Anda di halaman 1dari 2

FORMULASI JAHE MERAH, KUNYIT, DAN TEMULAWAK PADA PEMBUATAN

HERBAL CELUP SEBAGAI MINUMAN SUMBER ANTIOKSIDAN

Oleh

Helta Yolanda1, Samsu Udayana N2, dan A Sapta Zuidar2

ABSTRAK

Berbagai jenis rempah-rempah sudah lama diketahui memiliki aktivitas antioksidan. Jahe
merah, kunyit, dan temu lawak merupakan contoh herbal yang terbukti memiliki aktivitas
antioksidan baik secara in vitro maupun in vivo. Secara tradisional rempah-rempah ini telah
digunakan sebagai bahan baku minuman atau bumbu masak. Pembuatan herbal celup
merupakan salah satu alternatif pengolahan dari rempah-rempah. Penelitian ini bertujuan
untuk mendapatkan formulasi herbal celup dari jahe merah merah, temu lawak, dan kunyit
yang menghasilkan minuman dengan aktivitas antioksidan yang tinggi dan disukai konsumen.

Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama bertujuan untuk menentukan formula
minuman herbal yang paling disukai berdasarkan uji organoleptik. Tahap kedua dilakukan
pengamatan yang bertujuan untuk menentukan total senyawa polifenol dan aktivitas
antioksidan minuman herbal yang paling disukai pada tahap pertama. Perlakuan terdiri dari
kombinasi antara jahe merah , kunyit, dan temu lawak kering, dengan F1, F2, dan F3 sebagai
kontrol. Perlakuan F4, F5, F6, F7, F8, F9 dan F10 untuk penelitian tahap pertama dan F4, F5,
dan F10 untuk penelitian tahap kedua disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap
(RAKL) dengan 3 ulangan. Data yang diperoleh selanjutnya akan diuji kesamaan ragamnya
dengan uji Bartlet, kemenambahan data diuji dengan uji Tukey, serta analisis ragam untuk
mendapatkan penduga ragam galat. Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji
Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 1% dan 5%.

Hasil penelitian menunjukan perlakuan formulasi minuman herbal celup terbaik adalah
formulasi F4 (1 g jahe merah, 0,5g kunyit). Perlakuan F4 menghasilkan total fenol 1,29
(%TAE), dan aktivitas antioksidan 51,66 % RSA.

KAJIAN FORMULASI TEPUNG TAPIOKA DAN PUTIH TELUR TERHADAP


SIFAT FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK SOSIS BELUT

Oleh
Eva Dharmawati1, Susilawati2, dan Fibra Nurainy2

ABSTRAK

Pengolahan ikan belut menjadi sosis diharapkan akan meningkatkan nilai ekonomi belut,
karena sosis merupakan produk makanan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Dalam
proses pembuatan sosis peningkatan kualitas penerimaan terhadap tekstur sosis merupakan
faktor penting yang berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan. Hal ini dapat dilakukan
dengan mengurangi sifat liat seperti karet dari ikan belut. Oleh karena itu, diperlukan
penambahan bahan pengisi dan pengikat untuk memperbaiki tekstur sosis. Tujuan penelitian
ini adalah untuk memperoleh formulasi tepung tapioka dan putih telur yang menghasilkan
sosis belut dengan sifat fisik, kimia dan organoleptik terbaik. Hipotesis yang diajukan adalah
terdapat formulasi tepung tapioka dan putih telur yang menghasilkan sosis belut dengan sifat
fisik, kimia dan organoleptik terbaik.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan satu
faktor yaitu formulasi tepung tapioka dan putih telur terdiri dari 5 taraf yaitu : 18% : 2% (A1),
15% : 5% (A2), 10% : 10% (A3), 5% : 15% (A4), dan 2% : !8% (A5) (b/b). Perlakuan
tersebut dilakukan dengan tiga kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik
ragam. Kesamaan ragam menggunakan Uji Bartlett dan dilanjutkan dengan Uji BNT pada
taraf 1% dan 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi tepung tapioka dan putih telur 10% : 10%
(A3) menghasilkan sosis belut dengan sifat fisik agak lunak (kekerasan sosis belut 10,07
g/detik), sifat kimia terbaik dengan kriteria kadar air 63,49% dan kadar protein 12,52% hasil
ini terutama telah memenuhi syarat mutu sosis daging (SNI 01 3020 1995), sedangkan
hasil uji organoleptik menghasilkan warna hitam keabuan, tekstur kompak, rasa agak suka
dan penerimaan keseluruhan agak suka.

Anda mungkin juga menyukai