Anda di halaman 1dari 23

Judul PILAR-PILAR

Materi TAZKIYATUL NAFSI'


Oleh Pondok Putri Annisa
1. NAFSU
• NAFSU ada pada manusia setelah bercampur
JASAD dan RUH (7:172. 39:42)
JASAD + RUH = NAFSU
JASAD – RUH (tidur) = TIDAK ADA NAFSU
RUH – JASAD (mati) = TIDAK ADA NAFSU
• Nafsu yang pertama ada adalah nafsu yang
mengakui Allah SWT sebagai Tuhan
• 7:172
ُ ‫َوَأ ْشهَ َدهُ ْم َعلَى َأ ْنفُ ِس ِه ْم َألَ ْس‬
‫ت بِ َربِّ ُك ْم قَالُوا بَلَى َش ِه ْدنَا‬
2. Fluktuatif
• Kondisi jiwa manusia tidak pernah statik, tapi
dinamik (fluktuatif)
– Saat dzikir menonjol  nafsu akan tenang 13:28
– Saat akal menonjol  nafsu terombang-ambing
– Saat syahwat menonjol  nafsu tak terkawal
• Mengawal jiwa sangat penting dalam
kehidupan muslim  selamat dunia akhirat
3. RUH dan HAWA
• Ruh
– Allah SWT memuliakan ruh sehingga
menyandingkan ruh dengan DiriNya (32:9)
ِ‫وحه‬
ِ ‫( ُر‬ruhNya)
– Ini seperti pada kalimat‫( ب يتهللا ت ع ا لى‬rumah
Allah Ta’ala) dan‫( ن اقة هللا ت ع ا لى‬unta Allah
Ta’ala)
– Juga sebagai pemberitahuan bahwa ruh itu
adalah makhluk yang menakjubkan dan ciptaan
yang belum pernah ada sebelumnya
• Hawa ‫ى‬
( ‫و‬S‫له‬SS‫)ا‬
– Berarti KEINGINAN: baik ataupun buruk
– Mengikuti hawa berarti mengikuti apa saja
keinginannya, baik ataupun buruk, tanpa
batasan
– Ia seperti BINATANG
– Ada manusia yang menuhankan hawa-nya
(25:43, 45:23) ُ ‫( ِإ َل َههُ َه َواه‬tidak ada yang sesuatu
yang diingini kecuali diikutinya)
Ruh Mendominasi Hawa (1)
• Jika kondisi RUH kita dominan atas hawa:
• Manusia akan ringan untuk beribadah,
berkorban, berjihad, dll
• Hilanglah kemalasan untuk beribadah
• Jiwanya menjadi tenang karena banyak
dzikrullah (13:28)
• Mampu mencegah dari perbuatan keji dan
munkar (29:45)
Ruh Mendominasi Hawa (1)
• Oleh karena itu, agar kondisi ini (ruh
dominan atas hawa) maka PERLU
MEMPERBANYAK DZIKRULLAH
• Jiwa yang selalu tenang itu disebut dengan
ْ ‫ل ُم‬SS‫ا‬
)30-29:27( ‫ط َمِئنَّ ُة‬ ْ َ ‫لنَّ ْف ُس‬SS‫َا‬
• ‫ َواتِّ َك َل َعلَيْه‬، ‫سلِ َم َأل ْم ِر ِه‬
َ َ‫ ف‬، ‫هللا تَ َعالَى‬ ُ ‫َحا ٌل َم ِن ا ْط َمَأنَّتْ نَ ْف‬
ِ ‫سهُ ِإلَى‬
(keadaan orang yang jiwanya tenang kepada Allah
Ta’ala, sehingga ia menerima perintahNya dan
bertawakkal kepadaNya)
• Jiwa yang tenang dan yakin: yakin bahwa Allah
adalah Tuhannya, maka ia tunduk kepadaNya
• Jiwa yang meyakini dan tenang dengan pahala
Allah
• Jiwa yang ridho dengan ketetapan Allah
• Jiwa ini, istiqamah di atas taubatnya hingga
akhir kehidupan, lalu menyusuli
kekurangannya dan tidak berkeinginan
untuk mengulangi dosa-dosanya, kecuali
ketergelinciran yang tidak dapat dihindari
kecuali oleh para Nabi
• Ia dapat juga tidak terlepas dari perlawanan
hawa nafsu tetapi serius dalam melakukan
mujahadah dan menentangnya
Panggilan Mulia
• Panggilan oleh malaikat dengan ungkapan seperti
pada ayat-ayat dilakukan 2 kali: menjelang ajal
dan saat dibangkitkan dari kubur
– Allah memanggil dengan panggilan yang sangat lembut
dan mulia
– Tempat kembali (rumahnya): di sisi Allah + kepuasan
– Kawan-kawannya: hamba-hamba Allah
– Masuk sorga
Contoh yang memiliki Ruh Mendominasi
Hawa:
1. Wafatnya Ibnu Abbas
• Saat Ibnu Abbas wafat di Thaif, terbanglah makhluk yang
tidak pernah terlihat sebelumnya berbentuk seperti Ibnu
Abbas. Makhluk itu masuk ke dalam katilnya dan tidak
pernah kelihatan lagi keluar dari padanya. Ketika jenazah
Ibnu Abbas diletakkan di dalam liang kuburnya,
terdengarlah ada yang membaca ayat tersebut di pinggir
kurubnya tanpa ada yang mengetahui siapa yang
membacanya (Ibnu Abu Hatim)
2. Abu Hasyim
• Dalam buku Kitabul ‘Aja’ib (Ibnul Mundzir al-Harawi)
disebutkan:
• Abu Hisyam (Qabbats bin Razin) menceritakan: kami
ditawan di negeri Romawi dan mengumpulkan semua
tawanan, serta menawarkan agamanya. Siapa yang
menentang, dipenggal kepalanya. Sudah tiga yang murtad.
Saat dipenggal yang keempat, kepalanya dilempar ke sungai.
Semula tenggelam lalu mengambang, memandang semua
kawan yang telah murtad, memanggil satu per satu, lalu
membacakan ayat-ayat tersebut, lalu tenggelam lagi. Hampir
semua orang nasrani masuk Islam dan bertobatlah ketiga
temannya itu. Khalifah Abu Ja’far al-Mansur mengirim
pasukan untuk membebaskan mereka
Doa Memohon Jiwa yang Tenang

‫ تُْؤ ِم ُن‬،ً‫ك ُمطْ َمِئنَّة‬ ِ


‫ب‬ ‫ا‬
َ ً َ ْ‫س‬ ‫ف‬
ْ ‫ن‬
َ ‫ك‬ ‫ل‬
ُ‫َأ‬‫َأس‬ ‫ي‬ِّ
‫ن‬ ‫ِإ‬ ،‫اللّ ُه َّم‬
‫ك‬ ‫ِئ‬‫ا‬ ‫ط‬
َ ‫ع‬ِ
َ َ َُ َ َ َ‫ب‬ ‫ع‬ ‫ن‬‫ق‬ْ ‫ت‬
َ‫و‬ ، ‫ك‬ ‫ِئ‬ ‫ا‬‫ض‬ ‫ق‬
َ ِ
‫ب‬ ‫ى‬ ‫ض‬
َ َْ َ ‫ب‬
‫ر‬ ‫ت‬
َ‫و‬ ، ‫ك‬ ‫ِئ‬ ‫ا‬ ‫ق‬
َ ِ
‫ل‬ ِ
Ya Allah, sesungguhnya aku memohon
kepadaMu jiwa yang tenang kepadaMu, yakin
dengan pertemuanMu, ridho dengan
ketetapanMu, dan qana’ah dengan
pemberianMu
Dzikir dalam Semua Kondisi
• 3:191 mengarahkan agar dzikir dalam
segala kondisi (berdiri, duduk, berbaring)
• Kedudukan dzikir
1. Bahan dan jalan untuk mencapai kebahagiaan
(‫)م َّادةُ ا َّلس َع َاد ِة َو َس بِْيلُ َها‬
َ
2. Benteng dari godaan syaitan dan bisikannya
(ِ‫ات لشَّْيطَ ِان َوَو ْس َو َس تِه‬ ‫صُنا َّلنْف ِس َعْنَن ْز َعِ ا‬
ْ
ِ
‫)ح‬
3. Senjata dan perisai mu’min (ُ‫)س َال ُح ا ْلُمْؤ ِمنَو ُج نَّتُه‬ ِ
RUH – HAWA Sama Dominan (2)
• Ada dua keadaan
1. Ia menempuh jalan istiqamah dan induk-induk ketaatan
dan meninggalkan semua dosa besar, tetapi tidak dapat
terlepas dari dosa-dosa yang membelitnya, meskipun dia
tidak sengaja melakukannya, lalu menyesalinya
2. Bertahan di atas istiqamah tapi beberapa saat kemudian
dikalahkan oleh syahwat dalam sebagian dosa sehingga
dia melakukannya secara sengaja dan dengan syahwat
karena ketidakmampuan mengalahkan syahwat, tapi ia
tetap tekun melakukan ketaatan
• Keadaan 1 disebut NAFSU LAWWAMAH
(jiwa yang selalu mencela berbagai keadaan
tercela yang tidak disengaja) 75:2
• Tingkatannya di bawah nafsu muthmainnah
• Ia mesti memperbanyak kebaikan agar
memperberat timbangan amal baiknya
• 53:32 setiap dosa kecil yang tidak disengaja
disebut lamam yang dimaafkan
• Allah tetap memuji jiwa ini sekalipun
mereka menganiaya diri sendiri (3:135)
• Sabda Nabi SAW
‫َأحيَان ًا‬ ِ ِ ِ ِ
ْ ُ ْ َ َ ً َ ْ ُ ْ َ ُ ْ ُّ َ ُ ‫اَل ُْمْؤ‬
‫ل‬‫ي‬‫م‬ ‫ي‬‫و‬ ‫ا‬ ‫ان‬ ‫ي‬ ‫َأح‬ ‫ء‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ‫ي‬ ‫ة‬ ‫ل‬
َ ‫ب‬ ‫ن‬‫الس‬ ‫ك‬ ‫ن‬ ‫م‬
Mu’min itu seperti benih, kadang kembali
lurus dan kadang condong (HR Ibnu Ya’la
dan Ibnu Hibban)
ْ ‫لنَّ ْف ُس‬SS‫( ا‬jiwa yang selalu
• Keadaan 2 disebut ‫ل ُم َس ِّولَ ُة‬SS‫ا‬
menggoda) 9:102
• Ia berada di tepi antara nafsu yang di atas, dengan
nafsu yang di bawah (akan dijelaskan kemudian)
– Ketekunannya dalam ketaatan dan kebenciannya
terhadap dosa menimbulkan harapan taubatnya diterima
Allah
– Penundaan taubat akan sangat berbahaya, jika sebelum
bertaubat sudah dicabut nyawanya
– Jika syahwatnya terus menguasainya, maka ia jatuh
nafsu yang rendah
HAWA Mendominasi RUH (3)
• Mungkin pernah bertaubat, tapi sesaat
kemudian kembali melakukan dosa atau
banyak dosa tanpa berhasrat untuk bertaubat,
tanpa menyesali perbuatannya, bahkan
tenggelam dalam dosa (25:43, 45:23)
• Jiwa ini disebut ‫لس ُّْو ِء‬SS‫ا‬SSS‫ةُ ِب‬S‫َألَّما َر‬SS‫لنَّ ْف ُس ْا‬SS‫( َا‬jiwa yang
selalu memerintahkan kejahatan), yang lari
dari kebaikan
Didustakan atau Dibunuh
• Inilah perilaku Bani Israil:
– Setiap datang seorang rasul kepada mereka
dengan membawa apa yang tidak diingini oleh
hawa nafsu mereka, (maka) sebagian dari
rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian
yang lain mereka bunuh (2:87, 5:70)
– Hawa nafsu yang mendominasi mereka
membuat mereka sombong dan ingkar lalu
mendustakan atau membunuh
Potensi Su’ul Khatimah
• Jiwa ini dikhawatirkan menemui su’ul-
khatimah dan urusannya terserah Allah
– Jika diakhiri dengan keburukan maka menjadi
orang yang celaka selama-lamanya
– Jika diakhiri dengan kebaikan hingga mati di atas
tauhid, maka masih punya penantian dibebaskan
dari neraka sekalipun setelah beberapa waktu, dan
tidak mustahil termasuk dalam pengampunan
umum disebabkan oleh hal tersembunyi yang tidak
kita ketahui
Mujahadah
• Agar jiwa tetap berada dalam kondisi
muthmainnah, mesti ada kesadaran yang terus-
menerus (Sُ‫ِئم‬S‫ل َّدا‬SS‫ ا‬S‫اه‬ ُ َ‫ِإلْنتِب‬SS‫)ا‬
• Ini memerlukan dzikir yang juga terus-menerus
(‫ل ِّذ ْك ِر‬SS‫ ا‬S‫ِئ ُم‬S‫ ) َد َوا‬dengan dibarengi keyakinan akan
dampak dan manfaat dzikir
• Ini tidak mudah, mesti dengan MUJAHADAH
(bersungguh-sungguh dalam pengendalian diri
agar tidak melakukan kesalahan)
Referensi
• Said Hawwa, Mensucikan Islam
• Abdul Halim Mahmud, Tarbiyah Ruhiyah

Anda mungkin juga menyukai