Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa , kami telah dapat
menyelesaikan makalah dengan judul PERTOLONGAN PERTAMA PASIEN TENGGELAM
DI PANTAI . Tujuan kami membuat makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah P3K Pantai

Keberhasilan kami dalam menyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak . Kami ucapkan terima kasih kepada semua yang telah membantu terselesaikannye
makalah ini .

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu
kami senantiasa mengharapkan petunjuk , saran serta kritik yang sifatnya membangun dari semua
fihak guna kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI

1. Kata Pengantar
2. Daftar Isi
3. Bab I Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan
4. Bab II Pembahasan
a. Drawning ( Tenggelam)
b. Kgawatdaruratan Pada Korban Tenggelam
5. Bab III Penutup
a. Simpulan
b. Saran
6. Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertolongan Pertama merupakan tindakan pertolongan yang diberikan terhadap korban


dengan tujuan mencegah keadaan bertambah buruk sebelum si korban mendapatkan perawatan
dari tenaga medis resmi. Jadi tindakan Pertolongan Pertama (PP) ini bukanlah tindakan pengobatan
sesungguhnya dari suatu diagnosa penyakit agar si penderita sembuh dari penyakit yang dialami.
Pertolongan Pertama biasanya diberikan oleh orang-orang disekitar korban yang diantaranya akan
menghubungi petugas kesehatan terdekat. Pertolongan ini harus diberikan secara cepat dan tepat
sebab penanganan yang salah dapat berakibat buruk, cacat tubuh bahkan kematian.

Namun sebelum kita memasuki pembahasan kearah penanggulangan atau pengobatan


terhadap luka, akan lebih baik kita berbicara dulu mengenai pencegahan terhadap suatu
kecelakaan (accident), terutama dalam kegiatan di alam bebas. Selain itu harus kita garis bawahi
bahwa situasi dalam berkegiatan sering memerlukan bukan sekedar pengetahuan kita tentang
pengobatan, namun lebih kepada pemahaman kita akan prinsip-prinsip pertolongan terhadap
korban. Sekedar contoh, beberapa peralatan yang disebutkan dalam materi ini kemungkinan tidak
selalu ada pada setiap kegiatan, aka kita dituntut kreatif dan mampu menguasai setiap keadaan

Pada korban dengan kasus tenggelam pertolongan pertama merupakan tindakan wajib yang
harus dilakukan segera mengingat pada kondisi tenggelam seseorang akan kehilangan pola nafas
yang adekuat karena dalam hitungan jam korban tenggelam akan mengalami hipoksemia, yang
selanjutnya akan mengalami anoksia susunan syaraf pusat, hingga terjadi kegagalan resusitasi dan
jika tidak segera diberikan pertolongan akan menimbulkan kematian dalam 24 jam setelah
kejadian.

Dalam hal ini, maka pertolongan pertama dengan pasien tenggelam harus dilakukan secara
cepat dan tepat untuk menghindari terjadinya kolaps pada alveolus, lobus atas atau unit paru yang
lebih besar. Penatalaksanaan tindakan kegawatdaruratan ini tentunya harus dilakukan secara benar
dengan tujuan untuk mencegah kondisi korban lebih buruk, mempertahankan hidup serta untuk
peningkatan pemulihan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu konsep tenggelam ?

2. Bagaimana penatalaksanaan prosedur penyelamatan di pantai ?

3. Apa saja pemeriksaan fisik lanjutan pada pasien tenggelam?

4. Apa saja hal hal yang perlu diperhatikan dan segera menangani cedera akibat tenggelam

di pantai?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu konsep tenggelam

2. Untuk mengetahui prosedur penyelamatan di pantai

3. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan fisik lanjutan pada pasien lanjutan

4. Untuk mengetahui hal hal yang perlu diperhatikan dan segera menangani cedera akibat

tenggelam

di pantai.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Drawning ( Tenggelam )

1. Definisi

Tenggelam didefinisikan oleh ILCOR (International Liaison Committee on Resuscitation)


sebagai proses yang menyebabkan gangguan pernapasan primer akibat submersi/imersi pada
media cair. Submersi merupakan keadaan di mana seluruh tubuh, termasuk sistem pernapasan,
berada dalam air atau cairan. Sedangkan, imersi berarti keadaan di mana terdapat air/cairan pada
sistem konduksi pernapasan yang menghambat udara masuk. Akibat dua keadaan ini, pernapasan
korban terhenti, dan banyak air yang tertelan. Setelah itu, terjadi laringospasme. Henti napas atau
laringospasme yang berlanjut dapat menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia. Tanpa penyelamatan
lebih lanjut, korban dapat mengalami bradikardi dan akhirnya henti jantung sebagai akibat dari
hipoksia.
Tenggelam ( Drawning ) adalah kematian yang disebabkan oleh aspirasi cairan ke dalam
pernapasan akibat terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan.

2. Patofisiologi

Hipoksia merupakan hal utama yang terjadi setelah seorang individu tenggelam. Keadaan
terhambatnya jalan napas akibat tenggelam menyebabkan adanya gasping dan kemungkinan
aspirasi, dan diikuti dengan henti napas (apnea) volunter dan laringospasme. Hipoksemia dan
asidosis yang persisten dapat menyebabkan korban berisiko terhadap henti jantung dan kerusakan
sistem saraf pusat. Laringospasme menyebabkan keadaan paru yang kering, namun karena asfiksi
membuat relaksasi otot polos, air dapat masuk ke dalam paru dan menyebabkan edema paru.
Aspirasi air yang masuk ke paru dapat menyebabkan vagotonia, vasokonstriksi paru, dan
hipertensi. Air segar dapat menembus membran alveolus dan mengganggu stabilitas alveolus
dengan menghambat kerja surfaktan. Selain itu, air segar dan hipoksemi dapat menyebabkan lisis
eritrosit dan hiperkalemia. Sedangkan, air garam dapat menghilangkan surfaktan, dan
menghasilkan cairan eksudat yang kaya protein di alveolus, interstitial paru, dan membran basal
alveolar sehingga paru menjadi keras dan sulit mengembang. Air garam juga dapat menyebabkan
penurunan volume darah dan peningkatan konsentrasi elektrolit serum.2

3. Etiologi

a. Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan

b. Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan

c. Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang

4. Manifestasi Klinik

a. Koma

b. Peningkatan edema paru

c. Kolaps sirkulasi

d. Hipoksemia

e. Asidosis

f. Timbulnya hiperkapnia

5. Kondisi Umum dan Faktor Resiko Pada Kejadian Korban Tenggelam

a. Pria lebih beresiko untuk mengalami kejadian tenggelam terutama dengan usia 18-24

tahun

b. Kurang pengawasan terhadap anak terutama yang berusia 5 tahun ke bawah

c. Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan air

d. Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus kuat dan air yang sangat dalam

e. Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain dengan tujuan membunuh,kekerasan

atau permaina di luar batas


6. Komplikasi

a. Ensefalopati Hipoksik

b. Tenggelam sekunder

c. Pneumonia aspirasi

d. Fibrosis interstisial pulmoner

e. Disritmia ventricular

f. Gagal Ginjal

g. Nekrosis pancreas

h. Infeksi

7. Klasifikasi Tenggelam

a. Berdasarkan Kondisi Paru-Paru Korban

1) Typical Drawning

Keadaan dimana cairan masuk ke dalam saluran pernapasan korban saat korban

tenggelam

2) Atypical Drawning

a) Dry Drowning

Keadaan dimana hanya sedikit bahkan tidak ada cairan yang masuk ke dalam saluran

pernapasan

b) Immersion Syndrom

Terjadi terutama pada anak-anak yang tiba-tiba terjun ke dalam air dingin ( suhu
< 20C ) yang menyebabkan terpicunya reflex vagal yang menyebabkan apneu, bradikardia, dan
vasokonstriksi dari pembuluh darah kapiler dan menyebabkan terhentinya aliran darah koroner
dan sirkulasi serebaral.

c) Submersion of the Unconscious

Sering terjadi pada korban yang menderita epilepsy atau penyakit jantung khususnya
coronary atheroma, hipertensi atau peminum yang mengalami trauma kepala saat masuk ke air .

d) Delayed Dead

Keadaan dimana seorang korban masih hidup setelah lebih dari 24 jam setelah
diselamatkan dari suatu episode tenggelam.

b. Berdasarkan Kondisi Kejadian

1) Tenggelam

Suatu keadaan dimana penderita akan meneguk air dalam jumlah yang banyak sehingga air
masuk ke dalam saluran pernapasan dan saluran nafas atas tepatnya bagian apiglotis akan
mengalami spasme yang mengakibatkan saluran nafas menjadi tertutup serta hanya dapat dilalui
oleh udara yang sangat sedikit.

2) Hampir Tenggelam

Suatu keadaan dimana penderita masih bernafas dan membatukkan air keluar.

B. Kegawatdaruratan Pada Korban Tenggelam

1. Perubahan Pada Paru-Paru

Aspirasi paru terjadi pada sekitar 90% korban tenggelam dan 80 90% pada korban hamper
tenggelam. Jumlah dan komposisi aspirat dapat mempengaruhi perjalanan klinis penderita, isi
lambung, organism pathogen, bahan kimia toksisk dan bahan asing lain dapat member cedera pada
paru dan atau menimbulkan obstruksi jalan nafas.

2. Perubahan Pada Kardiovaskuler


Pada korban hampir tenggelam kadang-kadang menunjukkan bradikardi berat. Bradikardi
dapat timbul karena refleks fisiologis saat berenang di air dingin atau karena hipoksia. Perubahan
pada fungsi kardiovaskuler yang terjadi pada hampir tenggelam sebagian besar akibat perubahan
tekanan parsial oksigen arterial (PaO2) dan gangguan keseimbangan asam-basa.

3. Perubahan Pada Susunan Saraf Pusat

Iskemia terjadi akibat tenggelam dapat mempengaruhi semua organ tetapi penyebab
kesakitan dan kematian terutama terjadi karena iskemi otak. Iskemi otak dapat berlanjut akibat
hipotensi, hipoksia, reperfusi dan peningkatan tekanan intra kranial akibat edema
serebral.Kesadaran korban yang tenggelam dapat mengalami penurunan. Biasanya penurunan
kesadaran terjadi 2 3 menit setelah apnoe dan hipoksia. Kerusakan otak irreversibel mulai terjadi
4 10 menit setelah anoksia dan fungsi normotermik otak tidak akan kembali setelah 8 10 menit
anoksia. Penderita yang tetap koma selama selang waktu tertentu tapi kemudian bangun dalam.

4. Perubahan Pada Ginjal

Fungsi ginjal penderita tenggelam yang telah mendapat resusitasi biasanya tidak
menunjukkan kelainan, tetapi dapat terjadi albuminuria, hemoglobonuria, oliguria dan anuria.
Kerusakan ginjal progresif akan mengakibatkan tubular nekrosis akut akibat terjadinya hipoksia
berat, asidosis laktat dan perubahan aliran darah ke ginjal.

5. Perubahan Cairan dan Elektrolit

Pada korban tenggelam tidak mengaspirasi sebagian besar cairan tetapi selalu menelan
banyak cairan. Air yang tertelan, aspirasi paru, cairan intravena yang diberikan selama resusitasi
dapat menimbulkan perubahan keadaan cairan dan elektrolit. Aspirasi air laut dapat menimbulkan
perubahan elektrolit dan perubahancairan karena tingginya kadar Na dan Osmolaritasnya.
Hipernatremia dan hipovolemia dapat terjadi setelah aspirasi air laut yang banyak. Sedangkan
aspirasi air tawar yang banyak dapat mengakibatkan hipervolemia dan hipernatremia.
Hiperkalemia dapat terjadi karena kerusakan jaringan akibat hipoksia yang luas.

2. Penatalaksanaan Prosedur Penyelamatan di Pantai


1. Prinsip pertolongan di air :

1) Raih ( dengan atau tanpa alat ).

2) Lempar ( alat apung ).

3) Dayung ( atau menggunakan perahu mendekati penderita ).

4) Renang ( upaya terakhir harus terlatih dan menggunakan alat apung ).

2. Penanganan Korban

a. Pindahkan penderita secepat mungkin dari air dengan cara teraman.

b. Bila ada kecurigaan cedera spinal satu penolong mempertahankan posisi kepala, leher dan

tulang punggung dalam satu garis lurus. Pertimbangkan untuk menggunakan papan spinal
dalam air atau bila tidak memungkinkan pasanglah sebelum menaikan penderita ke darat.

c. Buka jalan nafas penderita, periksa nafas. Bila tidak ada maka upayakan untuk memberikan

nafas awal secepat mungkin dan berikan bantuan nafas sepanjang perjalanan.

d. Upayakan wajah penderita menghadap ke atas.

e Sampai di darat atau perahu lakukan penilaian dini dan RJP bila perlu.

f. Berikan oksigen bila ada sesuai protokol.

g. Jagalah kehangatan tubuh penderita, ganti pakaian basah dan selimuti.

h. Lakukan pemeriksaan fisik, rawat cedera yang ada.

i. Segera bawa ke fasilitas kesehatan

1. Pertolongan Pertama harus diberikan secara cepat walaupun perawatan selanjutnya tertunda.

2. Pertolongan Pertama harus tepat sehingga akan meringankan sakit korban bukan menambah
sakit korban.
Tenggelam menjadi salah satu penyebab kematian yang terbilang cukup sering. Pada
hakikatnya kematian yang menimpa korban tenggelam terjadi akibat adanya sumbatan jalan
pernafasan serta kekurangan oksigen (hipoksia). Korban tenggelam harus segera di bawa ke
permukaan untuk mendapatkan Resusitasi jantung Paru (RJP). RJP yang dilakukan di air memang
merupakan tindakan yang berrisiko tinggi bagi kedua belah pihak, korban dan penolong. Akan
tetapi jika penolong telah terlatih dan mumpuni, langkah ini masih mungkin jadi pilihan
penyelamatan.

Begitu penderita sampai ke darat, Resusitasi jantung Paru dapat cepat dilaksanakan dengan
frekuensi lima siklus sebelum penolong meminta bantuan. Tindakan menyapu mulut dengan jari
tak perlu dilaksanakan karena untuk kasus tenggelam, si korban mengalami kekurangan oksigen
dan air tidak lagi dianggap sebagai benda asing yang memicu penyumbatan.Tenggelam dapat
terjadi di mana-mana, baik itu di laut atau danau,
bahkan di lingkungan sekitar seperti kolam renang. Kasus tenggelam sering kali menimpa anak-
anak karena banyak orang tua yang terkadang membiarkan anak berenang tanpa pengawasan.

Agar dapat terhindar dari tenggelam, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu : anak
yang sedang berenang harus terus dipantau, menghindari konsumsi minuman keras sebelum
berenang ataupun di dekat kolam renang, akses atau pintu masuk menuju kolam renang harus terus
di pantau, peralatan penyelamat mulai dari pelampung hingga ban penyelamat harus selalu terletak
di dekat area renang, Jika memiliki kolam renang di rumah, jangan ragu untuk meletakkan telepon
di dekat kolam renang. Hal ini bertujuan agar para orang tua tetap dapat menerima telepon tanpa
meninggalkan pengawasan pada anak yang sedang berenang. Menghindari posisi meja dan kursi
yang berada dekat dengan kolam renang agar anak tidak memanjatnya. Tenggelam juga dapat
terjadi pada orang dewasa, jadi pemantauan memang terus diperlukan. Ikut sertakan salah satu
anggota keluarga dalam pelatihan RJP agardapat membantu memberi pertolongan pertama pada
siapa saja, terutama keluarga sendiri.

Dasar-dasar Pertolongan Pertama


Pertolongan Pertama merupakan tindakan pertolongan yang diberikan terhadap korban dengan
tujuan mencegah keadaan bertambah buruk sebelum korban mendapatkan
perawatan dari tenaga medis resmi. Jadi tindakan Pertolongan Pertama (PP) ini bukanlah tindakan
pengobatan sesungguhnya dari suatu diagnosa penyakit agar si penderita sembuh dari penyakit
yang dialami. Pertolongan Pertama biasanya diberikan oleh orang-orang disekitar korban yang
diantaranya akan menghubungi petugas kesehatan terdekat. Pertolongan ini harus diberikan secara
cepat dan tepat sebab penanganan yang salah dapat berakibat buruk, cacat tubuh bahkan kematian.

Pertolongan Pertama pada anak yang tenggelam bisa terjadi dimana saja, baik di sungai, laut
ataupun di kolam renang. Bila pernapasan kemasukan air, maka bisa menyebabkan kesulitan
bernapas (berhenti bernapas).

Tenggelam adalah penyebab utama kematian terkait cedera di kalangan anak-anak usia 1 sampai
4 dan penyebab utama kedua kematian pada anak-anak 14 dan di bawah. Anak-anak muda
khususnya beresiko karena mereka penasaran, cepat, dan tertarik pada air tetapi belum dapat
memahami betapa berbahayanya. Kabar baiknya adalah bahwa beberapa tindakan pencegahan
dapat mencegah sebagian besar tenggelam.

Jika anak Anda adalah korban tenggelam pertolongan pertama yang dapat diberikan, yaitu
Pertolongan :

1. Jika anak sulit bernafas atau tidak bernafas, letakkan di tempat yang Pencet lubang
hidungnya dan bernafaslah dengan meniup ke dalam mulutnya. Tiuplah dengan hati-hati
dan tetap kuat agar dada anak berdetak. Hitung hingga tiga dan tiup lagi hingga anak
bernafas.
2. Jika anak bernafas tetapi tidak sadar, gulingkan badannya agar lidah anak tidak menutup
jalan
3. Jika orang yang tidak bisa berenang melihat anak tenggelam, orang tersebut harus segera
melemparkan tali, alat pelampung, atau dahan pohon dan berteriak keras agar orang datang
menyelamatkan anak.
4. Jika anak sulit bernafas atau tidak bernafas, letakkan mendatar. Pencet lubang hidungnya
dan bernafaslah dengan meniup ke dalam mulutnya. Tiuplah dengan hati-hati dan tetap
kuat agar dada anak berdetak. Hitung hingga tiga dan tiup lagi hingga anak bernafas.
5. Jika anak bernafas tetapi tidak sadar, gulingkan badannya agar lidah anak tidak menutup
jalan
6. Jika orang yang tidak bisa berenang melihat anak tenggelam, orang tersebut harus segera
melemparkan tali, alat pelampung, atau dahan pohon dan berteriak keras agar orang datang
menyelamatkan anak.
Proses Pernapasan Buatan :

1. Baringkan anak dengan kepala ditarik perlahan ke belakang, agar jalan napas terbuka.
2. Longgarkan seluruh pakaian yang
3. Buka mulut anak dengan menekan rahangnya perlahan dengan satu tangan, jaga tangan
jangan sampai menekan leher. Kemudian pencet
4. Tempelkan mulut anda ke mulut anak sama seluruh mulut menutup bibir anak.
5. Hembuskan napas kuat-kuat ke dalam mulutnya, sampai terlihat gerakan naik turun pada
dada. Kalau ini terjadi, Anda telah melakukannya dengan benar.
Cara terhindar dari ancaman tenggelam :

1. Setiap anak yang sedang berenang


2. harus selalu diawasi.
3. Hindari minum minuman keras sebelum berenang atau dekat kolam
4. Pintu masuk atau akses ke kolam renang harus selalu dalam
5. Peralatan penyelamat seperti pelampung atau ban penyelamat harus selalu dekat dengan
kolam renang atau area berenang.
6. Bila punya kolam renang di rumah, letakkan telepon dekat dengan kolam Agar anda bisa
mengangkat telepon tanpa meninggalkan pengawasan anak anda saat berenang.
7. Hindari meletakkan meja dan kursi dekat kolam renang agar anak anda tidak dapat
memanjatnya.
8. Tenggelam pun bisa terjadi pada orang dewasa, jadi pengawasan tetap
9. Ikutkan salah seorang anggota keluarga anda di dalam pelatihan RJP agar bila dibutuhkan
suatu saat ia dapat menolong.
Pada dasarnya semua kondisi darurat harus dapat segera dilakukan tindakan cepat guna
melakukan pertolongan.
Hal ini membutuhkan suatu pengetahuan bagi orang sekitar tentang teknik P3K.
Penanganan pada korban tenggelam dibagi dalam tiga tahap, yaitu:
1. Bantuan Hidup Dasar
Penanganan ABC merupakan hal utama yang harus dilakukan, dengan fokus utama pada
perbaikan jalan napas dan oksigenasi buatan, terutama pada korban yang mengalami penurunan
kesadaran. Bantuan hidup dasar pada korban tenggelam dapat dilakukan pada saat korban masih
berada di dalam air. Prinsip utama dari setiap penyelamatan adalah mengamankan diri penyelamat
lalu korban, karena itu, sebisa mungkin penyelamat tidak perlu terjun ke dalam air untuk
menyelamatkan korban. Namun, jika tidak bisa, penyelamat harus terjun dengan alat bantu apung,
seperti ban penyelamat, untuk membawa korban ke daratan sambil melakukan penyelamatan.
Cedera servikal biasanya jarang pada korban tenggelam, namun imobilisasi servikal perlu
dipertimbangkan pada korban dengan luka yang berat.

2. Penilaian pernapasan dilakukan pada tahap ini, yang terdiri dari tiga langkah, yaitu:

Look, yaitu melihat adanya pergerakan dada


Listen, yaitu mendengarkan suara napas
Feel, yaitu merasakan ada tidaknya hembusan napas
Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas dengan normal
setelah pembersihan jalan napas yaitu kompresi dada lalu pemberian napas buatan dengan rasio
30:2. Terdapat tiga cara pemberian napas buatan, yaitu mouth to mouth, mouth to nose, mouth to
mask, dan mouth to neck stoma.
Penanganan utama untuk korban tenggelam adalah pemberian napas bantuan untuk
mengurangi hipoksemia. Pemberian napas buatan inisial yaitu sebanyak 5 kali. Melakukan
pernapasan buatan dari mulut ke hidung lebih disarankan karena sulit untuk menutup hidung
korban pada pemberian napas mulut ke mulut. Pemberian napas buatan dilanjutkan hingga 10
15 kali selama sekitar 1 menit. Jika korban tidak sadar dan tenggelam selama <5 menit, pernapasan
buatan dilanjutkan sambil menarik korban ke daratan. Namun, bila korban tenggelam lebih dari 5
menit, pemberian napas buatan dilanjutkan selama 1 menit, kemudian bawa korban langsung ke
daratan tanpa diberikan napas buatan.
Kompresi dada diindikasikan pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas dengan
normal, karena kebanyakan korban tenggelam mengalami henti jantung akibat dari hipoksia.
Pemberian kompresi ini dilakukan di atas tempat yang datar dan rata dengan rasio 30:2. Namun,
pemberian kompresi intrinsik untuk mengeluarkan cairan tidak disarankan, karena tidak terbukti
dapat mengeluarkan cairan dan dapat berisiko muntah dan aspirasi.
Selama proses pemberian napas, regurgitasi dapat terjadi, baik regurgitasi air dari paru
maupun isi lambung. Hal ini normal terjadi, namun jangan sampai menghalangi tindakan ventilasi
buatan. Korban dapat dimiringkan dan cairan regurgitasinya dikeluarkan.

3. Bantuan hidup lanjut


Tersedianya sarana bantuan hidup dasar dan lanjutan ditempat kejadian merupakan hal
yang sangat penting karena beratnya cedera pada sistem saraf pusat tidak dapat dikaji dengan
cermat pada saat pertolongan diberikan.
Pastikan keadekuatan jalan napas, pernapasan dan Sirkulasi. Cedera lain juga harus
dipertimbangkan dan perlu tidaknya hospitalisasi ditentukan berdasarkan keparahan kejadian dan
evaluasi klinis. Pasien dengan gejala respiratori, penurunan saturasi oksigen dan perubahan tingkat
kesadaran perlu untuk dihospitalisasi. perhatian harus difokuskan pada oksigenasi, ventilasi, dan
fungsi jantung. Melindungi sistem saraf pusat dan mengurangi edema serebri merupakan hal yang
sangat penting dan berhubungan langsung dengan hasil akhir.
Bantuan hidup lanjut pada korban tenggelam yaitu pemberian oksigen dengan tekanan
lebih tinggi, yang dapat dilakukan dengan BVM (Bag Valve Mask) atau tabung oksigen.1 Oksigen
yang diberikan memiliki saturasi 100%. Jika setelah pemberian oksigen ini, keadaan korban belum
membaik, dapat dilakukan intubasi trakeal.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Kegawatdaruratan pada korban tenggelam terkait erat dengan masalah pernapasan dan
kardiovaskuler yang penanganannya memerlukan penyokong kehidupan jantung dasar dengan
menunjang respirasi dan sirkulasi korban dari luar melalui resusitasi, dan mencegah insufisiensi

B. Saran

Penanganan kegawatdaruratan korban tenggelam sebaiknya memastikan terlebih dahulu


kesadaran, system pernapasan, denyut nadi, dan proses observasi dan interaksi yang konstan
dengan korban.
DAFTAR PUSTAKA

Febria,Winda Dwi. 2015. P3K Pada Korban Tenggelam.


https://windadwifebria.wordpress.com/2015/06/04/p3k-pada-korban-tenggelam/, Diakses tangal
13 Januari 2017.

Fitriasari, Dian Nur. 2011. KEGAWAT DARURATAN PADA KORBAN TENGGELAM.


http://sanchakadheeyansamarathungga.blogspot.co.id/2011/01/kegawat-daruratan-pada-korban-
tenggelam.html. Diakses tanggal 13 Januari 2017.

Medicinesia. 2011. Penanganan kegawatdaruratan Tenggelam.


https://www.medicinesia.com/harian/penanganan-kegawatdaruratan-tenggelam/, Diakses tanggal
13 Januari 2017.

Anda mungkin juga menyukai