Anda di halaman 1dari 5

1.

Kompresi Gambar Huffman

Terdapat dua cara yang dapat dilakukan dalam kompresi citra menggunakan metode
Huffman, yaitu:
1) Menggunakan pohon Huffman
Langkah-langkah penguraian kode Huffman menggunakan pohon Huffman sebagai
berikut:
a. Membaca bit pertama dari string biner
b. Melakukan traversal pada pohon Huffman mulai dari akar sesuai dengan bit yang
dibaca.
c. Jika bit yang dibaca nol maka akar yang dibaca adalah akar kiri, sementara itu jika
yang dibaca 1 maka yang dibaca adalah akar kanan
d. Jika anak dari pohon bukan daun maka baca bit berikutnya dari string biner
e. Pada daun tersebut ditemukan simbol dan proses penguraian kode Huffman selesai.
2) Menggunakan tabel kode Huffman
Tabel kode Huffman disusun menggunakan prefix code, sehingga kode untuk sebuah
karakter tidak bisa menjadi awalan dari kode yang lain. String biner yang dienkripsi dapat
dipisahkan berdasarkan rangkaian bitnya untuk kemudian diuraikan menjadi data awal.
Pada penguraian kode menggunakan tabel kode Huffman yang dapat dilakukan adalah
melihat setiap rangkaian bit yang ditemukan dalam string biner dan hasil enkripsi data di
dalam tabel kode Huffman. Berikut merupakan algoritma Huffman dalam mengkompresi
data.

2. Adaptive Huffman Coding


Adaptive Huffman Coding adalah sebuah teknikAdaptive Coding berdasarkan Huffman
Coding. Teknik yang juga disebut Dynamic Huffman Coding ini ada untuk menutupi salah
satu kekurangan Huffman Coding, yaitu fakta bahwa uncompresser perlu punya
pengetahuan mengenai probabilitas dari symbol di file yang terkompres. Hal ini
menambah bits yang diperlukan untuk meng-enkodekan file, dan apabila pengetahuan
tidak tersedia, mengkompres file membutuhkan 2 langkah :
1) Mencari frekuensi,
2) Mengkompres file
Adaptive Huffman Coding pertama kali dikembangkan oleh Faller dan Gallager, kemudian
mendapatkan perbaikan oleh Donald Knuth. Sebuah metode lain dikembangkan oleh J.S.
Vitter. File yang ter-enkodekan secara dinamis punya dampak besar bagi keefektifan pohon
sebagai encoder dan decoder. Adaptive Huffman Coding lebih efektif dari Huffman
Coding karena pohon terus berevolusi. Pada Huffman Coding yang static, karakter yang
berfrekuensi rendah akan ditempatkan jauh di posisi bawah, dan akan memakan banyak
bits untuk encode. Pada Adaptive Huffman Coding, karakter itu akan dimasukkan pada
daun tertinggi untuk didekodekan, sebelum akhirnya didorong ke bawah pohon oleh
karakter berfrekuensi yang lebih besar. Kuncinya adalah property sibling yang
mengatakan : Setiap simpul (kecuali akar) mempunyai sibling (saudara) dan setiap simpul
dapat diurutkan dengan urutan tidak bertambah berat, dengan setiap simpul
berdampingan dengan saudaranya Algoritma FKG (Faller-Gallager-Knuth) adalah
algoritma standar untuk algoritma Adaptive Huffman . Pada FKG, pohon Huffman secara
dinamik dikomputasi ulang saat dibutuhkan untuk mempertahankan efisiensi kode pohon.
Pada setiap keadaan di proses dekompresisasi, decoder hanya dapat menerima kode yang
telah terpetakan dengan symbol dari sumber, dan ada 2 set symbol dalam kasus ini
3. Aritmatik Koding

Arithmetic Coding adalah suatu metode kompresi data lossless yang berguna untuk memperkecil
(meng-kompresi) ukuran bit yang terdapat pada data tersebut. Aritmatik koding menggantikan satu
deretan symbol input dengan sebuah bilangan floating point. Semakin panjang dan semakin
kompleks pesan yang dikodekan, semakin banyak bit yang diperlukan untuk keperluan tersebut.
Oyput dari artimatik koding ini adalah suatu angka yang lebih kecil dari 1 dan lebih besar atau
sama dengan 0. Angka ini secara unik dapat di-dekode sehingga menghasilkan deretan symbol
yang dipakai untuk menghasilkan angka tersebut.
Unutk menghasilkan anka output tersebut, tiap symbol yang akan di encode diberikan satu set nilai
porbabilitas. Sebagai contoh, adalah sebuah kalimat TELEMATIKA yang akan di encode kan,
akan didaptkan table probabilitas sebagai berikut :

Setelah probabilitas tiap karakter diketahui, tiap symbol atau karakter akan diberikan range tertentu
yang nilainya berkisar di antara 0 dan 1, sesuai dengan probabilitas yang ada. Dalam hal ini tidak
ada ketentuan urt-urutan penentuan segmen, asalkan antara encoder dan decoder melakukan yang
hal sama. Berdasarkan table probabilitas di atas, maka akan di dapatkan table seperti dibawah ini:

Dari table diatas, tiap karakter melingkupi range yang disebutkan kecuali bilangan yang tertinggi.
Jadi huruf/symbol, T sesungguhnya mempunyai range mulai dari 0.80 sampai dengan 0.99999
Selanjutnya untuk melakukan proses encoding dipakai algoritma berikut :

Low adalah output dari proses artimatik koding. Untuk kata TELEMATIKA di atas, pertama
ambil karakter T. nilai CR adalag 1-0 = 1. High_range (T) = 1.00, Low_range(T) = 0.80.
Kemudian didapatkan nilai

Kemudian diambil karakter E. nilai CR adalah 1.0 -0.8 =0.2. High_range(E) = 0.40, Low_range
(E) = 0.20, kemudian didapatka nilai
Dan seterusnya, dapat dilihat pada table dibawah ini

Dari proses ini didaptkan nilai


Low = 0.86537424
Nilai inilah yang akan di transmisikan untuk membawa pesan TELEMATIKA.

4. WDM

Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang merupakan


cikal bakal lahirnya Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM), berkembang dari
keterbatasan yang ada pada sistem serat optik, dimana pertumbuhan trafik pada sejumlah
jaringan backbone mengalami percepatan yang tinggi sehingga kapasitas jaringan tersebut
dengan cepatnya terisi. Hal ini menjadi dasar pemikiran untuk memanfaatkan jaringan
yang ada dibandingkan membangun jaringan baru. Konsep ini pertama kali dipublikasikan
pada tahun 1970, dan pada tahun 1978 sistem WDM telah terealisasi di laboratorium.
Sistem WDM pertama hanya menggabungkan 2 sinyal. Pada perkembangan WDM,
beberapa sistem telah sukses mengakomodasikan sejumlah panjang-gelombang dalam
sehelai serat optik yang masing-masing berkapasitas 2,5 Gbps sampai 5 Gbps. Namun
penggunaan WDM menimbulkan permasalahan baru, yaitu ke-nonlinieran serat optik dan
efek dispersi yang kehadirannya semakin signifikan yang menyebabkan terbatasnya
jumlah panjang-gelombang 2-8 buah saja. Pada perkembangan selanjutnya, jumlah
panjang-gelombang yang dapat diakomodasikan oleh sehelai serat optik bertambah
mencapai puluhan buah dan kapasitas untuk masing-masing panjang gelombang pun
meningkat pada kisaran 10 Gbps, kemampuan ini merujuk pada apa yang disebut DWDM.
Teknologi WDM pada dasarnya adalah teknologi transport untuk menyalurkan berbagai
jenis trafik (data, suara, dan video) secara transparan, dengan menggunakan panjang
gelombang () yang berbeda-beda dalam suatu fiber tunggal secara bersamaan.
Implementasi WDM dapat diterapkan baik pada jaringan long haul (jarak jauh) maupun
untuk aplikasi short haul (jarak dekat). WDM populer karena memungkinkan untuk
mengembangkan kapasitas jaringan tanpa menambah jumlah serat. Sistem WDM dibagi
menjadi 2 segmen : dense dan coarse WDM [1]. Teknologi CWDM dan DWDM
didasarkan pada konsep yang sama yaitu menggunakan beberapa panjang gelombang
cahaya pada sebuah serat optik, tetapi kedua teknologi tersebut berbeda pada jarak antar
panjang gelombang, jumlah kanal, dan kemampuan untuk memperkuat sinyal pada
medium optik.

5. Statistical Multiplexing

Statistical multiplexing yang di maksud termasuk kedalam kelompok Time Division


Multiplexing, atau di kenal dengan Statistical Time Division Multiplexing (STDM).
STDM adalah lanjuatan versi dari TDM di mana alamat terminal kedua kedua-duanya dan
data dirinya dipancarkan bersama bersama-sama untuk menghasilkan sebuah jalur yang
lebih baik. Penggunaan STDM membolehkan luas bidang (bandwith bandwith) untuk
dipisah menjadi 1 baris. STDM dapat mengidentifikasi terminal mana yang mengganggur
/ terminal mana yang membutuhkan transmisi dan mengalokasikan waktu pada jalur yang
dibutuhkannya. Untuk input, fungsi multiplexer ini untuk men-scan buffer-buffer input,
mengumpulkan data sampai penuh, dan kemudian mengirim frame tersebut. Dan untuk
output, multiplexer menerima suatu frame dan mendistribusikan slot-slot data ke buffer
output tertentu. ika ada satu 10MBit yang masuk ke dalam sebuah bangunan bangunan,
STDM , dapat digunakan untuk menyediakan 178 terminal dengan 56k koneksi (178* 56k=
9.96Mb).
Sifat-sifat umumnya adalah :
a. System TDM tidak memerlukan filter yang mahal, dan jumlah filter yang
digunakan lebih sedikit . Karena itu harga peralatan terminal system ini lebih
murah.
b. Kabel yang mempunyai spesifikasi rendah , misalnya kabel yang digunakan untuk
frekuensi pembicara (VF) masih dapat digunakan untuk system TDM, karena
regeneratife repeating dapat menghilangkan pengaruh buruk dari noise, kecacatan
dan crasstalk rendah.
c. Perubahan level (level fluctuation) kanal hanya dipegaruhi oleh karakteristik
peralatan terminal itu sendiri dan tidak tergantung sama sekali dari perubahan
kehilangan oleh saluran (line loss fluctuation). Oleh karena itu net loss circuit yang
diberikan oleh system ini rendah.

Anda mungkin juga menyukai