiknya. Hal ini mengakibatkan kurang berkembangnya iklim usaha
yang mendukung peningkatan daya saing secara optimal maupun bagi
kepentingan masyarakat. UUJK ditetapkan pada tanggal 7 Mei 1999 . ketentuan
terdiri atas 12 bab dan 47 pasal.48
Pengaturan lebih lanjut dari undang-undang ini tertuang dalam tiga
peraturan pemerintah yaitu : Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000
tentang Usaha dan Peran Serta Masyarakat Jasa Konstruksi (PP No. 28/2000)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2000
(PP No. 4/2010), Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (PP No. 29/2000) sebagaiman telah diubah
dengan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2010 (Perpres No. 59/2010), dan
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan
Pembinaan Jasa Konstruksi (PP No. 30/2000).
Dalam kaitannya dengan pengadaan jasa konstruksi, tata cara dan
prosedur pengadaan barang dan jasa untuk kepentingan instansi Pemeritah, telah
diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) No. 80 Tahun 2003 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang telah
disempurnakan melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun 2010.
Kemudian Perpres No. 54 Tahun 2010 diubah melalui Peraturan Presiden
(Perpres) No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No. 54
Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Selain itu, terkait
dengan izin usaha konstruksi dalam hal ini terdapat Peraturan Daerah (Perda)
Kota Medan Nomor 23 Tahun 2002 dan Peraturan Daerah Kabupaten Asahan
Nomor 35 Tahun 2008 tentang Retribusi Izin Usaha Jasa Konstruksi.
Para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kontrak konstruksi, adalah sebagai
berikut :
Pihak pengguna jasa sering juga disebut sebagai pemeberi tugas, yang
memborongkan, pemimpin proyek, dan lain-lain. Pengguna jasa adalah
pereseorangan atau badan pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang
memerlukan layanan jasa konstruksi.50 Pengguna jasa mempunyai hubungan
dengan para perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas
konstruksi. Yang dimaksud dengan Pengguna jasa adalah: a orang perorang;

I. Peserta Dalam Kontrak Konstruksi


Pihak Pengguna Jasa,
badan usaha, baik badan hukum maupun tidak berbadan hukum; dan c
badan yang bukan badan usaha tapi berbadan hukum, yaitu pemerintah dan atau
lembaga negara dimana pemerintah dan atau lembaga negara dengan
menggunakan anggaran yang telah ditentukan baik dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). 2. Pihak Penyedia Jasa Pihak penyedia jasa sering juga disebut sebagai
kontraktor, pemborong, rekanan, dan lain-lain. Dengan berlakunya UUJK, maka
telah dirumuskan pengertian jasa konstruksi. Pengertian jasa konstruksi
senagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 Angka 1 UU Jasa Konstruksi
tersebut , menunjukkan bahwa hubungan hukum yang diatur dan diakui oleh
Negara ada tiga yaitu perencanaan, pelaksanaan pekerjaan, dan pengawasan.
Dalam hal kontrak pengadaan jasa konstruksi, khususnya yang dilakukan
oleh Pemerintah telah diatur dalam ketentuan Peraturan Presiden No. 54 Tahun
2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Adapun pihak-pihak atau
peserta yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa oleh Pemerintah
berdasarkan Pasal 7 dan 19 Perpres No. 54 Tahun 2013 adalah sebagai berikut :
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah Pejabat pemegang
kewenangan penggunaan anggaran Kementrian/Lembaga/Satuan Kerja
Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada institusi lain Pengguna
APBN/APBD. Sedangkan Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya a.
PA/KPAdisebut KPAadalah Pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk
menggunakan APBN atau ditetapka oleh Kepala Daerah untuk menggunakan
APBD Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah
pejabat yang ditetapkan PA/KPA untuk bertanggung jawab atas pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa.
Unit Layanan Pengadaan yang selanjutnya disebut ULP adalah unit
organisasi pemerintah yang berfungi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa
yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah
ada. Sedangkan Pejabat Pengadaan adalah personil yang memiliki Sertifikat
Keahlian Pengadaan Barang/Jasa yang melaksanakan pengadaan barang/jasa.
Panitia/ Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia/pejabat yang
ditetapkan oleh PA/KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil
pekerjaan.
Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang
menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultasi/Jasa Lainnya.
Dalam setiap perjanjian atau kontrak yang melibatkan dua pihak pastilah
menimbulkan hak dan kewajiban atau tugas dan kewenangan bagi para pihak.
Hak bagi satu pihak merupakan kewajiban (prestasi) yang harus dilaksanakan
oleh b. PPK c. ULP/ Pejabat Pengadaan d. Panitia/ Pejabat Penerima Hasil
Pekerjaan e. Penyedia Barang/Jasa .
J. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Kontrak Konstruksi
pihak lainnya. Demikian pula dalam kontrak kerja konstruksi terdapat dua
pihak yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa konstruksi, yang mana masing-
masing pihak memiliki hak dan kewajiban sebagaimana telah diuraikan diatas
dan merupakan prestasi yang harus dilakukan.
Hak pengguna jasa konstruksi adalah memperoleh hasil pekerjaan konstruksi,
sesuai dengan klasifikasi dan kualitas yang diperjanjiakan. Dalam Pasal 18 ayat
(1) UUJK, kewajiban pengguna jasa dalam suatu kontrak mencakup:
Adapun kewajiban dari penyedia jasa konstruksi adalah mencakup :
Hak penyedia jasa konstruksi adalah memperoleh informasi dan
menerima imbalan jasa dari pekerjaan konstruksi yang telah dilakukannya.
Informasi yang dimaksud merupakan doumen secara lengkap dan benar yang
harus disediakan oleh pengguna jasa untuk penyedia jasa konstruksi sehingga
dapat melakukan sesuai dengan tugas dan kewajibannya1. Menerbitkan
dokumen tentang pemilihan penyedia jasa yang memuat ketentuan-ketentuan
secara lengkap, jelas dan benar serta dapat dipahami; 2. Menetapkan penyedia
jasa secara tertulis sebagai hasil pelaksanaan pemilihan; 3. Memenuhi ketentuan
yang diperjanjikan dalam kontrak kerja konstruksi.
a. Menyusun dokumen penawaran berdasarkan prinsip keahlian untuk
disampaikan kepada pengguna jasa;
b. Melaksanakan pekerjaan konstruksi sebagaimana yang telah
diperjanjikan.
Dalam kontrak pengadaan barang/ jasa oleh Pemerintah, kontrak tersebut
merupakan perikatan antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan
penyedia barang/jasa. Jika mengacu pada rumusan ini maka pejabat yang
mewakili pemerintah dan karenanya berwenang menandatangani kontrak
pengadaan adalah PPK. Pejabat inilah yang bertanggung jawab atas akibat
hukum dari kontrak yang ditandatangani. Dalam Perpres No. 54 Tahun 2010
terdapat lampiran tentang Tata Cara Pemilihan Penyedia Pekerjaan, dimana
dalam lampiran tersebut terdapat ketentuan mengenai hak dan kewajiban yang
harus dilaksanakan oleh PPK dan Penyedia dalam melaksanakan kontrak,
meliputi:
Hak dan kewajiban PPK : a) Mengawasi dan memeriksa pekerjaan yang
dilaksanakan oleh penyedia; b) Meminta laporan-laporan secara periodik
mengenai pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh penyedia; c) Membayar
pekerjaan sesuai dengan harga yang tercantum dalam kontrak yang telah
ditetapkan kepada penyedia; d) Memberikan fasilitas berupa sarana dan
prasarana yang dibutuhkan oleh penyedia untuk kelancaran pelaksanaan
pekerjaan sesuai ketentuan kontrak.
Hak dan kewajiban Penyedia : a) Menerima pembayaran untuk
melaksanakan pekerjaan sesuai dengan harga yang telah ditentukan dalam
kontrak; b) Berhak meminta fasilitas-fasilitas dalam bentuk sarana dan
prasarana dari PPK untuk kelancaran pelaksanaan pekerjaan sesuai ketentuan
kontrak.
Melaporkan pelaksanaan peerjaan secara periodic kepada PPK; d)
Melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan yang telah ditetapkan dalam
kontrak; e) Memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan untuk
pemeriksaan pelaksanaan pekerjaan secara periodik kepada PPK; f)
Menyerahkan hasil pekerjaan sesuai dengan jadwal penyerahan pekerjaan yang
telah ditetapkan dalam kontrak; g) Penyedia harus mengambil langkah-langkah
yang cukup memadai untuk melindungi lingkungan tempat kerja dan membatasi
perusakan dan gangguan kepada masyarakat maupun miliknya akibat kegiatan
penyedia.

K. Proses Terjadinya Kontrak Konstruksi


Dalam proses terjadinya suatu kontrak konstruksi terdapat tahapan-
tahapan yang harus dilakukan oleh para pihak. Seperti kontrak pada umumnya,
tentu saja diawali dengan adanya 2 (dua) pihak atau lebih yang sepakat untuk
mengadakan suatu perjanjian pengadaan pekerjaan konstruksi. Proses terjadinya
kontrak konstruksi dimulai dengan proses pemilihan pihak kontraktor atau
penyedia jasa oleh pihak pengguna jasa. Adapun tahapan-tahapan yang harus
dilalui dalam proses terjadinya kontrak kontruksi berdasarkan Perpres Nomor
54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah sebagai
berikut.
Pada umumnya pengguna jasa akan terlebih dahulu membuat pengumuman atau
pemberitahuan dengan membuka penawaran melalui suatu
1. Pemberitahuan atau Pengumuman
pelelangan untuk mencari penyedia jasa yang sanggup untuk
melaksanakan pekerjaan. Pengumuman dilakukan diumumkan paling kurang
diwebsite K/L/D/I, dan papan pengumuman resmi untukmasyarakat serta
Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE,sehingga masyarakat luas dan
dunia usaha yang berminat danmemenuhi kualifikasi dapat mengikutinya
(Pasal 36 ayat (3) Perpres No. 54 Tahun 2010). Pelelangan biasanya dibagi 2
(dua) yakni pelelangan umum dan pelelangan terbatas. Pada prinsipnya
kedua jenis pelelangan tersebut sama, perbedaannya hanya terletak pada
jumlahnya saja.
Dalam hal ini juga dijelaskan mengenai pekerjaan yang akan
dilaksanakan tempat lokasi proyek atau pekerjaan, dimana tempat
pendaftaran dan batas waktu pendaftaran, dimana dan kapan saat pelelangan
akan diadakan.
Selanjutnya pejabat pemilihan penyedia jasa akan melakukan evaluasi
terhadap dokumen penawaran yang masuk. Pada fase penawaran, pejabat
pemilihan wajib melakukan penilaian terhadap semua penawaran yang
masuk. Unsur yang dinilai meliputi segi administrasi, teknis dan harga,
menagcu pada keriteria, metode dan tatacara yang telah ditetapkan dalam
dokumen pemilihan penyedia jasa.
2. PersyaratanKualifikasi dan Klasifikasi a. Kualifikasi Kualifikasi
merupakan proses penilaian kompetensi dankemampuan usaha serta
pemenuhan persyaratan tertentulainnya dari Penyedia Barang/Jasa (Pasal 56
ayat (1) Perpres 54 Tahun 2010). Dalam tahap kualifikasi ditentukan juga
beberapa persyaratan bagi penyedia jasa yakni :54
Kualifikasi dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu prakualifikasi atau
pascakualifikasi, berikut penjelasannya :
Sebelum menentukan pihak pemenang yang dipilih untuk mengerjakan
pekerjaan konstruksi tersbut, terlebih dahulu dilakukan prakualifikasi
terhadap calon-calon penyedia jasa yang ada. Prakualifikasi merupakan
proses penilaian kualifikasi yang dilakukan sebelum pemasukan penawaran.
Berdasarkan Perpre No. 54 Tahun 2010, prakualifikasi dilaksanakan untuk
pengadaan sebagai berikut: 1) Penyedia jasa harus memiliki surat izin usaha
pada bidang usahanya (IUJK); 2) Mempunyai kapasitas menandatangani
kontrak pengadaan; 3) Tidak masuk daftar hitam dan tidak dalam
pengawasan pengadilan; 4) Tidak bangkrut/pailit; 5) Kegiatan usahanya
tidak sedang dihentikan dan/atau direksinya tidak sedang menjalani sanksi
pidana. a) Prakualifikasi
1. Pemilihan penyedia jasa konsultasi
2. Pemilihan penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang
bersifat kompleks melalui pelelangan umum; (3) Pemilihan penyedia
barang/pekerjaan kontruksi/jasa lainnya yang menggunakan metode
penunjukan langsung, kecuali untuk penanganan darurat. Perbuatan
prakualifikasi ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan dasar
perusahaan, baik yang berbentuk badan hukum, maupun yang tidak
bentuk badan hukum dimana mereka mempunyai usaha pokok berupa
pelaksanaan pekerjaan pemborongan, konsultasi, dan pengadaan
barang/jasa lainnya.55
Pascakualifikasi merupakan proses penilaian kualifikasi yang dilakukan
setelah pemsukan penawaran. Berdasarkan Perpres No. 54 Tahun 2010
Pasal 56 ayat (9), pascakualifikasi dilaksanakan untuk pengadaan sebagai
berikut :
3. Klasifikasi adalah bagian dari kegiatan registrasi untuk menetapkan
penggolongan perusahaan pemborong di bidang jasa
pemborongan/konstruksi sesuai bidang dan sub bidang pekerjaan atau
penggolongan profesi keterampilan b) Pascakualifikasi (1) Pelelangan
Umum, kecuali Pelelangan Umum untukPekerjaan Kompleks; (2)
Pelelangan Sederhana/Pemilihan Langsung; dan (3) Pemilihan Penyedia
Jasa Konsultansi Perorangan.
b. Klasifikasi
Klasifikasi adalah bagian dari kegiatan registrasi untuk menetapkan
penggolongan perusahaan pemborong di bidang jasa pemborongan/konstruksi
sesuai bidang dan sub bidang pekerjaan atau penggolongan profesi keterampilan
dan keahlian kerja orang perseorangan di bidang jasa pemborongan tersebut. Klasifikasi usaha
jasa pemborongan/konstruksi terdiri dari:
Pelaksanaan klasifikasi dan kualifikasi usaha orang perorangan dan badan
usaha dapat dilakukan oleh asosiasi perusahaan yang telah mendapat akreditasi
56
1) Klasifikasi usaha bersifat umum, diberlakukan kepada badan usaha
yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan satu atau lebih bidang
pekerjaan. Bidang usaha jasa pemborongan yang bersifat umum ini harus
memenuhi kriteria mampu mengerjakan bangunan konstruksi atau bentuk fisik
lain, mulai dari penyiapan lahan sampai penyerahan akhir atau berfungsinya
bangunan konstruksi.
2) Klasifikasi usaha bersifat spesialis, diberlakukan kepada usaha orang
perseorangan dan atau badan usaha yang mempunyai kemampuan hanya
melaksanakan satu sub bidang atau satu bagian subbidang pekerjaan. Badan
usaha jasa pemborongan/konstruksi yang bersifat spesialis ini harus memenuhi
criteria mampu mengerjakan bagian tertentu dari bangunan konstruksi atau
bentuk fisik lain. 3) Klasifikasi usaha orang perseorangan yang berketerampilan
kerja tertentu, diberlakukan kepada usaha orang perseorangan yang mempunyai
kemampuan hanya melaksanakan suatu keterampilan tertentu. Badan usaha jasa
pemborongan ini mampu mengerjakan subbagian pekerjaan pemborongan dan
bagian tertentu bangunan konstruksi dengan menggunakan teknologi sederhana.
dari lembaga. Tujuan diadakannya standarisasi klasifikasi dan kualifikasi jasa
pemborongan/konstruksi yaitu untuk mewujudkan standar produktivitas dan
mutu hasil kerja sehingga mendorong berkembangnya tanggung jawab
profesional di antara para pihak.
Dalam melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan, pejabat
pengadaan harus terlebih dahulu menetapkan metode pemilihan penyedia
barang/jasa, metode penyampaian dokumen, metode evaluasi penawaran,
metode penilaian kualifikasi dan jenis kontrak yang paling sesuai dengan
pengadaan barang/jasa yang bersangkutan. Untuk pengadaan pekerjaan
pemborongan sendiri dapat digunakan metode pelelangan umum, pelelangan
terbatas, pemilihan langsung, penunjukan langsung, atau pengadaan langsung.

3. Pelelangan dan Pelulusan.


a. Pelelangan Umum adalah metode pemilihan penyedia barang/jasa yang
dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa
dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat
dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.
b. Pelelangan Terbatas adalah metode pemilihan penyedia barang/jasa
yang diumumkan secara luas melalui media massa dan papan pengumuman
resmi dengan mencantumkan penyedia barang/jasa yang telah diyakini mampu,
guna memberi kesempatan kepada penyedia barang/jasa lainnya yang
memenuhi kualifikasi.
c. Pemilihan Langsung adalah pelaksanaan pengadaan barang dan jasa
tanpa melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas yang dilakukan dengan
membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran, sekurang-kurangnya 3 (tiga)
penawar dari penyedia barang/jasa yang telah lulus prakualifikasi dan langsung
dilakukan negosiasi baik teknis maupun harga.
d. Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Jasa
dengan cara menunjuk langsung 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa.
e. Pengadaan Langsung adalah pemilihan penyedia barang/jasa dengan
penunjukan langsung terhadap 1 (satu) penyedia barang/jasa dengan cara
melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang
wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. Ukuran untuk
menentukan pelulusan adalah penawaran yang paling menguntungkan bagi
Negara dan yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai calon pemenang,
dengan memperlihatkan keadaan umum dan keadaan pasar, baik untuk jangka
pendek atau jangka menengah. Dalam praktek pelaksanaan pelelangan,
penentuan pelulusan pelelangan didasarkan atas penawaran yang terendah yang
dapat dipertanggungjawabkan (the lowest responsible bid).59
Dalam Perpres No. 54 Tahun 2010 ditentukan bahwa peserta pemilihan
Penyedia atau lelang yang merasa keberatan atas penetapan pemenang lelang.

4. Sanggahan dan Penunjukan Pemenang


diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara tertulis,
selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah pengumuman
pemenang lelang (Pasal 82 ayat (1) Perpres No. 54 Tahun 2010). Dalam Pasal
81 ayat (1) ditentukan bahwa Peserta pemilihan yang merasa dirugikan dapat
mengajukan surat sanggahan kepada instansi pemerintah pengguna jasa
konstruksi, apabila menemukan :
Kemudian Pengguna Jasa akan mengeluarkan surat penunjukan penyedia
barang/jasa (SPPBJ) sebagai pelaksana pekerjaan yang dilelangkan, dengan
ketentuan : a. Penyimpangan terhadap ketentuan dan prosedur yang telah diatur
dalam Peraturan Presiden ini dan yang telah ditetapkan dalam dokumen
Pengadaan Jasa; b. Adanya rekayasa tertentu yang mengakibatkan terjadinya
persaingan yang tidak sehat; c. Adanya penyalahgunaan wewenang oleh ULP
dan/ atau Pejabat yang berwenang lainnya.
1) Tidak ada sanggahan dari peserta lelang;
2) Sanggahan maupun sanggahan banding yang diterima pejabat yang
berwenang terbukti tidak benar; 3) Sanggahan yang diterima melewati waktu
masa sanggah atau telah berakhir.

4. Tahap Pembuatan Kontrak


Tahapan selanjutnya adalah pembentukan kontrak antara pihak pengguna
jasa atau PPK dengan penyedia jasa yang dinyatakan sebagai pemenang.
Para pihak harus segera melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan
dalam pembuatan kontrak, setelah semua lengkap maka dikeluarkanlah
surat perjanjian (kontrak). selanjutnya para pihak akan saling merevisi,
melengkapi isi atau klausul dalam perjanjian tersebut. Apabila telah
terjadi kesepakatan, para pihak wajib menandatangani kontrak tersebut.
Selanjutnya kontrak tersebut akan menjadi acuan atau pedoman bagi para
pihak untuk melaksanakan pekerjaan. Suatu kontrak konstruksi akan
berkahir apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:
Penghentian kontrak terjadi apabila pekerjaan sudah selesai dan setelah
masa pemeliharaan selesai atau dengan kata lain pada penyerahan kedua
dan harga telah dibayar oleh pihak pengguna jasa. Didalam kontrak
konstruksi dikenal adanya dua macam penyerahan yaitu:60
Dengan berakhirnya kontrak dalam hal ini, maka pengguna jasa
wajib membayar kepada Penyedia sesuai dengan prestasi pekerjaan yang
telah dicapai.

L. Berakhirnya Kontrak Konstruksi


1. Penghentian Kontrak
a. Penyerahan pertama yaitu penyerahan pekerjaan fisik setelah selesai
100%.
b. Penyerahankedua yaitu penyerahan pekerjaan setelah masa
pemeliharaan selesai. Pemutusan Kontrak Berakhirnya suatu kontrak
konstruksi dapat disebabkan karena adanya pemutusan kontrak oleh salah
satu pihak atau kedua belah pihak dalam kontrak tersebut. Hal ini terjadi
sebagai salah satu akibat ketidakterlaksanaan suatu kontrak konstruksi.
Berdasarkan LKPP Nomor 6 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pengadaan
Barang/Jasa, pemutusan kontrak kontruksi dilakukan apabila:
a. kebutuhan barang/jasa tidak dapat ditunda melebihi batas berakhirnya
kontrak;
b. berdasarkan penelitian PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), Penyedia
tidak akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun
diberikan kesempatan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak
masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan;
c. Setelah diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaansampai dengan
50 (lima puluh) hari kalender sejak masaberakhirnya pelaksanaan
pekerjaan, Penyedia Barang/Jasatidak dapat menyelesaikan pekerjaan;
d. Penyedia lalai/cidera janji dalam melaksanakankewajibannya dan tidak
memperbaiki kelalaiannya dalamjangka waktu yang telah ditetapkan;
e. Penyedia terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/ataupemalsuan
dalam proses Pengadaan yang diputuskan olehinstansi yang berwenang;
dan/atau
f. pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan KKNdan/atau
pelanggararan persaingan sehat dalampelaksanaan Pengadaan dinyatakan
benar oleh instansiyang berwenang.

Dalam hal pemutusan kontrak yang dilakukan karena


kesalahanPenyedia Jasa, maka dapat disertai sanksi berupa:Dalam hal
pemutusan Kontrak yang dilakukan karena Pengguna Jasa
terlibatpenyimpangan prosedur, melakukan KKN dan/ataupelanggararan
persaingan sehat dalam pelaksanaan Pengadaan,maka Pengguna Jasa
dikenakansanksi berdasarkan peraturanperundang-undangan. Bertitik dari
prinsip proporsionalitas seharusnya sanksi tersebut bersifat fakultatif
bukan komulatif. Prinsip proporsionalitas dalam hal ini digunakan untuk
menilai apakah kesalahan penyedia jasa secara proporsional layak
digunakan sebagai alasan dalam memutus kontrak.
1) Jaminan Pelaksanaan dicairkan;
2) Sisa Uang Muka harus dilunasi oleh Penyedia atau JaminanUang
Muka dicairkan (apabila diberikan);
3) Penyedia Barang/Jasa membayar denda keterlambatanterhadap bagian
kontrak yang terlambat diselesaikansebagaimana ketentuan dalam
kontrak, apabila pemutusankontrak tidak dilakukan terhadap seluruh
bagian kontrak;
4) Penyedia dimasukkan dalam Daftar Hitam.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 studi kasus tentang tinjauan yuridis kontrak konstruksi antara
disperindag kab. asahan dengan pt. menara kharisma internusa medan.
A. Profil PT. Menara Kharisma Internusa Medan Sebelum menguraikan
lebih lanjut mengenai tinjauan yuridis terhadap kontrak konstruksi antara
DISPERINDAG Kab. Asahan dengan PT. Menara Kharisma Internusa Medan,
penulis terlebih dahulu akan menguraikan sedikit mengenai profil dari PT.
Menara Kharisma Internusa yang bertindak sebagai pihak penyedia jasa atau
kontraktor.

PT. Menara Kharisma Internusa didirikan di Medan dengan Akta Notaris


Darmiana Lubis, Sarjana Hukum Nomor 15 Tahun 2003 pada tanggal 9 Agustus
2003. Adapun maksud dan tujuan dari Perseroan ini adalah melanjutkan usaha
Perseroan Komenditer CV. Menara Kharisma Internusa, yang didirikan
dengan Akta Notaris Reny Helena Hutagalung, Sarjana Hukum Nomor 429
pada tanggal 18 September 1995. Adapun usaha dari Perseroan ini adalah
bergerak dibidang :

Untuk mencapai maksud dan tujuannya, Perseroan ini dapat melaksanakan


kegiatan usaha sebagai berikut :
1. Pembangunan;
2. Pengembang;
3. Perdagangan;
4. Perindustrian;
5. Percetakan;
6. Perbengkelan;
7. Agrobisnis;
8. Jasa.
a. Menjalankan usaha dalam bidang Pembangunan, termasuk sebagai
perencana, pelaksana, pengawas, dan pemborong (kontraktor), pembuatan
bangunan-bangunan, gedung-gedung, jalan, jembatan, irigasi, bendungan,
pembukaan lahan, penggalian, pengurungan, pekerjaan pemasangan instalasi
listrik, gas, air minum, telekomunikasi, dan pekerjaan-pekerjaan lain dibidang
pembangunan. b. Menjadi pengembang atau developer proyek perumahan (real
state), pusat perbelanjaan, gedung-gedung, perkantoran dan kawasan industri.

c. Manjalankan perdagangan umum, termasuk perdagangan ekspor-


impor, local dan interinsulair, serta bertindak sebagai grossien, leveransir,
distributor, dan keagenan atau perwakilan dari perusahaan lain, baik dari dalam
maupun luar negeri untuk segala macam barang yang dapat diperdagangkan.

d. Menjalankan usaha dalam industri, antara lain industri garment,


industri material bangunan, industri furnitur, industri manufacturing dan
fabrikasi, industri peralatan teknik dan mekanik, industri perakitan komponen
jadi (elektronik), industri peralatan rumah tangga dan kerajinan tangan.

e. Manjalankan usaha dibidang agrobisnis, meliputi bidang pertanian,


perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan dan pertambakan.

f. Menjalankan usaha dalam bidang perbengkelan, kenderaan bermotor


dan alat-alat berat.

g. Menjalankan usaha dibidang jasa, antara lain penyelenggaraan usaha


teknik, jasa kebersihan, jasa rekreasi, jasa pengolahan data, jasa hiburan, jasa
konsultasi dibidang bisnis management dan administrasi, jasa konsultasi
dibidang teknik engineering, jasa konsultasi bidang arsitek, landscape, design
dan perencanaan, jasa konsultasi bidang study perencanaan, jasa konsultasi
bidang konstruksi sipil dan jasa-jasa lainnya, kecuali dalam bidang hukum dan
pajak.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah membahas Tinjauan Yuridis tentang Kontrak Konstruksi Antara
DISPERINDAG Kab. Asahan dengan PT. Menara Kharisma Internusa
Medan (Study Pada Proyek Pembanguna Pasar Kartini Kisaran), maka
penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
Proses pemilihan Pihak Penyedia Jasa Konstruksi atau Kontraktor dalam
Perjanjian antara Disperindag Kab. Asahan dengan PT. Menara Kharisma
Internusa Medan pemilihan pihak penyedia dilakukan dengan metode
pemilihan langsung, karena pekerjaan konstruksi tersebut merupakan
pekerjaan yang tidak kompleks dan nilai kontrak ini senilai Rp.
4.491.082.000,- (Empat Milyar Empat Ratus Sembilan Puluh Satu Juta
Delapan Puluh Dua Ribu Rupiah). Hal ini berdasarkan Pasal 37 Perpres No.
70 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa pengadaan pekerjaan yang tidak
kompleks dan bernilai paling tinggi Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar
rupiah) dapat dilakukan dengan pemilihan langsung untuk pengadaan
pekerjaan konstruksi.
Dalam pelaksanaan kontrak juga terlihat bahwa kontrak tersebut berjalan
dengan baik dan proyek pembangunan selesai pada waktu yang telah
ditentukan dan hasilnya sesuai dengan perjanjian.
2. Pihak penyedia atau kontraktor bertanggung jawab untuk
menyelesaikan pembangunan proyek sesuai dengan persyaratan baik dari
segi teknis, bahan, mutu dan waktu yang telah ditetapkan dalam kontrak
yang telah disetujui dan ditandatangani oleh kedua belah pihak. Apabila
pihak penyedia melakukan wanprestasi, maka pihak pemberi tugas atau PPK
dapat mengajukan tuntutan agar pekerjaan tetap dilanjutkan, agar pekerjaan
dihentikan, ganti kerugian yang timbul akibat wanprestasi yang dilakukan
oleh pihak penyedia atau kontarktor. Demikian juga dengan pihak pemeberi
tugas atau PPK bertanggung jawab untuk melakukan kewajiban pembayaran
kepada pihak penyedia sesuai dengan jumlah dan waktu yang telah
ditetapkan dalam kontrak.
3. Dalam pelaksanaan kontrak antara DISPERINDAG Kab. Asahan
dengan PT. Menara Kharisma Internusa Medan dalam proyek pembangunan
Pasar Kartini Kisaran, yang menjadi hambatan adalah masalah pedagang
yang awalnya.
menolak untuk dialokasikan sementara dan masalah pembebasan lahan,
sehingga proses pembangunan sedikit terlambat. Namun masalah tersebut
dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat sehingga proyek pembangunan
dapat terus dilanjutkan. Mengenai terjadinya peselisihan antara para pihak,
dalam prakteknya penyelesaian perselisihan tersebut lebih dulu dilakukan
dengan cara musyawarah atau damai. Jika dengan jalan musyawarah tidak
tercapai kata sepakat maka dapat diselesaikan dengan membentuk panitia
Arbitrase hingga kemudian akan diteruskan melalui pengadilan, apabila
melalui cara tersebut diatas tidak tercapai penyelesaian.
B. Saran

1. Dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi sangat di perlukan kerjasama


atau koordinasi yang baik antara pemeberi tugas, perencana konstruksi,
pelaksana konstruksi maupun pengawas konstruksi sehingga pelaksanaan
pekerjaan dapat berjalan dengan baik, efektif, efisien dan terencana.

2. Apabila dalam proses pembangunan proyek ditemukan hal-hal yang


tidak sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati dalam kontrak, maka
pihak pemeberi tugas harus segera memberikan peringatan kepada pihak
penyedia atau kontraktor agar segera memperbaiki pekerjaannya. Hal ini
bertujuan untuk menghindari terjadinya kerugian yang lebih besar.

3. Dalam proses pembangunan proyek, pengawas harus lebih


memperhatikan mutu dari bahan-bahan yang digunakan dalam proyek
pembangunan, hal ini terkait dengan kualitas hasil bangunan.

DAFTAR PUSTAKA
http://repository.maranatha.edu/14573/2/1187054_Chapter1.pdf

http://erepo.unud.ac.id/10447/2/39ff30d032d010d4cab5a1c42a685f8d.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/45137/Chapter%20III-
V.pdf;jsessionid=42596330B18FF0CC9411FA84F8611617?sequence=2

http://jurnal.hukum.uns.ac.id/index.php/privatlaw/article/download/622/580

http://lughman.blogspot.co.id/2015/06/i-a.html

Anda mungkin juga menyukai