Anda di halaman 1dari 139

BUKU AJAR

DASAR-DASAR

FISIKA TANAH

Bandi Hermawan

0.5

0.4
Kadar air (m3 m-3)

0.3

0.2

0.1

0
0.1 1 10 100 1000
Hisapan matriks (m)

Penerbit:
FAPERTA UNIB PRESS
ISBN:
Buku Ajar
DASAR-DASAR FISIKA TANAH

EDISI KEDUA

Oleh
Bandi Hermawan, Ph.D.
Dosen Universitas Bengkulu

Hak Cipta pada Penulis


Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya dalam bentuk
apapun tanpa izin tertulis dari penulis atau penerbit
ISBN

Penerbit
FAPERTA UNIB PRESS
Jalan Raya Kandang Limun
Bengkulu

i
PENGANTAR

Dasar-dasar Fisika Tanah merupakan matakuliah wajib bagi


mahasiswa Ilmu Tanah di berbagai perguruan tinggi di seluruh dunia.
Selain itu, mahasiswa program studi lain, seperti Agronomi, Kehutanan dan
Keteknikan, dapat menjadikan matakuliah ini sebagai pilihan. Buku Ajar ini
ditulis dengan menggunakan tema tanah sebagai media berpori yang
mengatur tata udara dan tata air bagi tanaman. Pembahasan diawali
dengan menguraikan komponen dan komposisi penyusun media tanah
beserta sifat-sifatnya, dilanjutkan dengan hubungan antara komponen-
komponen tersebut, serta metode pengukuran dan aplikasi dari sifat-sifat
fisik tanah di lapangan.
Sasaran dari pembelajaran matakuliah ini adalah bahwa mahasiswa
diharapkan dapat memahami fenomina fisik tanah dan menggunakannya
untuk mengatasi berbagai persoalan praktis di lapangan. Hal ini akan
bermanfaat bagi seorang Sarjana Pertanian dalam bekerja di lapangan, baik
di instansi pemerintah (seperti Kementerian Pertanian, Kementerian
Kehutanan, Pertanahan, dan sebagainya), perguruan tinggi, instansi swasta
seperti konsultan, maupun sebagai wirausahawan. Selain itu, matakuliah ini
akan membantu mahasiswa dalam mempelajari atau sebagai prasyarat bagi
matakuliah-matakuliah lebih lanjut seperti Konservasi Tanah dan Air,
Pengelolaan Tanah, dan Reklamasi Lahan.
Setelah mengikuti matakuliah ini Saudara diharapkan dapat (i)
melakukan penilaian (kualitatif) terhadap sifat-sifat fisik tanah penting di
laboratorium dan di lapangan, (ii) melakukan pengukuran (kuantitatif) sifat-
sifat fisik tanah penting di laboratorium dan di lapangan, (iii) membuat
kritik terhadap tindakan pengelolaan yang kurang memperhatikan aspek
fisik tanah, (iv) mengevaluasi tata guna lahan ditinjau dari aspek fisik tanah,
dan (v) memprediksi tingkat kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu
berdasarkan batasan fisik tanah.
Pada Edisi Kedua ini, Buku Ajar Dasar-dasar Fisika Tanah disusun
dalam sepuluh bab, atau bertambah satu bab dibandingkan pada Edisi
Pertama. Penambahan dimaksud meliputi bab tentang Pengukuran Air
Tanah yang diletakkan pada Bab 7. Selain itu, pada Edisi Kedua ini terdapat
contoh-contoh penyelesaian soal yang diambil dari soal-soal ujian tengah
semester dan ujian akhir semester selama buku Edisi Pertama digunakan

ii
dalam perkuliahan. Pembahasan soal-soal ujian tersebut diletakkan di
bagian akhir dari buku Ajar Dasar-dasar Fisika tanah Edisi Kedua.
Dengan demikian, susunan lengkap materi perkuliahan pada Edisi
Kedua ini adalah sebagai berikut. Bab 1 membahas komposisi tanah, baik
pada fase padat mineral, padat organik, udara maupun cair. Fase padat
mineral terdiri dari tekstur, struktur dan konsistensi tanah yang secara
berturut-turut dibahas dalam Bab-bab 2 sampai 4, sedangkan fase udara
dibahas dalam Bab 5. Bab-bab 6 sampai 8 masing-masing menjelaskan tata
air, pengukuran kadar air dan pergerakan air di dalam tanah, sedangkan Bab
9 tentang temperatur tanah. Pada bab terakhir disajikan aplikasi dari
matakuliah Fisika Tanah terhadap tindakan pengelolaan di lapangan, baik
yang bersifat teknis maupun kebijakan.
Buku ini harus dipelajari oleh mahasiswa secara berturut-turut bab per
bab. Sebagai tolok ukur apakah seorang mahasiswa sudah boleh
melanjutkan membaca bab selanjutnya, maka yang bersangkutan harus
mengerjakan Tes Formatif secara individu. Hasil kerja tersebut selanjutnya
dikoreksi sendiri dengan menggunakan Kunci Jawaban Tes Formatif yang
disediakan. Selanjutnya lihat sub-bab Tindak Lanjut dan bandingkan nilai
yang Saudara peroleh dengan saran yang diberikan, yakni apakah Saudara
perlu mengulang bagian yang belum dikuasai atau dapat melanjutkan proses
belajarnya ke bab berikutnya. Tes Formatif harus dikerjakan sendiri dengan
menggunakan segala kemampuan yang Saudara miliki setelah membaca bab
yang bersangkutan. Saudara tidak perlu merekayasa nilai yang diperoleh
karena hal tersebut akan merugikan diri Saudara sendiri. Sebelum
mengikuti Tes Formatif, Saudara diharuskan mengerjakan soal-soal latihan
sebanyak mungkin, baik dilakukan secara individu maupun secara
berkelompok. Apabila ada hal-hal yang kurang jelas, Saudara diminta
menghubungi dosen atau asisten yang mengasuh matakuliah ini.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu proses penyusunan buku ajar ini.

Bengkulu, Februari 2010


Penulis,

Bandi Hermawan

iii
DAFTAR ISI
Halaman

PENGANTAR ................................................................................................ ii
BAB 1.KOMPOSISI TANAH .........................................................................1
A. PENDAHULUAN .............................................................................1
1. Deskripsi Singkat ................................................................................1
2. Relevansi dengan Bab Lain.................................................................1
3. Tujuan Instruksional Khusus ..............................................................1
B. PENYAJIAN ......................................................................................2
1. Fase Padat Mineral ..............................................................................3
2. Fase Padat Organik .............................................................................4
3. Fase Udara ..........................................................................................5
4. Fase Cair .............................................................................................6
Ringkasan Bab 1 ......................................................................................6
Latihan .....................................................................................................6
Penutup ....................................................................................................7
1. Tes formatif .........................................................................................7
2. Umpan balik ........................................................................................9
3. Tindak lanjut .......................................................................................9
4. Kunci jawaban Tes Formatif ...............................................................9
BAB 2. TEKSTUR TANAH .........................................................................10
A. PENDAHULUAN ...........................................................................10
1. Deskripsi Singkat ..............................................................................10
2. Relevansi dengan Bab Lain...............................................................10
3. Tujuan Instruksional Khusus ............................................................10
B. PENYAJIAN ....................................................................................10

iv
1. Analisis Ukuran Partikel ................................................................... 11
2. Penetapan Kelas Tekstur ................................................................... 12
3. Sebaran Tekstur Tanah di Lapangan ................................................ 14
Ringkasan Bab 2 .................................................................................... 16
Latihan ................................................................................................... 16
Penutup .................................................................................................. 17
1. Tes formatif ...................................................................................... 17
2. Umpan balik...................................................................................... 18
3. Tindak lanjut ..................................................................................... 19
4. Kunci jawaban Tes Formatif............................................................. 19
BAB 3. STRUKTUR TANAH ...................................................................... 20
A. PENDAHULUAN ........................................................................... 20
1. Deskripsi Singkat .............................................................................. 20
2. Relevansi dengan Bab Lain .............................................................. 20
3. Tujuan Instruksional Khusus ............................................................ 20
B. PENYAJIAN ................................................................................... 21
1. Pengertian dan Deskripsi .................................................................. 21
2. Proses Agregasi Tanah...................................................................... 22
3. Stabilitas Agregat.............................................................................. 23
4. Pengukuran Stabilitas Agregat.......................................................... 26
5. Struktur dan Pergerakan Air ............................................................. 28
Ringkasan Bab 3 .................................................................................... 29
Latihan ................................................................................................... 29
Penutup .................................................................................................. 30
1. Tes formatif ...................................................................................... 30
2. Umpan Balik ..................................................................................... 31
3. Tindak Lanjut.................................................................................... 31
4. Kunci Jawaban Tes Formatif ............................................................ 31

v
BAB 4. DEFORMASI TANAH ....................................................................32
A. PENDAHULUAN ...........................................................................32
1. Deskripsi Singkat ..............................................................................32
2. Relevansi dengan Bab Lain...............................................................32
3. Tujuan Instruksional Khusus ............................................................32
B. PENYAJIAN ....................................................................................32
1. Konsistensi Tanah .............................................................................33
2. Kekuatan Tanah ................................................................................35
3. Kepadatan Tanah ..............................................................................37
4. Pengaruh Kadar Air ..........................................................................38
Ringkasan Bab 4 ....................................................................................38
Latihan ...................................................................................................39
Penutup ..................................................................................................39
1. Tes Formatif ......................................................................................39
2. Umpan Balik .....................................................................................40
3. Tindak Lanjut....................................................................................40
4. Kunci Jawaban Tes Formatif ............................................................40
BAB 5. TATA UDARA TANAH..................................................................41
A. PENDAHULUAN ...........................................................................41
1. Deskripsi Singkat ..............................................................................41
2. Relevansi dengan Bab Lain...............................................................41
3. Tujuan Instruksional Khusus ............................................................41
B. PENYAJIAN ....................................................................................41
1. Pori Tanah .........................................................................................41
1. Aerasi Tanah .....................................................................................45
2. Proses Difusi .....................................................................................46
Ringkasan Bab 5 ....................................................................................47
Latihan ...................................................................................................47

vi
Penutup .................................................................................................. 48
1. Tes formatif ...................................................................................... 48
2. Umpan Balik ..................................................................................... 49
3. Tindak Lanjut ................................................................................... 49
4. Kunci Jawaban Tes Formatif ............................................................ 49
BAB 6. AIR TANAH .................................................................................... 50
A. PENDAHULUAN ........................................................................... 50
1. Deskripsi Singkat .............................................................................. 50
2. Relevansi dengan Bab Lain .............................................................. 50
3. Tujuan Instruksional Khusus ............................................................ 50
B. PENYAJIAN ................................................................................... 50
1. Siklus Air Tanah ............................................................................... 51
2. Kadar Air tanah................................................................................. 53
3. Potensi Air Tanah ............................................................................. 54
4. Peristiwa Histeresis ........................................................................... 58
Ringkasan Bab 6 .................................................................................... 61
Latihan ................................................................................................... 62
Penutup .................................................................................................. 63
1. Tes Formatif...................................................................................... 63
2. Umpan Balik ..................................................................................... 64
3. Tindak Lanjut ................................................................................... 64
4. Kunci Jawaban Tes Formatif ............................................................ 64
BAB 7.PENGUKURAN KADAR AIR TANAH.......................................... 65
A. PENDAHULUAN ........................................................................... 65
1. Deskripsi Singkat .............................................................................. 65
2. Relevansi dengan Bab Lain .............................................................. 65
3. Tujuan Instruksional Khusus ............................................................ 65
B. PENYAJIAN ................................................................................... 65

vii
1. Metode Gravimetri ............................................................................66
2. Metode Neutron Probe ......................................................................68
3. Metode Time Domain Reflectrometry ..............................................69
4. Metode Dielektrik .............................................................................70
BAB 8. PERGERAKAN AIR DI DALAM TANAH ....................................75
A. PENDAHULUAN ...........................................................................75
1. Deskripsi Singkat ..............................................................................75
2. Relevansi dengan Bab Lain...............................................................75
3. Tujuan Instruksional Khusus ............................................................75
B. PENYAJIAN ....................................................................................76
1. Hukum Darcy ....................................................................................76
2. Infiltrasi.............................................................................................79
3. Redistribusi Air di Dalam Tanah Setelah Infiltrasi...........................82
Ringkasan Bab 8 ....................................................................................85
Latihan ...................................................................................................86
Penutup ..................................................................................................86
1. Tes formatif .......................................................................................86
2. Umpan balik ......................................................................................87
3. Tindak lanjut .....................................................................................88
4. Kunci jawaban Tes Formatif ............................................................88
BAB 9. TEMPERATUR TANAH .................................................................89
A. PENDAHULUAN ...........................................................................89
1. Deskripsi singkat ...............................................................................89
2. Relevansi dengan bab lain.................................................................89
3. Tujuan instruksional khusus..............................................................89
B. PENYAJIAN ....................................................................................90
1. Transfer Energi di dalam Tanah........................................................90
2. Kapasitas Panas Tanah .......................................................................92

viii
3. Konduktivitas termal Tanah............................................................... 93
4.Profil Temperatur Tanah ..................................................................... 96
5. Pengelolaan temperatur Tanah......................................................... 101
Latihan ................................................................................................. 102
C. Penutup .......................................................................................... 103
1. Tes formatif .................................................................................... 103
2. Umpan balik ................................................................................... 104
3. Tindak lanjut ................................................................................... 104
4. Kunci jawaban Tes Formatif........................................................... 104
BAB 10. APLIKASI FISIKA TANAH ....................................................... 105
A. PENDAHULUAN ......................................................................... 105
1. Deskripsi singkat ............................................................................ 105
2. Relevansi dengan bab lain .............................................................. 105
3. Tujuan instruksional khusus ........................................................... 105
B. PENYAJIAN ................................................................................. 105
1. Reklamasi lahan .............................................................................. 106
2. Pengolahan Tanah ........................................................................... 107
3. Pengaturan Irigasi ........................................................................... 109
4. Pengolahan Lahan Berkelanjutan ................................................... 110
Ringkasan Bab 9 .................................................................................. 112
Latihan ................................................................................................. 112
Penutup ................................................................................................ 112
1. Tes formatif .................................................................................... 112
2. Umpan balik.................................................................................... 113
3. Tindak lanjut ................................................................................... 113
4. Kunci jawaban Tes Formatif.......................................................... 113
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 114
CONTOH-CONTOH PENYELESAIAN SOAL ........................................ 116

ix
Bab 1. Komposisi Tanah

BAB 1.KOMPOSISI TANAH

A. PENDAHULUAN

1. Deskripsi Singkat
Tanah, yang dikenal sebagai lapisan tipis yang menutupi permukaan bumi,
merupakan suatu bahan berpori yang memiliki sifat-sifat yang sangat
bervariasi.Ada tiga fase yang menyusun tanah, yaitu fase padat (mineral dan
organik), fase gas dan fase cair.Fase padat terdiri dari produk-produk anorganik
dari batuan yang melapuk atau bahan yang terbawa, bersama dengan produk
organik dari flora dan fauna yang menempati tanah. Bahan-bahan padatan tersebut
tersusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rongga atau ruang pori
diantaranya. Ruang pori yang terbentuk selanjutnya ditempati air atau udara secara
bergantian, tergantung pada tingkat kekeringan tanah. Mekanisme seperti ini
memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap berbagai proses yang terjadi di
dalam tanah, seperti pergerakan air dan udara, difusi oksigen ke dalam tanah,
transportasi unsur hara, dan laju penetrasi akar tanaman di dalam tanah. Meskipun
secara umum materi ini telah dibahas dalam matakuliah dasar-dasar ilmu tanah,
dalam buku ini materi tersebut diuraikan dengan lebih rinci terutama dalam
kaitannya dengan matakuliah Dasar-dasar Fisika Tanah.

2. Relevansi dengan Bab Lain


Berdasarkan uraian di atas, materi yang terkandung dalam Bab Komposisi
Tanah merupakan dasar yang sangat penting dalam mempelajari bab-bab
selanjutnya. Sifat-sifat dasar setiap fase penyusun tanah yang dibahas dalam bab
ini akan dikembangkan dalam bentuk yang lebih aplikatif pada bab-bab
selanjutnya. Pembahasan tentang fase padat mineral, misalnya merupakan dasar
bagi pemahaman materi pada Bab 2 dan 3 (Tekstur dan Struktur Tanah), fase udara
merupakan dasar untuk Bab 5 (Tata Udara Tanah), fase cair adalah dasar untuk
Bab 6, 7 dan 8 (Kandungan, Pengukuran dan Pergerakan Air dalam Tanah),
sedangkan fase padat organik berpengaruh terhadap hubungan antar fase-fase lain
yang secara parsial akan dibahas dalam hampir setiap bab.

3. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah membaca bab ini mahasiswa diharapkan dapat:

1
Bab 1. Komposisi Tanah
a. Menyebutkan empat fase penyusun tanah dan mengidentifikasi sifat-sifat fisik
penting dari setiap fase
b. Menjelaskan faktor-faktor dan proses-proses yang mempengaruhi sifat fisik
dari fase-fase tersebut

B. PENYAJIAN
Tanah adalah lapisan teratas dari permukaan kerak bumi yang berfungsi
sebagai media tumbuh bagi tanaman. Komponen-komponen yang menyusun tanah
dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: fase padat, fase udara, dan fase cair. Proporsi
menurut volume dari masing-masing fase tersebut disajikan secara diagramatis
pada Gambar 1.1. Fase padat sendiri dibedakan atas fase padat mineral dan fase
pada organik yang masing-masing menempati sekitar 45% dan 5% dari kompleks
tanah.Separuh dari kompleks tanah yang tersisa masing-masing ditempati fase
udara dan fase cair secara bergantian tergantung pada tingkat kekeringan tanah.
Artinya, separoh dari kompleks tanah tersebut akan didominasi udara bila tanah
dalam kondisi kering dan air bila basah.
Pembahasan tentang komposisi tanah akan dibedakan menjadi empat bagian,
yaitu: (1) fase padat mineral, (2) fase padat organik, (3) fase udara, dan (4) fase
cair.

Fase padat Fase cair, 25%


mineral, 45%

Fase udara, 25%

BO, 5%

Gambar 1.1 Proporsi antara fase padat mineral, bahan organik (BO), udara dan
cair yang umumnya ditemui di dalam tanah. Perhatikan bahwa udara
dan cairan saling menempati ruangan yang sama.

2
Bab 1. Komposisi Tanah

1. Fase Padat Mineral


Partikel-partikel mineral yang membentuk jaringan padatan tanah secara
garis besar dapat dibagi menjadi dua kelas berdasarkan apakah ukurannya lebih
kecil dari 2 m atau tidak.Partikel-partikel berdiamter <2m, yang lebih dikenal
sebagai fraksi liat (clay), meliputi mineral liat yang reaktif secara fisik dan kimia.
Fraksi ini terbentuk oleh salah satu dari dua proses berikut: produk sekunder dari
pelapukan batuan (proses in-situ) dan hasil pengendapan dari tempat lain (proses
ex-situ). Pada proses in-situ, produk pelapukan batuan mula-mula masih berukuran
>2 m, selanjutnya produk tersebut mengalami pelapukan lagi sehingga berukuran
<2m. Sebaliknya pada proses ex-situ, fraksi liat terbentuk karena partikel-
partikel tersebut langsung mengendap dari tempat lain. Karena ukurannya yang
sangat kecil, partikel-partikel tersebut bisa berasal dari tempat yang jauh sekali.
Proses pengendapan liat itu sendiri umumnya dilakukan oleh air, tetapi dapat pula
oleh agen-agen lain seperti angin dan glacier.
Fraksi non-liat terdiri dari fragment batuan, dan kadang-kadang konkresi
sekunder, yang selanjutnya dibagi lagi menjadi fraksi debu (silt), pasir (sand), dan
kerikil (gravel) yang batasan ukurannya bervariasi dari satu sistem ke sistem
lainnya. Batasan ukuran ketiga fraksi pada berbagai sistem disajikan pada Table
1.1.Batasan ukuran fraksi debu dan pasir sebesar 50 m (menurut system
Departemen Pertanian Amerika Serikat, USDA) dan 20 m (menurut ISSS =
International Soil Science Society, MIT = Massachusetts Institute of Technology
dan BSI = British Standart Institution). Namun, semua systemmenetapkan 2 mm
sebagai batasan ukuran yang meisahkan pasir dan kerikil.

Table 1.1. Batasan ukuran (dalam m) dari fraksi-fraksi liat, debu, dan pasir
dalam sistem ISSS, USDA, MIT dan BSI.
Debu Pasir Pasir
Liat Debu Pasir Kasar
Kasar Halus Sedang
ISSS <2 2-20 - 20-200 - 200-2.000
USDA <2 2-50 - 50-2.000
MIT dan BSI <2 2-20 20-50 50-200 200-500 500-2.000
Mineral-mineral yang menyusun suatu partikel menunjukkan asal dari bahan
induk dan derajat pelapukan yang telah dialami tanah. Kuarsa (SiO2) sering
mendominasi fraksi non-liat karena ketahanannya terhadap pelapukan dan
kandungannya yang sangat tinggi pada beberapa jenis bahan induk seperti granit,
batuan pasir dan endapan permukaan. Sementara mineral sekunder yang
mendominasi fraksi non-liat dibedakan menjadi yang terlarut (seperti gypsum,
kalsit, dolomite) dan yang tidak terlarut (misalnya oksida dan hidroksida dari besi,

3
Bab 1. Komposisi Tanah
aluminium dan silikon). Mineral-mineral pada fraksi liat adalah produk sekunder
dari proses pelapukan dan secara kolektif disebut sebagai mineral-mineral liat
dengan struktur Kristal. Partikel-partikel dari fraksi liat memiliki ukuran <2m,
ukuran terkecil sekitar 5 nm, dan memiliki sifat-sifat reaktif seperti pengembangan,
kelengketan, dan pertukaran kation yang memberikan kontribusi besar terhadap
tingkah laku fisik tanah.

2. Fase Padat Organik


Ketika batuan dan mineral dari kerak bumi mengalami pelapukan, elemen-
elemen mineral menjadi tersedia bagi tanaman; sedangkan ketika suplai nitrogen
dari udara juga menjadi tersedia di dalam tanah, tanaman tumbuh, mati dan sisa-
sisanya tetap tinggal di tanah.Jumlah partikel padat orgnaik yang terakumulasi
terus meningkat seiring dengan mneingkatnya suplai hara yang tersedia bagi
tanaman. Kondisi tersebut terus berlanjut hingga tercapainya keseimbangan
dimana laju akumulasi fase padat organiksama dengan laju dekomposisinya.
Akumulasi dari fraksi padat organik yang ada didalam tanah lebih dikenal dengan
bahan organik tanah.
Senyawa-senyawa organik dalam jaringan tanaman yang jatuh ke tanah tidak
mengalami dekomposisi secara keseluruhan, melainkan sebagian tersisa bahkan
beberapa senyawa tertentu justru meningkat dalam bahan organik tanah (lihat
Tabel 1.2). Senyawa-senyawa yang larut dalam air, seperti selulosa dan
hemiselulosa, menurun secara drastis sedangkan lignin dan protein meningkat
ketika residu organik mengalami dekomposisi. Penambahan protein diperkirakan
berasal dari aktivitas mikroorganisme tanah sedangkan penambahan lignin
umumnya berasal dari sisa tanaman. Sementara lemak dan lilin memiliki
ketahanan yang sedang terhadap proses dekomposisi.

Table 1.2. Sebagian komposisi dari jaringan tanaman tua dan bahan organik
tanah (Foth, 1978).
Komponen Persen
Jaringan Tanaman Bahan Organik Tanah
Selulosa 20-50 2-10
Hemiselulosa 10-30 0-2
Lignin 10-30 35-50
Protein 1-15 28-35
Lemak, lilin, dll. 1-8 1-8

4
Bab 1. Komposisi Tanah
Fase padat organik sebenarnya lebih banyak menjadi pokok bahasan
matakuliah Biologi Tanah, Kimia Tanah dan Kesuburan Tanah. Dalam matakuliah
Dasar-dasar Fisika Tanah, pembahasan tentang fase padat organik lebih difokuskan
pada perannya sebagai faktor yang mempengaruhi beberapa sifat fisik tanah seperti
struktur dan kadar air tanah. Oleh sebab itu, mahasiswa diharapkan dapat
memperdalam materi fase penyusun tanah ini melalui matakuliah-matakuliah di
atas.

3. Fase Udara
Udara diatmosfir mengandung sekitar 79% nitrogen (N), 21% oksigen (O2)
dan 0,03% karbon dioksida (CO2) berdasarkan perbandingan volumenya. Respirasi
akar tanaman dan organisme tanah mengkonsumsi O2dan menghasilkan CO2,
sehingga udara di dalam tanah mengandung CO2 10-1.000 kali lebih tinggi
dibandingkan udara di atmosfir. Kandungan N relatif konstan, yaitu skeitar 79%,
baik di tanah maupun di atmosfir, sehingga peningkatan kandungan CO2tentunya
diikuti dengan penurunan kandungan O2. Akibat perbedaan tersebut, O2akan
mengalami difusi dari atmosfir ke dalam tanah dan CO2 dari dalam tanah ke
atmosfir. Pada tanah-tanah yang cukup gembur, proses difusi tersebut dapat
mencegah terjadinya defiensi O2 dan keracunan CO2 bagi akar dan organisme di
dalam tanah. Proses pertukaran udara di dalam tanah oleh udara di atmosfir disebut
aerasi tanah.
Aerasi tanah dipengaruhi volume pori yang tersedia bagi udara tanah. Ada
dua kemungkinan mengapa volume pori yang bisa diisi udara menjadi kecil, yaitu
karena volume pori secara total memang kecil atauvolume pori total sebenarnya
cukup besar tetapi sebagian besar terisi oleh air. Tanah-tanah berpasir biasanya
memiliki aerasi yang baik sedangkan tanah-tanah berliat memiliki aerasi tanah
yang jelek terutama pada kondisi basah.Sebagai perbandingan, laju difusi O2
melalui air sekitar 10.000 kali lebih lambat dibandingkan melalui udara di dalam
ruang pori tanah. Dengan meningkatnya kandungan air di dalam tanah, laju difusi
O2ke arah permukaan akar menurun, sehingga menyebabkan penurunan
ketersediaan O2 untuk respirasi akar.
Beberapa percobaan menunjukkan bahwa banyak tanaman yang akarnya
tidak tumbuh baik bila laju difusi O2 didalam tanah kurang dari 20 x 10-8 gram per
cm2 per menit.Defisiensi O2 terjadi bila tanah dalam kondisi jenuh air dan
menyebabkan tanaman umumnya menjadi mati. Kondisi seperti ini dapat
ditemukan ketika lahan yang ditumbuhi tanaman tergenang air, misalnya akibat
banjir, dalam waktu yag relatif lama. Jenis tanaman semusim lebih cepat terkena
dampak defisiensi O2 dibandingkan tanaman tahunan yang memiliki perakaran
yang dalam.

5
Bab 1. Komposisi Tanah

4. Fase Cair
Fase cairan didalam tanah serin dinyatakan dalam kelembaban tanah (soil
moisture) dan larutan tanah (soil water).Istilah pertama menggambarkan cairan
tanah dalam bentuk air murni tanpa adanya zat-zat yang terlarut di dalamnya,
sedangkan istilah kedua menunjukkan air dan zat-zat yang terlarut didalamnya.
Namun dalam buku ini akan digunakan istilah air saja yang merupakan kondisi
cairan antara air murni dan larutan. Hal ini disebabkan karena air yang ada di
dalam tanah hampir tidak mungkin tanpa zat-zat terlarut, namun jumlah zat-zat
tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan pada larutan yang kita kenal secara umum.
Sementara pembahasan tentang larutan tanah sangat rumit sehingga belum akan
disajikan dalam mata kuliah dasar seperti ini.
Air tanah merupakan sifat fisik yang secara langsung mempengaruhi
pertumbuhan tanaman.Sel-sel tanaman sebagian besar terdiri dari air sehingga
kekuranagn air akan mengakibatkan tanaman menjadi layu dan akhirnya mati. Air
juga berfungsi sebagai pelarut dan media transportasi bagi unsur-unsur hara di
dalam tanah sehingga unsur hara tersebut dapat diadsorbsi oleh akar
tanaman.Secara tidak langsung, air tanah dibutuhkan oleh tanaman untuk mengatur
kondisi lingkungan sekitarnya. Temparatur tanah yang ideal bagi pertumbuhan
tanaman dapat tercipta bila ruang pori tanah terisi cukup oleh air.

Ringkasan Bab1
Tanah tersusun atas tiga fase utama, yaitu fase padat yang terdiri atas fase
mineral dan fase organik, fase udara dan fase cair.Fase padat mineral dibedakan
atas fraksi liat (halus), debu (sedang), dan pasir (kasar), sedangkan fase organik
terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, protein, dan lemak. Dibandingkan udara
diatmosfir, udara di dalam tanah mengandung lebih banyak CO2 dan sedikit O2
yang mengakibatkan terjadinya proses difusi dari kedua unsur tersebut. Fase cair di
dalam tanah dinyatakan dalam bentuk kelembaban dan larutan tanah, tergantung
pada konsentrasi zat-zat yang terlarut di dalamnya.

Latihan
Diskusikanlah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini secara berkelompok.
Bandingkan jawaban kelompok saudara dengan jawaban dari kelompok lain.
a) Sebutkan perbedaan-perbedaan pokok antara sifat-sifat dari fraksi liat dan non
liat
b) Mengapa pembakaran sisa-sisa tanaman di lahan pertanian tidak dianjurkan ?
c) Apa tujuan dilakukannya pengolahan tanah (dicangkul atau dibajak) ditinjau
dari aspek komposisi tanah sebagaimana dibahas dalam bab ini?
6
Bab 1. Komposisi Tanah
d) Mengapa air sering tergenang di permukaan tanah bila (i) tanah tersebut sering
dilewati kendaraan berat, dan (ii) terjadi hujan lebat dalam waktu yang cukup
lama?
Kerjakan kasus-kasus dibawah ini secara berkelompok dengan menggunakan
rumus-rumus yang sesuai.
a) Buktikan hubungan antara porositas f, berat volume BV, dan berat jenis BJ
berikut BJ-BV)/BJ=1-BV/BJ
b) Buktikan hubungan antara kadar air volumetrikv, kadar air gravimetrik g,
berat volume BV, dan berat jenis air (BJa=Ma/Va)
v=g BV/BJa
c) Suatu contoh tanah lembab dengan berat 1.000 g dan volume 640 cm3
dikeringkan di dalam oven dan diperoleh baret kering 800 g. Bila berat jenis
partikel tanah diasumsikan 2,65 g cm-3, hitung berat volume BV, porositas f,
rasio pori e, kadar air gravimetris g, kadar air volumetrisv, rasio volume air
Va, derajat kejenuhan s, dan porositas terisi udara fu.

Penutup

1. Tes formatif
1) Batasan ukuran partikel bervariasi antara sistem yang satu dengan yang
lainnya, perbedaan tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh:
a) Egoisme dari masing-masing sistem
b) Kondisi geografis
c) Lingkup aplikasi dari masing-masing system (pertanian, keteknikan, dan
lain-lain)
d) Semua jawaban benar
2) Pemisahan fraksi liat dan non liat secara teknis didasarkan atas:
a) Ukuran partikel
b) Muatan partikel
c) Ukuran dan muatan partikel
d) Luas permukaan partikel
3) Istilah pelapukan dan dekomposisi berlaku untuk penghancuran bahan induk
berikut:
a) Pelapukan untuk batuan dan bahan organik saja
b) Pelapukan untuk bahan organik saja
c) Pelapukan untuk batuan dan dekomposisi untuk bahan organik
d) Kedua istilah tersebut dapat digunakan untuk batuan dan bahan organik

7
Bab 1. Komposisi Tanah
4) Bila senyawa-senyawa organik dalam jaringan tanaman jatuh ke tanah, maka
hal berikut ini terjadi:
a) Semua senyawa organik mengalami dekomposisi secara keseluruhan
b) Sebagian senyawa akan meningkat dan sebagian lagi menurun jumlahnya
di dalam tanah
c) Jumlah lignin dan protein cenderung meningkat
d) Jawaban b dan c benar
5) Berdasarkan tingkat ketahanannya di dalam tanah, komponen senyawa organik
dapat diurutkan sebagai berikut:
a) Selulosa<lignin<protein<lemak
b) Hemiselulosa<lemak=lilin<lignin
c) Lignin<protein<lemak<lilin
d) Semua jawaban salah
6) Ruang pori total yang dapat ditempati oleh air dan udara adalah:
a) 25% udara dan 25% air, baik pada kondisi tanah kering maupun basah
b) >25% udara dan <25% air, pada kondisi tanah basah
c) <25% udara dan >25% air, pada kondisi tanah kering
d) Komposisi selalu berubah tergantung pada tingkat kekeringan/kelembaban
tanah
7) Bila udara di atmosfir masuk ke dalam tanah maka komposisi senyawa yang
dikandungnya berubah ke arah:
a) Meningkatnya kandungan O2
b) Meningkatnya kandungan N
c) Meningkatnya kandungan CO2
d) Menurunnya kandungan N
8) Faktor-faktor berikut ini mempengaruhi laju difusi udara di dalam tanah,
kecuali:
a) Kegemburan tanah
b) Kelembaban/kekeringan tanah
c) Jenis mineral yang dominan
d) Perbedaan tekanan antara di dalam tanah dan atmosfir
9) Air tanah merupakan sifat fisik yang secara langsung berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman, karena :
a) Merupakan komponen penyusun sel tanaman
b) Melarutkan hara sehingga dapat diserap oleh akar tanaman
c) Mempengaruhi temperature tanah
d) Semua jawaban benar
10) Air tanah juga mengontrol kondisi lingkungan di sekitarnya, seperti :
a) Tekstur
b) Struktur
8
Bab 1. Komposisi Tanah
c) Bahan organik tanah
d) Temperatur tanah

2. Umpan balik
Bandingkan jawaban saudara denga kunci jawaban yang tersedia, lalu hitung
skornya sebagai berikut:

= [
] x 100

3. Tindak lanjut
Bila skor saudara 70 atau lebih maka saudara dapat melanjutkan membaca
Bab 2, sedangkan bila skor kurang dari 70 maka ulangi membaca Bab1 ini sebelum
mempelajari Bab 2.

4. Kunci jawaban Tes Formatif


1)c, 2)a, 3)c, 4)d, 5)b, 6)d, 7)c, 8)d, 9)a, 10)d

9
Bab 2. Tekstur Tanah

BAB 2. TEKSTUR TANAH

A. PENDAHULUAN

1. Deskripsi Singkat
Tekstur, seperti juga struktur dan konsistensi, merupakan sifat fisik
tanahutama yang selalu ditetapkan dalam setiap kegiatan evaluasi lahan.Sifat fisik
tanah ini memberikan kontribusi secara tidak langsung terhadap laju pertumbuhan
tanama.(Sifat-sifat fisik tanah yang secara langsung mempengaruhi pertumbuhan
tanaman adalah air, udara dan temperatur tanah).Tekstur berhubungan dengan
jumlah dan ketersediaan hara di dalam tanah, karena keberadaan unsur-unsur hara
sangat ditentukan oleh muatan dan ukuran partikel-partikel penyusun tanah.

2. Relevansi dengan Bab Lain


Tekstur merupakan sifat fisik tanah yang mendasari berbagai sifat-sifat fisik
tanah yang lain, seperti struktur, konsistensi, serta kandungan dan pergerakan air di
dalam tanah. Oleh sebab itu, bab ini memiliki relevansi yang sangat erat dengan
bab-bab yang berhubungan dengan keempat sifat fisik tersebut, seperti Bab
3(struktur tanah),Bab 4(deformasi tanah),Bab 8 (pergerakan air di dalam tanah)
dan Bab 9 (temperatur tanah).

3. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah membaca bab ini mahasiswa diharapkan dapat:
a. Membedakan berbagai teknik analisis ukuran partikel tanah yang sering
digunakan, termasuk kelebihan dan kelemahannya masing-masing.
b. Menetapkan distribusi ukuran partikel tanah
c. Menetapkan kelas tekstur tanah berdasarkan proporsi partikel pada berbagai
ukuran.
d. Menjelaskan mekanisme terjadinya penyebaran kelas tekstur di lapangan yang
dikaitkan dengan proses pembentukan tanah.

B. PENYAJIAN
Tekstur tanah adalah proporsi relatif antara partikel-partikel mineral tanah
yang dinyatakan dalam kelas tekstur.Partikel-partikel mineral tanah yang menjadi
komponen dari tekstur tanah adalah pasir, debu dan liat yang salah satu

10
Bab 2. Tekstur Tanah
pembedanya adalah ukuran dari masing-masing partikel tersebut.Oleh sebab itu,
pemahaman tentang tekstur tanah harus diawali dengan pemahaman tentang
partikel-partikel mineral tanah, termasuk ukuran, proporsi dan distribusinya di
lapangan.
Pembahasan tentang tekstur tanah akan dibagi menjadi tiga sub bab, yaitu:
(1) analisis ukuran partikel, (2) penetapan kelas tekstur, dan (3) sebaran tekstur di
lapangan.

1. Analisis Ukuran Partikel


Ukuran partikel bisa dinyatakan secara langsung sebagai distribusi massa
dari partikel tersebut dalam kaitannya dengan diameter efektif, atau secara tidak
langsung sebagai luas permukaan yang diekspos partikeldalam satuan massa tanah.
Analisa pertama, yang dikenal sebagai analisis ukuran partikel atau analisis
mekanik menghasilkan data tentang komposisi tanah sebagaimana yang telah
dibahas dalam Bab 1.Model analisis ke dua, yaitu luas permukaan spesifik,
berguna untuk menguji ukuran partikel-partikel yang termasuk dalam fraksi liat.
Metode analisis ukuran partikel yang diterapkan sangat bergantung pada
ukuran partikel yang akan di analisis. Partikel-partikel berukuran kasar, seperti
pasir biasannya di analisis dengan menggunakan metode ayakan, sedangkan yang
berukuran lebih halus menggunakan metode yang berhubungan dengan laju
sedimentasi partikel di dalam air. Rincian detil tentang metode-metode tersebut
dapat dilihat dalam Gee dan Bauder (1986), sedangkan prinsip-prinsip umumnya
akan dibahas dalam sub-bab ini.
Prinsip utama yang harus diingat dalam setiap analisis ukuran partikel adalah
partikel-partikel harus dipisahkan lebih dahulu antara satu dari yang lain sehingga
hanya partikel-partikel tunggal yang di ukur melalui pengayakan dan sedimentasi.
Perlakuan yang dibutuhkan dalam pemisahan tersebut meliputi (1) pembuatan
suspense (tanah+air), (2) perlakuan hydrogen peroksida (H2O2) untuk
menghilangkan bahan organik, (3) pencucian untuk menghilangkan baha terlarut,
(4) perlakuan mekanik untuk proses disintegrasi partikel-partikel tunggal, (5)
pemberian bahan disperse untuk mencegah terjadinya koagolasi dari partikel-
partikel yang telah terpisah. Kelima perlakuan ini biasanya sudah cukup untuk
melakukan analisis sebagian besar jenis tanah.Perlakuan mekanik biasanya
meliputi pengadukan tanah secara cepat di dalam air dengan mixer elektronik, atau
penggoyangan larutan berisi tanah secara keras.
Setelah partikel-partikel primer di dalam suspensi terpisah satu sama lain,
langkah selanjutnya adalah menentukan jumlah dari masing-masing fraksi yang
terpisah. Caranya adalah dengan menghitung kecepatan suatu fraksi mineral untuk
mengendap di dalam suspense tanah, karena kecepatan tersebut berkorelasi erat
dengan ukuran partikel.Pasir mengendap lebih cepat dari debu dan debu

11
Bab 2. Tekstur Tanah
mengendap lebih cepat dari liat.Karena pasir mengendap sangat cepat sehingga
sulit diukur, penetapan fraksi ini biasanya dilakukan dengan menyaring suspensi
tanah melalui saringan setelah penetapan fraksi debu dan liat selesai dilakukan.
Kecepatan pengendapan fraksi debu dan liat dapat dilakukan dengan
berbagai metode, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling
rinci.Hydrometer merupakan alat paling sederhana yang dapat digunakan untuk
mengukur laju sedimentasi fraksi tanah dalam suspense (metode hyrometer).Bila
hydrometer dimasukkan ke dalam suspense tanah selama 40 detik setelah
pengadukan suspense dihentikan, hasil yang dibaca adalah gram debu dan liat yang
tertinggal di dalam suspense karena semua pasir sudah mengendap di
dasar.Pembacaan pada waktu 2 jam menghasilkan gram liat di dalam sampel. Debu
selanjutnya dihitung perbedaan antara persen pasir dan persen liat.
Pengukuran jumlah (debu + liat) dan liat seperti di atas dapat pula dilakukan
dengan menggunakan pipet (metode pipet).Caranya adalah dengan mengambil
sampel dari dalam suspense pada kedua waktu pembacaan di atas dengan
menggunakan pipet, lalu dikeringkan di dalam oven untuk ditetapkan berat
padatannya.Jumlah partikel padat di dalam suspense dapat pula diukur dengan
penyinaran suspense dan menghitung rasio antara sinar yang diberikan dan sinar
yang menembus suspense pada waktu tertentu.Metode yang terakhir ini dikenal
dengan metode sedigraf.

2. Penetapan Kelas Tekstur


Setelah proporsi fraksi-fraksi pasir, debu dan liat diketahui melalui analisis
ukuran partikel, langkah selanjutnya menetapkan kelas tekstur dari tanah yang
bersangkutan dengan menggunakan grafik segitiga tekstur pada Gambar
2.1.Pembacaan segitiga tekstur tersebut dilakukan sebagai berikut. Mula-mula
letakkan persentase pasir hasil analisis pada sisi bawah grafik, misalnya 30%, lalu
tarik garis lurus sejajar dengan sisi miring sebelah kanan dan mengarah ke sisi
miring sebelah kiri. Selanjutnya, letakkan persentase liat pada sisi miring sebelah
kiri, misalnya 35%, lalu tarik garis lurus ke kanan sejajar sisi bawah grafik.
Pertemuan antara kedua garis tersebut tadi terletak pada kotak LEMPUNG
BERLIAT, sehingga tanah tersebut memiliki kelas takstur Lempung Berliat.
Kelas tekstur dapat pula ditetapkan dengan mencari titik temu antara garis lurus
dari sisi-sisi yang lain, seperti dari sisi persen liat dan persen debu, atau persen
debu dan persen pasir.
Sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1 tekstur tanah dibedakan menjadi 12
kelas. Kedua belas kelas tekstur dan proporsi ukuran partikel yang dikandungnya
dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pasir : tanah yang mengandung 85% pasir dan liat 15%.

12
Bab 2. Tekstur Tanah
Pasir berlempung : tanah yang mengandung 70-85% pasir, plus 10-15% liat,
dan 0-30% debu.
Lempung berpasir : tanah yang mengandung salah satu: (i) 20% liat, dan
debu plus dua kali liat >15%, atau (ii) <7% liat, <50%
debu, dan 43-52% pasir.
Lempung : tanah yang mengandung 7-20% liat,28-50%
debu,dan<52%pasir.
Lempung berdebu : tanah yang mengandung 50% debu dan 12-27% liat,
atau 50-80% debu dan <12% liat.
Debu : tanah yang mengandung 80% debu dan 12% liat.
Lempung liat berpasir : tanah yang mengandung 20-35% liat,<28% debu,
dan45% pasir.
Lempung berliat : tanah yang mengandung 27-40% liat dan 20-45% pasir.
Lempung liat berdebu : tanah yang mengandung 27-40% liat dan <20% pasir.
Liat berpasir : tanah yang mengandung 35% liat dan45%pasir.
Liat berdebu : tanah yang mengandung 40% liat dan 40% debu.
Liat : tanah yang mengandung 40% liat,45% pasir, dan
<40% debu.
100% LIAT

90 10

80 20

70 30

60 Liat 40

50 50
Liat
Berdebu
40 Liat 60
Berpasir Lempung Lempung Liat
Berliat Berdebu
30 Lempung 70
Liat Berpasir
20 Lempung 80
Lempung Lempung
10 Berpasir Berdebu 90

100% Pasir Debu 100%


Pasir Berlempung
PASIR DEBU
90 80 70 60 50 40 30 20 10

Gambar 2.1. Grafik segitiga tekstur yang menunjukkan persentasi dari pasir, debu
dan liat dalam kelas-kelas tekstur.

13
Bab 2. Tekstur Tanah
Selain secara kuantitatif seperti dijelaskan di atas, kelas tekstur tanah dapat
pula ditetapkan secara kualitatif dengan menggunakan metode parasaan (feel
methode). Metode ini sering digunakan dalam pengujian kualitas tanah secara
langsung dilapangan.Sebongkah kecil tanah dibasahi dengan air, lalu diremas-
remas dan ditekan di antara ibu jari dan telunjuk.Apabila terasa kasar maka
menunjukkan tekstur berpasir, sedangkan terasa licin menunjukkan tekstur
berliat.Metode ini hanya digunakan untuk menetapkan kelas tekstur secara kasar
sehingga masih harus diulangi di laboratorium dengan menggunakan salah satu
dari metode kuantitatif yang ada.

3. Sebaran Tekstur Tanah di Lapangan


Karena kelas teksturditentukan oleh komposisi padatan dengan berbagai
ukuran maka sebaran tekstur tanah di lapangan berhubungan dengan faktor-faktor
alam yang mempengaruhi keberadaan ukuran padatan tersebut. Ada dua faktor
utama yang mempengaruhi keberadaan padatan tanah dengan berbagai ukuran,
yakni bahan induk dan proses transportasi bahan. Bahan induk menentukan ukuran
padatan yang dihasilkan melalui proses pelapukan bahan tersebut, sedangkan
proses transportasi menentukan ukuran yang akan diangkut ke lokasi yang lebih
jauh atau sebaliknya.
Bahan induk merupakan faktor pembentuk tanah yang paling banyak
berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah, baik secara fisik, kimia maupun biologis.
Dalam kaitannya dengan tekstur, jenis bahan induk yang banyak mengandung
pasir tentu akan menghasilkan tanah-tanah yang bertekstur lebih kasar
dibandingkan jenis bahan induk yang didominasi liat. Oleh sebab itu, tekstur
merupakan sifat fisiktanah yang relatif lebih permanen dibandingkan dengan sifat-
sifat fisik lain seperti struktur dan konsistensi. Berbagai tindakan pengolahan
tanah, misalnya tidak akan mampu merubah tekstur tanah.
Faktor ke dua yang mempengaruhi sebaran tekstur tanah di lapangan yaitu
proses transportasi dan translokasi partikel-partikel tanah. Ada dua agen utama
yang berperan dalam ke dua proses tersebut,yaitu air dan angin. Ke dua agen
tersebut akan menghasilkan pola sebaran yang sama, partikel-partikel yang lebih
kasar tersebut akan diendapkan terlebih dahulu sedangkan partikel-partikel yang
lebih halus akan diendapkan kemudian. Akibatnya, pada kasus diaman sebaran
tekstur dipengaruhi oleh luapan air sungai, tekstur kasarakan lebih mendominasi
tanah-tanah yang berada di dekat aliran sungai sementara tekstur yang lebih halus
akan ditemui pada lokasi yang jauh dari sungai tersebut. Tanah-tanah yang
terbentuk melalui endapan sungai tersebut lebih dikenal sebagai tanah-tanah
alluvial. Pola sebaran yang sama dapat pula ditemui pada kasus transportasi oleh
angin, seperti di daerah gurun atau pantai.

14
Bab 2. Tekstur Tanah
Kebalikan dari pola sebaran tekstur melalui transportasi yang disebabkan air
dan angin terjadi pada transportasi yang disebabkan gaya gravitasi pada tanah-
tanah berbukit. Pada kasus seperti ini, bahan-bahan yang berukuran lebih besar
akan diendapkan lebih kemudian sedangkan bahan-bahan yang berukuran lebih
kecil akan diendapakan terlebih dahulu. Pada tanah-tanah di pegunungan, misalnya
kita sering menemui batu-batu besar yang menumpuk di kaki-kaki lereng
sedangkan di atas lereng lebih didominasi partikel-partikel yang lebih keccil.
Dengan kata lain, tekstur kasar akanmendominasi tanah-tanah di lereng bagian
bawah sedangkan tekstur halus terdapat pada tanah-tanah lereng sebelah atas.
Tanah-tanah yang terbentuk melalui proses gravitasi seperti di atas lebih dikenal
sebagai tanah koluvial.

Kedalaman (cm)
0
Lempung berdebu

20
Lempung berliat

40
Lempung berliat

60
Lempung berdebu

Gambar 2.2. Sebaran tekstur menurut kedalaman profil pada jenis tanah Podsolik
Merah Kuning di lahan Kampus Universitas Bengkulu.

Pembahasan di atas difokuskan pada sebaran kelas tekstur tanah secara


horizontal.Kelas tekstur tanah juga bervariasi secara vertical menurut kedalaman
lapisan profil.Secara umum tipe penyebaran tekstur menurut kedalaman profil
adalah seperti terlihat pada Gambar 2.2. Tekstur tanah pada lapisan paling atas
(topsoil) biasanya lebih kasar dibandingkan dengan tekstur pada lapisan yang ada
dibawahnya. Hal ini terjadi karena fraksi terkecil seperti liat pada lapisan topsoil
mengalami proses pencucian ke lapisan yang lebih bawah sehingga terjadi
penumpukan liat yang cukup besar. Akibat dari proses pencucian liat ini,
komposisi partikel-partikel tanah pada lapisan top soil tersebut didominasi fraksi-
fraksi yang lebih kasar. Karena gerakan partikel liat tersebut hanya terbatas hingga
kedalaman sekitar 60 cm, maka tekstur di bawah kedalaman tersebut tidak lagi

15
Bab 2. Tekstur Tanah
dipengaruhi pencucian partikel-partikel mineral dari lapisan di atasnya melainkan
sepenuhnya ditentukan oleh jenis batuan induk pembentuk tanah. Dengan
demikian, tekstur pada lapisan di bawah 60 cm tersebut sepenuhnya tergantung
pada bahan induk tanah.

Ringkasan Bab 2
Tekstur tanah merupakan sifat fisik tanah utama yang selalu dijadikan
parameter dalam penetapan kualitas tanah dan dapat didefinisikan sebagai proporsi
relatif dari partikel pasir, debu dan liat di dalam tanah.Pembahasan tentang tekstur
tanah akan dibagi menjadi tiga sub bab, yaitu: (1) analisis ukuran partikel, (2)
penetapan kelas tekstur, dan (3) sebaran tekstur di lapangan. Tiga metode yang
sering digunakan dalam analisis ukuran partikel adalah hydrometer, metode pipet
dan metode sedigraf. Namun prinsip kerja dari ketiga metode tersebut adalah sama,
yaitu dimulai dari pembuatan suspense tanah, proses desintegrasi agregat menjadi
partikel-partikel primer, dan penetapan proporsi dari masing-masing partikel
tersebut. Hasil analisis ukuran partikel selanjunya digunakan untuk menetapakan
kelas tekstur tanah secara kuantitatif dengan menggunakan diagram segitiga
tekstur.Kelas tekstur dapat pula ditetapkan secara kualitatif di lapangan dengan
menggunakan metode perasaan.Di lapangan, tekstur tanah sangat beragam dari
satu tempat ke tempat lainnya, baik secara horizontal maupun vertical. Perbedaan
tersebut disebabkan beberapa faktor, seperti bahan induk tanah serta proses
transportasi dan translokasi partikel di lapangan.

Latihan
Jawablah pertanyaan dibawah ini guna mengembangkan pengetahuan
saudara tentang tekstur tanah. Carilah sumber kepustakaan yang sesuai untuk
menjawab pertanyaan berikut :
a) Menurut saudara, mengapa tekstur merupakan sifat fisik tanah dasar yang
hampir selalu di ukur dalam setiap analisis tanah?
b) Apakah pengaruh tekstur terhadap pertumbuhan tanaman bersifat langsung
atau tidak langsung ?Jelaskan ?
c) Bandingkan ketiga metode analisa ukuran partikel yang ada, lalu jelaskan
kelebihan dan kekurangan dari masing-masing metode tersebut.
d) Tulislah bahasa computer (misalnya Basic atau Fortan) yang menggunakan
batasan persen pasir, debu, dan liat pada grafik segitiga tekstur sebagai input
dan kelas tekstur sebagai output.
e) Sebutkan jenis-jenis bahan induk tanah yang berpotensi untuk membentuk
tanah bertekstur kasar dan sebutkan pula yang berpotensi membentuk tanah-
tanah bertekstur halus?

16
Bab 2. Tekstur Tanah
f) Tulislah dua paragraph yang menjelaskan suatu kasus yang saudara temui di
lapangan tentang kelas tekstur tanah yang menyebar secara horizontal dan/atau
vertical. Berikan bukti nyata berupa gambar atau data!

Penutup

1. Tes formatif
1) Metode analisis ukuran partikel secara tidak langsung (dengan menghitung
luas permukaan partikel yang diekspos) lebih cocok dilakukan untuk keperluan
berikut:
a) Efisiensi pemupukan
b) Pengolahan tanah
c) Pengaturan air irigasi
d) Pembuatan jalan
2) Penetapan jumlah fraksi mineral tanah tertentu dengan mengukur laju
sedimentasinya pada dasarnya adalah menggunakan prinsip Hukum :
a) Darcy
b) Newton
c) Stokes
d) Archimedes
3) Analisis ukuran partikel diawali dengan pembuatan suspense dengan cara
melarutkan tanah di dalam akuades. Penggunaan akuades tersebut, dan
bukannya air ledeng atau air sumur, dimaksukan agar?
a) Bahan organik lebih cepat larut
b) Tidak terjadi koagolasi antara partikel-partikel yang telah terpisah
c) Fraksi pasir lebih cepat mengendap
d) Jumlah bahan terlarut lebih sedikit sehingga proses koagolasi dapat
ditekan
4) Bila pembacaan dengan hydrometer atau pipet dilakukan pada 60 detik sejak
pengadukkan suspense dihentikan, maka pembacaan tersebut akan
menghasilkan?
a) Jumlah pasir yang lebih tinggi dari semestinya
b) Jumlah debu yang lebih tinggi dari semestinya
c) Jumlah debu yang lebih rendah dari semestinya
d) Jumlah liat yang lebih rendah dari semestinya
5) Kelas tekstur Lempung Liat berpasir memiliki komposisi pasir, debu dan liat
sebagai berikut:
a) Debu > liat > pasir
b) Proporsi ketiga fraksi relatif seimbang, namun fraksi debu paling sedikit
jumlahnya

17
Bab 2. Tekstur Tanah
c) Proporsi ketiga fraksi relatif seimbang, namun fraksi liat lebih dominan
dari pada pasir
d) Jawaban b dan c benar
6) Kelas tekstur mana yang dikategorikan lebih halus dari Lempung Liat
Berpasir?
a) Lempung Pasir Berliat
b) Liat Berpasir
c) Lempung Berdebu
d) Lempung Berliat
7) Keuntungan dari penetapan tekstur dengan menggunakan metode rasa adalah:
a) Lebih mudah dilaksanakan
b) Lebih cepat
c) Dapat digunakan sebagai alat evaluasi awal
d) Semua jawaban benar
8) Pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik tinggi, penetapan tekstur
dengan menggunakan Metode Perasaan kemungkinan akan menghasilkan
kelas tekstur yang :
a) Lebih halus dibandingkan hasil penetapan secara kuantitatif
b) Lebih kasar dibandingkan hasil penetapan secara kuantitatif
c) Lebih halus dari Metode Hydrometer tetapi lebih kasar dari Metode Pipet
d) Semua jawaban salah
9) Lahan pertanian miring yang mengalami proses erosi berat kemungkinan akan
memiliki sebaran tekstur berikut ini :
a) Merata di sepanjang lereng
b) Kasar di bagian atas lereng dan halus di bagian bawahnya
c) Kasar di bagian atas lereng, halus di tengah dan sedang di bawahnya
d) Kasar di bagian atas lereng dan kasar di bagian bawahnya
10) Kesimpulan yang dapat diambil dari bab ini adalah:
a) Tekstur tanah dapat dimodifikasi seperti sifat-sifat fisik lainnya, misalnya
melalui pengolahan tanah.
b) Menggunakan metode rasa dapat digunakan untuk menduga perbedaan
kualitas tanah secara umum di lapangan.
c) Lapisan atas tanah selalu memiliki tekstur yang lebih kasar disbanding
lapisan bawahnya akibat adanya proses pencucian liat
d) Semua jawaban benar

2. Umpan balik
Bandingkan jawaban saudara denga kunci jawaban yang tersedia, lalu hitung
skornya sebagai berikut:

18
Bab 2. Tekstur Tanah

= [
] x 100

3. Tindak lanjut
Bila skor saudara 70 atau lebih maka saudara dapat melanjutkan membaca
Bab 3, sedangkan bila skor kurang dari 70 maka ulangi membaca Bab 2 ini
sebelum mempelajari Bab 3.

4. Kunci jawaban Tes Formatif


1)a, 2)c, 3)d, 4)c, 5)d, 6)d, 7)d, 8)a, 9)b, 10)b

19
Bab 3. Struktur Tanah

BAB 3. STRUKTUR TANAH

A. PENDAHULUAN

1. Deskripsi Singkat
Meskipun tidak berpengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan
tanaman, struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang sangat penting untuk
dianalisis dalam menentukan kualitas tanah.Ketersediaan udara dan air bagi
tanaman sangat bergantung pada struktur, padahal kedua sifat fisik tersebut
merupakan kebutuhan pokok tanaman.Selain itu juga struktur tanah memegang
peranan penting dalam bidang non-pertanian, seperti keteknikan dan konservasi
sumberdaya lahan. Pembahasan tentang struktur diawali dengan proses agregasi
partikel primer menjadi partikel sekunder, stabilitas dari hasi agregasi tersebut, dan
pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah lain. Metode penilaian kelas struktur tanah
yang banyak digunakan juga dibahas dalam bab ini.

2. Relevansi dengan Bab Lain


Pemahaman tentang struktur tanah akan memudahkan pemahaman tentang
pergerakan air dan udara di dalam tanah yang masing-masing akan dibahas dalam
Bab 5 dan 8. Struktur tanah juga terkait sangat erat dengan tekstur dan distribusi
ukuran partikel tanah yang dibahas dalam Bab 2. Pada akhirnya, struktur tanah
berkaitan erat dengan tindakan pengelolaan lahan yang akan dibahas dalam Bab
tentang Aplikasi Fisika Tanah (Bab 10).

3. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah membaca bab ini mahasiswa diharapkan dapat:
a) Mendefinisikan struktur tanah dan mengidentifikasikan komponen-komponen
yang terkait dengannya
b) Menjelaskan proses terbentuknya agregat tanah sebagai awal dari
pembentukan struktur tanah
c) Menyebutkan dan menjelsakan faktor-faktor yang berperan dalam proses
stabilitas agregat tanah
d) Menjelaskan hubungan antara struktur tanah dan sifat-sifat tanah lain yang
terkait

20
Bab 3. Struktur Tanah
B. PENYAJIAN
Dalam mempelajari struktur tanah, perlu diketahui terlebih dahulu proses
terbentuknya struktur itu sendiri, bagaimana struktur yang sudah terbentuk tersebut
dapat bertahan, dan apa dampak yang muncul dari perubahan struktur. Oleh karena
itu, pembahasan tentang struktur tanah secara komprehensif akan dibagi menjadi
lima bagian, yaitu pengertian dan deskripsi, proses agregasi, stabilitas agregat,
pengkuran stabilitas agregat, dan hubungan antara struktur dengan sifat-sifat fisik
tanah lain seperti pergerakan air di dalam tanah.

1. Pengertian dan Deskripsi


Secara konvensional, struktur tanah didefinisikan sebagai kombinasi atau
susunan partikel-partikel primer tanah menjadi partikel-partikel sekunder, unit-
unit, atau ped.Unit-unit sekunder ini mungkin saja, tetapi biasanya tidak tersusun
sedemikian di dalam profil sehingga dapat menjadi faktor pembeda.Unit-unit
tersebut dicirikan dan diklasifikasikan berdasarkan ukuran, bentuk dan tingkat
perkembangannya sebagaimana yang telah diterangkan pada mata kuliah Dasar-
Dasar Ilmu Tanah. Namun, definisi ini tidak memasukkan bagian terpenting dari
struktur tanah, yaitu ruang-ruang pori yang ada di antara dan di dalam
perkembangan terakhir struktur tanah didefinisikan sebagai susunan partikel-
partikelprimer tanah menjadi partikel-partikel sekunder, termasuk ruang pori
yang ada diantaranya. Dengan definisi tersebut, struktur tanah memiliki fungsi
penting dalam proses transportasi dan produksi tanaman.
Semua agen pembentuk tanah sebagaimana dijelaskan dalam mata kuliah
Dasar-Dasar Ilmu Tanah mempengaruhi struktur tanah. Jenis bahan induk
mempengaruhi partikel-partikel primer mendominasi fraksi padatan tanah,
pengembangan (swelling) dan pengkerutan (shrinking) membantu
penyusunanpartikel-partikel primer ke dalam partikel-partikel sekunder, hewan
tanah dan akar tanaman melakukan hal yang sama, sedangkan proses kimia
danbiologi memobilisasi dan mengendapkan bahan-bahan yang akan tersusun
bersama dalam bentuk agregat. Struktur yang terbentuk, terutama ukuran, bentuk
dan susunan agregat yang dipisahkan oleh retakan alami, merupakan karakter
utama yang digunakan oleh ahli morfologi tanah.Namun struktur tanah merupakan
sifat fisik tanah yang relatif mudah berubah terutama akibat adanya tindakan
pengolahan tanah. Tanah misalnya, dapat dibuat lebih gembur dengan pengolahan
tanah atau lebih padat dengan proses pemadatan, sedangkan agregat-agregat yang
kecil yang terdapat pada lahan yang sudah di olah mungkin hancur bila tergenang
air.
Struktur secara langsung mempengaruhi banyak sifat tanah. Jumlah dan laju
pergerakan air di dalam tanah sangat bergantung pada ruang pori dan
ukurannya,sebagaimana didiskusikan pada Bab 6 dan 8. Struktur mempengaruhi

21
Bab 3. Struktur Tanah
operasi pengolahan tanah karena sifat-sifat partikel secara individu lebih kuarang
menyatu pada agregat yang stabil sehingga akan menciptakan kondisi fisik tanah
yang baik. Sementara itu, agregat yang tidak stabil akan menyulitkan penghalusan
tanah oleh alat pengolah tanah. Pertumbuhan tanaman dapat terhambat atau
terhenti sama sekali oleh struktur yang tidak mampu memberikan ruang gerak bagi
air dan udara atau menghambat laju pertumbuhan akar di dalam tanah. Tanah yang
memilki struktur jelek umumnya menghambat pertumbuhan tanaman melalui
penurunan laju aerasi pada kondisi basah dan penghambatan pergerakan akar pada
kondisi kering. Dengan demikian, penurunan kualitas struktur yang sebetulnya
tidak begitu serius dapat menurunkan hasil tanaman meskipun faktor-faktor
pertumbuhan lain sudah terpenuhi dengan baik.

2. Proses Agregasi Tanah


Struktur tanah yang telah didefinisikan di atas meliputi ukuran, bentuk dan
susunan dari agregat, termasuk ruang pori di antaranya, yang terbentuk bila
partikel-partikel primer disatukan bersama menjadi unit-unit yang lebih besar dan
dapat bersifat dapat dipisahkan kembali. Proses terbentuknya agregat tanah di atas
terdiri dari tiga proses yang berjalan secara berurutan, yaitu flokulasi dan koagolasi
partikel-partikel primer menjadi partikel-partikel sekunder yang diikuti dengan
stabilisasi dari partikel sekunder yang telah terbentuk. Ketiga proses pembentukan
agregat tersebut lebih sering disebut sebagai flokulasi plus mengingat pentingnya
flokulasi dalam rangkaian proses yang terjadi.
Flokulasi merupakan suatu proses bersatunya partikel-partikel primer
(umumnya berupa liat) dalam suspense. Proses ini terjadi ketika partikel-partikel di
dalam suspense tersebut saling mendekati satu sama lain akibat atraksi dari muatan
yang ada pada partikel-partikel tersebut. Proses ini dilanjutkan dengan proses
koagolasi, dimana partikel-partikel yang telah berdekatan tersebut saling
menempel satu sama lain sehingga membentuk partikel-partikel sekunder yang
lebih besar. Hal ini dapat terjadi secara elektrostatis antara muatan positif pada
permukaan suatu partikel dengan muatan negatif dari permukaan partikel yang
lain. Akhirnya, partikel-partikel sekunder ini mengalami proses stabilisai agar
tidak terpisah lagi menjadi partikel-partikel primer. Proses terbentuknya agregat
sebagaimana diuraikan di atas dapat diilustrasikan secara visual sebagaimana
terlihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 memperlihatkan dasar teori tentang bagaimana proses agregasi
terjadi. Pengikatan partikel-partikel primer menjadi partikel-partikel sekunder
umumnya melibatkan bahan organik sebagai medium (model A, B dan C), tetapi
dapat pula terjadi secara langsung antara sesama partikel primer itu sendiri (model
D).Kemungkinan tipe ikatan pertama dapat terjadi karena partikel-partikel primer
(seperti kuarsa dan liat) memiliki muatan positif akibat adanya kation-kation yang

22
Bab 3. Struktur Tanah
terjerap di permukaan, sedangkan bahan organik memiliki muatan negatif dalam
bentuk senyawa karboksilat (COOH-) dan oksida (OH-).Sementara tipe ikatan ke
dua dapat terjadi karena bidang liat memiliki muatan negatif sedangkan ujungnya
bermuatan negatif.

Kuarsa C1
D
A

Kuarsa
C3
Kuarsa

B C2

Gambar 3.1. Model penyusunan partikel-partikel primer dan bahan organik ke


dalam agregat. Tipe-tipe ikatan: A = kuarsa bahan organik
kuarsa; B = kuarsa bahan organik liat; C = liat bahan organik
liat (C1 = antar bidang liat; C2 = bidang dan ujung; C3 = antar
ujung); D = ujung liat bidang liat.

3. Stabilitas Agregat
Stabilitas agregat tanah memiliki peranan penting di alam karena
memberikan informasi tentang potensi kerusakan struktur tanah, penutupan pori-
pori di permukaan tanah (surface sealing dan crusting), erosi dan kemungkinan
pengaruh negatif terhadap perkecambahan benih serta pertumbuhan awal
tanaman.Kenampakan dari ketidakstabilan agregat dapat diamati secara langsung
di lapangan. Pada kondisi yang tidak diolah, penumpukan fraksi pasir dalam
jumlah yang besar menunjukkan kehancuran agregat oleh air, sehingga fraksi non-
pasir sudah hanyut ke tempat lain. Apabila tanah diolah, ketidaksatbilan agregat
terlihat dari struktur yang didominasi bentuk bersudut (blocky dan angular peds),
terutama pada tanah-tanah berliat dengan kadar bahan organik yang rendah.
Disagregasi oleh curah hujan pada tanah-tanah yang tidak stabil menyebabkan
penutupan pori di lapisan atas tanah dan diikuti dengan penggenangan.

23
Bab 3. Struktur Tanah
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap stabilitas agregat yaitu faktor fisik,
komponen penyusun tanah, dan biologis. Secara fisik, stabilitas agregat dapat
terjadi akibat proses pembasahan dan pengeringan, pengkerutan dan pemuaian
(seperti pada tanah Vertisol), pembekuan dan pencairan (untuk tanah-tanah
beriklim dingin), penetrasi akar, dan pergerakan makhluk hidup di dalam tanah.
Mekanisme stabilitas agregat secara fisik umumnya terjadi melalui meningkatnya
kerapatan antara partikel akibat desakan fisik yang terjadi di dalam tanah. Ketika
akar tanaman melakukan penetrasi ke dalam tanah, maka gerakan tersebut akan
menyebabkan partikel-partikel di sekeliling akan menjadi saling merapat ke
samping sehingga proses kohesi yang terjadi menjadi semakin kuat. Hal yang sama
juga terjadi ketika cacing tanah dan hewan tanah lainnya melakukan gerakan di
dalam tanah.
Komponen penyusun tanah yang berpengaruh terhadap stabilitas agregat
diantaranya adalah kandungan liat, bahan organik, peroksida bebas dan besi
(Fe2O3) dan aluminium (Al2O3), CaCO3, dan Na dapat ditukar (Na-dd). Selain Na-
dd, semua komponen di atas memiliki hubungan yang positif dengan stabilitas
agregat. Dengan kata lain, stabilitas agregat akan meningkat seiring dengan
meningkatnya kandungan liat, bahan organik, peroksida bebas dan CaCO3 di
dalam tanah. Pengaruh negatif dari Na-dd disebabkan valensi tunggal dan ukuran
yang besar dari ion Na sehingga lebih mudah terlepas dari koloid tanah.
Hubungan antara komponen penyusun tanah dan stabilitas agregat seperti
diuraikan di atas dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 3.2.Peningkatan
kandungan liat, bahan organik dan Fe2O3 meningkatkan stabilitas agregat secara
eksponensial, dengan laju peningkatan mula-mula besar namun menjadi semakin
kecil seiring dengan meningkatnya ketiga komponen penyusun tanah tersebut.
Penambahan bahan organik sebanyak 2%, misalnya dapat meningkatkan stabilitas
agregat sebesar 20% jika kandungan tersebut kurang dari 5%, tetapi jumlah
penambahan yang sama hanya mampu meningkatkan stabilitas sekitar 3% untuk
kadar bahan organik di atas 5%. Pangaruh Al2O3dan CaCO3terhadap stabilitas
agregat jauh lebih kecil dibandingkan dengan pengaruh liat, bahan organik dan
Fe2O.Sebaliknya, peningkatan kandungan Na sebanyak 20% mampu menurunkan
stabilitas agregat dari 75 menjadi kurang dari 20%.
Secara biologis, stabilitas agregat dipengaruhi berbagai aktivitas flora dan
fauna di dalam tanah seperti hypa jamur, rambut-rambut akar tanaman dan
mikrobia.Kedua komponen pertama dapat mengikat partikel-partikel primer dan
sekunder tanah ke dalam unit yang lebih besar dan stabil. Namun, dibandingkan
dengan liat, bahan organik dan kation, pengaruh hypa dan rambut akar terhadap
stabilitas agregat jauh lebih cepat hilang sehingga pengaruh tersebut hanya
bertahan selama keduanya masih hidup atau belum mengalami proses
dekomposisi.

24
Bab 3. Struktur Tanah

100 100
90 90

Stabilitas (%)

Stabilitas (%)
80 80
70 70
60 60
50 50
40 40
0 20 40 60 80 0 5 10 15
Liat (%) Bahan organik (%)

100 100
90 90
Stabilitas (%)

Stabilitas (%)
80 80
70 70
60 60
50 50
40 40
0 2 4 0 2 4 6 8 10
Fe2O3 (%) Al2O3 (%)

100 100
90 80
Stabilitas (%)

Stabilitas (%)

80
60
70
60 40

50 20
40
0
0 10 20 30 40
0 5 10 15 20
CaCO3 (%)
Na-dd (%)

Gambar 3.2. Hubungan antara stabilitas agregat dan berbagai komponen tanah.

25
Bab 3. Struktur Tanah
Khusus untuk akar tanaman, hanya jenis tanaman yang memiliki akar
serabut halus (seperti rumput-rumputan) yang dapat mengikat agregat, sedangkan
tanaman yang meiliki akar kasar (seperti jagung dan gandum) tidak memiliki
fungsi pengikat agregat. Sementara itu, aktivitas mikrobiologi tanah mengeluarkan
berbagai bahan sintesis yang dapat berfungsi sebagai perekat agregat agar lebih
tahan terhadap proses disintegrasi.Pengikat agregat secara biologis oleh hypa
jamur dan rambut-rambut akar tanaman biasanya dilakukan terhadap agregat-
agregat makro berukuran lebih besar dari 0,5 mm. Keberadaan hypa dan rambut
akar dan bentuk pengikatannya terhadap agregat dapat dilihat secara kasat mata di
lapangan ketika melakukan diskripsi profil. Oleh sebab itu, stabilitas agregat mikro
berukuran kurang dari 0,5 mm lebih banyak dipengaruhi komponen penyusun
tanah (baik organik maupun anorganik), sedangkan agregat makro yang berukuran
lebih besar dari 0,5 mm lebih banyak diikat secara fisik oleh hypa dan rambut akar.

4. Pengukuran Stabilitas Agregat


Secara sederhana, stabilitas agregat dapat diukur dengan menggunakan
metode tetes.Sebongkah agregat diletakkan di bawah pipa tetrasi yang diisi
dengancairan yang mengandung proporsi air dan alkohol yang berbeda (misalnya
1:1, 1:2 dan sebagainya).Agregat tersebut kemudian ditetesi dengan cairan di
dalam pipa tetrasi, lalu dicatat jumlah tetes yang diperlukan untuk menghancurkan
agregat tersebut. Semakin stabil suatu agregat akan memerlukan jumlah tetes yang
semakin banhyak dan proporsi air dalam cairan yang semakin tinggi guna
menghancurkannya. Metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi stabilitas
agregat secara umum karena sangat mudah dilakukan.Namun metode ini tidak
dapat digunakan untuk menentukan stabilitas agregat secara rinci karena agregat
yang digunakan sangat sedikit sehingga kurang mewakili kondisi yang sebenarnya
di lapangan.
Metode yang paling umum digunakan untuk menentukan stabilitas agregat
adalah metode ayakan basah.Sejumlah agregat (10-50 g) yang telah diketahui
batasan ukurannya (misalnya diameter 0-6 mm) diletakkan di atas setumpuk
ayakan yang disusun sedemikian rupa sehingga ayakan yang bermata saring paling
besar berada di atas dan yang paling kecil di bawah. Tumpukan ayakan beserta
agregat di dalamnya dimasukkan ke dalam bak yang berisi air dan diikatkan ke
motor yang mampu menggerakkan ayakan naik turun. Motor lalu digerakkan agar
ayakan bergerak naik turun di dalam air, sehingga terjadi pergeseran antara agregat
dan air (gerakan ini menirukan prosespenghancuran agregat di lapangan akibat
curah hujan dan aliran permukaan). Setelah waktu tertentu (misalnya 10 menit),
mesin dimatikan, agregat yang tertahan pada masing-masing ayakan dikeluarkan
lalu dikeringkan dalam oven dan ditimbang. Stabilitas agregat dapat dinyatakan
dengan beberapa variabel, seperti :

26
Bab 3. Struktur Tanah
a) Agregat yang stabil berukuran di atas 2 mm (A>2), yang dihitung dengan:
A>2= W>2/Wt (3.1)
dimana W>2 = berat kering oven agregat yang tertahan pada ayakan-ayakan
bermata saring 2 mm atau lebih, Wt = berat kering oven agregat total.
b) Agergat yang stabil berukuran 1 dan 2 mm (A1-2), dihitung dengan :
A1-2= W1-2/Wt (3.2)
dimana W1-2 = berat kering oven agregat yang tertahan pada ayakan-ayakan
bermata saring 1 sampai 2 mm.
c) Diameter berat rata-rata (DBR), dihitung dengan rumus:

= =1 (
) (3.3)

dimana Wi= berat kering oven agregat pada ayakan ke-i, Di= diameter mata saring
rata-rata antara ayakan ke-i dan ayakan di atasnya, dan n= jumlah fraksi ukuran
agregat yang diukur (besarnya sama dengan 1+jumlah ayakan).
Agregat yang digunakan dalam penetapan stabilitas agregat dengan metode
ayakan basah dapat dibedakan menjadi dua kondisi: kering aingin dan lembab
lapangan. Penggunaan dari masing-masing kondisi agregat tersebut sangat
bergantung pada tujuan dilakukannya pengukuran.Agregat kering angin biasanya
digunakan untuk mengukur kekuatan maksimum dari suatu agregat, karena di
masukkan ke dalam air. Sementara agregat lembab lapangan sebaiknya digunakan
untuk membandingkan stabilitas dari agregat-agregat yang diperkirakan memiliki
perbedaan yang relatif kecil (misalnya agregat-agregat dari jenis tanah yang sama
namun ditanami dengan tanaman yang berbeda).
Metode ayakan basah memperkenalkan dua perlakuan awal (pre-treatment)
terhadap agregat yang akan diukur, yaitu pembasahan dan tanpa pembasahn
agregat. Bila pembasahan yang dipilih, agregat yang terlebih dahulu dibasahi
secara perlahan, biasanya dengan meletakkan agregat di atas alat pembuat uap
(moisturizer).Setelah jenuh, agregat lalu diletakkan di atas atakan sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya.Perlakuan ini tidak diperlukan, dan agregat dapat
langsung diletakkan di ayakan, bila tidak memerlukan pembasahan agregat di awal
pengukuran.Teknik pertama sangat cocok diterapkan pada tanah-tanah di kawasan
subtropik (dimana musim hujan diawali dengan intensitas yang rendah guna
membasahi tanah), sedangkan teknik kedua sangat cocok untuk tanah-tanah tropis
karena intensitas hujan dapat langsung terjadi secara maksimum ketika tanah
masih kering.
Metode pengukuran stabilitas agregat yang lain adalah metode
turbidimetri. Pada prinsipnya, metode ini sama dengan metode ayakan basah,
termasuk kondisi agregat dan perlakuan awal yang diberikan sebelum pengukuran

27
Bab 3. Struktur Tanah
dilakukan. Perbedaannya terletak pada teknik penghancuran agregat dengan
menggunakan energy kinetik air.Pada metode turbidimetri, agregat dimasukkan ke
dalam bejana berisi air, bejana tersebut lalu digerakkan sedemikian rupa sehingga
agregat di dalamnya bergerak dan bergeser dengan air.Pergerakan bejana tersebut
dapat dilakukan dengan menggunakan shaker listrik yang diset dengan frekuensi
gerakan rendah.Agregat di dalam bejana yang telah hancur lalu disaring dengan
tumpukan ayakan yang disusun seperti pada metode ayakan basah. Langkah-
langkah penghitungan parameter stabilitas agregat juga sama dengan pada metode
ayakan basah.

5. Struktur dan Pergerakan Air


Struktur tanah mempengaruhi sifat-sifat fisik tanah lain di lapangan,
diantaranya pergerakan air di dalam tanah. Pengaruh struktur terhadap pergerakan
air tersebut ditentukan oleh bentuk, ukuran dan stabilitas dari struktur itu
sendiri.Berdasarkan bentuk dan ukurannya, tanah atau lapisan tanah yang
mengandung struktur butir cenderung lebih mudah dilewati air disbanding lapisan
tanah yang memiliki struktur kubus atau lempeng. Hal ini disebabkan struktur butir
yang ukurannya lebih kecil memiliki lebih banyak pori antar agregat. Sementara
itu, struktur kubus atau lempeng lebih didominasi oleh pori-pori mikro yang
terdapat di dalam agregat tanah. Struktur prismatic dengan bentuk sisi yang tajam
akan lebih sulit dilewati air disbanding struktur kolumnar yang memiliki bentuk
sisi yang tumpul (rounded).
Apabila bentuk agregat lebih banyak menentukan laju pergerakan air di
dalam tanah dalam waktu yang singkat, pengaruh stabilitas agregat justru baru
terlihat pada pergerakan air dalam jangka waktu yang lama. Dengan kata lain, laju
pergerakan air di dalam tanah mula-mula akan dikontrol bentuk agregat, tetapi
setelah beberapa waktu laju tersebut sangat bergantung pada stabilitasnya. Tanah
yang memiliki agregat yang stabil mampu mempertahankan kecepatan pergerakan
air sejak awal dari proses pergerakan tersebut. Sebaliknya, laju pergerakan air pada
tanah yang agregatnya tidak stabil cenderung tidak stabil. Kecepatan pergerakan
tersebut akan semakin berkurang selama proses pergerakan air berlangsung. Hal
ini disebabkan selama terjadinya pergerakan air, terutama pada kondisi jenuh,
agregat tanah akan mudah pecah menjadi butir-butir yang lebih kecil dan menutupi
pori-pori makro. Akibatnya, pori-pori makro menjadi tersumbat dengan pecahan
agregat dan gerakan air melalui pori makro tersebut menjadi terhambat.
Sifat-sifat struktur tanah yang mempengaruhi pergerakan air tanah secara
kuantitatif diwakili oleh porositas total, dan radius pori, r. Hubungan kuantitatif
antara struktur dan pergerakan air tanah tersebut dapat dilukiskan dengan
persamaan berikut :
P = r2/8 (3.4)

28
Bab 3. Struktur Tanah
dimanaP adalah permeabilitas yang selanjutnya dapat dikonversi menjadi
kondukttivitas hidrolika, K, sebagaimana diperlihatkan pada persamaan 7.2.
Persamaan 3.4 di atas merupakan titik awal bagi berbagai penelitian yang
mencoba menghubungkan pergerakan air tanah dengan porositas dan ukuran pori
tanah. Sebenarnya bukan hanya total dan ukuran pori yang mempengaruhi
pergerakan air di dalam tanah, tetapi juga bentuk aliran yang ditimbulkan pori.
Bentuk tersebut lebih dikenal dengan tortuositas pori, yang diartikan sebagai
rasio antara panjang efektif (le) dan panjang sebenranya (l) dari aliran dan
dinyatakan dalam bentuk kuadrat. Dengan demikian, faktor tortuositas, T, dapat
dihitung dengan:
T=(le/l)2 (3.5)
Semakin tinggi nilai T berarti semakin lurus bentuk aliran yang ada, sehinga
semakin tinggi pula laju pergerakan air di dalam tanah.

Ringkasan Bab 3
Struktur tanah merupakan susunan partikel-partikelprimer tanah menjadi
partikel-partikel sekunder, termasuk ruang pori yang ada diantaranya. Struktur
tanah ini memiliki fungsi penting dalam proses transportasi dan produksi tanaman.
Pembentukan struktur diawali dengan proses agregasi tanah yang merupakan
rangkaian dari proses flokulasi, koagolasi dan stabilisasi. Penyusunan partikel-
partikel primer ke dalam partikel sekunder biasanya melibatkan bahan organik
sebagai medium, meskipun dapat pula terjadi antara sesame partikel primer itu
sendiri.Stabilitasasi dari agregat yang telah terbentuk ditentukan oleh faktor fisik
(seperti pergerakan hewan dan akar tanaman di dalam tanah), kimia (kation-kation)
dan biologis (termasuk bahan organik) dari tanah. Struktur mempengaruhi sifat-
sifat tanah yang lain, diantaranya pergerakan air dan udara di dalam tanah.

Latihan
Jawablah pertanyaan dibawah ini guna mengembangkan pengetahuan
saudara tentang struktur tanah. Carilah sumber kepustakaan yang sesuai untuk
menjawab pertanyaan berikut :
a) Menurut saudara, mengapa struktur merupakan sifat fisik tanah dasar yang
hampir selalu di ukur dalam setiap analisis tanah?
b) Apakah pengaruh struktur terhadap pertumbuhan tanaman bersifat langsung
atau tidak langsung ?Jelaskan ?
c) Sebutkan empat model ikatan dalam proses agregasi, lalu jelaskan kelebihan
dan kekurangan dari masing-masing model tersebut?

29
Bab 3. Struktur Tanah
d) Pada lokasi yang sama, apakah stabilitas agregat tanah di musim hujan lebih
tinggi atau lebih rendah dibandingkan musim kemarau?
e) Di awal kejadian hujan, air dengan cepat meresap ke dalam tanah. Namun
semakin lama hujan berlangsung maka kecepatan air masuk ke dalam tanah
semakin berkurang yang dapat berakhir dengan terjadinya penggenangan atau
aliran permukaan. Coba saudara jelaskan fenomena tersebut ditinjau dari
faktor struktur tanah yang telah diuraikan sebelumnya.

Kerjakanlah kasus di bawah ini secara berkelompok dengan menggunakan


rumus-rumus yang sesuai.
f) Hitung diameter berat rata-rata (DBR) dari agregat yang lolos tumpukan
ayakan basah dengan komposisi seperti pada tabel berikut. Kemudian hitung
persentase stabilitas agregat tersebut.

Proporsi agregat kering oven (g g-1)


Kisaran diameter
agregat (mm)
Bera Barley Ryegrass

0 0,25 0,48 0,53 0,39


0,25 1 0,12 0,08 0,05
12 0,18 0,13 0,13
26 0,22 0,26 0,43
Sumber: Hermawan (1995)

Penutup

1. Tes formatif
1. Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang :
a) Mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung
b) Mengendalikan sifat-sifat tanah lain yang secara langsung mempengaruhi
tanaman
c) Hanya memperhatikan partikel-partikel padat yang bergabung menjadi
agregat
d) Semua jawaban benar
2) Peranan bahan organik dalam proses agregasi adalah melalui:
a) Kelebihan muatan negatif pada senyawa organik di dalam bahan
b) Berfungsi sebagai perekat antara partikel-partikel primer

30
Bab 3. Struktur Tanah
c) Pembungkusan partikel-partikel primer menjadi partikel-partikel sekunder
d) Pengikat seperti yang dilakukan oleh akar tanaman
3) Pernyataan tentang stabilitas agregat di bawah ini adalah benar, kecuali:
a) Tanah basah memiliki stabilitas agregat yang lebih rendah dibandingkan
tanah kering
b) Pengaruh bahan organik terhadap stabilitas agregat menjadi berkurang
pada tanah yang mengandung senyawa Fe2O3 yang tinggi
c) Pengikatan agregat oleh hypa dan akar tanaman hanya bersifat sementara
d) Stabilitas agregat mempengaruhi pergerakan air tanah melalui distribusi
ukuran partikel padat yang membentuk agregat
4) Metode ayakan basah pada penetapan stabilitas agregat banyak digunakan di
daerah tropis karena berhubungan dengan :
a) Temperature yang tinggi
b) Curah hujan yang tinggi
c) Jumlah musim yang hanya dua
d) Penguapan yang tinggi
5) Metode ayakan kering dalam menentukan stabilitas agregat diperlukan untuk
keperluan pengolahan lahan berikut, kecuali :
a) Pengolahan tanah
b) Daya dukung tanah terhadap peralatan mesin pertanian
c) Laju infiltrasi air hujan
d) Erosi oleh angin

2. Umpan Balik
Bandingkan jawaban saudara denga kunci jawaban yang tersedia, lalu hitung
skornya sebagai berikut:


= [ ] 100

3. Tindak Lanjut
Bila skor saudara 70 atau lebih maka saudara dapat melanjutkan membaca
Bab 4, sedangkan bila skor kurang dari 70 maka ulangi membaca Bab 3 ini
sebelum mempelajari Bab 4.

4. Kunci Jawaban Tes Formatif


1)b, 2)a, 3)d, 4)b, 5)c

31
Bab 4. Deformasi Tanah

BAB 4. DEFORMASI TANAH

A. PENDAHULUAN

1. Deskripsi Singkat
Deformasi tanah merupakan suatu proses yang berlawanan dengan
pembentukan tanah (formasi), sehingga dapat diartikan sebagai segala proses yang
dapat mengubah kondisi tanah yang telah terbentuk. Dalam bab ini akan dibahas
sifat-sifat fisik tanah yang berhubungan dengan kemampuan tanah untuk bertahan
dari proses deformasi tersebut. Beberapa sifat fisik tanah penting yang dapat
digunakan untuk menduga terjadinya deformasi tanah adalah konsistensi
(consistency), kekuatan (strength) dan kepadatan (compaction).

2. Relevansi dengan Bab Lain


Bab ini berkaitan erat dengan dua bab sebelumnya, yakni bab 2 dan bab 3.
Deformasi tanah merupakan sifat fisik yang banyak berhubungan dengan praktek
pengolahan tanah sebagaimana dibahas dalam Bab 10 (Aplikasi).

3. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah membaca bab ini mahasiswa diharapkan dapat:
a) Menyebutkan sektor-sektor pembangunan yang berkepentingan dengan proses
deformasi tanah
b) Menyebutkan dan menjelaskan sifat-sifat fisik yang dapat dijadikan indicator
dalam mempelajari deformasi tanah.
c) Menyebutkan dan menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sifat-
sifat fisik di atas.
d) Menjelaskan dampak deformasi tanah terhadap berbagai kegiatan pengelolaan
di lapangan

B. PENYAJIAN
Informasi tentang sifat-sifat fisik yang berhubungan dengandeformasi tanah
tidak hanya dibutuhkan di sector pertanian, tetapi juga di sektor-sektor lain seperti
kehutanan dan keteknikan. Hanya saja tolak ukur yang digunakan kadang-kadang
berbeda atau bahkan berlawanan sama sekali antara sector satu dengan sektor
lainnya. Pekerja di sektor pertanian, terutama di bidang produksi tanaman,

32
Bab 4. Deformasi Tanah
menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu kuat dan padat sehingga mudah
ditembus oleh akar tanaman.Sebaliknya, pekerja di sector teknik sipil justru
menghendaki tanah yang kuat dan padat agar konstruksi yang ada di atasnya tidak
bergerak. Oleh sebab itu, pembahasan tentang deformai tanah melibatkan aspek
konsistensi dan kekuatan tanah, yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap
tingkat kepadatan. Ketiga sifat fisik tanah tersebut akan dibahas secara lebi rinci
termasuk faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1. Konsistensi Tanah
Konsistensi tanah adalah ketahanan tanah terhadap proses deformasi dan
dipengaruhi sifat-sifat kohesi dan adesi dari masa tanah secara keseluruan. Bila
struktur berhubungan dengan bentuk, ukuran dan kejelasan dari agregat tanah,
maka konsitensi berhubungan dnegan kekuatan dan tekanan alami di antara
partikel.Konsistensi penting dalam menentukan tindakan pengolahan tanah yang
tepat bagi jenis tanah tertentu.Tanah-tanah berpasir memiliki daya kohesi dan adesi
minimal sehingga sangat mudah mengalami deformasi. Sebaliknya tanah berliat
bersifat lengket bila dalam kondisi basah yang akan menyulitkan tindakan
pengolahan tanah.
Berdasarkan konsistensinya, tanah dibedakan dalam tiga fase yaitu fase
padat, fase plastik atau cair.Tanah pada fase plastik misalnya, memiliki sifat-sifat
mengalir setelah diberi tekananyang melebihi kemampuannya untuk bertahan.
Perubahan fase tersebut dipengaruhi oleh kadar air tanah, yang dibedakan atas
kadar air pada batas atas (lebih basah) dan pada batas bawah (lebih kering).
Pengujian tentang batasan tersebut dilakukan oleh Atterberg pada tahun 1911 dan
dimodifikasi oleh Casagrande, sehingga angka yang dihasilkan dari pengujian
konsistensi tersebut dikenal sebagai angaka atterberg sedangkan alatnya disebut
casagrande.
Meskipun pengujiannya berawal dari bidang pertanian di Swedia,
konsistensi tanah sering digunakan dalam klasifikasi tanah untuk tujuan-tujuan
keteknikan.Bila digunakan bersama-sama dengan analisis ukuran partikel,
konsistensi dapat digunakan untuk menentukan kelas kesesuaian tanah untuk
konstruksi jalan, bangunan dan lapangan terbang.Di bidang pertanian sendiri,
pengujian konsistensi, terutama batasan antara fase cair dan plastik, lebih
banyakdigunakan untuk implementasi pengolahan tanah di lapangan. Penetapan
batas atas dan batas bawah dari fase cair dan plastik snagat penting dalam
menentukkan pada kadar air berapa kita dapat melakukan pengolahan tanah tanpa
menyebabkan tanah tersebut mengalami deformasi. Sebagai contoh, operasi
pengolahan tanah akan menyebabkan terjadinya penyumbatan pori (smearing) bila
kondisi tanah tersebut lebih basah dari bahan plastik, tetapi di bawah batas tersebut
tanah akan bertindak sebagai bahan yang memiliki kekuatan sedang.

33
Bab 4. Deformasi Tanah
Hubungan antara berbagai batas konsistensi dan kadar air tanah
diilustrasikan pada Gambar 4.1. Konsistensi tanah pada fase padat dibagi menjadi
dua fase yaitu keras dan sedang (friable).Kedua fase tersebut dipisahkan dengan
batas pengkerutan (shringkage limit). Batas pengkerutan tersebut terletak pada
kadar air sekitar 0,15 g g-1 untuk jenis tanah-tanah berat. Fase padat berkekuatan
sedang dan fase plastik dipisahkan batas plastik (kadar air 0,3 g g-1), sedangakn
antara fase plastik dan fase cair dipisahkan batas cair (kadar air 0,75 g g-1). Kondisi
kelembaban untuk setiap batasan tersebut tentunya berbeda antara jenis tanah satu
dengan yang lain.
Volume
tanah

Kuat Sedang Plastik Cair


A B C

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8


Kadar air, g g-1

Gambar 4.1. Status konsistensi dari tanah-tanah yang memiliki kandungan liat
yang tinggi. A= batas pengkerutan, B=batas plastik, C=batas cair.

Contoh-contoh status konsistensi pada berbagai kadar air dan jenis tanah
utnuk keperluan pertanian disajikan pada Table 4.1. Tanah-tanah berpasir memiliki
sifat nonplastik sehingga tidak disajikan pada table.Sebaliknya, liat memiliki sifat
plastik yang tinggi sehingga digunakan sebagai salah satu indikator dalam
pembedaan batas konsistensi.Pada Table 4.1 dikemukakan bahwa batas plastik dan
batas cair mengalami pergeseran yang sangat nyata, sedangkan batas pengkerutan
tidak.Hal ini terjadi apabila kandungan liat di dalam tanah berubah.Informasi dasar
seperti ini sangat berguna untuk berbagai keperluan praktis dalam pengelolaan
lahan secara berkelanjutan. Sebagai contoh, untuk mencegah terjadinya smearing
maka tanah lempung berpasir harus diolah pada kadar air di bawah 16%,
sedangkan tanah liat masih dapat diolah pad kadar air hingga 30%.

34
Bab 4. Deformasi Tanah
Table 4.1. Batas konsistensi untuk berbagai kelas tekstur

Batas konsistensi, % berat air


Kadar
Tekstur
liat (%) Batas
Batas plastik Batas cair
pengkerutan

Lempung berpasir 12 14 16 21
Lempung liat berpasir 23 18 25 40
Liat 51 13 36 83

2. Kekuatan Tanah
Kekuatan tanah (soil strength) mempengaruhi tingkah laku tanah tersebut
terhadap daya dukung (bearing load), kepadatan, pengolahan tanah (tillage), dan
penetrasi akar. Pada sebagian besar jenis tanah, kekuatan tersebut meningkat
seiring dengan meningkatnya berat volume dan menurunnya kadar air tanah.
Kekuatan tanah merupakan fungsi dari daya kohesi antara partikel-partikel dan
ketahanan partikel-partikel tersebut terhadap gaya friksi yang ditimbulkan oleh
pergerakan di dalam tanah seperti akar tanaman. Hubungan tersebut dapat
digambarkan secara matematis sebagai berikut:
= c + tan (4.1)
dimana = tekanan geser yang dibutuhkan agar tanah mengalami deformasi, c =
konstanta, = tekanan normal terhadap bidang geser, dan = koefisien dari friksi
internal.Persmaan 4.1 menunjukkan bahwa friksi internal antara komponen
penyusun tanah memegang peranan sangat penting dalam deformasi tanah.
Kekuatan tanah dapat diukur secara langsung dengan menggunakan sampel
ke dalam kotak yang dipisahkan secara horizontal, separoh kotak bagian atas dapat
digerakkan ke samping ketika beban normal diberikan ke tanah (Gambar 4.2).
Angka yang diperoleh adalah besarnya gaya yang diberikan untuk membuat
belahan kotak tanah tersebut bergerak. Dalam hal ini, Persamaan 4.1 di atas dapat
diterapkan guna mencari hubungan antara dan , termasuk nilai untuk berbagai
jenis tanah.
Secara tidak langsung, kekuatan tanah dapat diukur di lapangan dengan cara
menekan suatu probe ke dalam tanah. Angka yang diperoleh dapat berupa berapa
kali probe tersebut dipukul dengan palu untuk mencapai kedalaman tertentu atau
yang paling sering dipakai adalah berapa tekanan yang diberikan agar probe dapat

35
Bab 4. Deformasi Tanah
mencapai kedalaman yang diinginkan.Cara terakhir yang biasanya menggunakan
penetrometer dengan berbagai model, seperti penetrometer yang menggunakan
mesin atau menggunakan tangan (hand penetrometer). Nilai kekuatan tanah yang
diperoleh dari penetrometer ini sering disebut resistensi penetrasi karena secara
langsung dapat menggambarkan besar kecilnya hambatan yang akan dialami oleh
penetrasi akar tanaman. Karena resistensi penetrasi tanah juga sangat dipengaruhi
kadar air maka pengukurannya harus pula diikuti dengan penetapan kadar air tanah
pada waktu yang bersamaan. Kadar air tersebut selanjutnya digunakanuntuk
mengkoreksi nilai resistensi penetrasi tanah yang diperoleh.

beban normal
gaya geser

Gambar 4.2 Metode pengukuran kekuatan tanah secara langsung dengan


menggeser bagian atas sampel dalam kotak yang dipisahkan secara
horizontal.

Koreksi kadar air tanah terhadap hasil pembacaan penetrometer di lapangan


dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan logaritma empiric berikut:
Log (RP) = a log(b) + b log() + c (4.2)
dimana RP = resistensi penetrasi (MPa), b) = berat volume (Mg m-3), = kadar air
tanah ketika pengukuran berlangsung (g g-1), sedangkan a, b dan c adalah
konstanta empirik. Bila persamaan 4.2 pada kadar air tertentu dibagi dengan
persamaan pada kadar air yang lain tanpa mengganti nilai berat volume, maka
parameter berat volume akan habis terbagi. Persamaan 4.2 selanjutnya dapatditulis
menjadi:
1
2
= (1 ) (4.3)
2

dimana RP1 = resistensi penetrasi pada kondisi sudah dikoreksi, RP2 = resistensi
penetrasi pada kondisi sebelum dikoreksi (di lapangan), 1 = kadar air yang
diinginkan pada kondisi mana nilai RP dikoreksi, 2 = kadar air di lapangan ketika
RP2 diukur. Konstanta b dapat ditentukan terlebih dahulu dengan melakukan
korelasi (Persamaan 4.2) pada jenis tanah yang sama tetapi dengan berat volume
dan kadar air yang bervariasi.

36
Bab 4. Deformasi Tanah

3. Kepadatan Tanah
Ketika beban diberikan pada sebidang tanah, partikel-partikel tanah akan
berubah posisi kea rah yang saling berdekatan dan mengisi pori-pori yang ada.
Akibatnya, volume tanah secara keseluruhan menjadi berkurang dibandingkan
sebelum diberi beban. Peristiwa seperti ini disebut proses pemadatan tanah. Karena
perubahan tersebut terletak pada volume total tanah, sementara beratnya tetap,
maka tingkat kepadatan tanah (soil compaction) dapat diukur dengan
menggunakan parameter berat volume. Beberapa studi menunjukkan bahwa tanah
yang memiliki tingkat kepadatan akibat mengalami tekanan sekitar 100 kPa, atau
setara dengan nilai berat volume 1,3 Mg m-3, diperkirakan dapat menghambat
pergerakan air dan udara di dalam tanah, perkecambahan biji dan penetrasi akar.
Kepadatan tanah dapat disebabkan berbagai faktor, seperti curah hujan,
hewan dan mesin-mesin yang beroperasi di atas tanah.Pengaruh curah hujan
biasanya hanya pada lapisan teratas dari profil tana, sementara lapisan di bawahnya
tetap pada tingkat kepadatan semula. Artinya, pada tanah-tanah yang telah
digemburkan hingga kedalaman 20 cm, pengaruh curah hujan mungkin hanya
terlihat pada kedalaman 5 cm daria atas permukaan, sedangkan lapisan 5-20 cm
tetap gembur. Proses terbentuknya lapisan tipis di permukaan akibat pemadatan
tersebut disebut penyumbatan permukaan (surface sealing) jika dalam kondisi
basah dan disebut pengkerakan permukaan (surface crusting) jika kering.

Berat volume (g cm-3)


0.8 1.0 1.2 1.4
0

10 Tinggi permukaan
Kedalaman

tanah setelah
(cm)

15 pemadatan

20

Sebelum
25
Setelah
30
Gambar 4.3 Profil berat volume tanah sebelum dan setelah dilewati traktor.

37
Bab 4. Deformasi Tanah
Kepadatan yang diakibatkan oleh hewan dan mesin dapat menjangkau
lapisan yang lebih dalam lagi, misalnya hingga kedalaman 40 cm (subsoil). Pada
Gambar 4.3, misalnya diperlihatkan adanya peningkatan nilai berat volume pada
kedalaman 20 cm antara sebelum dan sesudah dilewati traktor. Peningkatan tidak
terjadi lagi pada lapisan yang lebih dalam dri 20 cm. Hal lain yang menarik bahwa
tinggi permukaan tanah turun sekitar 10 cm setelah mengalami pemadatan oleh
roda-roda traktor yang dilewati di atasnya.

4. Pengaruh Kadar Air


Kadar air tanah mempengaruhi sifat-sifat yang berhubungan dengan
deformasi tanah melalui beberapa cara. Kadar air mempengaruhi konsistensi dan
kekuatan tanah melalui penurunan nilai koefisien friksi antar partikel tanah. Daya
ikat antar partikel tersebut menurun jikabdipisahkan oleh lapisan film air yang
tebal, yaitu terjadi pada kadar air tanah yang tinggi. Akar tanaman, misalnya masih
mampu menembus tanah yang padat bila dalam keadaan lembab. Pengaruh kadar
air yang demikian hampir sama dengan pengaruh bahan organik yang lebih
bertindak sebagai pelumas bagi proses penetrasi di dalam tanah. Fenomena ini
mengunutngkan karena tanaman tetap bisa tumbuh pada tanah-tanah padat asalkan
kelembabannya terjaga.
Terhadap kepadatan tanah, pengaruh kadar air terlihat ketika tanah
mengembang pada saat ruang pori terisi penuh air. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa nilai berat volume tanah berubah jika diukur pada kondisi
kering dan kondisi basah meskipun tingkat kepadatannya sama. Nilai berat volume
cenderung meningkat bila diukur pada waktu kering sebagai akibat pengkerutan
tanah seiring dengan hilangnya air dari dalam ruang pori.

Ringkasan Bab 4
Deformasi tanah, yang memiliki pengertian yang berlawanan dengan
pembentukkan tanah, dapat ditentukan dari tiga sifat fisik tanah utama yaitu
konsistensi, kekuatan dan kepadatan tanah.Konsistensi dan kekuatan tanah
merupakan sifat-sifat yang berhubungan dnegan daya tarik menarik antar partikel
di dalam tanah, sedangkan kepadatan merupakan produk dari rendahnya nilai
konsistensi dan kekuatan tanah. Deformasi tanah dipengaruhi gaya eksternal yang
bekerja pada tanah dan sifat-sifat tanah itu sendiri seperti tekstur dan kedalaman
lapisan tanah. Ketiga sifat tersebut juga dipengaruhi kadar air tanah, sehingga nilai
yang diperoleh bisa berubah pada kadar air yang berbeda meskipun status fisiknya
tetap.

38
Bab 4. Deformasi Tanah
Latihan
Jawablah pertanyaan dibawah ini guna mengembangkan pengetahuan
saudara tentang struktur tanah. Carilah sumber kepustakaan yang sesuai untuk
menjawab pertanyaan berikut :
a) Mengapa tanah tidak boleh diolah dengan traktor apabila kadar airnya terlalu
tinggi ?
b) Salah satu upaya meningkatkan laju pertumbuhan tanaman di lahan bekas
tambang yang sangat padat adalah dengan menambah bahan organik. Jelaskan
jawaban Saudara mengapa hal itu bisa dilakukan ?
c) Mengapa konsistensi tanah harus ditetapkan pada kondisi kering, lembab dan
basah. Jelaskan jawaban saudara?
d) Jelaskan prinsip kerja dari penetrometer yang digunakan untuk mengukur nilai
kekuatan tanah ?
e) Mengapa teknik cakar ayam sangat cocok digunakan untuk membuat fondasi
bangunan pada tanah yang memiliki konsistensi dan kekuatan yang rendah
sperti tanah rawa ?

Penutup

1. Tes Formatif
1. Deformasi tanah merupakan proses fisik tanah yang :
a) Berakhir dengan terjadinya pemadatan tanah
b) Dapat menerangkan proses terbentuknya tanah
c) Berjalan sendiri tanpa dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah lain
d) Semua jawaban benar
2. Peranan bahan organik dalam proses deformasi tanah dalah melalui :
a) Penguatan ikatan-ikatan antar partikel primer tanah
b) Penyerapn air yang lebih banyak sehingga tanah menjadi lebih lembab
c) Pengikatan senyawa-senyawa logam
d) Suplai unsur hara bagi pertumbuhan tanaman
3. Sifat-sifat fisik berikut ini sangat berpengaruh terhadap proses deformasi
tanah, kecuali:
a) Tekstur
b) Kadar air
c) Kemantapan agregat
d) Konduktivitas hidrolika
4. Sifat-sifat fisik tanah berikut merupakan indicator kepadatan tanah, kecuali:
a) Berat volume
b) Berat partikel

39
Bab 4. Deformasi Tanah
c) Distribusi ukuran pori
d) Konduktivitas hidrolika
5. Metode penetapan kekuatan tanah dengan menggunakan penetrometer sangat
cocok untuk diinterprestasikan untuk menduga:
a) Teknik pengolahan tanah yang sesuai
b) Daya dukung tanah terhadap peralatan mesin pertanian
c) Laju pertumbuhan akar
d) Laju pertumbuhan tanaman

2. Umpan Balik
Bandingkan jawaban saudara denga kunci jawaban yang tersedia, lalu hitung
skornya sebagai berikut:


= [ ] 100

3. Tindak Lanjut
Bila skor saudara 70 atau lebih maka saudara dapat melanjutkan membaca
Bab 5, sedangkan bila skor kurang dari 70 maka ulangi membaca Bab 4 ini
sebelum mempelajari Bab 5.

4. Kunci Jawaban Tes Formatif


1)a, 2)b, 3)d, 4)b, 5)d

40
Bab 5. Tata Udara Tanah

BAB 5. TATA UDARA TANAH

A. PENDAHULUAN

1. Deskripsi Singkat
Tata udara tanah menjadi lebih penting dalam fisik tanah sejak definisi
struktur tanah mencakup unsure ruang pori yang ada di antara susunan-susunan
partikel. Bab ini membahas berbagai aspek yang berkaitan dengan hal tersebut,
diantaranya ruang dan distribusi ukuran pori, aerasi tanah, dan kondisi aerobic-
anaerobik tanah. Beberapa cara penghitungan status tata udara tanah disajikan
dalam bab ini.

2. Relevansi dengan Bab Lain


Porositas, aerasi dan kondisi aerobik-anaerobik tanah berkaitan erat dengan
ketersediaan dan pergerakan air di dalam tanah serta dengan temperature tanah
(lihat bab-bab berikutnya). Sementara itu, kontinuitas dari tata udara tersebut
sangat bergantung pada stabilitas struktur tanah, karena disintergigrasi suatu
agregat akan menyebabkan perubahan jumlah dan ukuran ruang pori tanah.

3. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah membaca bab ini mahasiswa diharapkan dapat:
a) Menjelaskan peranan pori tanah dalam sector pertanian dan non-pertanian
berdasarkan perbedaan ukurannya
b) Menghitung parameter-parameter dasar yang berkaitan dengan tata udara
tanah, seperti berat volume dan porositas total, distribusi ukuran pori, dan
proses difusi udara tanah
c) Memahami teknik pengukuran parameter-parameter dasar tersebut sebagai
bekal dalam mengikuti pratikum di laboratorium

B. PENYAJIAN

1. Pori Tanah
Sifat-sifat tanah tidak hanya ditentukan dari macam dan ukuran partikel-
partikel secara tersendiri tetapi juga oleh bagaimana hal itu tersusun dan terikat
bersama. Kadang-kadang partikel-partikel terbentuk sebagai suatu kumpulan dan

41
Bab 5. Tata Udara Tanah
butiran-butiran tunggal (seperti pada pasir) tetapi biasanya terbentuk ke dalam
agregat dengan kemantapan yang bervariasi (lihat bab struktur tanah, sub-bab
kemantapan agregat). Di antara partikel-partikel tersebut, baik yang tersusun
secara tersendiri maupun dalam agregat, terdapat ruang pori yang berfungsi
sebagai tempat penyimpanan dan pergerakan air dan udara di dalam tanah. Fungsi
tersebut sangat dibutuhkan oleh aktivitas akart tanaman, mikroorganisme dan
hewan-hewan tanah.
Ruang pori terbentuk melalui dua mekanisme, yaitu :
1. Melalui cela atau gap antar partikel yang tidak dapat tertutup kembali dan
2. Melalui berbagai aktivitas di dalam tanah seperti penetrasi akar, hewan tanah,
pengembangan (swelling), retak ketika terjsdi pengkerutan (shrinking) dan
pengolahan tanah (tillage).
Pembahasan tentang ruang pori tanah perlu diawali dengan pembahasan
tentang struktur umum dari system pori tanah, yaitu partikel padat, air tanah dan
udara tanah. Misalkan Vp, Vc, Vg dan Vt masing-masing mewakili volume
padatan, cairan, gas dan total dalam suatu system tanah dan mp, mc, mg dan mt
masing-masing mewakili massanya, kita dapat mendefinisikan:
Berat partikel: p = mp/Vp (5.1)
Berta volume: v = mp/Vt (5.2)
Porositas total: = (Vc + Vg)/Vt = (Vt-Vp)/Vt (5.3)
Bila persamaan 5.1 ditulis menjadi Vp = mp/p dan persamaan 5.2 menjadi Vt =
mp/v lalu keduanya dimasukkan ke dalam persamaan 5.3, kita memperoleh:
= (1-v/p) (5.4)
Pada tanah-tanah yang sering mengalami perubahan volume, misalnya karena
pemadatan atau proses pengembangan dan pengkerutan, Vt pada Persamaan 5.3
tidak konstan sehingga lebih menguntungkan jika memakai rasio pori sebagai ganti
porositas. Rasio pori didefinisikan sebagai:
e= (Vc+Vg)/Vs (5.5)
Fraksi volume tanah yang berupa ruang pori bervariasi dari 0,3 sampai 0,6.
Pori-pori di dalam tanah memiliki ukuran (diameter) yang snagat beragam hingga
beberapa kelipatan, dan setiap ukuran memiliki fungsi tertentu sebagaimana
disajikan pada Tabel 5.1.Distribusi ruang pori menurut ukuran pori biasanya
diukur dari kurva yang menghubungkan kadar air dan besarnya hisapan, yang lebih
dikenal sebagai kurva karakteristik lengas tanah (soil moisture characteristic).
Hubungan antara kadar air dan hisapannya digambarkan dalam persamaan:
2
= (5.6)

42
Bab 5. Tata Udara Tanah
dimana s = hisapan (suction) dalam satuan meter, = tegangan permukaan air
(72,75 mJ m-2 pada 200C), = berat volume air (0,9982 Mg m-3 pada 200C), g =
percepatan gravitasi (9,80 m dt-2), dan r = radius pori. Bila nilai , dan g
dimasukkan ke dalam Persamaan 5.6 maka diperoleh:
30
=
(5.7)
dimana d = 2r = diameter pori dalam satuan m dan s = hisapan dalam satuan m.
Dari Persamaan 5.7 di atas, hisapan sebesar 1, 10, 100 m, atau setara 0,1 ,1
dan 10 Bar, masing-masing akan mengeluarkan air dari pori-pori dengan diameter
>30, >3 dan >0,3 m. Namun, karena volume dari pori-pori berukuran tersebut
tidak sama antara jenis tanah yang satu dengan yang lain maka jumlah air yang
dikeluarkan masing-masing hisapan juga tidak sama. Seperti diilustrasikan pada
Gambar 5.1, tanah berpasir menyisakan volume air yang jauh lebih kecil dari tanah
berlempung setelah diberi hisapan yang sama. Misalnya, volume pori-pori yang
berukuran >30 m pada tanah berpasir jauh lebih kecil dibandingkan pada tanah
berlempung. Hal ini bisa dimengerti karena tanah berpasir didominasi partikel-
partikel individu yang miskin akan pori-pori mikro, sedangkan tanah berlempung
didominasi dengan agregat-agregat yang kaya akan pori mikro di dalamnya.
Table 5.1 Distribusi ukuran pori menurut fungsinya
Radius, m Keterangan/Fungsi
10-2 Ruang sebesar ini umumnya terbentuk diantara bongkahan tanah yang baru
dibajak. Ukuran seperti ini tidak akan bertahan lama karena bongkahan akan
segera pecaha akibat pengolahan lanjutan (penggaruan) dan air hujan.
10-3 Pori berukuran ini dan yang lebih kecil terbentuk diantara agregat-agregat
tanah yang siap tanam
10-4 Pori pada ukuran ini terdapat diantara partikel atau agregat berdiameter 0,65
mm dan tersusun secara rapat. Pori ukuran >300 m merupakan yang paling
penting dari kategori ini dan berfungsi sebagai pori drainase cepat.
10-5 Pori ukuran >50 m termasuk kategori ini dan berfungsi sebagai pori
drainase lambat. Akar tidak dapat menembus pori yang lebih kecil dari 50
m; pori >50 m sering disebut pori makro. Sementara pori >30 m
(setara 1 m hisapan air) sering dijadikan batas atas dari kondisi kapasitas
lapang.
10-6 Pori ukuran ini merupakan pori terkecil yang bisa dimasuki oleh bakteri.
10-7 Air yang ada dalam pori ukuran 0,1 m atau lebih akan tersedia bagi
tanaman, sehingga pori tersebut lebih dikenal sebagai pori air tersedia.
Pori ukuran ini setara dengan hisapan 1,5 MPa, 150 m atau 15 bar.
Sebaliknya air yang ada dalam pori <0,1 m umumnya tidak tersedia lagi
bagi tanaman, sehingga dikenal sebagai batas atas dari titik layu permanen.

43
Bab 5. Tata Udara Tanah
Pori-pori tanah umumnya diukur dengan metode kurva karakteristik lengas
tanah sebagaimana telah dibahas di atas. Pengukuran dnegan metode ini dilakukan
dengan menggunakan teknik hanging column, pressure plate apparatus, dan
motor penghisap larutan. Teknik hanging column digunakan untuk mengukur
pori-pori berukuran >30 m atau setara dengan hisapan 1 m, sedangkan pressure
plate untuk mengukur pori-pori yang lebih kecil. Sementara motor penghisap
larutan digunakan untuk menentukan kurva karakteristik lengas tanah secara
langsung di lapangan. Penjelasan teknis dari ketiga teknik pengukuran tersebut
dapat dilihat dalam buku Petunjuk Praktikum Dasar-Dasar Fisika Tanah.
Radius pori (m)
10-4 10-4 10-4 10-4
0.5 0,5

0.4 0,4
Kadar air (m3 m-3)

Jumlah
0.3 0,3
Pasir ruang pori
(m3 m-3)
Lempung yang lebih
0.2 0,2
kecil dari

0.1 0,1

0 0,0
0.1 1 10 100 1000
Hisapan matriks (m)

Gambar 5.1 Distribusi ukuran pori berdasarkan karakteristik lengas dari dua jenis
tanah.
Metode lain yang sering digunakan dalam pengukuran pori-pori tanah adalah
dengan penyuntikan cairan air raksa, terutama untuk pengukuran pori-pori ukuran
100 m sampai 10 nm. Pengukuran dilakukan dengan menghitung jumlah cairan
yang masuk ke dalam tanah sesuai dengan tekanan yang diberikan, untuk
selanjutnya dibuat kurva seperti pada karakteristik lengas tanah.Selain
menggunakan air raksa, pori-pori dapat pula diukur langsung secara mikroskopis
dengan menggunakan scanning electron microscope. Alat ini menghasilkan
ukuran, bentuk dan susunan dari partikel serta pori tanah sekaligus, dengan
proporsi keduanya masing-masing dihitung secara otomastis menggunakan
komputer berdasarkan perbedaan warna pada gambar yang dihasilkan. Metode
yang terakhir ini relatif rumit karena contoh tanah yang akan diukur terlebih

44
Bab 5. Tata Udara Tanah
dahulu harus diproses sedemikian rupa agar dapat diperoleh sayatan yang sangat
halus dan dapat diamati di bawah mikroskop. Contoh tanah yang siap diamati di
bawah mikroskop disebut thin section.

2. Aerasi Tanah
Aerasi tanah adalah suatu sifat yang menggambarkan kemampuan tanah
dalam melakukan pertukaran gas yang dikandungnya dengan gas yang ada di
atmosfir.Aerasi dari profil tanah bagian atas sangat diperlukan untuk pertumbuhan
sebagian besar tanaman darat.Secara khusus, oksigen digunakan dalam respirasi
sebagai penghasil energy bagi akar tanaman untuk tumbuh, berkembang dan
menyerap ion-ion secara selektif.Karbon dioksida merupakan produk dari respirasi
ini.Meskipun beberapa jenis tanaman seperti padi mampu mempertukarkan gas
diantara akar dan udara di atas tanah melalui jaringan tanaman, sebagian besar
tanaman bergantung pada transport gas melalui tanah.Bakteri, cendawan dan
mikroorganisme tanah lainnya memiliki persyaratan tersendiri sehingga pertukaran
gas dapat berlangsung tanpa kehadiran tanaman.Asosiasi mikroorganisme dengan
system perakaran di lapisan atas tanah bertanggung jawab terhadap dekomposisi
sebagian besar sisa-sisa akar tanaman. Respirasi yang dilakukan oleh akar dan
mikroorganisme mengakibatkan kandungan oksigen did lam tanah lebih rendah
(sekitar 21%) dibandingkan kandungan atmosfer, sehingga menyebabkan
kandungan karbon dioksida lebih tinggi 0,03% dari kandungan di atmosfir .
perbedaan ini menjadi semakin jelas pada lapisan tanah yang lebih dalam.
Senyawa-senyawa lain yang penting dalam proses pertukaran gas di dalam tanah
adalah nitrogen, ammonia, uap air dan fumigan.
Pada tanah-tanah yang basah, dimana fraksi dari volume pori yang ditempati
udara, a berada dibawah 10%, pertumbuhan sebagian besar jenis tanaman
mungkin akan dipengaruhi rendahnya konsentrasi oksigen. Namun batasan di atas
tidak berlaku untuk beberapa jenis tanaman, karena ada juga tanaman yang sudah
mengalami kekurangan oksigen bila a lebih rendah dari 20%.Ketika tanah sangat
basah, kondisi anaerobik yang dihasilkan menyebabkan mikroorganisme
mengkonsumsi nitrat dan memproduksi bahan-bahan beracun bagi tanaman
sebagai ganti dari memproduksi karbon dioksida dan nitrat pada kondisi
aerobik.Warna-warna bercak (mottled colours) menandai horizon tanah yang telah
mengalami kondisi anaerobic secara periodik.Besi fero (Fe2O3) berpindah dari
lokasi yang kekurangan oksigen ke lokasi yang lebih kering dan lebih mudah
mendapatkan oksigen. Di tempat yang kering tersebut besi fero akan terakumulasi
dan mengalami presipitasi menjadi feri hidroksida yang berwarna karat.
Gas dan uap bergerak di udara tanah melalui proses konveksi dan difusi,
kondisi yang terakhir merupakan mekanisme pergerakan yang utama. Pergerakan
udara oleh konveksi dapat disebabkan oleh pergantiankandungan air seperti yang

45
Bab 5. Tata Udara Tanah
terjadi ketika air infiltrasi menggantikan posisi udara di dalam ruang pori tanah.
Proses konveksi dapat pula disebabkan oleh variasi tekanan di dalam udara tanah
yang dihasilkan eddy udara (wind eddies), pergantian tekanan udara atmosfir dan
pergantian temperature tanah. Namun demikian, pergerakan gas dan uap melalui
semua konveksi relatif kecil jika dibandingkan dengan pergerakan melalui proses
difusi.

3. Proses Difusi
Difusi gas atau uap terjadi ketika terdapat perbedaan konsentrasi
(concentration gradient), berdasarkan hukum Ficks berikut:
q = -Do C/x d (5.8)
dimana q menunjukkan laju perpindahan ga atau uap per satuan luas area, D0
merupakan koefisien difusi dari gas di atmosfir, C adalah konsentrasi gas dan x
adalah jarak tempuh perpindahan. Contoh koefisien difusi untuk oksigen dan
karbon dioksida disajikan pada Tabel 5.2 di bawah ini.
Table 5.2. Koefisien difusi (m2 dt-1) untuk oksigen dan karbon dioksida di air dan
udara.
Oksigen Karbon dioksida

Air 2,26 x 10-5 1,81 x 10-5


Udara 2,60 x 10-9 2,04 x 10-9

Koefisien difusi dapat diukur secara langsung atau diduga dari kandungan
udara tanah. Persamaan 5.8 mewakili difusi dari satu jenis gas melalui gas yang
lain seperti udara yang tidak terhambat fase padat.Partikel-partikel padat
mengruangi efektivitas luas area yang dapat ditempati udara sehingga menjdai
kurang tersedia untuk difusi gas di dalam tanah. Luas area yang ditempati udara
tersebut sama dengan porositas terisi udara (air-filled porosity), a. Partikel-
partikel padat juga menghambat difusi dengan mengubah bentuk jalur aliran udara
menjadi berkelok-kelok (tortuous) dan kurang berhubungan antara satu dengan
yang lain. Bila faktor penghambat, dengan notasi b, dimasukkan ke dalam
Persamaan 5.8 maka difusi gas melalui tanah menjadi:
q = -D0 b a C/x (5.9)
Bila D merupakan koefisien difusi gas melalui tanah, lalu:
D/D0=ba (5.10)

46
Bab 5. Tata Udara Tanah
Faktor penghambat b secara umum memiliki nilai 0,66 untuk sebagian besar jenis
tanah. Namun nilai b tersebut berkurang dengan meningkatnya nilai a, sehingga
secara detil dihitung dengan b=a0,5. Apabila nilai b tersebut disubtitusi ke
Persamaan 5.10 maka diperoleh rasio antara koefisien difusi gas di tanah dan
atmosfir sebagai berikut:
D/D0=a1,5. (5.11)
Pada tanah yang basah, karena akar dan mikroorganisme dipisahkan oleh film air,
maka sebagian dari jalur difusi oksigen dan karbon dioksida melalui air.Gerakan
molekul yang mengalami difusi sangat berkurang di dalam air, bila dibandingkan
di udara, dan koefisien difusi juga menjadi lebih rendah sekitar 104 dari koefisien
di udara (Tabel 5.2).

Ringkasan Bab 5
Tugas: Tulislah ringkasan Bab 5 dalam satu paragraph, antara 200 sampai
300 kata.

Latihan
Jawablah pertanyaan dibawah ini guna mengembangkan pengetahuan
saudara tentang struktur tanah. Carilah sumber kepustakaan yang sesuai untuk
menjawab pertanyaan berikut:
a) Buktikan bahwa Persamaan 5.4 merupakan turunan dari Persamaan 5.3.
Gunakan variabel-variabel pada Persamaan 5.1 dan 5.2?
b) Buktikan pula bahwa Persamaan 5.6 dapat diturunkan menjadi Persamaan 5.7
yang lebih sederhana?
c) Bila diketahui porositas total tanah sebesar 0,5 m3 m-3 dan kadar air tanah
0,3m3 m-3, hitunglah rasio D/D0 dengan menggunakan Persamaan 5.11?
d) Mengapa tanaman padi sawah masih dapat tumbuh pada kondisi tanah yang
tergenang?
e) Jelaskan mekanisme peningkatan difusi gas melalui tindakan pengolahan
tanah?
f) Jelaskan mengapa temperature tanah di daerah tropis jauh lebih konstan
sepanjang tahun dibandingkan temperature tanah di daerah belahan bumi utara
dan selatan?
g) Mengapa fluktuasi temperature tanah (baik harian maupun tahunan) lebih
rendah pada tanah-tanah yang ditutupi kanopi tanaman dibandingkan tanah
yang tidak ditanami?

47
Bab 5. Tata Udara Tanah
Kerjakanlah kasus-kasus dibawah ini secara berkelompok dengan
menggunakan rumus-rumus yang sesuai:
Andaikan kandungan O2 suatu profil tanah menurun dari 21% di permukaan
menjadi 10,5%, pada kedalaman 10 cm. Bila porositas total sebesar 0,45 m3 m-3
dan kadar air volumetric 0,35 m3 m-3 adalah sama untuk kedalaman, hitung laju
difusi qd (g cm-2 det-1 atau g m-2 hari-1) dengan menggunakan koefisien Penman.
Asumsikan bahwa difusi berjalan pada kondisi stabil, dan koefisien difusi untuk
udara adalah 1,89 x 10-1cm2 det-1.

Penutup

1. Tes formatif
1. Udara tanah merupakan proses fisik tanah yang :
a) Mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara tidak langsung
b) Mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung
c) Sama fungsinya dengan struktur tanah
d) Jawaban a dan c benar
2. Distribusi ukuran pori ditetapkan dengan asumsi bahwa:
a) Bentuk pori tidak seragam
b) Ukuran pori berbeda-beda
c) Pori tersebar merata di dalam tanah
d) Pori berbentuk silinder
3. Faktor-faktor berikut secara langsung mempengaruhi aerasi tanah, kecuali:
a) Tekstur
b) Kadar air
c) Kemantapan agregat
d) Temperature tanah
4. Udara yang keluar dari dalam agregat yang pecah karena terkena curah hujan
berhubungan dengan:
a) Proses difusi
b) Proses konveksi
c) Pergerakan udara karena perbedaan konsentrasi
d) Pergerakan udara karena perbedaan temperatur
5. Perbandingan antara D dan D0:
a) D selalu lebih besar dari D0
b) D/D0 1
c) D selalu lebih kecil dari D0
d) Semua jawaban salah

48
Bab 5. Tata Udara Tanah
2. Umpan Balik
Bandingkan jawaban saudara denga kunci jawaban yang tersedia, lalu hitung
skornya sebagai berikut:


= [ ] 100

3. Tindak Lanjut
Bila skor saudara 70 atau lebih maka saudara dapat melanjutkan membaca
Bab 6, sedangkan bila skor kurang dari 70 maka ulangi membaca Bab 5 ini
sebelum mempelajari Bab 6.

4. Kunci Jawaban Tes Formatif


1)b, 2)d, 3)c, 4)b, 5)c

49
Bab 6. Air Tanah

BAB 6.AIR TANAH

A. PENDAHULUAN

1. Deskripsi Singkat
Air tanah merupakan sifat fisik tanah yang secara langsung mempengaruhi
pertumbuhan tanaman.Selain sebagai komponen penyususn jaringan tanaman, air
tanah juga berfungsi dalam pelarutan dan transportasi unsure hara ke akar-akar
tanaman. Secara tidak langsung air tanah mempengaruhi pertumbuhan tanaman
dengan cara mengontrol temperature tanah dan mengatur ketersedian oksigen di
dalam tanah. Di luar bidang pertanian, informasi tentang air tanah banyak
dibutuhkan untuk bidang keteknikan khususnya yang menyangkut masalah
hidrologi.

2. Relevansi dengan Bab Lain


Bab ini berkaitan erat dengan Bab 2 (tekstur), Bab 3(struktur), Bab 5 (udara)
dan Bab 10 (terutama tentang pengaturan irigasi).

3. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah membaca bab ini mahasiswa diharapkan dapat:
a) Menyebutkan sumber-sumber air yang ada di dalam tanah, menjelaskan
fungsinya dalam pertanian
b) Menyebutkan satuan-satuan air tanah, dan dapat melakukan konversi dari
satuan yang satu ke satuan yang lain.
c) Membedakan kadar air tanah dan potensi air tanah, menyebutkan teknik
pengukuran dan hubungan antara keduanya, dan menjelaskan peranan
keduanya dalam pengelolaan tanah.
d) Menjelasklan peristiwa histerisis air tanah, faktor-faktor yang berperan dan
dampaknya dalam pengelolaan tanah.

B. PENYAJIAN
Air tanah merupakan sifat fisik yang berpengaruh langsung terhadap
pertumbuhan tanaman dan jasad hidup lain di dalam tanah. Selain itu, kandungan
air di dalam tanah mempengaruhi sifat-sifat tanah lain seperti konsistensi dan tata
udara tanah. Pembahasan tentang air tanah dibagi menjadi empat sub bagian yaitu

50
Bab 6. Air Tanah
(1) siklus air tanah, (2) kadar air tanah, (3) potensi air tanah, dan (4) peristiwa
hysteresis.

1. Siklus Air Tanah


Air presipitasi (yaitu air hujan, air irigasi atau salju) yang turun ke
permukaan bumi sebagian akan jatuh ke permukaan tanah dan sebagian lagi ke
permukaan air bebas seperti sungai, danau dan laut. Air yang jatuh ke permukaan
air bebas, sebagian akan ditampung untuk penyediaan air (water storage)
sedangkan sebgaian lagi akan menguap kembali ke atmosfir. Air yang jatuh ke
permukaan tanah sebagian langsung masuk ke dalam tanah dalam bentuk air
infiltrasi dan sebagian lagi mengalir di permukaan (runoff), serta sebagian yang
lain tertahan terlebih dahulu pada kanopi tumbuhan sebelum jatuh ke tanah. Air
dalam bentuk aliran permukaan akan bergabung dengan air bebas di sungai, danau
atau laut. Sebagian dari air infiltrasi akan terserap di dalam profil tanah dalam
bentuk air tanah (Soil water) dan sebagian lagi akan masuk ke akuifer dalam
bentuk air bawah tanah (groundwater). Air yang sudah masuk ke dalam tanah akan
keluar lagi kea lam bebas melalui evaporasi dan evapotranspirasi (untuk air tanah)
serta melalui mata air (untuk air bawah tanah). Uap air yang sudah menumpuk di
atmosfir selanjutnya akan kembali ke permukaan bumi melalui proses presipitasi.
Air infiltrasi, terutama yang tertahan di profil tanah dalam bentuk air tanah,
merupakan bagian air presipitasi terpenting yang harus dikaji oleh para ahli yang
bergerak di bidang pertanian.Air tanah secara langsung mempengaruhi
pertumbuhan tanaman, baik untuk pertumbuhan sel, maupun untuk pelarutan dan
transportasi unsure hara ke permukaan akar.Pengolahan tanah sebelum tanam dan
pengaturan irigasi merupakan dua tindakan pengelolaan lahan pertanian yang
sangat dipengaruhi kondisi air tanah pada lahan yang dikelola.Kedalaman lapisan
yang perlu dikaji air tanahnya sangat bergantung pada jenis tanamanyang
diusahakan.Tanaman pangan umumnya hanya membutuhkan air tanah pada
kedalaman 1 m dari permukaan, sedangkan tanaman tahunan dapat menyerap air
hingga kedalaman 3 m. Dengan demikian, lingkup kajian air tanah untuk tanaman
pangan lebih difokuskan pada lapisan yang lebih dangkal dibandingkan untuk
tanaman tahunan.
Meskipun tidak berpengaruh secara langsung seperti halnya air tanah, air
bawah tanah tetap memegang peranan penting dalam kegiatan pertanian.Pada
tanah-tanah dataran rendah (ketinggian di bawah 300 m diatas permukaan laut)
dengan posisi akuifer lebih dangkal dari 3 m, air bawah tanah berfungsi sebagai
sumber air tanah pada musim kemarau. Melalui gerakan kapiler, air bawah tanah
akan segerak bergerak naik ke atas ketika lapisan perakaran mengalami
kekeringan. Namun, jika posisi akuifer yang lebih dalam, air bawah tanah mungkin
tidak dapat naik hingga ke lapisan perakaran melalui gerakan kapiler.Dalam kasus

51
Bab 6. Air Tanah
seperti ini, air bawah tanah baru dapat dimanfaatkan untuk pertanian setelah keluar
dari akufer, misalnya dalam bentuk mata air.

Hujan

Air
tanah

Air
tanah

Gambar 6.1. Siklus air tanah

Pemahaman tentang siklus air tanah sebagaimana yang telah dijelaskan di


atas merupakan dasar dalam memahami air tanah dalam ruang lingkup yang lebih
spesifik. Informasi tentang siklus air tanah juga dibutuhkan dalam mengelola air
pertanian, seperti analisis kebutuhan irigasi termasuk sumber airnya untuk lokasi-
lokasi yang kekurangan air tanah dan pembuatan system drainase untuk yang
kelebihan air tanah. Dalam memahami air tanah, ada tiga komponen utama yang
harus diperhatikan, yaitu kandungan air tanah (berhubungan dengan kuantitas air
di dalam tanah), potensi air tanah (berhubungan dengan tingkat ketersediannya
bagi tanaman) dan hubungan antara kedua status air tanah tersebut. Salah satu
bentuk hubungan antara kadar dan potensi air tanah disebut peristiwa histerisis,
yaitu suatu peristiwa dimana perbedaan hubungan terjadi antara proses
pembasahan dan pengeringan tanah. Histerisis terjadi hampir pada semua jenis
tanah-tanah pertanian.

52
Bab 6. Air Tanah

2. Kadar Air tanah


Air tertahan di dalam matriks tanah melalui proses adsorpsi pada permukaan
partikel padat dan proses kapilaritas di dalam pori. Adsorpsi permukaan
dipengaruhi oleh luas permukaan spesifik dari partikel dan oleh kation dapat
ditukar.Partikel-partikel liat mampu menyerap air secara aktif dan pengembangan
(swelling), terutama pada liat tipe 2:1, dapat terjadi sebagai konsekuensi dari
penyerapan tersebut.Sebaliknya permukaan pasir tidak begitu reaktif dan adsorpsi
permukaan secara terbatas hanya terjadi pada tumpukan pasir (sand, bed bukan
pada butirannya). Akan tetapi, air masih bisa masuk ke dalam pori yang ada antara
butiran pasir melalui proses kapilaritas meskipun jarak tempuhnya tidak sejauh air
kapilaritas pada liat atau debu.
Kadar air tanah dinyatakan dalam dua kategori, yaitu kadar air tanah
gravimetrik, g dan kadar air volumetric, v. Secara gravimetris, kadar air tanah
merupakan perbandingan antara berat air di dalam tanah dan berat tanah tersebut
dalam kondisi kering mutlak. Kadar air ini dapat ditentukan dengan cara
menghitung perbedaan antara berat tanah dengan kadar air tertentu dan berat tanah
setelah dikering ovenkan selama 48 jam.Satuan yang digunakan dalam
menentukan kadar air gravimetris adalah g g-1 atau kg kg-1. Kadar air gravimetris
banyak digunakan untuk keperluan tindakan pengelolaan yang berhubungan
dengan system ikatan antar partikel tanah, seperti pengolahan tanah dan penetrasi
akar tanaman ke dalam tanah.
Kadar air tanah volumetric adalah perbandingan antara volume air dalam
tanah dan volume tanah secara total. Satuan yang digunakan untuk menyatakan
kadar air volumetrik adalah cm3 cm-3 atau m3 m-3. Kadar air tanah volumetric dapat
dihitung dengan cara mengkonversi kadar air tanah gravimetric sebagai berikut:
v = g b/w (6.1)
dimanab dan wmasing-masing adalah berat volume tanah dan air. Informasi
tentang vbiasanya dikaitkan dengan ketersediaan air tanah bagi pertumbuhan
tanaman dan kemampuan tanah dalam menampung air.Kegiatan yang berhubungan
dengan konservasi air juga banyak menggunakan informasi tentang kadar air tanah
volumetrik.
Informasi tentang kadar air tanah volumetric dapat digunakan untuk
menyelesaikan contoh kasus berikut:
1. Misalkan petaniingin mengetahui berapa sering ia harus menyiram lahan
pertaniannya di musim kemarau ketika hujan tidak pernah turun. Diketahui
kedalaman profil tanah (yang mampu menyerap air) adalah 1 m, laju
evapotranspirasi 50 mm per hari, porositas total profil rata-rata 0,4 m3 m-3 dan
air dapat tersedia secara optimum bagi tanaman berkisar 0,2-0,35 m3 m-3
sehingga harus dipertahankan pada kisaran tersebut. Langkah pertama adalah

53
Bab 6. Air Tanah
menghitung kapasitas menyimpan air dalam profil tanah, yaitu sebesar 0,4m3
m-3setara dengan 0,4 m kedalaman air dalam 1 m kedalaman profil. Dengan
demikian, kedalaman air yang harus dipertahankan di dalam profil oleh petani
adalah antara 0,2 sampai 0,35 m, atau sebanyak 0,15 m. Dengan laju
evapotranspirasi 50 mm per hari, petani harus melakukan penyiraman setiap
tiga hari sekali dengan intensitas air irigasi 50 mm per jam selama 3 jam, 75
mm per jam selama 2 jam atau 100 mm per jam selama 1,5jam.
2. Dalam contoh kasus di atas, kehilangan air dari profil hanya terjadi melalui
evapotranspirasi. Perhitungan tentu akan lebih rumit lagi bila kehilangan air ke
lapisan profil yang lebih dalam terjadi, misalnya pada tanah-tanah yang berada
di atas lapisan pasir atau batuan.

3. Potensi Air Tanah


Air di dalam tanah sebenarnya bersifat statis pada kondisi yang seimbang
(equilibrium).Gambar 6.2 menampilkan dua titik pengukuran yang biasanya
dilakukan untuk mengetahui keterikatan air di dalam tanah.Titik A berada di atas
permukaan air tanah dan dapat diukur dengan menempatkan tensiometer,
sedangkan titik B berada di bawah permukaan air tanah dan diukur dengan
menempatkan piezometer. Pada kondisi yang tidak seimbang (non-equilibrium) air
tersebut cenderung bergerak dari suatu titik ke arahtitik lain yang memiliki
pengaruh gabungan dari gravitasi, tekanan hidrostatik dan tekanan-tekanan yang
lain. Pergerakan tersebut mengarah ke posisi yang memiliki energi potensial yang
lebih rendah karena energi tersebut digunakan untuk mengatasi resistensi cairan
untuk mengalir.Artinya, semakin tinggi energi maka semakin mudah bagi air untuk
mengalir, demikian sebaliknya, sehingga air yang berada di posisi berenergi lebih
tinggi akan mengalir kea rah posisi yang berenergi lebih rendah. Sebagai contoh,
air yang terjerap pada tanah yang kering memiliki energi potensial lebih rendah
dari air yang terjerap pada tanah yang lembab. Akibatnya, air akan mengalir dari
posisi tanah yang lembab ke posisi tanah yang lebih kering.
Pengaruh gaya yang menyebabkan air bergerak dapat diartikan sebagai kerja
yang harus dilakukan melawan gaya tersebut, baik secara sendiri maupun dalam
kombinasi, apabila air ditambahkan dari titik referensi tertentu ke dalam tanah.
Apabila hal ini terjadi, maka energi potensial dari air akan berubah sebesar jumlah
yang setara dengan besarnya kerja yang harus dilakukan tersebut. Perubahan
energi potensial dari air yang berada di titik referensi ini disebut potensi air
tanah (soil water potential).
Berikut ini akan dijelaskan beberapa definisi potensi air tanah berdasarkan
bentuk gaya yang harus dilawan untuk mengalirkan air dari titik referensi ke posisi
tertentu di dalam tanah.

54
Bab 6. Air Tanah

Tensiometer

Tanah
h

Permukaan air

Air
B
Piezometer

Gambar 6.2 Potensi air tanah untuk lokasi di atas permukaan air tanah (dimana
h<0) yang diukur dengan tensiometer dan lokasi di bawah permukaan
air tanah (h>0) yang diukur dengan peizometer pada tanah kolom
dengan kondisi mencapai keseimbangan.
Potensi total, tdari air tanah adalah besarnya kerja yang harus dilakukaan
per satuan kuantitas dari air murni untuk dapat berpindah secara bolak-balik
(reversible), dan oleh sejumlah air yang memiliki temperature yang sama untuk
berpindah dari sumber yang air murni pada elevasi tertentu pada tekanan atmosfir
standar, menuju titik yang diinginkan. Kondisi pertama yang harus dipenuhi agar
proses bersifat bolak-balik adalah bahwa tidak ada energi yang hilang karena
friksi, sedangkan kondisi ke dua adalah bersifat isothermal sehingga tidak boleh
terjadi perubahan temperature selama proses berlangsung. Komponen-komponen
dari potensi total akan didefinisikan dengan cara yang sama di bawah ini.
Potensi tekanan (pressure potential), t , adalah jemlah kerja yang harus
dilakukan per satuan kuantitas air murni untuk berpindah secara bolak-balik dan
dalam kondisi isothermal menuju air tanah, pada tekanan atmosfir standardan
mengandung larutan yang sama dengan air murni, yang berada pada elevasi yang
diinginkan. Potensi tekanan dapat pula diekspresikan sebagai tekanan pada alat
yang dapat diukur seperti tekanan yang ada dalam tensiometer. Besarnya nilai

55
Bab 6. Air Tanah
tekanan dipengaruhi secara langsung oleh tinggi elevasi dari posisi sumber air
murni yang dapat digambarkan dengan persamaan berikut:
p= gh (6.2)
dimana adalah berat volume air, g adalah gaya gravitasi dan h disebut beda
tekanan (pressure head). Nilai h adalah positif apabila titik elevasi berada di
bawah permukaan air dan negatifapabila berada di atas permukaan air. Apabila
bernilai negatif, tekanan h sama dengan nilai hisapan s pada tensiometer.
Pada potensi matriks, m adalah alternative ke dua untuk menyatakan nilai
tekanan negatif dari air tanah dan didefinisikan sebagai suatu potensi tekanan yang
muncul dari interaksi antara air dan matriks partikel-partikel pada tanah. Air yang
ditambahkan ke tanah mengalami gaya kapilaritas dengan serapan permukaan yang
bervariasi menurut kadar air tanah dank arena gaya ini bersifat atraktif, potensi
matriks bernilai negatif menurut definisi ini. Potensi matriks didefinisikan dengan
cara yang sama dengan potensi tekanan kecuali pengaruh yang ditimbulkan oleh
gas tidak dimasukkan. Persamaan 6.2 juga berlaku untuk menghitung potensi
matriks, dimana p tinggal diganti denganm.
Pada potensi osmotic, o muncul dari keberadaan larutan dalam air
tanah.Kerja untuk penambahan air dibutuhkan untuk melawan tekanan agar
tercapai keseimbangan melalui membran semipermiabel dengan larutan bebas
tanpa tanah. Potensi osmotic dapat disamakan dengan hisapan larutan yang apabila
ditambahakan ke hisapan matiks akan memberikan hisapan total. Dalam kasus ini,
kerja yang dilakukan adalah melawan hisapan larutan dan nilai oakannegatif
seperti pada kasus pontensi matriks dan dapat dihitung dengan:
o= gh0 (6.3)
Dimana h0 adalah beda tekanan air bila mencapai keseimbangan dengan larutan
bebas tanpa tanah.
Potensi gravitasi, g didefinisikan sama dengan potensi-potensi yang lain,
tetapi mewakili kerja yang dibutuhkan untuk melawan gaya gravitasi bumi
sehingga nilainya akan positif apabila posisinya berada di atas bidang referensi dan
negatif bila berada di bawahnya. Dalam prakteknya, permukaan tanah atau
permukaan air tanah (water table) umumnya digunakan sebagai bidang referensi.
Apabila suatu volume air, V, dipindahkan dari ketinggian nol pada bidang
referensi ke ketinggian, z, tertentu maka kerja yang dilakukan adalah sebesar Vgz.
Dengan demikian, potensi gravitasi per satuan volume air adalah:
g =gz (6.4)
Potensi tekanan, osmotic dan gravitasi digunakan dalam kombinasi berikut:
Potensi total, t = p + o + g
Potensi hidrolika, h = p + g

56
Bab 6. Air Tanah
Potensi total dan hidrolika akan digunakan untuk mendiskusikan pergerakan
air di dalam tanah (Bab 8). Air digerkakan dengan suatu gaya yang diberikan
dalam ukuran dan arah gradient dari kombinasi potensi-potensi yang ada. Untuk air
yang bergerak sebagai cairan melalui tanah, gaya tersebut besarnya sama dengan
gradient dari potensi hidrolika. Sementara potensi total, yaitu dengan memasukkan
potensi osmotic, merupakan dasar dalam mempelajari pelepasan air dari tanah ke
tanaman melalui membrane semipermeabel dari akar, serta pelepasan dari tanah ke
atmosfir melalui evaporasi. Kombinasi ini diukur dari tekanan uap air tanah yang
karena ia diserap dalam matriks dan mengandung larutan, nilainya lebih rendah
dari tekanan uap air murni.
Hubungan antara kandungan dan potensi air tanah sudah merupakan kajian
utama dalam mengevaluasi sifat-sifat air tanah. Dengan menggunakan hisapan
sebagai wakil dari potensi air tanah, hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut:
s = ab (6.5)
dimanaa dan b merupakan parameter yang dapat ditentukan untuk jenis tanah
tertentu dengan cara menghitung intersep dan kemiringan garis lurus dari kurva log
s versus log . Parameter b memiliki nilai negatif karena bervariasi secara
berlawanan dengan s.
Hubungan yang memperlihatkan fungsi s() atau (s) disebut karakteristik
pelepasan air tanah (moisture release characteristic of soil) yang banyak
digunakan sebagai solusi analitik terhadap perhitungan pergerakan air tanah dalam
kondisi yang tak jenuh. Karakteristik pelepasan air tanah banyak digunakan untuk
mengevaluasi ketersediaan air tanah pada berbagai kondisi stress lingkungan
seperti yang terjadi selama musim kemarau. Dengan demikian, kegiatan evaluasi
karakteristik pelepasan air pada jenis tanah tertentu dapat membantu pemecahan
masalah stress air bagi tanaman untuk jenis tanah tersebut meskipun belum tentu
sesuai untuk jenis tanah yang lain.
Kurva karakteristik pelepasan air tanah sangat dipengaruhi sifat-sifat tanah
lain seperti tekstur dan bahan organik. Contoh kurva untuk dua jenis tanah yang
memiliki tekstur yang berbeda disajikan pada Gambar 6.3. Pada tingkat hisapan
yang sama, tanah bertekstur pasir memiliki kandungan air yang jauh lebih sedikit
dibandingkan tanah bertekstur lempung. Hal ini disebabkan tanah berpasir
didominasi oleh pori-pori makro yang kuarang kuat dalam menyimpan air
sedangkan tanah lempung, dan juga tanah-tanah berat lainnya, didominasi pori-
pori mikro yang sangat kuat dalam menahan air. Ilustrasi di atas sekaligus
menjelaskan mengapa tanah berpasir jauh lebih cepat mengalami stres air
dibandingkan tanah-tanah berlempung atau berliat.

57
Bab 6. Air Tanah

0.5

0.4
Kadar air (m3 m-3)

0.3
Pasir

Lempung
0.2

0.1

0
0.1 1 10 100 1000
Hisapan matriks (m)

Gambar 6.3. Kurva karakteristik pelepasan air untuk tanah berpasir dan
berlempung.

4. Peristiwa Histeresis
Kurva karakteristik pelepasan air tanah seperti terlihat pada Gambar 6.3
tidak sama kalau data diambil dari dua proses yang berbeda. Pertama, proses
pengeringan tanah (soil draining) dari kondisi jeuh ke kering sedangkan kedua
adalah proses pembasahan tanah (soil wetting) dari kondisi kering ke jenuh.
Peristiwa penyimpangan kurva yang demikian disebut histeresis dari
karakteristik pelepasan air tanah sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 6.4.
Tanda panah dari setiap kurva menunjukkan bahwa kurva tersebut diperoleh
selama proses pengeringan (tanda panah ke kanan) dan pembasahan (tanda panah
ke kiri). Peristiwa hysteresis terjadi hampir pada semua jenis tanah, namun
penyimpangan cenderung semakin besar dengan semakin kasarnya tekstur tanah.
Dari Gambar 6.4 terlihat bahwa tanah yang mengalami proses pengeringan akan
memiliki kandungan air tanah yang lebih tinggi dibandingkan yang mengalami
proses pembasahan bila diukur pada hisapan matriks yang sama.
Histeresis umumnya dapat dijelaskan berdasarkan kenyataan bahwa banyak
pori yang lebih besar dari ukuran bagian yang menghadap ke luar. Pori yang

58
Bab 6. Air Tanah
demikian dapat diilustrasikan seperti botol tinta, dimana ukuran tubuhnya jauh
lebih besar dari ukuran leher yang menghadap ke luar.Pori pada Gambar 6.5 akan
tetap penuh dengan air menurut Persamaan 5.6 sampai hisapan s melebihi kr-1
dimana r adalah radius dari leher pori dan k adalah konstanta. Ketika terjadi
pembasahan , air dapat mengisi pori kembali hanya bila s berada pada nilai yang
lebih rendah, kR-1, karena radius tubuh pori R lebih besar dari r. Dengan
demikian, kadar air untuk proses pembasahan menjadi lebih kecil disbanding untuk
proses pengeringan pada nilai s yang sama. Karena menggunakan perumpamaan
kendala botol tinta, peristiwa hysteresis sering pula dihubungkan dengan
pengaruh pengaruh botol tinta (ink-bottle effect).

0.4

a1
a2
0.3
a. Lempung berliat
Kadar air (m3 m-3)

0.2

b1
b. Pasir halus

0.1
b2

0
0 1 2 3 4 5 6 7
Hisapan matriks (m)

Gambar 6.4. Histeresis dalam hubungannya dengan kadar air tanah dan hisapan
selama pengeringan dan pembasahan dua jenis tanah. Indeks 1 dan 2
masing-masing menunjukkan kurva yang diperoleh dari proses
pengeringan dan pembasahan.
Pada tanah-tanah liat, hysteresis dapat terjadi meskipun tanah tetap berada
dalam kondisi jenuh air selama siklus pembasahan dan pengeringan. Karena sifat
liat yang mengembang dan mengkerut sehingga jumlah ruang pori terisi udara
berubah selama siklus tersebut berlangsung, histeresis tidak dapat lagi dijelaskan

59
Bab 6. Air Tanah
oleh efek botol tinta. Histeresis pada tanah liatseperti ini lebih disebabkan oleh
penyusunan kembali partikel-partikel selama pengembangan dan pengkerutan
ketimbang oleh pengisian dan pengosongan pori. Penjelasan yang bisa diberikan
pada hysteresis ini adalah bahwa resistensi internal dari susunan partikel padat
menyebabkan volume pori, konsekuensinya juga jumlah air di dalamnya, lebih
tinggi selama proses pengkerutan dibanding selama proses pengembangan pada
hisapan yang sama.

(a) Pengeringan (b) Pembasahan

Gambar 6.5. Histeresis dalam hubungannya dengan kadar air yang terkandung di
dalam pori pada hisapan tertentu yang dipengaruhi oleh efek botol
tinta. R dan r masing-masing adalah radius pori maksimum dan
minimum.
Udara yang terperangakap di dalam tanah selama pembasahan mengurangi
jumlah air yang dapat masuk ke ruang pori. Sebagai konsekuensinya, kurva untuk
siklus pengeringan dan pembasahan pertama dari tanah yang mulanya jenuh
mungkin tidak menutup (sebgaian pori masih terisi udara pada kondisi jenuh),
meskipun siklus-siklus berikutnya akan menutup. Apabila diinginkan, pengaruh ini
dapat dihindari di laboratorium dengan melakukan pembasahan di bawah tekanan
air yang rendah. Namun, untuk tujuan-tujuan tertentu mungkin akan lebih realistis
untuk menerima kenyataan tersebut. Pelepasan udara yang terperangkap oleh air
melalui prose alami, misalnya difusi akan berlangsung lama dan penuh
ketidakpastian.
Histeresis mempengaruhi interpretasi kurva karakteristik pelepasan air.
Umumnya di lapangan, tanah akan mendapatkan air lebih cepat (melalui curah
hujan atau irigasi) dari pada kehilangan air (melalui drainase dan evapotranspirasi),
sehingga kurva pengeringan lebih tepat diterapkan. Penggunaan kurva pengeringan
terutama cocok untuk tanah irigasi dimana pembasahan yang cepat diikuti oleh

60
Bab 6. Air Tanah
pengeringan dalam periode yang relatif panjang.Akan tetapi, bila percobaan
lapangan dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang selalu berubah maka kedua kurva
(pembasahan dan pengeringan) sama-sama diperlukan, kurva yang satu belum
tentu dapat menjelaskan kondisi keseluruhan dengan akurat.Masalah histeresis
tersebut paling besar dampaknya untuk tanah-tanah yang banyak mengandung
pasir sebagaimana yang telah diilustrasikan sebelumnya pada Gambar 6.4. Ketika
terjadi proses pengeringan, seperti yang terjadi selama musim kemarau, tanah-
tanah berpasir pada tingkatan stres tertentu tetap memiliki kandungan air yang
lebih banyak dibandingkan selama proses pembasahan sehingga tetap mampu
menyediakan air bagi tanaman.
Satu fenomena menarik dari peristiwa histeresis dapat dilihat pada Gambar
6.4. Pada nilai hisapan yang sama kadar air tanah lebih tinggi apabila proses
pengeringan dibandingkan pada proses pembasahan. Kondisi ini dapat
diinterprestasikan seperti berikut. Di lapangan, fenomena ini dapat menjelaskan
mengapa iar mampu bertahan beberapa hari, minggu bahkan bulan di dalam profil
tanah meskipun hujan tidak pernah turun. Dengan demikian, tanaman tanaman
tetap mendapat suplai air tanah dalam waktu yang relatif lama selama proses
pengeringan berlangsung. Sebaliknya, tanah yang kering akan cepat sekali menjadi
basah ketika turun hujan. Dengan kata lain, air yang jatuh ke dalam profil tanah
pada satu kejadian hujan yang berdurasi sekitar 1 jam mungkin dapat bertahan di
dalam profil tersebut selama berhari-hari tanpa adanya input air hujan yang baru.
Tanpa histeresis, air tanah mungkin akan lebih cepat hilangdari dalam profil tanah
dibandingkan yang kita temui sekarang. Konsekuensinya, tanaman akan lebih
cepat mengalami kekurangan air dan lebih rentan terhadap stress lingkungan
dibandingkan jika tanpa peristiwahisteresis.

Ringkasan Bab 6
Air yang ada di dalam tanah merupakan bagian kecil dari siklus air yang
terjadi di alam. Keberadaan air di dalam tanah disebabkan karena diserap
permukaan partikel-partikel padat dan gaya kapilaritas pori. Dalam kaitannya
dengan ketersediaannya bagi tanaman, air di dalam tanah dipengaruhi pula oleh
besarnya gaya yang harus dilawan untuk melepaskannya dari pori-pori tanah.
Sumber dari gaya tersebut adalah tekanan oleh gas, matriks tanah, osmotic dari
larutan dan gravitasi bumi.Hubungan antara jumlah dan energi yang dikeluarkan
guna melawan gaya tersebut merupakan bagian terpenting dalam mempelajari air
tanah. Dalam hal ini, penyimpangan sering terjadi apabila hubungan tersebut
dicapai melalui proses pengeringan dan pembasahan tanah. Di alam, kedua proses
tersebut masing-masing terjadi mulai akhir musim hujan sampai akhir musim
kemarau dan akhir musim kemarau sampai akhir musim hujan.

61
Bab 6. Air Tanah
Latihan
Jawablah pertanyaan dibawah ini guna mengembangkan pengetahuan
saudara tentang struktur tanah. Carilah sumber kepustakaan yang sesuai untuk
menjawab pertanyaan berikut :
1. Sebutkan dan jelaskan fungsi air tanah bagi sector pertanian. Berikan beberapa
contoh kasus di lapangan yang berhubungan dengan fungsi air tanah bagi
sector pertanian?
2. Mengapa tanah yang bertekstur kasar lebih cepat mengalami stress air,
misalnya di musim kemarau, dibandingkan tanah yang bertekstur halus?
3. Jelaskan mekanisme penyerapan unsure hara dari larutan tanah ke dalam sel
akar dengan menggunakan Persamaan 6.3?
4. Jelaskan peranan histeresis sehubungan dengan kenyataan bahwa proses
kehilangan air tanah berlangsung dalam waktu yang jauh lebih lama
dibandingkan pengisiannya?
5. Apakah keuntungan dan kerugian dari histeresis bagi pertumbuhan tanaman?
Kerjakanlah kasus-kasus di bawah ini secara berkelompok dengan
menggunakan rumus-rumus yang sesuai:
a) Berapa cm (ekivalen kedalaman) air yang dikandung oleh profil tanah dengan
kedalaman 1 m bila kadar air gravimetriknya pada kedalaman 0-40 cm adalah
0,15 g g-1 dan pada 40-100 cm adalah 0,25 g g-1? berat volume 1,2 g cm-3 pada
lapisan atas dan 1,4 g cm-3 pada lapisan bawah. Berat volume air (dalam m3)
yang dikandung tanah pada lahan seluas 1 hektar?
b) Data berikut diperoleh dari pengambilan contoh tanah utuh sebelum dan
setelah irigasi.
Waktu No. Kedalaman Berat Berat contoh plus Berat
Sampling Contoh (cm) Volume (g silinder (g) silinder
cm-3) (g)
Basah Kering

Sebelum 1 0 40 1,2 160 150 50


irigasi
2 40 - 100 1,5 146 130 50

Setelah 3 0 40 1,2 230 200 50


irigasi
4 40 - 100 1,5 206 170 50

Dari data di atas, hitung kadar air gravimetrikdan volumetric pada setiap
contoh, dan tentukan jumlah air irigasi (dalam mm) yang ditambahkan pada
setiap lapisan dan profil secara keseluruhan.

62
Bab 6. Air Tanah
c) Data berikut diperoleh dari ekstraksi oleh pressure plate apparatus terhadap
dua jenis tanah yang tidak diketahui teksturnya:

Hisapan matriks m Kadar air volumetrik v (m3 m-3)


(kPa) (m) Tanah A Tanah B
0 0 0,44 0,52
1 0,1 0,44 0,52
2 0,2 0,439 0,52
5 0,5 0,38 0,51
10 1 0,225 0,48
30 3 0,125 0,32
100 10 0,07 0,20
1.000 100 0,052 0,135
2.000 200 0,051 0,13
10.000 1.000 0,049 0,128

1. Buatlah kurva karakteristik pelepasan air untuk kedua jenis tanah dengan
skala semilog (logaritma hisapan matriks vs kadar air)?
2. Dugalah berat volume, dengan asumsi bahwa tanah tidak mengembang
dan mengkerut?
3. Dugalah kadar air volumetric dan grvimetrik pada hisapan 30 dan 1.500
kPa!
4. Berapa jumlah kedalaman air (mm) yang dapat dilepas oleh masing-
masing tanah per meter kedalaman profil dalam kisaran hisapan antara 30
dan 1.500 kPa!

Penutup

1. Tes Formatif
1. Kejadian berikut ini termasuk dalam siklus air tanah, kecuali:
a) Mata air mengalir dan masuk ke sungai
b) Air membeku di permukaan tanah
c) Uap air mengembun di pagi hari
d) Air tanah melarutkan hara sehingga dapat diserap oleh tanaman
2. Sebagian besar jenis tanaman akan mengalami stres air pada kondisi berikut:
a) Pori yang berukuran >0,001 mm telah penuh berisi udara
b) Air di dalam tanah hanya terdapat di dalam ruang pori mikro
c) Tanah yang telah mengalami pemdatan
d) Semua jawaban benar

63
Bab 6. Air Tanah
3. Faktor-faktor berikut secara langsung mempengaruhi jumlah air yang tersedia
di dalam tanah, kecuali:
a) Tekstur
b) Konsistensi tanah
c) Gaya gravitasi bumi
d) Kepadatan tanah
4. Kurva karakteristik pelepasan air tanah secara praktis di lapangan dapat
digunakan untuk mengevaluasi:
a) Pengaruh pengolahan tanah terhadap ketersediaan air tanah
b) Pengaruh musim terhadap ketersediaan air tanah
c) Efisiensi penyerapan air oleh tanaman
d) Waktu yang tepat untuk melakukan pengolahan tanah dengan alat berat
5. Peristiwa histeresis dapat menimbulkan masalah berikut:
a) Kesalahan dalam menduga ketersediaan air di dalam tanah pada kondisi
stress lingkungan tertentu
b) Air tergenang karena kesulitan memasuki ruang pori tanah
c) Laju evapotranspirasi lebih tinggi dari evaporasi
d) Semua jawaban benar

2. Umpan Balik
Bandingkan jawaban saudara denga kunci jawaban yang tersedia, lalu hitung
skornya sebagai berikut:


= [ ] 100

3. Tindak Lanjut
Bila skor saudara 70 atau lebih maka saudara dapat melanjutkan membaca
Bab 7, sedangkan bila skor kurang dari 70 maka ulangi membaca Bab 6 ini
sebelum mempelajari Bab 7.

4. Kunci Jawaban Tes Formatif


1)d, 2)a, 3)b, 4)b, 5)a

64
Bab 6. Air Tanah

BAB 7.PENGUKURAN KADAR AIR TANAH

A. PENDAHULUAN

1. Deskripsi Singkat
Pengukuran kadar air tanah dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Secara langsung, kadar air tanah diukur dengan menghitung secara
langsung berat air yang terkandung di dalam tanah. Teknik pengukuran yang
demikian disebut metode pengukuran kadar air tanah gravimetri. Secara tidak
langsung, kadar air tanah ditetapkan melalui pengukuran sifat-sifat tanah yang
berhubungan erat dengan kadar air tanah. Beberapa sifat tanah yang telah teruji
sebagai penduga nilai kadar air tanah adalah neutron tanah (metode Neutron
Probe) dan dielektrik tanah (metode Time Domain Reflectrometry). Bab ini akan
membahas dasar teori, metode dan teknikpengukuran kadar air tanah.

2. Relevansi dengan Bab Lain


Bab ini berhubungan dengan Bab 6 yang telah diuraikan sebelumnya.
Pemahaman tentang pengukuran kadarair tanah akan membantu Saudara dalam
menerapkan pengetahuan tentang kadar air tanah dalam pengelolaan lahan (Bab 9),
terutama yang berhubungan dengan irigasi.

3. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah membaca bab ini mahasiswa diharapkan dapat:
a) Mengerti metode-metode yang dapat digunakan dalam pengukuran kadar air
tanah
b) Mengetahui berbagai alat yang digunakan dalam pengukuran kadar air tanah
c) Menghitung kadar air tanah, baik secara langsung maupun tidak langsung

B. PENYAJIAN
Secara konvensional kadar air tanah ditentukan dengan membagi jumlah air
yang ada di dalam sampel dengan berat tanah kering mutlaksehingga diperoleh
kadar air gravimetris. Oleh sebab itu, metode yang demikian disebut metode
gravimetric.Metode ini sangat akurat karena pengukuran dilakukan secara
langsung terhadap berat air yang ada di dalam tanah.Penggunaan metode-metode
lain selalu dikalibrasi dengan metode gravimetrik ini. Kelemahan dari metode ini

65
Bab 6. Air Tanah
adalah waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh data kadar air sangat lama,
disamping kemungkinan hilangnya sebagian air dari dalam sampel selama
pengangkutan dari lapangan ke laboratorium.
Secara tidak langsung, kadar air dapat ditentukan dengan menggunakan alat
Neutron Probe. Prinsip kerja alat ini adalah dengan memasukkan probe ke dalam
lubang yang telah disiapkan terlebih dahulu, lalu menembakkan sejumlah ion radio
aktif melalui probe tersebut ke dalam profil tanah.Jumlah ion radio aktif yang
kembali ke alat dihitung. Rasio antara jumlah ion radio aktif yang dilepaskan dan
yang kembali menggambarkan jumlah yang diserap oleh air tana, sehingga dapat
dikonversi menjadi kadar air gravimetris.
Metode lain yang banyak digunakan yakni time domain reflectrometry
(TDR). Sepasang probe yang terbuat dari stenlis dan sudah diketahui daya hantar
listriknya dimasukkan ke dalam tanah lalu dialiri listrik. Daya hantar listrik yang
diperoleh lalu dibandingkan dengan daya hantar listrik probe. Perbedaan waktu
antara kedua nilai tersebut menggambarkan hambatan yang diberikan air tanah
sehingga dapat dikonversi menjadi kadar air tanah. Bila probe dimasukkan
sedalam 10 cm maka kadar air yang akan terukur adalah kadar air pada kedalaman
0-10 cm. Dibandingkan dengan neutron probe, TDR lebih aman digunakan karena
tidak menggunakan radio aktif.
Baru-baru ini penulis mengembangkan metode dielektrik, yakni pendugaan
kadar air tanah melalui pengukuran nilai dielektrik tanah. Metode ini
menggunakan prinsip daya hantar listrik di dalam tanah yang dipengaruhi oleh
keberadaan air dan udara. Semakin banyak air yang terkandung di dalam tanah
maka semakin rendah nilai dielektrik yang dinyatakan dengan impedensi listrik
tanah, demikian sebaliknya yang terjadi pada tanah yang banyak mengandung
udara.

1. Metode Gravimetri
Pengukuran kadar air tanah dengan menggunakan metode gravimetri akan
menghasilkan nilai kadar air tanah secara langsung. Contoh tanah terganggu
diambil dari kedalaman tanah tertentu, dimasukkan ke dalam plastik dan diikat
agar tidak terjadi penguapan selama penyimpanan. Selanjutnya contoh tanah
ditimbang (Wt),dikeringkan di dalam oven selama 48 jam lalu ditimbang kembali
(Wk). Kadar air gravimetri, dengan satuan g g-1, dihitung dengan rumus:

=
(7.1)

Dalam kaitannya dengan kebutuhan air tanah bagi tanaman, kadar air tanah
dapat dinyatakan dalam satuan volume air pada setiap satuan volume tanah. Nilai

66
Bab 6. Air Tanah
tersebut dapat diperoleh dengan mengubah nilai kadar air tanah gravimeri
menggunakan rumus:
= (7.2)
Dimana adalah berat volume tanah (g cm-3) sehingga dinyatakan dalam
satuan cm3 cm-3.
Kadar air volumetri selanjutnya dapat dikonversi menjadi kedalaman profil
air tanah dengan cara mengalikan dengan kedalaman efektif tanah. Kedalaman
profil air tanah dinyatakan dalam satuan mm, sehingga dapat dipergunakan untuk
menghitung berapa lama air tanah dapat tersedia bagi tanaman setelah dikurangi
dengan laju kehilangan air melalui evapotranspirasi dan perkolasi. Sebagai contoh,
profil air tanah total sedalam 500 mm dan air tidak tersedia bagi tanaman sedalam
200 mm, dengan laju evapotranspirasi 50 mm/hari dan laju perkolasi dianggap nol,
maka profil tanah tersebut mampumenyediakan air bagi tanaman selama (500-
200)/50 atau selama 6 hari.
Metode gravimetri merupakan metode pengukuran kadar air tanah standar,
karena kadar air langsung bisa diperoleh setelah pengukuran selesai. Metode-
metode pengukuran kadar air tanah yang dilakukan secara tidak langsung harus
dikalibrasi dengan metode gravitasi sebelum diterapkan di lapangan. Namun
demikian, metode ini memiliki beberapa kelemahan yang berhubungan dengan
efektivitas dan efisiensi. Berikut ini disajikan perbandingan antara beberapa
metode pengukuran kadar air tanah.

Tabel 7.1. Perbandingan beberapa metode pengukuran kadar air tanah yang umum
digunakan.

Metode Kelebihan Kekurangan


Gravimetri Hasil sangat akurat Waktu pengukuran lama
(minimal 24 jam untuk
mendapatkan satu data), sulit
dilakukan di lokasi tanaman
Neutron Dapat dilakukan di semua Memiliki potensi bahaya
probe lokasi, bermanfaat untuk radiasi, tidak dapat mengukur
memonitor fluktuasi kadar air kadar air di dekat permukaan
tanah (0-5 cm)
Time domain Dapat dilakukan di semua Harga instrumen mahal, hasil
reflectrometry lokasi, bermanfaat untuk yang diperoleh masih harus
memonitor fluktuasi kadar air diolah untuk mendapatkan nilai
tanah, tanpa bahaya radiasi kadar air tanah

67
Bab 6. Air Tanah

2. Metode Neutron Probe


Metode neutron probe adalah suatu metode pengukuran kadar air tanah
dengan memanfaatkan sebaran neutron di dalam tanah. Pemanfaatan neutron
dalam pengukuran kadar air tanah telah dalkukan sejak lima puluh tahun yang lalu
(Gardner and Kirkham, 1952). Sejauh ini, metode neutron probe telah terbukti
mampu menggantikan metode gravimetri dalam penetapan kadar air tanah di
lapangan karena mampu mencakup volume tanah yang sangat besar. Metode ini
juga menghasilkan kadar air yang cukup akurat karena karakteristik neutron
memiliki hubungan yang linear dengan keberadaan air di dalam pori-pori tanah
(Evett dkk., 2002).
Persiapan pengukuran kadar air tanah dengan metode neutron probe diawali
dengan membuat lubang sedalam 1 sampai 2 m, tergantung kedalama profil air
tanah yang ingin diukur. Selanjutnya tabung dengan diameter sekitar 5 cm
dimasukkan kedalam lubang tersebut untuk tempat memasukkan probe sebagai
media penyebar neutron kedalam tanah. Lubang yang telah dibuat harus ditutup
selama tidak dipergunakan untuk pengukuran agar air hujan tidak masuk ke dalam
tanah dan kelembaban tanah di dalam lubang benar-benar mencerminkan kadar air
tanah secara umum di lapangan.
Proses pengukuran kadar air tanah dengan neutron probe dilakukan sebagai
berikut. Probe yang terhubung dengan alat berisi neutron dimasukkan kedalam
lubang pada kedalaman tertentu, lalu tombol alat ditekan untuk memancarkan
neutron melalui probe. Beberapa detik kemudian akan keluar angka yang
menunjukkan jumlah neutron yang terserap air di dalam tanah. Untuk setiap titik
pengukuran, contoh tanah utuh diambil di dekat lubang neutron probe pada
kedalaman yang sama dengan kedalaman pengukuran kadar air tanah. Contoh
tanah utuh diambil menggunakan ring sample dan digunakan untuk pentapan nilai
berat volume tanah pada setiap lapisan yang diukur. Nilai berat volume tersebut
digunakan untuk mengkonversi nilai yang terbaca di neutron probe menjadi nilai
kadar air tanah. Lapisan tanah yang dapat diukur kadar airnya dimulai dari
kedalaman 5 cm, sedangkan lapisan di dekat permukaan tidak dapat diukur dengan
metode ini karena neutron yang dilepaskan akan menyebar ke permukaan tanah
dan berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan.
Metode neutron probe sangat sesuai digunakan untuk memonitor fluktuasi
kadar air tanahpada lokasi tertentu. Biasanya metode ini digunakan di lahan-lahan
yang pengelolaannya sangat bergantung dengan tingkat kelembaban tanah.
Dengan demikian, metode ini sangat bermanfaat untuk menentukan waktu yang
paling tepat untuk melakukan tindakan pengelolaan seperti waktu pengolahan
tanah, pemberian air irigasi dan pembuangan kelebihan air melalui saluran
drainase. Namun metode ini tidak efektif apabila dipergunakan untuk pengukuran
kadar air tanah pada lokasi yang berpindah-pindah.

68
Bab 6. Air Tanah

3. Metode Time Domain Reflectrometry


Prinsip kerja metode Time Domain Reflectrometry (disingkat TDR) adalah
dengan menginjeksikan arus listrik kedalam tanah, lalu menghitung waktu yang
dibutuhkan oleh listrik tersebut untuk mencapai titik tertentu. Perjalanan arus
listrik tersebut akan dipengaruhi oleh proporsi air dan udara yang ada didalam
tanah, dimana semakin tinggi kandungan udara maka semakin lambat laju
perjalanan arus listrik tersebut. Hal ini disebabkan karena udara merupakan
penghantar listrik yang lebih jelek dibandingkan air.
Peralatan yang digunakan dalam pengukuran kadar air tanah dengan metode
ini adalah satu unit TDR yang mampu menginjeksikan listrik kedalam tanah
melalui sepasang probe yang terbuat dari bahan yang mampu menghantar listrik
dengan baik. Panjang probe disesuaikan dengan kedalaman tanah yang akan
diukur kadar airnya. Probe sepanjang 10 cm digunakan untuk mengukur kadar air
pada kedalaman 0-10 cm, sedangkan probe sepanjang 20 cm digunakan untuk
mengukur kadar air pada kedalaman 0-20 cm. Selisih antara kadar air tanah pada
kedua kedalaman tanah tersebut menunjukkan nilai kadar air tanah pada
kedalaman 10-20 cm.
Setelah probe dimasukkan ke dalam tanah, tombol on pada alat TDR
ditekan untuk mengalirkan listrik ke dalam tanah, ditunggu beberapa detik sampai
muncul angka di layar TDR. Angka tersebut selanjutnya akan dikonversi menjadi
kadar air tanah dengan menggunakan grafik atau rumus yang telah disediakan oleh
alat TDR. Setelah pembacaan selesai dicatat, pengukuran dapat dilanjutkan di titik
yang sama dengan menggunakan probe yang lebih panjang atau berpindah ke
lokasi lain.
Dibandingkan metode neutron probe, metode TDR memiliki keuntungan
karena dapat digunakan untuk menentukan kadar air tanah pada lokasi yang
berbeda tanpa harus mempersiapkan lubang probe secara permanen. Dengan
demikian, alat ini tidak hanya dapat digunakan untuk memonitor fluktuasi kadar air
tanah pada lokasi tertentu, tetapi juga dapat digunakan untuk menentukan kadar air
tanah pada wilayah yang luas. Selain itu, TDR dapat mengukur kadar air tanah
pada berbagai lapisan termasuk pada lapisan dekat permukaan. Berbeda dengan
neutron, injeksi listrik ke dalam tanah juga sangat aman bagi operator dan
lingkungan.
Kelemahan utama dari metode TDR adalah harga peralatan yang sangat
mahal sehingga sulit diterapkan pada lahan-lahan pertanian konvensional. Sejauh
ini, metode TDR baru banyak diterapkan pada skala penelitian dan pada lahan-
lahan pertanian modern. Oleh sebab itu, perlu dikembangkan metode pengukuran
kadar air tanah alternatif yang cara kerjanya sederhana dan menggunakan peralatan
yang harganya relatif terjangkau oleh petani pada umumnya. Meskipun sederhana,
metode alternatif tersebut tetap harus memiliki akurasi yang tinggi.

69
Bab 6. Air Tanah

4. Metode Dielektrik
Sifat-sifat dielektrik tanah seperti konduktivitas, kapasitansi dan impedensi
listrik pada suatu media berpori bervariasi menurut kadar air. Penelitian
Hermawan et al. (2000) tentang pengukuran sifat-sifat dielektrik untuk menduga
kepadatan tanah menunjukkan bahwa air tanah cenderung meningkat, sebaliknya
udara di dalam pori cenderung menghambat laju konduktivitas listrik di dalam
tanah. Indikasi tersebut terlihat dari meningkatnya nilai impedensi listrik dengan
semakin rendahnya kadar air tanah. Pengaruh kadar air terhadap nilai dielektrik
tanah justru jauh lebih besar daripada pengaruh kepadatan tanah. Penetapan kadar
air tanah melalui pengukuran dielektrik hanya dapat dibuktikan secara teori oleh
Friendman (1997).
Tanah sebagai suatu sistem dapat dimodelkan dengan sifat dielektrik, semi-
isolator dan porositas, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 7.1. Apabila di
antara kedua plat disisipi bahan dielektrik maka akan terjadi dipole dalam bahan
tersebut, di mana distribusi muatan akan menumpuk pada ujung-ujung dielektrik,
sementara pada bahan tidak akan terjadi aliran arus listrik (i=0) (Gambar 7.1a).
Hal ini disebabkan karena sistem hanya memiliki dielektrik dan bahan tidak
mengandung elektron bebas.Medan listrik pada sistem ini hanya menimbulkan
polarisasi dan tidak terjadi mobilitas muatan sehingga arus listrikpun tidak
mengalir (Kittel, 1991).

Gambar 7.1. a. Bahan dielektrik; b. Semi-isolator; c. Porositas


Apabila dalam bahan terdapat muatan bebas, kehadiran medan listrik akan
menimbulkan arus listrik (i0) seperti terlihat pada Gambar 7.1b dan 7.1c.
Gambar 7.1b memperlihatkan suatu sistem di mana bahan dipandang sebagai
dielektrik homogen dan terdapat sedikit muatan bebas, sehingga dikenal sebagai

70
Bab 6. Air Tanah
bahan semi-isolator atau bahan konduktor denga konduktivitas rendah.Gambar
7.1c mewakili bahan semi-isolator yang dilengkapi dengan pori-pori yang
terdistribusi merata pada bahan. Pada bahan semi-isolator berpori ini, distribusi
muatan setelah dipengaruhi medan listrik E tidak hanya terkonsentrasi pada
permukaan dari ujung-ujung bahan, tetapi juga terdistribusi pada permukaan luar
pori. Apabila pori tersebut kosong (hanya berisi udara) maka pori bersifat
dielektrik sempurna, sedangkan bila berisi air atau molekul lain maka muatan air
dan molekul lain tersebut akan memberikan kontribusi muatan atau dipole di
permukaan pori.
Sebagai media berpori, tanah dapat dimodelkan sebagai rangkaian resistor R
yang mewakili konduktivitas dan kapasitor C yang mewakili porositas
sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 7.2. Dengan menginjeksikan listrik dari
A ke B pada frekuensi tertentu maka dapat ditentukan impedensi (Z) sebagai
kontribusi kapasitor dalam sampel tanah. Hasil penelitian Hermawan dkk.(2000)
menunjukkan bahwa listrik yang diinjeksikan pada frekuensi 1 sampai 5 kHz
paling responsif terhadap perubahan karakeristik tanah. Dimensi sampel
dinyatakan dengan luas penampang dan panjang yang sebanding dengan jumlah
pori (C) dan resisten (R). Setiap pori diwakili oleh satu kapasitor dan antara
kapasitor dibatasi oleh resistensi, Ri,j. Dari model pada Gambar 7.2 dapat
dipahami bahwa apabila ujung A-B diberi beda potensial VA-B maka arus listrik
akan mengalir melalui Rj, sedangkan kapasitor Ci,j akan mengumpulkan muatan,
tetapi pada cabang ini tidak mengalir arus.

Gambar 7.2. Pemodelan sambungan R dan C pada tanah

71
Bab 6. Air Tanah
Pengukuran kadar air tanah dengan metode dielektrik di lapangan dilakukan
sebagai berikut (Hermawan, 2004).Alat dielektrik terlebih dahulu dikalibrasi
denganmenjenuhkan tanah yang akan diukur kadar airnya, ditimbang, lalu kadar
air tanah jenuh ditetapkan secara gravimetri, selanjutnya tanah dalam pot dibiarkan
mengering melalui penguapan selama dua minggu. Penimbangan dilakukan setiap
hari untuk mendapatkan perubahan kadar air tanah dari kondisi jenuh sampai titik
layu permanen. Pada saat penimbangan, nilai dielektrik (yakni impedensi listrik
tanah) diukur dengan ohm-meter digital, dan pasangan data kadar air tanah yang
ditetapkan dengan penimbangan dan nilai impedensi listrik tersebut dianalisis
dengan regresi non-linear untuk mendapatkan model hubungan kedua parameter
tersebut. Model yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mengkonversi nilai
impedensi listrik yang terukur menjadi kadar air tanah selama percobaan
berlangsung.
Hubungan antara Z dan g ditetapkan dengan menggunakan persamaan
regresi non-linear berikut (Hermawan, 2004):
g = aZb (7.1)
dimana a dan b adalah konstanta. Untuk tanah yang digunakan dalam penelitian
Hermawan (2004), kalibrasi menghasilkan nilai a = 0,59 dan b = -43 (R2 = 0,99)
pada lapisan 0-10 cm serta a = 1,01 dan b = -0,65 (R2 = 0,89) pada lapisan 10-20
cm. Persamaan 7.1 selanjutnya digunakan untuk mengkonversi nilai impedensi Z
yang dibaca di lapangan menjadi nilai kadar air tanah.
Setelah alat dielektrik dikalibrasi maka pengukuran selanjutnya dilakukan
di lapangan untuk mendapatkan nilai Z. Dua pasang kawat tembaga dibungkus
karet, bagian bawahnya dikupas sepanjang 10 cm, dimasukkan ke dalam tanah
sedalam 10 dan 20 cm sehingga dapat digunakan untuk mengukur impedensi listrik
Z pada lapisan 0-10 dan 10-20 cm (Gambar 7.3). Impedensi listrik diukur secara
berkala dengan menghubungkan ujung atas kawat ke ohm-meter digital. Ketika
dihidupkan, alat ini memancarkan arus listrik pada frekuensi 1 kHz melalui kedua
batang kawat. Setelah mencapai bagian yang terkupas, arus tersebut bergerak
melewati tanah yang terletak diantara kedua ujung kawat terkelupas (sensor) dan
impedensinya tercatat secara langsung oleh ohm-meter.
Nilai Z yang terukur oleh ohm-meter selanjutnya dikonversi menjadi kadar
air tanah gravimetri dengan menggunakan Persamaan 7.1. Konstanta a dan b harus
disesuaikan dengan hasil kalibrasi yang dilakukan untuk tanah yang memiliki
karakteristik berbeda, terutama tekstur dan kandungan bahan organik. Metode ini
dapat dikembangkan lebih lanjut agar dapat memberikan informasi kadar air tanah
secara otomatis. Misalnya, hasil pembacaan nilai Z dapat dimodifikasi untuk
menghidupkan lampu dengan warna tertentu sehingga tingkat kekeringan tanah
dapat diketahui dengan melihat warna lampu yang menyala.

72
Bab 6. Air Tanah

Kedalaman tanah Ohm-meter


(cm) digital + injektor
0 listrik

Kawat tembaga
terkupas

10

Kawat tembaga
20 terbungkus karet
5 cm

Gambar 7.3. Sketsa pemasangan alat pengukur impedensi listrik pada kedalaman
0-10 dan 10-20 cm di lapangan.

Ringkasan Bab 6

Latihan
Jawablah pertanyaan dibawah ini guna mengembangkan pengetahuan
saudara tentang struktur tanah. Carilah sumber kepustakaan yang sesuai untuk
menjawab pertanyaan berikut :
1.

Penutup

1. Tes Formatif
1.
a)
b)

73
Bab 6. Air Tanah
c)
d)
2.
a)
b)
c)
d)
3.
a)
b)
c)
d)
4.
a)
b)
c)
d)
5.
a)
b)
c)
d)

2. Umpan Balik
Bandingkan jawaban saudara denga kunci jawaban yang tersedia, lalu hitung
skornya sebagai berikut:


= [ ] 100

3. Tindak Lanjut
Bila skor saudara 70 atau lebih maka saudara dapat melanjutkan membaca
Bab 8, sedangkan bila skor kurang dari 70 maka ulangi membaca Bab 7 ini
sebelum mempelajari Bab 8.

4. Kunci Jawaban Tes Formatif


1), 2), 3), 4), 5)

74
Bab 8. Pergerakan Air di Dalam Tanah

BAB 8.PERGERAKAN AIR DI DALAM TANAH

A. PENDAHULUAN

1. Deskripsi Singkat
Pergerakan air di dalam tanah merupakan sifat fisik tanah yang sangat
penting karena berhubungan dengan berbagai proses fisik, kimia dan biologi tanah.
Erosi dan aliran permukaan, transportasi hara kearah permukaan akar tanaman,
serta transpor bakteri dan bahan terkontaminasi di dalam tanah merupakan contoh
kejadian yang diakibatkan pergerakan air di dalam tanah. Beberapa ahli bahkan
meletakkan pergerakan air tanah sebagai urat nadinya Ilmu Fisika Tanah karena
perubahan yang terjadi pada sifat ini merupakan refleksi dari perubahan atau
variasi dari sifat-sifat fisik tanah yang lain. Bab ini akan membahas dasar teori,
proses dan variabel yang berhubungan dengan proses pergerakan air di dalam
tanah.

2. Relevansi dengan Bab Lain


Bab ini berhubungan hampir dengan semua bab yang telah diuraikan
sebelumnya, terutama tentang tekstur dan struktur tanah. Pemahaman tentang
pergerakan air di dalam tanah akan membantu Saudara dalam menerapkan Fisika
Tanah dalam pengelolaan lahan (Bab 9), terutama yang berhubungan dengan
irigasi.

3. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah membaca bab ini mahasiswa diharapkan dapat:
a) Mengerti mekanisme kerja dari Hukum Darcy dan menerapkannya pada
pergerakan air di dalam tanah
b) Menghitung laju infiltrasi, dan menduga kemungkinan terjadinya
penggenangan atau aliran permukaan pada curah hujan tertentu
c) Melacak pergerakan air di dalam tanah setelah proses infiltrasi atau peristiwa
alami yang mirip infiltrasi seperti kejadian hujan
d) Menghitung dan membedakan konduktivita hidrolika tanah dalam kondisi
jenuh dan tak jenuh

75
Bab 8. Pergerakan Air di Dalam Tanah
B. PENYAJIAN
Pergerakan air tanah merupakan sentral dan klimaks dari materi-materi yang
disajikan dalam mata kuliah Dasar-Dasar Fisika Tanah. Sebagian besar buku-buku
tentang Fisika Tanah mengalokasikan beberapa bab tersendiri guna membahas
pergerakan air tanah, sementara sifat-sifat yang lain cukup dibahas dalam satu bab.
Berdasarkan proses yang dialaminya, pergerakan air di dalam tanah dapat
dibedakan atas dua tahapan utama. Pertama adalah pergerakan air yang masuk ke
dalam tanah, sedangkan yang kedua adalah pergerakan air setelah masuk ke dalam
tanah. Proses pertama disebut sebagai infiltrasi, sementara proses ke dua
dinyatakan sebagai konduktivitas hidrolika. Namun, kedua proses tersebut tidak
dapat dipisahkan satu sama lain karena keduanya akan saling mempengaruhi
dalam mengevaluasi laju pergerakan air di dalam tanah. Bab ini secara rinci akan
membahas kedua proses tersebut, termasuk beberapa teori yang melandasi proses
pergerakan air di dalam tanah.

1. Hukum Darcy
Deskripsi kuantitatif pertama tentang pergerakan air melalui media berpori
diberikan oleh Henri Darcy pada tahun 1856. Model yang dikembangkan tersebut
berlaku untuk pergerakan air dalam kondisi jenuh dan selanjutnya lebih dikenal
dengan Hukum Darcy. Menurut hukum tersebut, laju pergerakan air di medium
jenuh, v, yaitu:

= =
(8.1)
Dimana Q adalah debit air (dalam satuan m3dt-1) yang bergerak melalui luas area A
(m2), K adalah konduktivitas hidrolika (m dt-1) dan media (bersifat konstan), dH
adalah perbedaan potensi air (gradient hidrolika) yang diukur pada dua titik (m),
dan dZ merupakan jarak dari kedua titik yang dilewati air (m). Hubungan dari
variabel-variabel di atas diilustrasikan pada Gambar 7.1 di bawah ini. Laju
pergerakan air berbanding lurus dengan debit, konduktivitas hidrolika dan gradient
hidrolika, tetapi berbanding terbalik dengan luas permukaan dan ketebalan lapisan
tanah yang dilewati air. Fenomena terakhir ini sangat bermanfaat dalam
menentukan tindakan pengelolaan air yang bertujuan untuk mempercepat atau
memperlambat pergerakan air di dalam tanah.
Persamaan 8.1 berlaku pada kondisi gradient hidrolika dH yang konstan
(dalam Gambar 8.1 ditunjukkan dari tinggi permukaan air). Pemahaman terhadap
hukum Darcy untuk nilai dH yang konstan merupakan persyaratan utama dalam
memahami aplikasi hukum ini pada model-model pergerakan air tanah yang lain.
Pergerakan air vertikal melalui profil tanah pada lahan sawah irigasi merupakan
salah satu contoh di lapangan dengan kondisi dH dalam keadaan konstan.

76
Bab 8. Pergerakan Air di Dalam Tanah
Gambar 8.1 menunjukkan bahwa air masuk dari ujung media (kolom tanah )
yang satu dan keluar dari ujung yang lain. Dalam kenyataannya, air lebih banyak
keluar dari bagian-bagian di antara ke dua ujung kolom tanah tersebut,
sebagaimana diilutrasikan dalam Gambar 8.2. Pada kondisi jenuh, varibel dH sama
dengan h2.

A
Air masuk
Air keluar
Permukaan air
h

Z = dZ
Tanah

Gambar 8.1. Model pergerakan air tanah pada kondisi jenuh dengan gradient
hidrolika konstan.

Konduktivitas hidrolika K merupakan suatu variabel yang dipengaruhi oleh


beberapa variabel lain, seperti viskositas air dan permeabilitas tanah P.
Permeabilitas tanah P berbeda dengan K, karena P merupakan kemampuan tanah
dalam melewatkan air sedangkan K menunjukkan kemampuan air untuk melewati
tanah. Oleh sebab itu, K tidak hanya ditentukan oleh nilai P, tetapi juga oleh sifat-
sifat fluiditas dari air itu sendiri, seperti berat jenis dan viskositas, sebagaimana
terlihat di bawah ini:
K =gP/ (8.2)
dimana adalah berat jenis air atau cairan dan g adalah percepatan gravitasi.
Idealnya, Persamaan 8.2 menunjukkan bahwa P bersifat independen terhadap
cairan (seperti minyak, air dan larutan). Namun kenyataannya stabilitas struktur
tanah dipengaruhi oleh jenis cairan, dan P juga menjadi tidak independen lagi
terhadap cairan, sehingga K lebih umum digunakan dalam hidrologi dan ilmu
tanah. Di lain pihak, karena dipengaruhi oleh jenis dan temperatur dari cairan
maka kedua faktor tersebut juga harus diperhitungkan dalam melakukan
pengukuran K.

77
Bab 8. Pergerakan Air di Dalam Tanah

Permukaan tanah

h1 Z2 Kondisi tak jenuh

Permukaan air

Z1 h2
Kondisi
jenuh

Gambar 8.2. Gradien hidrolika dari air pada kolom tanah dalam kondisi jenuh dan
tak jenuh. Perhatikan bahwa h1 memiliki nilai negatif (karena
berada di atas permukaan air) sedangkan h2 memiliki nilai positif.

Bila Persamaan 8.2 diterapkan untuk air tanah, dimana =998,2 kg m-3, g =
9,8 m dt-2 dan = 100 kg m-1 dt-1, maka nilai K relatif sama dengan P. Oleh sebab
itu, pergerakan air di dalam tanah lebih tepat digambarkan dengan konduktivitas
hidrolika dari pada dengan istilah permeabilitas. Hal ini dilakukan untuk
menghindari salah interpretasi dari istilah permeabilitas karena istilah ini berlaku
juga untuk pergerakan udara dan bahan-bahan lainnya di dalam tanah. Dalam
kondisi tanah jenuh maka pergerakan tersebut dikenal sebagai konduktivitas tanah
jenuh (K-sat) sedangkan dalam kondisi tak jneuh disebut konduktivitas tanah tak
jneuh (K-unsat). Namun dalam mata kuliah Dasar-Dasar Fisika Tanah ini hanya K-
sat yang akan dibahas secara rinci sementara K-unsat akan menjadi konsumsi bagi
mahasiswa yang akan memperdalami Ilmu Fisika di tingkat yang lebih lanjut.
Nilai K-sat dipengaruhi beberapa sifat fisik tanah lain seperti tekstur dan
struktur, serta secara temporal oleh temperatur air pada saat proses konduktivitas
berlangsung. Kisaran nilai K-sat untuk berbagai kondisi fisik tanah serta
pengaruhnya terhadap tatguna lahan pertanian disajikan dalam Tabel 8.1. Tanah
dengan kombinasi antara tekstur halus dan agregat yang tidak stabil memiliki nilai
K-sat yang sangat rendah bila dibandingkan dengan tanah yang memiliki dampak
kasar dan /atau agregat yang stabil. Kedua sifat fisik tersebut memiliki dampak

78
Bab 8. Pergerakan Air di Dalam Tanah
yang sama dalam menghambat pergerakan air di dalam tanah, yaitu melalui
penyumbatan pori-pori sehingga sulit dilewati air. Tekstur yang halus akan
menyediakan partikel-partikel halus untuk mengisi pori, sedangkan agregat tidak
stabil akan cenderung melepaskan partikel-partikel halus tersebut dari ikatannya di
dalam agregat. Oleh sebab itu, tekstur dan struktur merupakan dua sifat fisik tanah
yang tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus dikaji secara bersama-sama
karena keduanya saling berkaitan satu sama lain.
Table 8.1. Kisaran nilai pada berbagai sifat dan kondisi tanah pertanian

Kisaran K- Pengaruhnya Terhadap Tataguna


Jenis dan Kondisi Tanah
sat (m dt-1) Lahan Pertanian

< 10-7 Tanah bertekstur halus dan Drainase buruk dan menghambat
tanah bertekstur sedang dengan pertumbuhan akar.
agregat yang tidak stabil.
Motling dominan di lapisan
subsoil Cocok untuk lahan sawah

10-7 - 10-4 Sebagian besar jenis tanah Cocok untuk sebagian besar
masuk kelompok ini, termasuk tanaman
tanah bertekstur halus dengan
agregat stabil

>10-4 Tanah bertekstur kasar Tanah memiliki daya memegang


air yang jelek. Hanya cocok
untuk tanaman berakar dalam.

2. Infiltrasi
Infiltrasi air di lapangan secara vertical ke dalam profil tanah umumnya
berasal dari dua sumber utama yaitu dari curah hujan (atau irigasi sprinkler yang
menyerupai curah hujan) dan air irigasi genangan. Laju penyerapan air ke dalam
tanah melalui proses infiltrasi dipengaruhi sifat-sifat fisik tanah, terutama tekstur
dan struktur. Laju infiltrasi beberapa kali lebih tinggi pada tanah berpasir
dibandingkan tanah berliat atau jika tanah yang sama memiliki struktur yang baik
dan terbuka terutama di bagian permukaannya. Cepat lambatnya laju infiltrasi
suatu jenis di lapangan dapat dilihat secara kasat mata dengan memperlihatkan
dinamika air yang jatuh ke permukaan tanah. Terjadinya penggenangan
menunjukkan bahwa laju infiltrasi jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju air

79
Bab 8. Pergerakan Air di Dalam Tanah
yang jatuh ke permukaan sehingga tanah tidak mampu mneruskannya ke dalam
tanah.
Teori tentang laju infiltrasi, i telah dijelaskan secara matematis oleh Philps
pada tahun 1957 melalui persamaan berikut:
i = 0,5 St-0,5 + A (8.3)
Persamaan 8.3 menunjukkan bahwa infiltrasi dapat dibedakan menjadi dua
komponen yaitu yang berhubungan dengan pengaruh sorptivitas tanah, S, dan yang
berhubungan dengan pengaruh gravitasi, A. Faktor S akan mendominasi laju
infiltrasi di tahap-tahap awal, yaitu ketika waktu berlangsungnya infiltrasi, t masih
kecil. Namun dengan bertambaha besarnya t maka nilai yang dihasilkan 0,5 St-
0,5
menjadi semakin kecil hingga dapat diabaikan, sehingga nilai i sepenuhnya
ditentukan oleh A. Selain itu, struktur tanah di permukaan juga mempengaruhi
besar kecilnya kontribusi S dalam proses infiltrasi. Permukaan tanah yang
memiliki struktur yang tertutup, seperti pada peristiwa penyumbatan pori (sealing),
memiliki nilai S yang sangat rendah dan dapat diabaikan bila dibandingkan dengan
permukaan tanah pada system pori yang lebih terbuka.
Nilai Sdipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat menghasilkan perbedaan
potensi air tanah antara permukaan tanah dan air bebas yang ada di atasnya. Salah
satu faktor yang dimaksud adalah kadar air tanah di permukaan, yang dengan
semakin kering tanah permukaan maka semakin tinggi pula nilai S. Pada kondisi
yang demikian, laju infiltrasi mula-mula sangat tinggi sebagai akibat dari tingginya
pengaruh S. Namun dengan bertambahnya waktu semakin basahnya tanah maka
laju infiltrasi akan menurun hingga mencapai laju yang relatif konstan. Sebaliknya
pada tanah-tanah yang basah, laju infiltrasi di awal pengukuran sudah hampir sama
dengan laju di akhir pengukuran sebagai akibat kecilnya pengaruh S. Kedua
fenomena di atas dapat diilustraikan melalui Gambar 8.3.
Pengaruh gravitasi diperlihatkan oleh variable A dalam Persamaan 8.3 dan
sangat erat hubungannya dengan nilai konduktivitas hidrolika tanah dalam kondisi
jenuh (K-sat). hubungan antara keduanya adalah A = m.K-sat dimana m
tergantung pada waktu dan parameter dari tanah. Berat volume, kandungan debu
dan liat, bahan organik dan porositas makro merupakan parameter tanah yang
dapat mempengaruhi faktor m. Berat volume dan porositas penting dalam
menyediakan jalan bagi air untuk masuk ke tanah, sedangkan kandungan debu, liat
dan bahan organik bertanggung jawab terhadap stabilitas agregat selama infiltrasi
berlangsung. Setiap kerusakan agregat di permukaan tanah akan menyebabkan
terjadinya penyumbatan pori yang pada gilirannya akan menyumbat laju
pergerakan air infiltrasi. Sebaliknya, agregat stabil di lapisan permukaan akan
menghambat terjadinya penyumbatan pori selama proses infiltrasi sehingga laju
infiltrasi tersebut tetap tinggi sampai waktu yang lama.

80
Bab 8. Pergerakan Air di Dalam Tanah

Laju infiltrasi (mm/jam)

Tanah kering

Tanah basah

Waktu, t (jam)

Gambar 8.3. Laju infiltrasi menurut waktu pada dua kondisi tanah yang berbeda.
Perbedaan kurva disebabkan oleh perbedaan nilai sorptivitas air oleh
tanah.

Laju infiltrasi biasanya diukur secara langsung di lapangan dengan


melakukan penggenangan secara terus menerus dengan ketinggian genangan yang
konstan. Metode yang umum digunakan adalah metode ring ganda, dimana dua
buah ring yang berbeda ukuran diletakkan sekaligus di atas permukaan tanah. Ring
yang lebih kecil diletakkan di dalam ring yang besar. Ring luar (besar) berfungsi
untuk menjaga kejenuhan air di luar ring kecil agar proses infiltrasi berlangsung ke
satu arah (vertikal), sedangkan ring dalam berfungsi untuk mengukur kecepatan
infiltrasi. Namun beberapa ahli menemukan bahwa pengukuran metode ring
tunggal juga dapat menghasilkan akurasi pengukuran yang sama baiknya dengan
metode ring ganda. Hanya saja ring tunggal yang digunakan harus cukup besar
agar jumlah air yang bergerak vertikal jauh lebih besar dari yang bergerak secara
horizontal sehingga yang terakhir ini dapat diabaikan.
Metode pengukuran infiltrasi dengan menggunakan teknik ring tunggal
dengan mengabaikan gerakan air secara horizontal memiliki implikasi praktis
dalam berbagai peristiwa alami di lapangan. Peristiwa infiltrasi di lapangan,
terutama oleh air hujan, lebih banyak mengikuti pola pergerakan satu arah, yaitu

81
Bab 8. Pergerakan Air di Dalam Tanah
secara vertikal ke lapisan bawah dari profil tanah. Hal ini disebabkan hujan turun
secara meratas dalam satuan wilayah yang cukup luas sehingga gerakan air
horizontal di suatu titik dengan sendirinya akan terhambat oleh gerakan air vertikal
di sekeliling titik tersebut. Kondisi yang demikian memaksa air pada titik yang
dimaksud hanya melakukan gerakan searah secara vertikal. Itulah sebabnya
mengapa laju infiltrasi di suatu lokasi sering langsung dibandingkan dengan curah
hujan di lokasi yang sama guna mengevaluasi kemungkinan terjadinya aliran
permukaan atau penggenangan pada setiap kejadian hujan

3. Redistribusi Air di Dalam Tanah Setelah Infiltrasi


Ketika infiltrasi air melalui permukaan tanah berhenti maka ada periode
yang cukup lama bagi air untuk terdistribusi di dalam profil tanah, yaitu dari
bagian yang telah basah oleh air infiltrasi menuju bagian yang masih kering. Batas
yang memisahkan antara bagian yang basah dan yang kering ini disebut batas
pembasahan (wetting front) karena pada daerah iniakan terjadi proses peralihan
dari kering menjadi basah (Gambar 8.4). Contoh hasil penelitian yang
menggambarkan proses redistribusi yang demikian dapat dilihat dari Gambar 8.5.
Pada hari ke-0, profil kadar air tanah ketika infiltrasi terhenti menunjukkan zona
yng mendekati jenuh dimana potensi matriks mendekati nol dan kadar air tanah
sekitar 0,4 m3 m-3. Kondisi yang demikian terjadi pada kedalaman 0,1 m dari
permukaan, sementara profil tanah relatif kering pada kedalaman 0,2 m atau lebih.
Pada hari-hari berikutnya, profil kadar air tanah berubah, akibatnya lapisan
permukaan menjadi semakin kering sementara posisi batas pembasahan semakin
dalam (sekitas 0,35 m pada hari ke -29).
Penurunan kadar air tanah pada zona di atas posisi batas pembasahan pada
saat redistribusi air dimulai menunjukkan adanya zona pengeringan (draining
zone). Pada zona ini hubungan antara dan harus memperlihatkan karakteristik
pengeringan. Histerisis pada fungsi (), sebagaimana didiskusikan pada Bab 6,
merupakan faktor penting dalam menghitung laju redistibusi air setelah proses
infiltrasi.
Kadang-kadang profil redistribusi dari kadar air tidak mengikuti pola yang
sistematis seperti pada Gambar 8.5, melainkan seperti pada Gambar 8.6.
Sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 8.6, zona pengeringan hanya terjadi pada
lapisan dekat permukaan, bukan pada semua kedalaman seperti pada Gambar 8.5,
lalu terdapat suatu zona dengan laju drainase yang sangat kecil sehingga hanya
berfungsi sebagai zona transmisi. Pola redistribusi yang berlawanan seperti ini
menunjukkan bahwa perkembangan teori infiltrasi sedemikian rumit dan belum
terpecahkan oleh para ahli. Namun, ahli fisika tanah telah berusaha membuka
rahasia di balik fenomena alami seperti yang diilustraikan pada Gambar 8.5.

82
Bab 8. Pergerakan Air di Dalam Tanah

Gambar 8.4. Wetting frontyang terjadi di bawah alat pengukur infiltrasi (tension
disc infiltrometer) (gambar atas) dan simulasi kadar air di dalam
tanah (gambar bawah). Time-domain reflectometry (TDR) probe
terlihatdimasukkan ke dalam tanah padasudut30 (data dari Schwartz,
2003).

83
Bab 8. Pergerakan Air di Dalam Tanah

Kadar air, (m3 m-3)


0,1 0,2 0,3 0,4
0

0.1
0
Kedalaman (m)

0.2 2

29
0.3

0.4
Gambar 8.5. Pergerakan profil kadar air pada sebuah kolom tanah, setelah
pemberian 50 mm air. 0, 2 dan 29 adalah waktu (dalam hari) setelah
irigasi (data diambil dari Gradner dkk., 1970).
Ketidaksinambungan pergerakan air infiltrasi secara vertikal lebih banyak
disebabkan oleh perbedaan tekstur tanah yang sangat kontras antara lapisan satu
dengan lapisan lain. Sebagai contoh, pola pergerakan air setelah peristiwa infiltrasi
pada lapisan pasir yang terdapat di atas lapisan liat mula-mula dikontrol lapisan
yang kasar. Akan tetapi, ketika batas pembasahan mencapai dan menembus yang
lebih halus, laju pergerakan air akan turun secara drastis dan cenderung sama
dengan laju pergerakan di lapisan halus itu sendiri.
Sebaliknya, pada kasus lapisan halus berada di atas lapisan yang kasar, laju
awal dari infiltrasi kembali dikontrol lapisan atas yang lebih halus. Namun, laju
tersebut tetap menurun ketika batas pembasahan mencapai perbatasan dengan
lapisan bawah yang lebih kasar. Hal ini terjadi karena air di batas pembasahan
biasanya berada dalam kondisi hisapan (potensinya bernilai negatif), dan hisapan
ini (yaitu nilai nominal) mungkin terlalu tinggi sehingga air sulit memasuki pori-
pori yang besar pada lapisan kasar. Gerakan batas pembasahan mungkin akan
berhenti sampai tekanan air di perbatasan lapisan tersebut meningkat sehingga
cukup kuat untuk melawan daya hisap yang terbentuk dan sekaligus mendorong air
bergerak menembus lapisan kasar.

84
Bab 8. Pergerakan Air di Dalam Tanah

Kadar air

0
t3 t1
t2
Kedalaman

t1
t2

t3

Gambar 8.6. Pola pergerakan profil kadar air setelah irigasi yang menunjukkan
adanya penahanan gerakan air untuk memasuki lapisan di bawah
batas pembasahan.

Terjadinya tanah longsor sebagian dapat dijelaskan oleh salah satu contoh
kasus diatas. Salah satu penyebab terjadinya tanah longsor adalah terdapatnya
lapisan yang bertekstur halus yang padat dan sulit ditembus air di bawah lapisan
yang lebih kasar. Air hujan turun ke permukaan tanah mula-mula akan meresap
secara cepat karena dikontrol oleh lapisan atas yang lebih kasar. Namun bila hujan
terus turun dan batas pembasahan telah mencapai lapisan halus dan padat maka
laju pergerakan air akan menjadi lambat. Akibatnya air akan menjenuhi lapisan
atas dan bila terus berlanjut maka air tersebut akan berubah fungsi menjadi agen
peluncur bagi lapisan yang ada diatas lapisan yang kedap air.

Ringkasan Bab 8
Pergerakan air tanah dilandasi oleh Hukum Darcy yang menyatakan bahwa
laju pergerakan air berbanding lurus dengan konduktivitas hidrolika dan gradient
potensi air, serta berbanding terbalik dengan ketebalan tanah yang dilewatinya.

85
Bab 8. Pergerakan Air di Dalam Tanah
Tekstur dan struktur merupakan dua sifat fisik utama yang mempengaruhi
pergerakan air tanah. Pergerakan air tersebut dibedakan menjadi dua bagian, yaitu
pergerakan air di dalam profil tanah dan memiliki kecepatan konstan (disebut
konduktivitas hidrolika), dan pergerakan air memasuki permukaan tanah dengan
kecepatan yang bervariasi menurut waktu (disebut infiltrasi). Redistribusi air tanah
setelah peristiwa infiltrasi memberikan informasi yang sangat penting dalam
berbagai aspek pengelolaan lahan yang berkaitan dengan pergerakan air di dalam
tanah seperti peristiwa tanah longsor.

Latihan
Jawablah pertanyaan dibawah ini guna mengembangkan pengetahuan
saudara tentang struktur tanah. Carilah sumber kepustakaan yang sesuai untuk
menjawab pertanyaan berikut :
a) Berdasarkan Persamaan 8.1 dan 8.2, apakah air dapat bergerak di dalam tanah
bila tanah tersebut di bawa ke bulan? Jelaskan alasan Saudara?
b) Apakah perbedaan antara permeabilitas dan konduktivitas hidrolika? Mana
yang lebih tepat digunakan untuk menggambarkan pergerakan air tanah?
Jelaskan alasan Saudara?
c) Sebutkan perbedaan antara konduktivitas hidrolika dan infiltrasi. Sebutkan
beberapa peristiwa alam yang berkaitan dengan masing-masing jenis
pergerkan air tersebut. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kedua jenis
pergerakan air tersebut?
d) Jelaskan dengan singkat metode pengukuran infiltrasi yang Saudara ketahui.
Mengapa pengukuran di tanah yang kering membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk mencapai laju infiltrasi yang konstan dibandingkan pengukuran di
tanah yang lembab.
e) Mengapa redistribusi air setelah kejadian infiltrasi sangat penting dalam
kegiatan pertanian? Beri beberapa contoh yang berkaitan dengan peristiwa
tersebut?

Penutup

1. Tes Formatif
1) Dalam Persamaan 8.1, satu-satunya variabel yang nilainya konstan untuk
setiap jenis tanah adalah:
a) Gradient potensi air tanah, h
b) Jarak tempuh oleh air, z
c) Konduktivitas hidrolika, K
d) Luas permukaan yang dilewati air, A

86
Bab 8. Pergerakan Air di Dalam Tanah
2) Tingginya nilai sorptivitas, S, pada peristiwa infiltrasi ditandai oleh:
a) Kurva infiltrasi yang relatif lurus
b) Kelembaban tanah yang tinggi
c) Kecepatan infiltrasi relatif konstan selama pengukuran berlangsung
d) Kurva laju infiltrasi yang turun menurut waktu di awal kejadian namun
cenderung mendatar di akhir
3) Perbedaan laju pergerakan beberapa jenis cairan di dalam tanah adalah seperti
berikut ini:
a) Air > larutan hara > minyak goreng
b) Air > alkohol > larutan hara
c) Air = larutan hara> minyak tanah
d) Semua jawaban salah
4) Ditinjau dari aspek pergerakan air maka tanah bertekstur kasar lebih cocok
untuk tanaman berakar karena:
a) Akar akan lebih mudah melakukan penetrasi ke dalam profil
b) Air bergerak cepat ke dalam profil sehingga terakumulasi di lapisan yang
dalam
c) Akar yang dalam dapat memperkokoh berdirinya tanaman di tanah
bertekstur kasar
d) Semua jawaban benar
5) Hal-hal berikut ini dapat terjadi terhadap gerakan air infiltrasi pada tanah yang
memiliki dua lapisan yang berbeda tekstur, kecuali:
a) Air akan bergerak ke dalam profil tanah dengan kecepatan yang relatif
konstan
b) Laju infiltrasi akan dikontrol oleh lapisan atas di awal peristiwa dan oleh
lapisan bawah di akhir peristiwa
c) Air infiltrasi cenderung menumpuk di perbatasan lapisan sebelum masuk
ke lapisan yang lebih bawah
d) Laju lapisan menurun ketika batas pembasahan menembus lapisan bawah
yang bertekstur lebih kasar

2. Umpan Balik
Bandingkan jawaban saudara denga kunci jawaban yang tersedia, lalu hitung
skornya sebagai berikut:


= [ ] 100

87
Bab 8. Pergerakan Air di Dalam Tanah

3. Tindak Lanjut
Bila skor saudara 70 atau lebih maka saudara dapat melanjutkan membaca
Bab 9, sedangkan bila skor kurang dari 70 maka ulangi membaca Bab 8 ini
sebelum mempelajari Bab 9.

4. Kunci Jawaban Tes Formatif


1)c, 2)d, 3)a, 4)b, 5)a

88
Bab 9. Temperatur Tanah

BAB 9. TEMPERATUR TANAH

A. PENDAHULUAN

1. Deskripsi singkat
Pada bab ini akan disajikan berbagai teori dan beberapa hal yang
berhubungan dengan temperatur tanah. Materi yang disajikan terdiri dari transfer
energi di dalam tanah, kapasitas temperatur tanah, konduktivitas termal, profil
temperatur tanah, dan pengelolaan temperatur tanah. Berbeda dengan di belahan
bumi sebelah utara dan selatan yang lebih banyak berhadapan dengan masalah
temperatur tanah yang rendah, para ahli fisika dan pengelolaan tanah di daerah-
daerah tropis umumnya bekerja untuk menurunkan temperatur tanah agar lebih
sesuai untuk pertumbuhan tanaman dan jasad renik.

2. Relevansi dengan bab lain


Bab ini terutama berhubungan bab tata udara tanah (Bab 5) karena
perubahan temperatur tanah sering dikaitkan dengan pergerakan udara di dalam
tanah. Sementara itu, sebagian perhitungan dan distribusi temperatur di dalam
tanah sangat banyak menyerupai mekanisme pergerakan air tanah yang telah
dibahas dalam Bab 8.

3. Tujuan instruksional khusus


Setelah membaca bab ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan mekanisme kerja dari hukum-hukum yang berhubungan
dengan radiasi dan tempertaur tanah.
2. Menghitung laju perubahan temperatur di dalam tanah dengan
memperhatikan input dan output radiasi
3. Membedakan kemampuan komponen-komponen penyusun tanah dalam
menyerap panas dan pengaruhnya terhadap perubahan temperatur di dalam
tanah.
4. Menjelaskan tindakan-tindakan yang mungkin dilakukan dalam
memanipulasi temperatur tanah pada tingkatan yang sesuai dnegan yang
dikehendaki tanaman.

89
Bab 9. Temperatur Tanah
B. PENYAJIAN
Proses pertukaran udara antara tanah dan atmosfir membawa konsekuensi
terjadi pertukaran energi radiasi antara kedua media tersebut. Akibatnya,
pertukaran udara antara tanah dan atmosfir biasanya diikuti dengan perubahan
temperatur tanah terutama pada lapisan yang bersinggungan langsung dengan
atmosfir. Temperatur tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang secara
langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman, seperti untuk proses
evapotranspirasi dan metabolism di perakaran. Secara tidak langsung, temperatur
tanah mempengaruhi kehidupan jenis jasad renik tanah yang pada gilirannya dapat
mempengaruhi ketersediaan air dan hara bagi tanaman. Laju dekomposisi bahan
organik oleh mikroorganisme meningkat apabila temperatur tanah naik dari 5
menjadi 30 atau 40 oC. Temperatur tanah optimum untuk pertumbuhan tanaman
bervariasi menurut spesies tetapi secara umumberkisar antara 20-30 oC. Laju
pertumbuhan mikroorganisme dan tanaman menungkat dua sampai tiga kali lipat
untuk setiap kenaikan temperatur tanah 10 oC hingga temperatur tanah tersebut
mencapai kondisi optimum. Temperatur tanah yang terlalu rendah atau terlalu
tinggi dapat menghambat perkecambahan dan pertumbuhan awal tanaman. Oleh
sebab itu, usaha pengelolaan yang bertujuan untuk mengatur temperatur
tanahselalu difokuskan pada upaya mempertahankan temperatur tanah pada
kondisi optimum.

1. Transfer Energi di dalam Tanah


Ada tiga prinsip dari transfer energi di alam yaitu melalui radiasi, konveksi
dan konduksi. Transfer energi melalui radiasi berhubungan dengan pelepasan
energi dalam bentuk gelombang-gelombang elektromagnetik dari semua benda di
atas 0 oK (273 oC). Pelepasan energi yang sempurna secara umum disebut black
body. Model transfer energi ke dua, yaitukonveksi, melibatkan pergerakan masa
yang membawa panas, seperti pada kasus aliran samudra atau angin atmosfir.
Contoh lain dari proses konveksi adalah infiltrasi dari limbah air panas (misalnya
dari pembangkit listrik) ke dalam profil tanah yang sebelumnya dingin. Konduksi,
sebagai model k tiga dari transfer energi, adalah perpindahan panas dalam suatu
benda yang disebabkan pergerakan molekul secara internal. Proses konduksi
sangat mirip dengan proses difusi, dan cenderung mencapai keseimbangan,
menurut waktu terjadinya konduksi, hingga energi kinetik molekul tersebar merata
di dalam suatu benda (misalnya ditunjukkan oleh meratanya temperatur benda). Di
samping ketiga model di atas, masih ada satu model campuran yang mungkin
dipertimbangkan sebagai model keempat, yaitu transfer panas laten. Sebagai
contoh adalah proses distilasi, yang melibatkan tahap penyerapan panas oleh
evaporasi, diikuti oleh pergerakan konveksi atau difusi oleh uap air, dan diakhiri
dengan tahap pelepasan panas oleh kondensasi.

90
Bab 9. Temperatur Tanah
Transfer panas melalui permukaan tanah mungkin terjadi dengan mengikuti
beberapa atau semua mekanisme di atas. Namun, di dalam tanah, transfer panas
oleh radiasi, konveksi, dan distilasi umumnya kurang penting, karena proses
transfer panas yang paling utama adalah melalui konduksi molekul. Konduksi
panas dalam suatu media padat telah dianalisa pertama kali pada tahun 1822 oleh
Fourier, yang namanya diasosiasikan dengan persamaan transport linear.
Persamaan ini secara matematis analog dengan persamaan difusi (Hukum Fick)
dan konduksi (Hukum Darcy) dari cairan dalam suatu media berpori. Analogi
dapat juga dibuat anatara hukum-hukum ini dengan hukum Ohm untuk konduksi
listrik.
Hukum pertama tentang konduksi panas, dan dikenal sebagai hukum
Fourier, menyatakan bahwa pergerakan panas dalam suatu benda yang homogen
searah dan proporsional dengan gradien temperatur :
qh = - k T (9.1)
dimana qh adalah laju aliran panas (i.e jumlah panas yang melewati suatu luasan
bidang dalam sautu waktu), k adalah konduktivitas termal, dan T gradien spasial
(gradien menurut ruang) dari temperatur T. Dalam bentuk satu dimensi, hukum ini
ditulis menjadi :
qh = - kx dT/dxatauqh = -kz dT/dz (9.2)
disini dT/dx adalah gradien temperatur secarah horizontal pada jarak x, dan dT/dz
adalah gradien secara vertikal dan mewakili kedalaman tanah pada jarak z (z = 0
pada permukaan tanah). Subskripsi pada terminologi termal, kx dan kz digunakan
untuk mengantisipasi kemungkinan bahwa parameter ini memiliki nilai yang
berbeda pada arah yang berbeda. Tanda negatif pada parameter ini disebabkan oleh
kenyataan bahwa panas mengalir dari posisi temperatur yang lebih tinggi ke posisi
temperatur yang lebih rendah. Bila qh memiliki satuan kal cm-2 det-1 dan gradien
temperatur dalam oK cm-1, maka k memiliki satuan kal (cm oK det)-1.
Persamaan 9.1 sudah cukup untuk menjelaskan konduksi panas dalam
kondisi stabil (steady state), yaitu dimana temperatur pada setiap titik dalam
medium konduksi dan aliran tetap konstan menurut waktu. Kondisi yang demikian
diperlukan dalam mempelajari dasar-dasar teori yang berhubungan dengan
konduksi panas di dalam tanah sehingga cocok untuk ditampilkan dalam materi
kuliah ini. Sebaliknya konduksi panas kada kondisiyang tidak stabil memerlukan
analogi hukum Fick derajat ke dua yang jauh lebih rumit dari kedua persamaan di
atas sehingga tidak akan dibahas dalam buku ajar ini.

91
Bab 9. Temperatur Tanah

2. Kapasitas Panas Tanah


Kapasitas panas tanah, C, didefinisikan sebagai perubahan kadar panas
dalam suatu unit volume tanah per unit perubahan temperatur. Unit tersebut adalah
kal cm-3oK-1, atau joule cm-3 oK-1. Nilai c tergantung pada komposisi dari fase
padatan tanah (keberadaan komponen-komponen mineral dan organik), berat
volume, dan kelembaban tanah (Tabel 9.1). dengan demikian, nilai C dapat
dihitung dengan menjumlahkan kapasitas panas dari berbagai komponen penyusun
tanah, dan dijumlahkan menurut fraksi volume dari masing-masing komponen,
sebagaimana diberikan oleh de Vries (1975) :
C = fpiCpi+ fcCa + faCa (9.3)
Dalam persamaan di atas, f menyatakan fraksi volume dari setiap fase: padatan
(subskripsi p), air (a), dan udara (u). Fase padatan meliputi jumlah komponen,
subskripsi i, seperti berbagai mineral dan bahan organik, dan simbol
menunjukkan penjumlahan produk dari masing-masing fraksi volume dan
kapasitas panas. Nilai C untuk air, udara, dan setiap komponen dari fase padatan
merupakan produk dari berat jenis dan panas spesifik per satuan masa partikel
(yaitu, Ca = wcma, Cu = ucmu, Cpi = picmi).
Tabel 9.1. Berat jenis dan kapasitas panas bahan penyusun tanah

Kapasitas tanah
Berat jenis(g cm-3 atau
Bahan Penyusun
Mg m-3)
Kal cm-3 oK-1 (J m-3 oK-1)

Kuarsa 2,66 0,48 2,0 x 106

Mineral-mineral 2,65 0,48 2,0 x 106


lain (rata-rata)

Bahan organik 1,3 0,6 2,5 x 106

Air (cairan) 1,0 1,0 4,2 x 106

Udara 0,00;25 0,003 1,25 x 106


Sumber : Hillel (1982)
Sebagian dari mineral-mineral penyusun tanah memiliki nilai berat jenis
(sekitar 2,65 g cm-3 atau 2,65 Mg m-3) dan kapasitas panas (0,48 kal cm-3 oK-1 atau
2,0 x 106 J m-3oK-1) yang hampir sama. Mengingat sangat sulit untuk membedakan
jenis-jenis bahan organik yang ada di dalam tanah, nilai berat jenis dan kapsitas

92
Bab 9. Temperatur Tanah
panas bahan organik tanah diasumsikan sama, yaitu masing-masing sebesar 1,3 g
cm-3 atau 1,3 Mg m-3 dan 0,6 kal cm-3 oK-1 atau setara 2,5 x 106 J m-3 oK-1.berat
jenis air kurang dari separoh berat jenis bahan mineral (1,0 g cm-3 atau 1,0 Mg m-3)
tetapi kapasitas panasnya lebih dari dua kali mineral (1,0 kal cm-3 oK-1 atau 4,2 x
106 J m-3 oK-1). Akhirnya, karena berat jenis udara hanya sekitar 1/1000 dari air,
kontribusinya terhadap kapasitas panas tanah dapat diabaikan. Dengan demikian,
persamaan 8.3 dapat disederhanakan menjadi :
C = fmCm + foCo + faCa (9.4)
Dimana subskripsi m, o dan a masing-masing menunjukkan bahan mineral, bahan
organik, dan air. Dalam hal ini, fm + fo + fa = 1 fm dan porositas total f = fu + fa
perlu diingat bahwa dalam bab 6 sebelumnya, fraksi air volumetrik di dalam tanah
(fa) disimbolkan dengan notasi 0v. Dengan mengetahui rata-rata nilai Cm, Co dan Ca
(masing-masing 0,48, 0,60, dan 1,0 kal cm-3 oK-1), persamaan 8.4 masih dapat
disederhanakan lagi menjadi :
C = 0,48 fm+ 0,60 fo+ fa (9.5)
Pada kebanyakan tanah-tanah mineral, fraksi volume dari padatan berada
pada kisaran 0,45 sampai 0,65 dan nilai C berkisar antara kurang dari 0,25 kal cm-
3o -1
K pada kondisi kering sampai sekitar 0,75 kal cm-3oK-1 pada kondisi jenuh air.
Selain dari cara perhitungan di atas, kapasitas panas tanah tentu saja bisa diukur
secara langsung dengan menggunakan kalorimeter.

3. Konduktivitas Termal Tanah


Konduktivitas termal, dinotasikan dengan k, didefinisikan sebagai jumlah
panas yang ditransfer melalui suatu unit luas dan unit waktu pada suatu unit
gradien temperatur (misalnya kal cm-1 det-1oC-1). Seperti terlihat pada Tabel 9.2,
konduktivitas termal untuk bahan-bahan penyusun tanah tertentu menunjukkan
perbedaan yang sangat nyata. Dengan demikian, konduktivitas termal tanah rata-
rata ditentukan oleh komposisi bahan mineral dan organik, serta fraksi volume dari
air dan udara. Karena konduktivitas termal udara sangat kecil dibandingkan air dan
bahan padatan, kandungan udara yang tinggi (atau kandungan air yang rendah)
akan menghasilkan nilai termal konduktivitas tanah yang rendah. Selain itu, karena
proporsi air dan udara di dalam tanah selalu berubah secara terus menerus, nilai k
juga berubah menurut waktu. Mengingat komposisi tanah umumnya bervariasi
menurut kedalaman, maka k dengan sendirinya berubah menurut kedalaman
(spatial variability) dan waktu (temporal variability).

93
Bab 9. Temperatur Tanah
Tabel 9.2 Rata-rata sifat-sifat termal untuk tanah, komponen tanah salju

Tanah dan Porositas, Kelembaban Konduktivitas Kapasitas Kedalaman


komponen f volumetrik, termal, k (kal panas, C (kal damping d
tanah cm-1 det-1 oC-1) cm-3oC-1) (cm)

Pasir 0,4 0,2 4,2 0,5 15,2

Liat 0,4 0,2 2,8 0,5 12,4

Gambut 0,8 0,4 0,7 0,75 5,1

Salju 0,8 0,2 0,32 0,2 6,6

Faktor-faktor yang mempengaruhi konduktivitas termal k adalah sama


dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas panas C, tetapi ukuran dari
pengaruh tersebut berbeda dimana keragaman dari k jauh lebih besar dari C. Pada
kisaran kadar air tanah yang normal, pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa
C mungkin berubah sebesar tiga atau empat kali lipat, sementara k mungkin
mencapai seratus kali lipat. Hal ini disebabkan karena k tidak hanya sensitif
terhadap komposisi dari tanah, seperti halnya dengan C, tetapi juga terhadap
ukuran, bentuk, dan susunan dari partikel-partikel tanah. Dengan kata lain, C
hanya dipengaruhi oleh tekstur, bahan organik dan kelembaban, sementara k oleh
tekstur, bahan organik, kelembaban dan struktur.
Ketergantungan konduktivitas dan difusivitas termal terhadap kadar air tanah
diilustrasikan pada Gambar 9.1. pengaruh transfer panas laten oleh uap air dalam
ruang pori yang berisi udara adalah proporsional dengan gradien temperatur di
dalam ruang pori tersebut. Pengaruh tersebut dapat dihitung dengan menambahkan
nilai konduktivitas untuk evaporasi, transpor dan kondensasi uap air ke dalam nilai
konduktivitas termal udara (atau disebut faktor penguatan oleh uap air). Nilai ini
sangat dipengaruhi oleh gradien temperatur, dan meningkat dengan cepat
bersamaan dengan peningkatan temperatur.
Konduktivitas termal dapat diukur secara sederhana dengan masukkan
sebuah silinder yang diisi dengan kawat pemanas, lalu dialiri dengan arus listrik.
Laju kenaikan temperatur tanah selanjutnya diukur dengan menempatkan
termometer atau termocouple ke dekat kawat. Untuk pengukuran pada jarak yang
pendek dari sumber panas, kenaikan temperatur (T-T0) dihitung sebagai berikut :
T - T0 = (qh/4k)(c + 1n t) (9.6)

94
Bab 9. Temperatur Tanah
dimana T adalah temperatur terukur, T0 adalah temperatur awal, qh adalah panas
yang dihasilkan per unit waktu dan unit panjang dari kawat pemanas, k
konduktivitas termal, c konstanta, dan t waktu. Ploting temperatur versusu
logaritma dari waktu memungkinkan dilakukannya penghitungan k. Suatu koreksi
faktor mungkin diperlukan untuk memasukkan pengaruh dari ukuran silinder.
6
1
5

3
2
2
3
1

8 1

6
2
4

2
3

0,2 0,4 0,6 0,8


v

Gambar 9.1. Konduktivitas termal (atas, kal cm-1 det -1 0C-1) dan difusivitas termal
(bawah, 10-3 cm 2 det-1) sebagai fungsi dari kadar air volumetrik
untuk (1) pasir (BV 1,46 Mg m-3; fraksi volume padatan 0,55), (2)
lempung (BV 1,33 mg m-3; fraksi volume padatan 0,5), dan (3)
gambar (fraksi volume padatan 0,2).

Difusivitas termal Dh, sebagai pengganti k, sering dibutuhkan dalam evaluasi


termal tanah. Ia dapat didefinisikan sebagai perubahan temperatur yang dihasilkan
oleh satu unit volume dari sejumlah panas yang mengalir melalui suatu volume

95
Bab 9. Temperatur Tanah
media dalam satu unit waktu dan unit gradien temperatur. Definisi yang lebih
mudah diterima adalah difusivitas termal merupakan rasio antara konduktivitas
dengan produk dari panas spesifik dan berat jenis :

Dh = k/cs = k/Cv (9.7)


dimana Cv adalah kapasitas panas volumetrik. Sebagaimana dijelaskan pada bagian
sebelumnya, panas spesifik dan berat jenis dari padatan dan air harus
dipertimbangkan dalam penghitungan kapasitas panas volumetrik :

Cv = s (cs + cww) (9.8)


dimana s adalah berat jenis dari tanah kering, cs panas spesifik tanah kering, cw
panas spesifik air, dan w rasio antara masa air dengan masa tanah kering.
Difusivitas termal dapat dihitung sebelum pelaksanaan pengukuran konduktivitas
termal dan kapasitas termal volumetrik.

4.Profil Temperatur Tanah


Di alam, temperatur tanah bervariasi secara terus menerus sebagai respon
terhadap perubahan kondisi meteorologi yang berlangsung di perbatasan antara
tanah dan atmosfir (soil-atmosphere interface). Kondisi meteorologi tersebut
ditandai oleh pergantian secara periodik dari siang dan malam, musim panas dan
musim dingin, serta musim kering dan musim hujan. Pergantian harian dan
tahunan secara beraturan tersebut ditambah lagi dengan pergantian yang tidak
beraturan seperti periode berawan, gelombang dingin, gelombang panas, hujan
badai, dan kekeringan. Selain dari faktor eksternal di atas, perubahan sifat-sifat
tanah itu sendiri (seperti perubahan reflektivitas, kapasitas panas dan konduktivitas
termal dawaktu ke waktu ketika terjadi perubahan kadar air tanah dan perubahan
yang disebabkan oleh kedalaman). Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap
temperatur tanah adalah lokasi geografis dan vegetasi. Dengan demikian,
pembahasan kondisi termal profil tanah sangat kompleks dan tidak terduga.
Temperatur tanah sangat dipengaruhi oleh selisih energi radiasi yang ada di
dalam tanah. Pada siang hari, radiasi gelombang pendek (kurang dari 2 m) dari
matahari dan langit akan menghasilkan energi radiasi dengan spektrum setara
radiator 6000 0K. Pendinginan yang terjadi pada malam hari yang dihasilkan oleh
pelepasan energi dari permukaan tanah dalam bentuk radiasi gelombang panjang
(lebih dari 4 m) dengan spektrum, setara radiator 280 0K. Keseimbnagan antara
energi yang datang dan yang keluar pada permukaan tanah meliputi parameter-
parameter lain sebagaimana dilukiskan pada persamaan :

(1-) Rs = R1 + G + H + LE (9.9)

96
Bab 9. Temperatur Tanah
dimana adalah koefisien refleksi dari permukaan, Rsadalah radiasi gelombang
pendek, R1 adalah radiasi gelombang panjang, G dan H masing-masing merupakan
aliran panas ke dalam tanah dan udara, LE adalah panas laten yang dibutuhkan
oleh evapotranspirasi E, dan L merupakan panas laten untuk penguapan air.
Temperatur pada permukaan tanah memiliki dua macam siklus, yaitu harian
dan tahunan. Pemanasan di siang hari dan pendinginan di malam hari
menghasilkan siklus panas harian, sedangkan siklus panas tahunan dihasilkan oleh
minimum, baik harian maupun tahunan, dipengaruhi oleh beberapa sifat tanah
seperti bahan organik, kadar air dan kedalaman. Fluktuasi temperatur tanah lebih
rendah pada tanah-tanah yang memiliki kandungan bahan organik dan air yang
lebih tinggi karena kedua komponen tanah tersebut memiliki kapasitas menyimpan
panas yang lebih tinggi dibandingkan tanah mineral. Sementara itu, fluktuasi
temperatur tanah lebih tinggi pada lapisan tanah yang lebih dekat dengan
permukaan.
Meskipun temperatur tanah sangat bervariasi menurut kedalaman tanah,
temperatur rata-rata umumnya sama untuk semua kedalaman. Misalkan pada
waktu awal (t= 0) suatu permukaan tanah memiliki temperatur rata-rata tertentu (-
). Temperatur di permukaan tersebut dapat dinyatakan sebagai fungsi dari waktu
sebagai berikut (Gambar 9.2) :

T (0,t) = + A0 sin t (9.10)


dimana T (0,t) adalah temperatur pada kedalaman z = 0 (permukaan tanah) sebagai
fungsi dari waktu t, adalah temperatur rata-rata di permukaan (dan juga di dalam
profil), dan Ao adalah amplituda dari fluktuasi temperatur permukaan (jarak dari
maksimum (atau minimum) ke temperatur rata-rata). Akhirnya, adalah frekuensi
radius, yang besarnya 2 kali dari frekuensi sebenarnya. Dalam kasus variasi
harian, frekuensi periode tersebut adalah 86.400 det (24 jam) sehingga =
2/86.400 = 7,27 x 10-5/det.
Persamaan 9.10 hanya berlaku untuk menghitung perubahan temperatur
tanah di permukaan. Penghitungan temperatur pada berbagai kedalaman dapat
dilakukan dengan mengasumsikan bahwa pada kedalaman manapun (z = )
temperatur tersebut konstan dan sama dengan . Padakondisi ini, temperatur pada
kedalaman z dan waktu t, adalah juga fungsi sin dari waktu, sebagaimana
diperlihatkan pada Gambar 9.3, dan dapat dihitung sebagai berikut :

T(z,t) = + Az sin [t + (z)] (9.11)

dimana Az adalah amplituda pada kedalaman z. Variabel Az dan (z) merupakan


fungsi dari z, tetapi bukan dari t, dan keduanya dapat ditetapkan dengan

97
Bab 9. Temperatur Tanah
mensubtitusikan solusi persaman 8.10 ke dalam persamaan diferensial T/t =
Dh(2T/z2). Subtitusi tersebut menghasilkan penyelesaian:

T (z,t) = + A0[sin (t z/d)]/ez/d (9.12)

Konstan d pada adalah kedalaman karakteristik, yang disebut kedalaman damping


atau damping depth, dimana amplituda temperatur turun menjadi sebesar 1/e atau
,718 = 0,37) dari amplituda pada permukaan tanah A0. Kedalaman damping
berhubungan dengan sifat-sifat termal tanah dan frekuensi fluktuasi temperatur
sebagai berikut:
d = (2k/c)1/2 = (2Dh)1/2 (9.13)
Temperatur (0C)

TMAX

A0

TMIN

6 12 18 24
Waktu (jam)

Gambar 9.2. Fluktuasi harian ideal dari temperatur tanah permukaan, menurut
persamaan T = + A0sin (t/p), dimana p adalah periode oskilasi
(dalam hal ini, p adalah periode harian selama 24 jam).

98
Bab 9. Temperatur Tanah

Temperatur (0C)
30
0 cm

10 cm
25
20 cm

30 cm 40 cm
20

15

10
12 () 24 (2)
Waktu (jam)

Gambar 9.3. Variasi ideal dari temperatur tanah menurut waktu pada berbagai
kedalaman. Perhatikan bahwa pada setiap kedalaman berikutnya
waktu terjadi temperatur puncak bergeser menjadi lebih lambat.
Misalnya, temperatur puncak pada kedalaman 40 cm tertunda sekitar
12 jam di belakang puncak pada permukaan.

Persamaan 9.12 memperlihatkan bahwa pada kedalaman z berapapun


amplituda fluktuasi temperatur Az selalu lebih kecil dari A0 sebesar faktor ez/d dan
terdapat pengunduran waktu terjadinya temperatur puncak menurut kedalaman
merupakak fenomena yang umum yang ditemui dalam gelombang temperatur
periodik di dalam tanah.
Penjelasan fisik tentang kedalaman damping dan penundaan gelombang
temperatur oleh kedalaman terletak pada kenyataan bahwa sejumlah panas diserap
atau dilepaskan di sepanjang perjalanan dalam profil ketika temperatur masing-
masing naik atau turun. Kedalaman damping berbanding terbalik dengan frekuensi,
sebagaimana terlihat pada persamaan 9.13, sehingga secara langsung dipengaruhi

99
Bab 9. Temperatur Tanah
secara langsung oleh periode fluktuasi temperatur. Nilai kedalaman damping
adalah 365 19 kali lebih besar untuk variasi tahunan daripada untuk variasi
harian pada tanah yang sama. Sebagai contoh, kedalaman damping untuk suatu
jenis tanah dengan nilai k = 2,3 x 10-3 kal cm-1 det-1 0C-1 adalah d = 12 cm untuk
fluktuasi temperatur harian dan d = 229 cm untuk fluktuasi tahunan. Sementara
pada kedalaman z = d amplituda adalah 0,37 kali amplituda di permukaan, dan
nilai tersebut hanya 0,05 dari amplituda permukaan pada z = 3d (=36 cm untuk
variasi harian pada tanah yang bersangkutan).

Temperatur (0C)
Kedalaman (m) 10 15 20 25 30

Dingin Autum Semi Panas

3
Gambar 9.4. Profil temperatur tanah yang bervariasi dari musim ke musim.
Gambar 9.4 memperlihatkan profil temperatur tanah, sebagai konsekuensi
dari berbagai komponen termal tanah sebagaimana telah dijelaskan di atas. Variasi
temperatur tanah tahunan menurut kedalaman menyebabkan penyimpangan dari
temperatur rata-rata yang telah diasumsikan sama untuk semua kedalaman
(misalnya 20 0C). Penyimpangan terbesar terjadi di daerah permukaan, dan
semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman. Namun fluktuasi tahunan
yang demikian kemungkinan masih bisa berubah sebagai akibat dari perubahan
kondisi siklus harian (seperti adanya kondisi berawan atau hujan) dalam jangka
waktu yang cukup lama. Selain itu, karena gelombang temperatur tahunan

100
Bab 9. Temperatur Tanah
melakukan penetrasi hingga cukup dalam, asumsi tentang homobenitas tanah
menurut kedalaman dan homogenitas dari sifat-sifat termal merupakan sesuatu
yang kurang realistik. Oleh sebab itu, teori-teori yang telah dikemukakan di atas
hendaknya dipahami sebagai dasar-dasar dari pemahaman tentang distribusi
temperatur di dalam profil tanah akibat perubahan unsur-unsur klimatologi di
atmosfir.

5. Pengelolaan temperatur Tanah


Temperatur tanah sangat mempengaruhi kehidupan tumbuhan dan
mikroorganisme di dalam tanah. Laju dekomposisi bahan organik oleh
mikroorganisme meningkat bila temperatur tanah naik dari 5 menjadi 30 atau 40
o
C. Temperatur tanah optimum untuk pertumbuhan tanaman bervariasi menurut
spesies namun secara umum berkisar antara 20 dan 30 oC. Laju pertumbuhan
mikroorganisme dan tanaman meningkat dua sampai tiga kali lipat untuk setiap
kenaikan temperatur tanah 10 oC hingga temperatur tersebut mencapai kondisi
optimum. Temperatur tanah yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat
menghambat perkecambahan dan pertumbuhan awal tanaman. Oleh sebab itu,
usaha pengelolaan yang bertujuan untuk mengatur temperatur tanah selalu
difokuskan pada upaya mempertahankan temperatur tanah pada kondisi optimum.
Namun demikian, sasaran dari pengelolaan temperatur tanah mungkin berbeda
antara wilayah satu dengan wilayah lainnya. Pengelolaan temperatur tanah
dibelahan bumi sebelah utara dan selatan lebih mengarahkan pada peningkatan
temperatur hingga jauh berada di atas titik beku, sedangkan di wilayah tropis justru
lebih diarahkan pada penurunan temperatur.
Mulsa plastik yang tembus cahaya dapat meningkatkan temperatur tanah
dengan cara mengurangi laju evaporasi dan kehilangan panas ke atmosfir pada
malam hari. Usaha ini banyak dilakukan pada daerah-daerah di belahan bumi
sebelah utara dan selatan, terutama selama musim dingin guna menghindari
kerusakan tanaman oleh pembekuan. Sementara di daerah tropis, pengelolaan
justru diarahkan pada upaya penurunan temperatur tanah terutama selama musim
kering. Mulsa organik dan plastik bewarna hitam biasanya banyak digunakan
untuk mengurangi temperatur tanah tersebut karena sebagian radiasi akan
tersimpan di dalam bahan mulsa yang memiliki kapasitas menyimpan panas yang
lebih tinggi dari plastik transparan. Cara lain untuk menurunkan temperatur tanah
adalah dengan meningkatkan nilai pada persamaan 5.12 sehingga jumlah radiasi
gelombang pendek yang jatuh ke permukaan tanah dapat dikurangi. Plastik
bewarna putih merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan untuk mencapai
tujuan tersebut.

101
Bab 9. Temperatur Tanah
Ringkasan Bab 9
Fenomena tentang temperatur tanah dapat dijelaskan dengan memperhatikan
beberapa variabel termal tanah, seperti proses transfer energi di dalam tanah,
kapasitas panas, dan konduktivitas termal tanah. Tiga jenis proses transfer energi
yang umum diketahui adalah radiasi, konveksi dan konduksi, plus transfer energi
dalam bentuk panas laten sebagai proses keempat. Nilai kapasitas panas dan
konduktivitas termal tanah sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen
penyusun tanah, seperti komponen padatan, baik mineral dan organik, air, dan
udara. Perbedaan dari sifat-sifat termal tanah tersebut pada gilirannya akan
mencerminkan dinamika temperatur di dalam tanah yang sering disebut sebagai
profil temperatur tanah. Temperatur tanah berpengaruh langsung terhadap
pertumbuhan tanaman dan jasad renik sehingga membutuhkan sistem pengelolaan
yang berorientasi pada penyediaan temperatur optimum bagi tanaman dan jasad
renik tersebut.

Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini guna mengembangkan
pengetahuan saudara tentang temperatur tanah. Carilah sumber kepustakaan yang
sesuai untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut.
a) Jelaskan perbedaan yang paling mendasar dari arah pengelolaan temperatur
tanah di daerah tropis dengan belahan bumi sebelah utara dan selatan.
b) Jelaskan hubungan antara penyiraman tanaman dengan temperatur tanah, dan
dampaknya terhadap pertumbuhan tanaman.
c) Mengapa plastik bening banyak digunakan di belahan bumi utara dan selatan,
sedangkan plastik hitam di daerah tropis? Jelaskan jawaban saudara.
d) Pada kondisi stabil, hitung laju aliran termal satu dimensi dan transfer panas
total melalui suatu lapisan tanah setebal 20 cm bila diketahui nilai
konduktivitas termal adalah 3,6 x 10-3 kal cm-1 det-10C-1 dan perbedaan
temperatur sebesar 10 0C dipertahankan di sepanjang tanah selama 1 jam.
e) Laju aliran termal 10-3 kal cm-2 det -1 dipertahankan melewati permukaan tanah
bagian atas setebal 10 cm, sedangkan bagian bawahnya diberi isolatif sehingga
panas tidak bisa mengalir lagi. Hitung laju perubahan tempertur per unit waktu
dan kenaikan temperatur total per jam bila berat volume tanah 1,2 Mg m-3 dan
kapasitas panas spefisik adalah 0,6 kal g-1 0C-1.
f) Hitung kapasitas panas volumetrik C dari tanah yang memiliki berat volume
1,46 Mg m-3 dalam kondisi kering, dan dalam kondisi jenuh. Asumsikan
bahwa berat jenis padatan adalah 2,60 Mg m-3 dan bahwa bahan organik
menempati 10% dari bahan padatana (menurut volume).

102
Bab 9. Temperatur Tanah
g) Tempertur harian maksimum di permukaan tanah adalah 30 0c dan
minimumnya adalah 10 0C. Bila diasumsikan bahwa temperatur rata-rata
adalah sama di seluruh profil (temperatur di permukaan sama dengan
temperatur rata-rata pada pukul 6:00 dan 18:00), dan bahwa kedalaman
damping adalah 10 cm, hitunglah temperatur pada waktu sore hari dang tengah
malam pada kedalaman 0, 5, 10, dan 20 cm.

Penutup

1. Tes Formatif
Pilihlah jawaban yang saudara anggap paling benar.
1) Temperatur merupakan sifat fisik tanah yang bepengaruh langsung terhadap
tanaman karena:
a) Mempengaruhi aktivitas jasad renik perombak unsur hara
b) Mempengaruhi metabolisme sel tanaman
c) Menyebabkan terjadinya evapotranspirasi
d) Mempengaruhi ketersediaan air tanah bagi tanaman
2) Temperatur tanah berpasir lebih cepat naik dibandingkan tanah bergambut,
pada kadar air yang sama, karena:
a) Komponen pasir memiliki nilai porositas yang lebih kecil
b) Komponen gambut memiliki kapasitas panas yang lebih rendah
c) Komponen gambut memiliki kapasitas panas yang lebih tinggi
d) Kedalaman damping tanah gambut lebih kecil dari tanah berpasir.
3) Prinsip rumah kaca terjadi pada sistim pengelolaan temperatur berikut:
a) Penggunaan mulsa plastik transparan
b) Penggunaan jerami padi
c) Penggunaan mulsa plastik berwarna
d) Jawaban a dan c benar
4) Albido berhubungan dengan:
a) Kemampuan tanah dalammenyerap panas
b) Kemampuan tanah dalam melewatkan panas ke dalam profil
c) Cepat atau lambatnya temperatur suatu jenis tanah naik atau turun
d) Jumlah radiasi yang dipantulkan oleh komponen penyusun tanah.
5) Peristiwa berikut berhubungan dengan proses perpindahan panas secara
konduktif, kecuali:
a) Perubahan temperatur di dalam profil tanah
b) Pemanasan pada alat setrika listrik
c) Penerangan di rumah oleh listrik yang bersumber dari generator PLN
d) Panas yang dirasakan masyarakat yang sedang menonton kebakaran

103
Bab 9. Temperatur Tanah
2. Umpan Balik
Bandingkan jawaban saudara denga kunci jawaban yang tersedia, lalu hitung
skornya sebagai berikut:


= [ ] 100

3. Tindak Lanjut
Apabilasaudara mendapat skor 70 atau lebih maka saudara dapat
melanjutkan membaca Bab 10, sedangkan bila skor kurang dari 70 maka ulangi
membaca Bab 9 ini sebelum mempelajari Bab 10.

4. Kunci Jawaban Tes Formatif


1)b, 2)c, 3)a, 4)d, 5)d

104
Bab 10. Aplikasi Fisika Tanah

BAB 10.APLIKASI FISIKA TANAH

A. PENDAHULUAN

1. Deskripsi Singkat
Pada bagian terakhir materi buku ajr ini akan disajikan aplikasi dari sifat-
sifat fisik tanah, sebagaimana yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya,
dalam berbagai kegiatan praktis di lapanga. Bidang-bidang aplikasi tersebut untuk
sementara akan dibatasi pada reklamasi lahan dengan menyajikan beberapa kasus,
pengolahan tanah dan pengaturan irigasi. Saudra diahrapkan dapat memperluas
bidang aplikasi tersebut melalui literatur yang ada. Pada akhirnya, saudara akn
diperkenalkan dengan suatu konsep pengolahan lahan secar berkelanjutan yang
ramai dibicarakn secar internasional dalam dua dekase terakhir ini. Namun, untuk
mamahami konsep pengolahan lahan secara berkelanjutan ini, saudara cukup
hanya mengandalkan informasi tentang sifat-sifat fisik tanah melainkan masih
harus melengkapi informasi dalam buku ini dengan aplikasi dari sifat-sifat kimia
dan biologis yang relevan.

2. Relevansi dengan Bab Lain


Bab aplikasi fisika tanah ini memiliki relevansi yang sangat kuat dengan
materi pada bab-bab sebelumnya, dan menjadikan bab-bab tersebut sebagai
prasyarat untuk memahami bab ini.

3. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah membaca bab ini mahasiswa diharapkan dapat:
a) Menggunakan informasi tentang sifat-sifat fisik tanah untuk memecahkan
permasalahan praktis di lapangan, seperti reklamasi lahan, pengolahan tanah
dan pengaturan irigasi.
b) Pada gilirannya membuat rambu-rambu tentang pengolahan tanah
berkelanjutan ditinjau dari aspek fisik tanah.

B. PENYAJIAN
Sifat-sifat fisik tanah merupakan suatu variabel yang sering dijadikan faktor
pembatas dalam sistem kesesuaian lahan, baik ditinjau dari kesesuaian komoditas

105
Bab 10. Aplikasi Fisika Tanah
yang akn ditanam maupun dari segi teknik pengolahan lahannya. Oleh sebab itu,
pemahaman tentang hubungan antara sifat-sifat fisik dengan berbagai system
pengolahan lahan di lapangan harus benar-benar dikuasai oleh mahasiswa agar
mereka dpat mengambil keputusan yang tepat dalam mengatasi permasalahan di
lapangan. Bab ini akan membahs tiga jenis pengolahan lahan yang banyak
didukung oleh sifat-sifat fisik tanah, yaitu reklamasi lahan, pengolahan lahan
tersebut selanjutnya akan dirangkum menjadi suatu paket yang dikenal sebagai
pengelolaan lahan secara berkelanjutan.

1. Reklamasi Lahan
Reklamasi lahan merupakan suatu tidakan yang dilakukan untuk
mengembalikan (reclaim) fungsi dari lahan tersebut yang hilang atau berkurang
sebagai akibat kejadian alam atau dirusak oleh kegiatan manusia. Salah atu fungsi
lahan yang terganggu tersebut adalh yang berhubungan dengan degradasi sifat-sifat
fisik tanah seperti struktur, deformasi serta kandungan dan pergerakan air tanah.
Rusaknya sifat-sifat tanah merupakan kasus yang sangat dominan ditemui dalam
kegiatan reklamasi lahan terdegradasi, baik secar alami maupun oleh kegiatan
manusia. Dengan demikian, pembahasan pada sub-bab ini akan dibatasi pada
upaya reklamasi lahan yang berkaitan dengan peningkatan kondisi fisik tanah di
atas. Masalah fisik tanah banyak terjadi pada lahan kering, sehingga pembahasan
juga akan dibatasi pada jenis lahan ini.
Salah satu penyebab dari degradasi lahan adalah hilangnya lapisan atas
tersebut dapat disebabkan erosi dan tanah longsor yang jumlahnya melebihi laju
pembentukan tanah. Beberapa kegiatan manusia yang dapat menyebabkan
hilangnya lapisan atas tanah adalah penambangan yang dilakukan secara terbuka
dan pengolahan tanah yang dilakukan secara terus menerus. Oleh sebab itu, adalah
mengembalikan fungsi-fungsi dari lapisan tanah atas yang hilang tersebut.
Tindakan pengembalian fungsi-fungsi fisik lapisan atas tanah melalui
reklamasi dapat dilakukan secara langsung melalui penambahan lapisan tanah
(topsoil) dari tempat lain. Teknik reklamasi seperti ini dapat mengembalikan
fungsi-fungsi tanah yang hilang dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu,
topsoil yang diberikan ke lahan terdegradasi dapat dipilih dari tanah-tanah yang
berkualitas tinggi sehingga fungsi yang dikembalikan tersebut dapat sama atau
bahkan lebih baik dari fungsi yang hilang. Namun demikian, teknik seperti ini
tidak efisien dan efektif untuk dilakukan terutama pada skala lahan yang sangat
luas. Biaya yang dikeluarkan untuk untuk memindahkan topsoil sangat tinggi,
apalagi kalau lahan terdegradasi tersebut berada di lokasi yang jauh dari jangkauan
transportasi. Selain itu, tindakan pemindahan tersebut dapat menimbulkan masalah
degradasi baru di lahan-lahan yang topsoilnya diambil untuk keperluan reklamasi
di tempat lain.

106
Bab 10. Aplikasi Fisika Tanah
Teknik reklamasi yang paling banyak diterapkan di lapangan adalah yang
bertujuan untuk mengembalikan fungsi-fungsi topsoil secara bertahap dan sealami
mungkin. Revegetasi merupakan teknik reklamasi yang paling sering diadopsi
karena memiliki beberapa keuntungan, seperti dapat mengembalikan fungsi tanah
yang hilang dan sekaligus melindunginya dari kemungkinan adanya degradasi
kembali. Selain itu, biaya yang dibutuhkan untuk revegetasi pada lahan
terdegaradasi jauh lebih murah dibandingkan teknik-teknik reklamasi lain.
Jenis tumbuhan yang dipilih dalam teknik reklamasi biasanya mengikuti pola
sukses alami, yaitu mulai dari tanaman jenis rumput-rumputan atau legume cover
crop (LCC) yang nantinya diikuti dengan tanaman jenis belukar dan tanaman
hutan. Rumput-rumputan dan LCC diharapkan dapat memperbaiki iklim mikro
diatas dan dibawah permukaan tanah, mengurangi kepadatan dan menambah
kandungan bahan organik tanah. Ketiga sifat tanah tersebut merupakan kendala
utama dalam pertumbuhan jenis tanaman lain terutama tanaman pangan.
Selanjutnya rumput-rumputan dan LCC dapat diganti dengan jenis tanaman yang
lebih permanen seperti jenis tanaman belukar dan hutan bila tujuannya untuk
dijadikan kawasan hutan, atau dengan tanaman pangan bila tujuannya untuk
menigkatkan usaha pertanian

2. Pengolahan Tanah
Pengelolaan tanah meliputi semua tindakan manipulasi fisik terhadap tanah
yang dapat merubah struktur, kekuatan atau posisi dalam upaya meningkatkan
kondisi tanah agar sesuai bagi produksi tanaman. Tujuan yang lebih spesifik dari
pengolahan tanah meliputi persiapan media tanam, penghancuran gulma,
pengingkatan hubungan antara tanah dan air serta tanah dan udara, pengurangan
hambatan bagi penetrasi akar dan pembenaman sisa-sisa tanaman. Alat-alat
pengolahan tanah, seperti bajak dan garu, dirancang untuk memotong,
menggemburkan, membalik atau mencamur tanah untuk menghaluskan atau
membentuk permukaanya tergantung pada tujusn pengolahan. Namun alat-alat
tersebut dapat pula menimbulkan pengaruh yang tidak diinginkan, seperti
pemadatan tanah terutama di bawah lapisan olah dan penyumbtan pori atau
pelumpuran bila tanah diolah pada kondisi plastik (kadar air terlalu tinggi).
Respon tanah terhadap tindakan pengolahan dapt dijelaskan sebagai berikut.
Tanah yang dipotong oleh bagian depan darimata bajak bergeser dan terbalik etika
ia meluncur di permukaan logam. Mata bajak atau alat-alat pengolahan lain
cenderung membentuk bodi tanah pada sisi depannya, menyebababkan tanah
meluncur di atas tanah serta cenderung meningkatkan friksi antara logam dan
tanah. Lebih lanjut, bodi tanah pada bagian depanmata bajak menambah kepadatan
di bawah lapisan olah tanah yang dapat menyebabkan terbentuknya lapisan lapisan
mata bajak (plough pan) yang kedap air dan udara.

107
Bab 10. Aplikasi Fisika Tanah
Tingkah laku tanah selama pengolahan sangat tergantung pada status airnya
karena kekuatan, mudah tidaknya mengalami pemadatan dan gaya adesi antara
tanah dan alat bervariasi menurut kadar air tanah. Sifat adesi tanah terhadap alat
logam bervariasi dengan cara yang sama dengan sifat kohesi (tana dengan tanah),
yaitu meningkat dengan bertambahnya hisapan (yaitu tanah semakin kering)
asalkan derajat kejenuhan tetap tinggi, dan menurun ke nol bila derajat kejenuhan
menurun. Adesi mempengaruhi pengolahan dengan dua cara, yaitu dengan
mempengaruhi kinerja mesin (traktor) akibat tanah yang melekat di roda atau
bagian mesin serta pengaruh friksi antara tanah dan alat pengolahan. Ketika tanah
meluncur di permukaan mata bajak, gaya dibutuhkan untuk menjaga gerakan
mesin secar proposional yang demikian disebut koefisien friksi meluncur antara
tanah dan mata bajak. Besarnya gaya yang dibutuhkan untuk meluncurkan bahn
logam secara horizontal melalui tanah jenuh meningkat sebesar beban mekanik
yang diletakkan di atas mesin atau sebesar hisapan ekuivalen yang digunakan
untuk mengeluarkan air dari dalam tanah.
Ringkasan dari tingkah lakku tanah dalam hubungannya dengan operasi
pengolahan disajikan dalam Tabel 9.1 untuk empat kondisi air tanah. Tabel
tersebut menunjukkan aplikasi dari pengaruh air terhadap konsistansi, kekuatan,
kepadatan konsistensi yang sedang (friabel) membutuhkan energi yang paling
sedikit dalam pengolahan sebagian besar jenis tanah. Kondisi air tanah yang lebih
kering atau lebih basah akan memperberat kerja mesin pengolahan tanah sehingga
membutuhkan energi yang lebih besar.
Tabel 9.1.Pengaruh kadar air dari tanah kohesif terahadap tingkah lakunya dalam
pengolahan
Status air tanah Kering Lembab Basah Sangat basah
Konsistensi KerasSedang Plastis Cairan
Ketahanan terhadap alat olah Tinggi Rendah Tinggi Rendah
Kemampuan menahan beban Tinggi Tinggi Rendah Sangat rendah
trafik
AdesiSangat rendah Rendah TinggiRendah
Ketahanan terhadap Tinggi Sedang Rendah Tinggi
pemadatan
Ketahanan terhadap Sangat tinggi Tinggi Rendah Sangat rendah
penyumbatan pori

Distribusi agregat kering yang diinginkan di lapangan setelah pengolahan


tanah menentukan jumlah energi total yang dibutuhkan selama pengolahan. Jumlah
yang didinginkan setelah operasi. Untuk menghasilkan ukuran agregat rata-rata
5cm, misalnya dibutuhkan energi sebesar 50-100 kJ m-3, sedangkan untuk

108
Bab 10. Aplikasi Fisika Tanah
menghasilkan ukuran agregat rata-rata lebih kecil dari 3cm dibutuhkan energi lebih
dari 100 kJ m-3.

3. Pengaturan Irigasi
Sekitar 200 juta ha lahan yang menapat perlakuan irigasi terbesar di sebagian
besar penjuru dunia. Tanah yang diberi irigasi tersebut memiliki kisaran sifat fisik
yang sangat luas, mulai dari tanah berpasir yang cocok untuk tanamn jeruk sampai
tanah berliat untuk padi sawah. Tanah yang memilki nilai konduktivitas hidrolika
yang tinggi dapat diberi air irigasi dengan menggunakan tekknik sprinkler,
sedangkan yanng nilai konduktivitas hidrolikanya rendah dengan teknik
penggenangan. Dengan demikian, sifat-sifat tanah yang berhubungan dengan
tingkat ketersediaan air tanah bagi tanaman merupakan salah satu faktor yang
menentukan dalam melakukan pemilihan teknik irigasi pada sebidang tanah.
Sifat-sifat fisik tanah juga mempengaruhi efisiensi dari air irigasi yang
diberikan. Efisiensi air irigasi diartikan sebagai rasio antara juumlah air yang
diperoleh dari sumbernya dan jumlah air yang dapat digunakan di lahan-lahan
pertanian untuk kebutuhan evapotranspirasi. Efisiensi tersebut dapat dibedakan
menjadi dua segmen, yaitu efisiensi air dari sumbernya ke lahan dan efisiensi dari
besar air yang masuk ke lahan yang digunakan untuk evapotranspirasi. Untuk
sebagian besar jenis tanah tanah, nilai efisiensi yang pertama adalah sekitar 62%
dan yang kedua sekitar 58%, sehingga efisiensi secara keseluruhan adalah sekitar
36%. Dalam hal ini, sifat-sifat fisik tanah dapat meningkatkan atau menurunkan
angka efisiensi di atas, baik untuk segmen pertama (dari sumber air ke lahan)
maupun ke dua (dari lahan ke evapotranspirasi).
Dibandingkan dengan kejadian hujan, irigasi memiliki keuntungan karena
waktu dan jumlah air yang diberikan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Untuk
keperluan tersebut maka potensi air tanah merupakan sifat fisik utama yang dapat
dijadikan indikator dalam mengatur pemberian air irigasi tersebut. Hal ini
disebabkan karena tujuan umum dari irigasi adalah mengisi tanah kembali dengan
air hingga mencapai kapasitas lapang (nilai potensi air tanah, , sekitar 10kPa) di
suatu lapisan dari mana akar dapat menyerap air tersebut. Kemudian setelah tanah
mengalami mengalami pengeringan oleh evapotranspirasi hingga mencapai batas
tertentu ( harus kurang dari 1500 kPa), aplikasi irigasi diperlukan lagi. Jumlah air
yang dibutuhkan dapat dihitung dari selisih antara kadar air tanah pada = 10 kPa
dan pada kondisi kering. Dari jumlah air yang dibutuhkan tersebut maka
selanjutnya dapat ditentukan intensitas dan lama aplikasi irigasi. Alternatif lain
adalah yang menghitung kelebihan evapotranspirasi dari curah hujan pada periode
tertentu yang datanya dapat diperoleh dari stasiun meteorologi tertdekat. Namun
metode ini memiliki kelemahan karena masih harus dilengkapi dengan data
kehilangan air yang tidak disebabkan oleh faktor meteorologi, misalnya hilangnya

109
Bab 10. Aplikasi Fisika Tanah
air ke dalam profil tanah melalui proses perkolasi. Oleh sebab itu, potensi air tanah
merupakan indikator yang paling tepat dalam mengatur jadwal aplikasi dan jumlah
air irigasi yang akan diberikan.
Monitoring potensi air tanah secara berkala merupakan tindakan yang harus
dilakukan dalam menentukan waktu aplikasi irigasi dan jumlah air yang harus
diberikan. Kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan menempatkan beberapa
tensiometer pada kedalaman perakaran (misalnya 10 dan 20 cm).Tensiometer
dibaca secara periodik untuk mengetahui tingkat ketersediaan atau defisit air bagi
tanaman, atau untuk mengetahui apakah air irigasi yang sedang diberikan sudah
cukup atau belum. Untuk itu, tensiometer yang digunakan haruslah yang dapat
memberikan respon yang cepat terhadap perubahan potensi air tanah (sering
disebut Quick Draw Tensiometer).
Selain dari faktor fisik tanah seperti yang telah dijelaskan di atas, aplikasi
irigasi juga dipengaruhi oleh faktor tanaman dan meteorologi sebagaimana
diringkas dalam Tabel 9.2. Faktor tanaman dibedakan atas faktor yang
menyebabkan turaunnya kemampuan tanamn dalam menyerap air dan faktor yang
mengakibatkan ketersediaan air di dalam tanah berkurang. Faktor tanaman pertama
berhubungan dengan sistem perakaran yang kurang menunjang penyerapan air
(misalnya terlalu dangkal), sedangkan faktor kedua berhubungan dengan
kemampuan tajuk dalam menahan laju kehilangan air melalui evapotranspirasi. Di
lain pihak, fakktor meteorologi yang penting dalam pengaturan irigasi adalah laju
evaporasi dan sbsennya hujan setelah aplikasi irigasi.

Tabel 9.2. Pengaruh kondisi tanah, tanaman dan meteorologi terhadap frekuensi
irigasi.
Faktor Kondisi yang cenderung untuk memperpendek periode antar
aplikas
Tanah Kecilnya jumlah air yang dapat disimpan pada zona perakaran
dalam kisaran hisapan (potensi air) tertentu.
Tanaman Sistem perakaran yang dangkal dan menyebar
Bagian vegetatif tanaman yang baru dipangkas.
Meteorologi Laju evaporsi yang tinggi dalam periode tertentu.
Tidak ada hujan dalam periode tertentu.

4. Pengolahan Lahan Berkelanjutan


Pengolahan lahan berkelanjutan (PLB) merupakan suatu konsep yang
aplikatif dalam upaya mendukung konsep pembangunan pertanian atau konsep
yang lebih luas lagi, pembangunan berkelanjutan. Konsep PLB baru dipopulerkan
pada dekade terakhir dari abad ke-20, tepatnya melalui kongres PLB pertama pada
tahun 1991 di Thailand yang dilanjutkan dengan kongres PLB kedua pada tahun

110
Bab 10. Aplikasi Fisika Tanah
1993 di Canada. Bila kongres pertama lebih memfokuskan pada berbagai definisi
dari PLB, kongres ke dua telah melangkah lebih jauh pada kriteria-kriteri yang
dapat dijadikan tolak ukur dalam menerapkan konsep PLB.
Konsep PLB memiliki berbagai bidang aplikasi dalam dunia pertanian secara
luas, seperti pertanian tanaman pangan, padang pengembalaan, dan perkebunan.
Setiap jenis usaha pertanian tersebut memiliki kriteria PLB tersendiri. Namun
dalam garis besarnya, criteria utama dari konsep PLB adalah (i) ramah terhadap
lingkungan, (ii) menguntungkan secara ekonomis dan (iii) dapat diterima secara
social. Ketiga kategori di atas harus dimiliki secara utuh, bukan parsial oleh suatu
praktek pengelolaan yang berkelanjutan. Hal inilah yang membedakan PLB dari
konsep konservasi lahan, karena yang terakhir ini lebih menitik beratkan pada
aspek penyelamatan lingkungan tanpa memberikan ruang yang lebih luas kepada
nilai ekonomis dan sosial.
Berikut ini disajikan beberapa contoh kasus PLB yang dapat dijadikan bahan
diskusi kelompok mahasiswa. Suatu hamparan lahan pertanian di Vancouver,
British Columbia, Canada telah 30 tahun lebih diolah secara intensif untuk
tanaman pangan dan sayuran. Akibatnya, kandungan C-organik turun hingga di
bawah 2%, struktur tanah menjadi tidak stabil, penggenangan terjadi dalam waktu
yang lama, petani selalu terlambat turun mengolah tanah karena terlalu basah,
sehingga petani dirugikan karena produksinya turun dan sulit dipasarkan. Salah
satu upaya yang dilakukan untuk memutus lingkaran masalah tersebut adalah
dengan mempercepat laju pergerakan air di dalam tanah agar tanah cepat menjadi
kering dan mudah diolah. Dua strategi pendekatan yang digunakan adalah dnegan
struktur tanah melalui penanaman cover crop. Kombinasi antara kedua pendekatan
tersebut ternyata mampu meningkatkan produktivitas lahan secara
berkesinambungan.
Sistem pengelolaan lahan pada kasus di atas telah memenuhi ketiga criteria
yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari aspek lingkungan, tindakan penanaman
cover crop dapat memperbaiki kualitas tanah dan menjadi sumber makanan bagi
burung-burung yang ada disekitar lokasi penanaman. Secara ekonomi,
meningkatnya kualitas tanah dapat menurunkan input yang harus diberikan petani
dalam memproduksi pangan. Biaya pompanisasi yang sebelumnya harus
dikeluarkan untuk mengeringkan tanah sekarang tidak perlu lagi karena tanah
cepat keirng bila ditanami dengan cover crop dan diberi saluran drainase di bawah
permukaan tanah. Akhirnya pendekatan ini dapat diterima oleh masyarakat sekitar
karena tidak menimbulkan efek sampingan yang dapat merugikan mereka.

111
Bab 10. Aplikasi Fisika Tanah
Ringkasan Bab 10
Aplikasi dari sifat-sifat tanah sangat penting bagi berbagai tindakan
pengelolaan tanah di lapangan seperti reklamasi, pengolahan dan pengaturan
irigasi. Tindakan pengelolaan harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya
degradasi fisik tanah karena sifat-sifat fisik yang mengalami degradasi sangat sulit
diperbaiki. Konsep yang dapat digunakan dalam mengelola lahan sangat bijak
adalah konsep pengelolaan lahan berkelanjutan dengan memperhatikan aspek
lingkungan, aspek ekonomis dan aspek social secara bersamaan.

Latihan
Jawablah pertanyaan dibawah ini guna mengembangkan pengetahuan
saudara tentang struktur tanah. Carilah sumber kepustakaan yang sesuai untuk
menjawab pertanyaan berikut :
a) Sebutkan sifat-sifat fisik tanah utama yang mengalami degradasi akibat
kegiatan penambangan batubara dengan sistem terbuka?
b) Menurut Saudara, apa hubungan yang paling erat antara stabilitas agregat
dengan tindakan pengolahan tanah?
c) Kondisi fisik tanah yang bagaimana yang diinginkan guna mneingkatkan
efisiensi pemanfaatan air irigasi pada : (i) pertanian lahan kering dan (ii) lahan
sawah?
d) Mengapa sifat-sifat fisik tanah menjadi penting dalam menerpakan konsep
sistem pengelolaan lahan berkelanjutan?

Penutup

1. Tes Formatif
Pilihlah jawaban yang Saudara anggap paling benar.
1. Agregasi tanah merupakan indicator sangat penting dalam proses restorasi
lahan, karena:
a) Agregasi merupakan kebalikan dari proses degradasi
b) Proses pembentukan tanah di awali dengan flokulasi dan koagolasi
c) Agregat tanah merupakan salah satu ciri dari tanah yang telah berkembang
d) Agregat yang stabil sangat diperlukan pada tanah-tanah yang baru
terbentuk
2. Praktek tanpa olah tanah memiliki keuntungan jangka panjang berupa:
a) Tanah yang gembur meskipun tanpa adanya aktivitas biologis tanah
b) Kandungan bahan organik yang tinggi dan tersebar merata pada lapisan
perakaran

112
Bab 10. Aplikasi Fisika Tanah
c) Tingginya aktivitas hewan tanah sehingga dapat menggantikan sebagian
dari fungsi pengolahan tanah
d) Semua jawaban benar
3. Ketidakstabilan agregat di lapisan permukaan tanah dapat menyebabkan air
irigasi mengalami hal-hal berikut, kecuali:
a) Air irigasi tersebar merata menurut kedalaman profil tanah beberapa hari
setelah kejadian
b) Air irigasi akan menumpuk pada kedalaman beberapa millimeter saja dari
permukaan tanah
c) Pada permukaan tanah yang cekung dapat menyebabkan penggenangan
d) Dapat menimbulkan keretakan di permukaan tanah setelah irigasi kering
4. Sawah cetakan baru biasanya membutuhkan waktu puluhan tahun agar air
irigasi dapat dimanfaatkan secara efisien, karena:
a) Sawah cetakan baru masih didominasi oleh tekstur tanah yang kasar
b) Agergat masih stabil sehingga pori-pori tanah di lapisan bawah belum
terisi oleh partikel
c) Belum terjadi pemadatan yang berarti di bawah lapisan olah
d) Jawaban b dan c benar
5. Beikut adalah indikator yang ingin dicapai melalui pengelolaan lahan
berkelanjutan, kecuali:
a) Bersahabat dengan lingkungan
b) Menguntungkan secara ekonomis
c) Dapat diterima oleh masyarakat sosial
d) Terciptanya suatu kawasan lahan yang bebas dari aktivitas manusia

2. Umpan Balik
Bandingkan jawaban saudara denga kunci jawaban yang tersedia, lalu hitung
skornya sebagai berikut:


= [ ] 100

3. Tindak Lanjut
Bila skor saudara 70 atau lebih maka saudara dapat mengikuti ujian akhir,
sedangkan bila skor kurang dari 70 maka ulangi membaca Bab 9 ini.

4. Kunci Jawaban Tes Formatif


1)b, 2)c, 3)a, 4)d, 5)d

113
Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

Barchia, F. dan B. Saleh, 1998. Efisiensi pemanfaatan air irigasi di Daerah Irigasi
Musi Kejalo melalui penggaruan dan pelumpuran. Laporan Penelitian pada
Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu.
Busscher, W.J. and P.E. Sojka, 1987. Enhancement of subsoiling effect on soil
strength by conservation tillage. Trans. ASAE 30: 888-892.
Evett, Steven, J.P Laurent, P. Cepuder and C. Hignett, 2002. Neutron Scattering,
Capacitance, and TDR SoilWater Content Measurements Compared on Four
Continents.17th World Congress of Soil Science, August 14-21,
2002,Bangkok, Thailand, Transactions, pp. 1021-1 - 1021-10. (CDROM).
Foth, H.D., 1978. Fundamentals of Soil Science. John Wiley & Sons, New York.
Friendman, S. P., 1997. Statistical mixing model for the apparent dieletric
constant of unsaturated porous media. Soil Sci. Soc. Am. J. 61: 742-745.
Gardner, W., and D. Kirkham, 1952. Determination of soil moistureby neutron
scattering. Soil Sci. 73: 391401.
Hermawan, B. and K.C. Cameron, 1993. Structural changes in a silt loam soil
under long-term conventional or minimum tillage. Soil and Tillage Research
(Netherlands) 26: 139-150.
Hermawan, B., 1995. Soil Structure Associated with Cover Crops in Degraded
Lowland Soils of Delta. Ph.D. Thesis, University of British Columbia,
Canada.
Hermawan, B., 2004. Penetapan kadar air tanah melalui pengukuran sifat
dielektrik: I. Percobaan laboratorium pada berbagai tingkat kepadatan.
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia.
Hermawan, B., Z. Bahrum, dan Hasanudin, 2000. Pendugaan nilai kepadatan
tanah melalui pengukuran sifat dielektrik: suatu teknik analisis tanah baru
berwawasan lingkungan. Laporan Penelitian Hibah Bersaing VIII.
Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu.
Hermawan, B. and A.A. Bomke, 1996. Aggregation of a degraded lowland soil
during restoration with different cropping and drainage systems. Soil
Technology (Netherlands) 9: 239-250.

114
Daftar Pustaka
Hermawan, B. and A.A. Bomke, 1997. Effects of winter cover crops and
successive spring tillage on soil aggregation. Soil and Tillage Research
(Netherlands) 44: 109-120.
Hermawan, B., Y. Rosanty dan A. Susetyo, 1997. Degradasi struktur tanah hutan
setelah dua tahun kegiatan TPTI dan perladangan. Seminar Nasional Potensi
dan Kaidah Pengelolaan Lingkungan dalam Pengembangan Wilayah.
Kerjasama UNIB-BAPEDAL.
Hillel, D., 1980. Introduction to Soil Physics. Academic Press, Inc., London,
Toronto, 364 pp.
Kittel, C., 1991. Introduction to Solid State Physics. John Wiley & Sons,
Singapore.
Klute, A. (Editor), 1986. Methods of Soil Analysis. Second edition. Soil Sci.
Soc. Am. Inc. Publ., Madison.
Marshall, T.J. and J.W. Holmes, 1988. Soil Physics. Second edition. Cambridge
University Press, New York, New Rochelle, Melbourne, Sydney. 374 pp.
Nadler, A, S. Dasberg and I. Lapid, 1991. Time domain reflectrometry
measurements of water content and electrical conductivity of layered soil
columns. Soil Sci. Soc. Am. J. 55: 938-943.
Schwartz, R.C., 2003. Inverseestimation of hydraulic properties with the tension
infiltrometer. Soil and Water Management Research Unit Newsletter 5 (2):
1-5.
Tamari, S., 1994. Relations between pore-space and hydraulic properties in
compacted beds of silty-loam aggregates. Soil Technology 7: 57-73.

115
Contoh-contoh Penyelesaian Soal

CONTOH-CONTOH PENYELESAIAN SOAL

116
Contoh-contoh Penyelesaian Soal
1. Bahan yang tidak termasuk komponen penyusun tanah adalah:
a. Bahan mineral yang berukuran <2 mm
b. Bahan organik
c. Air
d. Bahan mineral yang berukuran >2 mm

Tanah tersusun dari tiga komponen, yakni komponen padatan, cairan (yakni
air dan komponen-komponen terlarut) dan udara. Komponen padatan terdiri
dari padatan organik (yang sering disebut bahan organik tanah) dan padatan
anorganik. Padatan anorganik terdiri dari bahan-bahan mineral yang
dikelompokkan menjadi tiga komponen utama, yakni pasir (ukuran 0,02 2,0
mm), debu (0,002 0,02 mm) dan liat (<0,002 mm). Dengan demikian,
jawaban yang benar adalah d karena bahan mineral yang berukuran lebih
besar dari 2 mm tidak lagi termasuk komponen penyusun tanah.

2. Komponen-komponen tanah yang menempati ruang yang sama di dalam tanah


adalah:
a. Bahan organik dan bahan mineral
b. Bahan organik dan udara
c. Air dan udara
d. Air dan bahan mineral

Jawaban yang benar adalah c, karena air dan udara menempati ruang yang
sama, yakni pori-pori tanah. Sementara komponen padatan (baik bahan
organik maupun bahan mineral) menempati ruang yang tetap sehingga tidak
bisa digantikan oleh komponen yang lain.

3. Perbandingan antara senyawa-senyawa dalam udara di atmosfir dan di dalam


tanah adalah:
a. N di atmosfir lebih tinggi dari N di dalam tanah
b. CO2 di atmosfir lebih rendah dari CO2 di dalam tanah
c. O2 di atmosfir sama dengan O2 di dalam tanah
d. CO2 di atmosfir dan di dalam tanah relatif konstan

Jawaban yang benar adalah b.


Kandungan N di atmosfir relatif sama dengan di dalam tanah, sedangkan
aktivitas di dalam tanah menghasilkan CO2 dalam jumlah yang besar sehingga
konsentrasinya lebih tinggi dibandingkan dengan di atmosfir. Sebaliknya
karena aktivitas jasad renik dan akar tanaman di dalam tanah membutuhkan
O2, maka konsentrasinya menjadi lebih rendah dibandingkan di atmosfir.
117
Contoh-contoh Penyelesaian Soal
4. Secara langsung, peranan air tanah dalam pertumbuhan tanaman adalah:
a. Sebagai komponen penyusun sel-sel tanaman
b. Sebagai pengatur suhu tanah
c. Menentukan saat yang tepat untuk pengolahan tanah
d. Semua jawaban benar

Air tanah merupakan komponen tanah yang paling penting. Tanaman


membutuhkan air untuk melarutkan unsur hara sehingga dapat diserap oleh
akar tanaman. Air yang diserap tanaman tidak hanya berfungsi sebagai agen
pengangkut hara, tetapi juga secara langsung menjadi komponen penyusun sel-
sel tanaman. Sifat air yang lain adalah memiliki kapasitas menyimpan panas
yang tinggi sehingga dapat mencegah kenaikan suhu tanah secara drastis.
Secara mekanis, air di dalam tanah mempengaruhi nilai kohesi dan adesi
antara komponen tanah dengan sesama komponen tanah atau dengan
komponen non-tanah termasuk alat pengolah tanah seperti mata bajak dan
cangkul. Khusus untuk yang terakhir, kadar air tanah mempengaruhi waktu
yang paling optimum untuk melakukan pengolahan tanah. Apabila tanah
terlalu basah maka mata bajak atau cangkul akan lengket dengan tanah (gaya
adesi antara tanah dan mata bajak atau cangkul yang tinggi), sebaliknya
apabila tanah terlalu kering maka bajak atau cangkul akan sulit memecah
bongkahan tanah (gaya kohesi tanah yang tinggi). Dengan demikian, maka
jawaban yang benar adalah d.

5. Kejadian berikut ini termasuk dalam siklus air tanah, kecuali:


a. Mata air mengalir dan masuk ke sungai
b. Air membeku di permukaan tanah
c. Uap air mengembun di pagi hari
d. Air tanah melarutkan hara sehingga dapat diserap tanaman

Jawaban yang benar adalah d.


Siklus air tanah diawali dari menguapnya air permukaan seperti air sungai,
danau dan laut. Uap air tersebut sebagian berubah kembali menjadi cairan atau
padatan apabila bertemu dengan suhu yang dingin, seperti berubah menjadi
embun atau es di pagi hari, tergantung pada suhu udara. Air yang masih
berbentuk uap selanjutnya terbang ke atmosfir, dan berubah menjadi air
presipitasi (yakni air hujan atau salju) ketika suhu atmosfir mencapai suhu
tertentu sehingga uap air berubah menjadi butir-butir air atau salju. Air
presipitasi ini selanjutnya jatuh ke permukaan tanah, sebagian mengalir dalam
bentuk aliran air permukaan diatas tanah (runoff) dan sebagian lagi mengalir
melalui lapisan di bawah permukaan tanah (mata air). Kedua bentuk aliran air
118
Contoh-contoh Penyelesaian Soal
tersebut akan berakhir pada tempat-tempat penampungan yang letaknya lebih
rendah seperti sungai, danau dan laut.

6. Metode penetapan kadar air tanah yang dilakukan secara langsung adalah:
a. Metode Neutron Probe
b. Metode Time Domain Reflectrometry
c. Metode Constant Head
d. Metode Gravimetri

Jawaban yang benar adalah d.


Metode Neutron Probe dan Metode Time Domain Reflectrometry (TDR)
keduanya merupakan metode penetapan kadar air tanah secara tidak langsung.
Berbeda dengan metode gravimetry yang secara langsung mengukur jumlah air
yang ada di dalam tanah, metode Neutron Probe dan TDR mengukur sifat-sifat
fisik tanah yang berhubungan erat dengan kadar air tanah. Pada metode
Neutron Probe, sifat fisik tanah yang diukur adalah jumlah neutron yang
dipancarkan dan jumlah yang tertangkap setelah neutron yang dipancarkan
tersebut melewati tanah. Semakin kecil rasio antara jumlah neutron yang
tertangkap dan jumlah yang dipancarkan, berarti semakin banyak neutron yang
terserap oleh air di dalam tanah, yang berarti semakin tinggi kadar air tanah.
Sedangkan pada metode TDR, pengukuran dilakukan terhadap berapa lama
listrik mengalir untuk mencapai jarak tertentu di dalam tanah.

7. Karakteristik pelepasan air tanah merupakan sifat air tanah yang berhubungan
dengan:
a. Kadar air dan potensi air tanah
b. Kadar air dan pergerakan air di dalam tanah
c. Potensi air dan pergerakan air di dalam tanah
d. Kadar air dan evapotransirasi

Jawaban yang benar adalah a.

8. Peristiwa histeresis adalah terjadinya penyimpangan kurva karakteristik air


tanah antara:
a. Awal dan akhir musim hujan
b. Awal dan akhir musim kemarau
c. Selama musim hujan dan selama musim kemarau
d. Selama musim kemarau saja
119
Contoh-contoh Penyelesaian Soal

Jawaban c.
Penyimpangan kurva karakteristik air tanah terjadi antara proses pengeringan
dan pembahasahan, dimana kadar air tanah berbeda pada potensi air tanah
tertentu pada kedua proses tersebut. Proses pengeringan terjadi selama musim
kemarau, sedangkan proses pembasahan terjadi selama musim hujan. Prinsip
dari peristiwa histeresis adalah bahwa kadar air tanah pada tingkat stres yang
sama akan lebih tinggi pada proses pengeringan dibandingkan pada proses
pembasahan. Peristiwa ini sangat menguntungkan dari aspek agronomi,
karena air tanah mampu bertahan lebih lama di dalam tanah ketika memasuki
musim kemarau, sehingga lebih lama tersedia bagi tanaman.

9. Pada persamaan Darcy, v = Q/A = K(dh/dz), satu-satunya variabel yang tidak


berubah untuk suatu jenis tanah tertentu adalah:
a. Gradien potensi air tanah, dh
b. Gradien jarak tempuh oleh air, dz
c. Konduktivitas hidrolika jenuh, K
d. Luas permukaan yang dilewati air, A

Jawaban b dan d benar, karena ketebalan tanah (dz) dan luas permukaan yang
dilewati air (A) tidak dipengaruhi oleh jenis tanahnya. Sedangkan gradient
potensi air tanah (dh) dan konduktivitas hidrolika jenuh (K) ditentukan oleh
tekstur, struktur dan bahan organik yang bervariasi antara jenis tanah yang satu
dengan jenis tanah yang lain.

10. Tingginya nilai sorptivitas S pada peristiwa infiltrasi disebabkan oleh:


a. Kelembaban tanah yang rendah
b. Kelembaban tanah yang tinggi
c. Tekstur tanah yang halus
d. Pengukuran yang berlangsung lama

Jawaban yang benar adalah a.


Nilai S berbanding lurus dengan besarnya kemampuan tanah menyerap air
infiltrasi yang ada di permukaan tanah. Tanah yang memiliki kelembaban
yang tinggi, baik karena kondisi awal tanah memang sudah lembab atau karena
proses infiltrasi yang berlangsung lama, akan menurunkan kemampuan tanah
untuk menyerap air infiltrasi yang ada di permukaan tanah. Sementara
semakin kasar tekstur tanah akan semakin tinggi pula kemampuan tanah
tersebut untuk menyerap air infiltrasi yang ada di permukaan.

120
Contoh-contoh Penyelesaian Soal
11. Alat yang digunakan untuk mengukur infiltrasi disebut:
a. Doubel ring infiltrometer
b. Permeameter
c. Konduktimeter
d. Semua benar

Jawaban yang benar adalah a.


Permeameter dan Konduktimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur
konduktivitas hidrolika tanah jenuh (Ksat), yakni kemampuan air untuk
melewati media tanah pada berbagai lapisan. Sementara nilai infiltrasi akan
berubah menurut waktu pengukuran, nilai Ksat diambil setelah hasil
pengukuran mencapai konstan.

12. Redistribusi air infiltrasi dapat diketahui dengan:


a. Mengukur kadar air tanah di berbagai lapisan sebelum hujan
b. Mengukur kadar air tanah di berbagai lapisan setelah kejadian hujan
c. Membandingkan kadar air tanah di berbagai lapisan sebelum dan
setelah hujan
d. Mengukur kadar air tanah di berbagai lapisan secara periodik setelah
kejadian hujan

Jawaban yang benar adalah d.


Secara teori, sesaat setelah kejadian hujan maka air akan terkonsentrasi di
lapisan tanah paling atas (kedalaman sekitar 5 cm). Semakin lama, air tersebut
akan bergerak ke lapisan yang lebih dalam, sehingga kadar air tanah di lapisan
atas akan turun dan yang di lapisan sebelah bawah akan naik. Perubahan profil
kadar air tanah menurut waktu tersebut dapat diketahui dengan mengukur
kadar air tanah di berbagai lapisan secara periodik setelah kejadian hujan.

13. Nilai infiltrasi sebesar 10 mm/jam setara dengan:


a. 1,67 x 10-1 cm/menit
b. 1,67 x 10-2 cm/menit
c. 1,67 x 10-3 cm/menit
d. 1,67 x 10-4 cm/menit

Jawaban b:
10 mm/jam = (10 mm x (10-1 cm/mm)) / (1 jam x (60 menit/jam))
= 1 cm / 60 menit
= (1/60 cm) / menit
= 1,67 x 10-2 cm / menit
121
Contoh-contoh Penyelesaian Soal

14. Sebaran tekstur di sepanjang lereng yang mengalami proses erosi umumnya
sebagai berikut:
a. Pasiran di bagian atas dan semakin halus ke arah bawah
b. Merata di sepanjang lereng
c. Tekstur pasiran terdapat di bagian tengah lereng
d. Tekstur menyebar secara acak di sepanjang lereng

Jawaban yang benar adalah a.


Ketika terjadi erosi, partikel sekunder tanah akan terdispersi menjadi partikel-
partikel primer, yakni pasir, debu dan liat. Ketika partikel-partikel tersebut
hanyut terbawa air aliran permukaan maka partikel yang berukuran lebih besar
akan mengendap terlebuh dahulu sedangkan yang berukuran lebih kecil akan
terus meluncur ke lereng bagian bawah. Dengan demikian, bagian atas lereng
yang mengalami erosi akan didominasi oleh tekstur pasiran sementara yang
bagian bawah oleh tekstur yang lebih halus.

15. Batasan ukuran partikel primer adalah:


a. Pasir >2 mm dan liat <2 m
b. Pasir 0,2-2 mm dan debu 0,002-0,02 mm
c. Pasir 0,02-2 mm dan debu 0,002-0,02 mm
d. Liat 2-20m

Jawaban yang benar adalah c.

16. Struktur tanah adalah:


a. Susunan partikel sekunder menjadi partikel primer
b. Perbandingan antara pasir, debu dan liat dalam suatu agregat tanah
c. Sifat fisik tanah yang secara langsung berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman
d. Susunan partikel-partikel primer menjadi partikel sekunder

Jawaban yang benar adalah d.


Perbandingan antara pasir, debu dan liat dalam suatu agregat disebut tekstur.
Struktur berpengaruh tidak langsung terhadap pertumbuhan tanaman, dimana
struktur mempengaruh sifat-sifat tanah penting bagi tanaman seperti air tanah,
suhu tanah dan resistensi penetrasi akar tanaman. Ketiga sifat fisik tanah
inilah yang secara langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.

17. Bentuk struktur tanah yang biasanya terdapat di lapisan topsoil adalah:
122
Contoh-contoh Penyelesaian Soal
a. Gumpal
b. Prismatik
c. Granular
d. Masif

Jawaban yang benar adalah c.


Struktur gumpal dan prismatik biasanya terdapat pada horizon B, sedangkan
struktur masif pada horizon C.

18. Bentuk struktur tanah yang biasanya terdapat di lapisan subsoil (horizon B)
adalah:
a. Lepas
b. Prismatik
c. Granular
d. Masif

Jawaban yang benar adalah b.

19. Faktor-faktor berikut meningkatkan stabilitas agregat, kecuali:


a. Senyawa Fe2O3
b. Bahan organik tanah
c. Unsur Na dapat ditukar
d. Proses pembasahan dan pengeringan tanah

Jawaban yang benar adalah c.


Unsur Na memiliki valensi 1 dengan ukuran atom yang besar, sehingga
keberadaannya di dalam tanah cenderung menurunkan stabilitas agregat tanah.
Unsur-unsur yang mampu meningkatkan stabilitas agregat tanah adalah yang
memiliki valensi tinggi (2 sampai 4) dengan diameter atom yang kecil seperti
Fe, Al dan Mn.

20. Faktor tanah yang secara langsung mempengaruhi proses aerasi tanah adalah:
a. Tekstur
b. Struktur
c. Kadar air
d. Semua jawaban benar

Jawaban d.

21. Resistensi penetrasi merupakan sifat fisik tanah yang berhubungan dengan:
123
Contoh-contoh Penyelesaian Soal
a. Tekstur
b. Struktur
c. Tata udara tanah
d. Deformasi tanah

Jawaban yang benar adalah d.


Nilai resistensi tanah menggambarkan mudah tidaknya partikel-partikel tanah
terlepas satu sama lain ketika benda asing masuk ke dalam tanah (akar
tanaman dan sebagainya). Proses deformasi tersebut (terlepasnya partikel-
partikel tanah) merupakan kebalikan dari proses pembentukan tanah
(bergabungnya partikel tanah yang kecil menjadi partikel tanah yang lebih
besar). Semakin tinggi nilai resistensi maka semakin kuat pula ikatan di dalam
tanah untuk mempertahankan dirinya agar tidak terlepas oleh pergerakan
benda asing. Itulah sebabnya, akar tanaman akan sulit menembus tanah yang
memiliki nilai resistensi yang sangat tinggi (diatas 2,5 MPa).

22. Deformasi tanah merupakan:


a. Kelanjutan dari proses pembentukan tanah
b. Kebalikan dari proses pembentukan tanah
c. Komponen dari tindakan rehabilitasi lahan
d. Semua jawaban benar

Jawaban yang benar adalah b (lihat penjelasan pada jawaban nomor 21 diatas).

23. Tanah yang padat dapat lebih mudah ditembus akar tanaman apabila:
a. Mengandung liat yang tinggi
b. Mengandung pasir yang tinggi
c. Mengandung bahan organik yang rendah
d. Berada dalam kondisi basah

Jawaban yang benar adalah d.


Air tanah berfungsi sebagai pelumas dalam tanah sehingga akar tanaman
masih mampu menembus tanah yang padat. Bahan tanah lain yang memiliki
sifat pelumas seperti halnya air tanah adalah bahan organik tanah.

24. Sifat fisik tanah yang bukan termasuk parameter kepadatan tanah adalah:
a. Berat volume tanah
b. Berat jenis tanah
c. Porositas total tanah
d. Distribusi ukuran pori tanah
124
Contoh-contoh Penyelesaian Soal

Jawaban d.

25. Tanah yang memiliki nilai berat volume 1,2 g/cm3 dan porositas total 0,5
cm3/cm3 akan memiliki nilai berat jenis sebesar:
a. 2,40 g/cm3
b. 2,50 g/cm3
c. 2,60 g/cm3
d. 2,65 g/cm3

Berat jenis adalah perbandingan antara bobot tanah kering dan volume padatan
tanah. Dengan berat volume 1,2 g/cm3 berarti setiap bobot tanah kering 1,2 g
akan menempati volume padatan + pori tanah sebesar 1 cm3. Karena volume
pori total 0,5 cm3/cm3, maka volume yang tersisa untuk padatan tanah adalah
0,5 cm3/cm3. Dengan demikian, berat jenis tanah adalah sebesar (1,2 g/cm3) /
(0,5 cm3/cm3) = 2,4 g/cm3. Jawaban yang benar adalah a.

26. Faktor-faktor fisik yang berhubungan langsung dengan tindakan pengolahan


tanah adalah:
a. Tekstur struktur suhu
b. Tekstur konduktivitas hidrolika suhu
c. Tekstur struktur kadar air
d. Struktur kepadatan suhu

Jawaban yang benar adalah c.


Tekstur mempengaruhi tingkat kemudahan dalam mengolah tanah. Tanah
yang memiliki tekstur pasiran akan lebih mudah diolah dibandingkan tanah
yang memiliki tekstur yang lebih halus. Struktur mempengaruhi frekuensi
pengolahan tanah, karena tanah yang berstruktur gumpal memerlukan
pengolahan yang lebih intensif dibandingkan tanah yang berstruktur granular.
Sementara kadar ait tanah yang ideal untuk pengolahan adalah pada kondisi
kapasitas lapang, tanah yang terlalu kering sulit diolah karena terlalu keras,
sedangkan tanah yang terlalu basah juga sulit diolah karena tingginya daya
kohesi antara tanah dan alat pengolah tanah (mata baja atau cangkul).

27. Tanah yang terlalu basah sulit diolah karena:


a. Nilai konsistensi tanah berada pada batas plastis
b. Nilai konsistensi tanah berada pada batas cair
c. Kadar air tanah berada pada batas kapasitas lapang
d. Pori tanah didominasi oleh air gravitasi
125
Contoh-contoh Penyelesaian Soal

Jawaban yang benar adalah a.


Tanah dengan nilai konsistensi berada pada batas plastis memiliki sifat daya
kohesi antara tanah dan alat pengolah yang sangat tinggi.

B. Jawablah dengan singkat.


1. Hitung bobot 1 ha tanah sedalam 20 cm bila diketahui berat volumenya 1,0
g/cm3.

Jawab:
Luas 1 ha tanah adalah 104 m2 = 104 m2 x 104 cm2/m2 = 108 cm2, sehingga
bobot 1 ha tanah untuk kedalaman 20 cm dan berat volume 1,0 g/cm3 adalah
108 cm2 x 20 cm x 1,0 g/cm3 = 2 x 109 g = 2 x 106 kg = 2.000 ton.

2. Sebidang lahan memiliki karakteristik sebagai berikut: kedalaman efektif 1 m,


berat volume rata-rata profil 1,2 g/cm3, dan air tersedia bagi tanaman pada
kadar air diatas 0,2 g/g. Setelah terjadi hujan lebat, kadar air rata-rata profil
mencapai 0,5 g/g.
a. Hitung kadar air volumetrik rata-rata profil setelah hujan (satuan
cm3/cm3).
b. Konversi jawaban a menjadi kedalaman profil air tanah (satuan mm).
c. Konversi kadar air kritis 0,2 g/g menjadi kedalaman profil air kritis
seperti langkah a dan b diatas (satuan mm).
d. Hitung selisih antara kedalaman profil air total dan kedalaman profil
air kritis (satuan mm). Jawaban ini merupakan kedalaman profil air
tersedia bagi tanaman.
e. Bila diketahui laju evapotranspirasi 50 mm/hari dan kehilangan air
melalui drainase diabaikan, berapa hari air pada jawaban d dapat
tersedia bagi tanaman?

Jawab:
a. Kadar air volumetrik, v, rata-rata profil setelah hujan adalah 0,5 g/g x
1,2 g/cm3 x 1 cm3/g (yakni berat jenis air) = 0,6 cm3/cm3.
b. Berdasarkan jawaban a, maka kedalaman profil air tanah setelah
kejadian hujan untuk kedalaman efektif 1 m adalah 0,6 cm3/cm3 x 1 m
= 0,6 m = 600 mm.
c. Kedalaman air kritis untuk kedalaman 1 m adalah 0,2 g/g x 1,2 g/cm3
x 1 cm3/g x 1 m = 0,24 m = 240 mm.
d. Kedalaman profil air tanah yang tersedia bagi tanaman adalah sebesar
600 mm 240 mm = 360 mm.
126
Contoh-contoh Penyelesaian Soal
e. Dengan laju evapotranspirasi 50 mm/hari dan kehilangan air melalui
drainase diabaikan, maka profil air tersedia pada jawaban d dapat
menyediakan air bagi tanaman selama 360 mm / (50 mm/hari) = 360
mm x (1/50 hari/mm) = 360/50 hari 7 hari.

3. 100 g agregat setara kering oven yang berukuran 2-6 mm diayak di dalam air
dengan tumpukan ayakan berukuran 2, 1 dan 0,5 mm. Agregat yang
tertampung di setiap ayakan ditimbang lalu dikering oven, dan hasilnya adalah
sebagai berikut: agregat ukuran 2-6 mm seberat 45 g, ukuran 1-2 mm seberat
15 g, ukuran 0,5-1 mm seberat 10 g, dan ukuran 0-0,5 mm seberat 30 g.
Hitung nilai diameter berat rata-rata agregat (DBR) dengan rumus
n
W D
DBR i i dimana Wi= berat kering oven agregat pada ayakan ke-i,
i 1 Wt

Di = rata-rata diameter antara ayakan ke-i dan yang di atasnya, dan Wt = berat
awal tanah yakni 100 g.

Jawab:
n
W D
DBR i i = (1/100 g) x {(45 g x 4 mm) + (15 g x 1,5 mm) + (10 g x
i 1 Wt

0,75 mm) + (30 g x 0,25 mm)}


= (1/100 g) x {(180 + 22,5 + 7,5 + 7,5) g mm}
= 2,175 mm
Jadi, diameter rata-rata agregat turun dari 4 mm sebelum pengayakan menjadi
2,175 mm setelah pengayakan.
Hasil diatas dapat pula dinyatakan dalam parameter persentase agregat yang
stabil, yakni sebesar (2,175 mm / 4 mm) x 100% = 54,375%.

127

Anda mungkin juga menyukai