Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS DATA KEPENDUDUKAN DAN KB

HASIL SUSENAS 2015


(Disarikan dari Hartanto, W 2016, Analisis Data Kependuduk an dan KB Hasil Susenas 2015, disajikan
dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) BKKBN, Mei, Jakarta)

Sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun


2014-2019 mengamanahkan agar BKKBN bertanggung jawab terhadap tercapainya
indikator Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan
Keluarga (KKBPK). Salah satu indikator Program KKBPK adalah angka kelahiran
total (Total Fertility Rate/TFR), dimana target secara nasional pada tahun 2019 harus
mencapai 2,28 anak per wanita usia subur. Tinggi rendahnya angka TFR ini
dipengaruhi oleh lima faktor utama penentu fertilitas, yaitu usia kawin pertama
(UKP), pemakaian kontrasepsi, lama menyusui eksklusif, aborsi, dan sterilitas.
Disamping itu, faktor sosial budaya juga berpengaruh pada peningkatan atau
penurunan TFR. Dalam operasionalnya, pencapaian TFR sangat ditentukan oleh
kinerja pengelola Program KKBPK, baik di tingkat pusat, provinsi, maupun SKPD KB
di kabupaten/kota; khususnya dalam hal pembinaan kesertaan ber-KB kepada
Pasangan Usia Subur (PUS).

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menyediakan data yang berkaitan


dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat, termasuk fertilitas dan Keluarga
Berencana. Susenas tidak didesain untuk pengerjaan penghitungan angka fertilitas
total (TFR), terutama yang berkaitan dengan besarnya sampel wanita usia subur
untuk mengestimasi angka TFR tingkat kabupaten/kota per tahun. Perhitungan TFR
dengan Susenas dapat dilakukan dengan menggunakan metode Own Children (OC).
Susenas dapat dijadikan sumber data perhitungan TFR hingga ke tingkat
kabupaten/kota untuk memperoleh gambaran pencapaian Program Keluarga
Berencana karena cakupan data Susenas sampai dengan kabupaten/kota dan
dilaksanakan setiap setahun sekali.

Tabel berikut memperlihatkan persentase PUS yang menjadi peserta KB dan


bukan peserta KB pada tahun 2015. Dari jumlah PUS sebesar 48,609 juta pasangan,
29,155 juta atau 59,98% merupakan PUS yang ikut KB semua cara (all method);
sedangkan PUS yang mengikuti cara KB modern mencapai 58,99% dari total PUS.
Ini berarti terdapat 0,99% PUS yang menggunakan cara KB tradisonal seperti
meminum jamu/ramuan, senggama terputus, atau sistem kalender.

1
Provinsi Kalimantan Barat berada diatas rata-rata nasional dengan penggunaan
alat kontrasepsi (alkon) modern sebanyak 65,42% (Indonesia = 58,99%). PUS di
provinsi ini yang menggunakan kontrasepsi tradisional sebanyak 0,34%, sehingga
PUS ber-KB secara keseluruhan di provinsi ini sebanyak 65,76% (Indonesia =
59,98%). Dengan demikian, PUS yang tidak ber-KB di Kalimantan Barat sebanyak
34,24%.

Tabel diatas memperlihatkan bahwa Papua merupakan provinsi dengan


pencapaian penggunaan kontrasepsi (contraceptive prevalence rate, CPR) terendah
dibanding 33 provinsi lainnya dengan presentase pemakaian kontrasepsi modern
sebesar 16,05% dan pemakaian semua cara KB (modern dan tradisional) sebesar

2
23,37%. Data Susenas 2015 ini memperlihatkan bahwa presentase PUS di Papua
yang menggunakan cara tradisional sangat tinggi, sebesar 7,32%. Dan PUS yang
tidak ber-KB sebanyak 76,36%. Dua provinsi lain yang menyusul Papua di posisi
capaian CPR terendah adalah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Maluku, masing-
masing sebesar 42,08% (CPR modern = 40,28%) dan 43,21% (CPR modern =
41,86%).

Grafik 1. CPR Semua Cara dan Cara Modern di Indonesia, Susenas 2015

Sedangkan provinsi dengan penggunaan CPR tertinggi adalah Kalimantan


Selatan (semua cara 70,13%; cara modern 69,37%). Disusul Kalimantan Tengah
dengan CPR modern sebesar 67,92%; dan Bengkulu dengan pengguna CPR
modern sebanyak 67,41%. Disparitas atau kesenjangan CPR antarprovinsi di
Indonesia secara lebih jelas digambarkan dalam grafik 1.

Grafik 2. Pemakaian Kontrasepsi Indonesia Semua Cara, Susenas 2010-2015

Grafik 2 diatas menunjukkan bahwa peningkatan pemakaian kontrasepsi yang


terjadi sejak tahun 2010 hingga 2013 diikuti dengan penurunan pemakaian alkon
pada tahun 2014. Penurunan tajam dalam hal pemakaian kontrasepsi terjadi pada
tahun 2015. Pemakaian kontrasepsi modern juga memperlihatkan penurunan sejak
tahun 2012 hingga 2015 (grafik 3).

3
Grafik 3. Pemakaian Kontrasepsi Cara Modern, Susenas 2012-2015

Grafik 4 menggambarkan bahwa sebagian besar PUS peserta KB di Indonesia


masih mengandalkan kontrasepsi suntikan (59,57%) dan pil (20,71%) dari total
pengguna KB. Sedangkan persentase pengguna Metode Kontrasepsi Jangka
Panjang (MKJP) terbesar adalah pengguna IUD (7,30%) dan Susuk KB (6,21%).
Adapun peserta KB pria yang ada hanya mencapai sekitar 1,27% (MOP = 0,27% dan
Kondom = 1%). Grafik 4 memperlihatkan bahwa penggunaan MKJP adalah 17,01%.

Grafik 4. CPR Semua Cara Nasional menurut Alat/Cara, Susenas 2015

Secara nasional, sebagaimana ditunjukkan dalam grafik 5, dapat terlihat bahwa


suntikan merupakan metode kontrasepsi yang paling diminati di seluruh kelompok
umur.

Grafik 5. Pemakaian Kontrasepsi menurut Kelompok Umur, Susenas 2015

4
Pemakaian alkon di Provinsi Kalimantan Barat didominasi oleh suntikan
(64,68%), disusul pil (27,19%). Penggunaan MKJP di Kalimantan Barat adalah
sebesar 7,06% terdiri dari IUD (3,06%), susuk/implant (2,21%), MOW (1,49%), dan
MOP (0,3%). Pengguna kondom sebanyak 0,52%; kondom wanita 0,04%; pantang
berkala 0,31%; dan metode lainnya 0,21%.

Sayangnya, hasil Susenas memperlihatkan adanya peningkatan unmet need,


kebutuhan KB yang tidak terlayani. Data ini menunjukkan bahwa penurunan CPR
yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh peningkatan unmet need. Artinya,
pelayanan kontrasepsi dan akses PUS terhadap alkon semakin rendah. Peningkatan
unmet need untuk membatasi jumlah anak melonjak dari 8,32% pada tahun 2014
menjadi 13,02%. Sementara unmet need untuk mengatur jarak kelahiran naik dari
2,66% menjadi 5,31%.

Grafik 6. Unmet Need PUS Umur 15-49 Tahun Indonesia, Susenas 2010-2015

Angka kebutuhan KB yang tidak terpenuhi (unmet need) sebesar 18,33% dari
PUS yang ada. Permintaan masyarakat terhadap layanan KB sebesar 77,32%. Dari
kelompok yang harus terlayani kebutuhan ber-KBnya (total demand untuk ber-KB
yakni dari 77,32%) sebesar 76,29% merasa terpenuhi kebutuhan KB nya (satisfied
demand/merasa puas). Persentase tingkat kepuasan terbesar ada di provinsi
Kalimantan Selatan (86,75%) dari total demand sekitar 79,97% dari total PUS yang
ada. Sementara persentase kepuasan terendah ada di provinsi Papua (27,65%) dari
total demand sekitar 58,04% PUS.

Kepuasan terhadap pelayanan KB di Kalimantan Barat dari 80,53% PUS yang


menginginkan pelayanan KB adalah sebesar 81,24%. Angka ini tergolong tinggi,
bahkan berhasil mendudukkan Kalimantan Barat di posisi ketujuh setelah Kalimantan

5
Selatan (86,75%), Sumatera Selatan (84,01%), Kalimantan Tengah (83,37%),
Lampung (82,92%), Bengkulu (82,11%), dan Jambi (81,62%).

Total permintaan ber-KB (total demand) di Kalimantan Barat sebesar 80,53%,


dimana 65,42% terlayani dengan baik, sementara 15,11% sisanya mengalami unmet
need. Unmet need untuk pembatasan jumlah anak sebesar 10,70% dan untuk
pengaturan jarak kelahiran sebesar 4,41%.

Tabel 2. Pemakaian Alkon berdasar Metode dan Umur, Susenas 2015

Tren penggunaan MKJP menunjukkan situasi yang wajar, dimana persentase


pengguna MKJP meningkat sejalan dengan meningkatnya usia PUS. Namun
demikian, peningkatan persentase pengguna MKJP tidaklah signifikan.
Kenyataannya, bahwa persentase penggunaan kontrasepsi suntikan dan pil di
kelompok usia tua relatif masih besar (>60%) untuk kelompok usia 45-49 tahun dan
lebih tinggi lagi untuk kelompok usia yang lebih muda. Bila dikaitkan dengan tujuan
penggunaan kontrasepsi serta efektivitasnya, tren yang ada tidak memberikan
gambaran yang positif karena sebagian besar peserta KB masih menggunakan
kontasepsi jangka pendek. Demikian pula bila dikaitkan dengan kondisi geografis,
yang sebagian dari peserta KB masih tinggal di wilayah yang tidak mudah dijangkau
pelayanan KB. Penggunaan kontrasepsi jangka pendek memiliki peluang yang lebih
besar untuk terjadinya putus pakai karena masalah pelayanan ulangan.

Angka kelahiran total (Total Fertility Rate, TFR) pada tahun 2015
menggambarkan adanya penurunan dari 2,379 pada tahun 2013 menjadi 2,289 di
tahun 2015. Pada tahun 2006, TFR Indonesia sebesar 2,138. Kemudian naik
menjadi 2,416 pada tahun 2007, dan relatif stagnan selama tahun 2007 hingga 2012.

6
Grafik 7. Tren TFR Indonesia Hasil Susenas 2006-2015

TFR Kalimantan Barat lebih tinggi dibanding TFR Indonesia, yakni 2,34. Artinya
setiap perempuan berusia 15-49 tahun di Kalimantan Barat pada tahun 2015
memiliki 2 anak. TFR tertinggi adalah di Provinsi NTT (3,33), dan terendah di DI
Yogyakarta (1,81).

Hasil Susenas 2015 menunjukkan bahwa sebagian besar (61,47%) wanita


pernah kawin di Indonesia menikah pertama kali pada umur 19-24 tahun. Sebanyak
23,94% wanita Indonesia menikah pertama kali di usia 16-18 tahun. Sementara yang
menikah di usia kurang dari 16 tahun adalah sebanyak 4,08% dan yang menikah di
usia 25 tahun keatas sebanyak 10,51%.

Data mengenai Age Specific Fertility Rate (ASFR) atau kelahiran per kelompok
umur ibu menunjukkan bahwa kelahiran terbanyak di Kalimantan Barat adalah pada
ibu kelompok umur 25-29 tahun (132,6 kelahiran per 1000 ibu usia 20-24 tahun) dan
kelompok umur 20-24 tahun (110,2 kelahiran per 1000 ibu usia 20-24 tahun). Rata-
rata usia kawin pertama (UKP) di Kalimantan Barat adalah 20,25 tahun.

Berdasarkan teori fertilitas Bongaarts, CPR berpengaruh terbalik terhadap TFR.


Meningkatnya CPR berpengaruh terhadap penurunan TFR, seperti yang terlihat
pada kuadran TFR dan CPR modern. Kuadran ini memposisikan provinsi dan
kabupaten/kota dengan memperhatikan CPR dan TFR yang ada serta menjadikan
TFR dan CPR nasional/provinsi sebagai sumbunya. Dari kuadran tersebut,
persebaran provinsi atau kabupaten/kota terbagi pada empat bidang (kuadran) yang
ada, dikaitkan dengan hubungan terbalik antara TFR dan CPR, maka dapat
dikemukakan beberapa catatan sebagai berikut:

7
Kuadran 1 adalah kondisi dimana CPR dan TFR sama-sama tinggi, bisa disebut
sebagai kuadran dengan kondisi anomali (tidak normal). Provinsi yang termasuk
dalam kuadran ini adalah Banten, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka
Belitung, Gorontalo, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan.
Kuadran I ditempati oleh Kabupaten Bengkayang dan Kayong Utara dengan CPR
dan TFR yang lebih tinggi dibanding CPR dan TFR Provinsi Kalimantan Barat.
Bahkan Bengkayang TFR-nya adalah yang tertinggi di Kalimantan Barat, disusul
oleh Singkawang dan Sambas. Terdapat 6 kabupaten/kota dengan TFR lebih
tinggi dari TFR Kalimantan Barat.
Kuadran 2 adalah kondisi dimana CPR rendah dan TFR tinggi. Provinsi yang
termasuk dalam kuadran ini adalah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau,
Kepulauan Riau, Kalimantan Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku
Utara, Maluku dan Papua Barat.
Kuadran II diduduki oleh Kota Singkawang, Kabupaten Sambas, Kabupaten
Mempawah, dan Kubu Raya dengan TFR yang lebih tinggi dari TFR provinsi,
namun CPR-nya lebih rendah dari CPR provinsi. Kuadran II ini merupakan
prioritas garapan Program KB. Sosialisasi dan pelayanan KB harus lebih
dioptimalkan untuk menaikkan angka pemakaian kontrasepsi di keempat
kabupaten tersebut, sehingga diharapkan TFR-nya akan mengalami penurunan.
Kuadran 3 adalah kondisi dimana CPR dan TFR rendah, bisa juga disebut
sebagai kuadran dengan kondisi anomali. Provinsi yang termasuk dalam kuadran
ini adalah Bali, DKI, DIY, Kalimantan Timur dan Papua. provinsi yang berada di
kuadran-3 dimana situasinya menunjukkan rendahnya CPR tetapi telah memiliki
TFR yang relatif rendah.
Ada lima kabupaten/kota dengan CPR yang lebih rendah ketimbang CPR
Kalimantan Barat, yakni: Sambas, Mempawah, Kubu Raya, Singkawang, dan
Pontianak. Kota dengan CPR terendah adalah Kota Pontianak (53,5). Rendahnya
CPR dan TFR di Pontianak, menempatkan kota ini di Kuadran III.
Kuadran 4 adalah kondisi dimana CPR tinggi dan TFR rendah. Provinsi yang
termasuk dalam kuadran ini adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat,
Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Jambi.

Kuadran IV ditempati oleh 7 kabupaten/kota di Kalimantan Barat, yaitu: Melawi,


Sekadau, Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu, Ketapang, dan Landak. (ypi)

Anda mungkin juga menyukai