Anda di halaman 1dari 177

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/353443549

Pengelolaan Sumber Daya Air

Book · June 2020

CITATIONS READS

0 3

1 author:

Jakobis Johanis Messakh


Universitas Nusa Cendana
18 PUBLICATIONS   23 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Jakobis Johanis Messakh on 25 July 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


JAKOBIS JOHANIS MESSAKH
PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

Jakobis Johanis Messakh

Penerbit :
PMIPA PRESS
Jl .Adisucipto Penfui Kupang
Gedung Jurusan Pendidkan MIPA FKIP Undana
Telp : 0380 – 8583071
e-mail: pmipapress@gmail.com

i
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan

Messakh, JAKOBIS JOHANIS


PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR / oleh Jakobis Johanis
Messakh;
editor, Daniel Lay Moy, Cet.1.--
Kupang: MIPA Press, 2017.
xvii, 157 hal.; 15,5 x 23 cm

ISBN:

1. Buku Ajar – PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR


I. Judul II. Daniel Lay Moy

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR


© Jakobis Johanis Messakh
Hak cipta dilindungi undang-undang

Editor/Penyunting : Daniel Lay Moy


Reviewer : Paul G. Tamelan
Desain, Layout & Ilustrasi: Kevin Vania
Penerbit: PMIPA Press
Jl. Adisucipto Penfui Kupang, Nusa Tenggara Timur

Cetakan Pertama, November 2017


Percetakan: CV. Silvia

ii
Halaman Persembahan

Buku ajar ”Pengelolaan sumber daya air” ini dipersembahkan kepada:


1. Istri tercinta, Yana
2. Anak tersayang, Kevin dan Vania
3. Prof. Dr. Arwin Sabar, ITB Bandung
4. Semua Sahabat ”Sola Gratia”
5. Almamater tercinta, PTB FKIP Undana

iii
Ucapan Terima Kasih

Buku ajar ini tersusun dan diterbitkannya sebagai bagian dari Program
Revitalisasi LPTK II Tahun 2017. Untuk itu Penulis mengucapkan
terima kasih yang tulus kepada Bapak/Ibu:
1. Direktur Belmawa Kemeristekdikti RI
2. Rektor Universitas Nusa Cendana
3. Dekan FKIP Universitas Nusa Cendana
4. Dr. I Made Parsa
5. Daniel Lay Moy, S.Pd., M.Eng
6. Teman sejawat dilingkungan Program Studi Pendidikan
Teknik Bangunan FKIP Undana,
7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang
telah memberikan andil tersusunnya buku ajar ini.
Tuhan Yang Maha Kuasa memberkati Bapak/Ibu sekalian.

iv
Pengantar Penerbit

B uku ajar ”Pengelolaan Sumber Daya Air” ini disusun dan


diterbitkan sebagai sumbangan pemikiran Penulis untuk para
mahasiswa yang merupakan komunitas masyarakat ilmiah di
kampus atau praktisi lainnya yang berkaitan dengan bidang
pengelolaan sumber daya air.
Buku ajar ini, sudah didesain begitu rupa yang mengarah pada
kurikulum berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI),
dan dimaksudkan untuk dipergunakan oleh mahasiswa Program Studi
Pendidikan Teknik Bangunan, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Undana. Selain itu, buku ajar ini dapat pula dimanfaatkan
oleh mahasiswa teknik sipil atau masyarakat umum untuk mendalami
pengetahuan tentang Pengelolaan Sumber Daya Air.
Demikian, semoga buku ajar ini dapat memberikan manfaat. Dan
kepada Saudara Jakobis Johanis Messakh, disampaikan terima kasih
atas kesediaannya menerbitkan buku ajar ini melalui PMIPA Press.
Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Daniel Lay Moy, M.Eng
yang berkenan bertindak sebagai editor/penyunting atas buku ini dan
kepada Bapak Dr. Paul G. Tamelan, M.Si yang berkenan sebagai
reviewer. Kepada berbagai pihak yang ikut terlibat dalam rangkaian
penyusunan hingga penerbitan buku ini, diucapkan terima kasih.

v
vi
Pengantar Penulis

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yesus Kristus, Tuhan Yang Maha Kuasa,
atas berkat dan perkenaan-NYA sehingga dapat diselesaikannya
penyusunan buku ajar “PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR”
untuk mendukung proses pembelajaran bagi mahasiswa Program Studi
Teknik Bangunan – FKIP Undana.
Buku Ajar ini terdiri dari tujuh Bab dan telah disusun dengan materi
yang telah disesuaikan dengan jumlah pertemuan minimal pada satu
semester yakni 16 kali pertemuan. Buku ajar ini juga dilengkapi
dengan bahan presentase dalam bentuk power point yang dicetak
secara terpisah, sehingga sangat memudahkan dosen dan mahasiswa
melaksanakan proses pembelajaran. Selain itu, dilengkapi juga dengan
tes dan kunci sebagai bahan evaluasi untuk bisa mengukur sejauhmana
pencapaian hasil belajar oleh mahasiswa dan keberhasilan
pembelajaran secara umum.
Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan berbagai pihak
sehingga dapat diselesaikannya penyusunan buku ajar ini. Kepada
Bapak Direktur Belmawa Kemeristekdikti atas dana Hibah Revitalisasi
LPTK II Tahun 2017. Bapak Rektor Undana Kupang dan Bapak Dekan
FKIP Undana sebagai pemimpin institusi dimana Penulis bekerja,
selanjutnya kepada Bapak Dr. I Made Parsa dan Bapak Daniel Lay
Moy, M.Eng yang telah melibatkan Penulis dalam Program Hibah
Revitalisasi LPTK II Tahun 2017. Tidak lupa ucapan terima kasih
kepada teman sejawat dilingkungan program studi Pendidikan Teknik
Bangunan FKIP Undana, yang secara langsung atau tidak langsung
turut memberikan andil dari awal hingga diterbitkannya buku ajar ini.
Juga kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu
yang telah memberikan bantuan selama penulis melakukan
penyusunan buku ajar ini.
Penulis sadari bahwa buku ajar ini masih jauh dari kesempurnaan
karena berbagai keterbatasan. Saran maupun kritik yang konstruktif

vii
untuk penyempurnaannya Penulis ucapkan terima kasih.
Semoga buku ajar ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang
terlibat dalam pembelajaran di program studi Teknik Bangunan FKIP
Undana ataupun secara luas kepada semua masyarakat ilmiah yang
peduli dan terlibat dalam”PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR”.
Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.
Syallom!

viii
Daftar Isi

Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………...... i
HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………. iii
HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH …………………. iv
PENGANTAR PENERBIT ..………………………………. v
PENGANTAR PENULIS ..…………………………………. vii
DAFTAR ISI ..…………………………………………….. ix
DAFTAR GAMBAR ....…………………………………….. xiii
DAFTAR TABEL ….……………………………………….. xv
PETUNJUK PENGGUNAAN BUKU ….………………….. xvi

BAB 1 RUANG LINGKUP DAN ASAS 1


PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR .........
A. PENDAHULUAN ................................................. 1
B. PENYAJIAN ......................................................... 2
B.1. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP PSDA 2
B.2. SUMBER DAYA AIR DAN KOMPONENNYA 5
B.3. ASAS DAN PRINSIP PENGELOLAAN 8
SUMBER DAYA AIR ..........................................
B.4. KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER 11
DAYA AIR ............................................................
B.5. RANGKUMAN ..................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................ 16
C. PENUTUP ............................................................. 17
C.1. LATIHAN ............................................................. 17
C.2. TES DAN KUNCI ................................................ 18

ix
BAB 2 AIR DAN SIKLUS HIDROLOGI 21
A. PENDAHULUAN ................................................. 21
B. PENYAJIAN ......................................................... 22
B.1. AIR ........................................................................ 22
B.2. SIKLUS HIDROLOGI .......................................... 26
B.3. KOMPONEN UTAMA SIKLUS HIDROLOGI 35
B.5. RANGKUMAN ..................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ............................................ 47
C. PENUTUP ............................................................. 49
C.1. LATIHAN ............................................................. 49
C.2. TES DAN KUNCI ................................................ 49

BAB 3 WILAYAH PENGELOLAAN SUMBER 53


DAYA AIR
A. PENDAHULUAN ................................................. 53
B. PENYAJIAN ......................................................... 54
B.1. DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) ................... 54
B.2. WILAYAH SUNGAI ............................................ 65
B.3. CEKUNGAN AIR TANAH .................................. 72
B.4. RANGKUMAN ..................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ............................................ 79
C. PENUTUP ............................................................. 80
C.1. LATIHAN ............................................................. 80
C.2. TES DAN KUNCI ................................................ 81

BAB 4 IKLIM DAN PENGELOLAAN SUMBER 83


DAYA AIR
A. PENDAHULUAN ................................................. 83
B. PENYAJIAN ......................................................... 83
B.1. IKLIM DI INDONESIA ........................................ 83
B.2. PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM .... 86
B.3. IKLIM DAN KEKERINGAN 91
B.4. RANGKUMAN ..................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA ............................................ 93
C. PENUTUP ............................................................. 96

x
C.1. LATIHAN ............................................................. 96
C.2. TES DAN KUNCI ................................................ 96

BAB 5 PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN 99


A. PENDAHULUAN ................................................. 99
B. PENYAJIAN ......................................................... 100
B.1. PENGERTIAN DAN JENIS AIR PERMUKAAN 100
B.2. PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN ................ 102
B.3. RANGKUMAN ..................................................... 105
DAFTAR PUSTAKA ............................................ 105
C. PENUTUP ............................................................. 106
C.1. LATIHAN ............................................................. 106
C.2. TES DAN KUNCI ................................................ 106

BAB 6 PENGELOLAAN AIR TANAH 109


A. PENDAHULUAN ................................................. 109
B. PENYAJIAN ......................................................... 110
B.1. PENGERTIAN DAN ASAL AIR TANAH ......... 110
B.2. ZONASI DAN JENIS-JENIS AIR TANAH ......... 112
B.3. TIPE-TIPE AKIVER ............................................. 115
B.3. PENGELOLAAN AIR TANAH ........................... 120
B.5. KONSERVASI AIR TANAH ............................... 127
B.6. RANGKUMAN ..................................................... 131
DAFTAR PUSTAKA ............................................ 132
C. PENUTUP ............................................................. 133
C.1. LATIHAN ............................................................. 133
C.2. TES DAN KUNCI ................................................ 133

BAB 7 PENGELOLAAN AIR BERSIH 135


A. PENDAHULUAN ................................................. 135
B. PENYAJIAN ......................................................... 136
B.1. PENGERTIAN DAN MASALAH GLOBAL 136
PENYEDIAAN AIR BERSIH ..............................
B.2. PERSYARATAN DALAM PENYEDIAAN AIR 138
BERSIH .................................................................

xi
B.3. SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM ............... 139
B.4. SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH ................... 142
B.5. PROYEKSI JUMLAH PENDUDUK DAN LAJU 146
KEBUTUHAN AIR ..............................................
B.6. RANGKUMAN ..................................................... 154
DAFTAR PUSTAKA ............................................ 155
C. PENUTUP ............................................................. 156
C.1. LATIHAN ............................................................. 156
C.2. TES DAN KUNCI ................................................ 156

xii
Daftar Gambar

Gambar
1.1. Sumber daya air dan komponennya 6
1.2 Salah satu segi pemanfaatan air untuk 9
kebutuhan air minum masyarakat
1.3 Konservasi air berdampak pada 10
ketersediaan air yang berkelanjutan
dalam ruang dan waktu
1.4 Ilustrasi pencemaran air oleh limbah 11
industry
2.1 Visualisasi distribusi air di bumi 23
berdasarkan volume
2.2 Komposisi keberadaan air di dunia 24
2.3 Keberadan air di dunia 25
2.4 Model siklus hidrologi 28
2.5 Siklus hidrologi 30
2.6 Siklus hidrologi pendek 33
2.7 Siklus hidrologi sedang 34
2.8 Siklus hidrologi panjang 35
2.9 Cara rata-rata hitung 39
2.10 Cara poligon thiesen 40
2.11 Cara isohyet 42
2.12 Rata-rata curah hujan tahunan dan 43
banyaknya curah hujan tertinggi yang
terjadi dalam satu bulan pada lima
stasiun hujan di daerah Kupang dan
sekitarnya
2.13 Keacakan data debit sungai tilong 45
dalam hitungan rata-rata debit bulanan

xiii
3.1 Ilustrasi daerah aliran sungai 55
3.2 Ilustrasi daerah aliran sungai 57
3.3 Hubungan biofisik daerah hulu dan hilir 59
suatu DAS
3.4 Keterkaitan DAS hulu dan hilir 60
3.5 Tiga corak DAS 61
3.6 Ilustrasi sungai 66
3.7 Zonasi memanjang sungai dengan 69
perubahan komponennya
3.8 Hubungan antara tinggi muka air dan 71
karakteristik vegetasi daerah bantaran
sungai
3.9 Hubungan antara lebar sungai dan 72
kedalaman sungai dengan kandungan
lumpur
3.10 Kriteria CAT sesuai PP No. 43 Tahun 74
2008
3.11 Peta sebaran wilayah CAT dan non- 76
CAT di Indonesia
3.12 CAT di Nusa Tenggara Timur 77
4.1 Peta daerah arid 87
4.2 Variasi suhu permukaan bumi 89
6.1 Muka air tanah freatik yang menjadikan 115
kedalaman air tanah berbeda-beda di
beberapa tempat
6.2 Skema irisan lapisan-lapisan tanah 114

xiv
Daftar Tabel
Halaman
Tabel
3.1. Jumlah potensi air tanah pada cekungan 78
air tanah tiap pulau di Indonesia
7.1. Standar kebutuhan air bersih 150
berdasarkan jenis kota
7.2. Nilai factor hari maksimum dan factor 154
jam puncak

xv
xvi
Petunjuk Penggunaan Buku

Buku Ajar “PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR” ini disusun


untuk memenuhi kebutuhan sumber belajar bagi mahasiswa yang
mempelajari tentang mata kuliah ini dan akan menempuhnya dalam
satu semester (16 kali pertemuan).
Untuk dapat memahami secara baik tentang isi materi dalam buku ajar
ini maka beberapa petunjuk yang dapat digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Berdoa kepada Tuhan, minta pimpinan-Nya untuk diberikan
hikmat dan pengertian.
2. Baca secara cermat setiap bagian dalam buku.
3. Buat catatan terhadap hal-hal yang belum dimengrti,
diskusikan bersama teman dan ditanyakan kepada dosen
pengasuh mata kuliah apabila ada hal-hal yang kurang
dimengerti.
4. Pada akhir setiap bab, terdapat rangkuman yang berisi sari
dari bab yang dijabarkan. Dalami bagian ini.
5. Pada akhir setiap bab juga terdapat soal test dan jawaban.
Baca soal yang diberikan dan mencoba memberikan jawaban.
Cocokan jawaban anda dengan panduan jawaban yang
tersedia.
6. Untuk memperkaya materi ini, dianjurkan untuk membaca
seccara lengkap buku-buku sumber yang terkait, beberapa
diantaranya yang terdapat pada daftar pustaka.
Selamat belajar, Tuhan memberkati senantiasa !

xvii
BAB 1
RUANG LINGKUP DAN ASAS PENGELOLAAN
SUMBER DAYA AIR

A. PENDAHULUAN

Air, sumber air dan daya air yang terangkum dalam “Sumber daya air”
(SDA) telah menjadi salah satu kebutuhan yang sangat penting akibat
adanya pertumbuhan penduduk dan aktivitas pembangunan yang pesat.
Air merupakan kebutuhan utama bagi setiap insan di bumi baik
manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Air digunakan sebagai
kebutuhan vital untuk konsumsi dan sanitasi umat manusia, untuk
proses produksi berbagai barang industri, untuk produksi makanan dan
kebutuhan lainnya.

Tubuh manusia itu sendiri, lebih dari 70% tersusun dari air, sehingga
ketergantungannya akan air sangat tinggi. Manusia membutuhkan air
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pertanian, industri, maupun
kebutuhan domestik. Hal ini berarti bahwa pertambahan jumlah
penduduk yang terus menerus terjadi dan aktivitas pembangunan yang
tinggi, membutuhkan usaha yang sadar dan sengaja agar SDA dapat
tersedia secara berkelanjutan.

SDA merupakan salah satu potensi dan kekayaan alam yang dimiliki
oleh Bangsa Indonesia yang beragam antara satu daerah dengan daerah
lainnya. Keberagaman SDA yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia tidak
lepas dari karakteristik wilayah yang ditentukan oleh iklim khususnya
curah hujan, letak geografis, kondisi penutupan lahan, morfologi tanah
dan batuan dan lain sebagainya.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air -1-


Bagian ini akan membahas tentang ruang lingkup dan asas Pengelolaan
Sumber Daya Air (PSDA). Bagian-bagian yang akan dibahas yakni:
Bagian pertama akan membahas mengenai batasan pengertian yang
terkandung dalam PSDA, termasuk ruang lingkupnya. Bagian kedua
akan membahas tentang asas-asas PSDA termasuk beberapa hal
mengenai kebijakan PSDA di Indonesia.
Capaian pembelajaran yang diharapkan diperoleh setelah mahasiswa
mempelajari buku ajar ini adalah:
1) Mampu membedakan pengertian dan ruang lingkup antara
pengelolaan sumber daya air, sumber daya air, sumber air, daya
air dan air.
2) Mampu membedakan dan menjelaskan tentang asas-asas PSDA di
Indonesia.
3) Mampu menjelaskan tentang sejauhmana implementasi kebijakan
PSDA di Indonesia, serta masalah/tantangan yang dihadapi serta
jaan keluarnya.

B. PENYAJIAN

B.1. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP

Untuk memahami secara baik tentang konsep ‘pengelolaan’ SDA


maka perlu untuk diketahui beberapa pengertian dalam SDA yang
sering disamakan atau bahkan disalahpahami, yakni antara
pengembangan SDA, perencanaan SDA dan pengelolaan SDA yang
masing-masing memiliki batasan dan ruang lingkup yang berbeda.
Menurut Wiyono (2000) perbedaan ruang lingkup dan pengertiannya
adalah sebagai berikut:

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air -2-


1) Pengembangan Sumber Daya Air atau Water Resources
Development (WRD) adalah bidang ilmu yang mengkaji
tentang aktivitas fisik dalam rangka meningkatkan
kemanfaatan air untuk suplai air, irigasi, pengendalian banjir,
produksi energi, rekreasi, perikanan, dan lainnya

2) Perencanaan Sumber Daya Air atau Water Resources Planning


(WRP) adalah bidang ilmu yang mengkaji tentang
perencanaan pengembangan dan alokasi dari sumber daya air
(sektoral dan intersektoral), mencocokkan ketersediaan dan
kebutuhan air; dengan pertimbangan tujuan, batasan, dan
kepentingan nasional.

3) Pengelolaan Sumber Daya Air atau Water Resources


Management (WRM) adalah bidang ilmu yang mengkaji
keseluruhan teknik, lembaga, manajerial, peraturan dan
aktivitas operasional untuk merencanakan, mengembangkan,
mengoperasikan dan mengelola sumber daya air.

Dengan demikian maka pengelolaan sumber daya air (WRM)


mencakup ruang lingkup yang lebih luas dari pengembangan sumber
daya air (WRD) dan perencanaan sumber daya air (WRP), karena ia
meliputi keseluruhan aspek teknik dan manajemen yang terkandung
dalam sumber daya air. Sehubungan dengan itu maka dalam
keseluruhan bagian buku ajar ini juga akan membahas aspek teknik dan
manajemen dalam PSDA sehingga dapat memberikan pemahaman
yang komprehensif kepada para pembaca.
Selanjutnya, pengelolaan sumber daya air melingkupi area sebagai
berikut:

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air -3-


a) Pengelolaan daerah tangkapan hujan (watershed
management).
b) Pengelolaan kuantitas air (water quantity management).
c) Pengelolaan kualitas air (water quantity manajement).
d) Pengendalian banjir (flood control manajement).
e) Pengelolaan lingkungan sungai (river environtment
management).
1) Pengelolaan menyeluruh dan terpadu infrastruktur keairan
yang meliputi:
a) Sistem penyediaan air, termasuk di dalamnya waduk,
penampangan air, jaringan transmisi dan distribusi,
fasilitas pengelolaan air (treatment plant)
b) Sistem pengelolaan air limbah (waste water), termasuk di
dalamnya fasilitas pengumpul, pengolahan, fasilitas
pembuangan, sistem daur ulang.
c) Fasilitas pengelolaan limbah (solid-waste management).
d) Falisitas pengendalian banjir, drainase dan irigasi.
e) Fasilitas lintas air dan navigasi.
f) Sistem kelistrikan PLTA.
Selain batasan pengertian dan lingkup PSDA tersebut di atas,
selanjutnya beberapa pengertian yang berkaitan dengan PSDA yang
perlu untuk diperhatikan adalah sebagai berikut:
1) Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi
kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya
air, dan pengendalian daya rusak air.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air -4-


2) Prasarana sumber daya air adalah bangunan air beserta bangunan
lain yang menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik
langsung maupun tidak langsung.
3) Pengelola sumber daya air adalah institusi yang diberi wewenang
untuk melaksanakan pengelolaan sumber daya air.
4) Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan
serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar
senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai
untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu
sekarang maupun yang akan datang.
5) Pendayagunaan sumber daya air adalah upaya penatagunaan,
penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan
sumber daya air secara optimal agar berhasil guna dan berdaya
guna.
6) Pengendalian daya rusak air adalah upaya untuk mencegah,
menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan
yang disebabkan oleh daya rusak air.\
7) Daya rusak air adalah daya air yang dapat merugikan kehidupan.

B.2. SUMBER DAYA AIR DAN KOMPONENNYA

Membahas mengenai sumber daya air, dalam UU No. 7 Tahun 2004


Pasal 1 poin 5, menyebutkan bahwa sumber daya air adalah air, sumber
air, dan daya air yang terkandung di dalamnya, sedangkan sumber air
adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat
pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah.

Selanjutnya Pasal 35, menyebutkan sumber daya air meliputi: (a) air

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air -5-


permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air permukaan
lainnya, (b) air tanah pada cekungan air tanah, (c) air hujan, dan (d) air
laut yang berada di darat.

Komponen sumber daya air dapat dijelaskan pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1. Sumber daya air dan komponennya (Sumber: Kodoatie


dan Sjarief, 2010)

Kodoatie dan Sjarief (2010), memberikan batasan pengertian sebagai


berikut:

a) Sumber Daya Air adalah air, sumber air, dan daya air yang
terkandung di dalamnya.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air -6-


b) Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di
bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air
permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di
darat.
c) Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada
permukaan tanah.
d) Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau
batuan di bawah permukaan tanah.
e) Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan
yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan
tanah.
Menurut Arwin (2009), Sumber air adalah sumber daya alam
yang diperbaharui melalui siklus hidrologi, tergantung iklim
dan tutupan lahan membentuk rezim hidrologi (tercatat time
series data) dimana komponennya berkarakter acak dan
stokastik, pembuangan air ke laut pada kemiringan landai
merupakan fenomena deterministik.
f) Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau
pada sumber air yang dapat memberikan manfaat ataupun
kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta
lingkungannya.

Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa pengelolaan sumber


daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan
mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.

Air sebagai bagian dari sumber daya alam adalah merupakan bagian
dari ekosistem. Karena itu pengelolaan sumber daya air memerlukan
pendekatan yang integratif, komprehensif dan holistik yakni hubungan
timbal balik antara teknik, sosial dan ekonomi serta harus berwawasan

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air -7-


lingkungan agar terjaga kelestariannya. Pertemuan-pertemuan tingkat
dunia yang dimulai di Dublin dan Rio de Janeiro tahun 1992 sampai
World Water Forum di Den Haag tahun 2000, menekankan hal
tersebut.

Keberadaan dan fungsi air berkaitan dengan semua segi kehidupan


manusia dan makluk hidup lainnya, oleh karena itu maka air
merupakan faktor yang mempengaruhi jalannya pembangunan
berbagai sektor kehidupan manusia.

B.3. ASAS DAN PRINSIP PENGELOLAAN SUMBER DAYA


AIR

Untuk menjamin keberlanjutan ketersedian air yang layak dari sisi


kualitas, kuantitas dan kontinuitas maka sumber daya air perlu dikelola
berdasarkan asas: kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum,
keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi
dan akuntabilitas. Pengelolaannya harus dilakukan secara menyeluruh,
terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan
mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk
sebesar besar kemakmuran rakyat. Dalam pemanfaatan sumber daya
air, ia harus mencakup tiga fungsi penting yang saling berkaitan yakni
sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi. Sehubungan dengan itu maka,
pemanfaatan sumber daya air harus dapat dinikmati secara merata oleh
setiap manusia tanpa ada monopoli yang merugikan, namun tetap
memperhatikan kelestarian lingkungan hidup, dan disisi lain sumber
daya air juga akan memiliki fungsi ekonomi yang akan dipakai sebagai
modal untuk keberlanjutannya.

Dari sejumlah asas dalam pengelolaan sumber daya air sebagaimana


disebutkan di atas, selanjutnya dapat dikerucutkan menjadi tiga aspek

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air -8-


pokok yang merupakan prinsip dalam PSDA, yakni aspek: (1)
pemanfaatan, (2) pelestarian dan (3) perlindungan. Penjelasan terhadap
ketiga aspek pokok PSDA ini adalah sebagai berikut:

1. Aspek pemanfaatan. Aspek ini menjadi fokus perhatian karena


kebutuhan akan air terjadi pada seluruh aspek kehidupan manusia
dan juga makluk hidup lainnya yang tidak ada substitusinya.
Lampu listrik ada subsitusinya jika tidak tersedia dengan
menggunakan lampu minyak tanah, obor dan sejenisnya. Namun
jika tidak ada air maka tidak ada subsitusinya dan karena itu tidak
ada kehidupan. Dalam kenyataan di lapangan, aspek pemanfaatan
cenderung menjadi hal yang paling utama tanpa memperhatikan
daya dukung dan keseimbangan lingkungan, atau kurang
diperhatikannya aspek pelestarian an pengedalian. Ketika masalah
lingkungan terjadi akibat dampak pemanfaatan yang tidak
terkendali, baru menyadarkan manusia atas kelestariannya.

Gambar 1.2. Salah satu segi pemanfaatan air untuk kebutuhan air
minum masyarakarat (Sumber: Messakh, dkk. 2015)

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air -9-


2. Aspek pelestarian. Aspek pelestarian menjadi factor penting
pemanfaatan air yang berkelanjutan dalam ruang dan waktu. Oleh
karena itu perlu dijaga kelestarian air dengan berbagai upaya baik
dengan upaya teknis dan non-teknis, segi kuantitas maupun
kualitasnya. Menjaga kelestrarian daerah tangkapan air hujan di
bagian hulu maupun hilir adalah salah satu bagian dari
pengelolaan, sehingga tidak terjadi ekstrimitas debit air yang besar
antara musim kemarau dan musim hujan. Menjaga kualitas air
salah satunya dengan menjaga air dari pencemaran akibat limba
rumah tangga maupun industri.

Gambar 1.3. Konservasi air berdampak pada ketersediaan air yang


berkelanjutan dalam ruang dan waktu (Sumber: Google
Image)

3. Aspek pengendalian. Air selain memiliki manfaat yang besar bagi


manusia dan makluk hidup lainnya juga memiliki daya rusak baik
secara fisik maupun kimiawi. Badan air berupa sungai, saluran dan

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 10 -


sebagainya sering menjadi tempat pembuangan berbagai macam
limbah, baik berupa limbah cair (limbah rumah tangga dan
industri), maupun limbah padat berupa sampah. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya pencemaran yang akan mengakibatkan
gangguan terhadap hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.
Sehubungan dengan itu maka dalam PSDA tidak boleh dilupakan
adalah pengendalian terhadap daya rusak air yang berupa banjir
maupun pencemaran (Gambar 1.4).

Gambar 1.4. Ilustrasi pencemaran air oleh limbah industri


(Sumber: Google Image)

Dalam PSDA, ketiga aspek pokok tersebut haruslah menjadi satu


kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Apabila
salah satu aspek dilupakan maka akan mengakibatkan kelestarian
pemanfaat air terganggu bahkan bisa membawa dampak yang
buruk. Jika kita kurang benar dalam mengelola sumberdaya air,
tidak hanya saat ini kita akan menerima akibat, tetapi juga generasi
mendatang.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 11 -


B.4. KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

Pengelolaan sumber daya air pada dasarnya berupa pemanfaatan,


perlindungan dan pengendalian sebagaimana tekah disebutkan pada
bagian sebelumnya. Dalam implementasinya PSDA perlu
dilaksanakan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut yakni
harus dilaksanakan secara terpadu (multi sektor), menyeluruh (hulu-
hilir, kualitas-kuantitas), berkelanjutan (antar generasi), berwawasan
lingkungan (konservasi dengan wilayah sungai yang merupakan satuan
wilayah hidrologis) sebagai kesatuan pengelolaan. Satu sungai, satu
rencana, satu pengelolaan terpadu dengan memperhatikan sistem
pemerintahan yang disentralisasi:
a) Satu sungai dalam artian Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan
kesatuan wilayah hidrologis yang dapat mencakup wilayah
administratif yang ditetapkan sebagai satu kesatuan wilayah
fasislitas yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
b) Dalam satu sungai hanya berlaku satu rencana induk dan satu
rencana kerja yang terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan.
c) Dalam satu sungai diterapkan satu sistem pengelolaan yang dapat
menjamin keterpaduan kebijaksanaan strategis dan perencanaan
operasional dari hulu sampai hilir
Pengelolaan sumberdaya air secara nasional harus dilakukan secara
holistik, terencana dan berkelanjutan, berdasarkan UUD 45 pasal 33
yang berbunyi: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai negara untuk digunakan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyar”. Yang dalam implemantasinya memperhatikan
hal-hal berikut:

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 12 -


a) Pengelolaan SDA yang dilakukan secara terdesentralisasi dengan
tetap memperhatikan satuan wilayah daerah pengaliran sebagai
satu kesatuan ekosistem yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
b) Pendayagunaan sumberdaya air harus berdasar prinsip partisipasi
dan konsultasi pada masyarakat di setiap tingkat dan mendorong
pada tumbuhnya komitmen bersama antar pihak terkait (stake
holders) dan penyelenggara aktifitas-aktifitas yang layak secara
nasional.
c) Pendayagunaan sumber air yang berhasil, memerlukan komitmen
untuk mengembangkan dan pengelolaan secara berkelanjutan
dengan pemantauan, evaluasi, penelitian dan pembelajaran pada
berbagai tingkat untuk menjawab secara efektif kebutuhan yang
berkembang di tingkat nasional, proyek, daerah layanan dan
wilayah administrasi.
d) Masyarakat yang memperoleh manfaat atas pengelolaan
sumberdaya air (pemanfaatan pengalokasian atau pendistribusian,
perlindungan, pengendalian) secara bertahap wajib menanggung
biaya pengelolaan, dan lain sebagainya.
Kebijakan yang perlu dilakukan dalam rangka keberlanjutan SDA
di Indonesia, meliputi direct dan undirect, sebagai berikut (Arwin,
2010).
Direct (langsung) adalah kebijakan dalam PSDA yang dilakukan
melalui penerbitan peraturan perundangan dalam rangka pemanfaatan
dan pengendalian air. Beberapa peraturan perundangan yang mengatur
tentang sumber daya air diantaranya adalah sebagai berikut:
a) UUD 45 Pasal 33 ayat 3: Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai negara untuk digunakan sebesar-
besarnya kemakmuran rakyar. Makna yang terdapat dalam pasal

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 13 -


tersebut adalah menjamin kaidah-kaidah keadilan dan pemerataan,
serta mencegah monopoli pemanfaatan air dan sumber air oleh
pihak tertentu. Sehingga air perlu dimanfaatkan dan digunakan
dengan sebaik-baiknya.
a) Undang-undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang.
b) UU Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
c) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 18 Ayat 2
yang menyatakan bahwa : ‘…..luas hutan suatu wilayah minimal
30% dengan sebaran yang proporsional’.
d) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2001 tentang Kualitas
Air, dimana kelas 1 diperuntukan untuk air baku minum.
e) PP Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM). Pasal 8 ayat 2: Pemerintah
(pusat dan daerah) menjamin ketersediaan air baku (kuantitas dan
kualitas) memenuhi baku mutu air. Diperbaharui dalam PP Nomor
122 Tahun 2015 tentang SPAM.
f) PP Nomor 37 Tahun 2010 Bendungan, Pasal 44: Pola operasi
waduk terdiri atas pola operasi : tahun kering; tahun normal; dan
tahun basah dan pasal 45 ayat 5 . Pola operasi waduk harus ditinjau
kembali dan dievaluasi paling sedikit 1 (satu) kali dalam waktu 5
(lima) tahun.
g) PP RI No. 42 Tahun 2008 tentang PSDA, pasal 69 menyebutkan
bahwa penyediaan sumber daya air dilakukan berdasarkan prinsip
mengutamakan penyediaan air untuk pemenuhan kebutuhan pokok
sehari-hari dan irigasi bagi pertanian rakyat
h) PP No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi Pasal 36 Ayat 2 memberikan

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 14 -


ruang bagi adanya pemanfaatan air irigasi untuk pemenuhan
kebutuhan air baku air minum.
i) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18 /PRT/M/2007, dll

Kebijakan yang berikut adalah: un-direct (tidak langsung) dilakukan


dengan memberikan insentif kepada masyarakat/individu/lembaga
yang merawat dan memperhatikan keberlanjutan air dan sumber air
degan cara pemberian penghargaan (reward) atau keringanan misalnya
dalam pengurusan ijin usuha dan pengenaan pajak. Intinya ada
penghargaan terhadap setiap usaha yang dilakukan untuk menjaga
kelestarian air dan sumber air serta komponen-komponennya.
Berikutnya adalah adanya dis-insentif (pinalti, denda) kepada para
pelanggar hukum/aturan yang merusak fungsi ruang hidrologi yang
dapat menyebabkan pencemaran air dan masalah dalam kuantitas dan
kontinuitas ketersediaan air bagi kehidupan manusia.

B.5. RANGKUMAN
1) Pengelolaan sumber Daya Air (water resources management)
mencakup keseluruhan aspek teknik dan non-teknis yang berkaitan
dengan sumber daya air yang lebih luas kajiannya dibanding
dengan perencanaan (design) ataupun pengembangan
(development).
2) Sumber daya air perlu dikelola berdasarkan asas kelestarian,
keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian,
keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.
3) Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan
berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan
kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 15 -


besar kemakmuran rakyat.
4) Sumber daya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup, dan
ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras.
5) Kebijakan yang perlu dilakukan dalam rangka keberlanjutan
SDA di Indonesia, meliputi direct dan undirect. Direct
(langsung) adalah kebijakan dalam PSDA yang dilakukan melalui
penerbitan peraturan perundangan dalam rangka pemanfaatan dan
pengendalian air. Sedangkan un-direct (tidak langsung) dilakukan
dengan mmemberikan insentif (keringanan) dan dis-insentif
(pinalti, denda)

DAFTAR PUSTAKA
1. Arwin (2009): Perubahan Iklim, Konversi Lahan dan Ancaman
Banjir dan Kekeringan di Kawasan Terbangun - Pidato Guru
Besar di Majelis Guru Besar ITB Bandung, disampaikan pada
rapat majelis guru besar ITB Bandung pada tanggal 27 Februari
2009.
2. Arwin (2010): Tren Global Pembangunan Infrastuktur Sumber
Daya Air yang Berkelanjutan. Makalah: Diskusi Pakar Perumusan
Kebijakan Eco-Efficient Water Infrastructure Indonesia.
Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/BAPPENAS, Jakarta.
3. Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XII/2013
tentang Pembatalan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010
Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air.
5. Kodoatie, R.J., dan Sjarief, R. (2010): Tata Ruang Air, Penerbit
Andi, Yogyakarta.
6. Messakh J J, Arwin, Hadihardaja I K., dan Chalik A A (2015). A
study on fulfillment of drinking water need of people in semi-arid

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 16 -


areas in Indonesia. Journal of People and Environment. 22 (3) 271-
80
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2015
Tentang Sistem Penyediaan Air Minum.
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005
tentang Sistem Penyediaan Air Minum.
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2006
tentang Irigasi.
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2010
tentang Bendungan.
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sumber Daya Air.
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air
13. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
14. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.
15. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
16. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
17. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
18. UNDP (2008): Human Development Report (HDP) 2007/2008.
19. UNEMG (2011): Global Drylands: A UN System Wide Respons,
United Nations Environment Management Group, New York.
20. Wiyono, A. (2000): Pengembangan Sumber Daya Air, Penerbit
ITB: Bandung.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 17 -


C. PENUTUP
C.1. LATIHAN
Baca secara berulang dan cermat mengenai bahasan mengenai ”Ruang
Lingkup dan Asas Pengelolaan Sumber Daya Air” yang telah
dipaparkan di atas serta dalami melalui Daftar Pustaka yang telah
dicantumkan atau referensi ilmiah lainnya. Diskusikan bersama teman
dan/atau dosen mengenai hal-hal yang kurang dimengerti.
C.2. TES DAN KUNCI
Tes
Bacalah secara rinci soal di bawah ini dan jawablah secara tepat.
1) Jelaskan perbedaan ruang lingkup antara: pengelolaan sumber
daya air, pengembangan sumber daya air dan perencanaan
sumber daya air
2) Jelaskan pendapat anda, apakah asas-asas pengelolaan sumber
daya air sudah diterapkan secara tepat dalam kehidupan kita?
3) Sejauhmana implementasi kebijakan PSDA di Indonesia, serta
masalah/tantangan yang dihadapi serta jalan keluarnya.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 18 -


Kunci
(Hanya menjadi acuan jawaban, tidak menjadi rumusan yang baku,
bisa dilakukan pengembangan sesuai pendapat orisinal dari
mahasiswa/pembaca).
1) Perbedaan ruang lingkup antara: pengelolaan sumber daya air,
pengembangan sumber daya air dan perencanaan sumber daya
air adalah sebagai berikut:
a) Pengembangan Sumber Daya Air atau Water Resources
Development (WRD) adalah bidang ilmu yang mengkaji
tentang aktivitas fisik dalam rangka meningkatkan
kemanfaatan air untuk suplai air, irigasi, pengendalian
banjir, produksi energi, rekreasi, perikanan, dan lainnya
b) Perencanaan Sumber Daya Air atau Water Resources
Planning (WRP) adalah bidang ilmu yang mengkaji
tentang perencanaan pengembangan dan alokasi dari
sumber daya air (sektoral dan intersektoral), mencocokkan
ketersediaan dan kebutuhan air; dengan pertimbangan
tujuan, batasan, dan kepentingan nasional.
c) Pengelolaan Sumber Daya Air atau Water Resources
Management (WRM) adalah bidang ilmu yang mengkaji
keseluruhan teknik, lembaga, manajerial, peraturan dan
aktivitas operasional untuk merencanakan,
mengembangkan, mengoperasikan dan mengelola sumber
daya air.
2) Asas pengelolaan sumber daya air adalah asas kelestarian,
keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan
keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan
akuntabilitas. Pelaksanaannya belum sepenuhnya ditaati di

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 19 -


Indonesia yang dibuktikan dengan masih banyaknya masalah
yang berkaitan dengan PSDA yang terjadi, diantaranya
adanya: pembalakan liar di kawasan sumber air dan daerah
tangkapan air; masalah dalam pengelolaan sumber air antara
daerah administrasi; belum adanya keterpaduan dalam
pengelolaan DAS sebagai satu kesatuan ekosistem, namun
masih berdasarkan batasan wilayah administrasi, dll.
3) Implementasi kebijakan PSDA di Indonesia masih
menghadapi pergumulan yang berat dalam kenyataannya.
Aturan tertulis dalam bentuk peraturan perundangan, baik
pada tataran nasional maupun daerah, sudah banyak
dihasilkan, namun seringkali bermasalah dalam
implementasinya yang dilakukan tidak secara murni dan
konsekuen. Diperlukan keberanian tanpa terkungkung oleh
kepentingan-kepentingan pribadi/ golongan bagi para
penyelenggara negara dan penegak hukum supaya kebijakan
mengenai PSDA di Indonesia dan berbagai daerah dapat
dilaksanakan secara baik.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 20 -


BAB 2
AIR DAN SIKLUS HIDROLOGI

A. PENDAHULUAN

Air merupakan kebutuhan dasar bagi seluruh kehidupan, baik


manusia, binatang, maupun tumbuh-tumbuhan, yang tidak dapat
digantikan substansi lainnya. Ketersediaan air merupakan salah satu
persyaratan mendasar bagi kehidupan manusia. United Nations
Development Programme (UNDP) (2006) menjelaskan bahwa
manusia memerlukan air bagaikan memerlukan oksigen, tanpa air,
hidup tidak bisa berlangsung.
Keberadaan dan keberlanjutan air di dunia ini terjadi dalam suatu siklus
yang dinakaman siklus hidrologi. Siklus hidrologi unik pada setiap
wilayah karena dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya yang
paling menonjol adalah faktor iklim (climate) dan penutupan lahan
(land cover). Pemahaman tentang siklus hidrologi akan menjadi bagian
penting dalam pengelolaan sumber daya air (PSDA) yang
berkelanjutan.
Bagian ini akan membahas mengenai Air dan Siklus Hdrologi yang
meliputi: Bagian pertama akan membahas mengenai air dan
klasifikasinya, fungsi penting air dan distribusi air di bumi. Bagian
kedua akan membahas mengenai siklus hidrologi, yakni mengenai
jenis-jenis siklus hidrologi, proses terjadinya dan komponen-
komponen dalam siklus tersebut.
Capaian pembelajaran yang diharapkan diperoleh setelah mahasiswa
mempelajari buku ajar ini adalah:
1) Mampu memberikan definisi tentang air dan klasifikasinya.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 21 -


2) Mampu membedakan dan menjelaskan tentang siklus
hidrologi sebagai bagian penting PSDA.
3) Mampu menjelaskan tentang komponen utama siklus
hidrologi dalam bingkai PSDA.

B. PENYAJIAN
B.1. AIR

Air adalah semua air yang terdapat pada di atas, atau di bawah
permukaan tanah termasuk air permukaan, air tanah, air hujan dan air
laut. Menurut Kodoati dan Sjarief (2010), air merupakan sumber daya
alam yang paling unik jika dibandingkan dengan sumber daya lain
karena sifatnya yang terbarukan dan dinamis. Artinya sumber utama
air yang berupa hujan akan selalu datang pada musimnya sesuai dengan
waktu. Namun, pada kondisi tertentu, air bisa bersifat tak terbarukan,
misal pada kondisi geologi tertentu dimana proses perjalanan air tanah
memerlukan waktu ribuan tahun, sehingga bila pengambilan air tanah
dilakukan secara berlebihan akan habis.
Air merupakan elemen yang paling melimpah di atas bumi, di mana
70% permukaan bumi ditutupi air, dengan volume sekitar
1.385.984.610 km3 (Unesco, 1978 dikutip Chow dkk., 1988). Hanya
sebagian kecil saja dari jumlah tersebut yang benar-benar dapat
dimanfaatkan, yaitu sekitar 0,003% (Chow dkk., 1988; Sanim, 2011).

Dari seluruh sumber daya air di bumi, hanya tiga persen yang
merupakan air tawar, dan dua pertiganya berada dalam kondisi beku di
es kutub dan gletser. Seperlima dari satu persennya berada di lokasi
yang tidak terjangkau atau tidak bisa dimanfaatkan (misal air yang
mengalir sebagai banjir akibat hujan deras). Kurang lebih hanya 0,08
persen dari total air tawar yang mampu dimanfaatkan oleh manusia dan

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 22 -


kebutuhan tersebut terus berkembang untuk berbagai kebutuhan.

Gambar 2.1, Gambar 2.2 dan Gambar 2.3 berikut ini akan
menggambarkan tentang komposisi air di muka bumi, yang dapat
memberikan gambaran kepada kita terhadap keberadaan air,
khususnya air tawar. Data ini menunjukkan bahwa air yang bisa
dimanfaatkan manusia yang jumlahnya sangat kecil sehingga
mengajarkan kita untuk memanfaatkannya secara bertanggung jawab
dan terus melakukan upaya konservasi untuk menjaga
keberlanjutannya.

Gambar 2.1. Visualisasi distribusi air di bumi berdasarkan volume.


Setiap satu kubus kecil mewakili 1000 km kubik air.
Jumlah total sebanyak satu juta kubus kecil (Sumber:
USGS - Earth's water distribution).

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 23 -


Gambar 2.2. Komposisi keberadaan air di dunia (Sumber:
https://water.usgs.gov/edu/earthwherewater.html)

Dari Gambar 2.2. dapat ddilihat bahwa, pada diagram pertama, hanya
2,5% air bumi adalah air tawar yang merupakan jumlah yang
dibutuhkan seumur hidup manusia dan makhluk hidup lainnya untuk
dapat bertahan. Diagram tengah menunjukkan komposisi keberadaan
air tawar. Hampir semuanya berada sebagai es dan di tanah. Hanya
sedikit lebih dari 1,2% dari semua air tawar adalah air permukaan, yang
melayani sebagian besar kebutuhan hidup. Diagram kanan
menunjukkan distribusi air permukaan. Sebagian besar air ini dikurung
dalam es, dan 20,9% lainnya ditemukan di danau. Sungai membentuk
0,49% air permukaan. Meskipun sungai hanya menyumbang sejumlah
kecil air tawar, di sinilah manusia mendapatkan sebagian besar airnya.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 24 -


Gambar 2.3. Keberadaan air di dunia
(Sumber: https://water.usgs.gov/edu/earthwherewater.html )
Keterangan:
Lingkaran menunjukkan:
1) Semua air (berdiameter 860 mil)
2) Air cair segar di tanah, danau, rawa, dan sungai (berdiameter
169,5 mil), dan
3) Danau air tawar dan sungai (berdiameter 34,9 mil).

Perhatikan gelembung kecil, ini mewakili semua air tawar di danau dan
sungai. Air dalam gelembung itu memiliki tanggung jawab besar untuk
memenuhi sebagian besar kebutuhan manusia dan hewan.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 25 -


B.2. SIKLUS HIDROLOGI

Air tersebar secara tidak merata di atas bumi, sehingga ketersediaannya


disuatu tempat akan sangat bervariasi menurut waktu. Ketersediaan air
yang terbatas berlangsung dalam suatu siklus yang menjamin air
senantiasa tersedia sepanjang waktu dan proses ini membentuk suatu
sistem yang disebut siklus hidrologi. Siklus air disebabkan oleh adanya
proses-proses yang mengikuti gejala meteorologis dan klimatologis
(Asdak, 2002; Kodoatie dan Sjarief, 2010). Siklus hidrologi yang
merupakan suatu sistem terdiri atas komponen masukan (input) antara
lain presipitasi, dan infiltrasi. Komponen keluaran (output) terdiri dari
aliran air permukaan, dan aliran air tanah. Komponen ketiga adalah
simpanan (storage) yang dapat berupa air tanah dangkal dan dalam.
Ketiga komponen ini selalu berubah-ubah atau bersifat dinamis, namun
keberadaan air di bumi selalu diatur oleh hukum kekekalan massa dan
kekekalan momentum (Asdak, 2002; Arwin, 2010; Indarto, 2011).

Komponen utama siklus hidrologi adalah hujan dan debit merupakan


parameter penting dalam input perencanaan infrastruktur sumber daya
air dan pengelolaannya (Arwin, 2009). Siklus hidrologi sangat
tergantung oleh iklim yang dipengaruhi oleh faktor kosmik, regional
dan lokal (tutupan lahan) (Arwin, 2011). Saat ini telah terjadi degradasi
rezim hidrologi yang menyebabkan terjadinya ekstrimitas debit air,
yaitu terjadinya kekeringan di musim kering dan terjadinya ancaman
banjir di musim basah (Kodoatie dan Sjarief, 2010; Arwin, 2011;
Indarto, 2011). Oleh karena itu maka pengelolaan sumber daya air
adalah sub-bagian dari pengelolaan siklus air.

Untuk keberlanjutan pengelolaan sumber daya air, maka Arwin (2009)


merumuskan visi sumber daya air yakni sumber air sebagai sumber
daya alam yang dapat diperbaharui melalui siklus hidrologi,

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 26 -


dipengaruhi iklim atau tergantung faktor iklim dan tutupan lahan
membentuk rezim hidrologi (tercatat time series data) dimana
komponennya berkarakter acak dan stokastik, pembuangan air ke laut
pada kemiringan landai merupakan fenomena deterministik. Misi
adalah pengembangan infrastruktur sumber daya air berkelanjutan.

Dalam pemahaman yang utuh terhadap siklus hidrologi maka beberapa


ahli mengemukakan pendapatnya tentang hidrologi sebagai berikut.
Arwin (2010) menjelaskan bahwa hidrologi adalah ilmu yang
memperlajari pergerakan air di muka bumi baik kuantitas maupun
kualitas air dalam ruang dan waktu dimana komponen siklus hidrologi
merupakan variabel acak dan fenomena stokastik. Menurut Indarto
(2011), hidrologi adalah ilmu bumi yang mempelajari sifat dan
karakteristik air, kejadian, distribusi dan gerakan air. Menurut Federal
Council for Science and Technology USA (1959) dikutip Hadisusanto
(2010), mendefinisikan hidrologi sebagai ilmu yang mempelajari
masalah air, kejadiannya, peredaran dan distribusinya, sifat alam dan
kimianya, serta reaksinya terhadap lingkungan dan hubungannya
dengan kehidupan. Dari pendapat para ahli tersebut, dapat dikatakan
bahwa hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk-beluk air,
baik kejadian, peredaran dan segala karakteristiknya, kualitas dan
kuantitas dalam ruang dan waktu.

Siklus hidrologi dapat digambarkan prosesnya secara sederhana


sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 27 -


I

Gambar 2.4. Model sederhana dari siklus hidrologi (Arwin, 2009)

Gambar 2.4 menjelaskan bahwa, hujan (P) yang jatuh ke bumi,


sebagian akan terinfiltrasi ke dalam tanah (I), menjadi aliran
permukaan yang keluar ke badan air (B*) sebagai mata air dan sungai
dengan debit tertentu (Q) serta aliran yang terus merembes masuk ke
dalam tanah menjadi aliran air tanah (B**). Sebagian curah hujan akan
menjadi aliran permukaan/run off (R), yang lainnya akan mengalami
proses evaporasi (E). Siklus ini akan terjadi secara terus menerus dan
dinamakan, siklus hidrologi (Soewarno, 2000; Arwin, 2009).

Karakter air permukaan lebih independen daripada air tanah.


Ketersediaan air tanah dapat diprediksi menggunakan pendekatan
empiris dengan persamaan neraca air. Dari hukum kekekalan massa
air, ketersediaan sumber air sangat tergantung sejauh mana massa air
hujan tersimpan menjadi cadangan air tanah, sehingga persamaan
ketersediaan air dapat dituliskan sebagai berikut (Persamaan 2.1 dan
2.2) (Arwin, 2009):
S = P – R – E – B* - B** …..…………………… (2.1)

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 28 -


S = I – E – B* - B** …...…………………… (2.2)
dimana :
S = water storage (penyimpanan air tanah)
P = presipitasi (curah hujan)
R = run off (limpasan air permukaan)
I = infiltrasi (komponen air hujan yang meresap ke dalam
tanah)
E = evapotranspirasi
B = base flow (mata air dan limpasan air tanah)

Komponen-komponen hidrologi yang terpengaruh akibat perubahan


iklim serta faktor regional dan lokal seperti, hujan (P) dan debit air (Q).
Pengaruh tersebut tercatat melalui pos‐pos pengamatan komponen
siklus hidrologi (Arwin, 2010, Asdak, 2002; Soewarno, 2000 dan
Wilson, 1993). Dari arsip data hidrologi sebagai input data, dapat
dianalisa fenomena degradasi rezim hidrologi (Arwin, 2009).

Komponen dalam siklus hidrologi tersebut dapat bersifat stokastik


(acak) dan ada pula yang bersifat deterministik (dapat diperkirakan).
Pada umumnya komponen masukan bersifat stokastik. Oleh sebab itu,
kejadiannya tidak dapat diperkirakan oleh manusia, sedangkan
komponen keluaran dan simpanan dipengaruhi oleh aktivitas manusia
sehingga kejadiannya dapat diperkirakan dan dikendalikan oleh
manusia (Asdak, 2002; Arwin, 2010).

Defisi yang sama juga disampaikan oleh Arsyad (2012); Indarto


(2011); Hadisusanto (2010); Soewarno (2000) bahwa siklus hidrologi
merupakan gerakan air laut ke udara dalam bentuk uap yang
diakibatkan oleh panas matahari yang kemudian dibawa kedaratan oleh
angin dan kemudian jatuh sebagai hujan ke permukaan tanah. Air hujan
yang jatuh ke permukaan tanah tersebut ada yang mengalir ke

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 29 -


permukaan tanah dan ada yang masuk ke dalam tanah dan menjadi air
tanah, air-air tersebut nantinya juga akan kembali menuju laut lagi dan
terjadi penguapan kembali oleh matahari.

Gambar 2.5. Siklus Hidrologi (Sumber: Google Image)

Keterangan :
1. Penguapan 6. Aliran permukaan
2. Awan hujan 7. Aliran antara
3. Penguapan kembali 8. Infiltrasi
4. Hujan 9. Perkolasi
5. Aliran limpasan 10. Aliran air tanah

Proses terjadinya siklus hidrologi melalui beberapa tahapan


diantaranya:

1. Evaporasi. Siklus hidrologi di awali oleh terjadinya penguapan


air yang ada dipermukaan bumi. Air-air yang tertampung di
badan air seperti danau, sungai, laut, sawah, bendungan atau
waduk berubah menjadi uap air karena adanya panas matahari.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 30 -


Evaporasi mengubah air berwujud cair menjadi air berwujud gas
sehingga memungkinkan untuk naik ke atmosfer bumi.

2. Transpirasi. Penguapan air juga dapat berlangsung di jaringan


makhluk hidup, seperti hewan dan tumbuhan. Penguapan
semacam ini dikenal dengan istilah transpirasi. Sama seperti
evaporasi, transpirasi juga mengubah air yang berwujud cair
dalam jaringan makhluk hidup menjadi uap air dan
membawanya naik ke atas menuju atmosfer. Akan tetapi, jumlah
air yang menjadi uap melalui proses transpirasi umumnya jauh
lebih sedikit.

3. Evapotranspirasi. Evapotranspirasi adalah penguapan air


keseluruhan yang terjadi di seluruh permukaan bumi, baik yang
terjadi pada badan air dan tanah, maupun pada jaringan makhluk
hidup. Evapotranspirasi merupakan gabungan antara evaporasi
dan transpirasi.

4. Sublimasi. Sublimasi adalah proses perubahan es di kutub atau


di puncak gunung menjadi uap air tanpa melalui fase cair
terlebih dahulu. Meski sedikit, sublimasi juga tetap
berkontribusi terhadap jumlah uap air yang terangkut ke atas
atmosfer bumi melalui siklus hidrologi panjang. Akan tetapi,
dibanding melalui proses penguapan, proses sublimasi
dikatakan berjalan sangat lambat.

5. Kondensasi. Ketika uap air yang dihasilkan melalui proses


evaporasi, transpirasi, evapotranspirasi, dan proses sublimasi
naik hingga mencapai suatu titik ketinggian tertentu, uap air
tersebut akan berubah menjadi partikel-partikel es berukuran
sangat kecil melalui proses kondensasi. Perubahan wujud uap air

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 31 -


menjadi es tersebut terjadi karena pengaruh suhu udara yang
sangat rendah di titik ketinggian tersebut. Partikel-partikel es
yang terbentuk akan saling mendekati dan bersatu sehingga
membentuk awan. Semakin banyak partikel es yang bergabung,
awan yang terbentuk juga akan semakin tebal dan hitam.

6. Adveksi. Awan yang terbentuk dari proses kondensasi


selanjutnya akan mengalami adveksi. Adveksi adalah proses
perpindahan awan dari satu titik ke titik lain dalam satu
horizontal akibat arus angin atau perbedaan tekanan udara.
Adveksi memungkinkan awan akan menyebar dan berpindah
dari atmosfer lautan menuju atmosfer daratan.

7. Presipitasi. Awan yang mengalami adveksi selanjutnya akan


mengalami proses presipitasi. Proses presipitasi adalah proses
mencairnya awan akibat pengaruh suhu udara yang tinggi, pada
proses inilah hujan terjadi. Butiran-butiran air jatuh dan
membasahi permukaan bumi. Apabila suhu udara disekitar awan
terlalu rendah hingga berkisar < 0oC, presipitasi memungkinkan
terjadinya hujan salju.

8. Run Off. Setelah presipitasi terjadi sehingga air hujan jatuh ke


permukaan bumi, proses run off pun terjadi. Run off atau
limpasan adalah suatu proses pergerakan air dari tempat yang
tinggi ke tempat yang rendah di permukaan bumi. Pergerakan
air tersebut misalnya terjadi melalui saluran-saluran seperti
saluran got, sungai, danau, muara, laut, hingga samudra.

9. Infiltrasi. Tidak semua air hujan yang terbentuk setelah proses


presipitasi akan mengalir di permukaan bumi melalui proses run
off. Sebagian kecil di antaranya akan bergerak ke dalam pori-

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 32 -


pori tanah, merembes dan terakumulasi menjadi air tanah.
Proses pergerakan air ke dalam pori tanah ini disebut proses
infiltrasi. Proses infiltrasi akan secara lambat membawa air
tanah kembali ke laut.

B.2.2. Macam Macam Siklus Hidrologi

Berdasarkan panjang pendeknya proses yang di alaminya, siklus


hidrologi dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:

1. Siklus Hidrologi Pendek.

Siklus hidrologi pendek adalah siklus hidrologi yang tidak melalui


proses adveksi. Uap air yang terbentuk melalui siklus ini akan
diturunkan melalui hujan di daerah sekitar laut.
Berikut penjelasan singkat dari siklus hidrologi pendek ini:
a) Air laut mengalami proses evaporasi dan berubah menjadi uap
air akibat adanya panas matahari.
b) Uap air akan mengalami kondensasi dan membentuk awan.
c) Awan yang terbentuk akan menjadi hujan di permukaan laut

Gambar 2.6. Siklus hidrologi pendek (Sumber: Google Image)

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 33 -


2. Siklus Hidrologi Sedang.

Siklus hidrologi sedang adalah siklus hidrologi yang umum terjadi di


Indonesia. Siklus hidrologi ini menghasilkan hujan di daratan karena
proses adveksi membawa awan yang terbentuk ke atas daratan.

Berikut penjelasan singkat dari siklus hidrologi sedang ini:


a) Air laut mengalami proses evaporasi dan berubah menjadi uap
air akibat adanya panas matahari.
b) Uap air mengalami adveksi karena angin sehingga bergerak
menuju daratan.
c) Di atmosfer daratan, uap air membentuk awan dan berubah
menjadi hujan.
d) Air hujan di permukaan daratan akan mengalami run off menuju
sungai dan kembali ke laut.

Gambar 2.7. Siklus hidrologi sedang (Sumber: Google Image)

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 34 -


3. Siklus Hidrologi Panjang

Siklus hidrologi panjang adalah siklus hidrologi yang umumnya terjadi


di daerah beriklim subtropis atau daerah pegunungan. Dalam siklus
hidrologi ini, awan tidak langsung diubah menjadi air, melainkan
terlebih dahulu turun sebagai salju dan membentuk gletser. Berikut
penjelasan singkat dari siklus hidrologi panjang ini:
a) Air laut mengalami proses evaporasi dan berubah menjadi uap
air akibat adanya panas matahari.
b) Uap air yang terbentuk kemudian mengalami sublimasi
c) Awan yang mengandung kristal es kemudian terbentuk.
d) Awan mengalami proses adveksi dan bergerak ke daratan
e) Awan mengalami presipitasi dan turun sebagai salju.
f) Salju terakumulasi menjadi gletser.
g) Gletser mencair karena pengaruh suhu udara dan membentuk
aliran sungai.
h) Air yang berasal dari gletser mengalir di sungai untuk menuju
laut kembali.

Gambar 2.8. Siklus hidrologi panjang (Sumber: Google Image)

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 35 -


B.3. KOMPONEN UTAMA SIKLUS HIDROLOGI
B.3.1 Curah hujan
B.3.1.1. Pengertian curah hujan dan kekhasannya
Hujan adalah titik-titik air yang jatuh dari awan melalui lapisan
atmosfer ke permukaan bumi secara alami. Besar curah hujan tercatat
melalui pos hujan dalam periode menitan, jaman, harian, bulanan, dan
tahunan. Tipe hujan di suatu wilayah dipengaruhi oleh kondisi
meteorologi pada saat itu dan keadaan topografi. Ada tiga tipe hujan
yaitu: hujan konvektif, hujan orografis dan hujan frontal (Indarto,
2011, Hadisusanto, 2010)

Menurut pendapat Totok dkk. (2006), air hujan adalah air yang berasal
dari uap air yang naik ke udara menjadi awan dan dengan proses
kondensasi (perubahan uap air menjadi tetes air yang sangat kecil)
membentuk tetes air yang lebih besar, kemudian jatuh kembali ke
permukaan bumi. Pada proses transportasi terjadinya hujan, uap air
tercampur dan melarutkan gas-gas oksigen, nitrogen, karbondioksida,
debu, dan senyawa lain. Karena itulah, air hujan juga mengandung
debu, bakteri, dan berbagai senyawa yang terdapat dalam udara.
Kualitas air hujan banyak dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya.
Air hujan diduga akan mengandung lebih banyak macam gas dari pada
air tanah, terutama CO2 dan O2. Air hujan biasanya tidak mengandung
garam-garam mineral, zat-zat racun, atau zat yangdapat mengganggu
kesehatan.

Pola curah hujan di Indonesia memiliki variasi yang berbeda secara


spasial (Adrian dan Susanto, 2003), hal ini disebabkan karena
wilayahnya yang berupa kepulauan dan berada pada daerah tropis
(BPS, 2011). Keunikan iklim dan pola hujan di Indonesia juga
dipengaruhi oleh letaknya yang berada diantara dua samudera dan dua

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 36 -


benua. Unsur iklim yang menarik untuk dikaji di Indonesia adalah
curah hujan, karena tidak semua wilayah Indonesia mempunyai pola
hujan yang sama (Boerema, 1928; Aldrian dan Susanto, 2003).

Pola curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara


lain monsun, Inter-tropical Convergene Zone (ITCZ), El Nino –
Osilasi Selatan (ENSO), dan sirkulasi regional lainnya yang terdapat
di samudera Pasifik dan samudera Hindia. Menurut Boerema (1928)
serta Aldrian dan Susanto (2003) bahwa, pola curah hujan Indonesia
terbagi menjadi tiga daerah utama, yaitu: (i) daerah monsunal (tipe A)
merupakan pola yang dominan di Indonesia, karena melingkupi hampir
seluruh wilayah Indonesia. Daerah tersebut memiliki satu puncak pada
bulan November-Maret (NDJFM) dipengaruhi oleh monsun barat laut
yang basah dan satu palung pada bulan Mei-September (MJJAS)
dipengaruhi oleh monsun tenggara yang kering, sehingga dapat
dibedakan dengan jelas antara musim kemarau dan musim hujan, (ii)
daerah ekuatorial (tipe B) mempunyai dua puncak pada bulan Oktober-
November (ON) dan pada bulan Maret-Mei (MAM). Pola ini
dipengaruhi oleh pergeseran ke utara dan selatan dari ITCZ atau titik
equinox (kulminasi) matahari, dan (iii) daerah iklim lokal (tipe C)
mempunyai satu puncak pada bulan Juni-Juli (JJ) dan satu palung pada
bulan November-Februari (NDJF). Pola ini merupakan kebalikan dari
pola A. Menurut Boerema (1928), daerah tipe A dipengaruhi oleh
monsun, tipe B oleh ekuinoks, sedangkan tipe C merupakan
superposisi sistem sirkulasi walker, siklon tropis samudra pasifik dan
kondisi lokal yang sangat kompleks.

Menurut Dupe (1999), Indonesia sebagai negara kepulauan,


menyebabkan pengaruh radiasi matahari yang diterima terhadap pola
cuaca sangat bervariasi dibandingkan dengan daerah tropis kontinen
atau daerah sub-tropis. Kondisi ini menyebabkan adanya variasi pola

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 37 -


tekanan dari satu pulau ke pulau lainnya dan di atas pulau itu sendiri.
Keadaan ini menimbulkan medan tekanan yang sangat kompleks serta
mempengaruhi sirkulasi atmosfer lokal seperti sistim angin darat-laut,
angin gunung lembah dan sistim sel konveksi ataupun angin koridor di
daerah perkotaan yang memetakan cuaca lokal.

Hujan memiliki sifat yang acak dan stokastik dalam ruang dan waktu.
Oleh karena itu kajian-kajian tentang curah hujan telah banyak
dilakukan, diantaranya oleh Modarres dan De Paulo (2007), terhadap
time-series curah hujan tahunan, jumlah hari hujan per tahun, dan curah
hujan bulanan pada 20 stasiun hujan untuk menilai variabilitas iklim di
daerah arid dan semi-arid Iran. Hasilnya menunjukan trend penurunan
dan peningkatan dari ke 20 stasiun hujan yang diamati. Hasil yang
sama juga dilaporkan oleh Zhai, dkk (2005) yang meneliti tentang
curah hujan di Cina, yang menunjukan bahwa masing-masing stasiun
hujan memiliki karakterisasi yang berbeda-beda.

B.3.1.2. Curah Hujan Rata-Rata

Menurut Montarcih, 2010; Indarto, 2010; Hadisusanto, 2011;


Soewarno, 1994, curah hujan rata–rata adalah tinggi air hujan yang
jatuh pada suatu wilayah, dihitung setiap periode waktu (perbulan
atau pertahun). Data hujan yang tercatat di setiap stasiun penakar
hujan adalah tinggi hujan di sekitar stasiun tersebut. Untuk
menghitung hujan rata-rata daearah aliran bisa dilakukan dengan tiga
cara, yaitu:

a. Metode Aritmatik (aljabar)

Cara ini digunakan pada daerah datar dan banyak stasiun penakar
hujannya dengan anggapan bahwa di daerah tersebut sifat curah
hujannya adalah merata. Persamaannya adalah sebagai berikut:

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 38 -


d1 + d2 + d3 + dn ….. (2.3)
d=
n

Keterangan :
d = tinggi curah hujan rata-rata daerah (mm)
d1,d2,...dn = tinggi curah hujan pada pos penakar 1,2...n (mm)
n = banyaknya pos penakar

Gambar 2.9. Cara rata-rata hitung/aritmatika

b. Metode Poligon Thiessen


Cara ini memasukkan faktor pengaruh daerah yang diwakili oleh
stasiun penakar hujan yang disebut weighting faktor atau disebut
juga Koefisien Thiessen. Cara ini biasanya digunakan apabila titik-
titik pengamatan di dalam daerah studi tidak tersebar secara merata.
Metode Theissen akan memberikan hasil yang lebih teliti daripada
cara aljabar tetapi untuk penentuan titik pengamatannya dan pemilihan
ketinggian akan mempengaruhi ketelitian yang akan didapat juga
seandainya untuk penentuan kembali jaringan segitiga jika terdapat
kekurangan pengamatan pada salah satu titik pengamatan. Luas
masing-masing daerah tersebut diperoleh dengan cara berikut:

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 39 -


1) Semua stasiun yang di dalam (atau di luar) DAS
dihubungkan dengan garis, sehingga terbentuk jaringan
segitiga-segitiga. Hendaknya dihindari terbentuknya segitiga
dengan sudut sangat tumpul.
2) Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbunya, dan
semua garis sumbu tersebut membentuk poligon.
3) Luas daerah yang hujannya dianggap diwakili oleh salah
satu stasiun yang bersangkutan adalah daerah yang dibatasi
oleh garis-garis poligon tersebut (atau dengan batas DAS).
4) Luas relatif daerah ini dengan luas DAS merupakan faktor
koreksinya. Persamaannya:

A1. d1 + A2. d2 …
D= ………………………. (2.4)
A1 + A2 …
Keterangan :
D = Tinggi curah hujan rata-rata daerah (mm)
A = Luas daerah (km2)
d1, d2 = Tinggi curah hujan pos 1 dan 2 (mm)
A1,A2 = Luas daerah Pengaruh pos 1 dan 2 (mm)

Gambar 2.10. Cara Poligon Thiessen

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 40 -


Cara di atas dipandang cukup baik karena memberikan koreksi
terhadap kedalaman hujan sebagai fungsi luas daerah yang dianggap
diwakili. Akan tetapi cara ini dipandang belum memuaskan karena
pengaruh topografi tidak tampak. Demikian pula apabila salah satu
stasiun tidak berfungsi, misalnya rusak atau data tidak benar, maka
poligon harus diubah.

c. Metode Isohyet

Cara ini dilakukan dengan pos-pos penakarnya ditempatkan secara


merata di areal tersebut, dan hasil penakaran masing-masing pos
penakar tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh pos di
seluruh areal. Rumus yang digunakan adalah:

... ….. (2.5)

Keterangan :
R = Curah hujan maksimum rata-rata (mm)
R1, R2, ..., Rn = curah hujan pada stasiun 1, 2,., n (mm)
2
A1, A2, ..., Rn = Luas bagian yang dibatasi oleh isohyet (km )

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 41 -


Gambar 2.11. Cara Isohyet

B.3.1.3 Contoh Kasus: Curah Hujan di Kupang

Messakh, dkk. (2015) melakukan penelitian tentang hujan di Kupang


dan sekitarnya yang meliputi antara lain, curah hujan tahunan dan tren
curah hujan yang terjadi. Analisis dilakukan pada lima stasiun hujan di
Kota Kupang dan sekitarnya. Hasil analisis curah hujan yang tercatat
pada lima stasiun hujan di daerah studi menunjukan rata-rata curah
hujan berkisar antara 1429 sampai 1595 mm/tahun (Gambar 2.12).

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 42 -


Gambar 2.12. Rata-rata curah hujan tahunan dan banyaknya curah
hujan tertinggi yang terjadi dalam satu bulan pada lima
stasiun hujan di daerah Kupang dan sekitarnya (1977-
2010) (Sumber: Messakh, dkk. 2015)

Stasiun hujan Oekabiti mencatat rata-rata curah hujan tahunan tertinggi


yakni 1595 mm, lebih besar dibanding ke-empat stasiun hujan lainnya.
Dari letaknya, stasiun hujan tersebut terletak di daerah lembah
pegunungan, di tengah Pulau Timor, dengan ketinggian 50 meter dari
permukaan laut (dpl). Stasiun hujan Baun terletak di daerah
pegunungan dengan ketinggian 370 meter dpl, curah hujan adalah 1512
mm per tahun. Stasiun hujan Lasiana dan Tarus, terletak di daerah
pesisir pantai dengan letak Lasiana lebih ke arah barat dibanding
Tarus. Curah hujan di stasiun hujan Lasiana adalah 1507 mm per tahun,
lebih besar dibanding stasiun hujan Tarus sebesar 1458 mm per tahun.
Sedangkan stasiun hujan Camplong memiliki curah hujan terendah,

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 43 -


yakni 1429 mm per tahun, terletak pada bagian paling timur dibanding
stasiun hujan lainnya dengan ketinggian 200 meter dpl.

Curah hujan tertinggi yang terjadi dalam satu bulan, berkisar pada
angka 874 mm, di stasiun hujan Camplong, sampai 1101 mm, di
stasiun hujan Lasiana. Nilai ini mencakup sekitar setengah sampai tiga
perempat dari jumlah curah hujan dalam setahun dari masing-masing
stasiun hujan di daerah studi. Sisanya setengah atau seperempat dari
total curah hujan yang terjadi dalam setahun terdistribusi pada rentang
waktu sebelas bulan lainnya. Rata-rata curah hujan bulanan sebesar
119 sampai 133 mm/bulan, namun kenyataannya hujan hanya terjadi
pada rentang durasi waktu yang singkat yakni hanya sekitar tiga sampai
empat bulan.

Jika diamati terhadap curah hujan tahunan selama 34 tahun dari lima
stasiun hujan tersebut, maka curah hujan tahunan yang tercatat pada
stasiun hujan Oekabiti, berkisar antara 877 mm, di tahun 2002, sampai
2380 mm, di tahun 1995. Pada stasiun hujan Tarus, berkisar antara 912
mm, di tahun 1985, sampai 2609 mm, di tahun 2003. Pada stasiun
hujan Lasiana, berkisar antara 761 mm, di tahun 1985, sampai 2452
mm, di tahun 1996. Pada stasiun hujan Baun, berkisar antara 868 mm,
di tahun 1982, sampai 3022 mm, di tahun 1990. Pada stasiun hujan
Camplong, berkisar antara 783 mm, di tahun 1985, dan 2046 mm, di
tahun 2000.

Mencermati data curah hujan tersebut di atas, menunjukan tingginya


variabilitas curah hujan yang terjadi pada rentang waktu 1997 sampai
2010, antara curah hujan tertinggi yang dapat mencapai 3022 mm per
tahun dan curah hujan terendah yang hanya mencapai 761 mm per
tahun. Kejadian ini menurut Dupe (1999), dipengaruhi oleh El Nino
dan La Nina yang mempunyai korelasi kuat terhadap curah hujan di

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 44 -


Indonesia.

B.3.2 Debit

Selain curah hujan maka komponen utama siklus hidrologi berikutnya


adalah debit. Hujan dan karakteristik suatu daerah aliran sungai (DAS)
sangat mempengaruhi kondisi debit dari sutau aliran sungai. Debit
lebih bersifat dependent dibandingkan curah hujan yang independent.
Dalam arti yang sederhana bahwa kondisi debit hari besok bisa dapat
langsung diprediksi keberadaannya berdasarkan kondisi debit saat ini,
sebaliknya tidak bagi hujan. Meskipun demikian besarannya debit juga
bersifat acak dan stokastik, pada pembuangan arah ke laut bersifat
deterministik. Contoh aliran sungai yang bersifat acak dalam fungsi
waktu sebagaimana dipaparkan pada Gambar 2.13 berikut.

2.0 1.83
1.8
debit (m3/detik)

1.6 1.51

1.4
1.08 1.14
1.2
1.0
0.78
0.8
0.56
0.6 0.44
0.37
0.4 0.26
0.18 0.12 0.12
0.2
0.0
Mar

Mei

Jul
Jun

Des
Agust
Feb

Apr

Sep

Okt

Nop
Jan

Gambar 2.13. Keacakan data debit Sungai Tilong dalam hitungan


rata-rata debit bulanan Tahun 1977-2010 (Sumber:
Messakh, dkk, 2014)

Dari Gambar 2.13 teramati bahwa debit rata-rata bulanan menunjukan


distribusi yang berbeda per-bulan. Besarnya perubahan debit antara

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 45 -


bulan basah (Januari – Mei) dan kering (Juni – Desember) adalah 4,29
m3. Debit maksimum bulanan terbesar terjadi pada bulan Februari
sebesar 1,83 m3/detik dan terkecil terjadi pada bulan November sebesar
0,121 m3/detik dengan rata-rata debit 0,698 m3/detik/bulan. Bulan
Januari – Mei adalah kondisi di mana debit yang terjadi di atas debit
rata-rata sedangkan bulan Juni – Desember adalah kondisi di mana
debit yang terjadi di bawah debit rata-rata.

Selanjutnya, kendala yang ditemui sehubungan dengan perencanaan


ataupun pengembangan infrastruktur sumber daya air sehubungan
dengan keberadaan debit adalah ditemui bahwa data debit aliran sungai
pada banyak daerah sering tidak lengkap sehingga kita sulit
mendapatkan data debit aliran sungai berupa data seri dalam jangka
waktu panjang.

Ketersediaan data debit aliran sungai jangka panjang sangat diperlukan


untuk keperluan perencanaan pengembangan air irigasi, perikanan, air
baku dan pembangkit listrik tenaga air, dan kebutuhan lainnya. Hal ini
disebabkan oleh karena fungsi bangunan pengambilan air tersebut
untuk mensuplai kebutuhan air sepanjang musim, sehingga untuk
mendapatkan kesinambungan persediaan air sesuai perencanaan
diperlukan perhitungan debit andalan untuk mengetahui besarnya debit
yang tersedia sepanjang tahun, baik pada musim kemarau maupun pada
musim penghujan.

Ketiadaan debit aliran sungai pada jangka panjang dapat disiasati


dengan membangkitkan debit menggunakan model simulasi hujan-
aliran, untuk mensimulasi data hujan menjadi data debit sungai. Model
simulasi hujan-aliran yang biasa digunakan antara lain model MOCK
dan model NRECA.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 46 -


B.5. RANGKUMAN
1) Air adalah semua air yang terdapat pada di atas, atau di bawah
permukaan tanah termasuk air permukaan, air tanah, air hujan
dan air laut, dimana hampir 70% permukaan bumi ditutupi air
dengan volume sekitar 1.385.984.610 km3, dan yang dapat di
manfaatkan yaitu sekitar 0,003%.
2) Siklus hidrologi yang merupakan suatu sistem terdiri atas
komponen masukan (input) antara lain presipitasi, dan infiltrasi.
Komponen keluaran (output) terdiri dari aliran air permukaan,
dan aliran air tanah. Komponen ketiga adalah simpanan
(storage) yang dapat berupa air tanah dangkal dan dalam. Ketiga
komponen ini selalu berubah-ubah atau bersifat dinamis, namun
keberadaan air di bumi selalu diatur oleh hukum kekekalan
massa dan kekekalan momentum.
3) Komponen utama siklus hidrologi adalah hujan dan debit. Debit
lebih bersifat dependent dibanding hujan yang bersifat
independent. Kedua komponen ini bersifat acak dan stokastik
dalam ruang dan waktu, untuk debit pada aliran landai menuju
ke laut bersifat deterministik.
4) Data time series hujan dan debit berguna untuk kepentingan
perencanaan dan pengembangan infrastruktur keairan yang
berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Aldrian, E., dan Susanto, R. P. (2003): Identification of Three
Dominant Rainfall Region Within Indonesia and Their
Relationship to Sea surface Temperature. International
Journal of Climatology 23, 1435-1452
2. Arwin (2009): Perubahan Iklim, Konversi Lahan dan Ancaman

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 47 -


Banjir dan Kekeringan di Kawasan Terbangun - Pidato Guru
Besar di Majelis Guru Besar ITB Bandung, disampaikan pada
rapat majelis guru besar ITB Bandung pada tanggal 27 Februari
2009.
3. Arwin (2010): Tren Global Pembangunan Infrastuktur Sumber
Daya Air yang Berkelanjutan. Makalah: Diskusi Pakar Perumusan
Kebijakan Eco-Efficient Water Infrastructure Indonesia.
Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/BAPPENAS, Jakarta.
4. Arwin (2011): Perubahan Iklim, Konversi Lahan, dan Ancaman
Banjir ROB di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Makalah:
Seminar Nasional Hari Air Sedunia Bandung 30 Maret 2013.
5. Asdak, C. (2002): Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta.
6. Borema, J. (1928): Typen van den Regenval in Nederlandsch
Indie, Koninklijk Magnetisch en Meteorologisch te Batavia,
Verhandelingen No. 18.
7. BPS (2015): Statistik Indonesia 2014. BPS, Jakarta
8. Cow, V.T., Maident, D.R., dan Larry, W. (1988): Applied
Hydrology, McGraw-Hill Book Company.
9. Dupe, Z.L. (1999): El Nino – La Nina Prediction Using
Harmonic and Fuzzy Logic Method. Master Thesis, Bandung
Institute of Technology, Bandung
10. Hadisusanto, N. (2010): Aplikasi Hidrologi, Jogja Mediautama,
Yogyakarta.
11. https://water.usgs.gov/edu/earthwherewater.html diunduh tanggal
12 September 2017
12. Indarto (2011): Hidrologi Operasional, Penerbit Andi, Yogjakarta.
13. Kodoatie, R.J., dan Sjarief, R. (2010a): Tata Ruang Air,
Penerbit Andi, Yogyakarta.
14. Kodoatie, R.J., dan Sjarief, R. (2010b): Tata Ruang Air
Tanah, Penerbit Andi, Yogyakarta.
15. Messakh J J, Arwin, dan Hadihardaja I K (2015): Management
strategy of water resources base on rainfall characteristics in the

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 48 -


semi-arid region in Indonesia. International Journal of Scientific
& Engineering Research. 6 (8) 331-7
16. Modarres R, and de Paulo (2007): Rainfall trends in arid and semi-arid
regions of Iran. Journal of Arid Environments, 70, 344-55
17. Montarcih, L. (2010): Hidrologi Praktis. CV Lubuk Agung.
Bandung.
18. PP RI Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya
Air.
19. Sanim, B. (2011): Sumber Daya Air dan Kesejahteraan
Publik – Suatu Tinjauan Teoritis dan Kajian Praktis. IPB
Press, Bogor.
20. Soewarno (2000): Hidrologi Operasional, Penerbit PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung.
21. Totok, S. 2006.Teknologi Penyedian Air Bersih. Jakarta : Rineka
Cipta.
22. UNDP (2008): Human Development Report (HDP) 2007/2008.

C. PENUTUP
C.1. LATIHAN
Baca secara berulang dan cermat mengenai bahasan mengenai ”Air
dan Siklus Hidrologi” yang telah dipaparkan di atas serta dalami
melalui Daftar Pustaka yang telah dicantumkan atau referensi ilmiah
lainnya. Diskusikan bersama teman dan/atau dosen mengenai hal-hal
yang kurang dimengerti.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 49 -


C.2. TES DAN KUNCI
Tes
Bacalah secara rinci soal di bawah ini dan jawablah secara tepat.
1) Jelaskan yang anda ketahui tentang air dan siklus hidrologi.
2) Jelaskan yang anda ketahui tentang komponen utama siklus
hidrologi serta degradasi rezim hidrologi.

Kunci
Hanya menjadi acuan jawaban, tidak menjadi rumusan yang baku,
bisa dilakukan pengembangan sesuai pendapat orisinal dari
mahasiswa/pembaca.
1. Air adalah semua air yang terdapat pada di atas, atau di bawah
permukaan tanah termasuk air permukaan, air tanah, air hujan dan
air laut. Air merupakan elemen yang paling melimpah di atas bumi,
di mana 70% permukaan bumi ditutupi air dengan volume sekitar
1.385.984.610 km3. Namun hanya sebagian kecil saja dari jumlah
tersebut yang benar-benar dapat dimanfaatkan, yaitu sekitar
0,003%.
Siklus hidrologi adalah merupakan suatu sistem pergerakan air di
bumi dan ruang atmosfer yang melibatkan beberapa komponen
membentuk suatu sistem yang disebut siklus hidrologi, dimana
proses-proses yang mengikuti gejala meteorologis dan
klimatologis. Siklus hidrologi yang merupakan suatu sistem terdiri
atas komponen masukan (input) antara lain presipitasi, dan
infiltrasi. Komponen keluaran (output) terdiri dari aliran air
permukaan, dan aliran air tanah. Komponen ketiga adalah
simpanan (storage) yang dapat berupa air tanah dangkal dan alam.
Ketiga komponen ini selalu berubah-ubah atau bersifat dinamis,

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 50 -


namun keberadaan air di bumi selalu diatur oleh hukum kekekalan
massa dan kekekalan momentum
2. Komponen utama siklus hidrologi adalah hujan dan debit
merupakan parameter penting dalam input perencanaan
infrastruktur sumber daya air dan pengelolaannya. Debit lebih
bersifat dependent dibanding hujan yang bersifat independent,
yakni kejadian hujan bersifat acak dan stokastik. Saat ini telah
terjadi degradasi rezim hidrologi yang menyebabkan terjadinya
ekstrimitas debit air, yaitu terjadinya kekeringan di musim kering
dan terjadinya ancaman banjir di musim basah.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 51 -


Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 52 -
BAB 3
WILAYAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

A. PENDAHULUAN

Pengelolaan Suber Daya Air (PSDA), terjadi pada suatu wilayah air
yakni Daerah Aliran Sungai (DAS), Wilayah Sungai (WS) dan
Cekungan Air Tanah (CAT). Karakteristik DAS, WS dan CAT pada
satu wilayah dengan wilayah lainnya memiliki kekhasan dan keunikan
tersendiri, yang dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya iklim,
topografi, letak geografis, morfologi tanah dan batuan, penutupan
lahan dan lain sebagainya.

Bagian ini akan membahas mengenai ketiga wilayah PSDA tersebut


yang akan meliputi: bagian pertama akan membahas mengenai Daerah
Aliran Sungai (DAS), bagian kedua akan membahas tentang Wilayah
Sungai (WS) dan bagian ketiga akan membahas mengenai Cekungan
Air Tanah (CAT).

Capaian pembelajaran yang akan dicapai setelah mahasiswa


mempelajari buku ajar ini adalah:
1) Mampu menjelaskan dan membedakan tiga ruang/wilayah
PSDA.
2) Mampu menjelaskan tentang peranan DAS, WS dan CAT
dalam PSDA berkelanjutan.
3) Mampu memberikan analisis mengenai masalah dan
tantangan dalam pengelolaan ketiga wilayah PSDA tersebut
serta mampu menawarkan solusi yang tepat.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 53 -


B. PENYAJIAN
Wilayah pengelolaan sumber daya air meliputi: (1) Daerah Aliran
Sungai (DAS), (2) Wilayah Sungai (WS), dan (3) Cekungan Air
Tanah (CAT). Deskripsi masing-masing ruang/wilayah pengelolaan
sumber daya air tersebut adalah sbegai berikut:

B.1. DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)


B.1.1. PENGERTIAN DAN CIRI DAS
Menurut Asdak (2002); Arsyad (2012); Indarto (2011), Kodoatie dan
Sjarief (2010), DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah
hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat
merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah
perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Ilustrasi DAS pada
Gambar 3.1 dan Gambar 3.2.

Gambar 3.1. Ilustrasi Daerah Aliran Sungai (Sumber: Google


Image)

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 54 -


Definisi lainnya menyebutkan bahwa DAS adalah suatu hamparan
wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung
bukit) yang berfungsi untuk menerima, mengumpulkan air hujan,
sedimen, dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak
sungai dan keluar pada satu titik (outlet).

Definisi DAS tersebut mengartikan bahwa seluruh permukaan daratan


di bumi ini terbagi habis dalam DAS. Pemanfaatan potensi sumberdaya
alam di dalam DAS (termasuk hutan) untuk berbagai kepentingan dan
kebutuhan manusia telah menyebabkan terjadinya degradasi lahan dan
hutan yang dasyat. Perubahan pemanfaatan sumberdaya alam yang
tidak terkendali akan mempengaruhi fungsi dan keseimbangan
lingkungan termasuk proses-proses hidrologis di dalam wilayah DAS,
Akibatnya, terjadi ketidakseimbangan neraca air, sedimen, hara dan
rusaknya habitat keanekaragaman hayati.

Air DAS adalah air yang mengalir pada suatu kawasan yang dibatasi
oleh titik-titik tinggi di mana air tersebut berasal dari air hujan yang
jatuh dan terkumpul dalam sistem tersebut. Air pada DAS merupakan
aliran air yang mengalami siklus hidrologi secara alamiah. Selama
berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan
laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke
laut yang tidak pernah berhenti tersebut, air tersebut akan tertahan
(sementara) di sungai, danau/waduk, dan dalam tanah sehingga akan
dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk hidup.

Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk
(terserap) ke dalam tanah (infiltrasi), sedangkan air yang tidak terserap
ke dalam tanah akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan
permukaan tanah (surface detention) untuk kemudian mengalir di atas
permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah (runoff), untuk

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 55 -


selanjutnya masuk ke sungai. Air infiltrasi akan tertahan di dalam tanah
oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk kelembaban
tanah. Apabila tingkat kelembaban air tanah telah cukup jenuh maka
air hujan yang baru masuk ke dalam tanah akan bergerak secara lateral
(horizontal) untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke
permukaan tanah (subsurface flow) yang kemudian akan mengalir ke
sungai.

Batas wilayah DAS diukur dengan cara menghubungkan titik-titik


tertinggi di antara wilayah aliran sungai yang satu dengan yang lain.

Gambar 3.2. Ilustrasi Daerah aliran sungai (Sumber: Google Image)

Sebagai suatu ekosistem, DAS merupakan satu kesatuan ekosistem


yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan
vegetasi serta sumberdaya manusia sebagai pelaku pemanfaat
sumberdaya alam tersebut. DAS sebagai ekosistem yang utuh dari hulu

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 56 -


sampai hilir terdiri dari komponen fisik, biologis dan sumberdaya
manusia yang saling berinteraksi memiliki fungsi penting dalam
pembangunan berkelanjutan. Sebagai suatu kesatuan tata air, DAS
dipengaruhi kondisi bagian hulu, khususnya kondisi biofisik daerah
tangkapan dan daerah resapan air yang di banyak tempat rawan
terhadap ancaman gangguan manusia. Hal ini mencerminkan bahwa
kelestarian DAS ditentukan oleh pola perilaku, keadaan sosial-
ekonomi dan tingkat pengelolaan yang sangat erat kaitannya dengan
pengaturan kelembagaan (institutional arrangement).

Menurut Asdak (2002) Secara biogesik, daerah hulu dicirikan oleh hal-
hal sebagai berikut:

a) merupakan daerah konservasi,


b) mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi,
c) merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (lebih
besar dari 15%),
d) bukan merupakan daerah banjir,
e) pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase, dan
f) jenis vegetasi umumnya merupakan tegakkan hutan.

Sedangkan DAS hilir dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut:

a) merupakan daerah pemanfaatan,


b) kerapatan drainase kecil,
c) merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil sampai
dengan sangat kecil (kurang dari 8%),
d) pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan),
e) pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi,
f) jenis vegetasi didominasi tanaman pertanian kecuali daerah
eustaria yang didominasi hutan bakau/gambut.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 57 -


DAS bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua karakteristik
biogrofisik DAS yang berbeda tersebut di atas.

Keterkaitan biofisik antara daerah hulu dan hilir suatu DAS dapat
ditunjukan seperti Gambar 3.3 di bawah ini.

Gambar 3.3. Hubungan biofisik daerah hulu dan hilir suatu DAS
(Brooks et al, 1989 dalam Asdak, 2002 dengan
modifikasi Penulis)

Ekosisten DAS hulu merupakan ekosistem yang penting karena


mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS
(perhatikan Gambar 3.4). Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi
tata air. Oleh karena itu, DAS hulu seringkali menjadi fokus
perencanaan pengelolaan DAS, mengingat bahwa dalam DAS, daerah
hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi
(Asdak, 2002; Arsyad, 2012, Kodoatie dan Sjarief, 2010).

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 58 -


DAS menyimpan sejumlah permasalahan dimana banyak DAS di
Indonesia teridentifikasi mengalami degradasi sejak tahun 2000 karena
berbagai faktor seperti meluasnya lahan kritis, penebangan hutan dan
perambahan kawasan lindung, isu lingkungan global, dan otonomi
daerah yang cenderung mementingkan ekonomi jangka pendek.

Gambar 3.4. Keterkaitan DAS hulu dan hilir (Sumber: Google


image)

Sehubungan dengan makna pentingnya DAS maka tujuan Pengelolaan


DAS adalah terkendalinya hubungan timbal balik antara sumberdaya
alam dan lingkungan DAS dengan kegiatan manusia guna kelestarian
fungsi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam penerapannya
di lapangan, konsepsi tersebut memerlukan upaya yang tidak
sederhana. Untuk itu diperlukan keterpaduan pengelolaan oleh
berbagai sektor/multi pihak mulai dari hulu sampai hilir dengan
mempertimbangkan berbagai kepentingan, kondisi biofisik dan sosial

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 59 -


ekonomi yang ada dalam suatu DAS. (sumber:
http://konservasidas.fkt.ugm.ac.id/2016/09/10/daerah-aliran-sungai/)

B.1.2. BENTUK DAN CORAK DAS

Para ahli hidrologi dan sumber daya air membedakan daerah aliran
sungai berdasarkan pola alirannya. Pola aliran tersebut dipengaruhi
oleh geomorfologi, topografi, dan bentuk wilayah, yakni terdiri dari
corak bulu burung, corak radial, dan corak pararel.

1) Corak bulu burung, disebut bulu burung karena bentuk aliran


anak sungainya menyerupai ruas-ruas tulang dari bulu burung.
Anak-anak sungai langsung mengalir ke sungai utama. Corak
seperti ini resiko banjirnya relatif kecil karena air dari anak
sungai tiba di sungai utama pada waktu yang berbeda-beda.

2) Corak radial, atau disebut juga menyebar. Anak sungai


menyebar dan bertemu di titik-titik tertentu. Wilayahnya
berbentuk kipas atau lingkaran. Memiliki resiko banjir yang
cukup besar di titik-titik pertemuan anak sungai.

3) Corak pararel, memiliki dua jalur sub daerah aliran sungai yang
sejajar dan bergabung di bagian hilir. Memiliki resiko banjir
yang cukup besar di titik hilir aliran sungai.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 60 -


Gambar 3.5. Tiga corak DAS (Sumber: Google Image)

B.1.3. PENGELOLAAN DAS

Keterpaduan pengelolaan DAS mengikuti prinsip utama pengelolaan


sumber daya air terpadu/ integrated water resource management
(IWRM), sesuai dengan prinsip Dublin 1991 adalah pembangunan dan
pengelolaan Sumber Daya Air harus berdasarkan pendekatan
partisipatif melibatkan berbagai pengguna, perencana dan pembuat
kebijakan di semua tingkat. Konsep IWRM atau pengelolaan sumber
daya air terpadu kemudian diadopsi pemerintah Indonesia dalam UU
No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Disebutkan dalam pasal
3 UU SDA bahwa ”Sumber daya air dikelola secara menyeluruh,
terpadu dan berwawasan lingkungan hidup...”. Lebih lanjut dalam
pasal 85 ayat 1 UU SDA menyebutkan, ”Pengelolaan sumber daya air
mencakup kepentingan lintas sektoral dan lintas wilayah yang
memerlukan keterpaduan tindak untuk menjaga kelangsungan fungsi
dan manfaat air dan sumber air.” kemudian pasal 85 ayat 2
menyebukan, ”Pengelolaan sumber daya air dilakukan melalui

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 61 -


koordinasi dengan mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor,
wilayah, dan para pemilik kepentingan dalam bidang sumber daya air.”

Permenhut RI No. P.39/Menhut-II/2009 tanggal 12 Juni 2009, memuat


prinsip-prinsip dasar dalam pengelolaan DAS adalah:
(a) Pengelolaan DAS berupa pemanfaatan, pemberdayaan,
pembangunan, perlindungan dan pengendalian sumberdaya
alam DAS.
(b) Pengelolaan DAS berlandaskan pada azas keterpaduan,
kelestarian, kemanfaatan, keadilan, kemandirian (kelayakan
usaha) serta akuntabilitas.
(c) Pengelolaan DAS diselenggarakan secara terpadu, menyeluruh
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
(d) Pengelolaan DAS dilakukan melalui pendekatan ekosistem yang
dilaksanakan berdasarkan prinsip satu DAS, satu rencana, satu
sistem pengelolaan dengan memperhatikan sistem pemerintahan
yang desentralisasi sesuai jiwa otonomi yang luas, nyata dan
bertanggung jawab.

Pengelolaan DAS harus dilakukan secara terpadu karena sejumlah


alasan yakni:
(a) Terdapat keterkaitan antar berbagai kegiatan (multi sektor)
dalam pengelolaan sumberdaya dan pembinaan aktifitasnya.
(b) Melibatkan berbagai disiplin ilmu yang mendasari dan
mencakup berbagai bidang kegiatan.
(c) Batas DAS tidak selalu bertepatan (co-incided) dengan batas
wilayah administrasi pemerintahan.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 62 -


(d) Interaksi daerah hulu sampai hilir yang dapat berdampak negatif
maupun positif sehingga memerlukan koordinasi antar pihak.
(Permenhut RI No. P.39)

Ketidakpahaman atas implementasi prinsip keterkaitan SDA dalam


DAS dapat menimbulkan konflik antar daerah/regional, terutama yang
menyangkut alokasi dan distribusi sumberdaya. Semakin terbatas suatu
SDA dibandingkan dengan permintaan masyarakat, maka kompetisi
untuk memperoleh SDA tersebut semakin tinggi dan peluang
terjadinya konflik makin besar. Hal ini jelas terlihat pada konflik
pemanfaatan sumber daya air, hutan, dan lahan. Konflik yang terjadi
dalam masyarakat selalu menimbulkan dampak negatif dalam
pembangunan, dimana pertumbuhan ekonomi dan kelestarian
lingkungan menjadi tidak terjamin atau bahkan hancur. Oleh karena itu
implementasi pengelolaan DAS dalam pelaksanaan OTDA tidak boleh
mengandung potensi konflik antar wilayah (Sinukaban, 2007).

Sinukaban (2007) mengatakan bahwa penggunaan SDA yang meliputi


beberapa wilayah perlu diatur oleh strategi pengelolaan DAS secara
terpadu, menyeluruh, fleksibel, efisien, dan berkeadilan dalam
kerangka pembangunan berkelanjutan. Dari uraian diatas terlihat
bahwa kapasitas untuk mengelola SDA atau DAS secara berkelanjutan
masih sangat lemah . Untuk itu diperlukan kegiatan peningkatan
kapasitas (Capacity building) yang sistematis secara terus menerus.
Strategi yang dapat ditempuh dalam peningkatan kapasitas dan untuk
menghindari terjadinya konflik antar-wilayah adalah (Sinukaban,
2007):

1. Membangun Kesepahaman dan Kesepakatan.

Masing-masing daerah otonom perlu memahami mekanisme

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 63 -


hidrologis yang berjalan secara alami dalam penggunaan SDA
lintas regional. Mekanisme hidrologis menekankan adanya
karakteristik ketergantungan/interdependensi (interdependency)
antar spasial.

2. Membangun Sistem Legislasi yang Kuat.

Kebijakan publik dalam aspek pengelolaan sumberdaya alam


akan memiliki kekuatan untuk mengendalikan perilaku
masyarakat (publik) apabila dikukuhkan oleh sistem legal
(hukum) yang memadai. Legislasi dalam pengelolaan DAS
sangat diperlukan terutama dalam merancang dan mendukung
pelaksanaan kebijakan pengelolaan DAS.

3. Meningkatkan Peranan Institusi Pengelolaan DAS.

Perwujudan institusi masyarakat dapat diidentifikasi melalui


sifat-sifat kepemilikan (property rights) sumberdaya, batas-
batas kewenangan (jurisdiction boundary) masyarakat dalam
memanfaatkan sumberdaya, dan aturan-aturan perwakilan (rules
of representation) dalam memanfaatkan sumberdaya, apakah
ditetapkan secara individu atau kelompok. Instansi pemerintah
merupakan institusi formal yang menjadi agen pembangunan
dan berperan sentral dalam menentukan perubahan-perubahan
yang diinginkan. Kinerja institusi sangat tergantung dari
kapasitas dan kapabilitas yang dimilikinya.

4. Meningkatkan Kualitas SDM

Kualitas sumberdaya manusia untuk pengelolaan SDA secara


umum masih rendah dan terdapat kesenjangan diseluruh daerah
otonom. Kemampuan petani, perencana pengelolaan DAS,

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 64 -


pejabat yang melaksanakan pengelolaan DAS masih sangat
rendah untuk mengelola SDA secara berkelanjutan dan
menerapkan prinsip one river one plan. Oleh sebab itu
diperlukan program pelatihan yang sistematis secara terus
menerus untuk meningkatkan kapasitas individu/ SDM dalam
pengelolaan SDA agar prinsip pembangunan berkelanjutan
terlaksana diseluruh DAS dan daerah otonom.

B.2. WILAYAH SUNGAI (WS)

B.2.1. PENGERTIAN DAN BATASAN WS

Pengertian WS secara patologi adalah kesatuan wilayah PSDA dalam


satu atau lebih DAS dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang
dari atau sama dengan 2.000 km2. Definisi lainnya mengartikan WS
merupakan kesatuan wilayah pengelolan sumber daya air dalam satu
atau lebih DAS. Untuk pulau kecil yang luasnya kurang dari 2000 km
seluruh pulau ditetapkan sebagai satu wilayah sungai. Dalam ilmu
irigasi/pertanian disebutkan bahwa WS adalah suatu wilayah
pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih DAS, untuk pulau
kecil yang luasnya kurang dari 2.00 km2, seluruh pulau ditetapkan
sebagai satu wilayah sungai.

Pengertian WS dalam ilmu kehutanan adalah suatu wilayah yang


terdiri dari dua atau lebih DAS yang secara geografi dan fisik teknis
layak digabungkan sebagai unit perencanaan dalam rangka
penyusunan rencana maupun pengelolaannya;

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 65 -


Gambar 2.6. Ilustrusi Sungai (Sumber: Google image)

Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya


Air, WS merupakan gabungan dari beberapa Daerah Aliran Sungai
(DAS).

Sungai termasuk salah satu wilayah keairan. Wilayah keairan dapat


dibedakan menjadi beberapa kelompok yang berbeda berdasarkan
sudut pandang yang berbeda-beda. Sudut pandang yang biasa
digunakan dalam pengelompokan jenis wilayah keairan ini antara lain
adalah morfologi, ekologi, dan antropogenik (campur tangan manusia
pada wilayah keairan tersebut).

Pengelompokan WS oleh para ahli sipil sebelum tahun 1980-an


kebanyakan hanya berdasarkan pada pertimbangan fisik hidraulik
(morfologi), misalnya teori rezim yang membedakan sungai menjadi
mikro, meso dan makro struktur atau sungai kecil, menengah, dan
besar. Dalam konsep eko-hidraulik dewasa ini, pengelompokan sungai

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 66 -


tidak lagi hanya didasarkan pada pertimbangan komponen fisik
hidraulik namun juga komponen ekologi.

Dari sudut pandang ekologi, secara umum WS juga dapat dimasukkan


ke dalam bagian wilayah keairan, baik wilayah keairan diam (tidak
mengalir) dan wilayah keairan dinamis (mengalir). Wilayah keairan
tidak mengalir misalnya danau, telaga, embung, sungai mati, anak
sungai yang mengalir hanya pada musim penghujan, rawa, dan lain-
lain. Adapun yang termasuk wilayah keairan yang dinamis atau
mengalir adalah sungai permukaan, sungai bawah tanah, laut dengan
arus lautnya, dan lain-lain.

Dari sudut pandang ekologi, wilayah keairan tidak mengalir


merupakan wilayah dengan ekosistem yang tertutup (misalnya danau).
Sebagian besar komponen pendukung ekosistem danau tersebut
merupakan komponen dengan sirkulasi yang tertutup. Sistem ini
memperoleh komponen pendukung dari air tanah, air permukaan yang
masuk, dan udara. Sedangkan wilayah keairan mengalir merupakan
suatu ekosistem yang terbuka dengan faktor dominan adalah aliran air.
Dalam suatu sistem sungai terjadi lalu lintas rantai makanan dari
bagian hulu ke hilir. Oleh sebab itu dalam memahami dan
menginvestigasi WS untuk perencanaan pembangunan WS, tidak bisa
secara isolatif di suatu areal tertentu saja (lokal), namun harus secara
integral sesuai dengan jenis ekosistem WS yang sifatnya tidak tertutup
dan dipengaruhi oleh seluruh faktor baik dari hulu maupun dari hilir.

Sistem alur sungai (gabungan antara alur badan sungai dan alur
sempadan sungai) merupakan sistem river basin yang membagi DAS
menjadi sub-DAS yang lebih kecil. Oleh karenanya segala sesuatu
perubahan yang terjadi di DAS akan berakibat pada alur sungai. Alur
sempadan sungai didefinisikan sebagai alur pinggir kanan dan kiri

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 67 -


sungai yang terdiri dari bantaran bajir, bantara longsor, bantaran
ekologi, serta bantaran keamanan.

Guna lebih mengetahui secara detail tentang sungai maka dibuat zona
memanjang maupun melintang. Tampang memanjang merupakan
zonasi makro dari hulu sampai ke hilir dan tampang melintang adalah
zonasi mikro dari daerah bantara sisi sungai yang satu sampai bantaran
sisi yang lainnya.

Konsep hidraulik murni biasanya mengabaikan komponen ekologi


(misalnya tumbuhan yang ada) dalam membuat tampang melintang
sungai dan cenderung membuat profil dasar sungai secara teratur
(lurus). Dalam pemahaman eko-hidraulik, profil memanjang dan
melintang sungai berisi baik komponen fisik hidraulik (dasar sungai
atau sedimen, tebing sungai, dan bantaran sungai) lengkap dengan flora
(tumbuhan) yang hidup di atasnya serta fauna (binatang) yang
menyertainya. Di samping tumbuhan, juga perlu ditampilkan
komponen kimia eir sungai yang bersangkutan.

B.2.2. ZONA MEMANJANG SUNGAI

Zona memanjang pada umumnya diawali dengan kali kecil dari mata
air di daerah pegunungan, kemudian sungai menengah di daerah
peralihan antara pegunungan dan dataran rendah, dan selanjutnya
sungai besar pada dataran rendah sampai di daerah pantai. Dari literatur
morfologi sungai, pada umumnya ditemukan tiga pembagian zona
sungai memanjang yakni sungai bagian hulu "upsteram", bagian
tengah "middle-stream", dan bagian hilir "downstream". Dari hilir
sampai ke hulu ini dapat ditelusuri perubahan-perubahan komponen
sungai seperti kemiringan sungai, debit sungai, temperatur, kandungan

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 68 -


oksigen, kecepatan aliran, dan kekuatan aliran terhadap erosi
(Sosrodarsono dan Tominaga, 1994)

Gambar 3.7. Zonasi memanjang sungai dengan perubahan


komponennya (Niemeyer - Lüllwitz & Zucchi, 1985 ;
Sosrodarsono dan Tominaga, 1994)

Pada gambar di atas menunjukkan contoh umum zonasi memanjang


sungai yang masih alamiah dari hulu sampai ke hilir beserta perubahan-
perubahan komponen sungainya.

Faktor yang sangat berpengaruh dari perubahan-perubahan komponen


tersebut adalah kemiringan sungai, di samping juga jenis material dasar
dan tebing yang dilewati sungai. Perubahan kemiringan sungai
menentukan perubahan temperatur, kandungan oksigen, kecepatan air,
dan lain-lain. Sedangkan perubahan kemiringan dikombinasi dengan

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 69 -


jenis sedimen dasar sungai dan iklim mikro akan mempengaruhi jenis
vegetasi sungai.

Perubahan kemiringan sungai pada gambar diatas bukan berlaku secara


umum. Ada perubahan kemiringan sungai yang tidak seperti gambar di
atas, misalnya di bagian hulu relatif datar dan dibagian hilir relatif
curam, atau bagian hulu dan hilir datar namun bagian tengah curam,
dan lain sebagainya. Sehingga dalam membuat tampang memanjang
suatu sungai harus dilihat secara spesifik dan dibedakan antara sungai
satu dengan sungai lainnya. Perubahan komponen untuk berbagai
kondisi sungai alamiah (selain kemiringan) seperti perubahan
temperatur, pH dan kandungan oksigen memiliki tren yang sama
seperti yang disajikan pada gambar di atas.

B.2.3. ZONA MELINTANG SUNGAI

Pada zona sungai secara melintang dapat dibedakan menjadi tiga zona,
yaitu zona akuatik (badan sungai), zona amphibi (daerah tebing sungai
sampai pertengahan bantaran) dan zona teras sungai (daerah
pertengahan bantara yang sering tergenang air saat banjir sampai batas
luar bantaran yang hanya kadang-kadang kena banjir). Kondisi biotik
dan abiotik dari ketiga zona ini dipengaruhi oleh lama, ketinggian, dan
frekuensi banjir yang ada. Banjir (tinggi genangan) merupakan faktor
dominasi yang mempengaruhi perubahan kualitas dan kuantitas habitat
serta morfologi sungai. Gambar dibawah ini menunjukkan contoh
hubungan antara garis muka air dan vegetasi pinggir sungai yang ada.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 70 -


Gambar 3.8. Hubungan antara tinggi muka air dan karakteristik
vegetasi daerah bantaran sungai (Spark, 1995,
Sosrodarsono dan Tominaga, 1994)

Paa zonasi melintang ini, di samping hubungan antara banjir dengan


ekologi juga terdapat hubungan antara frekuensi dan durasi banjir
dengan jenis material dasar sungai (kandungan lempung) serta dengan
komponen abiotik yakni tampang sungai. Misalnya pada frekuensi dan
durasi banjir tinggi pada sungai dengan material dasar yang relatif
lepas (kandungan lempungnya sedikit) akan menghasilkan tampang
sungai yang relatif lebar (B/H besar), sebagaimana ditunjukkan pada
grafik berikut ini.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 71 -


Gambar 3.9. Hubungan antara lebar sungai dan kedalaman sungai
dengan kandungan lumpur (Schumm, 1960;
Sosrodarsono dan Tominaga, 1994)

B.3. CEKUNGAN AIR TANAH (CAT)

B.3.1. PENGERTIAN DAN KRITERIA CAT

Dalam UU Sumber Daya Air daerah aliran air tanah disebut Cekungan
Air Tanah (CAT) atau groundwater basin. Definisi CAT adalah suatu
wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian
hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan
air tanah berlangsung.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 72 -


Ayat (2) dan Ayat (3) Pasal 12 UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber
Daya Air menyatakan bahwa Pengelolaan air tanah didasarkan pada
CAT dan ketentuan mengenai pengelolaannya diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah (PP). Peraturan Pemerintah untuk air
tanah sudah terbit yaitu PP No. 43 Tahun 2008 Tentang Air Tanah.
Sehingga dapat dikatakan bahwa CAT adalah batas teknis Pengelolaan
Sumber Daya Air untuk air tanah.
Kriteria CAT berdasar PP No. 43 Tahun 2008 adalah sebagai berikut:
1. Mempunyai batas hidrogeologis yang dikontrol oleh kondisi
geologis dan/atau kondisi hidraulik air tanah. Batas
hidrogeologis adalah batas fisik wilayah pengelolaan air tanah.
Batas hidrogeologis dapat berupa batas antara batuan lulus dan
tidak lulus air, batas pemisah air tanah, dan batas yang
terbentuk oleh struktur geologi yang meliputi, antara lain,
kemiringan lapisan batuan, patahan dan lipatan.
2. Mempunyai daerah imbuhan dan daerah lepasan air tanah
dalam satu sistem pembentukan air tanah. Daerah imbuhan air
tanah merupakan kawasan lindung air tanah, di daerah tersebut
air tanah tidak untuk didayagunakan, sedangkan daerah
lepasan air tanah secara umum dapat didayagunakan, dapat
dikatakan sebagai kawasan budi daya air tanah.
3. Memiliki satu kesatuan sistem akuifer: yaitu kesatuan susunan
akuifer, termasuk lapisan batuan kedap air yang berada di
dalamnya. Akuifer dapat berada pada kondisi tidak tertekan
atau bebas (unconfined) dan/atau tertekan (confined).

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 73 -


Gambar 3.10. Kriteria CAT sesuai PP No. 43 Tahun 2008

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 74 -


Menurut KepPres No. 26 Tahun 2011 Tentang CAT, CAT di Indonesia
terdiri atas akuifer bebas (unconfined aquifer) dan akuifer tertekan
(confined aquifer). Akuifer bebas merupakan akuifer jenuh air
(saturated). Lapisan pembatasnya, yang merupakan aquitard, hanya
pada bagian bawahnya dan tidak ada pembatas aquitard di lapisan
atasnya, batas di lapisan atas berupa muka air tanah. Dengan kata lain
merupakan akuifer yang mempunyai muka air tanah (Kodoatie dan
Sjarief, 2010).

Sedangkan akuifer tertekan merupakan akuifer jenuh air yang dibatasi


oleh lapisan atas dan lapisan bawah yang kedap air (aquiclude) dan
tekanan airnya lebih besar dari tekanan atmosfir. Pada lapisan
pembatasnya tidak ada air yang mengalir (Kodoatie dan Sjarief, 2010).
Akuifer tertekan adalah akuifer yang batas lapisan atas dan lapisan
bawah adalah formasi tidak tembus air, muka air akan muncul di atas
formasi tertekan bawah. Akuifer ini bisa ada atau tidak pada bawah
permukaan tanah.
Mengacu pada kriteria CAT dalam PP No. 43 Tahun 2008, maka
kriteria Bukan CAT (Non-CAT) atau CAT tidak potensial adalah
sebagai berikut:
1. Tidak mempunyai batas hidrogeologis yang dikontrol oleh
kondisi geologis dan/atau kondisi hidraulik air tanah.
2. Tidak mempunyai daerah imbuhan dan daerah lepasan air
tanah dalam satu sistem pembentukan air tanah.
3. Tidak memiliki satu kesatuan sistem akuifer.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 75 -


B.3.2. SEBARAN CAT DI INDONESIA

Tidak semua daerah memiliki potensi air tanah berlimpah. Daerah-


daerah yang masuk di dalam wilayah cekungan air tanah (CAT)
umumnya punya potensi air tanah yang lebih besar jika dibandingkan
dengan daerah yang tidak termasuk di dalam wilayah cekungan air
tanah. Sebaran daerah CAT dan daerah yang bukan merupakan
cekungan air tanah (Non-CAT) di Indonesia sesuai dengan Keppres
No. 26 Tahun 2011 sebagaimana Gambar 3.11 .

Gambar 3.11. Peta sebaran wilayah CAT dan non-CAT di Indonesia


(Sumber: Keppres No. 26 tahun 2011)

Luas CAT dan Non-CAT adalah sebagai berikut (KepPres No. 26


Tahun 2011):
1) Luas CAT : 907,615 km2 (atau 47,2% luas daratan)
2) Luas Non-CAT : 1,014,985 km2 (atau 52,8% luas daratan)
3) Luas daratan : 1,922,600 km2 (100%)

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 76 -


Secara khusus peta sebaran daerah Cekungan air tanah di Nusa
Tenggara Timur dapat lihat pada Gambar 3.12 berikut.

Gambar 3.12. CAT di Nusa Tenggara Timur

Sedangkan menurut Permen ESDM Nomor 02 Tahun 2017 Tentang


CAT di Indonesia CAT bahwa jumlah CAT yang telah ditetapkan
sampai saat ini adalah sebanyak 421 buah terdiri dari CAT lintas batas
Negara sebanyak 4 buah, CAT lintas batas provinsi 36 buah, dan CAT
dalam wilayah provinsi berjumlah 381 yang tersebar di hampir seluruh
provinsi di Indonesia, kecuali Provinsi Kepulauan Riau. Total besaran
jumlah potensi air tanah pada CAT mencapai; pada akuifer bebas
sebesar 494.390 juta m3 /tahun dan pada akuifer tertekan sebesar
20.903 juta m3 /tahun, sebagaimana Tabel 3.1.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 77 -


Tabel 3.1. Jumlah potensi air tanah pada cekungan air tanah tiap pulau
di Indonesia
No Wilayah Cekungan Air Tanah (CAT)
Jumlah Luas Potensi air tanah (Juta
(km2) m3/tahun)
Bebas (Q1) Tertekan (Q2)
1 P. Sumatera 65 270.756 121.701 6.548
2 P Jawa & 80 80.937 38.551 2.046
Madura
3 P. Kalimantan 21 181.362 67.963 1.102
4 P. Sulawesi 91 37.778 19.694 550
5 P. Bali 8 4.381 1.577 21
6 NTB 9 9.475 1.908 107
7 NTT 39 31.929 6.229 200
8 Kep. Maluku 68 25.830 11.943 1.231
9 P. Papua 40 262.870 222.524 9.098
Total 421 905.318 494.390 20.903
Sumber: Permen ESDM No. 02 Tahun 2017

B.4 RANGKUMAN
1. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau
ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan
yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
2. WS adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air
dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-
pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000
km2. Atau, kesatuan wilayah pengelolan sumber daya air

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 78 -


dalam satu atau lebih DAS. Untuk pulau kecil yang luasnya
kurang dari 2000 km seluruh pulau ditetapkan sebagai satu
WS.
3. Cakungan Air Tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh
batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti
proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah
berlangsung.
4. Pengelolaan DAS berlandaskan pada azas keterpaduan,
kelestarian, kemanfaatan, keadilan, kemandirian (kelayakan
usaha) serta akuntabilitas. Diselenggarakan secara terpadu,
menyeluruh berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Serta
dilakukan melalui pendekatan ekosistem yang dilaksanakan
berdasarkan prinsip satu DAS, satu rencana, satu sistem
pengelolaan dengan memperhatikan sistem pemerintahan yang
desentralisasi sesuai jiwa otonomi yang luas, nyata dan
bertanggung jawab.

DAFTAR PUSTAKA
1. Arsyad, S (2012): Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB Press.
Bogor
2. Arwin (2009): Perubahan Iklim, Konversi Lahan dan Ancaman
Banjir dan Kekeringan di Kawasan Terbangun - Pidato Guru
Besar di Majelis Guru Besar ITB Bandung, disampaikan pada
rapat majelis guru besar ITB Bandung pada tanggal 27 Februari
2009.
3. Asdak, C. (2002): Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta.
4. http://konservasidas.fkt.ugm.ac.id/2016/09/10/daerah-aliran-
sungai/ diunduh tanggal 27 September 2017
5. Keppres No. 26 Tahun 2011 tentang CAT

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 79 -


6. Keputusan Menteri Kehutanan Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS),
Nomor 52/Kpts-II/2001 Tanggal 23 Pebruari 2001.
7. Keputusan Presiden RI Nomor 26 Tahun 2011 tantang CAT
8. Kodoatie, R.J., dan Sjarief, R. (2010): Tata Ruang Air Tanah,
Penerbit Andi, Yogyakarta.
9. Kodoatie, R.J., dan Sjarief, R. (2010): Tata Ruang Air, Penerbit
Andi, Yogyakarta.
10. Maryono, A., 2005. Eko-Hidraulik Pembangunan Sungai.
Yogyakarta : Magister Sistem Teknik Program Pasca Sarjana
Universitas Gadjah Mada
11. Pengelolaan Air Tanah Di Indonesia: Konservasi Air Tanah
Berbasis Cekungan Air Tanah (Permen Esdm No. 02 Tahun 2017
Tentang Cekungan Air Tanah Di Indonesia).
http://www.bgl.esdm.go.id/index.php/berita-terkini/660-
pengelolaan-air-tanah-di-indonesia-konservasi-air-tanah-
berbasis-cekungan-air-tanah-permen-esdm-no-02-tahun-2017-
tentang-cekungan-air-tanah-di-indonesia
12. Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.39/Menhut-II/2009
tanggal 12 Juni 2009 Tentang Rencana Pengelolaan DAS
Terpadu.
13. Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah
14. Permen ESDM Nomor 02 Tahun 2017 tentang CAT.
15. PP RI Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya
Air.
16. Sinukaban, N. (2007): Konservasi Tanah dan Air Kunci
Pembangunan Berkelanjutan: Pengembangan DAS dengan Tebu
sebagai Tanaman Konservasi. Direktorat Jenderal RLPS. Jakarta.
17. Sosrodarsono, S. dan Takeda, K. (1977): Bendungan Urugan.
Pradya Paramita. Jakarta
18. Sosrodarsono, S dan Tominaga (1994): Perbaikan dan
Pengaturan Sungai. Pradnya Paramita. Jakarta
19. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 80 -


C. PENUTUP
C.1. LATIHAN
Baca secara berulang dan cermat mengenai bahasan mengenai
”Wilayah Pengelolaan Sumber Daya Air” yang telah dipaparkan di
atas serta dalami melalui Daftar Pustaka yang telah dicantumkan atau
referensi ilmiah lainnya. Diskusikan bersama teman dan/atau dosen
mengenai hal-hal yang kurang dimengerti.

C.2. TES DAN KUNCI


Tes
Bacalah secara rinci soal di bawah ini dan jawablah secara tepat.
1) Jelaskan apa yang menyebabkan sehingga dalam pengelolaan
SDA pada tiga wilayah PSDA yakni wilayah DAS, WS dan
CAT memiliki keunikan tersendiri.
2) Jelaskan tentang peranan DAS, WS dan CAT dalam PSDA
berkelanjutan.
3) Jelaskan pandangan anda, bahwa dilihat dari fakta bahwa
potensi air tanah di Indonesia cukup melimpah, apakah dengan
demikian berarti bahwa kita boleh memanfaatkan air tanah
denan sebebas-bebasnya?

Kunci
Hanya menjadi acuan jawaban, tidak menjadi rumusan yang baku,
bisa dilakukan pengembangan sesuai pendapat orisinal dari
mahasiswa/pembaca.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 81 -


a. Pengelolaan Suber Daya Air (PSDA), terjadi dalam suatu
ruang/wilayah air yakni Daerah Aliran Sungai (DAS), Wilayah
Sungai (WS) dan Cekungan Air Tanah (CAT). Antara satu
wilayah dengan wilayah lainnya memiliki kekhasan dan
keunikan tersendiri karena dipengaruhi oleh kondisi wilayah
(geografis, topografis, morfologi tanah dan batuan, penutupan
lahan) dan iklim setempat.
b. DAS, WS dan CAT merupakan ruang atau wilayah dimana air
dan sumber air berada. Keberlanjutan PSDA akan sangat
bergantung sejauh mana ruang atau wilayah tersebut tetap
terjaga, melalui pengelolaan yang memperhatikan asas
keterpaduan, kelestarian, kemanfaatan, keadilan, kemandirian
serta akuntabilitas. Diselenggarakan secara terpadu,
menyeluruh berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
c. Sumber daya alam apapun meskipun tersedia dalam jumlah
yang melimpah namun dalam pemanfaatannya harus
memperhatikan daya dukung lingkungan dan kelestariannya,
maksudnya adalah pemanfaatan haruslah dilakukan dengan
secara bertanggung-jawab dengan memperhatikan
keberlanjutannya bagi generasi mendatang. Pemanfaatan yang
tidak terkontrol atas air tanah akan mengakibatkan dampak
negatif bagi lingkungan dan manusia.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 82 -


BAB 4
IKLIM DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

A. PENDAHULUAN
Salah satu faktor penting dalam PSDA berkelanjutan adalah iklim.
Iklim di Indonesia secara umum adalah iklim tropis basah, namun pada
sebagian daerah beriklim tropis kering. Iklim merupakan salah satu
faktor kunci dalam pengelolaan sumber daya air, disamping faktor
penutupan lahan, karena iklim secara langsung mempengaruhi siklus
hidrologi dimana perputaran air di bumi ini terjadi.
Bagian ini akan membahas tentang Iklim dan PSDA, yang terdiri dari
beberapa bagian bahasan, yakni: iklim di Indonesia, serta perubahan
dan variabilitas Iklim, pengaruh dan kekeringan dan contoh kasus iklim
di Kupang.
Capaian pembelajaran yang akan dicapai setelah mahasiswa
mempelajari buku ajar ini adalah:
1) Mampu menjelaskan tentang tipe iklim di Indonesia.
2) Mampu membedakan dan menjelaskan tentang variabilitas
iklim dan perubahan iklim
3) Mampu menjelaskan tentang peranan iklim dalam menentukan
model pengelolaan sumber daya air berkelanjutan.

B. PENYAJIAN
B.1. IKLIM DI INDONESIA
Iklim adalah kondisi cuaca dalam suatu periode yang panjang,
sedangkan musim terjadi karena adanya perbedaan jumlah sinar

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 83 -


matahari yang menyebabkan terjadinya perbedaan suhu. Cuaca
didefinisikan sebagai kondisi atmosfer pada suatu wilayah untuk
periode waktu yang singkat (jam atau hari). Dengan kata lain, cuaca
lebih bersifat sesaat sedangkan iklim lebih bersifat pengulangan untuk
periode waktu yang panjang (Lakitan, 1994; Matthews, 2005 dalam
Kodoatie dan Sjarief, 2010). Unsur cuaca dan iklim terdiri dari suhu,
tekanan udara, kelembaban, angin, curah hujan, jumlah partikel
atmosfer, radiasi matahari, evapotranspirasi potensial, dan unsur
meteorologi lainnya (Lakitan, 1994; Dupe, 1999).

Pola iklim dan curah hujan di Indonesia memiliki variasi yang berbeda
secara spasial (Aldrian dan Susanto, 2003), hal ini disebabkan karena
wilayahnya yang berupa kepulauan dan berada pada daerah tropis
(Tjasyono dan Bannu, 2003; BPS, 2014). Keunikan iklim dan pola
hujan di Indonesia juga dipengaruhi oleh letaknya yang berada diantara
dua samudera dan dua benua, karena itu tidak semua wilayah Indonesia
mempunyai pola hujan yang sama (Boerema, 1928; Aldrian dan
Susanto, 2003).

Dalam rangka pengelolaan sumber daya air dan untuk kebutuhan


lainnya yang membutuhkan informasi dan data iklim, maka iklim dapat
diklasifikasi atas beberapa metode. Metode Oldeman adalah klasifikasi
iklim berdasarkan parameter curah hujan untuk kebutuhan pertanian.
Metode Koppen berdasarkan parameter temperatur, sedangkan metode
Smith Ferguson berdasarkan parameter curah hujan.

Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Köppen, iklim dibagi atas lima


bagian, yakni:
a) iklim tropis basah,
b) iklim kering,
c) iklim di garis lintang tengah dengan musim dingin yang sejuk,

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 84 -


d) iklim di garis lintang tengah dengan musim dingin yang dingin
dan
e) iklim kutub.

Iklim kering (dry climates) memiliki suhu berkisar antara 20-35° C.


Termasuk di dalam iklim kering ini adalah iklim kering arid dan iklim
kering semi-arid (http://www.physicalgeography.net/
fundamentals/7v.html).

Dalam konteks iklim, kata arid digunakan untuk menyatakan keadaan


yang merujuk kepada suatu kontinum nisbah (rasio) rerata presipitasi
tahunan (meliputi curah hujan, embun, salju) terhadap evapotranspirasi
potensial tahunan (meliputi penguapan dari badan perairan terbuka dan
penguapan dari mahluk hidup). Kata bahasa Indonesia yang digunakan
secara teknis sebagai padanan kata arid adalah ringkai sehingga semi-
arid menjadi semi-ringkai.

Ciri khas daerah dengan iklim semi-arid adalah perbedaan musim


hujan dan kemarau yang sangat menyolok. Secara rata-rata, hujan
turun dalam tiga sampai empat bulan dan musim kemarau tujuh sampai
delapan bulan. Curah hujan tahunan berkisar kurang dari 1000 mm dan
di daerah tertentu sampai dengan 1200 mm. Dengan pengecualian, di
dataran yang lebih tinggi, curah hujan bisa mencapai lebih dari 1500
sampai 2000 mm/tahun dengan lama musim hujan bisa mencapai enam
bulan. Ciri khas daerah semi-arid lainnya adalah evapotranspirasi jauh
lebih besar dibanding presipitasi, dan intensitas hujan sangat tinggi
pada musim hujan. Variabilitas curah hujan yang tinggi pada saat
musim penghujan dan musim kemarau menyebabkan erosi yang sangat
besar (Roshetko dkk., 2000 dikutip Sardjono dkk., 2003; Messakh,
dkk. 2013).

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 85 -


Daerah Nusa Tenggara Timur merupakan daerah dengan pola hujan
monsunal (tipe A) (Boerema, 1928; Aldrian dan Susanto, 2003),
sekaligus beriklim semi-arid di Indonesia
(http://www.greatsaltlakeinfo.org/ Background/SemiArid; UNEMG,
2011, Messakh, dkk., 2013). FAO (1989) menyebutkan daerah semi-
arid dicirikan dengan daerah yang memiliki nilai evapo-transpirasi
potensial (ETo*) lebih besar dibanding curah hujan, dan mencakup
secara keseluruhan daerah arid mencakup luasan hampir 31% dari
seluruh luas area di bumi.

Gambar 4.1 Peta Daerah Arid/Semi-arid Dunia (MEA, Ecosystem and


Human Well-being, Desertification Synthesis, USA,
2005; http://www.greatsaltlakeinfo.org/Background/
SemiArid)

Persoalan kuantitas dan kontinuitas air merupakan persoalan mendasar


di daerah Nusa Tenggara Timur dalam hal penyediaan air bagi
kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari. Hal ini sesuai pendapat
Montenegro dan Ragab (2012) bahwa, pada daerah semi-arid frekuensi
kejadian hujan banyak terjadi di bawah rata-rata dan tidak menentu

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 86 -


sehingga sering mengakibatkan kekeringan. Menurut Messakh, dkk.,
(2015), variabilitas debit mata air antara musim penghujan dan
kemarau di Kota Kupang dapat mencapai 70%, bahkan dari hasil
pengamatan di lokasi sebagian besar sungai akan mengalami
kekeringan dan tidak terdapat aliran permukaan, sehingga
keberlanjutan pemanfaatan air oleh masyarakat menjadi terkendala.
Padahal menurut Gleick dkk., (1995) dalam Devitt dan Moris (2010),
pemanfaatan air yang berkelanjutan adalah pemanfaatan air yang
mendukung kemampuan masyarakat untuk bertahan dan berkembang
ke masa depan yang tidak terbatas tanpa merusak integritas siklus
hidrologi atau sistem hidrologi yang bergantung kepadanya.

B.2. PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM

Secara statistik, iklim juga mencakup tidak hanya nilai rata-rata, tetapi
juga variasi besaran dari hari ke hari, bulan ke bulan hingga tahun ke
tahun. Iklim dalam arti yang sempit dapat juga didefinisikan sebagai
kondisi cuaca rata-rata, atau gambaran statistik dalam menyatakan
rata-rata dan variabilitas nilai/ukuran yang terkait pada periode tertentu
yang berkisar dari beberapa bulan, ribuan sampai jutaan tahun
(Lakitan, 1994; IPCC, 2007). Iklim suatu wilayah sangat dipengaruhi
oleh garis lintang rendah (tropis), menengah (sedang), atau tinggi
(kutub), topografi dan ada tidaknya badan air (laut, danau, atau sungai).
Wilayah yang berlokasi di garis lintang rendah (wilayah tropis) akan
menerima radiasi matahari maksimum hampir sepanjang tahun;
Wilayah yang berlokasi di garis lintang menengah akan menerima
radiasi matahari maksimum selama tiga bulan dalam setahun, sehingga
menyebabkan terjadinya empat musim, dingin, semi, panas, dan gugur.
Sementara di lintang tinggi dapat dikatakan tidak pernah menerima
radiasi matahari maksimum sepanjang tahun (Matthews, 2005 dalam
Kodoatie dan Sjarief, 2010)

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 87 -


Mengenai perubahan iklim, UU No. 31 Tahun 2009 mendefinisikan
perubahan iklim sebagai berubahnya iklim yang diakibatkan langsung
atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang menyebabkan
perubahan komposisi atmosfer secara global serta perubahan
variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat
dibandingkan. Perubahan iklim adalah berubahnya baik pola dan
intensitas unsur iklim pada periode waktu yang dapat dibandingkan
(biasanya terhadap rata rata 30 tahun). Perubahan iklim dapat
merupakan suatu perubahan dalam kondisi cuaca rata-rata atau
perubahan dalam distribusi kejadian cuaca terhadap kondisi rata-
ratanya. Sebagai contoh, lebih sering atau berkurangnya kejadian
cuaca ekstrim, berubahnya pola musim dan peningkatan luasan daerah
rawan kekeringan. Dengan demikian, fluktuasi yang periodenya lebih
pendek dari beberapa dekade (semisal 30 tahun), seperti El Niño, tidak
dapat dikatakan sebagai perubahan iklim.

Secara umum perubahan iklim berlangsung dalam waktu lama (slow


pace) dan berubah secara lambat (slow onset) (IPCC, 2001; IPCC,
2007). Perubahan berbagai parameter iklim yang berlangsung perlahan
tersebut dikarenakan berbagai peristiwa ekstrim yang terjadi pada
variabilitas iklim yang berlangsung secara terus menerus. Peristiwa
ekstrim menyebabkan berubahnya besaran statistik rata rata iklim yang
pada akhirnya menggeser atau merubah iklim pada umumnya (Dupe,
1999; IPCC, 2001; FAO, 2003). Dengan demikian maka pemantauan
perubahan iklim dapat dilakukan dengan melakukan pemantauan
kondisi iklim ekstrim. Menurut Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC, 2001), perubahan iklim merupakan perubahan pada
komponen iklim, yaitu suhu, curah hujan, kelembaban, evaporasi, arah
dan kecepatan angin, dan perawanan. Respon yang dapat dilakukan
terkait perubahan iklim yang telah, sedang, dan akan terjadi adalah
dengan melakukan tindakan adaptasi terhadap dampak, serta

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 88 -


melakukan mitigasi untuk mengurangi faktor penyebab perubahan
iklim.

IPCC (2001), menyatakan hasil-hasil observasi yang semakin jelas


memberikan suatu kumpulan gambaran akan adanya pemanasan dunia
dan perubahan dalam sistem iklim. Pertama, temperatur permukaan
rata-rata (rata-rata temperatur udara dan permukaan air) telah
meningkat sejak tahun 1861. Sepanjang abad ke-20, peningkatan suhu
adalah 0,6 ± 0,2oC, peningkatan terutama terjadi antara 1910-1945 dan
1976-2000, dan dekade yang paling panas adalah 1990-2000 dan tahun
terpanas adalah 1998 (Gambar 4.2).

Gambar 4.2. Variasi suhu permukaan bumi (IPCC, 2001).

Perubahan iklim juga menyebabkan pada abad ke-20 terjadi


peningkatan curah hujan di wilayah tropis sebesar 0,2-0,3%. Namun
sebaliknya, di beberapa wilayah Asia dan Afrika, frekuensi dan
intensitas kekeringan terobservasi meningkat pada dekade terakhir.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 89 -


Selanjutnya, episode hangat karena kejadian ENSO telah terjadi lebih
sering, tetap, dan lebih intensif sejak pertengahan 1970-an.
Meningkatnya temperatur akan berdampak terhadap percepatan
penguapan air, baik dari tanah maupun tanaman. Perubahan pola curah
hujan akan berdampak pada tingginya intensitas hujan dalam periode
yang pendek dan akan menimbulkan banjir. Tingginya curah hujan
juga mengakibatkan hilangnya lahan karena erosi dan longsor.
Sementara itu di beberapa tempat pola curah hujan terjadi dengan
intensitas rendah dalam periode kemarau yang panjang, sehingga
terjadi kekeringan dimana-mana (IPCC, 2001; Dao-Yi Gong, 2004).

Mahmud (2010) menyatakan bahwa, variabilitas iklim merupakan


standar deviasi iklim inter tahunan selama interval waktu lebih dari 20
tahun, sedangkan perubahan variabilitas iklim dinyatakan sebagai
rasio standar deviasi iklim yang akan datang dibagi dengan standar
deviasi iklim sekarang dikurangi nilai satu, dan diekspresikan sebagai
persentase. Nilai nol menunjukkan tidak ada perubahan iklim,
sedangkan positif atau negatif menunjukkan adanya peningkatan atau
penurunan variabilitas iklim.

Proyeksi perubahan variabilitas sampai dengan tahun 2050, untuk


seluruh wilayah Indonesia ada peningkatan yang bervariatif, seperti di
Sumatra mempunyai perubahan variabilitas 0,01-7,86 %, di Pulau
Jawa, Bali dan NTB mempunyai perubahan variabilitas 0,01-5,20 %,
di Kalimantan mempunyai perubahan variabilitas 2,34-5,20 %, di
Maluku mempunyai perubahan variabilitas 5,20-7,85 %, dan di Papua
mempunyai nilai variabilitas perubahan 5,20-8,63 % (Mahmud, 2010).

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 90 -


B.3. IKLIM DAN KEKERINGAN

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi PSDA adalah kondisi


iklim setempat. Dengan keberagaman iklim di dunia serta di Indonesia
yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi ketersediaan
air dalam siklus hidrologi yang berlangsung, maka faktor iklim perlu
menjadi hal yang paling diperhatikan. Iklim dapat menyebabkan
kelangkaan air dan berimplikasi kepada bencana kekeringan di suatu
wilayah.
Nusa Tenggara Timur merupakan daerah yang beriklim semi-arid. Ciri
khas daerah dengan iklim semi-arid adalah perbedaan musim hujan dan
kemarau yang sangat menyolok. Rata-rata hujan turun dalam tiga
sampai empat bulan dan musim kemarau tujuh sampai delapan bulan.
Evapotranspirasi jauh lebih besar daripada presipitasi. Ciri lain dari
daerah semi-arid adalah intensitas hujan sangat tinggi pada musim
hujan. Perbedaan antara musim hujan dan musim kemarau ini
menyebabkan erosi yang sangat besar (Roshetko dkk., 2000 dikutip
Sardjono dkk., 2003).
Sebagai daerah beriklim semi-arid maka masalah kekeringan akrab
dengan kehidupan sebagian masyarakat daerah ini. Kekeringan
menyebabkan masalah di bidang ketersediaan air sebagai persoalan
yang sering ditemui, baik itu menyangkut persoalan kuantitas, kualitas,
kontinuitas dan keterjangkauan (K-4 problem).
Kekeringan disebabkan karena pada saat musim kemarau ketersediaan
air jauh berkurang, dan kondisi ini semakin diperparah dengan dampak
pemanasan global yang menyebabkan musim kemarau akan makin
panjang dan sebaliknya musim penghujan akan semakin pendek
namun intensitas hujan lebih besar. Hal ini akan memperparah
kekeringan yang ada. Akibatnya pada musim kemarau kekeringan
menjadi semakin lama dan persoalan defisit air menjadi semakin

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 91 -


komplek. Karena itu, Kodoatie (2010) menyebutkan bahwa kekeringan
merupakan problem manajemen pengelolaan sumber daya air yang
komplek.

Messakh, dkk. (2014) melakukan kajian tentang iklim di Kupang dan


sekitarnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu udara rata-rata
adalah 27,19°C dengan suhu rata-rata terendah terjadi pada bulan Juli
yakni 25,93°C di mana pada saat itu matahari berada pada belahan
bumi bagian utara sedangkan daerah penelitian berada pada belahan
bumi bagian selatan. Suhu rata-rata tertinggi pada bulan November
sebesar 28,92°C. Kelembaban udara relatif rata-rata adalah 76,25%
dengan data tertinggi pada bulan Februari sebesar 86,56% yang
merupakan salah satu bulan dengan curah hujan tertinggi dan terendah
pada bulan Agustus sebesar 67,11% yang juga merupakan salah satu
bulan dengan curah hujan terendah. Rata-rata lamanya penyinaran
matahari yang terjadi adalah 9,87 jam/hari dari kemungkinan jumlah
jam maksimum penyinaran matahari selama 12,08 jam.

Hasil kajian selanjutnya oleh Messakh, dkk., (2014) menunjukkan


adanya tren perubahan parameter iklim rata-rata rentang waktu 1986-
2010, salah satunya ditunjukan oleh suhu. Suhu menunjukkan tren
meningkat dengan perubahan suhu rata-rata adalah 0,27°C . Hal ini
sejalan dengan tren perubahan suhu global yakni 0,7°C per-100 tahun.
Selain perubahan suhu relatif, data anomali suhu global juga
menunjukkan peningkatan semakin tinggi terutama mulai tahun 1980.
Data menunjukkan adanya tren anomali suhu global yang akan terus
mengalami peningkatan. Distribusi kenaikan anomali suhu global tidak
merata dan berbeda antara daratan dan lautan, antara bumi belahan
utara (BBU) dan bumi bagian selatan (BBS) serta berbeda antar
wilayah dan antar jenis tutupan lahan. Untuk wilayah Kupang dalam
periode tahun 1983-2003 suhu tertinggi mencapai 39,80°C dengan

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 92 -


suhu rata-rata maksimum 31,25°C. Laju perubahan suhu adalah
1,3535°C per-10 tahun (bmkg.go.id).

Perubahan iklim global yang dicirikan oleh perubahan unsur-unsur


iklim seperti perubahan suhu udara permukaan bumi, curah hujan,
kelembaban, kecepatan angin, evaporasi dan transpirasi akan
berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap respon
hidrologi wilayah yang selanjutnya menentukan ketersediaan air untuk
berbagai kebutuhan. Menurut Messakh, dkk. (2014) hal ini juga terjadi
di daerah Nusa Tenggara Timur, oleh karena itu besaran dan distribusi
air juga akan mengalami perubahan dan dalam jangka panjang
kelestarian sumber daya air memerlukan perhatian yang serius.
Kenaikan suhu akibat perubahan iklim akan menaikkan laju penguapan
tanaman, tanah, waduk, sungai dan lainnya yang menyebabkan
menipisnya ketersediaan air dan berakibat kekeringan. Kenaikan suhu
yang tidak merata di seluruh bumi menimbulkan adanya tekanan
rendah dan tekanan tinggi baru. Pola angin bergeser dan pola hujan
berubah. BMKG menyatakan bahwa daerah yang berada di garis
lintang tinggi dan sebagian lintang rendah dapat mengalami
peningkatan presipitasi sedangkan pada daerah lintang tengah dan
garis lintang rendah mengalami kurangnya curah hujan. Hal ini berarti,
perubahan iklim dapat menyebabkan terjadinya pergeseran musim di
berbagai daerah, dimana musim kemarau akan berlangsung lama
sehingga menimbulkan bencana kekeringan dan penggurunan. Musim
hujan akan berlangsung dengan tren intensitas curah hujan lebih tinggi
dari curah hujan normal, yang berdampak bencana banjir dan tanah
longsor. Menurut IPCC (2001), perubahan Iklim juga diprediksi dapat
mengakibatkan kenaikan 2% hingga 3% rata-rata curah hujan

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 93 -


B.4. RANGKUMAN

1) Iklim adalah kondisi cuaca dalam suatu periode yang panjang,


sedangkan musim terjadi karena adanya perbedaan jumlah sinar
matahari yang menyebabkan terjadinya perbedaan suhu. Cuaca
didefinisikan sebagai kondisi atmosfer pada suatu wilayah untuk
periode waktu yang singkat (jam atau hari). Dengan kata lain,
cuaca lebih bersifat sesaat sedangkan iklim lebih bersifat
pengulangan untuk periode waktu yang panjang.

2) Unsur cuaca dan iklim terdiri dari suhu, tekanan udara,


kelembaban, angin, curah hujan, jumlah partikel atmosfer,
radiasi matahari, evapotranspirasi potensial, dan unsur
meteorologi lainnya.

3) Pola iklim dan curah hujan di Indonesia memiliki variasi yang


berbeda secara spasial, hal ini disebabkan karena wilayahnya
yang berupa kepulauan dan berada pada daerah tropis. Keunikan
iklim dan pola hujan di Indonesia juga dipengaruhi oleh letaknya
yang berada diantara dua samudera dan dua benua, karena itu
tidak semua wilayah Indonesia mempunyai pola hujan yang
sama.

4) Dengan keberagaman iklim di dunia serta di Indonesia yang


secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi ketersediaan
air dalam siklus hidrologi yang berlangsung, maka faktor iklim
perlu menjadi hal yang paling diperhatikan. Iklim dapat
menyebabkan kelangkaan air dan berimplikasi kepada bencana
kekeringan di suatu wilayah.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 94 -


DAFTAR PUSTAKA

1. Arwin (2009): Perubahan Iklim, Konversi Lahan dan Ancaman


Banjir dan Kekeringan di Kawasan Terbangun - Pidato Guru
Besar di Majelis Guru Besar ITB Bandung, disampaikan pada
rapat majelis guru besar ITB Bandung pada tanggal 27 Februari
2009.
2. Asdak, C. (2002): Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta.
3. Borema, J. (1928): Typen van den Regenval in Nederlandsch Indie,
Koninklijk Magnetisch en Meteorologisch te Batavia,
Verhandelingen No. 18.
4. Dao-Yi Gong, Pei-Jun Shi dan Jing-Ai Wang (2004): Daily
Precipitation Changes in the Semi-Arid Region Over Northern
China. Journal of Arid Environments, 59, 4, 771-784.
5. Devit, D. dan Morris, D. (2010): “Sustainable Water Use in Urban
Landscapes in the 21st Century: a Las Vegas Perspective” Acta
Horticulturae, 881, 483-486,
6. Dupe, Z.L. (1999): El Nino – La Nina Prediction Using Harmonic
and Fuzzy Logic Method. Master Thesis, Bandung Institute of
Technology, Bandung
7. FAO (1989): Arid Zone Forestry: A Guide for Field Technicians,
FAO, Rome
8. FAO (2003): Report Water: Review of Water Resources by
Country, FAO, Rome.
9. http://www.greatsaltlakeinfo.org/Background/SemiArid; Diakses
tanggal 27 September 2017
10. http://www.physicalgeography.net/fundamentals/7v.html Diakses
tanggal 27 September 2017
11. IPCC (2001): Climate Change 2001: The Scientific Basis.
Contribution of Working Group I to the Third Assessment Report
of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Edited by
Houghton, J.T. et al. Cambridge University Press. Cambridge. UK.
12. IPCC (2007): Climate Change 2007: The Physical Science Basis.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 95 -


Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report
of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Edited by
Alley, R. et al. IPCC Secretariat. Switzerland.
13. Kodoatie, R.J., dan Sjarief, R. (2010): Tata Ruang Air, Penerbit
Andi, Yogyakarta.
14. Lakitan, B. (1994): Dasar-Dasar Klimatologi. Penerbit PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
15. Mahmud (2010): Skenario Perubahan Variabilitas Iklim Indonesia:
Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan
Global – Fakta, Mitigasi, Adaptasi, ISBN: 978-979-17490-0-8.
16. Messakh J J, Arwin, dan Hadihardaja I K (2014). Climate change
and strategy of reservoir operation in semi-arid area, West Timor.
International Proceeding: The 3rd International Seminar on
Sustainable Urban Development 112-9
17. Messakh J J, Arwin, Hadihardaja I K., dan Chalik A A (2015): A
study on fulfillment of drinking water need of people in semi-arid
areas in Indonesia. Journal of People and Environment. 22 (3) 271-
80
18. www.bmkg.go.id/iklim diakses tanggal 9 September 2017
19. Oldeman, L.R., dan Frere, M. (1982): A Study of the
Agroclimatology of the Humid Tropics of Southeast Asia. FAO of
the United Nation, Rome. P14-21
20. Sardjono, M.A., Djogo, T., Arifin, H.S., dan Wijayanto, N. (2003):
Klasifikasi dan Pola Kombinasi Komponen Agroforestri. World
Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Office,
Bogor Indonesia.
21. Tjasyono, B., dan Bannu (2003): Dampak ENSO Pada Faktor
Hujan di Indonesia. Jurnal Matematika dan Sains, 8, 15-22.
22. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 Tentang Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika.
23. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
24. UNEMG (2011): Global Drylands: A UN System Wide Respons,
United Nations Environment Management Group, New York.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 96 -


C. PENUTUP
C.1. LATIHAN
Baca secara berulang dan cermat mengenai bahasan mengenai ”Iklim
dan Pengelolaan Sumber Daya Air” yang telah dipaparkan di atas serta
dalami melalui Daftar Pustaka yang telah dicantumkan atau referensi
ilmiah lainnya. Diskusikan bersama teman dan/atau dosen mengenai
hal-hal yang kurang dimengerti.
C.2. TES DAN KUNCI
Tes
Bacalah secara rinci soal di bawah ini dan jawablah secara tepat.
1) Jelaskan tentang pola iklim di Indonesia.
2) Jelaskan perbedaan antara variabilitas iklim dan perubahan
iklim
3) Jelaskan tentang kondisi iklim di Nusa Tenggara Timur dan
kaitannya dengan PSDA berkelanjutan.
Kunci
Hanya menjadi acuan jawaban, tidak menjadi rumusan yang baku,
bisa dilakukan pengembangan sesuai pendapat orisinal dari
mahasiswa/pembaca.

1) Pola iklim di Indonesia memiliki variasi yang berbeda secara


spasial, hal ini disebabkan karena wilayahnya yang berupa
kepulauan dan berada pada daerah tropis. Keunikan iklim di
Indonesia juga dipengaruhi oleh letaknya yang berada diantara dua
samudera dan dua benua, karena itu tidak semua wilayah Indonesia
mempunyai pola iklim yang sama.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 97 -


2) Perbedaan antara variabilitas iklim dan perubahan iklim adalah
sebagai berikut:
Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan
langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang
menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global serta
perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun
waktu yang dapat dibandingkan.
Perubahan iklim adalah berubahnya baik pola dan intensitas unsur
iklim pada periode waktu yang dapat dibandingkan (biasanya
terhadap rata rata 30 tahun). Perubahan iklim dapat merupakan
suatu perubahan dalam kondisi cuaca rata-rata atau perubahan
dalam distribusi kejadian cuaca terhadap kondisi rata-ratanya.
Variabilitas iklim adalah merupakan standar deviasi iklim inter
tahunan selama interval waktu lebih dari 20 tahun, sedangkan
perubahan variabilitas iklim dinyatakan sebagai rasio standar
deviasi iklim yang akan datang dibagi dengan standar deviasi iklim
sekarang dikurangi nilai satu, dan diekspresikan sebagai
persentase. Nilai nol menunjukkan tidak ada perubahan iklim,
sedangkan positif atau negatif menunjukkan adanya peningkatan
atau penurunan variabilitas iklim.
3) NTT merupakan daerah beriklim semi-kering dengan musim hujan
hanya berkisar Antara tiga sampai empat bulan, dibanding musim
kemarau panjang yang mencapai delapan sampai Sembilan bulan.
Untuk PSDA yang berkelanjutan maka perlu dilakukan upaya
kuratif dan mitigasi pencegahan bahaya dampak kekeringan akibat
kemarau panjang melalui upaya-upaya konservasi, pembangunan
waduk, embung dan sejenisnya untuk dapat menampung air
sebanyak mungkin pada saat musim penghujan sehingga dapat
digunakan pada musim kemarau panjang.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 98 -


BAB 5
PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN

A. PENDAHULUAN

Sumber air yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk menunjang


aktivitas kehidupannya dapat berasal dari air permukaan dan air tanah.
Air permukaan merupakan air yang memiliki daerah aliran dan
peredaran di permukaan daratan. Sumber air masyarakat biasanya
berasal dari sumber air permukaan. Yang termasuk kedalam air
permukaan diantaranya adalah air sungai, air tanah, air danau dan jenis
air lain yang pada dasarnya berada di permukaan. . Pada umumnya air
ini mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur,
batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri kota, dan lain
sebagainya.

Bagian ini akan membahas mengenai pengelolaan air permukaan yang


meliputi bahasan: pengertian dan jenis air permukaan; cara pengelolaan
air permukaan.
Capaian pembelajaran yang akan dicapai setelah mahasiswa
mempelajari buku ajar ini adalah:
1) Mampu menjelaskan tentang pengertian air permukaan dan
jenis-jenis air permukaan.
2) Mampu menjelaskan tentang sistem pengelolaan air
permukaan.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 99 -


B. PENYAJIAN

B.1. PENGERTIAN DAN JENIS AIR PERMUKAAN

B.1.1 Pengertian

Menurut UU SDA No 7/2004; Kodoatie dan Sjarief (2010), air


permukaan adalah semua air yang terdapat di permukaan tanah, seperti
sungai, danau, waduk, embung, dan saluran irigasi. Air permukaan
adalah air yang terkumpul di atas tanah atau di mata air, sungai danau,
lahan basah, atau laut. Air permukaan berhubungan dengan air bawah
tanah atau air atmosfer.

Air permukaan kurang baik jika dikonsumsi langsung oleh manusia


karena sering mengalami pencemaran cukup tinggi, terutama di daerah
aliran sungai (DAS) di kawasan padat penduduk. Air permukaan
paling banyak dimanfaatkan sebagai air baku karena ketersediaannya
lebih banyak, namun kualitasnya lebih buruk karena pengaruh
pencemaran dan erosi.

Air permukaan secara alami terisi melalui presipitasi dan secara alami
berkurang melalui penguapan dan rembesan ke bawah permukaan
sehingga menjadi air bawah tanah. Air permukaan merupakan sumber
terbesar untuk air bersih.

B.1.2. Macam-macam air permukaan

Menurut Totok. (2006); Kodoatie dan Sjarief (2010); Indarto (2011),


pada bagian-bagian tertentu, permukaan tanah dapat menampung air.
Bentuk-bentuk tertampungnya air berbeda-beda. Namun secara umum,
ada tiga bentuk penampung air tawar di permukaan bumi, yakni sungai,
danau, dan rawa.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 100 -


Pada umumnya air ini mendapat pengotoran selama pengalirannya,
misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran
industri kota, dan lain sebagainya.

1) Sungai

Secara umum sungai adalah kumpulan air yang bergerak pada saluran-
saluran yang terbentuk secara alami dari tempat yang tinggi ke tempat
yang lebih rendah hingga akhirnya sampai ke laut. Hulu sungai
biasanya merupakan mata air yang memancarkan air yang makin lama
menyatu dan membentuk sungai. Daerah hulu sungai biasanya tidak
terlalu dalam dan arus pada daerah ini biasanya deras.

Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu


pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada
umumnya mempunyai derajat pengotoran yang sangat tinggi.

2) Danau

Danau adalah genangan air yang tertampung oleh cekungan bumi


dengan volume yang besar. Air danau dapat bersumber dari aliran
sungai, hujan, atau mata air yang memancar dari dalam tanah. Selain
itu, danau juga dapat dibentuk oleh manusia dengan cara membendung
aliran air atau sungai. Danau bendungan ini biasanya disebut
bendungan atau waduk.

3) Rawa

Kawasan di daratan yang tergenang air dengan kedalaman yang lebih


dangkal bila dibandingkan dengan danau disebut rawa. Rawa biasanya
ditumbuhi berbagai tanaman air. Di daerah sekitar pantai rawa-rawa
banyak ditumbuhi hutan bakau (mangrove). Kebanyakan air rawa ini

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 101 -


berwarna yang disebabkan oleh adanya zaat-zat organis yang telah
membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang
menyebabkan warna kuning coklat.

B.2. PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN (SURFACE WATER


MANAGEMENT)

Menurut Arsyad (2010), pengelolaan air permukaan meliputi:


a. pengendalian air permukaan
b. penyadapan air
c. meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah
d. pengolahan tanah
e. penggunaan bahan penyumbat tanah dan penolak air, dan
f. melapisi saluran air

Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Pengendalian air permukaan.

Para pakar menyebutkan bahwa kemungkinan terbaik mengonversi air


adalah mengendalikan bagian curah hujan yang mengalir di atas
permukaan tanah. Tidak semua air yang mengalir di atas permukaan
atanah akan sampai dan menjadi bagian dari air yang mengalir di dalam
sungai atau di dalam danau. Sebagian air tersebut hilang sewaktu
bergerak ke dalam sungai atau danau tersebut.

Cara paling efektif untuk memelihara keadaan permukaan tanah agar


mudah menyerap dan menahan air adalah melindungi tanah tersebut
sehingga tidak mudah terdispersi. Cara untuk mencapai tujuan tersebut
adalah seperti penutupan lahan dengan mulsa, penambahan pupuk
organik, dan penggunaan bahan-bahan/preparat kimia.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 102 -


Pengendalian air permukaan untuk memperpanjang waktu air tertahan
di atas permukaan tanah dan meningkatkan jumlah air yang masuk ke
dalam tanah merupakan tujuan para ahli. Pengolahan tanah dan
penanaman menurut garis kontur merupakaj metode konservasi tertua
(Arsyad, 2012)

2. Penyadapan atau pemanenan air (water harvesting).

Water harvesting yang berarti pemanenan air atau lebih dikenal dengan
istilah penyadapan air, merupakan salah bidang dalam konservasi air.
Konsep ini didasarkan asumsi bahwa suatu bagian lahan tertentu lebih
berharga diberi air daripada bagian lainnya.

Metode ini berpotensi memanfaatkan curah hujan setinggi 25 mm


untuk menghasilkan 25 liter air setiap 1 m2 lahan. Jika air hujan
dibiarkan jatuh dan masuk ke dalam tanah secara merata, mungkin
sedikit sekali pengaruhnya terhadap kandungan air tanah. Akan tetapi
jika air tersebut dikumpulkan dan diberikan kepada bidang tanah
tertentu saja maka akan lebih banyak air yang dapat disediakan bagi
pertumbuhan tanaman. Caranya adalah dengan menutupi suatu bagian
permukaan tanah dengan bahan yang tidak tembus air atau dengan
memberikan bahan kimia yang membuat air tidak dapat masuk ke
dalam tanah, tetapi mengalir atau dialirkan ke bagian tanah lainnya
yang ditanami dengan tanah tertentu. Bahan-bahan yang pernah dicoba
adalah emulsi anion atau kation aspal, lembar alumunium
pembungkus, karet buthyl, dan plastik polyethylene. Setelah dua tahun
perlakuan, 100% air hujan dapat disadap (Arsyad, 2002).

Metode lainnya adalah dengan cara pembuatan galengan berdasarkan


kontur selebar 75-100 cm dan ditutupi lapisan plastik. Daya guna
sistem ini bersumber pada: (1) penggunaan curah hujan yang rendah

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 103 -


secara efisien, (2) penggunaan air tanah yang bertambah di dalam
barisan tanaman secara lebih baik, dan (3) meningkatkan suhu tanah
yang merangsang perkecambahan dan pertumbuhan tanaman.

3. Meningkatkan Kapasitas Infiltrasi Tanah.

Cara ini dilakukan dengan maksud untuk memperbaiki struktur tanah.


Secara umum, cara yang paling efektif dalam meningkatkan kapasitas
infiltrasi atau menjaga kapasitas infiltrasi yang tinggi adalah dengan
memberikan penutupan terhadap tanah dengan tanaman penutup tanah
atau mulsa, atau dengan memberikan bahan organik.

4. Pengolahan Tanah.

Cara pengolahan tanah dapat mempengaruhi besarnya aliran


permukaan dan infiltrasi. Beberapa cara pengolahan tanah yang baik
dalam konservasi air adalah pengolahan tanah minimum, olah tanam,
wheel track planting, lister planting, dan strip tillage.

5. Penggunaan Bahan Penyumbat Tanah dan Penolak Air (Soil


sealantas and water repellents).

Merupakan cara pengendalian evaporasi dan kehilangan rembesan dari


waduk dan saluran air.

6. Melapisi Saluran-Saluran Air.

Dapat dilakukan dengan berbagai bahan pelapis. Namun demikian


pengurangan 100% kehilangan air dengan pelapisan jarang dapat
dicapai.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 104 -


B.3. RANGKUMAN

1) Air permukaan adalah semua air yang terdapat di permukaan


tanah, seperti sungai, danau, waduk, embung, dan saluran irigasi.
Definisi lainnya menyebutkan bahwa air permukaan adalah air
yang terkumpul di atas tanah atau di mata air, sungai danau, lahan
basah, atau laut. Air permukaan berhubungan dengan air bawah
tanah atau air atmosfer.

2) Secara umum, ada tiga bentuk penampung air tawar di permukaan


bumi, yakni sungai, danau, dan rawa.

3) Pengelolaan air permukaan meliputi: pengendalian air permukaan,


penyadapan air, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah,
pengolahan tanah, penggunaan bahan penyumbat tanah dan
penolak air, dan melapisi saluran air.

DAFTAR PUSTAKA
1. Arsyad, S (2012): Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB Press.
Bogor
2. Indarto (2011): Hidrologi Operasional, Penerbit Andi, Yogjakarta.
3. Kodoatie, R.J., dan Sjarief, R. (2010): Tata Ruang Air, Penerbit
Andi, Yogyakarta.
4. Totok, S. 2006. Teknologi Penyedian Air Bersih. Jakarta : Rineka
Cipta.
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 105 -


C. PENUTUP
C.1. LATIHAN
Baca secara berulang dan cermat mengenai bahasan mengenai
”Pengelolaan Air Permukaan” yang telah dipaparkan di atas serta
dalami melalui Daftar Pustaka yang telah dicantumkan atau referensi
ilmiah lainnya. Diskusikan bersama teman dan/atau dosen mengenai
hal-hal yang kurang dimengerti.

C.2. TES DAN KUNCI


Tes
Bacalah secara rinci soal di bawah ini dan jawablah secara tepat.
1) Apa dampak yang bisa ditimbulkan apabila pemanfaatan air
permukaan tidak menjadi prioritas?
2) Berikan pendapat anda tentang pengelolaan air permukaan yang
baik dan berkelanjutan?
Kunci
Hanya menjadi acuan jawaban, tidak menjadi rumusan yang baku,
bisa dilakukan pengembangan sesuai pendapat orisinal dari
mahasiswa/pembaca.
1) Selain air hujan, sumber utama air bagi kebutuhan manusia adalah
air permukaan dan air tanah. Dampak yang ditimbulkan dari
pemanfaatan air permukaan yang tidak menjadi prioritas adalah
adanya ekploitasi secara berlebihan terhadap air tanah untuk bisa
memenuhi kebutuhan hidup manusia, yang akan berakibat pada
beberapa hal, misalnya: (a) adanya penurunan muka tanah di
daerah Jakarta Utara akibat eksploitasi air tanah yang tidak
terkendali bahkan pemanfaatan air tanah sudah mencapai air tanah

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 106 -


purba yang telah tersimpan dalam waktu yang relatif sangat lama
di dalam tanah,, (b) adanya infiltrasi air laut (asin) jauh kedaratan
dan mencemari air tanah, (c) potensi air permukaan yang berasal
dari curah hujan yang cukup besar di wilayah Indonesia,
cenderung tidak dimanfaatkan dan terbuang percuma, dll
2) Pengelolaan air permukaan yang baik dan berkelanjutan adalah
yang memperhatikan tentang daya dukung lingkungan, digunakan
secara efisien sesuai kebutuhan, memperhatikan upaya konservasi
daerah tangkapan air, dan memperhatikan kualitas, kuantitas serta
kontnuitas bagi kebutuhan masyarakat saat kini dan mendatang
secara berkeadilan.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 107 -


Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 108 -
BAB 6
PENGELOLAAN AIR TANAH

A. PENDAHULUAN

Selain air permukaan, maka sumber air yang dapat dimanfaatkan oleh
manusia untuk menunjang aktivitas kehidupannya adalah air tanah. Air
tanah terdapat di bawah permukaan tanah baik berada di daratan
maupun di bawah dasar laut, mengikuti sebaran karakteristik tempat
keberadaannya yaitu dalam lapisan tanah atau batuan pada cekungan.

Keberadaan air tanah di Indonesia cukup melimpah, akan tetapi tidak


disetiap tempat terdapat air tanah tergantung pada kondisi geologi,
yang meliputi proses pengendapan dan struktur geologi yang
berpengaruh terhadap sifat fisik tanah dan batuan serta curah hujan.

Bagian ini akan membahas mengenai air tanah, yang terdiri dari:
pengertian air tanah, zonasi air tanah, jenis-jenis air tanah, aspek
pengelolaan air tanah dan kebijakan pengelolaan air tanah di Indonesia.

Capaian pembelajaran yang akan dicapai setelah mahasiswa


mempelajari buku ajar ini adalah:
1) Mampu menjelaskan tentang air tanah karakteristiknya.
2) Mampu menjelaskan tentang zonasi air tanah, kerawanan yang
ditimbulkan akibat kesalahan dalam pengelolaan dan solusi
yang ditawarkan.
3) Mampu menjelaskan tentang sistem pengelolaan air air tanah.
4) Mampu mengevaluasi kebijakan tentang pengelolaan air tanah

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 109 -


di Indonesia dengan mengambil contoh kasus yang terjadi di
daerah masing-masing.

B. PENYAJIAN

B.1 PENGERTIAN DAN ASAL AIR TANAH

Para ahli mengatakan bahwa air tanah adalah bagian air yang berada
pada lapisan di bawah permukaan tanah atau air yang terdapat dalam
lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan. Definisi yang lain
menyebutkan bahwa air tanah adalah air yang tersimpan/terperangkap
di dalam lapisan batuan yang mengalami pengisian/ penambahan
secara terus menerus oleh alam (Kodoatie dan Sjarief, 2010; UU SDA
No. 7/2004; Hadisusanto, 2010); Soewarno, 2000).

Air tanah berasal dari air hujan, laut, atau magma. Air tanah yang
berasal dari air hujan (air meteorit) disebut air vados atau air tua. Air
ini mengandung air berat (H3) atau tritium. Tritium ialah suatu unsur
yang terbentuk pada atmosfer dan terdapat di dalam tanah karena
turunbersama-sama dengan air hujan.

Air tanah yang berasal dari laut juga terdapat di daerah pantai dan
kemungkinan air tanah ini asin. Air tanah yang berasal dari magma
disebut air juvenil. Air juvenil belum mengalami siklus hidrologi. Air
ini merupakan air baru yang ditambahkan pada zone kejenuhan dari
kulit bumi yang dalam. Air yang berasal dari magma itu belum tentu
berbentuk air, tetapi dapat berbentuk hidrogen (H) dan oksigen (O2).

Air tanah berasal dari air hujan yang meresap melalui berbagai media
peresapan, antara lain sebagai berikut.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 110 -


a) Rongga-rongga dalam tanah akibat pencairan berbagai kristal
yang membeku pada musim dingin.
b) Rongga-rongga dalam tanah yang dibuat binatang (cacing dan
rayap).
c) Retakan-retakan pada lapisan tanah yang terjadi pada musim
kemarau, dan pada waktu musim hujan menjadi sangat basah
dan becek, seperti tanah liat dan lumpur.
d) Pori-pori tanah yang gembur atau berstruktur lemah akan
meresapkan air lebih banyak daripada tanah yang pejal.
e) Rongga-rongga akibat robohnya tumbuh-tumbuhan yang
berakar besar.

Kedalaman air tanah tidak sama pada setiap tempat. Hal itu tergantung
pada tebal tipisnya lapisan permukaan di atasnya dan kedudukan
lapisan air tanah tersebut. Kedalaman air pada sumur-sumur yang
digali merupakan cerminan kedalaman air tanah pada suatu tempat.
Permukaan yang merupakan bagian atas dari tubuh air itu disebut
permukaan preatik.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan kedalaman air


tanah adalah: (a) permebilitas tanah, dan (b) kemiringan lereng.
Permeabilitas tanah adalah tingkat kemampuan lapisan batuan atau
kemampuan tanah dalam menyerap air. Hal ini ditentukan oleh besar
kecilnya pori-pori batuan penyusun tanah. Semakin besar pori-pori
batuan, semakin banyak air yang dapat diserap oleh tanah tersebut.
Lapisan batuan yang tidak dapat ditembus air disebut lapisan kedap air
atau impermeable dan yang dapat ditembus air disebut lapisan lolos air
atau permeable. Sedangkan kemiringan lereng atau topografi curam

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 111 -


menyebabkan air yang lewat sangat cepat sehingga air yang meresap
sangat sedikit.

Air tanah secara umum mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan,


khususnya dari segi bakteriologis, namun dari segi kimiawi air tanah
mempunyai beberapa karakteristik tertentu tergantung pada lapisan
kesadahan, kalsium, magnesium, sodium, bikarbonat, pH dan lain-
lainnya.

Manfaat air tanah bagi kehidupan, antara lain: (a) merupakan bagian
yang penting dalam siklus hidrologi, (b) menyediakan kebutuhan air
bagi hewan dan tumbuh-tumbuhan, (c) merupakan persediaan air
bersih secara alami, (d) untuk keperluan hidup manusia (minum,
memasak dan mencuci), (e) untuk keperluan industri (industri tekstil
dan industri farmasi), dan (f) untuk irigasi pada sektor pertanian

B.2. ZONASI DAN JENIS-JENIS AIR TANAH

Menurut Kodoatie dan Sjarief (2010); Arsyad (2010); Linsey, dkk


(1994), zonasi air tanah berdasarkan kondisi lapisan tanah dibagi
menjadi dua zona yakni:

1) Zona air berudara (zone of aeration). Zona ini adalah suatu lapisan
tanah yang mengandung air yang masih dapat kontak dengan
udara. Pada zona ini terdapat tiga lapisan tanah, yaitu lapisan air
tanah permukaan, lapisan intermediate yang berisi air gravitasi dan
lapisan kapiler yang berisi air kapiler
2) Zona air jenuh (zone of saturation). Zona ini adalah suatu lapisan
tanah yang mengandung air tanah yang relatif tak terhubung
dengan udara luar dan lapisan tanahnya atau aquifer bebas.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 112 -


Selanjutnya, beberapa jenis-jenis air tanah yang diketahui adalah
sebagai berikut:

1) Air Tanah Freatik. Air Tanah Freatik adalah air tanah dangkal,
contohnya air sumur yang terletak di antara air permukaan dan
lapisan kedap air (impermeable). Kualitas air tanah dangkal sangat
rendah khususnya pada daerah urban, dan kontinuitasnya sangat
tergantung musim. Hal-hal yang perlu diketahui dalam pembuatan
sumur dangkal adalah: (a) Sumur harus diberi tembok rapat air 3
m dari muka tanah, agar pengotoran oleh air permukaan dapat
dihindarkan, (b) sekeliling sumur harus diberi lantai rapat air
selebar 1-1,5 m untuk mencegah terjadinya pengotoran dari luar,
(c) pada lantai (sekelilingnya) harus diberi saluran pembuangan air
kotor, agar air kotor dapat tersalurkan dan tidak akan mengotori
sumur ini, (d) pengambilan air sebaiknya dengan pipa kemudian
air dipompa ke luar, dan (e) pada bibir sumur, hendaknya diberi
tembok pengaman setinggi 1m.

2) Air Tanah Dalam (Artesis). Artesis adalah air tanah dalam,


terletak di antara lapisan akuifer dengan lapisan batuan kedap air
(akuifer terkekang). Kualitas dari air tanah dalam pada umumnya
lebih baik dari air dangkal, karena penyaringnya lebih sempurna
dan bebas dari bakteri. Susunan unsur-unsur kimia tergantung pada
lapis-lapis tanah yang dilalui. Jika melalui tanah lumpur, maka air
itu akan menajdi sadah, karena mengandung Ca (HCO3)2 dan Mg
(HCO3)2. Jika melalui batuan granit, maka air itu lunak dan agresif
karena mengandung gas CO2¬dan Mn (HCO3).

3) Air Tanah meteorit (Vados). Meteorit (Vados) merupakan air


tanah yang berasal dari proses presipitasi (hujan) dari awan yang
mengalami kondensasi bercampur debu meteorit.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 113 -


4) Air Tanah Baru (Juvenil). Air tanah baru yang merupakan air
tanah yang terbentuk dari dalam bumi karena intrusi magma. air
tanah juvenil ditemukan dalam bentuk air panas (geyser).

5) Air Fosil (Konat). Air Fosil (Konat) adalah air tanah yang terjebak
pada pori-pori batuan pada saat batuan tersebut terbentuk. Air
tanah dapat berasal dari air tawar atau air laut dan bermineral
tinggi.

Permasalahan yang sering terjadi pada air tanah, khususnya untuk


pemakaian rumah tangga dan industri, di wilayah urban dan dataran
rendah adalah memiliki kecenderungan untuk mengandung kadar besi
atau asam organik tinggi. Hal ini bisa diakibatkan dari kondisi geologis
Indonesia yang secara alami memiliki deposit Fe tinggi terutama di
daerah lereng gunung atau diakibatkan pula oleh aktivitas manusia.
Sedangkan air dengan kandungan asam organik tinggi bisa disebabkan
oleh adanya lahan gambut atau daerah bakau yang kaya akan
kandungan senyawa organik. Ciri-ciri air yang mengandung kadar besi
tinggi atau kandungan senyawa organik tinggi bisa dilihat sebagai
berikut :

a) Air mengandung zat besi. Air dengan kandungan zat besi tinggi
akan menyebabkan air berwarna kuning. Pertama keluar dari kran,
air nampak jernih namun setelah beberapa saat air akan berubah
warna menjadi kuning. Hal ini disebabkan karena air yang berasal
dari sumber air sebelum keluar dari kran berada dalam bentuk ion
Fe2+, setelah keluar dari kran Fe2+ akan teroksidasi menjadi Fe3+
yang berwarna kuning.

b) Air kuning permanen. Air kuning permanen biasanya terdapat di


daerah bakau dan tanah gambut yang kaya akan kandungan

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 114 -


senyawa organik. Berbeda dengan kuning akibat kadar besi tinggi,
air kuning permanen ini sudah berwarna kuning saat pertama
keluar dari kran sampai beberapa saat kemudian didiamkan akan
tetap berwarna kuning.

Macam-macam air tanah juga dapat dibedakan atas air bawah tanah,
geiser, travertine dan sungai bawah tanah, sebagai berikut:

a) Air bawah tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah
yang tidak kedap air (preatis) dan air tanah dalam yang kedap air
(artesis). Contoh air preatis adalah air sumur.
b) Geiser adalah mata air dari dalam tanah yang menyemburkan uap
dan air panas ke atas pada waktu-waktu tertentu. Pemanasan air ini
berasal dari dalam bumi. Air tanah yang mencapai daerah panas
bumi akan berubah menjadi uap air, karena uap air mempunyai
kekuatan yang berupa tekanan, maka jika tekanannya sudah cukup
tinggi, akan menyembur lepas ke permukaan bumi, jika persediaan
air tanah dan panas buminya sudah habis, maka geiser akan
berhenti. Geiser banyak terdapat di Eslandia, Selandia Baru dan
Taman nasional Yellowstone, USA. Di Indonesia juga ada sumber-
sumber air yang memancarkan air panas ke permukaan bumi,
misalnya di Cisolok dekat Pelabuhan Ratu (Jawa Barat) dan di
Kuwu, Purwodadi (Jawa Tengah).
c) Travertin adalah endapan kalsium karbonat (CaCo3) yang
dihasilkan oleh mata air. Pada umumnya mata air travertin
mengandung gamping. Contoh travertin di Indonesia terdapat di
Pegunungan seribu Jawa Tengah dan Ciater Jawa Barat.
d) Sungai Bawah Tanah. Air hujan yang masuk ke dalam tanah
melalui lubang-lubang dan mengalir di bawah permukaan tanah di

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 115 -


daerah kapur (karst) di sebut sungai bawah tanah. Sungai-sungai
ini mengalir dan bermuara di laut.

B.3. TIPE-TIPE AKIFER

Volume air yang meresap ke dalam tanah tergantung pada jenis lapisan
batuannya. Berdasarkan kenyataan tersebut terdapat dua jenis lapisan
batuan utama, yaitu lapisan kedap (impermeable) dan lapisan tak kedap
air (permeable).

Gambar 6.1. Muka air tanah freatik (water table) yang menjadikan
kedaiaman air tanah berbeda-beda di beberapa tempat
(Sumber: Google Image)

Untuk lapisan tanah pada air tanah terdapat dua jenis lapisan, yaitu
lapisan kedap air dan lapisan tidak kedap air.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 116 -


a) Lapisan Kedap Air (impermeable). Kadar pori lapisan ini sangat
kecil sehingga kemampuan untuk melewatkan air juga kecil. Kadar
pori adalah jumlah ruang pada celah butirbutir tanah yang
dinyatakan dengan bilangan persen. Yang termasuk lapisan kedap
air antara lain geluh, napal, dan lempung. Lapisan permukaannya
mengisap air hingga jenuh. Daerah-daerah yang lapisan tanahnya
kedap, pada umumnya mempunyai keadaan sebagai berikut: (1)
terdapat banyak jaringan aliran sungai, (2) kandungan air tanahnya
kecil, (3) permukaan tanahnya mudah terkikis, dan (4) daerah
sungai mudah dilanda banjir.

b) Lapisan Tak Kedap Air (permeable). Kadar pori lapisan tak kedap
air cukup besar maka kemampuan untuk melewatkan air juga
besar. Air hujan yang jatuh akan terus meresap ke bawah dan
berhenti di suatu tempat yang telah tertahan oleh lapisan kedap.
Yang termasuk lapisan tembus air antara lain pasir, padas, kerikil,
dan kapur. Lapisan-lapisan ini merupakan tempat-tempat
persediaan air yang baik. Bagian atas dari tubuh air ini disebut
permukaan preatik, yang tinggi permukaannya dinyatakan oleh
tinggi air tanah dalam sumur. Air tanah yang berada pada lapisan
berpori dan yang terletak di antara kedua lapisan yang kedap air
disebut air preatis. Air preatis dapat menimbulkan gejala-gejala
berupa: sungai bawah tanah di daerah kapur, mata air, mata air
artesis, geyser, dan travertin.

Kedalaman air tanah dapat dilihat pada permukaan air sumur.


Kedalaman permukaan sumur di tempat yang satu sering berbeda
dengan kedalaman sumur di tempat lain. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain permeabilitas tanah, kemiringan lahan, dan
jarak tempat dengan laut atau danau (untuk daerah yang keadaan tanah
dan hujannya sama).

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 117 -


Gambar 6.2. Skema irisan lapisan-lapisan air tanah (Sumber: Google
Image)
Keterangan:
1 = Air di lapisan tanah humus (gembur atau topsoil).
2 = Perjalanan absorbsi air tanah.
3 = Perjalanan absorsi air tanah secara kapiler.
4 = Lapisan air tanah phreatik.
5 = Lapisan tanah kedap bagi air.
6 = Lapisan air tanah dalam.
SP = Sumur pompa; SA = Sumur artesis.

Air tanah freatik terdapat pada formasi lapisan batuan porous yang
menjadi pengikat air tanah dengan jumlah cukup besar. Kedalaman
lapisan freatik tergantung pada ketebalan lapis-lapis batuan di atasnya.
Jika lapisan freatik menjumpai retakan atau patahan maka air akan
keluar ke permukaan dan awalnya sering membawa endapan air.

Untuk menjaga agar kelestarian air tanah di lingkungan kita tetap


terjamin maka perlu dicegah hal-hal berikut.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 118 -


1. Penggunaan air tanah yang berlebih-lebihan oleh pengusaha
untuk keperluan industri harus dicegah karena akan
mempercepat penurunan volume air tanah.
2. Kepadatan penduduk dan permukiman yang berlebihan juga
harus dicegah karena berkaitan dengan membesarnya konsumsi
air tanah.
3. Peraturan yang ditetapkan pemerintah agar ditaati dalam
pemanfaatan air tanah (tawar) di daerah pantai supaya tidak
terjadi perluasan.
4. Perusakan hutan dan lahan penghijauan harus dicegah agar tidak
menimbulkan ketimpangan tata air.
5. Konversi atau perubahan penggunaan lahan dalam suatu daerah
aliran sungai harus diperhitungkan dampak dan manfaatnya.
6. Pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) diperketat, khususnya terhadap air tanah, terhadap
rencana pembangunan.
7. Pembuangan/kontaminasi limbah terhadap air tanah agar
dihindarkan, baik limbah domestik (dari masyarakat) maupun
limbah industri.
8. Membuat sumur resapan khususnya di kota-kota yang padat
pemukimannya.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 119 -


B.4. PENGELOLAAN AIR TANAH

B.4.1. Aspek-aspek Penting dalam Pengelolaan Air Tanah

Air tanah meskipun merupakan sumber daya alam yang dapat


diperbaharui, tetapi memerlukan waktu yang lama dalam
pembentukannya, bias mencapai puluhan bahkan ribuan tahun. Maka,
apabila sumber daya tersebut mengalami kerusakan baik kualitas,
kuantitas maupun kondisi lingkungannya akibat pengambilan air tanah
yang berlebihan, akan memerlukan waktu yang lama, biaya tinggi, dan
teknologi yang rumit dalam pemulihannya. Untuk menjaga agar air
tanah dapat dimanfaatkan dengan optimal, baik untuk saat ini maupun
yang akan datang, perlu adanya suatu peraturan dalam pengelolaan air
tanah tersebut baik bagi pengguna maupun aparat/instansi pemerintah
baik di pusat maupun di daerah

Sebelumnya, pengelolaan air tanah selama ini didasarkan pada


tempat/lokasi pengambilan sumur air bersih /produksi terutama pada
sumur bor dalam (well management). Ternyata pengelolaan seperti ini
tidak efektif, karena sifat air tanah yang tidak dapat dilepaskan dari
susunan lapisan akuifernya yaitu lapisan batuan jenuh air tanah yang
dapat menyimpan dan meneruskan air tanah dalam jumlah cukup dan
ekonomis, sehingga air tanah tidak hanya diperlakukan pada lokasi
sumur tersebut tetapi harus memperhitungkan susunan lapisan
akuifernya atau wadahnya. Pendekatan pengelolaan air tanah
berdasarkan sumur (well management) juga dapat menimbulkan
beberapa kelemahan, diantaranya :

a) Tidak mengetahui potensi air tanah secara nyata dari setiap


akuifer yang dieksploitasi

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 120 -


b) Tidak dapat mengetahui terjadinya perubahan kondisi
lingkungan air tanah seperti pencemaran air tanah dan
amblesan tanah
c) Tidak dapat melakukan pengendalian terhadap kualitas air
tanah.
Untuk itu, sebagai satu kesatuan sistem akuifer, cekungan air tanah
(CAT) ditetapkan sebagai dasar pengeloaaan air tanah di Indonesia.
Pada peraturan terbaru, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral No. 02 Tahun 2017 tentang CAT di Indonesia, disebutkan
bahwa CAT menjadi dasar pengelolaan air tanah di Indonesia dan
menjadi acuan penetapan zona konservasi air tanah, pemakaian air
tanah, pengusahaan air tanah, dan pengendalian daya rusak air tanah.
CAT ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:
a) mempunyai batas hidrogeologis yang dikontrol oleh kondisi
geologis dan/atau kondisi hidraulika air tanah;
b) mempunyai daerah imbuhan dan daerah lepasan air tanah
dalam satu sistem pembentukan air tanah; dan
c) memiliki satu kesatuan sistem akuifer.

Air tanah merupakan salah satu sumber daya air yang keberadaannya
terbatas. Keberadaan air tanah tergantung pada lingkungan vegetasi di
sekitar lokasi yang mempengaruhi adanya reservoir (tampungan) di
dalam tanah. Pada musim kemarau, suatu lokasi yang terdapat sumber
air tanah dapat mengalami kekurangan air, tetapi pada musim hujan
terkena banjir. Salah satu masalah yang mungkin timbul adalah apakah
air yang disimpan tersebut masih berada dalam reservoir yang kita
inginkan atau barangkali sudah berpindah (migrasi) ke tempat lain.
Secara alamiah, kualitas air tanah dipengaruhi oleh susunan kimia
batuan yang dilalui selama proses peresapan. Kualitas air tanah

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 121 -


berbeda-beda wilayah batuan dan daerah tangkapnnya. airtanah
mengalami proses pelarutan mineral air, penyaringan dan pembersihan
diri, sehingga kualitas nya cukup baik sebagai air minum.

Pada umumnya pengelolaan sumberdaya air (khususnya air tanah)


berangkat hanya dari satu sisi saja yakni bagaimana memanfaatkan dan
mendapatkan keuntungan dari adanya air. Namun untuk tidak
dilupakan bahwa jika adanya keuntungan pasti ada kerugian.

Tiga aspek dalam pengelolaan air bawah tanah yang tidak boleh
dilupakan yakni aspek pemanfaatan, aspek pelestarian dan aspek
pengendalian.
1) Aspek pemanfaatan. Hal ini biasanya terlintas dalam pikiran
manusia jika berhubungan dengan air. Baru setelah terjadi
ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan air yang tersedia,
maka manusia mulai sadar atas aspek yang lain.
2) Aspek pelestarian. Agar pemanfaatan tersebut bisa
berkelanjutan, maka air perlu dijaga kelestariannya baik dari
segi jumlah maupun mutunya. Menjaga daerah tangkapan
hujan dihulu maupun daerah penambilan merupakan salah satu
bagian pengelolaan. Sehingga perbedaan debit air musim
kemarau dan musim hujan tidak besar. Demikian pula menjaga
air dari pencemaran limbah.
3) Aspek Pengendalian. Perlu disadari bahwa selain memberi
manfaat, air juga memiliki daya rusak fisik maupun kimiawi
akibat ulah manusia. Oleh karena itu dalam pengelolaan air
tanah tidak boleh dilupakan adalah pengendalian terhadap
daya rusak yang berupa pencemaran air tanah.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 122 -


Dalam pengelolaan air tanah, ketiga aspek penting tesebut, harus
menjadi satu kesatuan, tidap dapat dipisahkan satu dengan yang
lainnya. Salah satu aspek saja terlupakan akan mengakibatkan tidak
lestarinya pemanfaatan air dan bahkan akan membawa akibat buruk.
Jika semua pihak kurang benar dalam mengelola sumberdaya air, tidak
hanya saat ini kita akan menerima akibat, tetapi juga generasi
mendatang.

B.4.2. Landasan Kebijakan Dalam Pengelolaan Air Tanah

Kebijakan pengelolaan air tanah, didasari atas pemikiran:


a) Air tanah merupakan kebutuhan pokok bagi semua makhluk
hidup. Oleh karena itu, dalam pengelolaannya harus dapat
menjamin pemenuhan kebutuhan yang berkecukupan secara
berkelanjutan.
b) Keberadaan air tanah mempunyai fungsi sosial, lingkungan
dan ekonomi. Oleh karena itu, pengelolaannya harus dapat
menjamin kelestarian dan ketersediannya secara
berkesinambungan.

Sesuai pasal 12 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang


Sumberdaya Air, dikatakan bahwa didalam pengelolaan ar tanah
didasarkan pada konsep Cekungan Air Tanah (CAT) yaitu suatu
wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis tempat semua kejadian
hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan
air tanah berlangsung. CAT meliputi CAT lintas Negara, CAT lintas
Provinsi, CAT lintas Kabupaten/Kota dan CAT dalam satu
Kabupaten/Kota. CAT ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas
usul Menteri (pasal 13 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004
tentang Sumberdaya Air.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 123 -


Landasan kebijakan dalam pengelolaan air tanah harusnya
memperhatikam hal-hal sebagai berikut:
a) Air tanah mempunyai peran yang penting bagi kehidupan dan
penghidupan rakyat, mengingat fungsinya sebagai salah satu
kebutuhan pokok hidup.
b) Air Tanah harus dikelola secara bijaksana, menyeluruh, terpadu,
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
c) Pengelolaan air tanah secara teknis perlu disesuaikan dengan
perilaku air tanah meliputi keterdapatan, penyebaran,
ketersediaan dan kualitas air tanah serta lingkungan
keberadaannya.
d) Pengelolaan air tanah perlu diarahkan pada keseimbangan antara
konservasi dan pendaya-gunaan air tanah yang terintegrasi
dalam kebijakan dan pola pengelolaan sumberdaya air.
e) Kegiatan utama dalam pengelolaan air tanah yang mencakup
konservasi dan pendayagunaan air tanah diselenggarakan untuk
mewujudkan kelestarian dan keseimbangan ketersediaan air
tanah dan kemanfaatan air tanah yang berkelanjutan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Selanjutnya, prinsip dari kebijakan pengelolaan air tanah meliputi :
a) Kelestarian kondisi dan lingkungan air tanah.
b) Prioritas kebutuhan air pokok hidup sehari-hari dan pertanian
rakyat.
c) Kesejahteraan masyarakat Provinsi atau Kabupaten/Kota pada
CAT.
d) Keadilan dalam memenuhi kebutuhan air.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 124 -


e) Penggunaan yang saling menunjang antara air tanah dan air
permukaan dengan mengutamakan penggunaan air
permukaan.
f) Keseimbangan antara konservasi dan penggunaan air tanah.
Untuk mendukung pengelolaan air tanah yang berkelanjutan maka
perlu diperhatikan hal-hal antara lain: (1) konservasi, (2)
pendayagunaan sumberdaya air tanah, (3) pengendalian daya rusak air,
(4) sistem informasi sumberdaya air tanah, dan (5) sistem melingkar,
dengan penjelasan sebagai berikut:
1) Konservasi. Ini berarti menggunakan air hanya secukupnya saja
untuk memenuhi kebutuhan yang senyatanya, tanpa
pemborosan. Konservasi yang efektif biasanya meliputi suatu
paket langkah pengendalian yang terdiri dari:
a) Perlindungan dan pelestarian sumber air, antara lain:
pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air,
pengendalian pemanfaatan sumber air, pengaturan daerah
sempadan sumber air dan Rehabilitasi hutan dan lahan.
b) Pengawetan air, antara lain: menyimpan air yang
berlebihan dimusim hujan, penghematan air, dan
pengendalian penggunaan air tanah.
c) Pengelolaan kualitas air, dengan cara memperbaiki
kualitas air pada sumber air antara lain dilakukan melalui
upaya aerasi pada sumber air dan prasarana sumberdaya
air.
d) Pengendalian Pencemaran Air, dengan cara mencegah
masuknya pencemaran air pada sumber air dan prasarana
sumberdaya air.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 125 -


e) Kampanye untuk mendorong konsumen lebih sadar terhadap
akibat penggunaan yang boros.
2) Pendayagunaan Sumberdaya Air Tanah. Pendayagunaan
Sumberdaya Air Tanah adalah pemanfaatan air tanah secara
optimal dan berkelanjutan. Pendayagunaan Sumberdaya air
tanah dilakukan melalui kegiatan inventarisasi potensi air tanah,
perencanaan pemanfaatan air tanah, perizinan, pengawasan dan
pengendalian.
3) Pengendalian Daya Rusak Air. Pengendalian daya rusak air
dilakukan secara menyeluruh yang mencakup upaya
pencegahan, penanggulangan dan pemulihan air tanah.
4) Sistem Informasi Sumberdaya Air Tanah. Ini berarti
penggunaan teknologi dan sistem yang selalu siap bekerja
dengan sumber-sumber daya yang dapat diperoleh dari
lingkungan masyarakat yang dilayani, tanpa ketergantungan
yang berlebih pada masukan dari luar. Hal ini meliputi tidak saja
keuangan, melainkan juga mengelola sistem dan ketrampilan
yang diperlukan untuk merawat dan memperbaiki peralatan
yang telah dipasang dan juga peduli terhadap partisipasi
masyarakat (dalam memilih teknologi yang akan diterapkan dan
dalam menentukan cara mengelolanya, demikian juga dalam
perencanaan, konstruksi, manajemen, dan operasi dan
pemeliharaan yang tepat). Sistem yang tidak mampu berjalan
atau yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat yang seharusnya
dilayani merupakan penyia-nyiaan investasi sumberdaya.
5) Sistem Melingkar (Circular System). Dengan meningkatnya
tekanan jumlah penduduk terhadap sumber-sumber daya yang
terbatas, maka kita perlu memikirkan sistem melingkar, bukan
garis lurus. Kota yang membuang polusinya ke saluran air dan

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 126 -


menyebabkan masalah bagi orang lain tidak bisa diterima lagi.
Sebaliknya, air limbah yang telah diolah seharusnya dianggap
sebagai suatu sumber bernilai yang dapat dipakai.

B.5. KONSERVASI AIR TANAH


B.5.1. Upaya Yang Dapat Dilakukan
Pengelolaan air tanah meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi, konservasi serta pendayagunaan dimana
strategi pengelolaan air tanah tersebut didasarkan pada prinsip
keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan air tanah.
Konservasi air tanah diartikan sebagai upaya memelihara keberadaan
serta keberlanjutan keadaan sifat dan fungsi air tanah agar senantiasa
tersedia baik dalam kualitas dan kuantitas yang memadai untuk
memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada saat waktu sekarang
maupun yang akan datang sehingga diharapkan tidak akan terjadi
adanya krisis air tanah nantinya.
Usaha konservasi air tanah dapat dilakukan melalui beberapa cara
seperti:
a) Perlindungan dan pelestarian air tanah, dengan menjaga daya
dukung akuifer dan fungsi daerah imbuhan air tanah serta
memulihkan kondisi dan lingkungan air tanah pada zona kritis dan
zona rusak,
b) Pengawetan air tanah, ditujukan untuk menjaga keberadaan dan
kesinambungan ketersediaan air tanah yaitu dengan cara
penghematan dalam pemakaian air tanah, meningkatkan kapasitas
resapan air dan pengendalian dalam penggunaan air tanah,

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 127 -


c) Pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran, digunakan
untuk mempertahankan dan memulihkan kualitas air tanah sesuai
dengan kondisi alaminya yaitu dengan cara mencegah pencemaran
air tanah, menanggulangi pencemaran air tanah serta memulihkan
kualitas air tanah yang telah tercemar serta menutup setiap sumur
gali atau sumur bor yang kualitas air tanahnya telah tercemar.
d) Pengendalian daya rusak air, baik terhadap intrusi air laut/asin
serta kemungkinan terjadinya amblesan tanah dengan cara
mengurangi pengguna air tanah yang melampaui daya dukung
akuifer sehingga tidak terjadi penurunan muka air tanah.

Terkait dengan penggunaan air tanah, pengendalian besaran debit air


tanah termasuk pelarangan pengambilan air tanah pada wilayah-
wilayah tertentu untuk izin pengambilan air tanah harus didasarkan
pada konsep pengelolaan air tanah yang berbasis konservasi. Izin
pengambilan air tanah yang diberikan oleh Pemerintah Daerah,
terutama izin pengusahaan air tanah harus melalui tahapan pemberian
rekomendasi teknis yang menggunakan peta zona konservasi air tanah
pada suatu CAT sebagai landasan utama. Penyusunan peta zona
konservasi air tanah ini menjadi tugas Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Provinsi melalui dinas yang membidangi air tanah, sesuai
dengan kewenangan pengelolaan pada cekungan air tanahnya.
Cekungan air tanah lintas provinsi dan lintas Negara menjadi
wewenang Pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian ESDM dan
cekungan air tanah dalam wilayah provinsi menjadi wewenang Dinas
Provinsi yang membidangi air tanah (Dinas ESDM Provinsi).

B.5.2. Zona konservasi air tanah

Zona konservasi air tanah merupakan perangkat penting dalam


pengelolaan air tanah dan terkait langsung dengan pemberian izin

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 128 -


pengambilan air tanah. Faktor utama dalam penyusunan peta zona
konservasi air tanah ini adalah tingkat kerusakan kondisi dan
lingkungan air tanah, yang merupakan gambaran keseimbangan antara
jumlah ketersediaan air tanah dan penggunaannya. Apabila jumlah
pengambilan air tanah lebih besar daripada jumlah ketersediaannya,
akan terjadi kerusakan kondisi dan lingkungan air tanah tersebut.
Sehingga, dasar pertimbangan yang digunakan dalam menentukan
kerusakan kondisi dan lingkungan air tanah tersebut meliputi: (a)
jumlah pengambilan air tanah, (b) penurunan muka air tanah, (c)
perubahan kualitas air tanah; dan/atau (d) dampak negatif terhadap
lingkungan yang timbul seperti amblesan tanah, pencemaran air tanah
karena migrasi zat pencemar, penyusupan air laut ke dalam air tanah
tawar, dan kekeringan yang disebabkan oleh migrasi air tanah dari
sistem akuifer tidak tertekan ke dalam sistem akuifer tertekan.
Zona konservasi air tanah dibedakan menjadi:
a) Zona perlindungan air tanah yang meliputi daerah imbuhan air
tanah dan zona perlindungan mata air, dan
b) Zona pemanfaatan air tanah yang terdiri dari zona aman, rawan,
kritis, dan rusak.
Untuk mendukung kegiatan konservasi air tanah dilakukan dengan
cara melakukan pemantauan air tanah untuk mengetahui kualitas,
kuantitas dan lingkungan air tanah. Pemantauan air tanah tersebut
terutama dilakukan pada sumur pantau yang berfungsi untuk:
a) mengukur dan merekam kedudukan muka air tanah.
b) memeriksa sifat fisika, kandungan unsur kimia, biologi atau
radioaktif dalam air tanah.
c) mencatat jumlah volume air tanah yang dipakai.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 129 -


d) mengetahui perubahan kondisi dan lingkungan air tanah seperti
amblesan.
Beberapa kota besar di Indonesia sudah mengalami krisis air tanah
akibat dampak pengambilan air tanah yang tidak terkontrol. Daerah
Khusus Ibukota (DKI) Jakarta sebagai ibukota negara, merupakan
salah satu daerah yang mengalami krisis air tanah sehingga dampak
dari pengambilan air tanah yang berlebihan selama ini mulai dirasakan
seperti terjadinya penurunan muka tanah di beberapa wilayah dan juga
semakin jauhnya penyusupan air laut ke daratan (intrusi air laut)
(Sumber: KemenESDM)
Untuk menjaga agar kelestarian air tanah tetap terjamin, maka perlu
diperhatikan hal-hal berikut ini.
a) Konsep reduce (menghemat) yaitu penggunaan air tanah yang
diatur sesuai kebutuahan. Untuk menyiram tanaman tidak
mengunakan air tanah sebaiknya menggunakan air permuakan
(sungai/danau/waduk).
b) Konsep reuse (menggunakan) yaitu menggunakan air tanah
yang sesuai dengan kebutuhan dan tidak berlebihan serta
penggunaan lahan dalam suatu daerah aliran sungai harus
diperhitungkan dampak dan manfaatnya.
c) Konsep recovery (mefungsikan) yakni memfungsikan kembali
tampungan-tampungan air dengan cara melestarikan keberadaan
situ dan danau serta menjaga fungsi hutan agar tidak
menimbulkan ketimpangan tata air.

d) Konsep recycle (mengelolah) adalah mengolah air limbah


menjadi air bersih dengan menggunakan metode kimiawi
sehingga layak digunakan lagi dan memperketat pelaksanaan

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 130 -


analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) khususnya
terhadap air tanah.

e) Konsep recharge (mengisi) adalah konsep memasukkan air


hujan ke dalam tanah dan ini dapat dilakukan dengan cara
membuat sumu resapan atau lubang biopori.

B.6. RANGKUMAN
1. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan
di bawah permukaan tanah.
2. Untuk menjaga agar kelestarian air tanah tetap terjamin, maka
perlu diperhatikan hal-hal berikut ini.
a. Konsep reduce (menghemat) yaitu penggunaan air tanah yang
diatur sesuai kebutuahan.
b. Konsep reuse (menggunakan) yaitu menggunakan air tanah
yang sesuai dengan kebutuhan dan tidak berlebihan serta
penggunaan lahan dalam suatu daerah aliran sungai harus
diperhitungkan dampak dan manfaatnya.
c. Konsep recovery (memfungsikan) yakni memfungsikan
kembali tampungan-tampungan air dengan cara melestarikan
keberadaan situ dan danau serta menjaga fungsi hutan agar
tidak menimbulkan ketimpangan tata air.
d. Konsep recycle (mengelolah) adalah mengolah air limbah
menjadi air bersih dengan menggunakan metode kimiawi
sehingga layak digunakan lagi dan memperketat pelaksanaan
analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) khususnya
terhadap air tanah.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 131 -


e. Konsep recharge (mengisi) adalah konsep memasukkan air
hujan ke dalam tanah dan ini dapat dilakukan dengan cara
membuat sumu resapan atau lubang biopori.
3. Konservasi air tanah diartikan sebagai upaya memelihara
keberadaan serta keberlanjutan keadaan sifat dan fungsi air tanah
agar senantiasa tersedia baik dalam kualitas dan kuantitas yang
memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada
saat waktu sekarang maupun yang akan datang
4. Usaha konservasi air tanah dapat dilakukan melalui beberapa cara
seperti: (a) perlindungan dan pelestarian air tanah, (b) pengawetan
air tanah, (c) pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran,
dan (d) pengendalian daya rusak air.

DAFTAR PUSTAKA
1. Arsyad, S (2012): Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB Press.
Bogor
2. Asdak, C. (2002): Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta.
3. Keppres No. 26 Tahun 2011 tentang CAT
4. Kodoatie, R.J., dan Sjarief, R. (2010): Tata Ruang Air Tanah,
Penerbit Andi, Yogyakarta.
5. Undang-Undang No. 7 tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
6. Pengelolaan Air Tanah Di Indonesia: Konservasi Air Tanah
Berbasis Cekungan Air Tanah (Permen Esdm No. 02 Tahun 2017
Tentang Cekungan Air Tanah Di Indonesia).
http://www.bgl.esdm.go.id/index.php/berita-terkini/660-
pengelolaan-air-tanah-di-indonesia-konservasi-air-tanah-
berbasis-cekungan-air-tanah-permen-esdm-no-02-tahun-2017-
tentang-cekungan-air-tanah-di-indonesia
7. Permen ESDM Nomor 02 Tahun 2017 tentang CAT.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 132 -


8. PP RI Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya
Air.
9. Sanim, B. (2011): Sumber Daya Air dan Kesejahteraan Publik –
Suatu Tinjauan Teoritis dan Kajian Praktis. IPB Press, Bogor.
10. Soenarko (2002): Pengelolaan Sumberdaya Air dan Otonomi
Daerah, Andi Yogyakarta, 2002

C. PENUTUP
C.1. LATIHAN
Baca secara berulang dan cermat mengenai bahasan mengenai
”Pengelolaan Air Tanah” yang telah dipaparkan di atas serta dalami
melalui Daftar Pustaka yang telah dicantumkan atau referensi ilmiah
lainnya. Diskusikan bersama teman dan/atau dosen mengenai hal-hal
yang kurang dimengerti.
C.2. TES DAN KUNCI
Tes
Bacalah secara rinci soal di bawah ini dan jawablah secara tepat.
1) Kemukakan pendapat anda tentang kelebihan dan kekurangan
pemanfaatan air tanah bagi kebutuhan manusia.
2) Bagaimana dampak yang bisa ditimbulkan apabila pemanfaatan
air tanah menjadi tidak terkendali?
3) Bagaimana konsep pengelolaan air tanah yang berkelanjutan?
Kunci
Hanya menjadi acuan jawaban, tidak menjadi rumusan yang baku,
bisa dilakukan pengembangan sesuai pendapat orisinal dari
mahasiswa/pembaca.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 133 -


1) Kelebihan air tanah adalah: cenderung memiliki kualitas air yang
lebih baik dibanding air permukaan karena telah mengalami
proses penyaringan yang berulang secara alamiah pada lapisan-
lapisan tanah yang dilewati; tidak langsung berhubungan dengan
alam luar yang terbuka sehingga relatif aman dari pencemaran
secara langsung. Kelemahannya adalah: keberadaannya didalam
tanah berlangsung dalam proses waktu yang lama sehingga
apabila pemanfaatan air tanah dilakukan secara tidak terkendali
dan tidak bertanggung-jawab maka dapat berdampak kepada
penurunaan muka tanah yang mengakibatkan kerusakan pada
bangunan diatas permukaan tanah, dll.
2) (lihat kelemahan pada point 1)
3) Konsep pengelolaan air tanah berkelanjutan dilakukan dengan: (a)
konsep reduce (menghemat) yaitu penggunaan air tanah yang
diatur sesuai kebutuahan, (b) konsep reuse (menggunakan
kembali), (c) konsep recovery (memfungsikan kembali), (d)
konsep recycle (mengolah kembali), dan konsep recharge
(mengisi kembali). Semua ini dibarengi dengan upaya konservasi
yang terus-menerus.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 134 -


BAB 7
PENGELOLAAN AIR BERSIH

A. PENDAHULUAN

Penyediaan air bersih merupakan salah satu persyaratan mendasar


bagi kehidupan manusia. Tahun 2005 menandai dimulainya
"Dasawarsa Aksi Internasional: Air untuk Kehidupan" dan upaya baru
untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium
Development Goals / MDGs) untuk mengurangi separuh proporsi
penduduk dunia tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum dan
sanitasi yang aman oleh 2015. UNICEF dan WHO memperkirakan
bahwa 1,1 miliar orang kekurangan akses terhadap pasokan air bersih.

Bagian ini akan membahas secara khusus tentang Pengelolaan Air


Bersih/Minum, sehingga pembahasan akan meliputi: pengertian dan
masalah global pemenuhan kebutuhan air bersih; persyaratan dalam
penyediaan air bersih untuk kebutuhan manusia; sistem penyediaan air
bersih; sistem distribusi air, dan proyeksi jumlah penduduk dan laju
kebutuhan air.

Capaian pembelajaran yang akan dicapai setelah mahasiswa


mempelajari buku ajar ini adalah:
1) Mampu menjelaskan tentang makna penting air bersih bagi
kehidupan manusia.
2) Mampu menjelaskan tentang syarat air bersih untuk
dikonsumsi.
3) Mampu menjelaskan tentang sistem distribusi dan pengolahan
air bersih.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 135 -


4) Mampu menjelaskan tentang prosedur perhitungan laju
kebutuhan air.

B. PENYAJIAN
B.1. Pengertian dan Masalah Global Penyediaan Air Bersih
B.1.1. Pengertian
Menurut PP RI Nomor 122 Tahun 2015 Tentang Sistem Penyediaan
Air Minum (SPAM), air minum adalah air minum rumah tangga yang
melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang
memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum, sedangkan
air bersih adalah air yang dapat digunakan oleh manusia untuk
keperluan sehari-harinya yang memenuhi syarat-syarat kesehatan dan
dapat diminum apabila telah dimasak. Air bersih dapat berasal dari air
hujan, air permukaan, dan air tanah.
B.1.2. Masalah Global Mengenai Air Bersih
Kebutuhan air baku untuk air minum di berbagai daerah di
Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun,
hal ini dikarenakan pertambahan penduduk dan meningkatnya
kebutuhan manusia dalam aktifitasnya. Sangat vitalnya kebutuhan air
minum bagi masyarakat sehingga Komite PBB untuk Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya, telah mendeklarasikan bahwa “akses terhadap air
merupakan sebuah hak dasar bagi manusia”. Untuk itu pembangunan
air minum bukan saja merupakan salah satu agenda nasional namun
juga menjadi agenda dunia dengan dicanangkannya deklarasi
Millenium Development Goals (MDGs). Target MDGs bidang air
minum tahun 2015 yakni proporsi rumah tangga dengan akses
berkelanjutan terhadap sumber air minum layak perdesaan sebesar
65,81% dan untuk perkotaan sebesar 75,29% (Messakh, dkk. 2015;

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 136 -


Bappenas, 2010)
Masalah air bersih masih merupakan masalah rumit pada sejumlah
daerah di Indonesia. Jangkauan pelayanan air minum secara nasional
mencapai sekitar 76% pada akhir tahun 2015 melalui jaringan
perpipaan dan non-perpipaan. Sebagian besar Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) sebagai operator pelayanan air minum juga masih
bermasalah dengan kinerjanya. Data BPPSPAM Tahun 2013 mencatat
sekitar 20% dari 383 PDAM di Indonesia terkategori ‘sakit’, 30%
'kurang sehat' dan 50% 'sehat'. Padahal target pemerintah pada akhir
tahun 2019 akses pelayanan air minum harus mencapai 100%,
sedangkan laju permintaan air semakin tinggi akibat pertumbuhan
penduduk maupun aktivitas pembangunan.
Penyediaan air bersih dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk pola
konsumsi masyarakat yang dipengaruhi oleh keadaan sosial, budaya
dan ekonomi (Kim dkk., 2007). Hasil penelitian Domene, dkk. (2006)
menunjukkan bahwa pendapatan, jenis rumah, anggota per rumah
tangga, adanya penggunaan di luar ruangan, jenis spesies yang ditanam
di kebun dan perilaku konsumen terhadap praktik konservasi
memainkan peran penting dalam menjelaskan variasi dalam konsumsi
air. Peters, dkk. (2010) menyebutkan bahwa faktor penentu kenaikan
permintaan air yang paling signifikan adalah pertumbuhan penduduk,
perubahan iklim, dan jenis pembangunan perkotaan yang terjadi.
Peters dkk. (2010) juga menemukan bahwa penggunaan air bergantung
pada ukuran rumah tangga, penggunaan musiman, ukuran ruang
terbuka dan tingkat pendidikan. Sejauhmana dan bagiamana faktor
tingkat pendidikan berpengaruh terhadap tingkat pemakaian air bersih
untuk kebutuhan rumah tangga belum diketahui dan merupakan
masalah menarik yang perlu diteliti.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 137 -


B.2. PERSYARATAN DALAM PENYEDIAAN AIR BERSIH
UNTUK KEBUTUHAN MANUSIA.
Persyaratan dalam penyediaan air bersih untuk kebutuhan manusia
haruslah memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Persyaratan Kualitas.

Kualitas air adalah karakteristik mutu yang dibutuhkan untuk


pemanfaatan tertentu dari sumber-sumber air. Kriteria mutu air
merupakan satu dasar baku mutu air, di samping faktor-faktor lain.
Baku mutu air adalah persyaratan mutu air yang disiapkan oleh suatu
negara atau daerah yang bersangkutan. Air minum yang sehat
seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau.
Selain itu air minum seharusnya tidak mengandung kuman patogen dan
segala makhluk yang membahayakan kesehatan manusia, tidak
mengandung zat kimia yang dapat mengubah fungsi tubuh, dapat
diterima secara estetis, serta tidak dapat merugikan secara ekonomis.
Air itu seharusnya tidak korosif, tidak meninggalkan endapan pada
seluruh jaringan distribusinya.

2. Persyaratan Kuantitas.

Persyaratan kuantitas dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau dari


banyaknya air baku yang tersedia. Artinya air baku tersebut dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan kebutuhan
daerah dan jumlah penduduk yang akan dilayani. Persyaratan kuantitas
juga dapat ditinjau dari standar debit air bersih yang dialirkan ke
konsumen sesuai dengan jumlah kebutuhan air bersih. Kebutuhan air
bersih masyarakat bervariasi, tergantung pada letak geografis,
kebudayaan, tingkat ekonomi, dan skala perkotaan tempat tinggalnya.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 138 -


3. Persyaratan Kontinuitas.

Air baku untuk air bersih harus dapat diambil terus menerus dengan
fluktuasi debit yang relatif tetap, baik pada saat musim kemarau
maupun musim hujan. Kontinuitas juga dapat diartikan bahwa air
bersih harus tersedia 24 jam per hari, atau setiap saat diperlukan,
kebutuhan air tersedia. Akan tetapi kondisi ideal tersebut hampir tidak
dapat dipenuhi pada setiap penduduk di desa, sehingga untuk
menentukan tingkat kontinuitas pemakaian air dapat dilakukan dengan
cara pendekatan aktifitas konsumen terhadap prioritas pemakaian air.

B.3. SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (SPAM)

Menurut Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 2005 Tentang


Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang
diperbaharui dengan PP RI Nomor 122 Tahun 2015 , kegiatan
pengelolaan SPAM dilakukan oleh penyelenggara dan dapat
melibatkan peran serta masyarakat. Penyelenggara dapat dilakukan
oleh BUMN/BUMD yang dibentuk secara khusus dan dapat
mengikutsertakan Badan Usaha Swasta, koperasi dan/atau masyarakat.
Penyelenggara harus menjamin air minum yang diproduksinya
memenuhi syarat kesehatan dengan melaksanakan pemeriksaan secara
berkala terhadap kualitas air yang diproduksinya dan melakukan
pengamanan terhadap sumber air baku yang dikelolanya dari
segalabentuk pencemaran.

Pengelolaan SPAM bertujuan untuk menghasilkan air minum


yangsesuai dengan standar yang berlaku dan agar prasarana dan sarana
air minum terpelihara dengan baik sehingga dapat melayani kebutuhan
air minum masyarakat secara berkesinambungan. Standar pelayanan
minimum air minum harus memenuhi ketentuan sesuai peraturan yang

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 139 -


berlaku. Pengelolaan SPAM dilaksanakan apabila prasarana dan
sarana SPAM yang telah terbangun siap untuk dioperasikan dengan
membentuk organisasi penyelenggara SPAM. Pembangunan prasarana
dan sarana air minum harus simultan dengan pembentukan
kelembagaan pengelola SPAM, sehingga ketika prasarana dan sarana
air minum sudah siapberoperasi, telah terbentuk lembaga pengelola
SPAM yang berbadan hukum. Sedangkan khusus penyelenggara dari
kelompok masyarakat tidak diharuskan berbadan hukum.

Penyelenggara SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam


pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air
baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi
dalampenyelenggaraan SPAM. Pelibatan peran serta masyarakat
dalam pengelolaan SPAM dapat difasilitasi oleh penyelenggara
SPAM, antara lain melalui pembentukan forum pelanggan,
pembentukan unit khusus yang mudah dihubungi untuk menampung
keluhan dan laporan masyarakat mengenai pengelolaan SPAM, dan
lain-lain.

Dalam rangka efisiensi dan efektifitas pengelolaan SPAM, maka dapat


dilakukan kerjasama antar pemerintah daerah. Kerjasama antar
pemerintah daerah berupa kerjasama operasional atau kerjasama
manajemen penyelenggaraan SPAM. Selain itu kerjasama dapat
berupa regionalisasi penyelenggaraan SPAM. Regionalisasi dapat
dilakukanpada daerah-daerah dengan daerah pelayanan yang
bersinggungan, berdekatan atau pada daerah perbatasan, pada daerah
pemekaran dengan daerah induknya. Regionalisasi dapat pula
berbentuk antar beberapa pemerintah daerah yang dilakukan dibawah
koordinasi Pemerintah atau pemerintah provinsi sesuai
kewenangannya. Dengan adanya regionalisasi diharapkan akan
memperkuat kinerja pelayanan kepada masyarakat dan kinerja

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 140 -


keuangan dalam penyelenggaraan SPAM. Dalam kondisi suatu
wilayah belum terjangkau oleh pelayanan BUMN/BUMD sebagai
penyelenggara pengembangan SPAM, maka dapat dibentuk Badan
Layanan Umum (BLU) - Unit Pelaksana Teknis (UPT) atau dilakukan
kerjasama dengan penyelenggara lainnya. Badan Layanan Umum
(BLU) beroperasi sebagai unit kerja kementeriannegara,
lembaga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum
yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan
oleh instansi induk yang bersangkutan. BLU menyusun rencana
strategis bisnis lima tahunan dan rencana bisnis dan anggaran (RBA)
tahunan; dapat memiliki utang sehubungan kegiatan operasional; dan
tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas
persetujuan Menteri Keuangan/ Gubernur/ Bupati/ Walikota sesuai
dengan kewenangannya. Kerjasama dengan penyelenggara lainnya
dalam bentuk kemitraan antara lain badan usaha swasta, koperasi dan
BUMD di kabupaten/kota terdekat atau dibentuk.

Kerjasama pemerintah dengan badan usaha swasta dilakukan melalui


pelelangan umum dengan perjanjian kerjasama yang memuat
ketentuan mengenai lingkup pekerjaan, jangka waktu, jaminan
pelaksanaan, tarifdan mekanisme penyesuaiannya, hak dan kewajiban
termasuk alokasi resiko, standar kinerja pelayanan, larangan
pengalihan perjanjian kerjasama, sanksi, pemutusan atau pengakhiran
perjanjian, laporan keuangan badan usaha, mekanisme penyelesaian
sengketa, mekanisme pengawasan kinerja badan usaha, pengembalian
infrastruktur kepada kepala daerah, keadaan memaksa, status
kepemilikan asset selama jangka waktu perjanjian dan hukum yang
berlaku. Kerjasama pemerintah dengan badan usaha swasta mengikuti
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 141 -


Pengelolaan SPAM harus berdasarkan prinsip transparansi dan akun
tabel sesuai dengan kaidah sistem akuntansi air minum Indonesia.
Pengelolaan SPAM harus berdasarkan prinsip-prinsip prinsip Good
Corporate Governance yaitu adil, terbuka, transparan, bersaing,
bertanggung gugat, saling menguntungkan, saling membutuhkan dan
saling mendukung.

Untuk memenuhi kebutuhan air bersih tersebut di daerah perkotaan


dibangun beberapa pengolahan air bersih yang dikelola oleh Badan
Usaha Milik Daerah yaitu Perusahaan Daerah Air Minum. Instansi
inilah yang kemudian bertugas untuk mempersiapkan air bersih dan
mendistribusikannya kepada masyarakat sebagai konsumen, akan
tetapi masih sulit memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini disebabkan
keterbatasan akan kualitas air baku, kuantitas, kontinuitas dan
kapasitas produksinya. Kuantitas air pada saat ini cenderung menurun,
hal ini disebabkan oleh potensi sumber-sumber air berkurang dan
adanya keterbatasan dalam kapasitas produksinya. Penggunaan air
bersih dari PDAM terkait dengan tiga hal, yaitu kualitas, kuantitas dan
kontinuitas. Secara kuantitas air bersih yang diterima oleh warga, debit
yang sampai ke pelanggan sangat kecil. Kualitas dari air bersih perlu
dipertanyakan, karena dalam faktanya air bersih tersebut tidak layak
konsumsi. Ditambah lagi dengan tidak mengalirnya air bersih selama
24 jam, air hanya mengalir sebentar dan itupun hanya dalam kuantitas
yang kecil (Kurniawan, 2008).

B.4. SISTIM DISTRIBUSI AIR BERSIH

Sistim distribusi adalah sistem yang langsung berhubungan dengan


konsumen, yang mempunyai fungsi pokok mendistribusikan air yang
telah memenuhi syarat ke seluruh daerah pelayanan. Sistem ini
meliputi unsur sistem perpipaan dan perlengkapannya, hidran

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 142 -


kebakaran, tekanan tersedia, sistem pemompaan, dan reservoir
distribusi. Sistem distribusi air minum terdiri atas perpipaan, katup-
katup, dan pompa yang membawa air yang telah diolah dari instalasi
pengolahan menuju pemukiman, perkantoran dan industri yang
mengkonsumsi air. Juga termasuk dalam sistem ini adalah fasilitas
penampung air yang telah diolah (reservoir distribusi), yang digunakan
saat kebutuhan air lebih besar dari suplai instalasi, meter air untuk
menentukan banyak air yang digunakan, dan keran kebakaran.

Dua hal penting yang harus diperhatikan pada sistem distribusi adalah
tersedianya jumlah air yang cukup dan tekanan yang memenuhi
(kontinuitas pelayanan), serta menjaga keamanan kualitas air yang
berasal dari instalasi pengolahan. Tugas pokok sistem distribusi air
bersih adalah menghantarkan air bersih kepada para pelanggan yang
akan dilayani, dengan tetap memperhatikan faktor kualitas, kuantitas
dan tekanan air sesuai dengan perencanaan awal.

Sistim distribusi air menghubungkan konsumen ke sumber air dengan


menggunakan komponen komponen hidrolik seperti pipa, katup, dan
waduk. Tujuan utama dari sistem distribusi air untuk menyalurkan air
ke konsumen individu dalam jumlah yang diperlukan dan pada tekanan
yang cukup. Sistem distribusi air biasanya membawa air minum ke
perumahan, institusi, perusahaan komersial, dan industri.
Pendistribusian air dilakukan dengan saluran tertutup atau dengan
perpipaan dengan maksud supaya tidak terjadi kontaminasi terhadap
air yang mengalir di dalamnya. Disamping itu dengan sistem perpipaan
air lebih mudah untuk dialirkan karena adanya tekanan air.

1. Penampungan air atau Reservoir


Penampungan air atau Reservoir adalah suatu bangunan yang
menampung air sementara sebelum di distribusikan ke pemakai air.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 143 -


Lama penampungan disesuaikan dengan tingkat pemakaian air pada
masa jam pemakaian puncak dan pemakaian jam rata rata. Volume
dirancang sama dengan kebutuhan pada waktu defisit pemakaian
ataupun surplus pemakaian. Secara praktis volume atau isi reservoir
dapat pula dihitung berdasarkan waktu penampungan atau waktu
retensi dari air pada debit rata rata. Umumnya dihitung 2 jam sampai 8
jam penampungan. Konstruksi reservoir harus dibuat sedemikian rupa
sehingga air yang ditampung terhindar dari kontaminasi dari luar
sehingga air yang disimpan tetap layak untuk dimanfaatkan. Umumnya
untuk menjaga keadaan yang demikian di reservoir dilakukan
pembubuhan bahan desinfektan.

2. Sistim Perpipaan

Sistim Perpipaan merupakan rangkaian pipa yang menghubungkan


antara reservoir dengan pelanggan. Secara hirarki disusun menurut
banyak jumlah air yang dibawa. Hirarki dalam sistem perpipaan berupa
pipa induk, pipa sekunder/tersier atau pipa retikulasi dan pipa-pipa
layanan (service).

Hirarki pipa ini secara hidrolis terisolasi. Hal ini berarti air dari hirarki
yang lebih tinggi terkendali alirannya ke hirarki yang lebih rendah.
Dengan demikian tekanan air di pipa induk akan lebih tinggi dari yang
ada di pipa retikulasi dan pengaturannya antara kedua jenis pipa ini
dilakukan oleh katup (valve) atau valve pengatur tekanan (pressure
reducing valve). Katup (valve) adalah sebuah perangkat yang
mengatur, mengarahkan atau mengontrol aliran dari suatu cairan
dengan membuka, menutup, atau menutup sebagian dari jalan
alirannya. Sedangkan debit air yang mengalir di pipa mengalir secara
satu arah yaitu pipa induk ke pipa retikulasi. Untuk itu antara pipa
induk dan pipa sekunder selain dilengkapi dengan katup (valve)

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 144 -


pengatur debit juga dipakai pengatur katup (check valve). Check valve
adalah alat yang digunakan untuk membuat aliran fluida hanya
mengalir ke satu arah saja atau agar tidak terjadi reversed flow/back.
Gate valve adalah jenis katup yang digunakan untuk membuka aliran
dengan cara mengangkat gerbang penutup nya yang berbentuk bulat
atau persegi panjang. Gate Valve adalah jenis valve yang paling sering
dipakai dalam sistem perpipaan. Dari segi kapasitas pipa distribusi di
rancang untuk memenuhi kebutuhan debit pada saat pemakaian
puncak.

3. Sistim Pengaliran Air Bersih

Pendistribusian air minum kepada konsumen dengan kuantitas,


kualitas dan tekanan yang cukup memerlukan sistem perpipaan yang
baik, reservoir, pompa dan dan peralatan yang lain. Metode dari
pendistribusian air tergantung pada kondisi topografi dari sumber air
dan posisi para konsumen berada.
Menurut Howard (1985), sistem pengaliran yang dipakai adalah
sebagai berikut:
a. Cara Gravitasi. Cara pengaliran gravitasi digunakan apabila
elevasi sumber air mempunyai perbedaan cukup besar dengan
elevasi daerah pelayanan, sehingga tekanan yang diperlukan
dapat dipertahankan. Cara ini dianggap cukup ekonomis, karena
hanya memanfaatkan beda ketinggian lokasi.
b. Cara Pemompaan. Pada cara ini pompa digunakan untuk
meningkatkan tekanan yang diperlukan untuk mendistribusikan
air dari reservoir distribusi ke konsumen. Sistem ini digunakan
jika elevasi antara sumber air atau instalasi pengolahan dan
daerah pelayanan tidak dapat memberikan tekanan yang cukup.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 145 -


c. Cara Gabungan. Pada cara gabungan, reservoir digunakan untuk
mempertahankan tekanan yang diperlukan selama periode
pemakaian tinggi dan pada kondisi darurat,misalnya saat terjadi
kebakaran, atau tidak adanya energi. Selama periode pemakaian
rendah, sisa air dipompakan dan disimpan dalam reservoir
distribusi. Karena reservoir distribusi digunakan sebagai
cadangan air selama periode pemakaian tinggi atau pemakaian
puncak, maka pompa dapat dioperasikan pada kapasitas debit
rata-rata.

B.5. PROYEKSI JUMLAH PENDUDUK DAN LAJU


KEBUTUHAN AIR

B.5.1. Proyeksi Jumlah Penduduk

Proyeksi jumlah penduduk didasarkan atas laju tingkat pertumbuhan


penduduk disuatu daearah/kota sangat memepengaruhi kebutuhan
akan berbagai sarana dan prasaran termasuk kebutuhan air bersih.
Perkembangan penduduk yang dapat dilayani oleh air bersih yang
tersedia. perkembangan penduduk dan pelanggan pada suatu daerah
dapat dihitung dari tahun ke tahun, perhitunagn jumlah penduduk ini
bertujun untuk memproyeksikan besarnya kebutuhan air bersih bagi
penduduk (Messakh, dkk. 2015, Bappenas, 2010; Joko, 2010). Dalam
standar kriteria desain sistem penyediaan air bersih, proyeksi jumlah
penduduk di masa yang akan datang dapat diprediksikan berdasarkan
laju pertumbuhan penduduk yang direncanakan relatif naik setiap
tahunnya.

Metode proyeksi pertumbuhan penduduk berdasarkan metode


ekstrapolasi matematis yakni: (a) metode aritmatika, (b) metode least
square, (c) metode geometrik, (d) metode eksponensial, dll.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 146 -


B.4.2. Standar Kebutuhan Air Bersih
Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan air bersih menurut
Linsey dan Franzini (1991), Messakh, dkk. (2015), Bappenas, 2010;
Joko, (2010) adalah :
1. Iklim Kebutuhan air untuk mandi, menyiram taman, pengaturan
udara dan sebagainya akan lebih besar pada iklim yang hangat
dan kering daripada di iklim yang lembab. Pada iklim yang
sangat dingin, air mungkin diboroskan di keran-keran untuk
mencegah bekunya pipa-pipa.
2. Status ekonomi dari para langganan. Pemakaian perkapita di
daerah miskin jauh lebih rendah dari pada di daerah-daerah
kaya. Di daerah-daerah tanpa pembuangan limbah, konsumsi
dapat sangat rendah hingga hanya sebesar 40 liter/kapita per
hari.
3. Masalah lingkungan hidup meningkatnya perhatian masyarakat
terhadap berlebihannya pemakaian sumber-sumber daya telah
menyebabkan berkembangnya alat-alat yang dapat
dipergunakan untuk mengurangi jumlah pemakaian air di daerah
pemukiman.
4. Perkembangan industri dan perdagangan.
5. Iuran air dan meteran bila harga air mahal, orang akan lebih
menahan diri dalam pemakaian air dan industri mungkin
mengembangkan persediaannya sendiri dengan 14 biaya yang
lebih murah. Para langganan yang jatah air diukur dengan
meteran akan cenderung untuk memperbaiki kebocoran-
kebocoran dan mempergunakan air dengan jarang. Pemasangan
meteran pada beberapa kelompok masyarakat telah menurunkan
pengguanaan air hingga sebanyak 40 persen.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 147 -


6. Ukuran kota penggunaan air per kapita pada kelompok
masyarakat yang mempunyai jaringan limbah cenderung untuk
lebih tinggi di kota-kota besar daripada di kota kecil. Secara
umum, perbedaan itu diakibatakan oleh lebih besarnya
pemakaian oleh industri, lebih banyaknya taman-taman, lebih
banyaknya pemakaian air untuk perdagangan dan barang kali
juga lebih banyak kehilangan dan pemborosan di kota-kota
besar. Untuk memproyeksi jumlah kebutuhan air bersih dapat
dilakukan berdasarkan perkiraan kebutuhan air untuk berbagai
macam tujuan ditambah perkiraan kehilangan air.

7. Tingkat pendidikan masyarakat. Hasil penelitian Messakh


(2017) tentang Hubungan antara tingkat pendidikan dan jumlah
pemakaian air bersih rumah tangga dari jaringan perpipaan
pdam di NTT menunjukan bahwa, tingkat pemakaian air rumah
tangga melalui jaringan air perpipaan PDAM berhubungan
dengan tingkat pendidikan masyarakat, dengan korelasi yang
bernilai negatif, yang berarti bahwa tingkat pendidikan yang
semakin tinggi tidak diiringi dengan semakin tingginya
pemakaian air. Masyarakat yang berpendidikan rendah di Nusa
tenggara Timur cenderung lebih banyak dalam pemakaian air
dibandingkan dengan masyarakat yang berpendidikan tinggi.Hal
ini bisa disebabkan karena pemahaman yang rendah sehingga
kurang adanya efisiensi dalam penggunaan air atau karena faktor
lainnya yang belum terungkap dalam penelitian ini dan
membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Mengenai standar kebutuhan air, Beberapa hasil penelitian


menunjukkan bahwa standar kebutuhan air pada manusia biasanya
mengikuti rumus 30 cc per kilogram berat badan per hari. Artinya, jika
seseorang dengan berat badan 60 kg, maka kebutuhan air tiap harinya

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 148 -


sebanyak 1.800 cc atau 1,8 liter. Badan dunia UNESCO sendiri pada
tahun 2002 telah menetapkan hak dasar manusia atas air yaitu sebesar
60 liter/org/hari.

Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, 2002


membagi lagi standar kebutuhan air minum tersebut berdasarkan lokasi
wilayah sebagai berikut :
a) Pedesaan dengan kebutuhan 60 liter/per kapita/hari
b) Kota Kecil dengan kebutuhan 90 liter / per kapita / hari.
c) Kota Sedang dengan kebutuhan 110 liter / per kapita / hari.
d) Kota Besar dengan kebutuhan 130 liter / per kapita / hari.
e) Kota Metropolitan dengan kebutuhan 150 liter / per kapita / hari.

Berdasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun


2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air
Minum pada Perusahaan Daerah Air Minum BAB I ketentuan umum
Pasal 1 ayat 8 menyatakan bahwa: “Standar Kebutuhan Pokok Air
Minum adalah kebutuhan air sebesar 10 meter kubik/kepala
keluarga/bulan atau 60 liter/orang/hari, atau sebesar satuan volume
lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sumber daya air”.
Untuk kebutuhan air minum nasional data dari Departemen Pekerjaan
Umum menunjukkan bahwa kebutuhan air minum nasional sebanyak
272.107 liter/detik, sedangkan kapasitas air minum eksistingnya
sebanyak 105.000 liter/detik.

Adapun kebutuhan air untuk berbagai macam tujuan pada umumnya


dapat dibagi dalam (Messakh, dkk. 2015; DPU-CK, 2002; Joko, 2010;
Depkimpraswil, 2003):

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 149 -


1. Kebutuhan domestik

Kebutuhan air domestik adalah kebutuhan air bersih bagi para


penduduk untuk kepentingan kehidupan sehari-hari. Lebih luas dari
sekedar makanan dan minuman yang dikonsumsi melalui mulut, air
bersih diperlukan untuk berbagai kepentingan yang saat ini merupakan
kebutuhan pokok, seperti mandi, dan mencuci atau berbagai bentuk
kebersihan lingkungan lainnya.

Kebutuhan domestik merupakan kebutuhan air bersih untuk rumah


tangga seperti minum, memasak, mandi, dan juga kran umum. Faktor-
faktor yang mempengaruhi perkiraan besar kebutuhan air yang
digunakan untuk keperluan domestik adalah ketersediaan air,
kebiasaan hidup, perkembangan sosial ekonomi, perbedaan iklim,
jumlah penduduk, pola dan tingkat hidup masyarakat. Jumlah
penduduk suatu kota sangat mempengaruhi kebutuhan air perorangan
sebagamana di tunjukkan pada Tabel 7.1 berikut:

Tabel 7.1. Standar kebutuhan air bersih berdasarkan jenis kota


Kategori Jumlah Sambungan Sambungan Kehilanga
Kota Penduduk rumah umum n air
Ltr/org/hr Ltr/org/hr
Metropolitan >1.000.000 190. 30 20%
500.000-
Kota besar 170 30 20%
1.000.000
100.000-
Kota sedang 150 30 20%
500.000
20.000-
Kota kecil 130 30 20%
100.000
Ibu Kota
<20.000 100 30 20%
Kecamtan
Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya. DPU, 2002

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 150 -


2. Kebutuhan Non Domestik

Kebutuhan air non domestik adalah kebutuhan air bersih untuk sarana
dan prasarana daerah yang teridentifikasi ada atau bakal ada
berdasarkan rencana tata ruang. Sarana dan prasarana berupa
kepentingan sosial/umum seperti untuk pendidikan, tempat ibadah,
kesehatan, dan juga untuk keperluan komersil seperti untuk perhotelan,
kantor, restoran dan lain-lain. Selain itu juga keperluan industri,
pariwisata, pelabuhan, perhubungan dan lainlain.

3. Kebutuhan Air Rata-Rata

Dalam Standar Desain Sistem Penyediaan Air Bersih menyatakan


kebutuhan rata-rata distribusi air bersih perharinya adalah jumlah
kebutuan air untuk keperluan domestik (rumah tangga) ditambahkan
dengan keperluan air untuk keperluan non domestik.Perhitungan
kebutuhan air rata-rata dapat dirumuskan sebagai berikut :

Qr = qd+Qnd ........................................................ (7.1)

Keterangan :
Qr = kebutuhan air rata –rata
Qd= kebutuhan air untuk keperluan domestik(ltr/dtk).
Qnd = kebutuhan air untuk keperluan non domestik(ltr/dtk).

4. Kebutuhan Sistem dan Kapasitas Desain

Dalam Standar Kriteria Desain Sistem Penyediaan Air Bersih,


kapasitas desain adalah kapasitas produksi yang dibutuhkan oleh
sistem penyediaan air yang direncanakan terhadap kebutuhan air di
daerah perencanaan. Standar Kriteria Desain Sistem Penyediaan Air
Bersih, memberikan rumusan untuk menghitung kapasitas produksi

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 151 -


yaitu:

Qprod = Qm + Qh ….…...............................(2.5)
Keterangan:
Qprod = Kapasitas produksi (liter/detik).
Qm = Kapasitas air hari maksimum (liter/detik).
Qh = Kehilangan air (liter/detik).

5. Kehilangan Air

Kehilangan air pada umumnya disebabkan karena adanya kebocoran


air pada pipa transmisi dan distribusi serta kesalahan dalam pembacaan
meter. Penentuan kebocoran/kehilangan air dilakukan dengan melihat
kehilangan air pada jaringan eksisting yang ada sehingga dapat diambil
angka persentase dikali dengan kebutuhan rata-rata dimana kebutuhan
rata-rata adalah sejumlah dari kebutuhan domestik ditambah dengan
kebutuhan non omestik. Dengan penjelasan lain dikatakan bahwa
kehilangan air adalah tidak sampainya air yang diproduksi kepada
pelanggan atau konsumen. Standar kriteria desain sistem penyediaan
air minum memberikan batasan faktor kehilangan air yang diijinkan
tidak melebihi angka toleransi sebesar 20% dari kapasitas debit
produksi

6. Fluktuasi Kebutuhan Air

Jumlah pemakaian air oleh masyarakat untuk setiap waktu tidak berada
dalam nilai yang sama. Aktivitas manusia yang berubah-ubah untuk
setiap waktu menyebabkan pemakaian air selama satu hari mengalami
perubahan naik dan turun atau dapat disebut berfluktuasi.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 152 -


7. Faktor hari maksimum.

Pemakaian hari maksimum merupakan jumlah pemakaian air


terbanyak dalam satu hari selama satu tahun. Debit pemakaian hari
maksimum digunakan sebagai acuan dalam membuat sistem transmisi
air bahan baku air minum. Perbandingan antara debit pemakaian hari
maksimum dengan debit rata-rata akan menghasilkan faktor
maksimum.

8. Pemakaian jam puncak.

Jam puncak merupakan jam dimana terjadi pemakaian air terbesar


dalam 24 jam. Faktor jam puncak (fp) mempunyai nilai yang berbalik
dengan jumlah penduduk. Semakin tinggi jumlah penduduk maka
besarnya faktor jam puncak akan semakin kecil. Hal ini terjadi karena
dengan bertambahnya jumlah penduduk maka aktivitas penduduk
tersebut juga akan semakin beragam sehingga fluktuasi pemakaian
akan semakin kecil. Nilai faktor hari maksimum dan faktor jam puncak
telah ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Cipta
Karya, 2007. Nilai-nilai tersebut seperti terdapat pada Tabel 7.2
berikut ini.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 153 -


Tabel 7.2.Nilai faktor hari maksimum dan faktor jam puncak.
Jumlah
Faktor Hari Faktor Jam
No Kategori Penduduk
Maksimum Puncak
(Jiwa)
Metropolitan >1.000.000
1 1,1 1,5
<10.000
Kota Besar 500.000-
2 1,1 1,5
1.000.000
Kota Sedang 100.000- 1,5
3 1,1
500.000
Kota Kecil 25.000-
4 1,1 1,5
100.000
Ibukota
5 10.000-25.000 1,1 1,5
Kecamatan
6 Pedesaan <10.000 1,1 1,5
Sumber: DPU-CK, 2002

B.4. RANGKUMAN

1) Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan air bersih menurut


adalah: (a) Iklim, (b) ciri-ciri penduduk pemakai air dipengaruhi
oleh status ekonomi dari para langganan, (c) masalah lingkungan
hidup dengan meningkatnya perhatian masyarakat terhadap
berlebihannya pemakaian air, (d) keberadaan industri dan
perdagangan, (e.) iuran air dan meteran bila harga air mahal, orang
akan lebih menahan diri dalam pemakaian air, (f) ukuran kota, (g)
tingkat pendidikan, dll.

2) Laju kebutuhan air minum dapat dihitung dengan memperhatikan


hal-hal sebagai berikut: (a) kebutuhan air domestic, (b) kebutuhan
air non-domestik, (c) kebutuhan air rata-rata, (d) kebutuhan sistem

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 154 -


dan kapasitas desain, (e.) fluktuasi kebutuhan air, (f) faktor hari
maksimum, (g) pemakaian jam puncak, dll.

DAFTAR PUSTAKA
1. BPPSPAM (2013): Kinerja PDAM wilayah 2 tahun 2013. Jakarta
2. Depkimpraswil (2003): Standar Kebutuhan Air Minum.
Depkimpraswil, Jakarta
3. Ditjen Cipta Karya DPU-RI (2000). Pedoman/Petunjuk Teknik dan
Manual SPAM Perkotaan. Ditjen Cipta Karya DPU, Jakarta.
4. Ditjen Cipta Karya DPU-RI (2002): Standar Fasilitas Perkotaan.
Ditjen Cipta Karya DPU, Jakarta.
5. Domene E, and Sauri D 2006. Urbanisation and water
consumption: Influencing Faktors in the Metropolitan Region of
Barcelona. Sage Journals 43 9
6. Joko, T. (2010): Unit Air Baku Dalam Sistem Penyediaan Air
Minum. Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta.
7. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), 2010. Peta
Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di
Indonesia. BAPPENAS, Jakarta.
8. Kim S H, Choi S H, Koo J Y, Choi S I, and Hyun I H 2007. Trend
analysis of domestik water consumption depending upon sosial,
cultural, economic parameters. Water Science and Technology
Water Supply. 7(5-6) 61-8.
9. Kodoatie, R.J., dan Sjarief, R. (2010): Tata Ruang Air, Penerbit
Andi, Yogyakarta.
10. Linsley, R.K., Franzini, J.B., dan Sasongko, J. (1994): Teknik
Sumber Daya Air – Jilid 1, Penerbitv Erlangga, Jakarta.
11. Messakh J J, Arwin, Hadihardaja I K., dan Chalik A A (2015b): A
study on fulfillment of drinking water need of people in semi-arid
areas in Indonesia. Journal of People and Environment. 22 (3) 271-
80
12. Messakh J J. (2017): Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dan
Jumlah Pemakaian Air Bersih Rumah Tangga Dari Jaringan

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 155 -


Perpipaan PDAM di Nusa Tenggara Timur (Suatu Studi
Pendahuluan). Prosiding Semnas FKIP 2017 (ber-ISBN dalam
terbitan)
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum pada
Perusahaan Daerah Air Minum Kodoatie, R.J., dan Sjarief, R.
(2010): Tata Ruang Air Tanah, Penerbit Andi, Yogyakarta.
14. Peters H, Lily, Bethany P, and Heejun C 2010. Effects of urban
spatial structure, sociodemographics, and climate on residential
water consumption in Hillsboro, Oregon. Journal of the American
Water Resources Association (JAWRA) 46 (3) 461-72
15. PP RI Nomor 122 tahun 2015 Tentang Sistem Penyediaan Air
Minum
16. PP RI Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya
Air.

C. PENUTUP
C.1. LATIHAN
Baca secara berulang dan cermat mengenai bahasan mengenai
”Pengelolaan Air Minum/Bersih” yang telah dipaparkan di atas serta
dalami melalui Daftar Pustaka yang telah dicantumkan atau referensi
ilmiah lainnya. Diskusikan bersama teman dan/atau dosen mengenai
hal-hal yang kurang dimengerti.
C.2. TES DAN KUNCI
Tes
Bacalah secara rinci soal di bawah ini dan jawablah secara tepat.
1) Jelaskan tentang perbedaan antara air bersiih dan air minum.
2) Jelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan
air bersih oleh manusia.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 156 -


3) Jelaskan tentang komponen-komponen yang perlu diperhatikan
dalam perhitungan laju kebutuhan air minum.

Kunci:

Hanya menjadi acuan jawaban, tidak menjadi rumusan yang baku,


bisa dilakukan pengembangan sesuai pendapat orisinal dari
mahasiswa/pembaca.

1) Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses
pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum, sedangkan air bersih
adalah air yang dapat digunakan oleh manusia untuk keperluan
sehari-harinya yang memenuhi syarat-syarat kesehatan dan dapat
diminum apabila telah dimasak. Air bersih dapat berasal dari air
hujan, air permukaan, dan air tanah.

2) Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan air bersih menurut


adalah: (a) Iklim, (b) ciri-ciri penduduk pemakai air dipengaruhi
oleh status ekonomi dari para langganan, (c) masalah lingkungan
hidup dengan meningkatnya perhatian masyarakat terhadap
berlebihannya pemakaian air, (d) keberadaan industri dan
perdagangan, (e.) iuran air dan meteran bila harga air mahal, orang
akan lebih menahan diri dalam pemakaian air, (f) ukuran kota, (g)
tingkat pendidikan, dll

3) Laju kebutuhan air minum dapat dihitung dengan memperhatikan


hal-hal sebagai berikut: (a) kebutuhan air domestic, (b) kebutuhan
air non-domestik, (c) kebutuhan air rata-rata, (d) kebutuhan sistem
dan kapasitas desain, (e.) fluktuasi kebutuhan air, (f) faktor hari
maksimum, (g) pemakaian jam puncak, dll.

Buku Ajar: Pengelolaan Sumber Daya Air - 157 -


Dr. JAKOBIS J. MESSAKH, M.Si, dilahirkan di SoE-TTS pada 23
Juni 1974. Menamatkan pendidikan SD, SMP dan SMA di Soe. Tahun
1992 melanjutkan studi S-1 pada Program Studi Teknik Bangunan FKIP
Undana Kupang dan meraih gelar sarjananya pada September 1997.
Tahun 2003 melanjutkan studi S-2 dan meraih gelar master pada
Program MPSAL Undana pada September 2005. Selanjutkan tahun
2011 melanjutkan studi S-3 di ITB Bandung Program Teknik
Lingkungan, keahlian Pengelolaan Sumber Daya Air, menamatkan studi
tahun 2015.
Sejak tahun 1998 hingga saat ini mengabdikan diri pada almamaternya sebagai salah seorang
staf pengajar. Sejumlah mata kuliah yang diasuh saat ini pada jenjang S-1 dan S-2 di Undana
Kupang diantaranya: Pengelolaan Sumber Daya Lahan dan Air, Pengelolaan Sumber Daya
Air, Irigasi Teknik, Hidrologi, Perencanaan Irigasi dan Bendung, dll.
Sejak tahun 2011, Penulis memfokuskan diri pada keahlian Pengelolaan Sumber Daya Air,
dan memiliki sejumlah pengalaman penelitian sehubungan dengan bidang ini pada beberapa
daerah di Indonesia.

Percetakan CV. Silvia


Jl. Jend. Soeharto Kupang NTT

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai