Anda di halaman 1dari 13

I.

Metode Eksplorasi Langsung

Metode eksplorasi langsung mempunyai pengertian bahwa pengamatan dapat dilakukan dengan
kontak visual dan fisik dengan kondisi permukaan/bawah permukaan, terhadap endapan yang
dicari, serta dapat dilakukan deskripsi megaskopis/mikroskopis, pengukuran, dan sampling
terhadap objek yang dianalisis. Begitu juga dengan interpretasi yang dilakukan, dapat
berhubungan langsung dengan fakta-fakta dari hasil pengamatan lapangan. Metode eksplorasi
langsung ini dapat dilakukan (diterapkan) pada sepanjang kegiatan eksplorasi (tahap awal s/d
detail).

Beberapa metode (aspek) yang akan dipelajari sehubungan dengan Metode Eksplorasi Langsung
ini adalah :

Pemetaan geologi/alterasi.
Tracing float, paritan, dan sumur uji.
Sampling (pengambilan dan preparasi conto).
Pemboran eksplorasi dan sampling pemboran.

1. Pemetaan Geologi

Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan pendataan informasi-informasi geologi


permukaan dan menghasilkan suatu bentuk laporan berupa peta geologi yang dapat
memberikan gambaran mengenai penyebaran dan susunan batuan (lapisan batuan), serta
memuat informasi gejala-gejala struktur geologi yang mungkin mempengaruhi pola
penyebaran batuan pada daerah tersebut. Selain pemetaan informasi geologi, pada
kegiatan ini juga sekaligus memetakan tanda-tanda mineralisasi yang berupa alterasi
mineral.

Tingkat ketelitian dan nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung pada informasi-
informasi pengamatan lapangan dan skala pengerjaan peta. Skala peta tersebut mewakili
intensitas dan kerapatan data singkapan yang diperoleh yang diperoleh. Tingkat ketelitian
peta geologi ini juga dipengaruhi oleh tahapan eksplorasi yang dilakukan. Pada tahap
eksplorasi awal, skala peta 1 : 25.000 mungkin sudah cukup memadai, namun pada tahap
prospeksi s/d penemuan, skala peta geologi sebaiknya 1 : 10.000 s/d 1 : 2.500.
a. Singkapan

Informasi-informasi geologi permukaan tersebut pada umumnya diperoleh melalui pengamatan


(deskripsi) singkapan-singkapan batuan. Singkapan dapat didefinisikan sebagai bagian dari tubuh
batuan/urat/badan bijih yang tersingkap (muncul) di permukaan akibat adanya erosi (pengikisan)
lapisan tanah penutupnya.

Singkapan-singkapan tersebut dapat ditemukan (dicari) pada bagian-bagian permukaan yang


diperkirakan mempunyai tingkat erosi/pengikisan yang tinggi, seperti :

Pada puncak-puncak bukit, dimana pengikisan berlangsung intensif.


Pada aliran sungai, dimana arus sungai mengikis lapisan tanah penutup.
Pada dinding lembah, dimana tanah dapat dikikis oleh air limpasan.
Pada bukaan-bukaan akibat aktivitas manusia, seperti tebing jalan, sumur penduduk, atau
pada parit-parit jalan, tambang yang sudah ada.

Pengamatan-pengamatan yang dapat dilakukan pada suatu singkapan antara lain :

Pengukuran jurus dan kemiringan (strike & dip) lapisan yang tersingkap.
Pengukuran dan pengamatan struktur-struktur geologi (minor atau major) yang ada.
Pemerian (deskripsi) singkapan, meliputi kenampakan megaskopis, sifat-sifat fisik,
tekstur, mineral-mineral utama/sedikit/aksesoris, fragmen-fragmen, serta dimensi
endapan.

b. Lintasan

Dalam melakukan pemetaan geologi yang sistematis, dibutuhkan lintasan-lintasan


pengamatan yang dapat mencakup seluruh daerah pemetaan. Perencanaan lintasan tersebut
sebaiknya dilakukan setelah gambaran umum seperti kondisi geologi regional dan
geomorfologi daerah diketahui, agar lintasan yang direncanakan tersebut efektif dan
representatif.

Pada prinsipnya, lintasan-lintasan yang dibuat pada aliran-aliran sungai atau jalur-jalur
kikisan yang memotong arah umum perlapisan, dengan tujuan dapat memperoleh variasi
litologi (batuan). Kadang-kadang juga diperlukan lintasan-lintasan yang searah dengan jurus
umum perlapisan dengan tujuan dapat mengetahui kemenerusan lapisan. Secara umum
lintasan (traverse) pemetaan ada 2 (dua), yaitu lintasan terbuka dan lintasan tertutup.
Lintasan terbuka mempunyai titik awal dan titik akhir yang tidak sama, sedangkan lintasan
tertutup bersifat loop(titik awal dan titik akhir sama).

Namun yang perlu (penting) diperhatikan, informasi-informasi yang diperoleh dari lintasan-
lintasan yang dibuat dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan korelasi (interpretasi)
batas satuan-satuan litologi.

Selain itu, ada juga metode pemetaan yang dikenal sebagai lintasan kompas dan pengukuran
penampang stratigrafi. Lintasan kompas (measured section atau tali kompas) dilakukan
dengan tujuan membuat penampang (topografi dan litologi) di sepanjang lintasan. Sedangkan
pengukuran penampang stratigrafi dilakukan untuk mengetahui ketebalan, struktur
perlapisan, variasi satuan litologi, atau mineralisasi dengan detail (rinci). Umumnya
pengukuran penampang stratigrafi dilakukan pada salah satu lintasan kompas yang dianggap
paling lengkap memuat informasi litologi keseluruhan wilayah.

c. Interpretasi dan Informasi Data

Informasi-informasi yang dapat dipelajari atau dihasilkan dari kegiatan pemetaan geologi/alterasi
antara lain :

Posisi atau letak singkapan (batuan, urat, atau batubara).


Penyebaran, arah, dan bentuk permukaan dari endapan, bijih, atau batubara.
Penyebaran dan pola alterasi yang ada.
Variasi, kedudukan, kontak, dan ketebalan satuan litologi (stratigrafi atau formasi).
Struktur geologi yang mempengaruhi kondisi geologi daerah.
Informasi-informasi pendukung lainnya seperti geomorfologi, kondisi geoteknik dan
hidrologi.
Bangunan-bangunan, dll.

Sedangkan dalam melakukan interpretasi tersebut, beberapa kaidah dasar geologi perlu
diperhatikan, antara lain :

Efek fisiografis ; berhubungan dengan topografi dan morfologi.


Zona-zona mineralogis ; berhubungan dengan batas zona endapan/bijih, zona pelapukan,
dan zona (penyebaran) alterasi.
Aspek stratigrafi dan litologi ; berhubungan dengan perlapisan batuan, zona-zona intrusi,
dan proses sedimentasi.
Aspek struktur ; berhubungan dengan ketidak selarasan, patahan, lipatan, zona kekar,
kelurusan-kelurusan, dll.

Dari hasil pemetaan geologi/alterasi yang baik, maka dapat memberikan manfaat antara lain :

Daerah (zona) pembawa bijih (zona endapan) dapat diketahui (diperkirakan).


Dapat disusun model geologi endapan yang bersangkutan.
Pekerjaan eksplorasi yang berlebihan (di luar zona bijih/endapan) dapat dihindarkan
(efisiensi).
Daerah-daerah yang belum dieksplorasi (dipelajari) dapat diketahui dengan pasti.

2. Tracing float, paritan, dan sumur uji.

a. Tacing Float (parit uji)

Float adalah fragmen-fragmen atau pecahan-pecahan (potongan-potongan) dari badan bijih yang
lapuk dan tererosi. Akibat adanya gaya gravitasi dan aliran air, maka float ini ditransport ke
tempat-tempat yang lebih rendah (ke arah hilir). Pada umumnya, float ini banyak terdapat pada
aliran sungai-sungai

Tracing (penjejakan perunutan) float ini pada dasarnya merupakan kegiatan pengamatan pada
pecahan-pecahan (potongan-potongan) batuan seukuran kerakal s/d boulder yang terdapat pada
sungai-sungai, dengan asumsi bahwa jika terdapat pecahan-pecahan yang mengandung
mineralisasi, maka sumbernya adalah pada suatu tempat di bagian hulu dari sungai tersebut.
Dengan berjalan ke arah hulu, maka diharapkan dapat ditemukan asal dari pecahan (float)
tersebut.

Intensitas, ukuran, dan bentuk butiran float yang mengandung mineralisasi (termineralisasi)
dapat digunakan sebagai indikator untuk menduga jarak float terhadap sumbernya. Selain itu
sifat dan karakteristik sungai seperti kuat arus, banjir, atau limpasan juga dapat menjadi faktor
pendukung.
Selain dengan tracing float, dapat juga dilakukan tracing dengan pendulangan
(tracing with panning). Pada tracing float, material yang menjadi panduan berukuran kasar
(besar), sedangkan dengan menggunakan dulang ditujukan untuk material-material yang
berukuran halus (pasir s/d kerikil). Secara konseptual tracing dengan pendulangan ini mirip
dengan tracing float.

Informasi-informasi yang perlu diperhatikan adalah :

Peta jaringan sungai.


Titik-titik (lokasi) pengambilan float.
Titik-titik informasi dimana float termineralisasi/tidak termineralisasi.
Titik-titik informasi kuantitas dan kualitas float.
Lokasi dimana float mulai hilang.

Pada lokasi dimana float mulai hilang, dapat diinterpretasikan bahwa zona sumber float telah
terlewati, sehingga konsentrasi penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada daerah
dimana float tersebut mulai hilang. Secara teoritis, pada daerah dimana float tersebut hilang
dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan uji paritan (trenching) dan uji sumuran
(test pitting).

b. Treching (pembuatan paritan)

Trenching (pembuatan paritan) merupakan salah satu cara dalam observasi singkapan atau dalam
pencarian sumber (badan) bijih/endapan.

Pada pengamatan (observasi) singkapan, paritan uji dilakukan dengan cara menggali tanah
penutup dengan arah relatif tegak lurus bidang perlapisan (terutama pada endapan berlapis).
Informasi yang diperoleh antara lain ; jurus bidang perlapisan, kemiringan lapisan, ketebalan
lapisan, karakteristik perlapisan (ada split atau sisipan), serta dapat sebagai lokasi sampling.
Sedangkan pada pencarian sumber (badan) bijih, parit uji dibuat berupa series dengan arah
paritan relatif tegak lurus terhadap jurus zona badan bijih, sehingga batas zona bijih tersebut
dapat diketahui..

Pembuatan trenching (paritan) ini dilakukan dengan kondisi umum sebagai berikut :

Terbatas pada overburden yang tipis,


Kedalaman penggalian umumnya 22,5 m (dapat dengan tenaga manusia atau dengan
menggunakan eksavator/back hoe),
Pada kondisi lereng (miring) dapat dibuat mulai dari bagian yang rendah, sehingga dapat
terjadi mekanisme self drainage (pengeringan langsung).

Test pit (sumur uji) merupakan salah satu cara dalam pencarian endapan atau pemastian
kemenerusan lapisan dalam arah vertikal. Pembuatan sumur uji ini dilakukan jika dibutuhkan
kedalaman yang lebih (> 2,5 m). Pada umumnya suatu deretan (series) sumur uji dibuat searah
jurus, sehingga pola endapan dapat dikorelasikan dalam arah vertikal dan horisontal.

Sumur uji ini umum dilakukan pada eksplorasi endapan-endapan yang berhubungan dengan
pelapukan dan endapan-endapan berlapis.

Pada endapan berlapis, pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan kemenerusan
lapisan dalam arah kemiringan, variasi litologi atap dan lantai, ketebalan lapisan, dan
karakteristik variasi endapan secara vertikal, serta dapat digunakan sebagai lokasi
sampling. Biasanya sumur uji dibuat dengan kedalaman sampai menembus keseluruhan
lapisan endapan yang dicari, misalnya batubara dan mineralisasi berupa urat (vein).
Pada endapan yang berhubungan dengan pelapukan (lateritik atau residual), pembuatan
sumur uji ditujukan untuk mendapatkan batas-batas zona lapisan (zona tanah, zona
residual, zona lateritik), ketebalan masing-masing zona, variasi vertikal masing-masing
zona, serta pada deretan sumur uji dapat dilakukan pemodelan bentuk endapan.

Pada umumnya, sumur uji dibuat dengan besar lubang bukaan 35 m dengan kedalaman
bervariasi sesuai dengan tujuan pembuatan sumur uji. Pada endapan lateritik atau residual
kedalaman sumur uji dapat mencapai 30 m atau sampai menembus batuan dasar.

Dalam pembuatan sumur uji tersebut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

ketebalan horizon B (zona laterit/residual),


ketinggian muka airtanah,
kemungkinan munculnya gas-gas berbahaya (CO2, H2S),
kekuatan dinding lubang, dan
kekerasan batuan dasar.

3. Pengambilan Sampel

Sampel (conto) merupakan satu bagian yang representatif atau satu bagian dari keseluruhan yang
bisa menggambarkan berbagai karakteristik untuk tujuan inspeksi atau menunjukkan bukti-bukti
kualitas, dan merupakan sebagian dari populasi stastistik dimana sifat-sifatnya telah dipelajari
untuk mendapatkan informasi keseluruhan.

Secara spesifik, conto dapat dikatakan sebagai sekumpulan material yang dapat mewakili jenis
batuan, formasi, atau badan bijih (endapan) dalam arti kualitatif dan kuantitatif dengan pemerian
(deskripsi) termasuk lokasi dan komposisi dari batuan, formasi, atau badan bijih (endapan)
tersebut. Proses pengambilan conto tersebut disebut sampling (pemercontoan).

Sampling dapat dilakukan karena beberapa alasan (tujuan) maupun tahapan pekerjaan (tahapan
eksplorasi, evaluasi, maupun eksploitasi).

Selama fase eksplorasi sampling dilakukan pada badan bijih (mineable thickness) dan
tidak hanya terbatas pada zona mineralisasi saja, tetapi juga pada zona-zona low
grade maupun material barren, dengan tujuan untuk mendapatkan batas yang jelas antara
masing-masing zona tersebut.
Selama fase evaluasi, sampling dilakukan tidak hanya pada zona endapan, tapi juga pada
daerah-daerah di sekitar endapan dengan tujuan memperoleh informasi lain yang
berhubungan dengan kestabilan lereng dan pemilihan metode penambangan.
Sedangkan selama fase eksploitasi, sampling tetap dilakukan dengan tujuan kontrol kadar
(quality control) dan monitoring front kerja (kadar pada front kerja yang aktif, kadar
pada bench open pit, atau kadar pada umpan material).

Pemilihan metode sampling dan jumlah conto yang akan diambil tergantung pada beberapa
faktor, antara lain :

Tipe endapan, pola penyebaran, serta ukuran endapan.


Tahapan pekerjaan dan prosedur evaluasi,
Lokasi pengambilan conto (pada zona mineralisasi, alterasi, atau barren),
Kedalaman pengambilan conto, yang berhubungan dengan letak dan kondisi batuan
induk.
Anggaran untuk sampling dan nilai dari bijih.

Beberapa kesalahan yang mungkin terjadi dalam sampling, antara lain :

Salting, yaitu peningkatan kadar pada conto yang diambil sebagai akibat masuknya
material lain dengan kadar tinggi ke dalam conto.
Dilution, yaitu pengurangan kadar akibatnya masuknya waste ke dalam conto.
Erratic high assay, yaitu kesalahan akibat kekeliruan dalam penentuan posisi (lokasi)
sampling karena tidak memperhatikan kondisi geologi.
Kesalahan dalam analisis kimia, akibat conto yang diambil kurang representatif.

Salah satu keputusan penting di dalam kegiatan eksplorasi adalah menentukan kapan kegiatan
pemboran dimulai dan diakhiri. Pelaksanaan pemboran sangat penting jika kegiatan yang
dilakukan adalah menentukan zona mineralisasi dari permukaan. Kegiatan ini dilakukan untuk
memperoleh gambaran mineralisasi dari permukaan sebaik mungkin, namun demikian kegiatan
pemboran dapat dihentikan jika telah dapat mengetahui gambaran geologi permukaan dan
mineralisasi bawah permukaan secara menyeluruh.

Dalam melakukan perencanaan pemboran, hal-hal yang perlu diperhatikan dan direncanakan
dengan baik adalah :

kondisi geologi dan topografi,


tipe pemboran yang akan digunakan,
spasi pemboran,
waktu pemboran, dan
pelaksana (kontraktor) pemboran.
Selain itu aspek logistik juga harus dipikirkan dengan cermat, antara lain :

juru bor,
peralatan dan onderdil yang dibutuhkan,
alat transportasi,
konstruksi peralatan pemboran, dll.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan alat pemboran :

tujuan (open hole coring),


topografi dan geografi (keadaan medan, sumber air),
litologi dan struktur geologi (kedalaman pemboran, pemilihan mata bor),
biaya dan waktu yang tersedia, serta
peralatan dan keterampilan.

Hasil yang diharapkan dari pemboran eksplorasi, antara lain :

identifikasi struktur geologi,


sifat fisik batuan samping dan badan bijih,
mineralogi batuan samping dan badan bijih,
geometri endapan,
sampling, dll.

4. Pemboran

Salah satu keputusan penting di dalam kegiatan eksplorasi adalah menentukan kapan kegiatan
pemboran dimulai dan diakhiri. Pelaksanaan pemboran sangat penting jika kegiatan yang
dilakukan adalah menentukan zona mineralisasi dari permukaan. Kegiatan ini dilakukan untuk
memperoleh gambaran mineralisasi dari permukaan sebaik mungkin, namun demikian kegiatan
pemboran dapat dihentikan jika telah dapat mengetahui gambaran geologi permukaan dan
mineralisasi bawah permukaan secara menyeluruh.
Dalam melakukan perencanaan pemboran, hal-hal yang perlu diperhatikan dan direncanakan
dengan baik adalah :

kondisi geologi dan topografi,


tipe pemboran yang akan digunakan,
spasi pemboran,
waktu pemboran, dan
pelaksana (kontraktor) pemboran.

Selain itu aspek logistik juga harus dipikirkan dengan cermat, antara lain :

juru bor,
peralatan dan onderdil yang dibutuhkan,
alat transportasi,
konstruksi peralatan pemboran, dll.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan alat pemboran :

tujuan (open hole coring),


topografi dan geografi (keadaan medan, sumber air),
litologi dan struktur geologi (kedalaman pemboran, pemilihan mata bor),
biaya dan waktu yang tersedia, serta
peralatan dan keterampilan.

Hasil yang diharapkan dari pemboran eksplorasi, antara lain :

identifikasi struktur geologi,


sifat fisik batuan samping dan badan bijih,
mineralogi batuan samping dan badan bijih,
geometri endapan,
sampling, dll.
Umumnya mekanisme pemboran dibagi menjadi tiga jenis, yaitu rotary drilling, percussive
drilling, dan rotary-percussive drilling. Pada mekanisme rotary drilling terdapat tiga macam
penggerak atau pemutar stang bor yaitu spindle, rotary table, dan top drive. Mesin penggerak
yang digunakan dapat bekerja secara mekanik (dengan bahan bakar) maupun elektrik. Mata bor
yang sering digunakan umumnya berupa tricone bit untuk pemboran open hole (non coring)
ataupun diamond bit untuk pemboran inti (coring).

Fluida bor yang sering digunakan dalam suatu operasi pemboran dapat berupa udara, air, lumpur
atau campuran air dan lumpur. Fluida bor pada umumnya berfungsi untuk : (a) pendingin mata
bor, (b) pelumas, (c) mengangkat sludge ke atas, (d) melindungi dinding lubang bor dari
runtuhan.

II. EKSPLORASI TIDAK LANGSUNG

Metode eksplorasi tidak langsung ialah suatu metode eksplorasi yang tidak berhubungan
langsung dengan kondisi permukaan atau bawah permukaan, terhadap endapan yang dicari.
Namun melalui anomaly-anomali yang diperoleh dari hasil pengamatan/pengukuran dengan
memanfaatkan sifat-sifat fisik atau kimia dari endapan.
Beberapa metode eksplorasi tidak langsung adalah :
Penginderaan Jarak Jauh
Metoda Geofisika
Metoda geokimia
A. Penginderaan jarak jauh
Penginderaan jarak jauh dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan satelit, radar, radar
inframerah, seismogram, sonar, dan lain-lain.
B. Metoda tidak langsung cara geofisika
Geofisika merupakan disiplin ilmu atau metoda untuk memperkirakan lokasi akumulasi
bahan/tambang dengan cara pengukuran besaran-besaran fisik batuan bawah permukaan bumi.
Metoda yang dapat dilakukan eksplorasi geofisika diantaranya :
a. Metoda Gravitasi
Metoda ini berdasarkan hukum gaya tarik antara dua benda di alam. Bumi sebagai salah satu
benda di alam juga menarik benda-benda lain di sekitarnya. Kalau sebuah bandul digantung
dengan sebuah pegas, maka pegas tersebut akan merengganng akibat bandulnya mengalami
gravitasi, di tempat yang gravitasinya rendah maka regangan tadi kecil dan di tempat yang
gravitasinya besar maka regangan tadi juga lebih besar. Dengan demikian dapat diperkirakan
bentuk struktur bawah tanah dari melihat besarnya nilai gravitasi dari bermacam-macam lokasi
dari suatu daerah penyelidikan.
Di lapangan besarnya gravitasi ini diukur dengan alat yang disebut gravimeter, yaitu suatu alat
yang sangat sensitif dan presisi. Gravimeter bekerja atas dasar torsion balance, maupun bantuk
atau pendulum, dan dapat mengukur perbedaan yang kecil dalam gravitasi bumi di berbagai
lokasi pada suatu daerah penyelidikan. Gaya gravitasi bumi dipengaruhi oleh besarnya ukuran
batuan, distribusi atau penyebaran batuan, dan kerapatan (density) dari batuan. Jadi kalau ada
anomali gravitasi pada suatu tempat, mungkin di situ terdapat struktur tertentu, seperti lipatan,
tubuh intrusi dangkal, dan sebagainya. Juga jalur suatu patahan besar, meskipun tertutup oleh
endapan aluvial, sering dapat diketahui karena adanya anomali gravitasi.

b. Metoda Magnetik
Bumi adalah suatu planet yang bersifat magnetik, dimana seolah-olah ada suatu barang magnet
raksasa yang membujur sejajar dengan poros bumi. Teori modern saat ini mengatakan bahwa
medan magnet tadi disebabkan oleh arus listrik yang mengalir pada inti bumi. Setiap batang
magnet yang digantung secara bebas di muka bumi. Di setiap titik permukaan bumi medan
magnet ini memiliki dua sifat utama yang penting di dalam eksplorasi, yaitu arah dan intensitas.
Arah dari medan magnet dinyatakan dalam cara-cara yang sudah lazim, sedang intensitas
dinyatakan dalam apa yang disebut gamma. Medan magnet bumi secara normal memiliki
intensitas 35.000 sampai 70.000 gamma jika diukur pada permukaan bumi. Bijih yang
mengandung mineral magnetik akan menimbulkan efek langsung pada peralatan, sehingga
dengan segera dapat diketahui.
Metoda eksplorasi dengan magneti sangat berguna dalam pencarian sasaran eksplorasi sebagai
berikut :
- Mencari endapan placer magnetik pada endapan sungai
- Mencari deposit bijih besi magnetik di bawah permukaan
- Mencari bijih sulfida yang kebetulan mengandung mineral magnetit sebagai mineral ikutan
- Intrusi batuan basa dapat diketahui kalau kebetulan mengandung magnetit dalam jumlah cukup
- Untuk dapat mengetahui ketebalan lapisan penutup pada suatu batuan beku yang mengandung
mineral magnetik.

c. Metoda Seismik
Metoda ini jarang dipergunakan dalam penyelidikan pertambangan bijih tetapi banyak
dipergunakan dalam penyelidikan minyak bumi. Suatu gempa atau getaran buatan dibuat dengan
cara meledakan dinamit pada kedalaman sekitar 3 meter dari permukaan bumi dan kecepatan
merambatnya getaran yang terjadi diukur. Untuk mengetahui kecepatan rambatan getaran
tersebut pada perlapisan-perlapisan batuan, disekitar titik ledakan dipasang alat penerima getaran
yang disebut geofon (seismometer). Geofon-geofon yang dipasang secara teratur di sekitar
lobang ledakan tadi akan terbias atau refraksi. Dengan mengetahui waktu ledakan dan waktu
kedatangan gelombang-gelombang tadi, maka dapat diketahui kecepatan rambatan waktu getaran
melalui perlapisan-perlapisan batuan. Dengan demikian konfigurasi struktur bahwa permukaan
dapat diketahui. Gelombang akan merambat dengan kecepatan yang berbeda pada batuan yang
berbeda-beda. Geophone merupakan alat penerima gelombang yang dipantulkan kepermukaan,
hidrophone untuk gelombang di dasar laut.
Cepat rambat gelombang seismik pada batuan tergantung pada :
1. Jenis batuan
2. Derajat pelapukan
3. Derajat pergerakan
4. Tekanan
5. Porositas (kadar air)
6. Umur (diagenesa, konsolidasi, dll)
H. Mooney (1977) mengatakan bahwa harga cepat rambat gelombang akan lebih besar
(dibandingkan) :
1. Batuan beku basa : batuan beku asam
2. Batuan beku : batuan sedimen
3. Sedimen terkonsolidasi : sedimen un-konsolidasi
4. Sedimen unkonsolidasi : sedimen un-konsolidasi
5. Soil basah : soil kering
6. B. sedimen karbonat : batupasir
7. Batuan utuh : batuan terkekarkan
8. Batuan segar : batuan lapuk
9. Batuan berat : batuan ringan
10. Batuan berumur tua : batuan berumur muda

d. Metoda Geolistrik
Dalam metoda ini yang diukur adalah tahanan jenis (resistivity) dari batuan. Yang dimaksud
dengan tahanan jenis batuan adalah tahanan yang diberikan oleh masa batuan sepanjang satu
meter dengan luas penampang satu meter persegi kalau dialiri listrik dari ujung ke ujung,
satuannya adalah Ohm-m2/m atau disingkat Ohm-meter.
Dalam cara pengukuran tahanan jenis batuan di dalam bumi biasanya dipakai sistem empat
elektrode yang dikontakan dengan baik pada bumi. dua elektrode dipakai untuk memasukan arus
listrik ke dalam bumi, disebut elektrode arus (current electrode) disingkat C, dan dua elektrode
lainnya dipakai untuk mengukur voltage yang timbul karena arus tadi, elektrode ini disebut
elektrode potensial atau potential electode disingkat P. ada beberapa cara dalam penyusun ke
empat elektode tersebut, dua diantaranya banyak yang dipakai adalah cara Wenner dan cara
Shlumberger.

C. Metoda tidak langsung cara geokimia


Pengukuran sistimatika terhadap satu atau lebih unsur jejak (trace elements) pada batuan, tanah,
stream, air atau gas.
Tujuannya untuk mencari anomali geokimia berupa konsentrasi unsur-unsur yang kontras
terhadap lingkungannya atau background geokimia.
Anomali dihasilkan dari mobilitas dan dispresi unsur-unsur yang terkonsentrasi pada zona
mineralisasi. Anomali merupakan perbedaan-perbedaan yang mencolok antara satu titik atau
batuan dengan titik lainnya.
Pada dasarnya eksplorasi jenis ini lebih cenderung untuk menentukan perbedaan mendasar
(anomali) unsur-unsur yang terdapat pada tanah atau sampel yang kita cari. Proses untuk
membedakan unsur ini dilakukan dengan beberapa reaksi kimia.

Anda mungkin juga menyukai