Kedudukan Niat Dalam Beramal

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 5

KEDUDUKAN NIAT DALAM BERAMAL

1.Tarif / Pengertian Niat


Dalam bahasa Arab, niat sering didefinisikan sebagai : Suara/getaran hati terhadap

sesuatu yang dihadapi sesuai dengan keinginan untuk mendapatkan keuntungan atau

menghindarkan kerugian. Dalam pengertian selanjutnya yang populier dalam ilmu syariy niat

didefinisikan sebagai : Keinginan untuk melakukan amal perbuatan karena mengharap ridha

Allah.

2. Dalil-dalil tentang ikhlas dalam berniat melakukan amal perbuatan.


a. Al Quran Surah Al Bayyinah/98:5

b. Al Quran surah Az Zumar/39:11

c. HR. Bukhari-Muslim

Sesungguhnay amal perbuatan itu disertai niat dan setiap orang mendapat balasan amal

sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang berhijrah hanya karena Allah dan Rasul-Nya maka

hijrahnya itu menuju Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya karena dunia yang ia

harapkan atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya itu menuju yang ia

inginkan. (HR. Bukhari-Muslim)

3. Hakekat niat dalam beramal:


1. Niat merupakan bagian dari Iman.

Niat merupakan amalan hati. Sedangkan iman adalah diyakini di dalam hati, diucapkan dalam

amal dan diuktikan dengan anggota badan dan perbuatan. Allah mencatat niat-niat baik kita

dengan pahala yang sempurna meskipun amalan tersebut belum kita wujudkan. Seperti

sabda Nabi saw. sebagai berikut :

Maka barangsiapa yang bercita-cita hendak mengerjakan kebaikkan tetapi belum

mengamalkannya, Allah mencatat bagi orang tersebut di sisi-Nya dengan kebaikkan yang

sempurna. (Muttafqun alaih)

2. Wajib mengetahui hukum dari sebuah amalan sebelum mengerjakannya.

Setiap muslim wajib mengetahui ilmu sebelum mengamalkannya, apakah amalan tersenut

disyariatkan atau tidak.

3. Disyaratkannya niat pada amalan-amalan ketaatan.

Suatu kebaikkan tidak dikatakan ibadah jika tidak disertai niat untuk beribadah. Niat

membedakan amalan ibadah dengan kebiasaan atau yang bukan bersifat ibadah. Niat

membedakan antara ibadah yang satu dengan yang lain, misalnya puasa di bulan syawal. Bisa
jadi dia puasa syawal bisa juga dia puasa membayar hutang puasa. Itu semua tergantung

dari niat didalam hatinya. Niat juga menentukan tujuan dari sebuah amalan. Apakah

perbuatan itu diniatkan untuk mendapatkan keridhaan Allah atau mengaharapkan selain dari

itu tentukan oleh niatnya.

4. Pentingnya ikhlas di dalam beramal.

Sebuah amal bergantung kepada keikhlasan pelakunya. Mengikhlaskan amalan semata-mata

hanya karena Allah merupakan wujud mentauhidkan Allah. Ikhlas bukan hanya berarti tidak

menuntut apa-apa dari Allah tapi merupakan sebuah tuntutan dan konsekuensi dari

diciptakannya kita oleh Allah. Hendaknya kita senantiasa memperhatikan gerak hati kita,

karena keikhlasan kita senantiasa diuji. Pertama: sebelum beramal perhatikan niatnya,

kepada siapa dank arena apa kita niatkan amal kita. Kedua: ketika sedang beramal, bisa

jadiamalan yang semula ikhlas terganggu disebabkan ada kejadian-kejadian khusus dan tak

terduga. Ketiga: ketika setelah beramal. Tanpa sadar setelah mungkin bertahun-tahun kita

semunyikan, tiba-tiba dalam sebuah obrolan kita ceritakan jasa kita dulu.

5. Baik buruknya amal bergantung kepada niat pelakunya.

Sebuah amal kebaikkan akan menjadi ibadah yang diterima manakala diniatkan dengan niat

yang baik, berupa keikhlasan, Dan akan menjadi buruk manakala diniatkan dengan niat

buruk, berupa ksyirikan -baik kecil apalagi besar-. Akan tetapi seseorang tidak boleh

menghalalkan yang haram semata-mata dengan alasan baiknya niat.

Artinya, kebenaran suatu amal ditentukan oleh niat. Bila niatnya baik maka baik pula nilai

amalnya, dan kalau niatnya jelek maka nilai amalnya pun menjadi jelek. Apabila dikaitkan

dengan niat maka amal kebaikan itu akan masuk salah satu dari tiga kemungkinan, yakni :

Pertama :

Motif dalam beramal adalah karena takut terhadap siksa Allah. Maka amalnya itu adalah

sebagaimana pengabdian seorang hamba. Dalam melakukan pekerjaan dikarenakan merasa

takut kepada tuannya

Kedua :

Motif dalam beramal adalah karena mengharap balasan surga serta pahala. Maka amalnya

itu adalah sebagaimana kerja seorang pedagang, dalam melakukan pekerjaan adalah karena

mengharapkan laba dan keuntungan

Ketiga :

Motif dalam beramal adalah karena merasa malu kepada Allah, melaksanakan pengabdian
dan kesyukuran. Ia melihat bahwa amal kebaikan yang dilakukan amat sedikit, ia merasa

khawatir karena tidak mengetahui apakah amal yang dikerjakan itu diterima oleh Allah atau

ditolak. Inilah amalan orang merdeka. Dia beramal dengan dilandasi oleh niat yang tulus

ikhlas.

Ibadah kategori terakhir inilah yang menjadi motifasi Rasulullah SAW dalam melaksanakan

pengabdian kepada Allah SWT, sebagaimana beliau pernah ditegur oleh sang istri tercinta,

Aisyah ra, saat bangun tengah malam lalu beribadah hingga kedua telapak kaki beliau

membengkak. Aisyah ra berkata :

"wahai utusan Allah, kenapa engkau beribadah sedemikian tekunnya padahal Allah telah

mengampuni (segala) dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?" Jawab beliau : "Tak

bolehkah aku menjadi hamba yang gemar bersyukur?"

Muncullah pertanyaan : Mana yang lebih utama, ibadah karena rasa takut atau ibadah

dengan pengharapan?

Dalam hal ini Imam Al-Ghazali berkata :

Ibadah yang disertai pengharapan adalah utama, karena ibadah yang disertai pengharapan

akan menumbuhkan perasaan cinta sedangkan ibadah yang disertai perasaan takut akan

menumbuhkan perasaan bosan.

Tetapi rasa bosan ini hanya bisa muncul pada orang-orang yang tidak ikhlas dalam

beribadah. Oleh karenanya bagi orang-orang yang ikhlas, maka ketiga kategori amal ibadah

ini semuanya benar. Sehingga seyogyanya motivasi amal ibadah kita adalah ketiga-tiganya,

yakni karena takut, mengharap pahala serta hendak bersyukur dan menunaikan hak Allah.

Beberapa urgensi niat yang ikhlas :

1. Merupakan ruhnya amal

Allah hanya menginginkan hakekat amal bukan rupa dan bentuknya.

2. Salah satu syarat diterimanya amal

3. penentuan nilai/kualitas suatu amal. Suatu amal dapat dibedakan pahalanya berdasakan

perbedaan niatnya.

4. Dapat merubah amal-amal yang mubah dan tradisi menjadi ibadah. Pekerjaan mencari

rezki bisa menjadi ibadah dan jihad fi sabilillah selagi pekerjaan itu dimaksudkan untuk

menjaga dirinya dari hal-hal yang haram dan mencari yang halal.

5. Mendatangkan berkah dan pahala dari Allah, bahkan sebelum ia melaksanakan amalnya.
Cara-cara untuk menumbuhkan niat yang ikhlas :

1. Senantiasa meluruskan niat sebelum mulai beramal.

2. Menyerahkan segala cintanya hanya kepada Allah, Rasul dan akhirat

3. Ilmu ikhlas yang mantap

4. Berteman dengan orang-orang yang ikhlas

5. Membaca sirah orang-orang yang Mushlih

6. Mujahadah terhadap nafsu, maksudnya mengarahkan kehendak untuk memerangi nafsu

yang menjurus kepada keburukan.

7. Berdoa dan memohon kepada Allah

Bukti penguat ikhlas :

1. Takut ketenaran, ketenaran tidak tercela tapi yang tercela itu adalah mencari ketenaran.

2. Menuduh diri sendiri, orang yang mukhlis senantiasa menuduh diri sendiri sebagai orang

yang berlebih-lebihan di sisi Allah dan kurang dalam melaksanakan berbagai kewajiban.

3. Beramal secara diam-diam jauh dari sorotan

4. Tidak menuntun pujian dan tidak terkecoh oleh pujian.

5. Tidak kikir pujian terhadap orang yang memang harus dipuji.

6. Berbuat selaknya dalam memimpin, dia tidak ambisi dan menuntut kedudukan untuk

kepentingan dirinya sendiri.

7. Mencari keridhaan Allah, bukan keridhaan manusia.

8. Menjadikan keridhaan dan kemarahan karena Allah, bukan karena pertimbangan pribadi.

9. Sabar sepanjang jalan

10. Rakus terhadap amal yang bermanfaat

11. Menghindari ujub, merasa puas terhadap apa yang dilakukan.

Dalam menjalankan ibadah kita harus memiliki niat yang ikhlas agar amal ibadah kita

diterima oleh Allah. Selain itu sebuah amalan juga harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah

shallallahu alaihi wa sallam. Kedua hal inilah yang merupakan syarat diterimanya sebuah

amalan.

Niat yang ikhlas namun tidak sesuai tuntunan maka amalannya tidak diterima, begitu

pula jika sebuah amalan dilakukan sesuai tuntunan namun niatnya tidak ikhlas karena Allah

maka amalan tersebut tidak diterima. Oleh karena itu Niat yang ikhlas serta melaksanakan

sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam merupakan hal yang harus dipenuhi

agar amalan diterima. Hal ini tertuang dalam hadits dari Ummul Mukminin, Aisyah

radhiyallahu anha, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,



Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya,

maka perkara tersebut tertolak. (HR. Bukhari)

Dalam riwayat Muslim disebutkan,




Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut

tertolak. (HR. Muslim)

Pada kenyataannya melaksanakan sebuah amalan dengan niat yang ikhlas itu banyak

godaannya. Setan akan menggoda manusia di awal kita berniat, saat beramal kemudian

setelah beramal. Adapun godaan pada niat saat beramal antara lain:

Ujub, yakni perasaan kagum terhadap diri sendiri atau amal perbuatan yang bisa

dilakukan Takabur, yakni menyombongkan diri atau amal perbuatan yang telah

dilakukan.

Riya, yakni beramal karena mengharap penilaian manusia dan mengharap penilaian

Tuhan manusia.

Tasmi (sumah) yakni mengerjakan amal ibadah di tempat yang sepi dari manusia,

tetapi kemudian apa yang dilakukan itu diceritakannya kepada orang lain

Oleh karena itu kita harus selalu memperbaharui niat kita yang hanya untuk Allah baik

sebelum beramal, saat mengerjakannya maupun setelah melaksanakannya. Semoga kita

semua terhindar dari hal-hal yang kita sadari dan tanpa kita sadari dapat merusak amalan-

amalan kita. Allahualam. (st)

Referensi ;

Niat dan Ikhlas DR. Yusuf Al Qordowi

http://katapenagoresanku.wordpress.com/2008/12/15/kedudukan-niat-dalam-beramal/

http://rumaysho.com/belajar-islam/jalan-kebenaran/2899-dua-syarat-diterimanya-

ibadah.html

http://rudy14240.tripod.com/kedudukan_amal.htm

http://myquran.org/forum/index.php?topic=25132.0

Anda mungkin juga menyukai