PENGANTAR
Penulis memang bukan seorang filsuf, melainkan pecinta filsafat dan kebetulan saja
sebagai pengajar filsafat. Oleh sebab itu dirasa tidak ada maksud apapun dengan pembuatannya
ini, kecuali hanya dimaksudkan,bahwa apabila mungkin bisa membantu siapa saja yang sedang
dan ingin belajar filsafat terutama filsafat ilmu pengetahuan.Meskipun tentang hal ini telah
ditulis oleh banyak orang yang dimungkinkan lebih ahli dan lebih mendalami dalam bidang
ini. Disinilah keberanian penulis walaupun bukan seorang filsuf, namun karena dirasa sangat
diperlukan khususnya dalam kegiatannya sebagai pengajar filsafat.
Berbekal lebih dari dua dasa warsa pengalaman penulis bergumul dengan problem
problem, seperti bagaimana mengajar filsafat (filsafat ilmu pengetahuan) kepada mahasiswa,
agar supaya mereka mencintai dan memahami filsafat ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya
tulisan ini diusahakan uraiannya sejelas dan sesederhana mungkin, meskipun ini belum tentu
memuaskan bagi yang sedang menggeluti ilmu semacam ini. Mungkin juga tulisan ini masih
banyak kekurangannya, atau mungkin bisa menjadi pendorong orang lain yang lebih ahli
tentang filsafat, sehingga bisa menambah dalam berfilsafat secara mandiri lebih khsus lagi
filsafat ilmu pengetahuan.
1.Pendahuluan
Pertama-tama perlu dipahami antara istilah: pengetahuan, ilmu pengetahuan, dan
filsafat.
Untuk memahami dapat dilihat beberapa penjelasan seperti dijelaskan pada hal-hal di bawah
ini.
2. Pengertian Pengetahuan.
a.Dr. M.J. Langeveld mengatakan bahwa pengetahuan adalah kesatuan subjek yang
mengetahui dengan objek yang diketahui.
b.James K. Feibleman merumuskan sbb.: Knowledge: relation between object and subject
(pengetahuan: hubungan antara objek dan subjek.
Ensiklopedia Indonesia memuat antara lain: epistemologi menyebutkan bahwa setiap
pengetahuan manusia adalah hasil dari berkontaknya dua hal, yaitu:
1). Benda (yang diperiksa), diselidiki dan akhirnya diketahui (objek).
2). Manusia yang melakukan pelbagai pemeriksaan dan penyelidikan dan akhirnya
mengetahui benda/ hal itu.
7.Pengertian Filsafat
Terkait dengan pengertian filsafat, perlu ditegaskan di sini bahwa dalam garis besarnya filsafat
minimal mempunyai tiga dimensi besar, yakni:
1. dimensi epistemologis
2. dimensi ontologis
3. dimensi aksiologis
Inilah keseluruhan filsafat dalam garis besar yang ringkas. Untuk itu agar lebih jelas tentang
kapling-kapling filsafat dimaksud adalah sebagai berikut:
1.Dimensi epistemologis, yakni dimensi yang membicarakan bagaimana cara memperoleh
pengetahuan. Runes (1971: 94) dalam kamusnya menjelaskan bahwa epistemology is the branch of
philosophy which investigates the origin, structure, methods and validity of knowledge. Itulah
sebabnya sehingga sering disebut dengan istilah filsafat pengetahuan, karena ia membicarakan hal
pengetahuan. Untuk hal ini ada beberapa aliran yang membicarakan, seperti:
Aliran empirisme, yakni kata yang berasal dari kata Yunani empeirikos yang asal katanya
adalah empeiria, artinya pengalaman. Oleh sebab itu, menurut aliran ini bahwa manusia memperoleh
pengetahuan melalui pengalamannya. John Locke (1632-1704), bapak aliran ini pada zaman Modern
mengemukakan teori tabula rasa yang dalam bahasa Indonesia adalah meja lilin. Maksudnya adalah
bahwa manusia pada mulanya kosong dari pengetahuan, kemudian pengalamannya mengisi jiwa yang
kosong itu, sehingga manusia memiliki pengetahuan.
Aliran Rasionalisme, yakni aliran yang menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian
pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Menurut aliran ini, bahwa
manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek. Bapak aliran ini di zaman
Modern adalah Rene Descartes (1596-1650), ini benar. Akan tetapi sesungguhnya paham semacam
ini sudah ada jauh sebelum itu, yakni orang orang Yunani Kuno telah meyakini juga bahwa akal adalah
alat dalam memperoleh pengetahuan yang benar, lebih-lebih pada Aristoteles yang teleh disebutkan di
depan. Di samping kedua aliran ini masih banyak aliran filsafat yang belum disebutkan di sini.
2.Dimensi ontologis, hal ini setelah membenahi cara memperoleh pengetahuan, filsuf mulai
menghadapi objek-objeknya untuk memperoleh pengetahuan. Objek-objek itu dipikirkan secara
mendalam sampai pada hakikatnya. Inilah sebabnya bagian ini dinamakan teori hakikat, yang biasa
disebut dengan istilah ontologi (Ahmad Tafsir, 2009: 28). Bidang bahasan dalam dimensi ontologis ini
sangat luas, yakni segala yang ada, dan yang mungkin ada, yang boleh juga mencakup pengetahuan
dan nilai (yang dicarinya ialah hakikat pengetahuan dan kakikat nilai).
3.Dimensi aksiologis, bahwa dalam dimensi ini seandainya ditanyakan
kepada Socrates atau Nietzsche tentang apa guna filsafat, agaknya mereka akan menjawab bahwa
filsafat dapat menjadikan manusia menjadi manusia. Artinya, dengan filsafat orang akan bisa menjadi
orang bijaksana. Namun bila melihat rumusan ini nampaknya terlalu umum, sehingga sulit dipahami.
Untuk memahami kegunaan filsafat di tingkat teknis operasionalnya, dapat dimulai dengan melihat
filsafat sebagai tiga hal, pertama filsafat sebagai kumpulan teori, kedua filsafat sebagai pandangan
hidup (philosophy of life), dan ketiga filsafat sebagai metode pemecahan masalah (Ahmad Tafsir,
2009: 42).
Filsfat sebagai kumpulan teori filsafat, digunakan untuk memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Sedangkan filsafat sebagai philosophy of life (pandangan hidup) ini sangat penting untuk dipelajari,
sebab dalam hal ini fungsinya mirip dengan agama (Ahmad Tafsir, 2009: 42). Dalam posisi ini filsafat
dapat menjadi jalan kehidupan. Jika dalam agama X dikatakan bahwa agama X itu adalah jalan
kehidupan, maka filsafat sebagai filsafat hidup demikian juga halnya. Ia menjadi pedoman. Isinya
berupa ajaran dan ajaran itu dilaksanakan dalam kehidupan. Perbedaannya agama dengan filsafat
adalah bila filsafat dipandang sebagai teori, maka teori itu ada yang dipakai dan ada yang tidak dipakai,
ada yang diakui kebenarannya dan ada yang tidak diakui. Intinya bahwa filsafat sebagai philosophy
of life gunanya untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan, lebih singkat lagi: untuk dijadikan
agama (Ahmad Tafsir, 2009: 43). Dan selanjutnya, bahwa filsafat sebagai metodologydalam
memecahkan masalah, ada berbagai cara yang ditempuh orang bila hendak menyelesaikan sesuatu
masalah. Seperti memecahkan masalah dengan cara sains, sehingga hal ini pusat perhatiannya pada
fakta empiric, namun ada juga yang menyelesaikan masalah dengan cara filsafat, dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian singkat di atas, dapatlah dikatakan bahwa dimensi aksiologis dari filsafat adalah
berupa kegunaan filsafat dan itu luas sekali. Di mana pun dan pada apa pun filsafat diterapkan di situ
filsafat memiliki kegunaan. Bila digunakan dalam pedidikan, maka akan dapat dilihat bahwa filsafat
berguna bagi pendidikan, bila digunakan dalam bahasa, ia berguna bagi bahasa, dan bila digunakan
dalam agama, maka filsafat juga dapat dilihat bahwa filsafat berguna bagi agama, dan seterusnya.
Inilah pemehaman filsafat dalam dimensi aksiologis.
8.Pengertian Filsafat Ilmu pengetahuan.
Untuk memahami pengertian tentang filsafat ilmu pengetahuan, akan dibahas terlebih
dahulu pengertian filsafat dalam arti terminologinya. Pengertian filsafat sesuai dengan
terminologinya yaitu:
a. Filsafat adalah upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik
serta lengkap tentang seluruh realitas.
b. Filsafat adalah upaya melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta nyata.
c. Filsafat adalah untuk menentukan batas batas dan jangkauan pengetahuan:
sumbernya, hakekatnya, keabsahannya, dan nilainya.
d. dFilsafat adalah penyelidikan kritis atas pengandaian pengandaian dan
pernyataan pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
e. Filsafat adalah berupaya untuk membantu Anda melihat apa yang Anda
katakan dan untuk mengatakan apa yang Anda lihat.
Jadi, pengertian filsafat secara terminologinya di atas sangat beragam baik dalam ungkapan
maupun titik tekanannya. Bahkan Mohammad Hatta seorang ahli filafat Indenesia, dan
Langeveld mengatakan bahwa definisi filsafat tidak perlu diberikan karena setiap orang
memiliki titik tekan sendiri dalam definisinya. Hal ini bisa dimengerti, karena intisari
berfilsafat itu terdapat dalam pembahasan bukan pada definisi. Namun definisi filsafat untuk
dijadikan patokan awal diperlukan, karena untuk memberi arah dan cakupan objek yang
dibahas, terutama terkait dengan filsafat ilmu
Berikut akan dibahas tentang pengertian ilmu pengetahuan. Secara etimologis bahwa
ilmu dalam bahasa Inggris adalah science, yaitu berasal dari bahasa Latin: scientia artinya
pengetahuan, dan scire artinya mengetahuai, dan sinonim yang paling dekat dengan bahasa
Yunani adalah episteme. Sedangkan ilmu yang berasal dari bahasa Arab adalah: alima,
yalamu, dan ilman, kesemua itu artinya mengerti dan memahami benar benar.
Dari beberapa istilah di atas, lalu pengertian ilmu dalam kamus bahasa Indonesia adalah
penegtahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem, menurut metode metode
tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala gejala tertentu di bidang itu.
Ciri ciri utama ilmu pengetahuan sesuai dengen terminologinya antara lain:
1). Ilmu pengetahuan adalah sebagian pengetahuan bersifat koheren, epiris, sistematis, dapat
diukur, dan dibuktikan. Hal ini beda dengan iman, yaitu pengetahuan didasarkan atas
keyakinan kepada yang gaib dan pengahayatan serta pengalaman pribadi.
2). Ilmu pengetahuan berbeda dengan pengetahuan, sebab ilmu pengetahuan tidak pernah
mengartikan kepingan pengetahuan satu putusan tersendiri, melainkan
ilmu pengetahuanmenandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke objek (alam objek) yang
sama dan saling berkaitan secara logis. Oleh sebab itu, koherensi sistematik adalah hakikat
ilmupengetahuan.
3). Ilmu pengetahuan tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing masing
penalaran perorangan, sebab ilmu pengetahuan dapat memuat di dalamnya dirinya sendiri
hipotesis-hipotesis dan teori teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
4). Berkaitan dengan konsep ilmu pengetahuan (pengetahuan ilmiah) adalah ide bahwa metode
metode yang berhasil dan hasil hasil yang terbukti pada dasarnya harus terbuka kepada semua
pencari ilmu.
5). Ciri hakiki dari ilmu ialah metodologi, sebab kaitan logis yang dicari ilmu tidak dicapai
dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak pengamatan dan ide yang
terpisah.
Setelah dipahami pengertian Filsafat, pengertian Ilmu pengetahuan, dan pengertian
Pengetahuan, maka dapat disimpulkan bahwa Filsafat Ilmu pengetahuan adalah kajian
secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu pengetahuan, sehingga filsafat
ilmupengetahuan dapat menjawab beberapa persoalan, seperti:
12. Kajian Filsafati tentang Arah dan strategi perkembangan ilmu pengetahuan
Bukan hal yang ajaib bila berpendapat bahwa ilmu pengetahuan yang sekarang dikenal
orang berasal dari kebudayaan Yunani Kuno. Ilmu pengetahuan dimulai dari filsafat, nyaris
sebagai satu satunya ilmu di masa itu untuk kemudian berangsur-angsur menelorkan
percabangan dan perantingan keilmuan lebih jauh. Meskipun demikian, jika sejarah ilmu itu
ditelusuri sesuai dengan akar katanya, maka akan diketahui bahwa ilmu sudah tumbuh jauh
sebelum para pemikir Yunani mengenalnya. Usaha mula mula di bidang keilmuan yang tercatat
dalam sejarah dilakukan oleh bangsa Mesir, di mana banjir sungai Nil yang terjadi tiap tahun
ikut menyebabkan berkembangnya sistem almanak, geometri, dan kegiatan survey.
Keberhasilan ini kemudian diikuti oleh bangsa Babylonia dan Hindu yang memberikan
sumbangan-sumbangan berharga meskipun tidak seintensif kegiatan bangsa Mesir. Setelah itu
muncul bangsa Yunani yang menitikberatkan pada pengorganisasian ilmu. Bangsa Yunani
dapat dianggap sebagai perintis dalam mendekati perkembangan ilmu secara sistematis.
Sejalan dengan hal di atas, maka arah dalam perkembangan ilmu pengetahuan adalah sbb.:
1. Ilmu berkembang dari keadaan bersatu menuju keadaan yang banyak atau terspesialisasi.
Dari aspek ini dinyatakan, bahwa tidak ada ilmu pengetahuan pada umumnya, yang ada
hanyalah ilmu konkrit. Perkembangan seperti ini ternyata tidak dapat dielakkan, sehingga ilmu
dalam perkebangannya menuju ke arah spesialisasi. Spesialisasi dimungkinkan oleh karena
manusia dapat menelaah satu aspek saja pada satu soal, terutama pada tahapan analisis.
2. Ilmu berkembang dari cara kerjanya yang rasional ke arah rasional empiris dan rasional
eksperimental. Aspek perkembangan ini bersangkutan dengan metode ilmu dan metode
merupakan komponen pokok dalam segala aktivitas keilmuan.
Ditelusuri lebih jauh, karakter ilmu mengalami perubahan, dari masa Purba yang hanya
memiliki a receptive and emperical mentality ke arah bangkitnya suatu inquiring
mind, dari kemampuan know-how ke arah know-why. (inquire: menyelidiki/ ingin tahu).
3. Ilmu berkembang dari sifatnya yang kualitatif ke arah kuantitatif. Dari aspek ini
perkembangan ilmu ditandai suatu pergeseran pandangan tentang objek manakah yang bisa
dan patut dikaji secara ilmiah. Ilmu-ilmu positif misalnya, mulai menyangsikan realibilitas dan
validitas persoalan-persoalan metafisik, yang oleh para pengikut positivisme dianggap
sebagai nonsense.
4. Perkembangan ilmu terjadi pergeseran dari fungsi memajukan masyarakat ke arah ideologi
yang mendominasi masyarakat. Beberapa tokoh yang mengkritik perkembangan ilmu
yangdemikian itu, seperti Herbert Marcuse dan Jurgen Habermas.
Strategi pengembangan ilmu pengetahuan
Strategi pengembangan ilmu terdapat tiga macam pendapat, yaitu:
1. Pendapat yang menyatakan bahwa ilmu dikembangkan dalam otonomi
tertutup. Ilmu untuk ilmu, science for the sake of science only. Di sini
pengeruh konteks dibatasi atau bahkan disingkirkan.
2. Ilmu lebur di dalam konteks, tidak saja sekedar merefleksikannya tetapi
memberi justifikasi bagi konteks.
3. Ilmu dan konteks dikembangkan dengan suasana saling meresapi, agar timbul gagasan-
gagasan baru yang relevan dan aktual, sejalan dengan kenyataan yang tumbuh dan
berkembang. Oleh sebab itu tidak dapat dielakkan bahwa semakin terasa adanya urgensi untuk
menjelaskan dan mengarahkan perkembangan ilmu tidak hanya berhenti atas dasarcontext of
justification, akan tetapi atas dasar context of discovery. Hal ini disebabkan karena pada
akhirnya ilmu pengetahuan dibutuhkan, dan pada gilirannya dipergunakan sebagai instrumen
bagi penyelesaian masalah masalah konkrit yang dihadapi masyarakat.
Koento Wibisono (1983) berpendapat bahwa strategi pengembangan
ilmupengetahuan harus berorientasi pada dimensi:
1. Dimensi teleologis, artinya bahwa ilmu pengetahuan hanyalah sekedar sarana yang
dibutuhkan untuk mencapai suatu teleos.
2. Dimensi etis, artinya bahwa ilmu pengetahuan berkiblat pada manusia yang menduduki
tempat sentral. Dimensi etis menuntut pengembangan ilmu pengetahuan secara bertanggung
jawab.
3. Dimensi integratif, artinya bahwa pengembangan ilmu pengetahuan pada akhirnya terarah
pada peningkatan kualitas manusia yang sekaligus juga kualitas struktur masyarakat.
b.Dimensi Epistemologi
Epistemologi ialah cabang filsafat yang membicarakan hakikat dan lingkup pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dasar-dasar, dan tanggung jawab atas pernyataan mengenai
pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain
mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, antara lain adalah:
Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indra, dan yang lain mempunyai metode-
metode:
1. Metode induktif = khusus ke umum
2. Metode deduktif = umum ke khusus
3. Metode positivisme = menolak metafisika yakni Apa yang diketahui, yang faktual, positif
4. Metode kontemplatif = kemampuan intuisi, yakni Diperoleh lewat kontemplasi
5. Metode dialektis = semula artinya tanya jawab, yakni Kemudian berarti mengkompromikan
lawan
Keterangan dari beberapa metode di atas, yakni:
Ad. 1. metde induktuif, yakni
Ad. 2. meotde deduktif, yakni
Ad. 3. metode positivisme, yakni suatu metode yang dikeluarkan oleh August Comte (1797-
1857) berupa metode yang berpangkal pada hal-hal positif, sehingga ia mengesampingkan
persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Jadi ia menolak metafisika, sehingga di bidang filsafat
dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
Menurut Comte, bahwa perkembangan pikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap, yakni:
a. tahap teologis, pada tahap ini manusia yakin bila dibalik sesuatu tersirat pernyataan kehendak
khusus.
b. tahap metafisik, pada tahap ini kekuatan adikodrati itu diubah menjadi kekuatan yang
abstrak, yang kemudian dipersatukan dalam pengertian yang bersifat umum yang disebut alam
dan dipandangnya sebagai asal dari segala gejala.
c. tahap positif, pada tahap ini sebagai suatu usaha mencapai pengenalan yang mutlak, sehingga
pengetahuan teologis ataupun metafisis dipandang tidak berguna. Yang penting menemukan
hukum-hukum dan urutan yang ada pada fakta dengan pengamatan dan menggunakan akal.
Ad. 4. metode kontemplatif, yakni metode yang mengatakan ada keterbatas indra dan akal
manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga hasil yang diperoleh pun berbeda beda,
maka harus dikembangkan kemampuan akal yang disebut intuisi. Jadi kemampuan intuisi ini
bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi.
Ad. 5. metode dialektis.
c. Dimensi aksiologis
Terkait dengan nilai, maka tentang nilai dapat subjektif tapi dapat juga objektif Kemudian
bagaimana dengan nilai dalam ilmu pengetahuan ? Bagi seorang ilmuwan, kegiatan ilmiahnya
dengan kebenaran ilmiah adalah hal yang sangat penting. Yang lebih penting adalah bahwa
ilmu pengetahuan tidaklah berkembang pada arah yang tak terkendali, namun ia harus bergerak
pada arah maknawi dan umat manusia berkuasa untuk mengendalikannya. Kekuasaan manusia
atas ilmu pengetahuan harus mendapat tempat yang utuh, eksistensi ilmu pengetahuan bukan
melulu untuk mendesak kemanusiaan, namun kemanusiaanlah yang harus menggemgam
ilmu pengetahuan untuk kepentingan dirinya dalam rangka pengembangan diri kepada sang
Pencipta.
DaftarPustaka
Harun Hadiwijono, 1988, Sari Sejarah Fil safat Yunani,Yogyakarta, Penerbit Kanisius
Robert N. Beck, 1967, Perspectives in Social Philosophy, New York, Holt, Rinehart and
Winston, Inc.
Sullivan, John Edward, 1970, Prophets of the West, New York, Holt, Rinehart and Winston,
Inc