BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Sel Surya
Sistem photovoltaik yang telah diteliti dan paling terkenal adalah sistem
photovoltaik generasi ketiga yang dikembangkan oleh Michael Gratzel pada 1991
dimana sistem ini dinamakan sel surya pewarna tersensitisasi (Dye Sensitized Solar
Cells) (Oregan dan Gratzel, 1991). Perkembangan sistem konversi energi surya
menjadi energi listrik berlangsung melalui sistem yang disebut sel photovoltaik. Sel
surya merupakan suatu mekanisme yang bekerja berdasarkan efek photovoltaik
dimana foton dari radiasi diserap kemudian dikonversi menjadi energi listrik. Efek
photovoltaik sendiri adalah suatu peristiwa terciptanya muatan listrik di dalam
bahan sebagai akibat penyerapan (absorbsi) cahaya dari bahan tersebut (Schmidt
dan Gratzel, 2006).
Parameter yang mengkonversi radiasi sinar matahari menjadi energi listrik
antara lain intensitas radiasi, yaitu jumlah daya matahari yang mengenai permukaan
per luasan dan karakteristik spektrum cahaya matahari (Green dan Martin, 1982).
Adapun spektrum radiasi matahari dapat ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Dari Gambar 2.1, dapat ditunjukkan bahwa spektrum sinar ultraviolet berada
pada rentang panjang gelombang 200 nm 400 nm, spektrum sinar tampak (visible)
berada pada rentang panjang gelombang 400 nm 700 nm, dan spektrum sinar
inframerah yang merupakan komponen terbesar spektrum sinar matahari, melebar
hingga panjang gelombang 2500 nm. Menurut D. Dwidjoseputro (1989): Papib
(2010) sinar matahari terdiri atas berbagai sinar yang berlainan gelombangnya. Sinar-
sinar tampak oleh mata bergelombang 400 nm 700 nm. Diurutkan dari yang
bergelombang panjang maka sinar-sinar tersebut adalah merah, jingga, kuning, hijau,
biru, nilai, dan ungu. Sinar-sinar yang bergelombang lebih pendek daripada sinar
ungu adalah sinar ultraviolet, sinar X, sinar gamma, dan sinar kosmik. Skala
spektrum cahaya tampak dapat ditunjukkan pada Tabel 2.1 berikut.
a. Substrat Oksida
Substrat yang digunakan pada DSSC yaitu jenis TCO (Transparant Conductive
Oxide) yang merupakan kaca transparan konduktif. Lapisan substrat oksida
berfungsi sebagai kolektor arus dan bahan substrat itu sendiri sebagai lapisan
9
penyegel antara sel dalam DSSC dan udara luar. Material yang umumnya digunakan
yaitu Fluorine doped tin oxide (SnF atau FTO) dan Indium Tin Oxide (ITO)
sehingga dalam proses pelapisan material TiO2 pada substrat diperlukan proses
sintering pada temperatur 400-500oC (Gao et al., 2000).
b. Elektroda Kerja
Titanium dioksida (TiO2) merupakan bahan semikonduktor yang bersifat inert,
stabil terhadap fotokorosi dan korosi oleh bahan kimia. Lapisan TiO2 memiliki
bandgap yang tinggi (>3eV) dan memiliki transmisi optik yang baik. Selain itu TiO 2
berpotensial pada aplikasi divais elektronik seperti DSSC dan sensor gas. TiO2 yang
ada di alam pada umumnya mempunyai tiga fasa yaitu rutile, anatase dan brookite.
Dalam aplikasinya pada fotokatalis, hanya dua fasa TiO2 yang sering digunakan
yaitu: anatase dan rutile karena bersifat stabil dibandingkan brookite yang pada
suhu 750oC mampu berubah menjadi rutile. Rutile mempunyai sifat yang paling
stabil dibandingkan dari yang lain, karena mampu berubah pada suhu tinggi.
Anatase bersifat metastabil karena mampu berubah menjadi rutile pada suhu 915oC.
Titania pada fasa anatase umumnya stabil pada ukuran partikel kurang dari 11 nm,
fasa brookite pada ukuran partikel 11-35 nm, dan fasa rutile diatas 35 nm. Dalam
aplikasinya pada fotokatalis, umumnya digunakan TiO2 pada fasa anatase karena
mempunyai kemampuan fotokatalitik yang tinggi. Selain itu, untuk meningkatkan
kinerja sistem, struktur nanokristal dan juga luas permukaan yang tinggi dari TiO2
adalah faktor yang penting untuk menaikan jumlah dye yang terabsorp yang
implikasinya akan menaikan jumlah cahaya yang terabsorpsi (Gratzel, 2003).
merah, biru, dan ungu pada bahan-bahan organik seperti buah, bunga, dan daun
(Prasanta et al., 2011). Senyawa antosianin yang paling banyak ditemukan adalah
pelorgonidin (orange), cyanidin (orange-merah), peonidin (orange-merah),
delphinidin (biru-merah), petunidin (biru-merah), dan malvidin (biru-merah)
(Fernando dan Senadeera, 2008).
Antosianin memiliki struktur kimia yang terdiri dari kation tujuh
hydroxyflavilium, molekul ini berfungsi dalam penyerapan cahaya dan membentuk
warna seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2. Antosianin yang terbentuk secara alami
mempunyai group hydroxyl (HO-) pada posisi 3 dan selalu terhubung dengan
molekul glukosa yang dibutuhkan untuk kesetimbangan termal dan posisi 5 terdapat
satu atau lebih group hydroxyl atau methoxy (CH3O-) pada cincin B. Ragam warna
yang diperlihatkan oleh antosianin tergantung pada nomor dan posisi dari gugusan
yang ada (Fernando dan Senadeera, 2008).
Gambar 2.2. Struktur kimia dasar dari antosianin(Fernando dan Senadeera, 2008).
runcing atau berduri. Mampu menyimpan air dalam jumlah yang banyak pada
seluruh bagian tubuh. Tanaman lidah mertua mengandung zat aktif pregnane
glikosid, abamagenin, kardenolin, saponin, dan polifenol (Hiday, 2015).
Daun Lidah mertua diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Ordo : Liliales
Famili : Agavaceae
Genus : Sansevieria
Spesies : Sansevieria trifasciata
berwarna hijau berbintik merah. Perbungaan tumbuhan ini majemuk, dengan warna
merah muda atau putih dengan diameter 4 6 cm. Buahnya seperti rambutan,
tertutup rambut seperti sikat, berwarna hijau sewaktu masih muda, dan merah tua
apabila sudah masak. Buahnya pipih, panjang 2 4 cm, dan berisi banyak biji kecil
berwarna merah tua. Zat kimia yang terkandung dalam batang dan daun kesumba
diantaranya: tanin, kalsium oksalat, saponin, dan lemak. Selain itu juga, pada akar,
daun, dan bijinya mengandung zat warna biksin, orelin, glukosida, zat samak, dan
damar. Pada bagian daun tumbuhan ini terdapat senyawa kimia diantaranya
flavonoid, polifenol, dan minyak atsiri. Pada bagian biji diambil bagian nonpolarnya
yaitu senyawa bixin yang berwarna kuning, misalnya untuk pewarna margarine,
akan tetapi sebenarnya untuk pewarnaan tekstil dan batik dapat menggunakan
bagian yang biasanya dibuang pada tumbuhan galinggem tersebut yaitu bagian kulit
buah (Wikipedia, 2015).
Kembang sumba diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Kelas : Dycotyledone
Ordo : Malvales
Famili : Bixaceae
Genus : Bixa
Spesies : Bixa orellana
tidak rontok berkembang menjadi buah. Bunganya mekar pada awal senja jika
kuncup bunga sudah berukuran sekitar 30 cm. Buah naga bentuknya bulat agak
lonjong seukuran dengan buah alpukat. Kulit buahnya berwarna merah menyala
untuk buah naga putih dan merah, berwarna merah gelap untuk buah naga hitam,
dan berwarna kuning untuk buah naga kuning. Di sekujur kulit dipenuhi dengan
jumbai-jumbai yang dianalogikan dengan sisik naga. Oleh sebab itu, buah ini
disebut buah naga. Batangnya berbentuk segitiga, durinya sangat pendek dan tidak
mencolok, sehingga sering dianggap kaktus tak berduri. Buah naga dapat
berkembang dengan kondisi tanah dan ketinggian lokasi apapun, namun tumbuhan
ini sangat membutuhkan unsur hara, sehingga apabila tanah mengandung pupuk
yang bagus, maka pertumbuhannya akan baik. Buah naga merah memiliki banyak
manfaat seperti: terapi penyembuhan kanker, membantu menjaga kesehatan kulit,
menurunkan kadar kolesterol, merawat kesehatan mata, dan kesehatan jantung
(Wikipedia, 2016).
Genus : Caesalpinia
Spesies : Caesalpinia sappan L.
memproduksi antosianin dengan intensitas tinggi sehingga warna beras menjadi ungu
pekat mendekati hitam (Anonymous, 2009). Soemartono (1980) melaporkan bahwa
dalam beras ketan hitam (Oryza sativa glutinosa) terdapat zat warna antosianin yang
dapat digunakan sebagai pewarna alami pada makanan. Antosianin merupakan
pigmen berwarna merah, ungu dan biru yang biasa terdapat pada tanaman tingkat
tinggi. Beras ketan hitam kaya akan antosianin terutama sianidin-3-glukosida dan
peonidin-3-glukosida (Buraidah et al., 2011). Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Sangkitikomol et al., kandungan antosianin pada beras ketan hitam lebih tinggi
dibandingkan beras hitam dan beras merah (Sangkitikomol et al., 2010).
Pemilihan kompleks besi didasarkan pada, logam besi terletak pada logam transisi
dimana konfigurasi elektronnya d6 sama seperti logam ruthenium dan osmium (telah
banyak digunakan sebagai pewarna sel surya), logam besi lebih mudah didapat
karena kelimpahan di alam lebih banyak dibandingkan logam yang lain, bersifat
ferromagnetik, memiliki kuantum yang relatif tinggi untuk menghasilkan sensitisasi
pada nanokristalin TiO2, harganya lebih murah dan bisa diperoleh di Indonesia
dengan mudah dibanding logam lain yang pernah diteliti sebelumnya sebagai
kompleks untuk sel surya, larut dalam pelarut polar, panjang gelombangnya pada
daerah UV-vis yaitu 551 nm (Sokolowska, 1996).
n. Elektrolit
Elektrolit yang digunakan pada DSSC terdiri dari iodine (I-) dan triiodide (I3-)
sebagai pasangan redoks dalam pelarut. Larutan elektrolit pada sistem DSSC
berungsi untuk menggantikan kehilangan elektron pada pita HOMO (High Occupied
Molecular Orbital) ke pita LUMO (LowerUnoccupied Molecular Orbital) karena
penyerapan cahaya tampak oleh dye. Elektrolit juga dapat menerima elektron pada
sisi elektroda lawan karena adanya katalis. Karakteristik ideal dari pasangan redoks
untuk elektrolit DSSC yaitu: potensial redoksnya secara termodinamika berlangsung
sesuai dengan potensial dari dye untuk tegangan sel yang maksimal, memiliki
kestabilan yang tinggi baik dalam bentuk terreduksi dan teroksidasi dan inert
terhadap komponen lain pada DSSC. Elektrolit yang digunakan dapat berfase cair
maupun padat, tergantung pada pelarutnya. Biasanya perubahan energi yang
ditimbulkan oleh elektrolit berfase cair lebih baik daripada elektrolit berfase padat.
21
Hal ini disebabkan karena kontak antar permukaan elektrolit dengan pewarna pada
elektrolit berfase cair lebih tinggi (Gratzel, 2003).
o. Elektroda Lawan
Peran dari elekroda lawan ada dua: pertama, transfer elektron dari sirkuit
eksternal kembali ke sistem redoks (Narayan, 2012) dan kedua, mengkatalisis reaksi
reduksi muatan mediator teroksidasi (Ting dan Chao, 2010). Elektroda platinum (Pt)
telah menjadi bahan pilihan karena merupakan katalis yang sangat baik untuk
reduksi triiodide, tetapi tidak diterapkan dalam jumlah besar karena biaya fabrikasi
tinggi sehingga mendorong komunitas riset untuk mencari bahan alternatif
(Calandra et al., 2010). Namun hal inilah yang harus dilakukan untuk meningkatkan
efisiensi dengan menggunakan elekroda lawan dari Platina. Platina berfungsi
mengurangi hambatan atau resistan pada substrat kaca FTO. Pada proses
pendeposisian platina, banyak metode yang digunakan antara lain elektrokimia,
sputtering, spin coating, atau pyrolysis. Terkendala platina merupakan material yang
cukup mahal, grafit dan karbon juga bisa digunakan sebagai elekroda lawan. Karbon
(C) merupakan alternatif menarik yang menawarkan biaya lebih rendah,
konduktivitas yang cukup, tahan panas, tahan terhadap korosi dan menunjukkan
aktivitas elektrokatalitik untuk reduksi triiodide (Ting dan Chao, 2010). Tetapi grafit
dan karbon merupakan katalis yang kurang baik dalam mengurangi resistan atau
hambatan pada substrat kaca FTO.
Pada DSSC dye berfungsi sebagai donor elektron yang menyebabkan timbulnya
hole saat molekul dye terkena sinar matahari. Sehingga dye dapat dikatakan sebagai
semikonduktor tipe-p. Ketika molekul dye terkena sinar matahari, elektron dye
tereksitasi dan masuk ke daerah tereduksi yaitu lapisan titanium dioksida. Prinsip
kerja pada DSSC secara skematik ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Prinsip Kerja DSSC berbasis Dye rutheniumN3 (Calandra et al., 2010)
4. Elektrolit redoks biasanya berupa pasangan iodide dan triiodide (I-/I3-) yang
bertindak sebagai mediator elektron sehingga dapat menghasilkan proses siklus
dalam sel. Triiodide dari elektrolit yang terbentuk akan menangkap elektron
yang berasal dari rangkaian luar dengan bantuan molekul karbon sebagai katalis.
5. Elektron yang tereksitasi masuk kembali ke dalam sel dan bereaksi dengan
elektrolit menuju dye teroksidasi. Elektrolit menyediakan elektron pengganti
untuk molekul dye teroksidasi. Sehinggga dye kembali ke keadaan awal dengan
persamaan reaksi (Smestad dan Gratzel, 1998) :
D+ + e-(elektrolit) elektrolit + D (2.3)
Tegangan yang dihasilkan oleh sel surya TiO2 tersensitisasi dye berasal dari
perbedaan tingkat energi konduksi elektroda semikonduktor TiO2 dengan potensial
elektrokimia pasangan elektrolit redoks (I-/I3-). Sedangkan arus yang dihasilkan dari
sel surya ini terkait langsung dengan jumlah foton yang terlibat dalam proses
konversi dan bergantung pada intensitas penyinaran serta kinerja dye yang
digunakan (Li et al., 2006).
Gambar 2.5 Kurva I-VDye Sensitized Solar Cell (DSSC) (Soga, 2006)
Ketika sel dalam kondisi short circuit, akan dihasilkanarus maksimum atau
arus short circuit (Isc). Pada kondisi rangkaian terbuka atau open circuit maka arus
yang dihasilkan adalah nol, sehingga akan menghasilkan tegangan yang maksimum
atau tegangan open circuit (Voc). Pmaks merupakan suatu titik dimana daya
maksimum yang dihasilkan oleh suatu sel surya. Fill Factor(FF) merupakan suatu
ukuran kuantitatif kualitas suatu sel surya, serta merupakan ukuran luar persegi
kurva I-V, Fill Factor dapat diperoleh menggunakan Persamaan 2.4. (Cari et al.,
2013) :
(2.4)
Dengan menggunakan Fill Factor, maka daya maksimum yang dihasilkan sel surya
dapat diperoleh melalui Persamaan 2.5.
(2.5)
Sehingga didapatkan efisiensi ( ) yang dihasilkan sel surya melalui Persamaan 2.6.
= ( )
(2.6)
25
Efisiensi dari sel surya adalah faktor yang menjadi ukuran kualitas performa
suatu sel surya. Semakin besar efisiensinya maka semakin tinggi pula performa
suatu sel surya (Cari et al., 2013). Efisiensi dari sel surya tergantung pada
temperatur dari sel dan yang lebih penting kualitas illuminasi. Misalnya intensitas
cahaya dan intensitas spektrum yang terdistribusi. Oleh karena itu, standar kondisi
pengukuran harus dikembangkan sejalan dengan pengujian sel surya di
laboratorium (Fredicha et al., 2013).
cahaya datang dengan cahaya setelah melewati materi (sampel)). Proses penyerapan
cahaya oleh suatu zat ditunjukkan oleh Gambar2.6.
I0 I1
l
Gambar 2.6 Skema hukum Lambet-Beer memperlihatkan penurunan energi radiasi akibat
penyerapan cahaya (Atkins dan Paula, 2006)
26
hanya akan terjadi bila suatu molekul terdiri dari dua atom atau lebih. Suatu ikatan
kimia dapat bervibrasi sesuai dengan level energinya sehingga memberikan
frekuensi yang spesifik. Macam-macam vibrasi ada 2 yaitu ada vibrasi regangan
(stretching) dan vibrasi tekuk (bending). Vibrasi stretching ada 2 tipe yaitu
stretching asimetri dan stretching simetri. Perbedaannya, stretching simetris
merupakan perubahan panjang ikatan menjadi lebih panjang atau lebih pendek
namun tidak menyebabkan perubahan momen dipol (momen dipole 0) sehingga IR
tidak aktif (Stuart, 2004).
4) Daerah sidik jari (1500-1700 cm-1), dimana sedikit saja perbedaan dalam struktur
dan susunan molekul, akan menyebabkan distribusi puncak absorpsi berubah.
Dalam daerah ini, untuk memastikan suatu senyawa organik adalah dengan cara
membandingkan dengan perbandingannya (Silverstein et al., 2014).
Berikut adalah contoh serapan yang khas dari beberapa gugus fungsi,
ditunjukkan pada Tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Daerah Gugus Fungsi pada IR
Ikatan Tipe Senyawa Daerah frekuensi Intensitas
(cm-1)
C-H Alkana 2850-2970 Kuat
1340-1470 Kuat
C-H 3010-3095 Sedang
675-995 Kuat
Alkena
C-H Alkuna 3300 Kuat
C-H Cincin Aromatik 3010-3100 Sedang
690-900 Kuat
O-H Fenol, monometer alkohol, 3590-3650 Berubah-ubah
alkohol ikatan hidrogen, fenol 3200-3600 Berubah-ubah,
terkadang
melebar
monomer asam karboksilat, 3500-3650 Sedang
ikatan hidrogen asam karboksilat 2500-2700 Melebar
N-H Amina, Amida 3300-3500 Sedang
C=C Alkena 1610-1680 Berubah-ubah
C=C Cincin Aromatik 1500-1600 Berubah-ubah
C C Alkuna 2100-2260 Berubah-ubah
C-N Amina, Amida 1180-1360 Kuat
C N Nitril 2210-2280 Kuat
C-O Alkohol, Eter, Asam 1050-1300 Kuat
Karboksilat, Ester
C=O Aldehid, Keton, Asam 1690-1760 Kuat
Karboksilat, Ester
NO2 Senyawa Nitro 1500-1570 Kuat
1300-1370 Kuat
(Principle of Instrumental Analysis, Skoog, Holler, Nieman, 1998)
30
Dari Tabel 2.2 tersusun secara sistematik daerah serapan yang sesuai dengan
ikatan yang terdapat dalam senyawa. Berikut penjelasan untuk daerah serapan
inframerah.
1. Alkana, Pita utama yang nampak dalam spektra IR alkana disebabkan oleh
stretching C-H di daerah 2850-3000 cm-1, scissoring CH2 dan CH3 di daerah
1450-1470 cm-1, rocking CH3 pada kurang lebih 1370-1380 cm-1, pita rocking
pada 720-725 cm-1. Pita-pita ini tidak dapat dijadikan patokan karena kebanyakan
alkana mengandung gugus-gugus ini.
2. Alkena, vibrasi stretching C-H alkena terjadi pada panjang gelombang yang
lebih pendek daripada C-H alkana. Ingat bahwa ikatan karbon-hidrogen alkena
mempunyai sifat lebih kuat daripada ikatan karbon-hidrogen alkana. Makin kuat
ikatan, makin sukar bervibrasi dan memerlukan energi yang lebih tinggi. Jadi
alkena yang mempunyai paling sedikit satu hidrogen menempel pada ikatan
rangkap dua biasanya mengabsorpsi di daerah 3050-3150 cm-1. Bentuk stretching
C=C alkena terjadi di daerah 1645-1670 cm-1. Pita ini sangat jelas bila hanya satu
gugus alkil menempel pada ikatan rangkap dua. Semakin banyak gugus alkil
yang menempel, intensitas absorpsi berkurang karena vibrasi terjadi dengan
perubahan momen dipol yang lebih kecil.
3. Alkuna dan Nitril, Alkuna ujung memperlihatkan pita stretching C-H yang
tajam pada 3300-3320 cm-1 dan bentuk bending C-H yang jelas pada 600-700
cm-1. Stretching C N pada alkuna ujung Nampak pada 2100-2140 cm-1 dengan
intensitas sedang. Untuk stretching C C alkuna dalam berupa pita lemah yang
terjadi pada 2200-2260 cm-1.
4. Alkil halida, cirri absorpsi alkil halida adalah pita yang disebabkan oleh
stretching C-X. posisi untuk pita-pita ini adalah 1000-1350 cm-1 untuk C-F, 750-
850 cm-1 untuk C-Cl, 500-680 cm-1 untuk C-Br, dan 200-500 cm-1 untuk C-I.
Absorpsi-absorpsi ini tidak berguna untuk didiagnosis.
5. Alkohol dan Eter, alkohol dan eter mempunyai cirri absorpsi inframerah karena
stretching C-O di daerah 1050-1200 cm-1. Oleh karena pita-pita ini terjadi di
daerah spektrum dimana biasanya terdapat banyak pita lain, maka pita-pita
31
tersebut tidak bermanfaat untuk didiagnosis. Akan tetapi, stretching O-H alkohol,
yang terjadi di daerah 3200-3600 cm-1 lebih berguna.
6. Aldehid dan Keton, ciri absorpsi inframerah aldehid dan keton adalah vibrasi
stretching C=O. Oleh karena gugus karbonil polar sekali, stretching ikatan ini
menghasilkan perubahan momen dipol yang cukup besar. Akibatnya stretching
karbonil merupakan spektra yang intensitasnya tinggi. Oleh karena terjadi di
daerah spektrum yang umumnya tidak ada absorpsi lain, maka stretching
karbonil merupakan metode yang dapat diandalkan untuk mendiagnosis adanya
gugus fungsional di dalam suatu senyawa. Untuk aldehid jenuh sederhana,
pitanya terjadi pada 1725 cm-1 (Silverstein et al., 2014).
V=IR (2.10
pada DSSC karena mengandung zat warna pigmen seperti klorofil, beta caroten,
dan antosianin yang mampu berikatan dengan semikonduktor TiO2. Proses
pemanfaatan efek fotoelektrokimia yang berasal dari ekstraksi pewarnaan bahan
organik alam diperlukan dalam kinerja sel surya DSSC untuk menyerap foton,
menginjeksikan elektron ke keadaan tereksitasi dan sebagai medium transfer
pembawa muatan listrik yang akan dikonversi menjadi energi listrik. Pemanfaatan
zat warna organik alam sebagai contoh pigmen antosianin yang terdapat pada
ekstrak ketan hitam memiliki sejumlah gugus hidroksil. Penelitian yang dilakukan
(Lee, 2010)melaporkan bahwa ekstrak ketan hitam mengandung pigmen antosianin
sebanyak 80% cyanidin-3-glucoside, dan pigmen lainnya seperti peonidin-3-
glucoside, malvidin-3-glucoside,dan cyanidin-3-ramnoglucoside.Gugus-gugus
hidroksil ini yang akan mengkelat logam dan mampu berkombinasi dengan TiO2.
Isolasi dye organik alam dengan metode materasi. Ekstraksi menggunakan pelarut
ethanol dengan perbandingan tertentu diharapkan dapat optimal memisahkan
pigmen antosianin contohnya pada ekstrak ketan hitam. Ekstrak yang diperoleh
masih berupa campuran yang terdapat beberapa senyawa lain sehingga dilakukan
proses pemisahan dan pemurnian lebih lanjut menggunakan metode kromatografi
kolom. Sifat zat warna alam pada umumnya memiliki stabilitas rendah terhadap
radiasi cahaya. Salah satu upaya meningkatkan fotostabilitas zat warna alam dapat
dilakukan melalui interaksi dengan logam membentuk senyawa kompleks.
Pendopingan logam besi (III) sulfat dalam ekstrak ketan hitam diharapkan dapat
memperlebar daerah serapan cahaya zat warna menuju ke daerah spektrum dekat
inframerah yang merupakan komponen terbesar spektrum cahaya matahari.
Semikonduktor TiO2 merupakan senyawa yang memiliki sifat fotoaktivitas
yang tinggi, tetapi hanya aktif pada daerah ultraviolet maka perlu adanya
penambahan fotosensitizer. Penambahan senyawa lain seperti senyawaorganik
sebagai sensitizer, sehingga TiO2 dapat aktif pada daerah tampak. Pendopingan
logam besi (III) sulfat dalam ekstrak ketan hitam diharapkan dapat meningkatkan
efisiensi DSSC.
35
D. Hipotesis
Dari perumusan masalah penelitian ini, dapat ditarik hipotesis sebagai berikut:
1. Adanya spektrum absorbansi dari dye organik alam dan ekstrak ketan hitam yang
didoping Fe (III) Sulfat dengan konsentrasi 10-1 M, 10-2 M dan 10-3 M.
2. Adanya ikatan molekular yang terbentuk daridye organik alam dan ekstrak ketan
hitam yang didoping Fe (III) Sulfat dengan konsentrasi 10-1 M, 10-2 M dan 10-3
M.
3. Adanya sifat kelistrikan dari dye organik alamdan ekstrak ketan hitam yang
didoping Fe (III) Sulfat dengan konsentrasi 10-1 M, 10-2 M dan 10-3 M.
4. Adanya pengaruh variasi konsentrasi pendopingan Fe (III) sulfat dalam ekstrak
ketan hitamterhadap karakteristik parameter besaran sel surya.