Anda di halaman 1dari 65

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah utama yang dihadapi oleh Indonesia di bidang

kependudukan adalah pertumbuhan penduduk yang masih tinggi.

Semakin tingginya pertumbuhan penduduk maka semakin besar

usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kesejahteraan

rakyat. Ancaman terjadinya ledakan penduduk di Indonesia

semakin nyata. Hal ini terlihat dalam kurun waktu 10 tahun, jumlah

penduduk di Indonesia meningkat sebesar 32,5 juta dari 205,1 juta

pada tahun 2000 menjadi 237,6 juta di tahun 2010 (BKKBN, 2014).

Pernikahan pada usia dini mengakibatkan timbulnya

berbagai permasalahan. Salah satu permasalah tersebut yakni

secara biologis wanita yang menikah di bawah usia 20 tahun

mempunyai kemungkinan lebih besar dapat melahirkan anak lebih

banyak daripada yang menikah di atas 20 tahun. Hal ini

disebabkan karena wanita yang menikah dibawah usia 20 tahun

memiliki rentang masa subur yang lebih panjang dibandingkan

wanita usia di atas 20 tahun. hal lain yang perlu di perhatikan yaitu

resiko komplikasi yang terjadi saat kehamilan dan persalinan pada

usia muda. (fadlyana dan larasati, 2009:138-139)


2

Pernikahan usia dini dapat berdampak pada peningkatan

Total Fertility Rate (TFR). TFR merupakan rata-rata anak yang

dilahirkan seorang wanita selama masa usia suburnya. TFR di

Indonesia tahun 2002 sampai 2012 berada pada posisi stagnan

yakni 2,6 (Kemenkes RI dalam Aryanti, 2014). Selain itu, Age

Specific Fertility Rate (ASFR) di Indonesia mengalami peningkatan

dari 35 per 1000 wanita menjadi 48 per 1000 wanita pada usia 15-

19 tahun. Hal ini tidak sesuai dengan target yang seharusnya

dicapai berdasarkan RPJM 2014 dan MDGS yakni 30 per 1000

wanita usia 15-19 tahun (Kemenkes RI, 2013).

TFR yang mengalami stagnasi dan ASFR yang

meningkat, merupakan akibat dari melemahnya program KB

(Sukamdi, 2012 dalam Aryanti 2014). Apabila tidak dilakukan

pengaturan kehamilan melalui program keluarga berencana (KB)

akan mempengaruhi tingkat fertilitas di Indonesia. Salah satu

program keluarga berencana yang dapat dilakukan yaitu

penggunaan kontrasepsi. Penggunaan kontrasepsi menjadi sangat

penting untuk menjarangkan, membatasi dan menunda kehamilan

(Kemenkes RI dalam Aryanti, 2014).Kejadian wanita kawin usia dini

masih banyak ditemukan di Indonesia. Perkawinan usia dini

mencerminkan rendahnya status wanita dan merupakan tradisi

sosial yang menopang tingginya tingkat kesuburan. Pernikahan dini


3

di Indonesia tergolong tinggi dan menempati urutan ke-37 dari 63

negara di dunia (BKKBN,2012). Pasangan yang berusia 15-19 di

Indonesia persentasenya mencapai 46 persen, bahkan yang

menikah di bawah 15 tahun sekitar 5% (Sutriyanto 2014).

Provinsi Sulawesi Selatan menjadi daerah dengan angka

pernikahan dini di Indonesia, angka pernikahan anak di bawah 15

tahun mencapai 6,7% sementar persentase nasional hanya

mencapai 2,4%, sementara untuk pernikahan 15-19 tahun

Sulawesi Selatan berada di urutan ke tujuh yang mencapai 13,86%

sementara persentase nasional hanya mencapai 10,80% (BKKBN

Sulawesi Selatan, 2013).

Pelaksanaan program KB dinyatakan dengan pemakaian

alat kontrasepsi yang merupakan salah satu cara menunda

kehamilan. Persentase peserta KB aktif di Indonesia pada tiga

tahun terakhir mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2010

persentase KB aktif sebanyak 75,4% meningkat menjadi 75,96%

pada tahun 2011 dan meningkat kembali pada tahun 2012

sebanyak 76,39% (Kemenkes RI, 2010; Kemenkes RI, 2011;

Kemenkes RI, 2012).

Kontrasepsi adalah usaha untuk mencegah terjadinya

kehamilan (Wiknjosastro, 2009). Metode kontrasepsi dapat dibagi

berdasarkan jangka waktu pemakaian yaitu Metode Kontasepsi


4

Jangka Panjang (MKJP) dan non MKJP. MKJP yang terdiri dari

Intra Uterine Device (IUD), Metode Operasi Pria (MOP), Metode

Operasi Wanita (MOW), dan implant, sedangkan non MKJP terdiri

dari kondom, pil, dan suntik (Padang DKK,2014).

Proporsi penggunaan KB pada kelompok berisiko (wanita

kawin usia 15-19 tahun) masih rendah yaitu sebesar 46% dan

belum memenuhi target RPJM 2014 sebesar 60,1%, jumlah

pasangan usia subur (PUS) di propinsi sulawesi selatan pada

tahun 2014 sebanyak 1.387.345 peserta dengan peserta KB aktif

sebanyak 14.871 peserta, KB baru sebanyak 2.725 peserta, dan

yang tidak menggunakan KB sebanyak 1.369.749 peserta

(Riskesda,2013)

Jumah pasangan usia subur (Pus) yang menggunakan

KB sebanyak 19.106 peserta dengan kelompok umur:15-19 tahun

sebanyak 3.184 peserta, 20-29 tahun sebanyak 6,369 peserta, 30-

49 tahun sebanyak 9.553 peserta dan jumlah pus yang tidak

menggunakan KB sebanyak 4.066 dengan kelompok umur:15-19

tahun sebanyak 1.512 peserta, 20-29 tahun sebanyak 1.311

peserta, 30-49 tahun sebanyak 1.243 peserta. (Dinkes Kabupaten

selayar, 2016)

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan untuk

pengambilan data awal di lokasi penelitian di Desa kahu-Kahu


5

kabupaten selayar, pada tahun 2016 jumlah pasangan usia subur

(PUS) sebanyak 259 Peserta. Dimana jumlah pasangan usia subur

(PUS) yang menggunakan KB sebanyak 139 peserta (54%)

dengan kelompok umur 15-19 tahun sebanyak 24 peserta (32%),

20-29 . Tahun sebanyak 62 peserta (57%), dan umur 30-49 tahun

sebanyak 51 (71%) dan jumlah pus yang tidak menggunakan KB

sebanyak120 peserta (46%) denagn kelompok umur 15-19 tahun

sebanyak 52 peserta (68%), 20-29 tahun sebanyak 47 peserta

( 43%), 30-49 tahun sebanyak 21 (29%).

Penggunaan KB pada pasangan


Usia Dini di Desa Kahu-Kahu
Tahun 2016
80% 68% Umur 15-19
60%
40% 32%
20%
0%
Ber KB Tidak ber KB

Gambar 1.1 grafik penggunaan KB

Berdasarkan data diatas, Kabupaten kepulauan selayar

banyak di temukan pasangan usia dini yang tidak mengguanakan

KB salah satunya terdapat di desa kahu-kahu dimana yang

berumur 15-19 tahun masih banyak yang tidak menggunakan KB

sebanyak 52 peserta (68%) dan yang menggunaakan KB

sebanyak 24 peserta (32%)


6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan

masalah pada penelitian ini adalah Bagaimanakah Faktor-Faktor

Yang mempengaruhi penggunaan Alat Kontrasepsi Pada

Pasangan Usia Dini Di Desa Kahu-Kahu Keca matan Bontoharu

Kabupaten Kepulauan Selayar.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk Mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi

antara, pendapatan keluarga, status pekerjaan, paritas,

pengetahuan dan dukungan suami dengan penggunaan Alat

Kontrasepsi pada Pasangan Usia Dini di Desa Kahu-kahu

Kecamatan Bontoharu Kabupaten Kepulauan Selayar.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk Mengetahui pengaruh antara pendapatan keluarga

dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Pasangan Usia

Dini di Desa Kahu- kahu Kecamatan Bontoharu Kabupaten

Kepulauan Selayar.

b. Untuk mengetahui pengaruh antara status pekerjaan dengan

penggunaan Alat Kontrasepsi pada pasangan Usia Dini di


7

Desa Kahu-Kahu Kecamatan Bontoharu Kabupaten

Kepulauan selayar.

c. Untuk mengetahui pengaruh antara paritas dengan

penggunaan alat Kontrasepsi pada pasangan Usia Dini di

Desa Kahu-Kahu Kecamatan Bontoharu Kabupaten

Kepulauan selayar.

d. Untuk mengetahui pengaruh antara pengetahuan dengan

penggunaan alat Kontrasepsi pada pasangan Usia Dini di

Desa Kahu-Kahu Kecamatan Bontoharu Kabupaten

Kepulauan selayar.

e. Untuk mengetahui pengaruh antara dukungan suami dengan

penggunaan alat kontrasepsi pada pasangan Usia Dini di

Desa Kahu-Kahu Kecamatan Bontoharu Kabupaten Selayar.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan

mengembangkan ilmu pengetahuan tentang penggunaan

kontrasepsi pada pasangan pernikahan dini.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

sarana informasi dan bahan masukan bagi semua pihak,

terutama bagi BP2KB Kabupaten selayar dalam upaya


8

mensukseskan program keluarga berencana atau meningkatkan

penggunaan kontrasepsi bagi pasangan pernikahan dini sebagai

upaya pengendalian jumlah penduduk melalui penundaan

kehamilan. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan

sebagai masukan bagi fasilitas pelayanan kesehatan agar

meningkatkan pemantauan dan pelayanan KB bagi pasangan

pernikahan dini.

E. Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian digunakan untuk membedakan antara

penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan tentang

faktor-faktor penggunaan alat kontrasepsi pada pasangan usia dini.

Tabel 1.1. Keaslian Penelitia

No Peneliti Judul Metode Variabel Hasil


tahun
9

1 Hery aryanti Faktor-faktor Studi Variable ada hubungan


yangberhubun cross bebas dalam yangbermakna
gandengan penelitian ini antaradukungansuami
sectional adalah
Penggunaank dengan penggunaan
pengetahuan
ontrasepsi kontrasepsi pada
, informasi
pada wanita oleh petugas wanita kawin
Kawinusia dini lapangan kb usia dini di
di dan Kecamatan Aikmel
kecamatanaik dukungan Kabupaten Lombok
mel suami dan Timur
Kabupaten variable
lombok timur terikat adalah
2014 penggunaan
alat
kontrasepsi

2 Andrianasti Faktor yang penelitian Variablel Hasil penelitian


Preputri,dkk berhubungan observasio bebas menunjukkan bahwa
dengan nal analitik pendidika, tidak terdapat hubungan
pemilihan alat dengan umur,penget antara umur dengan
kontrasepsi metode ahuan dan pemilihan alat
Pada wanita di cross variable kontrasepsi.
wilayah pesisir sectional terikat
kecamatan pemakaian
bantaeng alat
Kabupaten kontrasepsi
bantaeng
3 Khoirunnisa Hubunganperni . Desain Variabel Terdapat hubungan
M dkk kahanusiadini, penelitian bebas yang signifikan antara
paritas, ini pernikahan pernikahan usia dini,
danpemakaian menggunak usia dini dan paritas, dan pemakaian
Kontrasepsi an cross variable kontrasepsi hormonal
hormonal Sectional terikat yaitu dengan kejadian
dengankejadian kanker kanker serviks di RSUD
kanker serviks serviks Soreang Kabupaten
Di Bandung Tahun 2010-
rsudsoreangkab 2012.
upatenbandung
tahun2010-
2012
4 Irne W. Faktor-Faktor Dalam Variabel Hasil penelitian
Desiyanti yang penelitian bebas yaitu menunjukkan
Berhubungan ini peran orang faktor yang
Terhadap rancangan tua dalam berhubungan dengan
Pernikahan Dini yang komunikasi pernikahan dini
Pada digunakan keluarga, adalah faktor peran
10

Pasangan Usia adalah pendidikan orang tua dalam


Subur di analitik orang tua, komunikasi
Kecamatan kuantitatif pendidikan keluarga, pendidikan
Mapanget Kota responden orang tua dan
Manado 2015 dan pekerjaan pendidikan
responden responden.
dan variael
terikat adalah
pernikahan
dini
5 Anita Faktor – Faktor enelitian ini sosial menunjukkan sebagian
Lontaan, dkk Yang mengguna ekonomi, besar responden
Berhubungan kan pendidikan, memilih non Metode
Dengan metode partisipasi Kontrasepsi Jangka
Pemilihan deskriptif Panjang. Faktor sosial
suami/isteri,
Kontrasepsi analitik ekonomi, pendidikan,
Pasangan Usia 17 umur dan partisipasi suami/isteri,
dengan umur memiliki hubungan
Subur Di paritasVaria
dengan
desain
Puskesmas ble terikat pemilihan
personal
Damau pemilihan kontrasepsi,dan factor
interview
Kabupaten jenis paritas tidak memiliki
Talaud 2014 kontrasepsi. hubungan dengan
pemilihan kontrasepsi

Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian

di atas adalah dalam hal subjek penelitian, tempat, waktu

penelitian, metode dan tahun penelitian. Pada penelitian ini peneliti

ingin mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan alat

kontrasepsi pada pasangan usia dini di desa kahu-kahu kecamatan

Bontoharu Kabupaten kepulauan selayar, dengan subjek penelitian

pasangan usia dini


11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pernikahan dini

Menurut UU perkawinan No.1 tahun 1974 menjelaskan

bahwa batasan minimal usia perkawinan bagi wanita adalah 16

tahun dan pria 19 tahun. Pernikahan dini berdasarkan aspek

kesehatan adalah pernikahan yang terjadi sebelum anak berusia

20 tahun, dan anak belum matang secara biologis, fisik, dan

mental, untuk bertanggung jawab terhadap keluarganya nanti dan

anak yang akan dihasilkan dari pernikahan tersebut (fadlyana dan

larasaty, 2009:137).

Wanita yang melahirkan di bawah usia 20 tahun memiliki

resiko yang lebih tinggi karena tingkat emosionalnya masih labil

dan organ reproduksinya juga belum kuat untuk melakukan proses

persalinan, sehingga berpesan meningkatkan tingkat kematian ibu

dan bayi. Selain itu, pernikahan di usia dini juga dapat

menyebabkan gangguan perkembangan kepribadian dan

menempatkan anak yang dilahirkan berisiko terhadap kejadian

kekerasan dan keterlantaran. (fadlyana dan larasati, 2009:138-139)

Apabila dilihat dari segi fisik seorang ibu yang kawin

sebelum usia 20 tahun kondisi rahim dan panggulnya belum


12

berkembangan dengan optimal dan menyebabkan pertumbuhan

dan perkembangan fisiknya terhenti. Dari segi mental seorang ibu

yang hamil usia kurang dari 20 tahun belum siap melihat

perubahan saat terjadi kehamilan dan berperan menjadi seorang

ibu untuk anaknya serta menghadapi permasalahan-permasalahan

dalam rumah tangganya (BKKBN, 2007).

perkawinan di usia dini lebih banyak di temukan pada

daerah pedesaan daripada di perkotaan (kemenkes R.I,.2013)

Apabila dilihat dari jenis kelamin, perkawinan usia dini lebih banyak

ditemukan pada anak wanita dibandingkan pada anak laki-laki,

perkawinan pada anak wanita 11 kali lipat lebih tinggi dibandingkan

anak laki-laki (BKKBN,2012).

B. Berdasarkan beberapa hasil penelitian faktor-faktor yang

mempengaruhi perkawinan di usia dini adalah :

1. Faktor ekonomi

Menurut penelitian (Rafidah et.al.2009) faktor ekonomi

memiliki pengaruh yang kuat terhadap perkawinan wanita usia

dini karena alasan ingin meringankan beban orang tua,

pendapat ini juga diperkuat oleh penelitian (Soebijanto dan

Sriudiyani,2011) yang mengatakan bahwa dengan menikahkan

anak wanitanya dapat melepaskan tanggung jawab sebagai

orang tua. Selain itu, karena eknomi yang rendah orang tua
13

tidak mampu untuk membiayai pendidikannya dan bagi yang

sudah menukah dapat membantu orang tuanya dalam segi

ekonomi.

2. Faktor sosial

faktor sosial yang berpengaruh terhadap perkawinan

usia dini adalah pendidikan karena pendidikan yang rendah

mendorong seseorang untuk kawin di usia dini. (Soebijanto dan

Sriudiyani,2011)

mengatakan bahwa pendidikan yang rendah yang

dicapai seseorang karena perkawinan yang dilakukan pada saat

usia masih muda. (Fadlyanan dan Larasaty,2009)

Wanita yang melahirkan dan mempunyai anak

menyebabkan bertambahnya tanggung jawab yang dibebankan

kepadanyasehinggahilang kesempatan seorang wanita untuk

mengembangkan diri yang didapat dari pendidikan formal

karena seorang wanita dipaksa untuk putus sekolah (Supardi,

2013).

3. Faktor budaya

Faktor budaya yang berpengaruh terhadap

perkawinan di usia dini adalah lingkungan, lingkungan sekitar

tempat tinggal sudah biasa menikahkan anak pada usia 14-16

tahun, apabila anak menikah diatas usia 17 tahun maka


14

dianggap sebagai perawan tua (Soebijanto dan Sriudiyani,

2011).

Selain itu, karena banyaknya teman sebaya dan

sepermainan telah menikah diusia dini sehingga dorongan

untuk menikah muda juga besar tanpa mempertimbangkan usia

(Rafidah et.al.,2009).

Lingkungan dan adat istiadat yang menganggap jika

anak gadis belum menikah dianggap sebagai aib keluarga,

selain itu kedewasaan seseorang dilihat dari status perkawinan,

status janda lebih baik dari pada perawan tua (Romauli dan

Vindari, 2009).

Perkawinan usia dini merupakan perilaku yang sudah

membudaya karena kesiapan mental dan kematangan usia

individu bukan menjadi penghalang untuk tetap melangsungkan

pernikahan (Landung et.al.,2009).

4. Persepsi terhadap perkawinan usia muda

Persepsi wanita tentang perkawinan merupakan

faktor utama terjadinya pernikahan di usia dini. Wanita yang

memiliki persepsi yang baik tentang perkawinan maka akan

mengurangi risiko kawin di usia dini. Wanita yang menikah usia

dini memiliki risiko yang tinggi baik selama kehamilan,


15

persalinan maupun bayi yang dilahirkan. Menurut penelitian

(Rafidah et.al.,2009)

Menurut beberapa penelitian, dampak perkawinan usia dini

antara lain:

a) Kehamilan

Wanita usia kurang dari 20 tahun tidak

diperbolehkan hamil karena dapat menimbulkan komplikasi

pada saat kehamilan. wanita yang berusia kurang dari 20

tahun berisiko 1,16 kali meninggal karena preeklamsia

dibandingkan wanita yang berusia lebih dari 20 tahun.

(Raharja,2012)

wanita yang berusia 10-14 tahun berisiko 5 kali

lipat mengalami kematian saat kehamilan dan persalinan

dibandingkan pada usia 20-24 tahun sedangkan wanita yang

berusia 15-19 tahun berisiko 2 kali lipat mengalami kematian

saat kehamilan dan persalinan. (Fadlyana dan

Larasaty,2009)

Risiko yang dialami oleh ibu yang usianya kurang

dari 20 tahun adalah keguguran, preeklamsia, eklamsia, dan

kanker leher rahim. Komplikasi-komplikasi yang ditimbulkan

selama kehamilan disebabkan karena secara fisik kondisi

panggul dan rahim belum berkembang secara maksimal


16

sehingga dapat menimbulkan kesakitan dan kematian baik

bagi ibu maupun bayi, pertumbuhan dan fisik ibu terhambat.

Menurut (BKKBN,2007)

b) Persalinan

Risiko persalinan yang dialami wanita yang kawin

usia kurang dari 20 tahun adalah timbulnya kesulitan selama

persalinan, perdarahan, komplikasi kronik seperti fistula

vesiko vaginal (merembesnya air seni ke vagina), dan fistula

retrovaginal (keluarnya gas/fese ke vaginan) (BKKBN,

2007).

Fistula merupakan kerusakan pada organ

kewanitaan yang menyebabkan kebocoran urin atau feses

ke dalam vagina. Obstetric fistula akibat hubungan seksual

yang terlalu dini sehingga sangat rentan terjadi pada wanita

yang kawin diusia kurang dari 20 tahun (Fadlyana dan

Larasaty, 2009).

c) Kanker leher rahim

Wanita yang melakukan hubungan seksual terlau

dini mempunyai risiko kanker leher rahim lebih besar

daripada yang kawin diatas usia 20 tahun. Wanita yang

kawin usia kurang dari 20 tahun umumnya sel-sel mukosa

yang terdapat di selaput kulit bagian dalam vagina belum


17

matang. Sel-sel tersebut tidak rentan terhadapt zat-zat kimia

yang dibawa oleh sperma dan segala macam

perubahannya. Jika sel-sel mukosa belum matang, ketika

ada ransangan sel yang tumbuh tidak seimbang dengan sel

yang mati, dengan begitu maka kelebihan sel ini bisa

berubah sifat menjadi sel kanker (Ridhaningsih dan

Djannah, 2011).

bahwa wanita yang melaksanakan perkawinan

diusia kurang dari 20 tahun memiliki risiko 2,5 kali lebih

tinggi mengalami kejadian kanker leher Rahim dibandingkan

dengan wanita yang melakukan perkawinan diatas 20 tahun.

Menurut Joeharno (2008) yang dikutip Ridhaningsih dan

Djannah (2011)

d) Secara psikologis

Secara mental ibu belum siap menerima

perubahan yang terjadi pada dirinya selama kehamilan, ibu

belum siap menjalankan peran sebagai orang tua, sebagai

seorang istri, partner seks dan mengahadapi permasalahan-

permasalahan dalam rumah tangganya sehingga

berdampak pada perkembangan keperibadiannya. selain itu,

ibu hamil di usia kurang dari 20 tahun akan mengalami

trauma berkepanjangan dan mengalami krisi kepercayaan


18

diri. Umumnya wanita yang kawinusia dini keadaan

psikologisnya masih belum matang dalam menghadapi

masalah yang timbul dalam perkawinannya sehingga

berdampak pada perceraian (BKKBN, 2007).

C. Keluarga Berencana

1. Program Keluarga Berencana

Keluarga berencana menurut UUNo.10 tahun 1992

adalah untuk peningkatan kepedulian dan peran serta

masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP),

pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,

peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan

sejahtera (Marmi,2015:83).

Unsur penting program KB adalah memprioritaskan

perancangan untuk melaksanakan KB secara tepat. Pendidikan

dan komunikasi, melibatkan kegiatan-kegiatan inovatif serta

penyebarluasan informasi untuk menyampaikan pesan KB

menggunakan berbagai media massa. Slogan “Dua Anak

Cukup, wanita atau pria sama saja” dijumpai dimana-dimana

(Irianto, 2012:14).

Dengan cara pencegahan kehamilan, penjarangan

kehamilan, memperlama usia perkawinan, menunda

perkawinan dan sebagainya (Daryanto, 1996:18-19).


19

2. Tujuan Program Keluarga Berencana

a. Tujuan umum

Untuk mewujudkan visi dan misi program KB yaitu

membangun kembali dan melestarikan fondasi yang kokoh bagi

pelaksanaan program KB di masa mendatang untuk mecapai

keluarga berkualias tahun 2015,(Marmi,2015:84).

b. Tujuan khusus

Meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta

mewujudkan keluarga kecil yang bahagia, sejahtera melalui

pengendalian kelahiran dan pengendalian pertumbuhan

penduduk. Indonesia Menciptakan penduduk yang berkualitas,

sumber daya manusia yang bermutu dan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. (Marmi,2015:85).

Sedangkan menurut Sarwono (1999), tujuan program

KB adalah untuk mewujudkan norma keluarga kecil yang

bahagia dan sejahtera (NKKBS) yang menjadi dasar

terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian

kelahiran dan pertumbuhan penduduk indoneia,

(Marmi,2015:85).

Kesimpulan dari tujuan program KB adalah:

Memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan ibu, anak,

keluarga dan bangsa, mengurangi angka kelahiran untuk


20

menaikkan taraf hidup rakyat dan bangsa, Memenuhi

permintaan masyarakat akan pelayanan KB yang berkualitas,

termasuk upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi,

serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.

(Marmi,2015:85)

Tujuan KB berdasarkan RENSTRA 2005-2009 meliputi:

1. Keluarga dengan anak ideal

2. Keluarga sehat

3. Keluarga berpendidikan

4. Keluarga sejahtera

5. Keluarga berketahanan

6. Keluarga yang terpenuhi hak-hak reproduksinya

7. Penduduk tumbuh seimbang( TPS)

3. Ruang Lingkup Program Keluarga Berencana

a. Ibu, Dengan jalan mengatur jumlah dan jarak kelahiran.

adapun manfaat yang diperoleh oleh ibu adalah :

1) kehamilan yang terlalu sering dalam jangka waktu yang

terlalu dekat, sehingga kesehatan ibu dapat terjaga

terutama yang berkaitan dengan kesehatan organ

reproduksinya.

2) Meningkatkan kesehatan mental dan sosial yang

dimungkinkan oleh adanya waktu yang cukup untuk


21

mengasuh anak dan istirahat yang cukup karena

kehadiran anak tersebut memang diinginkan.

b. Suami, Memberikan suami kesempatan agar dapat

melakukan hal berikut

1) Memperbaiki kesehatan fisik

2) Mengurangi beban ekonomi keluarga yang

ditanggungnya

c. Keluarga

Dengan dilaksanakannya program KB dapat

meningkatkan kesehatan fisik, mental dan sosial seluruh

anggota keluarga, dan bagi anak dapat memperoleh

kesempatan yang lebih besar dalam hal pendidikan serta

kasih sayang orang tuanya (Sulistyawati, 2013:14).

D. Kontrasepsi

1. sejarah kontrasepsi

awal pemakain kontrasepsi tidak pernah diketahui

dengan pasti, karena keinginan manusia untuk tidak punya

anak (denga berbagai alasan) sudah muncul sejak adanya

manusia itu sendiri. Meskipun sekarang sudah diketemukan

berbagai macam alat kontrasepsi modern, namun metode


22

kontrasepsi sederhana masih digunakan oleh mereka yang

takut terhadap efek samping yang ditimbulkan oleh alat

kontrasepsi modern, karena sampai saat ini tidak ada alat

kontrasepsi yang sama sekali aman atau bebas dari efek

samping. (MARMI,2015:119-120)

metode konrasepsi meliputi metode barier,

kontrasepsi hormonal, alat kontrasepi dalam Rahim (AKDR),

sterilisasi, dan metode perilaku. Metode ini digunakan sebelum

atau selama berhubungan seks. Efektifitasnya biasanya

dinyatakan sebagai persentase wanita yang hamil setelah

menggunakan metode yang di berikan selama tahun

pertamanya dan kadang-kadang sebagai tingkat kegagalan

seumur hidup di antara metode dengan efektivitas tinggi, seperti

penngkatan tuba/saluran falopii. .(MARMI,2015:119-120)

2. Definisi Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata ‘kontra’ yang berarti

mencegah/menghalangi dan ‘konsepsi’ yang berarti pembuahan

atau pertemuan antara sel telur dengan sperma. Jadi

kontrasepsi dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mencegah

terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur


23

dengan sperma, sedangkan yang dimaksud dengan istilah

’alamiah’ di sini adalah metoda-metoda yang tidak

membutuhkan alat ataupun bahan kimia yang menjadi ciri khas

metode perintang juga tidak memerlukan obat-obatan

(sebagaimana ciri metoda hormonal).

Jadi yang dimaksud kontrasepsi alamiah adalah

suatu upaya mencegah atau menghalangi atau pembuahan

atau pertemuan antara sel telur dengan sperma dengan

menggunakan metode-metod e yang tidak membutuhkan alat

ataupun bahan kimia (yang menjadi ciri khas metode perintang)

juga tidak memerlukan obat-obatan. ( Marmi:hal 124 )

3. Tujuan Pemakaian Kontrasepsi

Tujuan pemakain kontrasepsi yaitu untuk menunda

kehamilan, atau untuk mengakhiri kesuburan. Sebenarnya tidak

ada sesuatu keharusan untuk memakai suatu alat kontrasepsi

tertentu bila ingin menunda, mengatur, atau mengakhiri

kehamilan, namun ada saran untuk menggunakan alat

kontrasepsi tertentu sesuai dengan tujuan masing-masing agar

efektivitas maksimal bisa dicapai. (MARMI:hal 123)

a. Untuk menunda kehamilan, tujuan ini biasanya digunakan

metode atau alat kontrasepsi yang dijamin mempunyai


24

refersibilitas (kemampuan untuk kembali fertil) tinggi. Alat

kontrasepsi yang biasa dipakai:

1) kondom KB

2) pil KB

3) suntik KB yang harus diulang setiap 1 bulan sekali

4) metode sederhana yang dikombinasi dengan pemakian

kondom, atau pil KB, atau diafragma, atau kap serviks,

atau supositorial, jelly, tablet berbusa, aerosol, kream,

pasta.

b. Mengatur jarak kehamilan Jenis kelompoknya adalah

kelompok sementara jangka panjang yaitu :

1) Alat kontrasepsi dalam Rahim (AKDR)/Intra Utrine

Device (IUD)

2) Pil KB

3) Suntikan KB (bisa yang 3 bulan atau 1 bulan)

4) Implant / susuk KB

c. Mengakhiri kesuburan Jenis kontrasepsinya adalah

1 ) Medis Operatif Wanita (MOW)/tubektomi)

2 ) Medis Operatif Pria (MOP)/vasektomi.(Marmi, 2015:123-

124)

4. Macam-macam Metode Kontrasepsi


25

Metode kontrasepsi terdapat berbagai macam,

sehingga akseptor KB dapat memilih metode yang cocok dan

sesuai dengan kebutuhan. Informasi mengenai jenis-jenis

kontrasepsi secara jelas dan lengkap dapat memberikan

kepuasan, kemantapan, dan kemandirian akseptor dalam

pemilihan jenis kontrasepsi sehingga masyarakat dapat lebih

berperan aktif dalam Gerakan Keluarga Berencana (Irianto,

2012).

a. Metode Keluarga Berencana Sederhana Metode KB

sederhana terdiri dari :

1) Metode Kalender/Pantang Berkala

Metode kalender atau pantang berkala merupakan

metode keluarga berencana alamiah (KBA) yang paling tua.

Pencetus KBA system kalender adalah dr. Knaus ( ahli

kebidana dari Vietnam) dan dr.Ogino (ahli ginekologi dari

jepang). Metode kalender ini berdasarkan pada siklus

haid/mensturasi wanita.

Knaus berpendapat bahwa ovulasi terjadi tepat 14

hari sebelum mensturasi berikutnya. Sedangkan Ogino

berpendapat bahwa ovulasi tidak selalu terjadi tepat14 hari

sebelum mensturasi, tetapi dapt terjadi antara 12 atau 16

hari sebelum mensturasi berikutnya. Hasil penelitian kedua


26

ahli ini menjadi dasar dari KBA system kalender. Pantang

berkala adalah cara/metode kontrasepsi sederhana yang

dilakukan oleh pasangan suami istri dengan tidak melakukan

senggama atau hubungan seksual pada masa subur/ovulasi.

(MARMI,2015:125-126)

Manfaat sebagai alat pengendalian kelahiran atau

mencegah kehamilan,Dapat digunakan oleh para pasangan

untuk mengharapkan bayi dengan melakukan hubungan

seksual saat masa subur/ovulasiuntuk meningkatkan

kesempatan bisa hamil.

Keuntungan, Metode kalender atau pantang

berkala lebih sederhana, Dapat digunakan oleh setiap

wanita yang sehat, Tidak membutuhkan alat atau

pemeriksaan khusus dalam penerapannya, Tidak

mengganggu pada saat berhubungan seks.

Kererbatasan Memerlukan kerjasama yang baik

antara suami istri, Harus ada motivasi dan disiplin pasangan

dalam dalam menjalankannya, Suami istri tidak dapat

melakukan hubungan seksual setiap saat, Harus mengamati

siklus mensturasi minimal enam kali siklus.


27

2) Senggama Terputus (Coitus Interuptus)

Senggama Terputus atau Coitus Interuptus adalah

metode keluarga berencana tradisional/alamiah, dimana pria

mengeluarkan alat kelaminnya (penis) dari vagina sebelum

mencapai ejakulasi.(MARMI,2015:150-151)

Kontrasepsi memberikan manfaat baik secara

kontrasepsi maupun non kontrasepsi, alamiah, efektif bila

dilakuan dengan benar, tidak mengganggu produksi ASI.

Manfaat non kontasepsi adanya peran serta suami dalam

keluarga berencana dan kesehatan reproduksi,

menanamkan sifat saling pengertian, tanggung jawab

bersama dalam ber-KB. .(MARMI,2015:150-151)

Keterbatasan sangat tergantung dari pihak pria dalam

mengontrol ejakulasi dan tumpahan sperma selama

senggama, memutus kenikmatan dalam berhubungan

seksual (orgasme), sulit mengontrol tumpahan sperma

selama penetrasi, sesaat dan setelah interpusi coitus,

kurang efektif untuk mencegah kehamilan. .

(MARMI,2015:150-151)

3) Kondom (Karet KB)

Kondom adalah sala satu alat kontrasepsi yang

terbuat dari karet/lateks, berbentuk tabung tidak tembus


28

cairan dimana salah satu ujungnya tertutup rapat dan

dilengkapi kantung untuk menampung sperma.yang terbagi

menjadi 2 bagian, yaitu kondom pria dan kondom wanita.

a) kondom pria

Merupakan selubung/sarung karet tipis yang

dipasang pada penis sebagai tempat penampungan air

mani yang dikeluarkan oleh pria pada saat senggama

sehingga tidak tercurah pana vagina.

b) kondom wanita

Suatu sarung polyurethane dengan panjang

15cm dan garis tengah 7cm yang ujungnya terbuka

melekat kesuatu cincin polyurethane lentur.

c) Manfaat Kondom,

Efektif bila pemakaian benar, Tidak mengganggu

produksi ASI, Tidak mengganggu kesehatan klien, Tidak

memerlukan resep dan pemeriksaan khusus

4) Diapragma

Merupakan kap berbentuk bulat cembung seperti

topi yang menutupi mulut Rahim, terbuka dari lateks (karet)

yang diinsersikan kedalam vagina sebelum melakukan

hubungan seksual dan mentutup serviks.

(MARMI,2015:167-168).
29

Manfaat efektif bila pemakaian benar, Tidak

mengganggu produksi ASI, Tidak mengganggu hubungan

seksual karena telah dipersiapkan sebelumnya,

Memberikan perlindungan terhadap penyakit menular

seksual, Dapat menampung darah mensturasi, bila

digunakan saat haid.

Keterbatasan Efektifitas tidak terlalu tinggi (angka

kegagalan 6-16 kehamilan per 100 perempuan per tahun

pertama bila digunakan spermisida), Dapat menyebabkan

infeksi saluran uretra, Harus masih terpasang selama 6

jam pasca senggam. (MARMI,2015:169-170)

b. Metode Kontrasepsi Modern Hormonal

Kontrasepsi hormonal adalah alat atau obat

kontrasepsi yang bertujuan untuk mencegah terjadinya

konsepsi sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang

matang dengan sel sperma dengan menggunakan alat

atau obat-obatan dimana bahan bakunya mengandung

preparat estrogen dan progesterone.

Metode kontrasepsi modern hormonal terdiri dari :

1. Metode keluarga berencana hormonal

a) Pil KB (Oral Contraceptives Pill)


30

Pil KB atau Oral Contraceptives Pill merupakan

alat kontrasepsi hormonal yang berupa obat dalam bentuk

pil yang dimasukkan melalui mulut (diminum), berisi

hormone estrogen dan atau progesterone, yang bertujuan

untuk mengendalikan kehamilan atau mencegah

kehamilan dengan menghambat pelepasan sel telur dari

ovarium setiap bulannya. (Marmi,2015:190-191).

b) Susuk/implant

Susuk atau implant merupakan metode

kontrasepsi berupa karet kecil dari silicon, berisi

levonorgestrel. Terdiri dari 6 kapsul keci dan panjang 3cm

sebesar batang korek api, yang disusukkan dibawah kulit

lengan atas bagian dalam oleh dokter atau bidan yang

sudah terlatih. Lengan yang dipasangi Implant biasanya

lengan dari tangan yang tidak banyak beraktifitas. susuk

KB dapat mencegah kehamilan selama 5 tahun.Kelebihan

metode ini adalah sangat efektif untuk jangka panjang,

hanya memerlukan sekali kunjungan dan tidak

mengganggu hubungan seksual. Sedangkan kerugiannya

terkadang pemakaian metode kontrasepsi ini bisa

menyebabkan perubahan pola haid berupa perdarahan


31

bercak (spotting) atau meningkatkan pola haid,

menimbulkan keluhan-keluhan seperti:nyeri kepala,

peningkatan /penurunan berat badan, nyeri payudara, dan

perasaan mual. (MARMI,2015:235-239)

c) KB Suntik

Kontrasepsi suntik adalah alat kontrasepsi

berupa cairan yang disuntikkan kedalam tubuh wanita

secara periodic dan mengandung hormonal, kemudian

masuk kedalam pembulu darah diserap sedikit demi

sedikit oleh tubuh yang berguna untuk mencegah

timbulnya kehamilan.

Cara kerja KB suntik sangat sederhana. Caranya

dengan menghalangi terjadinya ovulasi/masa subur

dengan menghentikan keluarnya sel telur dari insung

telur.Lender vagina menjadi lebih kental sehingga

mempersulit sperma untuk masuk dalam rahim. Dengan

demikian KB suntik mencegah bertemunya sperma

dengan sel telur. Keuntungan Kontrasepsi suntik dinilai

efektif, pemakaiannya yang praktis, harganya relatif

murah dan aman, efek samping gangguan haid (ini yang


32

paling sering terjadi) Amonerho adalah tidak datangnya

haid pada setiap bulan selama akseptor mengikuti KB

suntik, efek pada pola haid tergantung pada lama

pemakaian. (MARMI,2015:216-220).

2. Metode keluarga berencana non-hormonal

a. Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR)

Alat kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) adalah

suatu alat kontrasepsi modern yang telah dirancang

sedemikian rupa (baik bentuk, ukuran, bahan dan masa

aktif fungsi kontrasepsinya). Yang dimasukkan kedalam

Rahim yang sangat efektif, reversible dan berjangka

panjang dan dapat dipakai oleh semua perempuan usia

reproduktif sebagai suatu usaha pencegahan kehamila,

Keuntungan AKDR sangat efektif karna tidak perlu

lagi mengingat-ingat, metode jangka panjang, tidak

mempengaruhi hubungan seksual bisa bertahan hingga

10 tahun di dalam rahim dan setelah 10 tahun harus

dikeluarkan dan diganti. Masa panjang pendeknya

penggantian spiral tergantung pada jenis spiral yang

dipakai. Kerugian dapat terjadi kehamilan diluar

kandungan, keluhan suami, haid lebih lama dan.

(MARMI,2015:256-265).
33

b. Metode Operatif/mantap sterilisasi

Kontrasepsi mantap adalah suatu metode

kontrasepsi yang dilakukan dengan cara mengikat atau

memotong saluran telur (pada perempuan) atau saluran

sperma (pada laki-laki). Kontrasepsi ini dikenal dengan

dua macam, yaitu kontap pria dan kontap wanita yang

dikenal dengan metode sterilisasi.

1. Metode operasi wanita (MOW/tubektomi)

Metode operasi wanita adalah tindakan penutupan

terhadap kedua saluran telur kanan dan kiri, yang

menyebabkan sel telur tidak dapat melewati sel telur

dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu sel

sperma laki-laki sehingga tidak terjadi.

(MARMI,2015:305-306)

Tubektomi adalah tindakan yang dilakukan pada

kedua tuba fallopii wanita yang mengakibatkan

seseorang tidak dapat hamil atau tidak menyebabkan

kehamilan lagi. Sterilisasi adalah metode kontrasepsi

permanen yang hanya diperuntukkan oel mereka yang

tidak ingin atau boleh memiliki anak (karena alasan


34

kesehatan). Kelebihannya efektifitas hamper 100%,

kegagalan dari pihak pasien tidak ada, tidak bergantuk

pada factor senggama, kekurangannya risiko dan efek

samping pembedahan ,risiko sterilisasi, seperti halnya

operasi lainnya, kadang-kadang sedikit merasakan

nyeri pada saat operasi, infeksi mungkin saja terjadi,

bila prosedur operasi tidak benar, kesuburan sulit

kembali. (MARMI,2015:308-309)

2. Metode Operasi Pria (MOP/vasektomi)

Metode operasi pria atau vasektomi

merupakan suatu metode kontrasepsi operatif monitor

pada priayang sangat aman, sederhana dan sangat

efektif, memakan waktu operasi singkat dan tidak

memerlukan anestasi umum. Keuntungannya teknik

operasi kecil dan sederhana, bisa dilakukan setiap saat,

komplikasi yang di temukan tidak berat, sederhana.

Kerugiannya cara tidak langsung efektif tapi memerlukan

waktu sampai sperma menjadi negative dalam analisa

semen, diperlukan suatu tindakan operatif.

(MARMI,2015:332-335)
35

E. faktor-faktor yang mempengaruhi pengngunaan alat

kontrasepsi.

1. Pendapatan keluarga

Walaupun pemerintah telah mempertimbangkan

besarnya biaya kontrasepsi yang dikeluarkan oleh keluarga,

tetapi individual lebih memperhatikan keterbatasan anggaran

harian mereka sendiri. Salah satu studi pada orang Indian di

Quechua Peru menyatakan ada hubungan yang signifikan

antara pendapatan dan keputusan dalam penggunaan

kontrasepsi, sebagian dari mereka lebih memilih metode

tradisional daripada metode modern, karena dianggap metode

tradisional lebih murah. (Pendit,2006:51).

Biaya lain yang juga menjadi pertimbangan

penggunaan kontrasepsi adalah biaya transportasi, termasuk

waktu yang tersita untuk pergi ke klinik atau waktu perjalanan

untuk memperoleh kontrasepsi sehingga mereka kehilangan

pendapatan karena tidak bekerja (Pendit,2006:51).

Asumsi ini didukung oleh Adhyani (2011:20) yang

menyatakan bahwa dalam pemilihan alat kontrasepsi harus

disesuaikan dengan kemampuan untuk membeli alat

kontrasepsi agar tidak memberatkan.Orang yang tergolong


36

berpendapatan rendah lebih memilih alat kontrasepsi hormonal

karena lebih murah daripada alat kontrasepsi non hormonal.

Tingkat pendapatan suantu keluarga angat

berpengaruh terhadap keikut sertaan suami dalam ber-KB.

Nampaknya bila PUS keduanya bekerja , berarti istri tidak

bekerja atau memiliki pendapatan sendiri. Menurut BKKBN

(1999) dalam ekarini (2008)

Orang-orang yang dengan status sosial ekonomi

rendah, kurang aktif dan lebih fatalistic atau respon menolak

bila dibandingkan dengan orang yang mempunyai status sosial

ekonomi tinggi. (wesbrook,1984) dalam penelitian (Rainy Alus

Fienalia,2011)

Salah satu factor yang mempengaruhi penggunaan

kontrasepsi adalah status sosio ekonomi. Semakin tinggi status

ekonomi seseorang maka senakun mudah untuk menggunakan

kontrasepsi. (Bertrand,1984), dalam penelitian (Rainy Alus

Fienalia ,2011)

2. Status pekerjaan

Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita

waktu, `bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh

terhadap keluarga. Status pekerjaan wanita dianggap penting


37

dalam mempengaruhi perilaku penggunaan kontrasepsi Wanita

yang bekerja di luar rumah memiliki lebih banyak kesempatan

untuk mengakses layanan Keluarga Berencana. Aktivitas yang

tinggi di luar rumah juga berkontribusi terhadap penurunan

keinginan perempuan untuk memiliki lebih banyak anak yang

akan mengarah pada peningkatan penggunaan kontrasepsi

untuk menunda kehamilan. bahwa wanita yang memiliki

pekerjaan sendiri atau bekerja di luar rumah memiliki pengaruh

yang signifikan dengan penggunaan kontrasepsi. Asumsi ini

didukung oleh (Fikree et al,2001:134)

Status pekerjaan mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap pemakaian konta. Jadi besar kemungkinan

wanita yang bekerja akan lebih menyadari kegunaan dan

manfaat KB dan lebih mengetaui berbagai metode kontrasepsi

dari wanita yang tidak bekerja. (BKKBN dan LDFEUI,1998)

Terdapat hubungan bermakna antara status

pekerjaan dengan penggunaan MKJP. Ibu yang bekerja

memiliki peluang sebesar 2 kali untuk memakai MKJP di

banding dengan ibu yang tidak bekerja. (Amiraty,2003)

3. Paritas

Paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara

dan grande multipara. (Prawiroharjo, 2009). Paritas adalah


38

jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu baik yang hidup

maupun mati. Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang

sosial ekonominya menengah kebawah akan menyebabkan

kekurangan perhatian yang seutuhnya pada anak. (Notoatmojo,

2003).

Paritas adalah jumlah anak yang di lahirkan seorang

wanita selama hidupnya.hal ini sangat mempengaruhi

kesehatannya. Paritas 2-3 merupakan paritas yang paling aman

di tinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas

tinggi (lebih dari 3) mempunyai resiko angka kematian maiernal

lebih tinggi (winkjosastro,2006).

Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa

paritas seseorang wanita dapat mempengaruhi cocok tidaknya

suatu metode kontrasepsi secara medis atau dapat

mempengaruhi dalam memilih alat kontrasepsi yang digunakan.

Secara umum, wanita nulipara dianjurkan untuk menggunakan

kotrasepsi selain AKDR, seperti yang hormonal. AKDR tidak

dianjurkan karena pemasangan yang sulit, angka ekspulsi yang

lebih tinggi daripada wanita yang pernah melahirkan dan juga

dapat mengganggu kesuburan di masa depan (Brahm, 2006).

Klasifikasi jumlahnya, maka paritas seorang

perempuan dibedakan menjadi:


39

a. Nullipara adalah perempuan yang belum pernah melahirkan

sama sekali (manuaba, 2009).

b. Primipara adalah perempuan yang telah melahirkan seorang

anak, yang cukup besar untuk hidup didunia luar (verney,

2006)

Primipara adalah perempuan yang telah pernah melahirkan

sebanyak satu kali (manuaba, 2009)

c. Multipara adalah perempuan yang telah melahirkan seorang

anak lebih dari satu kali (prawirohardjo, 2005)

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya Mita

kaporina dalam penelitiannya hubungan paritas terhadap

minat penggunaan alat kontrasepsi di puskesmas

Banguntapan II Bantul Yogyakarta 2016, frekuensi status

paritas terhadap penggunaan alat kontrasepsi dari paritas

primipara yang minat tinggi yaitu menggunakan alat

kontrasepsi suntik sebanyak 53 orang (51,5%) sedangkan

paritas multipara yang minat tinggi yaitu menggunakan alat

kontrasepsi IUD sebanyak 35 orang (34,0%). Hal ini sesuai

dengan teori yang mengatakan seseorang dalam

memutuskan untuk mengikuti program KB adalah apabila

merasa bahwa banyaknya anak yang masih hidup sudah

mencukupi jumlah yang diinginkan. Berarti banyaknya anak


40

yang masih hidup mempengaruhi kesertaan seseorang

dalam mengikuti program KB. Semakin besar jumlah anak

hidup yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan

untuk membatasi kelahiran. Dengan melihat jumlah anak

yang dilahirkan hidup di temukan pula hubungan yang

bersifat positif, artinya makin tua umur mencerminkan

proses perubahan keluarga dan dapat juga memperlihatkan

proses perubahan fertilitas antar waktu (Depkes, 2011).

Jumlah anak hidup memberikan pengaruh yang

sangat bermakna dalam menentukan pemilihan alat

kontrasepsi jangka panjang (Hartoyo, 2009). Hal ini sesuai

dengan penelitian Ramadini (2014), didapatkan data ibu

dengan paritas primipara yang memilih alat kontrasepsi

jangka panjang sebanyak 9 responden (3,8%) sedangkan

multipara yang memilih alat kontrasepsi jangka panjang

sebanyak 42 responden (17,5%). Sedangkan penelitian

Ramadini (2014) Paritas dapat mempengaruhi seseorang

dalam memilih alat kontrasepsi yang efektif dan mantap

yang sesuai dengan kondisi dirinya agar tidak terjadi

kehamilan resiko tinggi yang dapat mengakibatkan kematian

ibu dan bayi. Berdasakan hasil penelitian tesebut diharapkan


41

tenaga kesehatan dapat memberikan penyuluhan tentang

pentingnya MKJP untuk Ibu yang memiliki anak lebih dari 2.

4. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap

objek tertentu. Pengetahuan umumnya dating dari

pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang

disampaikan orang lain, didapat dari buku, surat kabar, atau

media massa, elektronik (Notoatmodjo, 2003:121).

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan

pendidikan, dengan pendidikan yang tinggi maka diharapkan

pengetahuan seseorang juga semakin luas. Akan tetapi

tidak selalu orang yang berpendidikan rendah memiliki

pengetahuan yang rendah pula. Pengetahuan seseorang

tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek

positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini akan menentukan

sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek

yang diketahui maka akan menimbulkan sikap makin positif

terhadap objek tertentu (Wawan dan Dewi, 2010 dalam

Permatasari 2012).

Penggunaan alat atau metode kontrasepsi

berhubungan dengan pengetahuan seseorang. Menurut


42

Rifa’I dalam Permatasari 2012 dengan meningkatnya

pengetahuan tentang alat kontrasepsi, maka seseorang

akan lebih mengerti mengenai jenis alat dan metode

kontrasepsi, keuntungan dan kerugian yang diperoleh dalam

memakai suatu alat dan metode kontrasepsi sehingga calon

aseptor KB lebih cermat dalam memilih alat dan metode

kontrasepsi sesuai kebutuhan.

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia

atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang

dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Dengan

sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intesitas

perhatian dan presepsi terhadap objek. Sebagian besar

pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra

pendengaran (telinga), dan indra penglihatan (mata).

Pengetahuan seseorang terhadap objek

mempunyai intesitas atau tingkat yang berbeda-beda

(Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan terhadap alat

kontrasepsi pada masyarakat sudah tidak asing lagi

terutama pada ibu-ibu mengenai alat kontrasepsi KB

tersebut sudah tidak tahu lagi dibicarakan namun

pengetahuan yang sudah ada pada masyarakat hanya


43

sebatas tahu, jika mereka merasa perlu lebih tahu mengenai

alat kontrasepsi maka mereka akan pergi ke tempat

pelayanan kesehatan (BKKBN, 2005).

5. Dukungan suami

Dalam melaksanakan Keluarga Berencana,

dukungan suami sangat diperlukan.Seperti diketahui bahwa

di Indonesia, keputusan suami dalam mengizinkan istri

adalah pedoman penting bagi si istri untuk menggunakan alat

kontrasepsi.Bila suami tidak mengizinkan atau mendukung,

hanya sedikit istri yang berani untuk tetap memasang alat

kontrasepsi tersebut. Dukungan suami sangat berpengaruh

besar dalam pengambilan keputusan menggunakan atau

tidak dan metode apa yang akan dipakai (Suparyanto,2011).

Salah satu peran suami dalam program KB yaitu

dengan mendukung istri dalam ber-KB. BKKBN (2006) dalam

Permatasari (2013) menyatakan bahwa dukungan suami

terhadap istri dalam menggunakan kontrasepsi antara lain

meliputi :

1) Memilih kontrasepsi yang cocok yaitu kontrasepsi yang

sesuai dengan keinginan dan kondisi istri.


44

2) Membantu istri dalam menggunakan kontrasepsi secara

benar seperti mengingatkan untuk periksa ulang saat

menggunakan metode kontrasepsi IUD.

3) Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping

maupun komplikasi

4) Mengantarkan ke fasilitas pelayanan untuk kontrol atau

rujukan.

5) Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan

saat ini kurang memuaskan.

6) Menggantikan pemakaian kontrasepsi bila keadaan

istrinya tidak memungkinkan.

Hubungan seorang wanita dan pasangannya

menjadi faktor dalam menentukan pemilihan metode

kontrasepsi. Suami dan istri seharusnya bekerja sama

dalam pemilihan alat kontrasepsi, artinya dukungan suami

berpengaruh terhadap pemilihan alat kontasepsi, jika suami

mendukung maka istri akan menggunakan alat kontrasepsi

secara terus menerus (Arliana et al, 2013:7).

Beberapa bentuk dukungan suami dalam

penggunaan alat kontrasepsi adalahcmemberikan saran

dalam memilih kontrasepsi, memberikan biaya,


45

mengantarkan ibu ke tempat pelayanan kontrasepsi, dan

mengingatkan ibu untuk melakukan kunjungan ulang

(Aryanti, 2014:56).

Wanita yang mendiskusikan keluarga berencana

dengan pasangan mereka 4.67 kali lebih mungkin untuk

menggunakan metode keluarga berencana dibandingkan

dengan mereka yang tidak berdiskusi dengan pasangannya.

Wanita yang disetujui menggunakan KB modern oleh

pasangan 4.33 kali lebih mungkin untuk menggunakan

metode keluarga berencana modern daripada mereka yang

pasangannya tidak menyetujui. (Eliason et al, 2014:13)


46

2.2 Kerangka Teori Penelitian

Faktor Predisposisi :

1. Umur
2. Pendidikan
3. Pendapatankeluarga
4. Statuspekerjaan
5. Kepercayan religius
dan budaya
6. Paritas
7. Pengetahuan
8. Sikap terhadap
keluarga berencana
9. Persepsiibu
10. Jumlah anak
yang diinginkan
Pentingnya nilai anaklaki-laki

Faktor Pemungkin :
1. Jarak ke pusat
pelayanan Penggunaan
2. Ketersediaan kontrasepsi pada
kontrasepsi pasangan
3. Keterpaparan pernikahan dini
dengan mediamassa
Informasi dari petugasKB

Faktor Penguat :

1. Dukungansuami
2. Sikap dan
motivasi
petugas
3.Sikap tokohmasyarakat

Sumber : Modifikasi dari teori Lawrence Green, Betrand (1980), Mon


dan Tippawan (2009), Pendit (2006),
47

Teori Perilaku

Konsep Green (1980) menganalisis tentang faktor

determinan yang mempengaruhi perilaku manusia dari tingkat

kesehatan. Berdasarkan teori Green kesehatan seseorang atau

masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu, faktor perilaku

(behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behavior causes).

Kemudian perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3

faktor :

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang mencakup

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, tingkat

pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang mencakup

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas

kesehatan atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas,

obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.

Faktor ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan

terwujudnya perilaku kesehatan.

c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), yang meliputi faktor

sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan

perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan

(Notoatmodjo, 2003:164-165).
48

Model ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterangan :

B = Behavior

PF= Predisposing Factors

EF= Enabling Factors

RF = Reinforcing Factors

F= fungsi

Berdasarkan konsep dari Green, dapat disimpulkan

bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan

dapat ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi,

dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan.

Disamping itu, ketersediaan fasilitas kesehatan dan sikap serta

perilaku petugas kesehatan terhadap kesehatan juga mendukung

dan memperkuat terbentuk perilaku seseorang (Notoatmodjo,

2003:165).

Hubungan antara faktor-faktor predisposisi, faktor-faktor

pendukung, dan faktor-faktor penguat dapat digambarkan dalam

bagan berikut ini :


49

2.3 teori perilaku

Faktor-faktor predisposisi
a. Pengetahuan
b. Sikap
c. Kepercayaan
d. Keyakinan

e. Nilai-nilai
f. Tingkat pendidikan
g. Tingkat sosial ekonomi
h. Dan sebagainya.

Faktor-faktor pendukung
a. Fasilitas kesehatan
b. Ketersediaan sarana

perilaku
kesehatan
c. Informasi kesehatan

Faktor-faktor penguat
a. Sikap dan perilaku tokoh
Masyarakat

b. Sikap dan perilaku para


petugas kesehatan

2.1 Bagan teori Lawrence Green

BAB III
50

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep dan Hipotesis

1. Kerangka konsep

Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini

adalah berdasarkan tujuan penelitian yaitu diketahuinya faktor-

faktor yang mempengaruhi kurangnya minat penggunan alat

kontrasepsi pada pasangan Usia Dini di Desa Kahu-Kahu

Kecamatan Bontoharu Kabupaten Selayar.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi penggunaan Alat

Kontrasepsi pada pasangan Usia Dini dapat dilihat pada

kerangka konsep di bawah ini.

3.3.Tabel Kerangka Konsep


Pendapatan Keluarga

Status Pekerjaan

Paritas Penggunaan
alat
Pengetahuan kontrasepsi

Dukungan suami

Keterangan :Variabel dependen :

Variabel independen :

2. Hipotesis
51

a. H1. Ada pengaruh antara pendapatan keluarga dengan

penggunana Alat Kontrasepsi pada pasangan usia Dini di Desa

Kahu-Kahu Kecamatan Bontoharu Kabupaten Selayar.

b. H2. Ada pengaruh antara status pekerjaan dengan penggunaan

Alat Kontrasepsi pada pasangan usiaDini di Desa Kahu-Kahu

Kecamatan Bontoharu Kabupaten Selayar.

c. H3. Ada pengaruh antara paritas dengan penggunaan alat

kontrasepsi pada pasangan usia Dini di Desa Kahu-Kahu

Kecamatan Bontoharu Kabupaten Selayar.

d. H4. Ada pengaruh antara Dukungan Suami dengan penggunaan

alat kontrasepsi pada pasangan usia Dini di Desa Kahu-Kahu

Kecamatan Bontoharu Kabupaten Selayar.

e. H5. Ada pengaruh antara pengetahuan dengan penggunaan alat

kontrasepsi pada pasangan Usia Dini di Desa Kahu-Kahu

Kecamtan Bontoharu Kabupaten Selayar.

B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini di lakukan di Desa Kahu-Kahu

Kecamatan Bontoharu Kabupaten Selayar tahun 2017.

C. Teknik Pengumpulan Data


52

Instrumen penelitian diperoleh dengan menggunakan

kuesioner/angket yang telah disusun dan mengacu pada varibel

yang diteliti.

D. Jenis Dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observasional analitik

menggunakan metode kuantitatif dengan penelitian/rancangan

cross sectional

E. Populasi dan Sampel Penelitian

1. populasi

Populasi penelitian adalah seluruh objek penelitian

atau objek yang di teliti (Notoatmodjo,2010:115) semua

pasangan usia subur yang tidak menggunakan alat

kontrasepsi di Desa Kahu-Kahu Kecamatan Bontoharu

Kabupaten Selayar sebanyak 120 pasangan usia subur.

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan metode simple random

sampling yakni setiap anggota populasi memiliki kesempatan

yang sama untuk diseleksi sebagai sampel.

Sampel penelitian adalah objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi penelitian, sehingga


53

dalam pengambilan sampel dibutuhkan teknik tertentu agar

hasil penelitian valid (Notoatmodjo,2010:115).

Perhitungan besar sampel pada penelitian ini

menggunakan rumus uji chi square, maka besar sampel dapat

dihitung menggunakan rumus sebagai berikut ( Sastroasmoro

dan Ismael, 2011:367-369) :

Untuk menentukan besarnya jumlah sampel minimal

dari jumlah populasi menurut slovin dalam kutipan

Notoatmodjo, yaitu dengan rumus :


N
n=
1+ N ¿ ¿

Keterangan :

n = Jumlah Sampel

N = Jumlah Populasi

d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan 0,05 (5%)

Diketahui :

n = Jumlah Sampel

N = 120 ibu yang tidak menggunakan alat kontrasepsi

diketahui = tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan


0,05 (5 %)

120 120
n= n=
1+120 ¿ ¿ 1+120 ¿ ¿
54

120
n=
121 ¿ ¿

120
n=
0,3025

n=0,039=40 sampel

Berdasarkan perhitungan sampel minimal dengan

menggunakan rumus yang ada dengan jumlah populasi 210 orang

maka sampel yang digunakan adalah 40 orang dan jumlah yang di

tambah 10% dengan maksud untuk mengatasi responden yang

mengalami DO. Sehingga total sampel yg di gunakan sebanyak 44

ibu berumur 15-19 tahun yang tidak menggunakan KB

3. Kriteria inklusi dan eksklusi sampel

a . kriteria inklusi

1. Ibu tidak menggunakan KB

2. Memiliki suami

3. Ibu berada ditempat pada saat penelitian berlangsung

b. kriteria eksklusi

1. Meninggal dunia atau dalam keadaan sakit

2. Tidak bersedia menjadi responden

F. Variable, Defenisi Operasional Variable Dan Skala

Pengukuran

1. Variabel
55

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat

pendidikan ibu, pendapatan keluarga, status pekerjaan paritas,

umur dan dukungan suami.Variabel terikat dalam penelitian ini

adalah faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan alat

kontrasepsi pada pasangan usia dini.

2. Defenisi Operasional

Tabel 3.2. Defenisi Operasional dan Skala Pengukuran

NO Jenis/ nama Defnisi Alat/cara Hasil pengukuran Skala


variable Operasional ukur data

1 Penggunana Responden identitas Dikategorikan menjadi: Nominal


kontrasepsi menggunakan responden a. Ya, jika istri menggunakan
salah satu cara dengan cara alatkontrasepsi
atau alat wawan cara b. Tidak, jika istri tidak
kontrasepsi menggunakan alatkontrasepsi

2 Pendapatan Pemasukan yang Wawancara Di kategorikan menjadi : Ordinal


keluarga diperoleh keluarga dengan a. Tinggi, jika pendapatan≥Rp
identitas 2.900 000 perbulan
responden b. Rendah jika pendapatan <
Rp 2. 900 000 perbulan
3 Status Aktivitas atau Wawancara Dikategorikanmenjadi: Nominal
pekerjaan responden dengan a. PNS
baikyang terikat identitas b. Wiraswasta
jam kerja c. IRT
maupun yang
tidak terikat,
untuk
mendapatkan
penghasilan

4 Dukungan Bentuk Wawancara Identitas responden dukungan Nominal


suami perhatiandan dengan suami dengan 7 pernyataan.
dorongan dari identitas Penilaian :
suami yang responden a. Ya = 1
dirasakan oleh b. Tidak = 0
responden
dengan
membicarakan,
mendukung,
56

serta
menyarankan
dalam
penggunaan
kontrasepsi
5 Paritas jumlah anak Wawancara a. Mipara:1 Ordinal
yang dilahirkan dengan a. Multipara 2-4
oleh seorang ibu identitas b. Grande > 4
baik yang hidup responden
maupun mati.
6 Pengetahuan diketahui atau Wawancara Identitas Nominal
dimengerti oleh dengan pengetahuan
responden identitas dengan 10
tentang keluarga responden pertanyaan.
berencana, Penilaian :
pengertian a.Jawaban benar
kontrasepsi, dan nilai 1
persyaratan, b.Jawaban salah
efek samping nilai 0 Jumlah skor
kontrasepsi yaitu :
a.Maksimal = 10
b.Minimal = 0
Selanjutnya dari
range 0-10
dikelompokkan
menjadi 2
kategori, yaitu
tinggi dan rendah.
Panjang kelas
interval pada
masing-masing
kategori
berdasarkan
aturan distribusi
frekuensi yang
dikemukakan oleh
Sudjana (2005)
denganperhitungan
:Rentang = nilai
maks-nilai min
= 10-0 = 10
Banyak kelas = 2
Panjang kelas
=rentang/banyak
kelas=10/2=5

G. Sumber Data

1. Data primer
57

Di peroleh melalui wawancara langsung terhadap

responden, dengan menggunakan karakteristik responden.

2. Data sekunder

Data yang didapatkan dari Dinkes dan BKKBN

Kabupaten Kepulauan Selayar.

H. Alat Penelitian / Instrument Penelitian

Instrument Penelitian Menggunakan Kuesioner dengan

identitaas Responden, Dimana Karakteristik Responden Dalam

Penelitian Ini Adalah Berisikan Pertanyaan Untuk Mendapatkan

Data Tentang Faktor-faktor Yang Menpengaruhi Penggunaan Alat

Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Dini, yang terdiri pertanyaan

positif dan negataif yang berisikan jawaban yaitu ( YA ) skor 1

dan ( TIDAK) skor 0 untuk setiap pertanyaan untuk pertanyaan

positif. Sedangkan YA skor 0 dan TIDAK skor 1 untuk

pertanyaan negatif.

I. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan

wawancara yang dilaksanakan dengan wawancara langsung

melalui penyebaran karakteristik responden untuk mengetahui

tingkat pendapatan keluarga, status pekerjaan, paritas,

pengetahuan dan dukungan suami.


58

Identitas untuk menilai dukungan suami dan

pengetahuan, telah digunakan oleh peneliti sebelumnya Rofy

Anggi Pratiwi (2015) dalam penelitiannya Preferensi Penggunaan

Kontrasepsi Pada Pasangan Pernikahan Dini Di Kecamatan Sukowono

Kabupaten Jember.

J. Pengelolaan dan Analisis Data

1. Pengelolaan Data

a. Editing adalah kegiatan memeriksa kelengkapan kuesioner,

kejelasan jawaban, dan konsistensi antar jawaban.

b. Koding, adalah kegiatan mengklasifikasikan jawaban menurut

kategori masing-masing.

c. Skoring, setelah dilakukan pengkodean kemudian dilakukan

pemberian nilai sesuai dengan skor yang telah ditentukan.

d. Entri, data yang telah dimasukkan dalam komputer dengan

program SPSS.

e. Tabulasi, kegiatan memasukkan data ke dalam kelompok data

sesuai variabel yang akan diteliti.

f. Penyajian data, dalam bentuk distribusi frekuensi dan

deskriptif.

2. Analisis data

a. Analisis Univariat
59

Analisis Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada

umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi

frekuensi dan persentase dari tiap variable (Notoatmodjo, 2012 ).

Variabel tersebut adalah pendidikan, pendapatan

keluarga, status keluarga, paritas, jumlah anak yang diinginkan

dan dukungan suami.

b. analisis bevariate

Analisis Bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap

dua variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi

(Notoatmodjo, 2012). Variabel ini menggunakan uji kai kuadrat

(chi Square) dengan menggunakan tingkat kemaknaan alpha

10%. Artinya, bila p-value < alpha 10%, maka disimpulkan

hipotesis ditolak atau ada hubungan yang bermakna secara

statistik antara variabel independen dan dependen.

K. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Kahu-Kahu Kecamatan

Bontoharu Kabupaten Selayar pada bulan Januari – februari 2018


60

DAFTAR PUSTAKA

Amiraty, Mira. 2003. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemakaian


metode kontrasepsi jangka panjang pada akseptor KB di propinsi
Maluku dan papua pada tahun 2001 ( analisis data sekunder
social Ekonomi nasioanl 2001 ).Depok : skripsi FKM UI

Adhyani, Annisa Rahma. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan


Pemilihan Kontrasepsi Non IUD Pada Akseptor KB Wanita Usia
20-39 Tahun. Artikel Ilmiah. Semarang : Universitas Diponegoro

Arliana, dkk. 2013. Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan


Metode Kontrasepsi Hormonal pada Akseptor KB di Kelurahan
Pasarwajo Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton Sulawesi
Tenggara. Jurnal

Aryanti, Hery. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan


Penggunaan Kontrasepsi pada Wanita Kawin Usia Dini di
Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur.
Tesis.Denpasar : Universitas Udayana
61

Betrand, jane T.1980.Audience Reserch For Improving Family Planning


Communication Programs, Media monograph.Chicago : University
Of Chicago

BKKBN.2007.ingin memiliki kesehatan reproduksi prima kehamilan 4


terlalu.Direktorat kelangsungan ibu, bayi dan anak.

BKKBN.2012. Kajian Pernikahan Dini pada Beberapa provinsi di


Indonesia Dampak Overpopulation, Akar Masalah dan Peran
Kelembagaan di daerah. Pokja Analisis Damapak Sosial
Ekonomi Terhadap Kependudukan Ditdamduk. BKKBN
(Online). (http://www.bkkbn.go.id, Diakses tanggal 8
September 2014).

BKKBN, Kabupaten Kepulauan Selayar, 2016. Rekapitulasi Pasangan


Usia Subur Menurut Pengelompokan Umur.

BKKBN.2014.Angka Kelahiran Menurut Umur (ASFR) Nusa Tenggara


Barat. (Http://www.bkkbn.go.id. Diakses tanggal 2 Pebruari 2014)

Daryanto. 1996. Kependudukan. Bandung : Tarsito

Dinkes Kabupaten Kepulauan Selayar, 2016. Proporsi KB Aktif Dan Baru,


Menurut Jenis Kontrasepsi, Kecamtan Dan Puskesmas

Eliason, Sebastian, dkk. 2014. Determinants Of Modern Family Planning


Use Among Women Of Reproductive Age In The Nkwanta
District Of Ghana: A Case–Control Study. Journal
Reproductive Health 2014, 11:65.

Fadlyana, dkk. 2009. Pernikahan Usia Dini dan Permasalahannya. Jurnal


Sari Pediatri, Vol. 11, No. 2 Hal 138-139
62

Fikree, dkk. 2001. What Influences Contraceptive Use Among Young


Women in Urban Squatter Settlements of Karachi
Pakistan ?.International family planning perspective. Volume
27, No 3, S eptember 2001.

Green, Lawrence W., dkk. 1980. Helath Education Planning. California:


Mayfield Publishing Company

Hartoyo, dkk. 2011. Studi Nilai Anak, Jumlah Anak yang Diinginkan, dan
Keikutsertaan Orang Tua dalam Program KB. Jurnal Ilmu
Keluarga & Konsumen. Januari 2011, p:37 - 45 Vol. 4, No. 1.

Irianto, Koes. 2012. Keluarga Berencana Untuk Paramedis dan


Nonmedis.Bandung : Yrama Widya.

Kementrian Kesehatan RI. 2011. Pusat Data dan Informasi Profil


Kesehatan Indonesia Tahun 2010. Jakarta : Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia

Kementrian Kesehatan RI. 2012. Pusat Data dan Informasi Profil


Kesehatan Indonesia Tahun 2011.Jakarta : Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia

Kementrian Kesehatan RI. 2013. Pusat Data dan Informasi Profil


Kesehatan Indonesia Tahun 2012.Jakarta : Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia

Landung, J, dkk. 2009.Studi Kasus Penikahan Usia Dini pada Masyarakat


Kelurahan Sanggalangi Kabupaten Tana Toraja.Jurnal MKMI
Vol 5 no 4 Oktober 2009, hal 89-94. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Hasanudin Makasar.
63

Manuaba, dkk. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta :


EGC

Meilani, Niken. 2010. Pelayanan Keluarga Berencana (dilengkapi dengan


penuntun belajar), cetakan I. Fitramaya, Yogyakarta.

Marmi, 2015.Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana, Cetakan 2016.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta :


Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo 2012. Buku ajar Metodologi Penelitian Kesehatan.

Pendit, Brahm U. 2006. Ragam Metode Kontrasepsi. Jakarta : EGC

Permatasari, Nur Endah. 2013. Determinan Penghentian Penggunaan


IUD di Indonesia (Analisis Data Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia 2007). Skripsi.Jember : Universitas
Jember

Rafidah,DKK. 2009. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Pernikahan


Usia Dini di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Berita
Kedokteran Masyarakat Volume 25 No. 2 Juni 2009.

Raharja,S,.M. 2012.Risiko Kehamilan Ibu menurutUsia pada Kasus


Kematian Ibu dengan Preeklamsia di Propinsi Jawa Timur
tahun 2012. Prosiding Seminar Nasional Kependudukan
Jember 16 Nopember 2013. Dinas Kesehatan Jawa Timur.

Ridhaningsih dan Djannah, S.N.2011.Hubungan Aktivitas Seksual pada


Usia Dini Promiskuitas dan Bilas Vagina dengan Kejadian
Kanker leher Rahim pada Pasien Onkologi di RSUD dr
64

Moewardi Surakarta.Jurnal Kesmas vol 5 no 2 Juni 2011 hal


(162-232) ISSN 978-0575. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta.

Rakhmatasari, Novieany Eka. 2013. Gambaran Pemilihan Alat


Kontrasepsi Pada Pasangan Yang Menikah Di Usia Muda Di
Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember. Skripsi.
Jember :Universitas Jember

Rofy Anggi Pratiwi, 2015. Preferensi Penggunaan Kontrasepsi Pada


Pasangan Pernikahan Dini Di Kecamatan Sukowono
Kabupaten Jember Soekidjo Notoatmodjo, 2010. Metodologi
Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.

Soebijanto dan Sriudiyani,I.A. 2011. Perkawinan Muda Dikalangan


Perempuan: Mengapa?.Seri I No.6/Pusdu-BKKBN/Desember
2011.Pusat penelitian dan pengembangan Kependudukan
BKKBN. Jakarta.

Suparyanto. 2011 Konsep Dasar Keluarga Berencana. (Online), (http://


byone.blogspot.Com /2011/04/konsep–dasar- kb–keluarga –
berencana.html).

Sulistyawati, Ari. 2013. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta :


Salemba Medika

Sutriyanto, Eko. 2014. Pernikahan Dini di Indonesia Tergolong


Tinggi.www.tribunnews.com (diakses 8 September 2014)
Indonesia.
65

Supardi, A. 2013. Pernikahan Dini. Artikel BKKBN (Online).


(http://bengkulu.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm.aspx?ID=78
Diakses tanggal 28 Pebruari 2014)

Varney, H. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai