Anda di halaman 1dari 54

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS KELEMBAGAAN SISTEM BAGI HASIL PEMILIK


LAHAN DENGAN PETANI PENGGARAP DALAM USAHATANI PADI
SAWAH DI KELURAHAN WATUMOTOBBE KECAMATAN
KAPONTORI KABUPATEN BUTON

Oleh:
RESKI
NIM. D1A1 17 210

JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
ANALISIS KELEMBAGAAN SISTEM BAGI HASIL PEMILIK LAHAN
DENGAN PETANI PENGGARAP DALAM USAHATANI PADI SAWAH
DI KELURAHAN WATUMOTOBBE KECAMATAN KAPONTORI
KABUPATEN BUTON

Proposal
diajukan kepada Fakultas Pertanian
untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi
pada Jurusan/Program Studi Agribisnis

Oleh:
RESKI
NIM. D1A1 17 210

JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Analisis Kelembagaan Sistem Bagi Hasil Pemilik


Lahan dengan Petani Penggarap dalam Usahatani
Padi Sawah di Kelurahan Watumotobbe
Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton
Nama : Reski
NIM : D1A1 17 210
Jurusan/Program Studi : Agribisnis

Menyetujui;

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Anas Nikoyan, M.Si Dr. La Ode Alwi, S.P., M.P.
NIP. 19640330 199303 1 001 NIP. 19760520 200604 1 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan/Program Studi


Agribisnis

Dr. Ilma Sarimustaqiyma Rianse, S.P., M.Sc


NIP. 19890705 201404 2 001

Tanggal Disetujui:

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan
Hidayah-Nya jualah maka penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang
berjudul “Analisis Kelembagaan Sistem Bagi Hasil Pemilik Lahan dengan Petani
Penggarap dalam Usahatani Padi Sawah di Kelurahan Watumotobbe Kecamatan
Kapontori Kabupaten Buton”.
Dalam penulisan proposal ini, penulis banyak bantuan dari pihak lain, untuk
itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Kedua orang tua tersayang Bapak La Ode Amilu dan Ibunda Wa Ode Samsia
yang telah mendidik dan memberikan semangat berupa dukungan, perhatian,
doa dan materi kepada penulis serta para keluarga tercinta.
2. Bapak Dr. Ir. Anas Nikoyan, M.Si sebagai Pembimbing I dan Dr. La Ode
Alwi, S.P., M.P. sebagai Pembimbing II yang telah banyak memberikan
pengarahan dalam penyusunan proposal ini.
3. Rektor, Dekan Fakultas Pertanian dan Ketua serta Sekretaris Jurusan/Program
Studi Agribisnis, Universitas Halu Oleo (UHO) yang telah memberikan
kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di UHO.
4. Bapak Dr. Muhammad Aswar Limi, S. Pi., M.Si., Bapak Samsul Alam Fyka,
S.P., M.Si., dan Bapak La Ode Kasno Arif, S.P., M.Si. sebagai dosen Penguji
yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan perbaikan
pada proposal ini.
5. Dosen di lingkungan Jurusan/Program Studi Agribisnis khususnya, dan
Fakultas Pertanian umumnya yang telah membimbing dan memberikan ilmu
kepada penulis selama mengikuti pendidikan.
6. Pegawai administrasi jurusan/program studi dan fakultas atas urusan
adminstrasi yang mendukung penulis dalam masa pendidikan.
7. Pihak-pihak lain yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu
per satu.

iv
Akhirnya, penulis berharap semoga penelitian selanjutnya untuk mencari data
dan sumber informasi dimudahkan oleh Allah SWT, sehingga proposal penelitian
secara utuh ini nantinya berguna bagi para pembaca dan pihak-pihak lain yang
berkepentingan. Penulis juga menyadari masih banyak kelemahan dalam proposal
ini sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi
kesempurnaan proposal ini di masa mendatang.

Kendari, Juni 2021

Penulis

v
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL.......................................................................... i
HALAMAN JUDUL............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................... iii
KATA PENGANTAR........................................................................... iv
DAFTAR ISI.......................................................................................... vi
DAFTAR TABEL.................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR............................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................... ix
I. PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah.................................................................. 5
1.3. Tujuan dan Kegunaan............................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 7
2.1. Usahatani Padi Sawah............................................................... 7
2.2. Klasifikasi Petani...................................................................... 8
2.3. Konsep Kelembagaan................................................................ 9
2.4. Sistem Bagi Hasil...................................................................... 11
2.5. Pendapatan dan Penerimaan Usahatani..................................... 15
2.6. Penelitian Terdahulu................................................................. 16
2.7. Kerangka Pikir Penelitian......................................................... 18
III. METODE PENELITIAN............................................................... 22
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................... 22
3.2. Populasi dan Sampel................................................................. 22
3.3. Jenis dan Sumber Data.............................................................. 23
3.4. Teknik Pengumpulan Data........................................................ 24
3.5. Variabel Penelitian.................................................................... 24
3.6. Konsep Operasional Penelitian................................................. 25
3.7. Analisis Data............................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 32
LAMPIRAN........................................................................................... 35
1. Peta Lokasi Penelitian.................................................................. 35
2. Kuesioner Penelitian.................................................................... 36

vi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1. Interpretasi Koefisien Korelasi Product Moment.......................... 31

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Kerangka Pikir Penelitian.............................................................. 21

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian..................................................................... 35


2. Kuesioner Penelitian....................................................................... 36

ix
I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara agraris dan banyak menyadarkan kebutuhan

dari hasil pertanian, oleh karena itu titik sentral pembangunan ekonomi

adalah pasar sektor pertanian dalam rangka mensejahterakan masyarakat.

Penduduk Indonesia yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai

petani menyebabkan banyak yang ingin bercocok tanam namun tidak

memilki modal pertanian maka diadakan perjanjian atau kelembagaan bagi

hasil antara pemilik modal dan penggarap pertanian yang lebih dikenal

dengan status penguasaan lahan (Mubyarto, 1985).

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang banyak

memberikan sumber kehidupan bagi rakyat Indonesia dan penting dalam

pertumbuhan perekonomian. Hal tersebut diantaranya berkaitan dengan

letak geografis dan jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian,

sehingga memungkinkan pengembangan sektor ini sebagai salah satu

usaha dalam memacu pembangunan nasional. Salah satu sektor pertanian

yang masih akan terus dikembangkan adalah tanaman pangan. Sektor

pertanian ini diharapkan dapat berperan dalam penyediaan pangan

terutama tanaman padi yang cukup bagi kehidupan masyarakat (Sukiyono,

2017).

Komoditas padi sawah adalah salah satu tanaman pangan yang sangat

penting dan strategis kedudukannya sebagai sumber penyediaan kebutuhan


2

pangan pokok yaitu berupa beras. Beras berkaitan erat dengan kebutuhan

rakyat yang banyak dan dapat dijadikan sebagai alat politik. Jumlah

penduduk yang semakin meningkat menyebabkan kebutuhan akan beras

pun semakin meningkat. Namun, produksi padi cenderung stagnan bahkan

menurun dan kondisi kesejahteraan petani itu sendiri juga terus mengalami

penurunan (Mariyah, 2008).

Tatanan pertanian pedesaan secara garis besar sistem penguasaan

lahan dapat diklasifikasikan statusnya menjadi hak milik, sewa, sakap

(bagi hasil) dan gadai. Status hak milik adalah lahan yang dikuasai dan

dimiliki oleh perorangan atau kelompok atau lembaga/organisasi. Lebih

lanjut, Mudakir (2011) mengemukakan bahwa status sewa, sakap (bagi

hasil), dan gadai adalah bentuk-bentuk penguasaan lahan dimana terjadi

pengalihan hak garap dari pemilik lahan kepada orang lain sehingga akan

terjalin suatu kelembagaan kepada petani itu sendiri secara tidak langsung.

Kelembagaan dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang memiliki

aturan main dalam manjalankan segala aktivitas didalamnya. Aturan main

ini dapat berupa kumpulan aturan, baik formal maupun informal, tertulis

maupun tidak tertulis, mengenai tata hubungan manusia dengan

lingkungan yang menyangkut hak-hak dan kewajiban, perlindungan serta

tanggung jawabnya yang benar-benar dilakukan dengan baik dan benar

dalam suatu perjanjian yang telah ditetapkan mengenai sistem bagi hasil

(Fadhil, et al., 2018).


3

Sistem bagi hasil merupakan salah satu sistem atau sarana tolong

menolong bagi sesama manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pihak yang mempunyai lahan menyerahkan lahannya kepada pihak petani

atau penggarap untuk diusahakan sebagai lahan yang menghasilkan,

sehingga pihak pemilik lahan dapat menikmati dari hasil lahannya, dan

petani yang sebelumnya tidak memiliki lahan untuk bercocok tanam juga

dapat berusaha serta dapat memperoleh hasil atau pendapatan dari

usahatani tersebut (Mudakir, 2011).

Menurut Soekartawi (1995) pendapatan merupakan selisih antara

penerimaan dan semua biaya. Biaya memegang peranan yang sangat

penting untuk dibandingkan dengan pendapatan yang akan diperoleh.

Selain itu kelembagaan dari pemasaran juga berperan dalam menyalurkan

hasil produksi petani yang berpengaruh pada tingkat harga yang akan

diterima oleh petani.

Masyarakat di Kelurahan Watumotobbe sebagian besarnya adalah

penduduk yang memiliki lahan atau sawah pertanian. Sebagian besar

penduduk menjadi petani sebagai salah satu mata pencaharian utama untuk

memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya. Banyaknya pemilik lahan

yang tidak memiliki kemampuan dan waktu untuk mengelolah lahan

pertanian, maka penduduk yang memang mata pencaharian utamanya

adalah bertani, terdorong untuk melakukan kerja sama atau kelembagaan

dalam bentuk sistem bagi hasil (survei awal kepada Bapak La Ode

Sarman).
4

Kelembagaan dari sistem bagi hasil barkaitan dengan pendapatan

yaitu petani pemilik dan petani penggarap dalam memperoleh pendapatan

atas usahatani yang dilakukan, dan berkaitan dengan petani menerapakan

pelaksanaan dari ushatani tersebut, serta barkaitan dengan status

penguasaan lahan yang disandangnya. Status penguasaan lahan yang

berbeda diantaranya petani yang mengolah atau menggarap lahan sendiri

(petani pemilik), dan petani yang menggarap lahan orang lain dengan

sistem bagi hasil (petani penggarap). Perbedaan sistem kepemilikan lahan

ini tentunya akan menimbulkan perbedaan dalam penerimaan petani.

Selain itu, tingkat pendapatan pada usahatani mereka juga akan berbeda,

sehingga akan menyebabkan kesenjangan sosial ataupun pendapatan yang

relatif rendah terhadap petani penggarap di daerah tersebut.

Sesuai dengan penjelasan fenomena tersebut yang menarik dari petani

penggarap di daerah penelitian yaitu mereka berusaha menggarap lahan

yang bukan miliknya sendiri dengan risiko yang harus mereka tanggung

sendiri sesuai dengan aturan dalam kelembagaan sistem bagi hasil. Lahan

yang digarap petani penggarap merupakan lahan yang kondisinya tidak

seperti lahan pertanian di daerah lain yang lancar pengairannya melainkan

lahan dengan ketersediaan air yang terbatas terutama pada saat musim

kemarau, sehingga akan berpengaruh pada tingkat pendapatan kedua

petani tersebut.

Isi perjanjian dalam kelembagaan sistem bagi hasil atau aturan main

(rules of the game) yang meliputi hak dan kewajiban masing-masing pihak
5

juga ditentukan oleh mereka sendiri yang telah disepakati oleh petani

penggarap dan petani pemilik lahan nantinya hasil akan dibagi sesuai

kesepakatan yang telah disepakati bersama, umumnya dengan pembagian

hasil yang ditetapkan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan memilih judul “Analisis Kelembagaan Sistem Bagi

Hasil antara Pemilik Lahan dengan Petani Penggarap dalam Usahatani

Padi Sawah di Kelurahan Watumotobbe Kecamatan Kapontori Kabupaten

Buton”.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka terdapat

beberapa hal yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini anatara

lain:

1. Bagaimana sistem bagi hasil antara pemilik lahan dengan petani penggarap

dalam usahatani padi sawah yang terjadi di Kelurahan Watumotobbe

Kecamatan Kopontori Kabupaten Buton?

2. Bagaimana tingkat pendapatan petani pemilik lahan dan petani penggarap

dalam usahatani padi sawah di Kelurahan Watumotobbe Kecamatan

Kopontori Kabupaten Buton?


6

3. Bagaimana hubungan kelembagaan sistem bagi hasil terhadap pendapatan

antara pemilik lahan dan petani penggarap dalam usahatani padi sawah di

Kelurahan Watumotobbe Kecamatan Kopontori Kabupaten Buton?

1.3. Tujuan dan Kegunaan

Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan

penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sistem bagi hasil antara pemilik lahan dengan petani

penggarap dalam usahatani padi sawah yang terjadi di daerah penelitian.

2. Untuk menganalisis tingkat pendapatan petani pemilik dan petani penggarap

dalam usahatani padi sawah di Kelurahan Watumotobbe Kecamatan

Kopontori Kabupaten Buton.

3. Untuk menganalisis dan mengetahui hubungan kelembagaan sistem bagi hasil

terhadap pendapatan antara pemilik lahan dan petani penggarap dalam

usahatani padi sawah di Kelurahan Watumotobbe Kecamatan Kopontori

Kabupaten Buton.

Kegunaan-kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu:

1. Kegunaan teoritis, sebagai tambahan pengetahuan bagi penulis dan pihak

akademis/mahasiswa tentang sistem bagi hasil antara pemilik lahan dengan

petani penggarap dalam usahatani padi sawah, serta penelitian ini diharapkan

nantinya dapat digunakan sebagai bahan literatur dan referensi sekaligus

sebagai pembanding untuk penelitian selanjutnya; dan

2. Kegunaan praktis/operasional:
7

a. Bagi lembaga, penelitian ini nantinya diharapkan dapat digunakan sebagai

bahan informasi dalam menerapkan kebijakan untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan terhadap masyarakat setempat.

b. Bagi petani penggarap maupun pemilik lahan, penelitian ini nantinya

diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi terhadap sikap dan efektivitas

bantuan untuk berlaku adil terhadap petani itu sendiri.

c. Bagi pemerintah penelitian ini nantinya diharapkan dapat dijadikan bahan

rujukan bagi penyempurnaan kebijakan lanjutan di wilayah tersebut dan

sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan sejenis di wilayah

lain.
II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Usahatani Padi Sawah

Tanaman padi diusahakan pada dua jenis lahan yaitu lahan basah (sawah)

dan lahan kering. Padi yang diusahakan pada lahan basah dikenal sebagai padi

sawah sedangkan padi yang dibudidayakan pada lahan kering dikenal sebagai padi

ladang. Tanaman padi memerlukan curah hujan yang tinggi kurang lebih

15002000 mm/tahun dengan ketinggian antara 01500 meter diatas

permukaan laut dengan suhu optimal 23 ºC (Pirngadi dan Makarim, 2006).

Sistem penanaman padi sawah biasanya didahului dengan pengolahan

tanah seraya petani melakukan persemaian (Purwono dan Purnamawati, 2007).

Pengolahan tanah biasanya dilakukan dengan menggunakan mesin atau ternak.

Ada juga yang diolah dengan menggunakan cangkul oleh manusia. Dalam

penanaman padi sawah pengairan sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan

tanaman sehingga penggunaannya lebih efektif. Sedangkan pada lahan kering atau

sawah tadah hujan, kebutuhan tanaman akan air semata-mata sangat diharapkan

pada hujan (Utama, 2015).

Pemeliharaan padi sawah meliputi penyiangan, penyulaman, pemupukan, dan

pengendalian hama penyakit. Penyiangan dilakukan satu sampai dua kali yaitu

saat padi berumur 15 dan 35 hari setelah tanam atau tergantung dari kecepatan

tumbuh dari gulma. Penyulaman bibit dilakukan seminggu setelah penanaman

atau paling lambat dua minggu karena penyulaman yang lebih lama akan

mengakibatkan tidak serempaknya padi masak. Pemupukan dilakukan dengan


9

menggunakan pupuk buatan (anorganik) dan pupuk alam (organik). Pupuk alam

meliputi pupuk kandang (kompos) sedangkan pupuk buatan seperti N (urea), K

(kalium) dan pupuk fosfor (TSP). Pengendalian hama dan penyakit dlakukan

secara kimia dan mekanis. Pengendalian kimia dilakukan dengan menggunakan

bahan kimia, sedangkan pengendalian mekanis yaitu dengan cara pembakaran

jerami yaitu memutuskan perkembangbiakan dan penyebaran hama dan penyakit

(Utomo dan Nazarudin, 2003).

2.2. Klasifikasi Petani

Petani adalah orang yang mengusahakan/mengelola usaha pertanian

baik pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan,

perburuan dan perikanan. Petani tanaman dapat merupakan petani pemilik

atau petani penggarap sesuai dengan yang dikemukakan Saeri (2018)

tentang klasifikasi petani yaitu:

1. Petani Pemilik

Petani Pemilik ialah golongan petani yang memiliki tanah dan ia

pulalah yang secara langsung mengusahakan dan menggarapnya. Semua

faktor-faktor produksi, baik berupa tanah, peralatan dan sarana produksi

yang digunakan adalah milik petani sendiri. Dengan demikian ia bebas

menentukan kebijaksanaan usahataninya, tanpa perlu dipengaruhi atau

ditentukan oleh orang lain. Golongan petani yang agak berbeda statusnya

ialah yang mengusahakan tanahnya sendiri dan juga mengusahakan tanah

orang lain (part owner operator). Keadaan semacam ini timbul karena

persediaan tenaga kerja dalam keluarganya banyak.


10

2. Petani Penggarap

Petani Penggarap ialah golongan petani yang mengusahakan tanah

orang lain dengan sistem bagi hasil. Dalam sistem bagi hasil, risiko

usahatani ditanggung oleh pemilik tanah dan penggarap. Besarnya bagi

hasil tidak sama untuk tiap daerah. Biasanya bagi hasil ini ditentukan oleh

tradisi daerah-daerah masing-masing, kelas tanah, kesuburan tanah,

banyaknya permintaan dan penawaran, dan peraturan negara yang berlaku.

3. Petani Penyewa

Petani Penyewa ialah golongan petani yang mengusahakan tanah

orang lain dengan jalan menyewa karena tidak memiliki tanah sendiri.

Besarnya sewa dapat berbentuk produksi fisik atau sejumlah uang yang

sudah ditentukan sebelum penggarapan dimulai. Lama kontrak sewa ini

tergantung pada perjanjian antara pemilik tanah dan penyewa. Jangka

waktu dapat terjadi satu musim, satu tahun, dua tahun atau jangka waktu

yang lebih lama. Dalam sistem sewa, risiko usahatani hanya ditanggung

oleh penyewa. Pemilik tanah menerima sewa tanahnya tanpa dipengaruhi

oleh risiko usahatani yang mungkin terjadi.

2.3. Konsep Kelembagaan

Kelembagaan merupakan serangkaian norma dan perilaku yang sudah

bertahan (digunakan) selama periode waktu tertentu untuk mencapai

tujuan yang bernilai kolektif/bersama atau “complexesof norm and


11

behaviour that persist over time serving collectivelly valued purposes”

(Uphoff, 1986).

Menurut Syahyuti (2010) kelembagaan merupakan seperangkat

hubungan norma-norma, keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai yang nyata,

yang terpusat pada kebutuhan-kebutuhan sosial dan serangkaian tindakan

yang penting dan berulang. Sementara itu, Ridlo (2012) mendefinisikan

kelembagaan sebagai adanya norma-norma dan kebutuhan-kebutuhan

masyarakat dalam situasi tersebut. Dengan demikian lahirnya

kelembagaan di masyarakat sebagai bentuk aturan (rule) yang ada dan

mengikat guna untuk memperoleh serta memenuhi kebutuhan masyarakat

dalam kehidupan sosialnya.

Berdasarkan berbagai definisi yang telah ditetapkan oleh para ahli

terlihat bahwa sebenarnya definisi kelembagaan tergantung dari mana

orang melihatnya, makro atau mikrotik sekian banyak pembatasan

kelembagaan. Suradisastra (2008) mengemukakan minimal ada tiga

lapisan kelembagaan yaitu kelembagaan sebagai norma dan konvensi,

kelembagaan sebagai aturan main, dan kelembagaan sebagai pengaturan

hubungan kepemilikan.

1. Kelembagaan sebagai Norma dan Konvensi

Kelembagaan sebagai norma-norma dan konvensi ini lebih diartikan

sebagai aransemen berdasarkan konsensus atau pola tingkah laku dan

norma yang disepakati bersama. Norma dan konvensi umumnya bersifat

informal, ditegakkan oleh keluarga, masyarakat adat dan sebagainya.


12

Hampir semua aktivitas manusia memerlukan konvensi-konvensi

pengaturan yang akan memfasilitasi proses-proses sosial, dan begitu juga

dalam setiap aturan masyarakat diperlukan seperangkat etika-etika dalam

tingkah laku untuk membatasi tindakan-tindakan yang tidak

diperbolehkan. Jika aturan diikuti, proses-proses sosial bisa berjalan baik.

Namun jika dilanggar, maka akan timbul hanya kekacauan dalam

masyarakat dan sanksi akan diberlakukan.

2. Kelembagaan sebagai Aturan Main

Dalam literatur ekonomi kelembagaan, definisi kelembagaan

mencakup dua demarkasi penting yaitu konvensi (conventions) dan aturan

main (rules of the game). Kelembagaan itu diartikan sebagai seperangkat

aturan main atau tata cara untuk kelangsungan sekumpulan kepentingan (a

set of working rules of going concerns). Jadi, kelembagaan itu adalah

kegiatan kolektif dalam suatu kontrol atau yurisdiksi, pembebasan atau

liberasi, dan perluasan atau ekspansi kegiatan individu, seperti disebutkan

di atas.

3. Kelembagaan sebagai Pengaturan Hubungan Kepemilikan

Kelembagaan sebagai pengaturan hubungan kepemilikaan dianggap

sebagai aransemen sosial yang mengatur tentang: Individu atau kelompok

pemilik, objek nilai bagi pemilik dan orang lain, serta orang dan pihak lain

yang terlibat dalam mutu kepemilikan.

Dari uraian tersebut, tersirat bahwa siapa yang memiliki suatu

sumberdaya maka ia berhak untuk mengontrol penggunaan sumberdaya


13

tersebut. Begitupun, seseorang tidak bebas berbuat sesuka hatinya atas

barang yang dimilikinya, sebab sebagaimana ia memperlakukan dan

menggunakan sumber daya tersebut dinilai oleh masyarakat (Budi, et al.,

2009).

2.4. Sistem Bagi Hasil

Secara umum, bagi hasil didefinisikan sebagai bentuk perjanjian

antara dua pihak yaitu pemilik lahan dengan penggarap yang bersepakat

untuk melakukan pembagian hasil secara natura. Bagi hasil dalam bahasa

Belanda disebut “deelbouw” merupakan bentuk tertua dalam penguasaan

tanah di dunia yang bahkan telah ditemukan pada lebih kurang 2.300 SM.

Bagi hasil di pertanian merupakan suatu bentuk pemanfaatan tanah,

dimana pembagian hasil terhadap dua unsur produksi, modal dan tenaga

kerja dilaksanakan menurut perbandingan tertentu dari hasil bruto (kotor)

dalam bentuk natura (Malik, 2018).

Bagi hasil pertanian adalah suatu ikatan atau aturan main

(kelembagaan) yang bekerjasama antara pemilik lahan dengan petani

sebagai penggarap untuk melaksanakan kewajiban dan hak yang telah

disepakati secara bersamasama. Upah dari penggarapan lahan tersebut

diambil atau diberikan dari hasil pertanian yang diusahakan, setelah selesai

panen atau sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati ketika pertama

kali mengadakan transaksi. Besarnya bagi hasil adalah besarnya upah yang

diperoleh oleh setiap petani baik pemilik lahan maupun penggarap

berdasarkan perjanjian atau kesepakatan bersama (Negara, 2013).


14

Regulasi sistem bagi hasil dari pemerintah merupakan intervensi

terhadap pasar ketenagakerjaan dipedesaan, dengan tujuan memberikan

perlindungan kepada penggarap dan pemilik tanah sekaligus. Bagi hasil

yang berlaku pada suatu wilayah merupakan sebuah bentuk kelembagaan

yang telah diakui dan diterima secara sosial (Negara, 2013).

Undang-undang yang mengatur perjanjian pengusahaan tanah dengan

bagi hasil perlu diadakan agar pembagian hasil tanah antara pemilik dan

penggarap dilakukan atas dasar yang adil dan agar terjamin pula

kedudukan hukum yang layak bagi para penggarap itu, dengan

menegaskan hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik dari penggarapan

maupun pemilik. Semua ketentuan-ketentuan dalam pelaksanaan bagi hasil

pertanian telah tercantum dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1960

dalam (Negara, 2013).

Dalam pasal 3 dinyatakan undang-undang tentang bentuk perjanjian

bagi hasil pertanian yaitu:

1. Semua perjanjian bagi hasil harus dibuat oleh pemilik dan penggarap sendiri

secara tertulis dihadapkan Kepala dari Desa atau daerah yang setingkat

dengan itu tempat letaknya tanah yang bersangkutan selanjutnya dalam

undang-undang ini disebut "Kepala Desa" dengan dipersaksikan oleh dua

orang, masing-masing dari pihak pemilik dan penggarap.

2. Perjanjian bagi hasil termaksud dalam ayat 1 diatas memerlukan pengesahan

dari Camat/Kepala Kecamatan yang bersangkutan atau penjabat lain yang

setingkat dengan itu, selanjutnya dalam undang-undang ini disebut "Camat".


15

3. Pada tiap kerapatan desa Kepala Desa mengumumkan semua perjanjian bagi

hasil yang diadakan sesudah kerapatan yang terakhir.

4. Menteri Muda Agraria menetapkan peraturan-peraturan yang diperlukan

untuk menyelenggarakan ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 2 di atas.

Pasal 3 juga disebutkan tentang hak-hak dan kewajiban pemilik lahan

dan penggarap yaitu:

1. Pemilik dan penggarap berhak untuk menjaga kenyamanan, keamanan dan

keselamatan dalam pengelolaan lahan dan hasil produksi, menentukan jenis

tanaman dan varietas yang akan ditanam dan penggunaan teknologi lainnya

yang berkaitan dengan peningkatan produksi, dan mendapatkan informasi

yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi pertanaman yang diusahakan,

serta mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa

secara adil.

2. Kewajiban pemilik lahan adalah beritikad baik dalam melakukan transaksi,

melakukan transaksi bagi hasil sesuai pedoman bagi hasil yang telah

ditetapkan, dan menanggung biaya sarana produksi dan biaya wajib lainnya

yang digunakan selama proses produksi.

3. Kewajiban penggarap adalah beritikad baik dalam melakukan transaksi,

melakukan transaksi bagi hasil sesuai pedoman bagi hasil yang telah

ditetapkan, dan menanggung biaya selama proses produksi dan sarana dalam

pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan (penyiangan, pemupukan,

pengendalian hama dan penyakit termasuk herbisida).


16

Terkadang terdapat hal-hal yang menjadi masalah dalam sistem bagi

hasil seperti pelanggaran yang tidak sesuai dengan perjanjian sebelumnya

sehingga hal ini menjadi suatu masalah yang dapat merugikan pihak-pihak

tertentu. Dengan adanya keadaan tersebut maka perlu diperhatikan pasal

yang mengatur tentang situasi tersebut yang tercantum dalam pasal 13

yaitu:

1. Jika pemilik dan/atau penggarap tidak memenuhi atau melanggar ketentuan

dalam surat perjanjian tersebut pada pasal 3 maka baik Camat maupun Kepala

Desa atas pengaduan salah satu pihak ataupun karena jabatannya, berwenang

memerintahkan dipenuhi atau ditaatinya ketentuan yang dimaksudkan itu.

2. Jika pemilik dan/atau penggarap tidak menyetujui perintah Kepala Desa

tersebut pada ayat 1 di atas, maka soalnya diajukan kepada Camat untuk

mendapat keputusan yang mengikat kedua belah pihak.

Pada saat ini ditemukan ada tiga bentuk hubungan kerjasama dari

pelaksanaan sistem bagi hasil antara petani penggarap dan pemilik tanah

sebagai dampak dari komersialisasi dan modernisasi pertanian. Pertama,

sistem mawah tipe satu dimana petani penggarap menyediakan tenaga

kerja sejak pengolahan tanah sampai perontokan dan pembersihan padi,

sedangkan pemilik tanah berkontribusi terhadap tanah dan sarana produksi

(bibit, pupuk, dan pestisida). Hasil produksi yang diperoleh dibagi dengan

perbandingan 1:1 atau bagi dua bagian sama rata. Kedua, sistem mawah

tipe dua dimana pemilik tanah hanya menyediakan tanah sedangkan tenaga

kerja dan saprodi lainnya diusahakan petani penggarap. Pada sistem ini,
17

hasil produksi yang diperoleh dibagi tiga bagian, satu bagian untuk

pemilik tanah dan dua bagian untuk petani penggarap atau 1:2. Ketiga,

sistem kontrak (contract) dimana petani penggarap disudutkan pada

pilihan harus menyewa tanah dengan harga tertentu kepada pemilik tanah.

Sewa ini terpaksa diambil karena faktor kelangkaan tanah dan tidak

tersedia pekerjaan lain bagi petani penggarap (Marsudi, 2011).

2.5. Pendapatan dan Penerimaan Usahatani

Menurut Soekartawi (1995) dalam Noer dan Rauf (2014) pendapatan

adalah selisih antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan

dalam suatu usahatani. Total penerimaan merupakan hasil perkalian dari

jumlah produksi yang dihasilkan dengan nilai/harga produk tersebut,

sedangkan total biaya adalah semua biaya yang dikeluarkan dalam suatu

usahatani.

Pendapatan rumah tangga petani bersumber dari dalam usahatani dan

pendapatan dari luar usahatani. Pendapatan dari dalam usahatani meliputi

pendapatan dari tanaman yang diusahakan oleh petani, sedangkan dari luar

usahatani bersumber dari pendapatan selain usahatani yang diusahakan,

sehingga secara matematis dapat dituliskan dengan rumus pendapatan

Soekartawi (1995) dalam Noer dan Rauf (2013) sebagai berikut:

I = TR – TC

Keterangan:
I = Income (pendapatan);
TR = Total revenue (penerimaan); dan
TC = Total cost (total biaya).
18

Lebih lanjut, menurut Soekartawi (1995) dalam Noer dan Rauf (2013)

penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh

dengan harga jualnya. Penerimaan dapat diartikan sebagai nilai produk

total dalam jangka waktu tertentu baik yang dipasarkan maupun tidak.

Penerimaan juga dapat didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari

penjualan.

Penerimaan usahatani yaitu penerimaan dari semua sumber usahatani

meliputi nilai jual hasil, penambahan jumlah inventaris, nilai produk yang

dikonsumsi petani dan keluarganya. Penerimaan adalah hasil perkalian

antara produksi yang diperoleh dengan harga jual produk. Pernyataan ini

dapat dituliskan sebagai berikut Soekartawi (1995) dalam (Noer dan Rauf,

2013):

TR = Y . Py

Keterangan:
TR = Total revenue (penerimaan usahatani);
Y = Output (produksi yang diperoleh); dan
Py = Price (harga output).

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam

melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang

digunakan dalam mengkaji penelitian. Adapun penelitian terdahulu yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian dari Juraemi (2004) dengan

judul “Hubungan antara Kinerja Kelembagaan dengan Keragaan Sistem

Agribisnis pada Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan Kelapa Sawit”.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian Juraemi (2004) yaitu


19

menggunakan metode cluster sampling, dengan menggunakan analisis

deskriptif dan analisis uji statistik inferensial. Dalam penelitian Juraemi

(2004) diperoleh hasil penelitian bahwa terdapat empat kelembagaan yang

menentukan sistem agribisnis perkebunan yaitu kelompok tani, KUD, PPL

Perkebunan, dan pembinaan dari perusahaan inti. Kemudian kelembagaan

tersebut mempunyai hubungan signifikan dengan keragaman sistemnya.

Lebih lanjut, penelitian yang dilakukan Dassir (2009) dengan judul

“Sistem Penguasaan Lahan dan Pendapatan Petani pada Wanatani Kemiri

di Kecamatan Camba Kabupaten Maros”. Metode pengumpulan data yang

digunakan Dassir (2009) yaitu menggunakan analisis kualitatif dan

kuantitatif. Dalam penelitian Dassir (2009) mengungkapkan bahwa

penyakapan lahan teseng/ruma dan mallolo makkampiri dilakukan dalam

lingkup keluarga. Selain itu, kelembagaan penguasaan lahan makkalice

dan mabbali pada Desa Timpuseng sudah tidak berlaku, sedangkan di

Desa Mariopulana kelembagaan tersebut masih diberlakukan oleh petani.

Penelitian terdahulu yang selanjutnya dilakukan Umpul, et al., (2016)

dengan judul “Sistem Bagi Hasil Usahatani Jagung Petani Penggarap di

Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui rata-rata pendapatan usahatani jagung petani penggarap di

Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo dengan menggunakan metode

survei, sehingga diketahui bahwa rata-rata pendapatan penggarap di

Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo sebesar Rp 5.820.640/musim.


20

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu menunjukan bahwa

perbedaan yang signifikan dari peneltian ini yaitu terletak pada waktu,

tempat, metode penelitian serta analisis data yang digunakan. Selain itu,

keunggulan dari penelitian ini adalah tujuan yang ingin dicapai bahwa

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis hubungan

antara kelembagaan sistem bagi hasil dengan pendapatan yang terjadi di

daerah penelitian, dan terdapat hubungan yang saling mengikat antara

petani penggarap dengan petani pemilik melalui kelembagaan sistem bagi

hasil di daerah penelitian yaitu di Kelurahan Watumotobbe Kecamatan

Kapontori Kabupaten Buton.

2.7. Kerangka Pikir Penelitian

Salah satu sub sektor pertanian yang merupakan salah satu komoditi

tanaman pangan adalah tanaman padi. Padi merupakan tanaman yang

banyak diusahakan oleh petani karena padi dapat menghasilkan beras yang

merupakan bahan makanan pokok yang akan membentuk kedaulatan

dalam masyarakat sehingga akan membentuk kelembagaan yang saling

menguntungkan petani tersebut.

Kelembagaan bagi hasil pertanian adalah suatu ikatan atau perjanjian

kerja sama atau aturan main (rules of the game) antara pemilik lahan

dengan petani penggarap. Upah dari penggarapan lahan tersebut diambil

atau diberikan dari hasil pertanian yang diusahakan, setelah selesai panen

atau sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati ketika pertama kali

mengadakan transaksi (Saeri, 2018)


21

Selain melihat kelembagaan sistem bagi hasil dalam usahatani padi

sawah di Kelurahan Watumotobbe, penelitian ini juga memfokuskan

aturan main (kelembagaan) dari sistem bagi hasil itu sendiri. Aturan main

dari sistem bagi hasil yang diangkat dalam penelitian ini adalah: (1) Hak

dan kewajiban yang akan dilakukan oleh petani padi sawah khususnya

petani pemilik dan petani penggarap di daerah penelitian; serta (2)

implementation (pelaksanaan) yang berupa sistem mawah tipe satu dimana

petani penggarap menyediakan tenaga kerja sejak pengolahan tanah

sampai perontokan dan pembersihan padi, sedangkan pemilik tanah

berkontribusi terhadap tanah dan sarana produksi (bibit, pupuk, dan

pestisida). Kemudian, sistem mawah tipe dua dimana pemilik tanah hanya

menyediakan tanah sedangkan tenaga kerja dan saprodi lainnya

diusahakan petani penggarap. Serta sistem kontrak (contract) dimana

petani penggarap disudutkan pada pilihan harus menyewa tanah dengan

harga tertentu kepada pemilik tanah. Sehingga aturan main (kelembagaan)

dari sistem bagi hasil tersebut akan berdampak pada pendapatan yang akan

diterima oleh petani pemilik maupun petani penggarap padi sawah.

Pendapatan merupakan sumber utama dalam berbagi kegiatan

ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat. Semua kebutuhan barang atau

jasa dapat terpenuhi dengan adanya pendapatan, baik dalam bentuk uang

maupun barang. Menurut Soekartawi (1995) pendapatan dapat diartikan

sebagai nilai dari jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat

keseluruhan dalam jangka waktu tertentu. Keberhasilan petani dalam


22

berusahatani padi juga dapat dilihat dari besar kecilnya produksi padi

tersebut. Sehingga dalam penelitian ini, pendapatan yang akan diterimah

oleh petani padi sawah difokuskan pada jumlah produksi, harga jual, dan

biaya dari padi sawah tersebut.

Penelitian Malik, et al., (2018) menyatakan bahwa semakin besar

hasil produksi petani penggarap maka semakin besar pula hasil yang akan

diterimanya dari pemilik lahan. Pendapatan tersebut akan berdampak pada

masing-masing petani dalam melanjutkan kehidupan rumahtangga tani.

Dengan adanya status petani maka pendapatan yang diperoleh baik

pemilik lahan maupun petani penggarap dengan melalui sistem bagi hasil,

dimana yang dilakukan setelah adanya perjanjian kerjasama atau

kelembagaan yang telah disepakati bersama serta disetujui oleh pihak yang

bersangkutan. Sehingga akan terjalin hubungan yang saling terikat antara

kelembagaan sistem bagi hasil dan pendapatan petani padi sawah.

Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka pemikiran penelitian

secara singkat digambarkan dalam bentuk diagram sebagaimana yang

ditampilkan pada gambar berikut:

Usahatani Padi Sawah

Kelembagaan
Petani Pemilik dan Petani Penggrap
23

Sistem Bagi Hasil Pendapatan


1. Aturan Main 1. Produksi
* Hak
* Kewajiban 2. Harga Jual

2. Pelaksanaan (Implementation) 3. Biaya


* Sistem Mawah Tipe I * Biaya Tetap
* Sistem Mawah Tipe II * Biaya Variabel
* Sistem Contract
Keterangan:
Berhubungan = (kelembagaan sistem bagi hasil dengan pendapatan petani)

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian


III. METODE PENELITIAN

III.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Kelurahan Watumotobbe Kecamatan

Kapontori Kabupaten Buton dan akan dilaksanakan pada tanggal 1116

Juli 2021. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja

(purposive sampling) dengan pertimbangan ditetapkannya di daerah

tersebut sebagai lokasi penelitian karena di kelurahan tersebut merupakan

salah satu wilayah penghasil padi di Kabupaten Buton. Selain itu, di

kelurahan tersebut juga terdapat hubungan erat antara pemilik lahan

dengan petani penggarap yaitu melalui kelembagaan dari sistem bagi hasil.

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani padi sawah khususnya

petani pemilik lahan dan petani penggarap. Dengan demikian,

pengambilan sampel dilakukan dengan teknik pengambilan sampel non

probabititas (non acak) menggunakan purposive sampling yaitu teknik

penarikan sampel dilakukan berdasarkan karakteristik yang ditetapkan

terhadap elemen populasi target yang disesuaikan dengan tujuan atau

masalah penelitian (Rijali, 2019). Jumlah sampel yang digunakan dalam

penelitian ini sebanyak 40 sampel. Penetapan jumlah sampel yang

digunakan dalam penelitian ini berdasarkan kaidah pengambilan sampel

secara statistik adalah minimal sebanyak 30 sampel, dimana data tersebut

mendekati sebaran normal (Walpole, 1992). Berdasarkan pendapat


25

tersebut, maka dalam penelitian ini diambil 30 sampel, dimana 10 sampel

populasi petani pemilik dan 20 sampel untuk petani penggarap.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini yaitu data kualitatif dan kuantitatif.

Data kualitatif pada penelitian ini berupa data yang berasal dari hasil

kuesioner berupa jawaban wawancara atau tanggapan petani terhadap

kelembagaan sistem bagi hasil atau aturan main yang dilakukan di daerah

penelitian. Sedangkan data kuantitatif pada penelitian ini berupa analisa

pendapatan dari petani pemilik dan petani penggarap padi sawah, serta

keterkaitan antara kelembagaan bagi hasil dengan pendapatan petani di

daerah penelitian. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian

ini terdiri dari dua yaitu:

1. Data Primer

Data Primer adalah data yang didapat dari sumber utama baik individu

ataupun perseorangan atau data yang diperoleh secara langsung dari objek

penelitian oleh peneliti (Umar, 2005). Data primer dalam penelitian ini

berupa hasil jawaban dari wawancara kepada petani berupa questionnaire

penelitian ataupun daftar pertanyaan yang telah disiapkan.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan melalui

buku-buku, brosur, dan artikel yang didapat dari website yang berkaitan

dengan penelitian (Umar, 2005). Data sekunder dalam penelitian ini

bersumber dari buku, kajian karya ilmiah atau jurnal, situs internet
26

terpercaya, dan bahan kepustakaan lainnya agar mempermudah

pembahasan penelitian ini serta untuk menentukan relevansinya dengan

kebutuhan rumusan masalah.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis kualitatif

dan kuantitatif. Adapun teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu:

1. Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan

langsung oleh pewawancara kepada responden dengan media questionnaire.

2. Dokumentasi yaitu data yang diperoleh dengan cara memanfaatkan dokumen

yang sudah ada yang berasal dari catatan atau dokumen tertulis yang

berhubungan dengan penelitian ini.

3. Observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk

menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan (Umar,

2005). Observasi dalam penelitian ini adalah sistem bagi hasil ataupun

pendapatan antara petani penggarap dan pemilik lahan serta kaitannya

terhadap kelembagaan sistem bagi hasil dengan pendapatan masyarakat di

daerah penelitian.

3.5. Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan suatu sifat yang diukur melalui alat

tertentu yang memiliki besaran dengan nilai yang dapat berubah-ubah

(Khaeruni, et al., 2018). Adapun variabel dalam penelitian ini yaitu:


27

1. Identitas responden dari penelitian ini adalah umur, tingkat pendidikan

formal, dan jumlah tanggungan anggota keluarga.

2. Kelembagaan sistem bagi hasil dari penelitian ini berupa aturan main berupa

hak dan kewajiban yang ditetapkan oleh petani pemilik dan petani penggarap

padi sawah dengan implementation yaitu sistem mawah tipe satu, sistem

mawah tipe dua, dan sistem kontrak (contract), serta keterkaitan antara

kelembagaan sistem bagi hasil dengan pendapatan.

3. Pendapatan petani padi sawah dalam penelitian ini berupa jumlah produksi,

harga jual, dan biaya seperti biaya variabel dan biaya tetap.

3.6. Konsep Operasional Penelitian

Konsep operasional merupakan batasan dan ukuran variabel-variabel

penelitian dan istilah-istilah khusus yang digunakan dalam penelitian

(Khaeruni, et al., 2018). Adapun konsep operasional dalam penelitian ini

yaitu:

1. Responden adalah petani padi sawah yang terdiri dari petani pemilik lahan

dan petani penggarap (orang). Petani pemilik lahan adalah orang yang

memiliki lahan usahatani sedangkan petani penggarap adalah petani yang

tidak memiliki lahan tetapi melakukan usahataninya pada lahan orang lain

dengan sistem bagi hasil yang berlaku di daerah tersebut.

2. Umur adalah usia responden dihitung sejak lahir sampai dilaksanakannya

penelitian (tahun).

3. Pendidikan adalah jenjang pendidikan terakhir yang pernah diikuti atau

dilalui oleh petani (tahun).


28

4. Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya keluarga baik yang berada

dalam satu rumah maupun di tempat lain yang secara langsung menjadi

tanggungan keluarga tersebut (orang).

5. Kelembagaan adalah norma-norma dan kebutuhan-kebutuhan

masyarakat dalam situasi yang telah disepakati dan disetujui

secara bersama sebagai bentuk aturan main (rules of the game)

yang ada dan mengikat guna untuk memenuhi hak dan

kewajiban di Kelurahan Watumotobbe dalam kehidupan

sosialnya.

6. Sistem bagi hasil adalah suatu perjanjian yang telah ditetapkan dalam

kelembagaan sistem bagi hasil (rules of the game) antara pemilik lahan

dengan petani penggarap yang dijalankan sesuai hak dan kewajiban dalam

usahatani, serta pelaksanaan yang dilakukan oleh petani tersebut.

7. Sistem mawah tipe satu yaitu petani penggarap menyediakan tenaga kerja

sejak pengolahan tanah sampai perontokan dan pembersihan padi, sedangkan

pemilik tanah berkontribusi terhadap tanah dan sarana produksi (bibit, pupuk,

dan pestisida).

8. Sistem mawah tipe dua dimana pemilik tanah hanya menyediakan tanah

sedangkan tenaga kerja dan saprodi lainnya diusahakan petani penggarap.

9. Sistem kontrak (contract) dimana petani penggarap disudutkan pada pilihan

harus menyewa tanah dengan harga tertentu kepada pemilik tanah.


29

10. Hubungan kelembagaan sistem bagi hasil dengan pendapatan merupakan

keterkaitan antara petani pemilik dan petani penggarap dalam memperoleh

pendapatan atas usahatani yang dilakukan, dan berkaitan dengan status

penguasaan lahan yang diperolehnya, serta berkaitan dengan pelaksanaan

(implementation) oleh kedua petani tersebut.

11. Pendapatan usahatani (konsep non rill) adalah selisih antara penerimaan dan

biaya usahatani padi sawah baik yang benar-benar dikeluarkan petani (biaya

pupuk, pestisida, tenaga kerja luar keluarga, pajak) maupun biaya yang tidak

benar-benar dikeluarkan oleh petani (penyusutan alat, sewa lahan) yang

dinyatakan dalam satuan rupiah per musim tanam (Rp/Ut/Mt) atau

(Rp/Ha/Mt). Sedangkan penerimaan adalah produksi yang diperoleh selama

satu kali musim tanam dikalikan dengan harga yang dinyatakan dalam

(Rp/Ut/Mt) atau (Rp/Ha/Mt).

12. Produksi adalah jumlah produk yang dihasilkan dari kegiatan usahatani. Hasil

produksi dari usahatani petani dalam penelitian ini adalah gabah atau padi

(Kg/Mt).

13. Harga jual merupakan besarnya harga yang akan dibebankan kepada

konsumen yang diperoleh atau dihitung dari biaya produksi ditambah biaya

nonproduksi dan laba yang diharapkan oleh petani tersebut (Rp/Kg).

14. Biaya merupakan Seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani, baik petani

pemilik maupun petani penggarap yang tergolong dalam biaya produksi

(Rp/Mt).
30

15. Biaya tetap (fixid cost) merupakan pengeluaran yang jumlahnya tidak akan

mengalami perubahan, meskipun volume produksi barang mengalami

peningkatan maupun penurunan (Rp/Mt).

16. Biaya variabel adalah biaya yang bisa berubah secara proposional tergantung

produksi yang dikeluarkan oleh petani pemilik maupun petani penggarap

(Rp/Mt).

3.7. Analisis Data

Analisis data menggunakan analisis data kualitatif dan kuantitatif.

Data kualitatif terdiri dari reduksi data dilakukan dengan mengidentifikasi

data yang terkumpul, kemudian memilah-milah data tersebut sesuai

dengan fokus penelitian. Adapun data kualitatif pada penelitian ini berupa

data yang berasal dari hasil questionnaire atau daftar pertanyaan.

Sedangkan data kuantitatif berupa analisa pendapatan, dan keterkaitan

antara kelembagaan sistem bagi hasil dengan pendapatan dari petani

pemilik lahan dan petani penggarap padi sawah di daerah penelitian.

Sehingga penyajian data ini menggunakan analisis sistem bagi hasil,

analisis pendapatan, dan analisis hubungan kelembagaan sistem bagi hasil

dengan pendapatan.

1. Analisis Sistem Bagi Hasil

Analisis sistem bagi hasil dilakukan dengan menggunakan analisis

data seperti yang diberikan Miles and Huberman dan Spradley. Miles dan

Huberman (1984) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data

kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus


31

pada setiap tahapan penelitian sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh.

Secara umum teknik analisis data yang dilakukan untuk mendapatkan data

sistem bagi hasil menurut Miles dan Huberman (1984) yaitu:

a) Data collecting (pengumpulan data) adalah peneliti melakukan pengumpulan

data-data yang diperlukan melalui wawancara, dokumentasi, serta observasi

mengenai sistem bagi hasil sehingga peneliti dapat mengetahui aturan main

yang ditetapkan petani pemilik dan petani penggarap berupa hak dan

kewajiban dapat terlaksana sesuai denga perjanjian, serta dapat mengetahui

pelaksanaan dari usahatani padi sawah tersebut seperti sistem mawah tipe

satu, sistem mawan tipe dua, dan sistem contract dari data yang didapatkan.

b) Data reduction (pemilihan data) yang berarti ketika peneliti berada di

lapangan maka data yang didapatkan akan semakin banyak, untuk itu

diperlukan reduksi data yang berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok

sesuai relevansinya dengan rumusan masalah dalam penelitian ini. Penelitian

ini meninjau lebih dalam terhadap data reduction mengenai sistem bagi hasil

tersebut.

c) Data display (penyajian data) berarti dalam penelitian kualitatif, penyajian

data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan

antarkategori, flowchart dan sejenisnya. Penelitian kualitatif dalam penyajian

data yang sering digunakan adalah teks yang bersifat naratif sehingga akan

mempermudah peneliti apa yang terjadi dilapangan.

d) Conclusion drawing (menarik kesimpulan) yaitu kesimpulan awal yang

dilakukan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan
32

bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data

berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal

didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali

dilapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan

merupakan kesimpulan yang kredibel.

2. Analisis Pendapatan

Data yang terkumpul ditabulasikan terlebih dahulu, kemudian

dianalisa dengan formula dasar analisis kuantitatif yang terdiri dari analisa

pendapatan. Untuk mengetahui pendapatan petani padi dapat dianalisis

dengan menggunakan analisis pendapatan yang persamaan matematiknya

dapat dituliskan sebagai berikut Soekartawi (1995) dalam (Noer dan Rauf,

2014):

I = TR – (FC + VC).................................................................... (1)

I = TR – TC................................................................................ (2)

TR = Y . Py.................................................................................... (3)

Keterangan:
I = Income (pendapatan);
TR = Total revenue (total penerimaan);
TC = Total cost (total biaya);
FC = Fixet cost (biaya tetap);
VC= Variabel cost (biaya variabel);
Y = Output (produksi yang diperoleh); dan
Py = Price (harga output).

3. Analisis Hubungan Kelembagaan Sistem Bagi Hasil dengan Pendapatan

Data hubungan antara kelembagaan sistem bagi hasil dan pendapatan

menggunakan rumus koefisien korelasi product moment (Sugiono, 1999):


33

n ∑ XY −∑ X ∑ Y
r=
√¿¿ ¿

Keterangan:
r = Koefisien korelasi antara kelembagaan sistem bagi hasil dengan pendapatan;
X = Kelembagaan sistem bagi hasil;
Y = Pendapatan;
n = Jumlah sampel.

Nilai koefisien korelasi dapat bervariasi dari -1 sampai dengan 1.

Apabila koefisien korelasi antara kelembagaan sistem bagi hasil dengan

pendapatan sama dengan satu (r = 1) berarti kedua variabel tersebut

mempunyai hubungan yang positif sempurna. Sedangkan jika r mendekati

-1 maka hubungan kedua variabel negatif sempurna.

Langkah selanjutnya memberikan interpretasi koefisien korelasi

dengan menggunakan pedoman dari interpretasi koefisien korelasi product

moment Sugiono (1999) sebagai berikut,:

Tabel 3.1. Interpretasi Koefisien Korelasi Product Moment


Interval Korelasi Tingkat Hubungan
0,00  Sangat rendah
0,20  Rendah
0,40  Cukup kuat
0,60  Kuat
0,800  Sangat kuat

Untuk menguji koefisien signifikansi korelasi tersebut maka

digunakan dengan rumus uji t Rianse dan Abdi (2009) sebagai berikut:

√r n−2
t=
√1−r 2
Keterangan:
t = Nilai t hitung;
r = Koefisien korelasi antara kelembagaan sistem bagi hasil dengan pendapatan;
n = Jumlah sampel;
r 2 = Koefisien determinasi dari kelembagaan sistem bagi hasil dengan pendapatan.
34

Tahapan untuk menguji signifikansi r, yaitu: (1) Dengan menentukan

hipotesis; (a) H 0=¿tidak ada hubungan antara KSBH dengan pendapatan,

dan (b) H 1=¿ ada hubungan antara KSBH dengan pendapatan. (2)

Menentukan level of significance; level signifikansi sebesar 5% dan

derajat kebebasan n-2. (3) Perbandingan nilai t hitung dengan nilai t tabel

dengan ketentuan; (a) jika H 0 diterima maka t hitung< t tabel dan (b) jika H 0

ditolak maka t hitung>t tabel.

DAFTAR PUSTAKA

Budi, Ma’arif, Sailah, et al. 2009. Strategi Pemilihan Majalah Model


Kelembagaan dan Kelayakan Finansial Agroindustri Wijen. Jurnal
Teknologi Industri Pertanian.19(02): 56–64.
Burhanuddin. 2016. Statistik Daerah Kecamatan Kapontori. Pasarwajo. Badan
Pusat Statistik Kabupaten Buton.
Dassir. 2009. Sistem Penguasaan Lahan dan Pendapatan Petani pada Wanatani
Kemiri di Kecamatan Camba Kabupaten Maros. Jurnal Perennial. 6(2):
90–98.
Fadhil, Maarif, Bantacut, et al. 2018. Model Strategi Pengembangan Sumber
Daya Manusia Agroindustri Kopi Gayo dalam Menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN. Jurnal Manajemen Ekonomi. 16(2): 141–156.
Juraemi. 2004. Hubungan Antara Kinerja Kelembagaan dengan Keragaan Sistem
Agribisnis pada Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal
EPP. 1(2): 33–40.
Khaeruni, Rahni, Abdullah et al. 2018. Pedoman Penyusunan Skripsi dan
Penulisan Artikel Ilmiah Mahasiswa S1. Kendari. Lembaga Penerbit
Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo.
Malik MK., Wahyuni S., dan Widodo J. 2018. Sistem Bagi Hasil Petani Penyakap
di Desa Krai Kecamatan Yosowilangun Kabupaten Lumajang. Jurnal
Ilmiah Ilmu Pendidikan, Ilmu Ekonomi, dan Ilmu Sosial. 12(1): 26-32.
doi:10.19184/jpe.v12i1.6466.
35

Mariyah. 2008. Pengaruh Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat terhadap


Pendapatan dan Efisiensi Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Penajam
Paser Utara Kalimantan Timur. Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Marsudi. 2011. Identifikasi Sistem Kerjasama Petani Penggarap dan Pemilik
Tanah dalam Kaitannya dengan Pemerataan Pendapatan Petani Padi
Sawah Beririgasi. Jurnal Agrisep. Pertanian Universitas Syiah Kuala.
Banda Aceh.
Miles, Huberman, Rohidi (eds.). 1984. Analisis Data Kualitatif. Jakarta. Penerbit
Universitas Indonesia.
Mubyarto. 1985. Pengantar Ilmu Pertanian. Jakarta. Erlangga.
Mudakir B. 2011. Produktivitas Lahan dan Distribusi Pendapatan Berdasarkan
Status Penguasaan Lahan pada Usahatani Padi (Kasus di Kabupaten Kendal
Propinsi Jawa Tengah). Jurnal Dinamika Ekonomi Pembangunan. Vol 1(1).
Negara A. 2013. Pelaksanaan Bagi Hasil Pertanian Sawah Di Desa Bumen
Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang. Skripsi. Jurusan Politik dan
Kewarganegaraan. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang.
Noer L, dan Rauf RA. 2014. Analisis Pendapatan dan Pemasaran Usahatani
Semangka di Desa Maranatha Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Sigi.
Jurnal Agrotekbis. Vol 2(3): 282-287. ISSN: 2338-3011
Pirngadi, dan Makarim. 2006. Pengolahan Tanaman Terpadu pada Lahan Sawah
Tadah Hujan. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 25(2): 116-123.
Purwono, dan Purnamawati. 2007. Budidaya 8 Jenis Pangan Unggul. Depok.
Penebar Swadaya.
Rianse U, dan Abdi. 2009. Metode Penelitian Sosial dan Ekonomi Teori dan
Aplikasi. Bandung. CV Alfabeta.
Ridlo A. 2017. Analisis Kelembagaan dalam Monitoring Kualitas Air Sungai
Ciliwung di Wilayah Provinsi DKI Jakarta. Jurnal Wacana Kinerja.
Volume 20(2).
Rijali A. 2018. Analisis Data Kualitatif. Jurnal Alhadharah. Vol 17(33): 81-95.
Saeri M. 2018. Usahatani dan Analisisnya. Malang. Unidha Press.
Soekartawi. 1995. Ilmu Usahatani. Yogyakarta. BPFE.
Sugiono. 1999. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Alfabeta.
Sukiyono K. 2007. Analisisis Efesiensi Ekonomi Usahatani Padi pada Dua
Tipologi Lahan yang Berbeda di Provinsi Bengkulu. Skripsi Sosial
Ekonomi. Faperta UNIB. Bengkulu.
Suradisastra K. 2008. Strategi Pemberdayaan Kelembagaan Petani. Forum
penelitian Agro Ekonomi (FAE). 26(2): 82-91.
36

Syahyuti. 2010. Lembaga dan Organisasi Petani dalam Pengaruh Negara dan
Pasar. Majalah Forum Agro Ekonomi. Vol (28)1.
Umar. 2005. Metode Penelitian Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta. PT. Raja
Grafindo Persada.
Umpul L., Baruwadi M., dan Murtisari A. 2016. Sistem Bagi Hasil Usahatani
Jagung Petani Penggarap di Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo.
Jurnal Ilmiah Agribisnis. 1(1): 8.
Uphoff. 1986. Local Institution Development: An Analitytical Sourcebook with
Case. West Hardford Connecticut. Cumarian Press.
Utama. 2015. Budidaya Padi Lahan Marjinal Kiat Meningkatkan Produksi Padi.
Yogyakarta. Andi Press.
Utomo, dan Nazarudin. 2003. Bertanam Padi Sawah tanpa Olah Tanah. Jakarta.
Penebar swadaya.
Walpole R. 1992. Pengantar Statistika [Introduction of Statistical]. Jakarta. PT
Gramedia Pustaka Utama.
37

LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Buton (2016)


Keterangan: = Lokasi Penelitian
38

Lampiran 2. Kuesioner Penelitian


Kuesioner Penelitian
Analisis Kelembagaan Sistem Bagi Hasil Pemilik Lahan dan Petani
Penggarap dalam Usahatani Padi Sawah di Kelurahan Watomotobbe
Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton
Kelurahan : Watumotobbe
Kecamatan : Kapontori
Kabupaten : Buton
I. Identitas Responden
1. Nama Responden :
2. Umur :
1)
Dibawah 20 tahun
2)
20 – 25 tahun
3)
26 – 30 tahun
4)
Diatas 30 tahun

3. Jenis Kelamin :
1) Laki-laki
2) Perempuan
4. Tingkat Pendidikan Formal :
5. Tahun dimulainya Usahatani Padi :
6. Pengalaman dalam Usahatani Padi : Tahun
7. Pekerjaan Pokok :
39

8. Pekerjaan Sampingan :
9. Jumlah Tanggungan Anggota Keluarga :
No. Nama Umur Pendidikan Hubungan
(Tahun) Keluarga
1.
2.
3.
4.

10. Status Kepemilikan Lahan, apakah milik sendiri atau lahan garapan?(Ha)
11. Jika garap apakah bapak/ibu memiliki hubungan saudara dengan pemilik
lahan? (ya/tidak)
12. Jika ya, saudara yang bagaimana?
13. Jika tidak, apakah pemilik lahan tinggal di desa ini ? (ya/tidak)
14. Jika tidak, dimana tempat tinggalnya?
15. Apa alasannya menyakapkan sawahnya?

II. Usahatani Padi


1. Sarana Produksi
No. Jenis Jumlah Harga (Rp/satuan) Harga Akhir (Rp)
1. Benih



2. Pupuk
 Urea
 TSP
 KCl
 Phonska
3. Biaya lainnya
4.

2. Penggunaan Tenaga Kerja


N Jenis Kegiatan Tenaga Kerja Luar Keluarga
o Pria Wanita
HOK Upah (Rp/HOK) HOK Upah (Rp/HOK)
1 Penyemaian
40

2 Pengolahan Lahan
3 Penanaman
4 Penyulaman
5 Penyiangan
6 Pemupukan
7 Penyemprotan
8 Pemanenan

Lanjutan Lampiran 2.
3. Biaya Penysustan Alat
No Jenis Alat Jumlah Unit Harga Awal Umur Ekonomis Harga Akhir
(Rp) (Thn) (Rp)
1
2
3
4
5
6

4. Berapa pajak lahan yang bapak/ibu bayar?(Rp/Thn)


5. Apakah bapak/ibu menggunakan sistem irigasi?
6. Kalau ya, berapa besarnya iuran irigasi per musim tanam? (Rp/Mt)
7. Jika Bapak petani penggarap, bagaimana pembebanan biaya usahatani tersebut
a. 100%
b. 50% : 50%
c. 75% : 25%
d. Lainnya, sebutka!
8. Produksi Usahatani Padi:
a. Berapa produksi padi yang bapak peroleh?
b. Berapa harga gabah?
9. Apabila bapak petani penggarap, bagaimana bagi hasilnya?
a. 1/3 : 2/3 bagian
b. ½ : ½ bagian
c. ... bagian
10. Modal Usahatani:
41

a. Berapa besar modal yang bapak gunakan?


b. Dari mana sumber modal bapak tersebut berasal? (Modal sendiri/Modal
sendiri dan pinjam/Modal pinjam)
c. Apabila modal pinjam, dari mana asal modal tersebut?
(Bank/Tetangga/Rentenir)
d. Berapa persen bunga modal tersebut?
11. Apakah bapak/ibu pernah mengalami kendala dalam usahatani padi sawah?
(Ya/Tidak)
11. Jika ya, apa saja?
12. Bagaimana cara bapak mengatasi kendala tersebut? Jelaskan!

III. Kelembagaan Sistem Bagi Hasil


1. Hak-hak Petani Pemilik dan Petani Penggarap dalam KSBH
No Hak Petani Pemilik dan Petani Penggarap Sering Kadang- Tidak
kadang pernah

1. Menurut bapak/ibu, saudara, apakah sudah


melaksanakan dan menjaga kenyamanan,
keamanan dan keselamatan dalam pengelolaan
lahan dan hasil produksi tentang sistem bagi
hasil pemilik lahan dan petani penggrap?

2. Menurut bapak/ibu, saudara, apakah sudah


menentukan jenis tanaman dan varietas yang akan
ditanam dan penggunaan teknologi lainnya yang
berkaitan dengan peningkatan produksi antara
petani pemilik dan petani penggarap?

Menurut bapak/ibu, saudara, apakah telah


3. mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur
mengenai kondisi pertanaman yang diusahakan
oleh petani pemilik maupun petani penggarap?

Menurut bapak/ibu, saudara, apakah KSBH selalu


4. aktif melaksanakan aturan main dalam
mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya
penyelesaian sengketa secara adil?
42

Lanjutan Lampiran 2.
2. Kuesioner Kewajiban-kewajiban Petani Pemilik dan Petani Penggarap dalam
Kelambagaan Sistem Bagi Hasil (KSBH)
 Kewajiban Petani Pemilik dalam KSBH
No. Kewajiban Petani Pemilik dalam KSBH Sering Kadang- Tidak
kadang Pernah
1. Apakah bapak/ibu, saudara telah beritikad
baik dalam melakukan transaksi terhadap
petani penggarap?
2. Apakah bapak/ibu, saudara telah
melakukan transaksi bagi hasil sesuai
pedoman bagi hasil yang telah ditetapkan
dalam ushatani padi sawah?
3. Apakah bapak/ibu, saudara telah
melakukan dengan adil dan konsisten
dalam menanggung biaya sarana produksi
dan biaya wajib lainnya yang digunakan
selama dalam proses produksi yang
dilakukan oleh petani penggarap?

 Kuesioner Kewajiban Petani Penggarap dalam KSBH:


No. Kewajiban Petani Penggarap dalam Sering Kadang- Tidak
KSBH kadang Pernah
1. Apakah bapak/ibu, saudara telah beritikad
baik dalam melakukan transaksi terhadap
petani pemilik lahan dalam usahatani padi
sawah?
2. Apakah bapak/ibu, saudara telah
melakukan transaksi bagi hasil sesuai
pedoman bagi hasil yang telah ditetapkan
dalam ushatani padi sawah terhadap
petani pemilik lahan?
3. Apakah bapak/ibu, saudara telah
melakukan dengan baik dan konsisten
dalam menanggung biaya selama proses
produksi dan sarana dalam pengolahan
tanah, penanaman, pemeliharaan
43

(penyiangan, pemupukan, pengendalian


hama dan penyakit termasuk herbisida)
dalam usahatani padi sawah dilingkup
petani pemilik?
Lanjutan Lamapiran 2.
IV. Hubungan Kelembagaan Sistem Bagi Hasil dengan Pendapatan
 Kuesioner Pernyataan tentang Kelembagaan Sistem Bagi Hasil
Berikan tanda silang (x) pada jawaban Anda.
Keterangan:
SS = Sangat setuju
S = Setuju
N = Netral
TS = Tidak setuju
STS = Sangat tidak setuju.
NO PERNYATAAN SS S N TS STS
1 Aturan main yang dilakukan telah
sesuai dengan perjanjian yang dilakukan
oleh petani.
2 Perjanjian yang ditetapkan sangat baik
dan adil bagi petani tersebut.
3 Hak dan kewajiban yang sudah ditetapkan
dapat dilaksanakan dengan baik.
4 Ada penyimpangan terhadap kewajiban-
kewajiban petani.

5 Petani melakukan hak-haknya tidak


sesuai dengan perjanjian yang
ditetapkan.
6 Petani lebih tertarik terhadap
pelaksanaan sistem mawah tipe satu
karena menguntungkan kedua petani.
7 Petani lebih tertarik terhadap
pelaksanaan sistem mawah tipe dua
karena menguntungkan kedua petani.
8 Petani lebih tertarik terhadap
pelaksanaan sistem contract karena
menguntungkan kedua petani.
44

9 Ada pelanggaran yang dilakukan oleh


petani padi sawah.

Lanjutan Lampiran 2.
 Kuesioner Pernyataan tentang Pendapatan
Berikan tanda silang (x) pada jawaban Anda.
Keterangan:
SS = Sangat setuju
S = Setuju
N = Netral
TS = Tidak setuju
STS = Sangat tidak setuju.
NO PERNYATAAN SS S N TS STS
1 Produksi yang diperoleh oleh petani
sangat menguntungkan.
2 Ada kecurangan yang dilakukan oleh
petani terhadap gabah yang diperoleh.
3 Harga yang ditetapkan oleh petani
terhadap padi tersebut telah sesuai dengan
pengeluaran dan menguntungkan bagi
petani tersebut.
4 Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh
petani sesuai dengan perjanjian yang
ditetapkan.
5 Biaya tetap dan variabel dibebankan
kepada petani pemilik.
6 Biaya tetap dan variabel dibebankan
kepada petani penggarap.
7 Biaya tetap dan variabel dibebankan
kepada kedua petani.

Anda mungkin juga menyukai