Anda di halaman 1dari 3

2.4.

1 Kehalusan
Kualitas tepung biasanya ditentukan oleh ukuran butiran (granula pati) dan komponen
yang terkandung dalam pati tersebut. Ukuran butiran dinyatakan dalam keseragaman butiran
tepung (indeks keragaman) serta modulus kehalusan (fineness modulus). Keseragaman bentuk,
jenis, ukuran, dan rasa sangat penting untuk keperluan industri baik industri pangan, industri
farmasi, industri bangunan ataupun industri lainnya karena dapat mempengaruhi hasil akhir
dari suatu produk. Fineness Modulus adalah tingkat kehalusan butiran. Semakin kecil nilainya,
maka butiran semakin halus (diameter partikel semakin kecil) (Bambang, 2008).
Kehalusan tepung merupakan parameter yang penting dalam penentuan kualitas mutu
tepung. Tepung yang baik adalah yang tidak menggumpal dan memiliki kehalusan yang baik
(Herniawan. 2010).
2.4.2 Kadar air
Kadar air merupakan parameter jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan
(Herniawan. 2010). Menurut Winarno (1992) dalam Herniawan (2010) kandungan air dalam
bahan makanan ikut menentukan tingkat penerimaan, kesegaran, dan daya tahan bahan
tersebut. Kesegaran dan daya tahan bahan pangan dapat ditingkatkan dengan cara mengurangi
kandungan air. Kadar air yang tinggi pada bahan makanan merupakan pemicu kerusakan akibat
aktivitas mikroba dan enzim.
Kadar air atau Moisture akan yang mempengaruhi kualitas tepung. Bila jumlah kadar
air melebihi standar maksimum maka memicu terjadinya penurunan daya simpan tepung
karena cepat rusak, berjamur, dan bau apek (Tuahta, 2014).
2.4.3 Kadar abu
Kadar abu suatu tepung berhubungan dengan kandungan mineral di dalamnya. Mineral
merupakan zat anorganik dalam bahan yang tidak terbakar selama proses pembakaran.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada jenis bahan dan cara pengabuannya. Sekitar
96% bahan makanan terdiri senyawa organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral
yang dikenal juga sebagai senyawa anorganik atau kadar abu. Selama proses pembakaran,
bahan-bahan organik terbakar, tetapi zat anorganiknya tidak terbakar karena itulah disebut abu.
Kadar abu dalam bahan pangan dapat digunakan untuk menentukan nilai gizi suatu bahan.
Semakin tinggi kadar abu yang terkandung dalam bahan pangan maka kandungan mineralnya
semakin banyak. Kadar abu bisa berasal dari air yang tidak baik, tanah, dan faktor pencemar
seperti pestisida dan pupuk yang digunakan (Herniawan. 2010).
Kadar abu yang tinggi pada bahan tepung kurang disukai karena cenderung memberi
warna gelap pada produknya. Semakin rendah kadar abu pada produk tepung makin baik,
karena kadar abu selain mempengaruhi warna akhir produk juga akan mempengaruhi tingkat
kestabilan adonan (Suprapto, 2005 dalam Ambarsari, 2009). Semakin tinggi kadar abu semakin
buruk kualitas tepung, sebaliknya semakin rendah kadar abu semakin baik kualitas tepung.
Tingginya kadar abu suatu bahan menunjukkan tingginya komponen mineral (Tuahta, 2014).
2.4.4 Derajat Asam
Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan
pada saat proses fermentasi. Nilai pH menentukan sifat dan karakteristik suatu bahan atau
produk pangan.Derajat keasaman menunjukkan tingkat keasaman suatu produk. Derajat
keasaman atau pH merupakan parameter kimiawi untuk mengetahui produk yang dihasilkan
bersifat asam atau basa, dan apakah proses fermentasi berjalan atau tidak (Tuahta, 2014).
Derajat asam ditentukan oleh nilai total asam. Nilai total asam menunjukkan jumlah
asam dalam bahan makanan yang timbul karena proses pengolahan yang kurang baik. Bahan
pangan memiliki total asam yang berbeda-beda tergantung pada jenis produk tersebut
(Herniawan, 2010).
2.4.5 Serat Kasar
Serat terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, dan pektin. Serat memiliki sifat yang
tidak larut dalam air dingin dan panas. Bahan nabati secara umum memiliki kadar serat yang
tinggi karena sel dari tumbuhan memiliki dinding sel. Kadar serat kasar dapat digunakan dalam
penilaian kualitas bahan makanan. Kadar serat kasar juga digunakan untuk mengevaluasi suatu
proses pengolahan pangan seperti proses penggilingan atau proses pemisahan antara kulit dan
kotiledon. Dengan demikian persentase serat kasar dapat dipakai untuk menentukan kemurnian
bahan (Sudarmadji et al., 1984 dalam Herniawan, 2010).
2.4.6 Karbohidrat
Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan
makanan, misalnya rasa, warna dan tekstur (Winarno, 2004). Karbohidrat pada tepung terdiri
dari karbohidrat dalam bentuk gula-gula sederhana, pentosa, dekstrin, selulosa, dan pati. Pati
merupakan komponen utama dalam karbohidrat yang sangat penting dalam menentukan syarat
mutu tepung (Herniawan, 2010).
2.4.7 Protein
Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur C, H,O dan N yang
tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Winarno, 2004). Protein pada tepung akan bereaksi
sebagai binding agent (zat pengikat) yang menahan bulir pati (Herniawan, 2010).
2.4.8 Lemak
Lemak dan minyak adalah senyawa yang bersifat hidrofobik. Lemak dapat berasal dari
tumbuh-tumbuhan dan hewan. Sebagian besar lemak merupakan trigeliserida, ester dari
gliserol, dan berbagai asam lemak (Buckle, 1987). Lemak merupakan polimer yang tersusun
dari unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen (Hermawan, 2010)
Kadar lemak yang tinggi pada bahan pangan dapat mengganggu proses gelatinisasi. Hal
ini terjadi karena lemak dapat membentuk kompleks dengan amilosa sehinga amilosa tidak
dapat keluar dari granula pati. Selain itu lemak akan terserap oleh permukaan granula sehingga
terbentuk lapisan yang bersifat hidrofobik di sekeliling granula. Kondisi ini akan menyebabkan
berkurangnya kekentalan dan kelekatan pati akibat jumlah air berkurang untuk terjadinya
pengembangan granula pati (Collison, 1968 dalam Radley, 1968).
Kadar lemak yang terlampau tinggi selain menjadi pertimbangan pada faktor gizi, juga dinilai
kurang menguntungkan dalam proses penyimpanan tepung karena dapat menyebabkan
ketengikan (Ambarsari dkk, 2009).

Pengujian kadar HCN dilakukan sebagai salah satu indikator keamanan pangan sumber pangan
baru. Kadar HCN yang terkandung dalam buah lindur segar pada penelitian ini sebesar 19,26
ppm. Kadar HCN ini lebih rendah dibandingkan dengan standar yang ditetapkan oleh SNI 01-
7152-2006 untuk produk pangan yaitu maksimal 50 ppm (BSN 2006). Data tersebut
menunjukkan bahwa buah lindur segar dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah atau diolah
menjadi produk yang lain karena kandungan HCN pada buah lindur segar masih di bawah
ambang batas yang dapat membahayakan kesehatan manusia jika dikonsumsi. Yuningsih
(2012) menyatakan bahwa bentuk sianida alami dapat ditemukan dalam tanaman yang
mengandung sianogen glikosida berikut enzimnya yang berfungsi membantu pelepasan
(hidrolisis) sianida.

Anda mungkin juga menyukai