Teknik Lingkungan Reklamasi Tambang
Teknik Lingkungan Reklamasi Tambang
Menu1
Menu2
Menu3
Facebook
Google Plus
Pi nterest
YouTube
RSS
Hastirullah's Blog
penelitian dan teori di bidang pertanian khusus bidang soil science dan ilmu
pengetahuan lainnya
Home
About
Static Page
With Sub Menu
Error 404
Beranda lingkungan dan pembangunan makalah Reklamasi lahan bekas tambang
batubara
Bagikan :
BAB I. PENDAHULUAN
Dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kualitas hidup
manusia, telah dimulai sejak adanya kehidupan diatas dipermukaan bumi ini ; dimana
menurut Karwan (2003) mengatakan bahwa dasar dari kehidupan diatas bumi adalah tanah, dan
manusia menempati kedudukan yang paling tinggi. Manusia sebagai makhluk hidup selalu berinteraksi
dengan lingkungannya, adanya interaksi antara manusia dan lingkungannya,
mengakibatkan ketidakseimbangan ekologi atau ekosistem seperti ; kerusakan lahan, pencemaran
lingkungan dan lain sebagainya, keadaan ini makin diperbesar dengan adanya penggalian,
penambangan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara tidak terkendali untuk memenuhi kebutuhan
dan menunjang kehidupan manusia.
Menurut Mathew [dkk], (2010), kita perlu menyadari bahwa adanya interaksi dan perkembangan
teknologi serta budaya yang ada dalam kehidupan manusia, merupakan suatu tantangan dan akan
menimbulkan berbagai macam permasalahan dalam ekologi. Tingkat peradaban manusia yang semakin
hari semakin berkembang membuat kita senantiasa berurusan dengan lingkungan yang semakin hari
semakin sulit untuk dihindari. Perkembangan lingkungan yang semakin tercemar memungkinkan
terjadinya suatu krisis terhadap lingkungan hidup dan lingkungan sosial. Tantangan ini berlaku
terutama di negara-negara yang sedang membangun karena adanya berbagai aktivitas pembangunan
yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan umat manusia yang sering pula membawa dampak
terhadap perubahan lingkungan (Rensi, 2012).
Sampai saat ini Negara-negara didunia ini termasuk Indonesia, sebagai Negara yang
sedang berkembang dalam kegiatan pembangunan nasional masih memerlukan energi, yang berasal
dari sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (Non Renewable resources) seperti ;
batubara, minyak dan gas. Menurut Peacock (2008) mengatakan bahwa ; batubaratidak ideal
sebagai sumber energi, Karena (1) Tidak efisien, dan dalam proses pembakaran batu
bara, hampir 2/3 dari energi yang dikeluarkan dal;am bentuk asap, hanya 1/3 yang dapat
dipergunakan menjadi energi listrik. (2) batubara melepaskan sejumlah besar karbon dioksida
dan gas metana, efek rumah kaca berpengaruh, ke atmosfer, (3) pertambangan adalah
bisnisberbahaya. Para penambang sering mati bawah tanah, dan mereka mengalami
penyakit paru-paru yang akut. Selain itu, strip tambang melenyapkan top
soil, pasokan racun air di dekatnya,dan
mengubah ekosistem hidup menjadi tanah yang ditelantarkan dan pada akhirnya menjadi
lahan tidur (Sleeping Land), khususnya di negara-negara berkembang pengelolaannya
tidakdiatur.
Menurut Bramas (2012) bahwa Perubahan iklim merupakan fenomena global yang disebabkan
oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan
perindustrian. Kegiatan tersebut merupakan sumber utama Gas Rumah Kaca (GRK) terutama
karbondioksida (CO2) yang memiliki kontribusi terbesar pada peningkatan suhu permukaan bumi. Hal
inilah yang memicu tuduhan bahwa kerusakan yang terjadi pada hutan tropik telah menyebabkan
pemanasan global (Soemarwoto 1992).
Masalah-masalah lingkungan hidup dapat menjadi bencana yang bisa mempengaruhi kualitas
hidup manusia. Tanda-tanda masalah lingkungan hidup seperti adanya polusi, global warming,
fotokimia kabut, hujan asam, erosi, banjir, instrusi dan lain sebagainya sudah mulai terlihat sejak
pertengahan abad ke -20. Masalah-masalah mengenai kerusakan lingkungan tentunya harus mulai lebih
diperhatikan dalam rangka memberikan suatu pemahaman yang baru agar dapat memberikan suatu cara
pandang yang mengedepankan adanya suatu upaya perlindungan terhadap lingkungan sehingga secara
tidak langsung dapat memberikan suatu konstribusi dalam menghindari bahaya ikutan yang lebih parah
terhadap perkembangan manusia dan makhluk hidup yang selama ini mendiami bumi maupun terhadap
kelestarian lingkungan hidup (Rensi 2012).
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas adanya pertambangan batubara yang tidak sesuai
dengan kaedah-kaedah yang berlaku, akan menimbulkan dan memperparah kerusakan
lingkungan yang akan berdampak pada tatanan kehidupan manusia terutama sosial ekonomi
masyarakat dan yang lebih jauh lagi adalah tidak terjaminnya kualitas kehidupan manusia, hal ini
merupakan ancaman baru bagi kehidupan manusia diatas permukaan bumi ini. Dalam rangka
mempertahankan kelestarian lingkungan dan pembangunan berlanjutan maka perlu adanya reklamasi
lahan bekas tambang batubara tersebut.
a. Tujuan
b. Manfaat
BATUBARA
Sumber Daya Alam (SDA) yang meliputi vegetasi, tanah, air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan Nasional oleh karena itu harus
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat dan kepentingan pembangunan nasional
dengan memperhatikan kelestariannya.
gerakan tanah atau longsoran, terganggunya flora dan fauna, terganggunya keamanan dan kesehatan
penduduk, serta perubahan iklim mikro.
dikendalikan untuk mencegah kerusakan di luar batas kewajaran. Salah satu upaya meminimalisir
kerusakan tersebut adalah dengan melakukan reklamasi. Prinsip kegiatan Reklamasi adalah : (1)
kegiatan Reklamasi harus dianggap sebagai kesatuan yang utuh dari kegiatan penambangan (2) kegiatan
Reklamasi harus dilakukan sedini mungkin dan tidak harus menunggu proses penambangan secara
keseluruhan selesai dilakukan (Latifah, 2003).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tumbuhnya industri yang begitu pesat,
tentunya dirasakan pengaruhnya baik itu yang menyangkut dampak positif maupun dampak
negatifnya. Dampak positifnya tentunya terjadinya peningkatan mutu dan kualitas hidup yang lebih
komplek dengan ditandai dengan adanya kesenangan dan impian manusia yang menjadi lebih mudah
untuk diwujudkan dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai contoh, pertambangan batubara di
Kalimantan Selatan, perusahaan skala besar yang mengelola tambang batu bara di Kalimantan
Selatan berdasarkan Perjanjian Kerjasama Pengembangan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) ada
beberapa buah diantaranya PT. Adaro Indonesia, PT. Arutmin Indonesia, PT. Bantala Coal Mining, dan
beberapa lagi. Sementara perusahaan kecil melalui Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diberikan oleh
kabupaten/kota menyusul adanya era otonomi daerah yang jumlah perizinnanya ratusan buah, belum
termasuk ratusan perusahaan penambangan tanpa ijin (Peti) yang dilakukan secara kelompok atau
perorangan yang sangat menyemarakkan usaha pertambangan batu bara di Kalimantan
Selatan tersebut. Merebaknya tambang batu bara di bumi Pangeran Antasari tersebut menimbulkan
gairah di bidang ekonomi, dimana devisa terus saja mengalir dari hasil ekspor tambang itu dengan tujuan
berbagai negara di dunia.
Untuk itu diperlukan tanggung jawab dari semua elemen masyarakat dalam menjaga tatanan
lingkungan hidup dan lingkungan sosial sehingga diharapkan akan tercipta suatu cara perspektif yang
lebih baik dalam mengelola lingkungan.
Menurut Ahyar [dkk], (2010), bahwa kerusakan akibat pertambangan dapat terjadi selama
kegiatan pertambangan maupun pasca pertambangan. Dampak lingkungan sangat terkait dengan
teknologi dan teknik pertambangan yang digunakan. Sementara teknologi dan teknik pertambangan
tergantung pada jenis mineral yang ditambang dan kedalaman bahan tambang, misalnya pada
penambangan batubara yang dilakukan dengan sistem tambang terbuka (open pit) yakni
sistem dumping (cara penambangan batubara dengan mengupas permukaan tanah). Dampak dari
pertambangan batubara sistem terbuka ini adalah penurunan sifat sifat-sifat fisik dan kimia, perubahan
tofografi lahan, hilangnya vegetasi alami, berkurangnya satwa liar, selain itu juga dampak dari adanya
pertambangan menyebabkan terjadinya kerusakan ekosistem yang besar, padahal gangguan logam berat
pada lahan-lahan dapat mengubah secara mendasar masyarakat tumbuhan, sifat fisik, kimia, serta
biologi tanah. Sisa-sisa bekas galian tambang menjadi lahan yang sangat tidak subur, bahkan
mengandung unsur logam (mercury) yang berbahaya bagi pertumbuhan tanaman (Subowo, 2010)
satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan berkembang cepat seiring dengan perubahan situasi dan
kondisi ekonomi politik di tanah air. Pada tahun 1997, terdapat 157 pengusaha/perorangan yang
melakukan kegiatan PETI batubara, yang meningkat menjadi 445 pengusaha/perorangan pada tahun
2000 dan tersebar di seluruh kabupaten yang ada di Provinsi Kalimantan Selatan (Qomariah 2003).
Secara garis besar, ada beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan daya dukung alam,
diantaranya adalah kerusakan dalam (internal) dan kerusakan luar (external). Kerusakan dalam
adalah kerusakan yang disebabkan oleh alam itu sendiri. Kerusakan jenis ini sangat sulit untuk dicegah
karena merupakan suatu proses alami yang sangat sulit untuk diduga, seperti letusan gunung berapi
yang dapat merusak lingkungan, gempa bumi yang berakibat runtuhnya lapisan tanah yang dapat
mengancam organisme hayati maupun non hayati dan lain sebagainya. Kerusakan yang bersifat dari
dalam ini biasanya berlangsung sangat cepat dan pengaruh yang ditimbulkan dari adanya kerusakan ini
adalah sangat lama. Kerusakan luar (external) adalah kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas
manusia dalam pengelolaan alam dalam usaha peningkatan kualitas hidup. Kerusakan luar ini pada
umumnya disebabkan oleh aktivitas pabrik yang mengeluarkan limbah, ataupun membuka sumber daya
alam tanpa memperhatikan lingkungan hidup serta tidak mempelajari segi efektivitasnya dan dampaknya
terhadap lingkungan disekitarnya. Beberapa contoh penyebab kerusakan daya dukung alam yang berasal
dari luar adalah pencemaran udara dari pabrik dankendaraan bermotor, pembuangan limbah pabrik
yang belum diolah dulu menjadi pembuangan limbah yang bersahabat dengan alam. Karena kerusakan
faktor luar ini disebabkan oleh ulah manusia, maka manusia hendaknya lebih bertanggungjawab
terhadap adanya upaya untuk merusak lingkungan hidup, Hal ini tercermin dari akibat pengelolaan
lingkungan hidup yang tidak benar dan akibat pencemaran lingkungan yang ada sampai sekarang ini.
Menurut Rensi (2012) diperkirakan dalam masa 300 (tiga ratus) tahun belakangan ini telah
banyak spesies yang sudah punah dari muka bumi ini, dan semakin lama akan semakin bertambah
sehingga dikhawatirkan suatu saat manusia juga, akan dapat menjadi korban kepunahan. Menurut fakta
ini, perlu adanya upaya penyelematan lingkungan. Usaha seperti ini tentunya dimulai dari diri
sendiri. Setiap individu harus memberikan suatu sumbangan dan penyelamatan lingkungan demi keles
tarian lingkungan. Dengan demikian, setiap individu harus mengingatkan minimal dirinya sendiri bahwa
setiap tindakan yang mencemari lingkungan, dengan menggunakan zat kimia berbahaya perlu
diperhatikan terhadap pengelolaan lingkungan hidup untuk lebih baik dimasa yang akan datang. Seperti
yang telah diketahui bersama, adanya kerusakan lingkungan lebih banyak dikarenakan adanya ulah
manusia dan adanya faktor alam yang ada selama ini.
a. a. Pengertian Reklamasi
Menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan
bahwa Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup
yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup.
Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab Negara, asas
berkelanjutan dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha
Esa
Menurut Sitorus (2003) alat strategis untuk memperbaiki kerusakan akibat penambangan
sistem terbuka adalah dengan mengembalikan sisa hasil penambangan kedalam lubang-lubang
tambang, dan menanam kembali vegetasi dengan memperhatikan sisa galian (tailing) yang
mengandung bahan beracun. Pada lahan pasca tambang batubara, reklamasi lahan adalah usaha /
upaya menciptakan agar permukaan tanah dapat stabil, dapat menopang sendiri secara keberlanjutan
(self-sustaining) dan dapat digunakan untuk berproduksi, dimulai dari hubungan antara tanah dan
vegetasi, sebagai titik awal membangun ekosistem baru. Reklamasi lahan pasca tambang batubara yang
dikaitkan dengan revegetasi pada dasarnya adalah untuk mengatasi berlanjutnya kerusakan lahan dan
menciptakan proses pembentukan unsur hara melalui pelapukan serasah daun yang jatuh. Aktifitas
tersebut diharapkan dapat secara berkelanjutan dan dapat membentuk ekosistem baru.
Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang
terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai
peruntukannya. Reklamasi lahan bekas tambang selain merupakan upaya untuk memperbaiki kondisi
lingkungan pasca tambang, agar menghasilkan lingkungan ekosistem yang baik dan juga diupayakan
menjadi lebih baik dibandingkan rona awalnya, dilakukan dengan mempertimbangkan potensi bahan
galian yang masih tertinggal.
Prinsip lingkungan hidup yang wajib dipenuhi dalam melaksanakan reklamasi dan pasca tambang
adalah :
1. Perlindungan terhadap kualitas air permukaan, air tanah, air laut, tanah dan udara2
Kegiatan reklamasi merupakan akhir dari kegiatan pertambangan yang diharapkan dapat
mengembalikan lahan kepada keadaan semula, bahkan jika memungkinkan dapat lebih baik dari kondisi
sebelum penambangan. Kegiatan reklamasi meliputi pemulihan lahan bekas tambang untuk
memperbaiki lahan yang terganggu ekologinya dan mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah
diperbaiki ekologinya untuk pemanfaatan selanjutnya. Sasaran akhir dari reklamasi adalah untuk
memperbaiki lahan bekas tambang agar kondisinya aman, stabil dan tidak mudah tererosi sehingga
dapat dimanfaatkan kembali.
Lapisan tanah paling atas atau tanah pucuk, merupakan lapisan tanah yang perlu dikonservasi,
karena paling memenuhi syarat untuk dijadikan media tumbuh tanaman. Hal ini mencerminkan bahwa
proses reklamasi harus sudah mulai berjalan sejak proses penambangan dilakukan, karena konservasi
tanah pucuk harus dilakukan pada awal penggalian. Namun banyak perusahaan tambang yang tidak
mematuhi hal
ini, akibatnya harus mengangkut tanah pucuk dari luar dengan biaya tinggi, dan menimbulkan
permasalahan di lokasi tanah pucuk berada. Beberapa hal yang harus diperhatikan, adalah: (a)
menghindari tercampurnya subsoil yang mengandung unsur atau senyawa beracun, seperti pirit, dengan
tanah pucuk, dengan cara mengenali sifat-sifat lapisan tanah sebelum penggalian dilakukan, (b) menggali
tanah pucuk sampai lapisan yang memenuhi persyaratan untuk tumbuh tanaman, (c) menempatkan
galian
tanah pucuk pada areal yang aman dari erosi dan penimbunan bahan galian lainnya, (d) menanam legum
yang cepat tumbuh pada tumpukan tanah pucuk untuk mencegah erosi dan menjaga kesuburan tanah
(Lampiran 1).
2. Penataan Lahan
Penataan lahan dilakukan untuk memperbaiki kondisi bentang alam, antara lain dengan cara: (a)
menutup lubang galian (kolong) dengan menggunakan limbah tailing (overburden). Lubang kolong
yang sangat dalam dibiarkan terbuka, untuk penampung air; (b) membuat saluran drainase untuk
mengendalikan kelebihan air, (c) menata lahan agar revegetasi lebih mudah dan erosi terkendali,
diantaranya dilakukan
dengan cara meratakan permukaan tanah, jika tanah sangat bergelombang penataan lahan dilakukan
bersamaan dengan penerapan suatu teknik konservasi, misalnya dengan pembuatan teras, (d)
menempatkan tanah pucuk agar dapat digunakan secara lebih efisien. Karena umumnya jumlah tanah
pucuk terbatas, maka tanah pucuk diletakan pada areal atau jalur tanaman. Tanah pucuk dapat pula
diletakkan pada lubang tanam.
Pengelolaan sedimen dilakukan dengan membuat bangunan penangkap sedimen, seperti rorak,
dan di dekat outlet dibuat bangunan penangkap yang relatif besar. Cara vegetative juga merupakan
metode pencegahan erosi yang dapat diterapkan pada areal bekas tambang. Talaohu et al. (1995)
menggunakan strip vetiver untuk pencegahan erosi pada areal bekas tambang batu bara. Vetiver
merupakan pilihan yang terbukti tepat, karena selain efektif menahan erosi, tanaman ini juga relatif
mudah tumbuh pada kondisi lahan buruk sehingga bertindak sebagai tanaman pioner.
Penanaman cover crop (tanaman penutup) merupakan usaha untuk memulihkan kualitas
tanah dan mengendalikan erosi. Oleh karena itu keberhasilan penanaman penutup tanah sangat
menentukan keberhasilan reklamasi lahan pasca penambangan. Karakteristikcover crop yang
dibutuhkan, sebagai berikut: mudah ditanam, cepat tumbuh dan rapat, bersimbiosis dengan bakteri atau
fungi yang menguntungkan (rhizobium, frankia, azospirilum, dan mikoriza), menghasilkan biomassa yang
melimpah dan mudah terdekomposisi, tidak berkompetisi dengan tanaman pokok dan tidak melilit. Pada
areal bekas tambang nikel PT Inco (Ambodo, 2008) menggunakan dua jenis rumput ( Echinocloa sp.
dan Cynodon dactylon) serta dua jenis legum (Macroptilium
bracteatum dan Chamaecrista sp.) sebagai cover crop. Selain itu juga dicampurkan tanaman
legum lokal seperti Clotalaria sp., Theprosia sp., Calindra sp., dan Sesbania rostata. Dengan
campuran jenis tersebut dalam waktu dua bulan setelah penanaman didapatkan penutupan lebih dari
80%. Kemampuan tanaman penutup untuk mendukung pemulihan kualitas tanah sangat tergantung
pada tingkat kerusakan tanah. Santoso [dkk], (2008). menyatakan bahwa sebaiknya cover
crop ditanam pada tahun pertama dan kedua proses reklamasi.
Untuk mengurangi kerentanan terhadap serangan hama dan penyakit, serta untuk lebih banyak
menarik binatang penyebar benih, khususnya burung, lebih baik jika digunakan lebih dari satu jenis
tanaman pionir/multikultur (Ambodo, 2008). Beberapa jenis tanaman pionir adalah : sengon buto
(Enterrolobium cylocarpum),
Sengon (Paraserianthes falcataria), johar (Casia siamea), Cemara (Casuarina sp.), dan
Eukaliptus pelita. Dalam waktu dua tahun kerapatan tajuk yang dibentuk tanaman-tanaman tersebut
mampu mencapai 50-60% sehingga kondusif untuk melakukan restorasi jenis-jenis lokal, yang umumnya
bersifat semitoleran. Tanaman pioner ditanam dengan sistem pot pada lubang berukuran lebar x panjang
x dalam
sekitar 60 x 60 x 60 cm, yang diisi dengan tanah pucuk dan pupuk organik. Di beberapa lokasi, tanaman
pioneer ditanam langsung setelah penataan lahan, padahal tingkat keberhasilannya relatif rendah
(Puslittanak, 1995). Pada areal bekas timah,
meskipun sudah ditanam dengan sistem pot, tanaman tumbuh baik hanya pada awal
pertumbuhan, selanjutnya pertumbuhannya lambat dan beberapa diantaranya mati, karena media
tanam dalam pot sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan tanaman. Santoso [dkk],(2008) menyatakan
bahwa penanaman tanaman pioner sebaiknya dilakukan pada tahun ke 3-5, setelah penanaman
tanaman penutup tanah.
Sasaran Reklamasi Dalam kegiatan reklamasi terdiri dari dua Kegiatan yaitu :
1. Pemulihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu ekologinya.
2. Mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya untuk pemanfaatannya
selanjutnya.
yang baik agar dalam pelaksanaannya dapat tercapai sasaran sesuai yang dikehendaki.
Hal-hal yang harus diperhatikan didalam perencanaan reklamasi adalah sebagai berikut :
3. Memindahkan dan menempatkan tanah pucuk pada tempat tertentu dan mengatur sedemikian rupa
untuk keperluan revegetasi.
5. Menghilangkan/memperkecil kandungan (kadar) bahan beracun sampai tingkat yang aman sebelum
dapat dibuang ke suatu tempat pembuangan.
6. Mengembalikan lahan seperti keadaan semula dan/atau sesuai dengan tujuan penggunaannya.
8. Memindahkan semua peralatan yang tidak digunakan lagi dalam aktifitas penambangan.
9. Permukaan yang padat harus digemburkan namun bila tidak memungkinkan agar ditanami dengan
tanaman pionir yang akarnya mampu menembus tanah yang keras.
10. Setelah penambangan maka pada lahan bekas tambang yang diperuntukkan bagi revegetasi, segera
dilakukan penanaman kembali dengan jenis tanaman yang sesuai dengan rencana rehabilitasi dari
Departemen Kehutanan dan RKL yang dibuat.
12. Memantau dan mengelola areal reklamasi sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
1. Persiapan lahan yang berupa pengamanan lahan bekas tambang, pengaturan bentuk lahan
(landscaping), pengaturan/penempatan bahan tambang kadar rendah (lowgrade) yang belum
dimanfaatkan.
4. Revegetasi (penanaman kembali) dan/atau pemanfaatan lahan bekas tambang untuk tujuan lainnya.
Lahan pasca tambang batubara terbuka pada umumnya mengalami perubahan karakteristik dari
aslinya. Apabila tidak dikelola dengan baik akan menjadi lahan kritis.
Ditinjau dari faktor penyebabnya lahan pasca tambang batubara yang termasuk kategori lahan
kritis secara fisik, kimia dan secara hidro-orologis, dapat diuraikan sebagai berikut : secara fisik, lahan
telah mengalami kerusakan, ciri yang menonjol dan dapat dilihat di lapangan, adalah kedalaman efektip
tanah sangat dangkal. Terdapat berbagai lapisan penghambat pertumbuhan tanaman seperti pasir,
kerikil, lapisan sisa-sisa tailing dan pada kondisi yang parah dapat pula terlihat lapisan cadas. Bentuk
permukaan tanah biasanya secara topografis sangat ekstrem, yaitu antara permukaan tanah yang
berkontur dengan nilai rendah dan berkontur dengan nilai tinggi pada jarak pendek bedanya sangat
menonjol, Dengan kata lain terdapat perbedaan kemiringan tanah yang sangat mencolok pada jarak
pendek. Secara kimia, lahan tidak dapat lagi memberikan dukungan positif terhadap penyediaan unsur
hara untuk pertumbuhan tanaman. Secara hidro-orologis, lahan pasca tambang tidak mampu lagi
mempertahankan fungsinya sebagai pengatur tata air. Hal ini terjadi karena terganggunya kemampuan
lahan untuk menahan, menyerap air dan menyimpan air, karena tidak ada vegetasi atau tanaman
penutup lahan. (Sitorus,2003).
Aktifitas eksploitasi batubara yang dilakukan oleh penambang yang tidak resmi (illegal
mining) tidak pernah melakukan rehabilitasi lahan. Permasalahan rehabilitasi lahan pasca
penambangan, menurut Lubis (1997) adalah hal yang paling rumit, karena disamping menyangkut
masalah biaya, waktu juga diperlukan keahlian khusus. Hal ini terkait dengan bagaimana melakukan
reklamasi lahan sekaligus sebagai media tumbuh vegetasi agar tercipta kelestarian lingkungan alam tetap
terjaga.
Menurut David (2013) Masalah reklamasi atau pengembalian fungsi awal lahan yang telah
digunakan sektor pertambangan belum satu suara. Kementerian Kehutanan meminta agar
pengembalian fungsi lahan yang telah digunakan sektor pertambangan harus dihijaukan dengan cara
menanam pepohonan. Namun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menilai upaya
reklamasi bisa dialihkan dengan membuat danau pasca eksplorasi tambang.
Menurut Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi Sumberdaya Mineral
(ESDM), proses reklamasi yang diharapkan Kementrian Kehutanan selama ini mengharuskan lahan
tambang perlu dihijaukan dengan ditumbuhi pepohonan setelah eksploitasi, padahal aspek tersebut
bisa dialihkan dengan membuat aksi lain sehingga lahan bekas tambang bisa dimanfaatkan oleh
masyarakat.
Kajian ini dapat didiskusikan bersama antara Kementrian ESDM dengan Kemenhut. Pihaknya ingin
kegiatan sektor tambang tetap meningkat seiring implementasi proses hilirisasi karena itu upaya yang
justru menambah beban biaya di sektor ini perlu diperhatikan. "Mereka itu kan ingin tetap ada profitnya.
Kalau mereka tidak ada penerimaan negara juga nihil. Setidaknya kita harus sama-sama untung," .
Seperti diketahui, berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) Kehutanan dan Perkebunan Nomor
146 tahun 1999; reklamasi bekas tambang perlu dilakukan guna memperbaiki atau memulihkan kembali
lahan dan vegetasi dalarn kawasan hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan dan
energi agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya.
Sementara itu, Ketua Umum Forum Rehabilitasi Hutan pada Lahan Bekas Tambang,
menyebutkan bahwa reklamasi lahan bekas tambang tidak hanya sekedar dihijaukan namun harus
memiliki nilai tambah dan memberikan manfaat kepada berbagai stokeholder di lingkungan bekas
tambang tersebut. "Usaha pertambangan memiliki peranan yang sangat penting untuk mendukung
perekonomian nasional, serta dapat memberikan kontribusi yang signifikan kepada masyarakat, Maka
dari itu, pertambangan harus dilakukan sesuai dengan prosedur dan diawasi oleh orang yang ahli
lingkungan yang menyangkut pertambangan. Hal ini dilakukan agar lingkungan juga bisa dinikmati oleh
anak cucu di masa mendatang.
Berdasarkan definisi Peraturan Menteri ESDM, reklamasi adalah kegiatan perusahaan yang
bertujuan memperbaiki atau menata lahan yang terganggu agar dapat berfungsi dan berguna kembali
sesuai peruntukannya. Secara umum kegiatan pertambangan seperti tambang batubara dapat
memberikan keuntungan ekonomis namun juga dapat menimbulkan dampak kerusakan lingkungan dan
ekosistem tanah.
Tanah galian batubara umumnya tersusun terbalik dari susunan awalnya. Tanah lapisan atas
(top soil) berada di bawah tanah lapisan bawah (sub soil). Umumnya bahan-bahan ini ditumpuk
diatas tanah-tanah yang produktif sehingga dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan
menurunkan produktivitas tanah.
Umumnya areal bekas timbunan batubara ini dalam beberapa tahun pertama sulit ditumbuhi vegetasi
karena berbagai macam kendala.
Beberapa kendala fisik yang dihadapi dalam upaya reklamasi tanah bekas penambangan
batubara yakni: tanah terlalu padat, struktur tanah tidak mantap, aerasi dan drainase tanah jelek, serta
lambat meresapkan air. Selain itu kendala kimia seperti pH sangat masam, tingginya kadar garam, dan
rendahnya tingkat kesuburan tanah merupakan pembatas utama dalam mereklamasi area tanah
timbunan. Konsekuensinya diperlukan input yang relatif besar (seperti: pupuk buatan dan pupuk organik,
berbagai senyawa senyawa kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit, sarana dan prasarana untuk
menjamin ketersediaan air bagi tanaman) untuk memperbaiki kualitas atau menyehatkan ekosistem
tanah agar dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
sebelum penambangan dapat memiliki banyak kendala yaitu (1) curah hujan tinggi yang mengakibatkan
hambatan daerah penyiapan untuk reklamasi, (2) potensi terjadinya erosi permukaan yang
mempengaruhi kestabilan daerah timbunan, (3) kondisi lapisan tanah yang masam dan tingkat hara yang
rendah (umumnya di Kalimantan) dan (4) keterbatasan materialoverburden NAF (Non Acid
Forming). penggunaan alat berat dalam kegiatan penambangan dapat mengakibatkan pemadatan
tanah, sehingga menurunkan porositas, permeabilitas dan kapasitas penahan air tanah. masalah yang
dijumpai dalam mereklamasi lahan bekas tambang adalah masalah fisik, kimia (berupa nutrisi maupun
keracuanan hara) dan biologi. Kegiatan pertambangan mempengaruhi solum tanah dan terjadinya
pemadatan tanah, mempengaruhi stabilitas tanah dan bentuk lahan.
Kegiatan pertambangan dan kegiatan reklamasi harus terencana dengan baik agar dalam
pelaksanaanya tercapai sasaran yang diinginkan atau sesuai tata ruang yang telah direncanakan. Pada
proses akhir penambangan batasan tanah secara alamiah sudah tidak jelas lagi karena dalam proses
penimbunan kembali tidak dapat dibedakan hubungan genetis antara bahan
induk, overburden dan top soil. Lahan bekas penambangan umumnya mengalami dampak
penurunan kesuburan tanah, khususnya kandungan bahan organik tanah.
Pemerintah gencar menggali potensi perolehan devisa dari sektor pertambangan sebagai akibat
semakin terbatasnya kemampuan negara untuk memperoleh pendapatan dari sektor lainnya. Deposit
bahan galian (bahan mineral, batubara, bahan fosil, dan lain-lain) banyak tersebar diberbagai daerah
dengan berbagai jenis dan kapasitas, potensial untuk dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
menopang kebutuhan negara. Hal ini penting karena Indonesia berada di kawasan vulkanik tropika basah
dengan zone penunjaman (subduction zone) yang membujur di pantai barat, pantai selatan dan
pantai utara bagian timur, sehingga memiliki erupsi indeks 99% (Munir, 1996). Laju pasokan mineral
berlangsung intensif, sehingga Indonesia banyak memiliki deposit mineral bahan tambang. Di lain pihak
laju pelapukan mineral juga berlangsung intensif, sehingga apabila tidak segera ditambang/
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri, deposit bahan mineral ini akan cepat mengalami
pelapukan/kerusakan dan apabila dibiarkan akan hilang terbawa aliran air yang dapat mencemari
lingkungan (Subowo, 2012).
Kegiatan pertambangan bahan galian berharga dari lapisan bumi telah berlangsung sejak
lama. Selama kurun waktu 50 tahun, konsep dasar pengolahan relative tidak berubah, yang berubah
adalah skala kegiatannya. Mekanisasi peralatan pertambangan telah menyebabkan skala pertambangan
semakin membesar. Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah
menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan semakin dalam mencapai lapisan bumi jauh di
bawah permukaan (Sabtanto, 2010).
Simarmata (2005) menyebutkan salah satu strategi dan upaya yang ramah lingkungan untuk
mengembalikan vitalitas (kualitas dan kesehatan) tanah adalah dengan sistem pertanian ekologis
terpadu. Pengembangan pertanian ekologis ini didukung dengan kemajuan dalam bidang bioteknologi
tanah yang ramah lingkungan, yaitu pemanfaatan pupuk hayati (biofertilizers). Pupuk hayati
memberikan alternatif yang tepat untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas tanah dan
mempertahankan kualitas tersebut sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan menaikkan hasil
maupun kualitas dari berbagai tanaman secara signifikan.
Pupuk hayati yang sering digunakan dalam rehabilitasi lahan bekas pertambangan adalah
mikoriza. Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualisme antara jamur dan akar tanaman
tingkat tinggi. Dimana jamur mendapatkan keuntungan dari suplai karbon (C) dan zat-zat essensial dari
tanaman inang dan tanaman inang mendapatkan berbagai nutrisi, air, dan proteksi biologis (Turjaman
[dkk], 2005).
Menurut Mursyidin (2009) menyimpulkan bahwa Upaya perbaikan lahan bekas tambang
merupakan hal yang sangat mendesak dilakukan. Hal ini karena sistem perbaikan (reklamasi) lahan yang
sudah ada masih dilaksanakan secara konvensional, yaitu dengan menanami areal bekas tambang
tersebut dengan tumbuhan. Upaya perbaikan dengan cara ini dirasakan kurang efektif, hal ini karena
tanaman secara umum kurang bisa beradaptasi dengan lingkungan ekstrim, termasuk bekas lahan
tambang. Teknologi alternatif perbaikan lahan bekas tambang menggunakan mikroorganisme terutama
jamur (fungi) merupakan hal yang sangat menarik dan penting dilakukan. Hal ini karena jamur memiliki
keistimewaan, selain adaptif terhadap berbagai kondisi tanah juga kemampuannya dalam menguraikan
bahan organik dan membantu proses mineralisasi di dalam tanah.
Sebagai bahan pembanding reklamasi yang dilakukan oleh P.T. Adaro Indonesia sebagai
berikut :
2. Revegetasi
Penanaman secara manual dan menggunakan metode hydroseeding dengan alat hydroseeder
3. Pengendalian erosi
2. Erosi di area reklamasi semakin kecil dan kualitas air yang dihasilkan semakin baik
Luasan lahan yang telah di reklamasi di dua wilayah yakni ; Paringin dan Tutupan seluas In
pit 146,3 Ha, Out pit 1.533,12 Ha dan lain-lain seluar 21,36 Ha (Agus [dkk], 2012). Jelasnya dapat
dilihat pada lampiran 2.
BAB III. KESIMPULAN
Reklamasi sebagai usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan yang rusak sebagai
akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan
kemampuannya, sehingga reklamasi mutlak harus dilakukan mengingat saat ini banyak masalah atau
musibah yang muncul sebagai akibat dari lahan pasca tambang yang dibiarkan begitu saja tanpa ada
upaya untuk reklamasi, seperti ; bencana banjir, pencemaran lingkungan, sedimentasi daerah aliran
sungai, konflik sosial, hilangnya lahan-lahan produktif, sulitnya pada daerah pertambangan
mendapatkan air bersih dan lain sebagainya, hal ini apabila dibiarkan begitu saja, maka akan menjadi
ancaman baru terhadap kehidupan diatas muka bumi ini.
Pada umumnya reklamasi yang dilakukan oleh para perusahaan pertambangan saat ini
ditemukan beberapa kendala diantaranya, memerlukan biaya yang sangat besar dan teknologi modern,
sehingga sanggup melakukan hal ini hanya perusahaan besar saja dan luasan yang reklamasi hanya
sebagian kecil saja, apakah sebanding antara lahan yang rusak dengan yang direklamasi, dan nampaknya
kegiatan reklamasi dilakukan tidak serius, terkesan tanam buang karena terkendala oleh iklim.
Sementara itu ada alternatif yang ditawarkan dalam rangka reklamasi lahan bekas tambang
batubara dengan konsep tidak memerlukan biaya yang besar dan jangkauan reklamasi lebih luas, mudah
dan murah ; yakni dengan konsep kembali kealam atau reklamasi lahan bekas tambang batubara secara
hayati.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Subandrio, Sukarman, dan Ronny, P. Tambunan. 2012 Pelaksanaan Reklamasi di PT Adaro
Indonesia . Environmental Department PT Adaro Indonesia. Environmental
Department PT Adaro Indonesia. email : agussubandrio @ptadaro. com,
sukarman@ptadaro.com, ronny@ptadaro.com
Ahyar Gunawan1*, I Nengah Surati Jaya2, dan Muhammad Buce Saleh2. Teknik Cepat Identifikasi Lahan Terbuka
Melalui Citra Multi Temporal dan Multi Spasial Quick Tecniques in Indentifying Open Area by
the Use of Multi Spatial and Multidate Imageries. JMHT Vol. XVI, (2): 6372, Agustus 2010
Artikel Ilmiah ISSN: 2087-0469.
Ambodo, A.P. 2004. Aplikasi Mikoriza untuk Peningkatan Pertumbuhan Tanaman dan efisiensi Biaya pada Lahan
Pasca Tambang di PT. International Nickel Indonesia. Makalah disampaikan pada Lokakarya dan Rapat
Koordinasi serta Fasilitasi Nasional, Penerapan Bioremediasi untuk Reklamasi dan Rehabilitasi lahan
Bekas Tambang di Kawasan Timur Indonesia, 5 April 2004, Jakarta.
Arif, I., 2007. Perencanaan Tambang Total Sebagai Upaya Penyelesaian Persoalan Lingkungan
Dunia Pertambangan, Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Bramas. 2012. Pendugaan Kandungan Karbon Pada Tegakan Akasia (Acacia mangium) dan Tegakan Sengon
(Paraserianthes falcataria) Di Lahan Reklamasi Pasca Tambang Batubara Arutmin Batulicin,
Kalimantan Selatan.
Djati Murjanto. 2011. Karekterisasi dan Perkembangan Tanah Pada Lahan Reklamasi Bekas Tambang Batubara PT.
Kaltim Prima Coal. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Haryono dan S. Soemono. 2009. Rehabilitasi tanah tercemar mercuri (Hg) akibat penambangan emas dengan
pencucian dan bahan organik di rumah kaca. Jurnal Tanah dan Iklim.
Lubis, M.1997. The Development of Indonesias Coal Supply Industry Trade and
Investment Issues. Paper Presented at APEC Coal Trade and Investment Liberalization and Facilitation
Workshop, August 5, Jakarta.
Margarettha. 2010. Pemanfaatan Tanah Bekas Tambang Batubara Dengan Pupuk Hayati
Mikoriza Sebagai Media Tanam Jagung Manis The Used of Ex-Coal Mining Soil With
Mycorrhiza Biofertilizers To Growth Sweet Corn. J. Hidrolitan., Vol 1 : 3 : 1 10, 2010.
ISSN 2086 4825
Matthew L. Carlson1, Lindsey A. Flagstad1, Franc ois Gillet2,3 and Edward A. D. Mitchell3,4,5*Community
development along a proglacial chronosequence: are above-ground and below-ground community
structure controlled more by biotic than abiotic factors. Journal of Ecology 2010, 98, 10841095. British
Ecological Society.
_____________. 2009.Memperbaiki Lahan Bekas Tambang dengan Mikroorganisme. Biologi FMIPA Unlam,
Banjar Baru. Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia.
Notohadiprawiro,T.1999.Tanah dan Lingkungan. Diterbitkan oleh Dit-Jen Dikti, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia,Jakarta.
________________. 2006. Pengelolaan Lahan dan Pasca Penambangan, Departemen Ilmu Tanah, Universitas
Gajah Mada.
Qomariah R. 2003. Dampak kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI) batubara terhadap kualitas sumberdaya
lahan dan sosial ekonomi masyarakat di Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan [tesis]. Bogor:
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. JMHT Vol. XVI, (2): 6372, Agustus 2010 Artikel Ilmiah
ISSN: 2087-046972
Rahmawaty, 2002. Restorasi Lahan Bekas Tambang berdasarkan Kaidah Ekologi, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Rensi Febreni. 2012 Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan Pengelolaan Pembangunan Berkelanjutan
dan Berwawasan Lingkungan. March 22, 2012.
Sabtanto Joko Suprapto.2010. Reklamasi Lahan Bekas Tambang dan Aspek Konservasi Bahan Galian. Kelompok
Program Penelitian Konservasi Pusat Sumber Daya Geologi.
Santoso, E., Pratiwi, M. Turjaman, C.H. Siregar, A. Subiakto, R.S.B. Irianto, R.R. Sitepu, dan Anwar. 2008. Input
teknologi untuk rehabilitasi lahan pasca penutupan tambang (mine closure). Makalah disampaikan
dalam Seminar dan Workshop Reklamasi dan Pengelolaan Kawasan Tambang Pasca Penutupan Tambang.
Pusat Studi Reklamasi Tambang. LPPM-IPB. Bogor, 22 Mei 2008.
Setiadi, Y. 2004. Arbuscular Mycorrhizal Inoculum Production. Dalam prosiding Teknologi Produksi dan
Pemanfaatan Inokulan Endo-Ektomikoriza untuk Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan. Asosiasi
Mikoriza Indonesia-Jawa Barat. Bandung.
Simarmata,T. 2005. Revitalisasi Kesehatan Ekosistem Lahan Kritis dengan Memanfaatkan Pupuk Biologis Mikoriza
dalam Percepatan Pengembangan Pertanian Ekologis di Indonesia. Seminar Nasional dan Workshop
Cendawan Mikoriza. Universitas Jambi. Jambi.
Sitorus, M. 2003. Pengaruh Pemberian Batu Fosfat Alam dan Mikoriza Vesikular Arbuskular Terhadap
Ketersediaan dan Konsentrasi P daun Jagung pada Ultisol. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Jambi.
Jambi.
Soemarno., W. S. 2006. Pertambangan Sebagai Aset Bangsa Indonesia. Indonesian Journal For Sustainable Future
Vol. 2 No. 4 Desember 2006.
Soemarwoto., O. 1992. Peranan hutan tropik dalam hidro-orologi, pemanasan global dan keanekaan hayati. Di
dalam Lubis Mochtar, editor. MelestarikanHutan Tropika: Permasalahan, manfaat dan
kebijakannya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Subowo G. 2010. Penambangan Sistem Terbuka Ramah Lingkungan dan Upaya Reklamasi Pasca Tambang Untuk
Meperbaiki Kualitas Sumberdaya Lahan dan Hayati Tanah.Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 5 No.
2, Desember 2011. ISSN 1907-0799
Talaohu, S.H., S. Moersidi, Sukristiyonubowo, dan S. Gunawan. 1995. Sifat fisikokimia tanah timbunan batubara
(PT BA) di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. DalamProsiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi
Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Buku IV. Bidang Konservasi Tanah dan Air serta Agroklimat.
Puslitbangtanak. http://agribisnis.deptan.go.id /download/
layanan_informasi/sekretariat/jurnal_sumberdaya_lahan_vol._4_no.1_juli_2010.pdf. ISSN 1907-0799
Turjaman, Maman., Yana Sumarba. Winarto. Erdy Santoso. 2005. Prospek Aplikasi Teknologi Cendawan
Ektomikoriza (ECM) untuk Mempercepat Rehabilitasi Hutan dan Lahan Tergredasi. Seminar Nasional dan
Workshop Cendawan Mikoriza. Universitas Jambi. Jambi.
Related Post:
Panduan Penulisan Ilmiah FKIP
jurnal jagung hastirullah fitrah
teori reklamasi hastirullah fitrah
bioremediasi hastirullah fitrah
jurnal pemasaran lada hastirullah fitrah
1 Komentar untuk "Reklamasi lahan bekas tambang
batubara"
Balas
AsikBelajar.Com
13 FEBRUARI 2015 11.19
MAKALAH TEORI REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG BATUBARA hastirullah fitrah 2013
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
hidup dan meningkatkan kualitas hidup manusia, tel...
ARSIP BLOG
2015 (6)
o Januari (6)
Reklamasi lahan bekas tambang batubara
jurnal ; input faktor yang mempengaruhi produksi
jurnal effisien faktor produksi
jurnal produktivitas dan faktor yang mempengaruhi ...
Pembangunan Berkelanjutan di Bidang Pertanian
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BIDANG PERTANIAN
2014 (8)
o Februari (8)